Pengetahuan dan Tindakan Perawat tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

(1)

58

LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Nama Peneliti : Henry Septian Purba

Judul Penelitian : Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Saya adalah mahasiswa S-1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Penelitian ini dilaksanakan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengetahuan dan tindakan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar. Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan bapak/ibu untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Selanjutnya saya mohon kesediaan bapak/ibu mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesukarelaan bapak/ibu.

Partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini bersifat sukarela, sehingga siswa/siswi bebas untuk mengundurkan diri setiap saat tanpa adanya sanksi apapun. Identitas pribadi bapak/ibu dan semua informasi yang diberikan akan dirahasiakan dan hanya akan digunakan untuk penelitian ini.

Terima kasih atas partisipasi bapak/ibu dalam penelitian ini.

Medan,

Peneliti Responden


(2)

INSTRUMEN PENELITIAN

PENGETAHUAN DAN SIKAP PERAWAT TENTANG PEMBERIAN CAIRAN PADA PASIEN LUKA BAKAR DI RSUD DR. PIRNGADI

MEDAN

Instrumen terdiri dari tiga bagian, yaitu :

1. Kuesioner yang berkaitan dengan data demografi responden / subjek. 2. Kuesioner pengetahuan perawat yang terdiri dari 10 pernyataan. 3. Kuesioner tindakan perawat yang terdiri dari 10 pernyataan.

1. Kuesioner Data Demografi Petunjuk Pengisian :

1. Semua pertanyaan harus diberi jawaban

2. Beri tanda centang ( √ ) pada kotak yang disediakan

3. Setiap pertanyaan dijawab hanya dengan 1 jawaban yang sesuai menurut responden.

4. Bila ada yang kurang dimengerti dapat ditanyakan kepada peneliti. No. Responden :

1. Usia : ……… tahun

2. Jenis Kelamin : ( ) Laki-laki ( ) Perempuan

3. Agama : ( ) Islam ( ) Protestan ( ) Katolik ( ) Hindu ( ) Budha

4. Suku : ( ) Batak ( ) Melayu ( ) Lain-lainnya 5. Pendidikan terakhir : ( ) SPK ( ) Diploma ( ) S1


(3)

60

I. Pengetahuan Perawat

Jawablah pertanyaan berikut dengan memberikan tanda silang (x) pada jawaban yang benar.

1. Bagaimanakah cara menentukan pemberian cairan pada pasien luka bakar berdasarkan persenan luas luka bakar menurut rumus baxter ? a.) Dewasa : 4 ml x kgBB x LB dan anak-anak : 2 ml x kgBB x LB b.) Dewasa : 2 ml x kgBB x LB dan anak-anak : 4 ml x kgBB x LB c.) Membagi tubuh atas kelipatan 9 yang dikenal dengan rule of nine

2. Tn. J usia 35 tahun, datang kerumah sakit dengan keluhan tersiram air panas pada bagian dada dan perutnya dari pemeriksaan fisik tidak ditemui bullae pada area luka bakar, pasien mengalami nyeri, kesadaran komposmentis, BB 50 kg, luas luka bakar 18%, lemah dan sulit mobilisasi. Berapakah kebutuhan cairan pada pasien tersebut pada 8 jam pertama luka bakar ?

a.) 1800 b.) 3600 c.) 2000

3. Pemberian cairan pada pasien luka bakar dapat dilakukan dengan cara ? a.) NGT

b.) Injeksi melalui intra muskular


(4)

4. Pemberian cairan pada pasien luka bakar bisa dengan memberikan terapi cairan koloid tujuan dari pemberian cairan koloid pada pasien luka bakar yaitu ?

a.) Untuk mempercepat penyembuhan luka.

b.) Untuk memenuhi kebutuhan cairan dalam tubuh.

c.) Untuk mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal

5. Jumlah pemberian larutan ringer laktat yang seimbang dalam 24 jam pertama pasien luka bakar, jika dihitung berdasarkan ml/kg/% sebanyak ?

a.) 2 hingga 4 ml per kilogram berat badan per persen luka bakar b.) 5 hingga 10 ml per kilogram berat badan per persen luka bakar c.) 10 hingga 15 ml per kilogram berat badan per persen luka bakar

6. Tn. A usia 38 tahun datang kerumah sakit diantar oleh keluarganya akibat tersiram air panas pada bagian dada dan perutnya, dari pemeriksaan fisik pada area luka bakar ada ditemui bullae, kesadaran kompos mentis, pasien mengalami nyeri, lemas dan sulit bergerak. Berdasarkan kasus tadi, cairan apakah yang sebaiknya digunakan pada pasien luka bakar tersebut ?

a.) Na Cl 0,9% b.) Dextrose 5% c.) Ringer Laktat


(5)

62

7. Tn.H datang ke Rs. Pringadi dengan keluhan luka bakar. Setelah dikaji tampak luka bakar 40%, BB: 50 kg, TB: 170 cm TD: 130/80 mmHg, Tamp: 37 0C, RR: 26x/i. Berapakah kebutuhan cairan yang dibutuhkan oleh Tn.H dalam waktu 24 jam jika dihitung dengan menggunakan rumus baxter ?

a.) 4000 ml b.) 6000 ml c.) 8000 ml

8. Larutan nutrient yang memberikan 200 kkal/L sebagai terapi pengganti cairan untuk mengatasi dehidrasi pasien luka bakar yaitu ?

a.) Dextrose 5% b.) Na Cl 0,9% c.) Ringer Laktat

9. Tujuan resusitasi pada pasien luka bakar ?

a.) Mempertahankan fungsi organ dan mencegah komplikasi

b.) Adanya peningkatan tekanan vena sentral dan sindroma kompartemen c.) Disatu sisi mengisi defisit air intravaskuler dan disisi lain mencegah

potensi kelebihan air

10. Volume kecepatan pemberian cairan infus pada pasien luka bakar diukur berdasarkan ?

a.) Tekanan sistolik yang kurang dari 100 mmHg b.) Frekuensi nadi yang kurang dari 110/menit c.) Haluaran urin sebanyak 30 hingga 50 ml/jam


(6)

II. Sikap Perawat

Jawablah pernyataan berikut dengan memberikan tanda check list (x) pada tiap kolom jawaban yang telah disediakan sesuai dengan yang saudara alami.

Keterangan: S : Selalu P : Pernah TP : Tidak Pernah

No Pernyataan S P TP

1 Merawat pasien luka bakar derajat II, tindakan pemberian cairan dalam 1 hari dengan memberikan masukkan cairan sesuai kebutuhan dan luas luka bakar

2 Tindakan saya yang utama dalam menangani kasus luka bakar adalah dengan mengatasi defisit cairan sambil mencegah adanya potensi kelebihan air

3 Mengatasi defisit cairan pada pasien luka bakar

yang luas luka bakarnya lebih dari 30% yang dapat menyebabkan syok saya memberikan tindakan pemberian cairan berdasarkan kebutuhan pasien selama 24 jam

4 Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien luka bakar saya melakukan tindakan pemberian cairan melalui intravena dan oral

5 Saya akan menurunkan kecepatan pemberian infus selama penggantian cairan pada pasien luka bakar yang mengalami haluaran urin lebih besar dari 50 ml/jam

6 Kebutuhan cairan pada pasien luka bakar yang berusia lebih dari 35 tahun banyaknya cairan serta waktu pemberiannya diberikan sebanyak 3600 cc dalam 1 hari

7 Tindakan saya dalam memberikan terapi cairan pada pasien luka bakar juga dapat digunakan untuk memasukkan zat makanan secara rutin yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan asam basa pada pasien luka bakar yang mengalami kekurangan cairan


(7)

64

8 Pertolongan pertama pada pasien luka bakar diberikan terapi cairan infus

9 Saya harus memberikan cairan pada pasien luka bakar sesuai dengan derajat luka bakar yang dialami oleh pasien

10 Hari pertama saya memberikan separuh kebutuhan cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan 16 jam sisa (hitungan 24 jam)


(8)

Reliability

Scale: ALL VARIABLES Case Processing Summary

N %

Cases Valid 20 100,0

Excludeda 0 ,0

Total 20 100,0

a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.

Reliability Statistics Cronbach's

Alpha N of Items ,851 10

Item-Total Statistics

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item

Deleted

Q1 21,40 18,042 -,030 ,875

Q2 21,70 15,168 ,578 ,836

Q3 21,85 13,818 ,657 ,827

Q4 21,50 14,474 ,615 ,832

Q5 21,85 13,082 ,726 ,820

Q6 21,85 13,397 ,742 ,818

Q7 21,70 15,484 ,503 ,842

Q8 21,40 15,095 ,742 ,826

Q9 21,60 15,200 ,464 ,846


(9)

66

Frequencies

Statistics

pengetahuan tindakan

N Valid 44 44

Missing 0 0

Frequency Table

pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid cukup 16 36,4 36,4 36,4

baik 28 63,6 63,6 100,0

Total 44 100,0 100,0

tindakan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid cukup 19 43,2 43,2 43,2

baik 25 56,8 56,8 100,0


(10)

Frequencies

Statistics

Q1 Q2 Q3 Q4 Q5 Q6 Q7

N Valid 44 44 44 44 44 44 44

Missing 0 0 0 0 0 0 0

Statistics

Q8 Q9 Q10

N Valid 44 44 44

Missing 0 0 0

Frequency Table

Q1

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 5 11,4 11,4 11,4

1 39 88,6 88,6 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q2

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 22,7 22,7 22,7

1 34 77,3 77,3 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q3

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 2 4,5 4,5 4,5

1 42 95,5 95,5 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q4

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 20 45,5 45,5 45,5

1 24 54,5 54,5 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q5

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 13 29,5 29,5 29,5

1 31 70,5 70,5 100,0


(11)

68

Q6

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 22,7 22,7 22,7

1 34 77,3 77,3 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q7

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 22,7 22,7 22,7

1 34 77,3 77,3 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q8

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 10 22,7 22,7 22,7

1 34 77,3 77,3 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q9

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 5 11,4 11,4 11,4

1 39 88,6 88,6 100,0

Total 44 100,0 100,0

Q10

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 0 21 47,7 47,7 47,7

1 23 52,3 52,3 100,0


(12)

(13)

(14)

(15)

(16)

(17)

(18)

(19)

(20)

(21)

78

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Kegiatan Bulan

04 05 06 07 08 09 10 11 12 01 02 1 Studi Kepustakaan

2 Penyusunan Proposal 3 Seminar Proposal

4 Uji valid dan Reliabilitas 5 Penelitian

6 Pengolahan Data 7 Seminar Skripsi 8 Perbaikan Skrisi


(22)

BIODATA PENELITIAN

1. Nama : Henry Septian Purba Dasuha

2. Nim : 141121061

3. Temat/Tanggal Lahir : Jakarta, 24 September 1991

4. Anak ke : 1 dari 2 bersaudara

5. Agama : Kristen Protestan

6. Alamat : Jl. RA. Kartini 105, Lubuk Pakam 7. Pendidikan :

- TK Sang Timur Jakarta (1996-1998)

- SD Negeri Inpres Moutong, Sulawesi Tengah (1995-2003) - SMP Yadika 5 Joglo, Jakarta (2003-2006)

- SMA Negeri 1 Moutong, Sulawesi Tengah (2006-2008)

- DIII Keperawatan Akper Bala Keselamatan Palu, Sulawesi Tengah (2008-2011)


(23)

56

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian. edisi 2. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian bd, revisi, V. Jakarta: Rineka Cipta Alimul, H. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika

Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, edisi 2. Jakarta: CV Sagung Seto

Bimo Walgito. (2010). Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: C.V Andi Offset Budiman & Riyanto, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner dan Sikap dalam

Penelitian. Jakarta : Salemba Medika

Depkes RI (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Depkes RI. (2009). Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta

Effendi, C. (2005). Perawatan Pasien Luka Bakar. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC

Effendi, C. (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Hidayat, A.A. (2009). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika Laia, O. (2014). Hubungan Pengetahuan dan Sikap Perawat Dengan Pemberian

Cairan Pada Pasien Luka Bakar Di RSUP Haji Adam Malik. Fakutas Keperawatan , Universitas Sari Mutiara Indonesia, Medan.

Maulana HDJ. (2009). Promosi Kesehatan, edisi 5. Jakarta : EGC Moenadjat, Y. (2003). Luka bakar, edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Musrifatul, U. (2005). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC

Nugroho, T. (2012). Mengungkap tentang Luka Bakar. Yogyakarta: Nuha Medika Notoadmodjo, S. (2010). Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka


(24)

Notoadmodjo, S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta Potter & Perry. (2006). Buku Ajar Fundamental, edisi 4. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC

Sarwono, S. W. (2010). Psikologi Remaja, Edisi Revisi., Jakarta: PT Raja Grafindo.

Setiadi. (2007). Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu

Smeltzer & Suzanne, C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta: Buku Kedokteran , EGC

Stephen, G. ( 2007). At a Grace Microbilogi Medis and Infection, edisi 3. Jakarta: Erlangga Medical Series, EMS

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran, EGC Suriadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak, edisi 2. Jakarta: CV Sagung

Seto

Windarini. (2014). Sikap Caring Perawat dalam Memberikan Asuhan Keperawatan pada Pasien diruangan Intesive Care Unit (ICU). Stikes Kusuma Husada Surakarta. Yogyakarta: dibuka pada tanggal 18 Juni 2015 Moenadjat,Y. (2003). Luka bakar. Jakarta:FKUI

Nursalam. (2013). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu keperawatan: Pedoman Skripsi,Tesis, Dan Instrumen Penelitian Keperawatan. Edisi2. Jakarta:Salemba Medika

Yefta, Moenajat. (2003) . Luka Bakar Pengetahuan Klinis Praktis. Edisi Revisi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Yovita. (2014). Luka Bakar . Dibuka pada website http://repository.usu.ac.id. Pada tanggal 27 juni 2015.


(25)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Setiadi, 2007). Kerangka konsep penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan gambaran pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar.

Skema 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Pengetahuan dan Sikap Perawat Tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar

Baik

Cukup

Kurang Pengetahuan dan Sikap Perawat

Tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar.


(26)

3.2 Defenisi Operasional

No Variabel Defenisi

Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Pengetahuan Hal-hal yang

diketahui perawat dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar seperti: tetesan infus, pemantauan cairan infus, jumlah cairan infus, jenis cairan yang digunakan dan penggantian cairan infus.

Kuesioner 10 bentuk

pernyataan dengan pilihan jawaban : B: Benar S: Salah

Baik: 8 – 10 Cukup: 4 –7 Kurang: 0 - 3

Ordinal

2 Sikap

Perawat

Merupakan respon dan reaksi perawat dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar seperti: menentukan tingkat derajat luka, cara menentukan luas luka bakar, dan pemberian cairan. Kuesioner 10 bentuk pernyataan dengan pilihan jawaban: S: Setuju KS : Kurang setuju TS: Tidak setuju

Baik: 24 – 30 Cukup: 17 – 23 Kurang: 10 - 16


(27)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam peneltian ini adalah deskriptif yang bertujuan untuk mendapatkan pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan objek yang masuk kedalam kriteria sesuai dengan apa yang akan diteliti (Notoadmojo, 2010). Adapun yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah perawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan khususnya perawat yang bekerja di ruangan penanganan pasien luka bakar yaitu ruangan bedah anak, bedah wanita, bedah pria, ICU, IGD, HDU, sebanyak 77 orang berdasarkan wawancara dari bagian informasi di RSUD Dr. Pirngadi Medan.

4.2.2 Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang diteliti. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan Simple Random Sampling, dimana sampel ditarik secara acak dari populasi yang ada (Arikunto, 2013).

Menentukan sampel dengan menggunakan rumus :


(28)

Keterangan : n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

d = Ketetapan relatif yang ditetapkan oleh peneliti (0,10) Jadi sampel dalam penelitian ini adalah :

Diketahui : N = 77 d = 0,10

� = + N dN 2

� = + , 2

� = .

n = 43.5 atau 44

Jumlah sampel yang diperoleh adalah 44 orang. Jadi jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 44 orang perawat.

Ruangan Proporsi Hasil

IGD 20 x 44/ 77 12

ICU HDU

16 x 44/ 77 14 x 44/ 77

9 8 RUANGAN BEDAH

(Pria, Wanita, Anak)

27 x 44/ 77 15

Jumlah 44

Tehnik acak yang dilakukan dalam pemilihan sampel adalah undian, dengan langkah-langkah: mendaftar semua anggota dalam populasi, memasukkan dalam kotak yang telah diberi lubang penarikan, mengocok kotak dan


(29)

37

mengeluarkan lewat lubang yang telah dibuat. Nama anggota yang keluar adalah mereka yang ditunjuk sebagai sampel penelitian. Melakukan sampai jumlah yang diinginkan tercapai.

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Alasan pemilihan lokasi ini adalah belum pernah dilakukan penelitian tentang pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Februari 2016.

4.4 Etika Penelitian

Penelitian ini hanya melibatkan responden yang mau terlibat secara sadar dan tanpa paksaan. Peneliti menetapkan prinsip-prinsip etik dalam melakukan penelitian ini guna melindungi responden dari berbagai kekhawatiran dan dampak yang mungkin timbul selama kegiatan penelitian yaitu:

1. Self determination responden mempunyai hak memutuskan keterlibatannya dalam kegiatan termasuk mengundurkan diri ketika kegiatan penelitian sedang berlangsung. Penelitian ini dilakukan secara sukarela dan tanpa paksaan. Calon responden yang memiliki kriteria memiliki kebebasan untuk berpartisipasi atau menolak berpatipasi dalam penelitian ini.

2. Informed consent, responden memiliki hak mendapat informasi secara lengkap tentang tujuan kegiatan penelitian, responden mempunyai hak memutuskan keterlibatannya dalam kegiatan penelitian. Peneliti menjelaskan informed consent terkait penelitian ini kepada responden. Kesedian responden dibuktikan dengan penandatanganan surat persetujuan menjadi responden.


(30)

3. Fair treatment, responden berhak mendapat perlakuan adil baik sebelum, selama, dan setelah berpatisipasi dalam penelitian tanpa adanya deskriminasi. 4. Privacy, responden mempunyai hak supaya data yang diberikan harus dirahasiakan, untuk itu perlu adanya tanpa nama (Anonymity) dan bersifat rahasia (Confidentiality).

4.5 Instrumen Penelitian 4.5.1 Kuesioner Demografi

Kuesioner data demografi memberikan data mengenai responden meliputi: usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan dan pendapatan perawat . Kuesioner ini hanya digunakan untuk melihat distribusi demografi dari responden.

4.5.2 Kuesioner Pengetahuan Perawat

Kuesioner ini bertujuan untuk melihat gambaran pengetahuan perawat Kuesioner disusun dalam bentuk tertutup dengan menggunakan skala Guttman yaitu jawaban responden telah termuat dalam dua pilihan jawaban. Pilihan yang digunakan adalah dengan soal pilihan berganda, yang dimana hasil yang didapat dengan Benar –Salah. “Benar”, yang bernilai 1 (Satu) atau “Salah”, yang bernilai 0 (nol). Banyaknya pernyataan tentang pengetahunan perawat adalah 10 pernyataan. Untuk melihat gambaran umum tentang pengetahuan perawat, dilakukan dengan mencari panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik (Wahyuni, 2011) yaitu :


(31)

39

Keterangan:

P : Panjang kelas

Range : Rentang kelas (nilai tertinggi - nilai terendah) i : Banyak kelas

Berdasarkan rumus statistik tersebut, maka didapat panjang kelas untuk pengetahuan perawat adalah :

� =Rangei

� = − =

� = , � �

Berdasarkan panjang kelas yang didapat maka nilai pengetahuan perawat adalah: Kategori Baik : 8-10

Kategori Cukup: 4-7 Kategori Kurang: 0-3

4.5.3 Kuesioner Sikap Perawat

Kuesioner disusun dalam bentuk tertutup dengan menggunakan skala likert, yaitu jawaban responden yang mempunyai 3 alternatif pilihan jawaban. pilihan yang digunakan adalah “S ( Selalu)” yang bernilai 3, “P” (Pernah)”, yang bernilai 2, “TP” (Tidak Pernah)”, yang bernilai 1. dan Banyaknya pernyataan sikap perawat adalah 10 pernyataan. Untuk melihat gambaran umum tentang sikap perawat, dilakukan dengan mencari panjang kelas (p) berdasarkan rumus statistik (Wahyuni, 2011) yaitu :

� =Range


(32)

Keterangan:

P : Panjang kelas

Range : Rentang kelas (nilai tertinggi - nilai terendah) i : Banyak kelas

Berdasarkan rumus statistik tersebut, maka didapat panjang kelas untuk tindakan perawat adalah :

� =Rangei

� = − =

� = , dibulatkan menjadi = 7

Berdasarkan dari data diatas maka dapat dikategorikan sikap perawat adalah sebagai berikut:

Ketegori Baik 24 - 30 Kategori Cukup 17 – 23 Kategori Kurang 10 – 16

4.6 Uji Validitas Dan Reliabilitas

Uji validitas merupakan pengukuran dan pengamatan yang berarti uji kehandalan atau kesahihan instrumen dalam pengumpulan data. Instrumen harus dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Nursalam, 2013). Sebuah instrumen yang valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan serta dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas kuesioner ini menggunakan para ahli yaitu 3 dosen dari departemen medikal bedah dalam menilai kelayakan kuesioner dengan total nilai 0,84.


(33)

41

Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan bila fakta atau kenyataan hidup tadi diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu yang berlainan. Instrumen dilakukan uji reabilitas dengan menggunakan uji cronbach alfa suatu instrumen dikatakan reliabel jika realbilitasnya diatas 0,70. Instrumen penelitian tentang pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar telah dilakukan uji reabilitas oleh peneliti kepada 20 responden di RS. Islam Malahayati Medan. Hasil uji reliabilitas untuk instrumen penelitian ini didapatkan hasil 0,73.

4.7 Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data dilakukan dengan cara mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian pada institusi pendidikan (Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara), Mengirimkan permohonan izin meneliti ke bagian penelitian di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapat surat balasan dari bagian penelitiaan di RSUD Dr. Pirngadi Medan, kemudian dilakukan pengumpulan data baik melalui observasi langsung maupun dari catatan rekam medik pasien. Peneliti menjelaskan tujuan, prosedur pada calon responden. Peneliti melakukan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner terhadap responden, yang sebelumnya telah dipilih dengan menggunakan tehnik acak dengan cara di undi. Responden diberi kesempatan untuk bertanya pada peneliti bila ada pertanyaan yang tidak dipahami. Selanjutnya, data yang diperoleh dikumpulkan untuk dianalisa.


(34)

4.8Analisa Data

4.8.1 Pengolahan Data

Proses pengolahan data dilakukan secara komputerisasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Editing

Editing adalah kegiatan melakukan pemeriksaan kembali kuesioner yang telah diisi oleh responden, meliputi kelengkapan isian dan kejelasan jawaban dan tulisan.

2. Coding

Coding adalah proses merubah data yang berbentuk huruf menjadi data yang berbentuk angka. Hal utama yang harus dilakukan pada kegiatan ini adalah memberikan kode untuk jawaban yang diberikan responden penelitian.

3. Processing

Processing yaitu memasukkan data ke dalam komputer untuk diproses. 4. Cleaning

Cleaning yaitu melakukan pembersihan dan pengecekan kembali data yang telah dimasukkan. Kegiatan ini diperlukan untuk mengetahui apakah ada kesalahan ketika memasukkan data.

5. Komputerisasi


(35)

43

4.8.2 Analisis Data

Menganalisis data yang telah terkumpul dari hasil pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar. Peneliti menentukan presentase jawaban dari setiap responden. Selanjutnya peneliti memasukkan data ke dalam computer dan dilakukan pengolahan data dengan menggunakan teknik komputerisasi yang menggunakan program statistika. Dari pengolahan data stastistik deskriptif hasil analisa data disajikan dalam bentuk table distribusi frekuensi untuk melihat pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan.


(36)

5.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Penyajian data dalam penelitian ini ditampilkan secara deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi.

5.1.1 Data Demografi Responden

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan diperoleh data distribusi frekuensi dan persentase karakteristik perawat menunjukkan bahwa mayoritas umur perawat adalah dewasa akhir (36-45 tahun) sebanyak 17 orang (38,6%), mayoritas jenis kelamin perawat adalah perempuan dengan jumlah 37 orang (84,1%), mayoritas agama perawat adalah agama kristen protestan sebanyak 24 orang (54,5%). Suku perawat mayoritas adalah batak dengan jumlah 36 orang (81,8%). Sementara, mayoritas pendidikan perawat adalah D III keperawatan sebanyak 29 orang (65,9%). Untuk lebih jelasnya data distribusi frekuensi dan persentase karakteristik perawat dapat dilihat pada tebel 5.1.


(37)

45

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=44)

Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%) Usia

Remaja Akhir (17-25 tahun) Dewasa Awal (26-35 tahun) Dewasa Akhir (36-45 tahun)

Lansia Awal (46-55 tahun)

1 16 17 10 2,3 36,4 38,6 22,7 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 7 37 15,9 84,1 Agama Islam Kristen Protestan 20 24 45,5 54,5 Suku Batak Melayu Lain-lain 36 3 5 81,8 6,8 11,4 Pendidikan DIII Keperawatan S1 Keperawatan 29 15 65,9 34,1

5.1.2 Pengetahuan Perawat Tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Berdasarkan tabel 5.2 bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 44 perawat tentang pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan diperoleh hasil mayoritas pengetahuan perawat adalah baik sebanyak 28 perawat (63,6 %), dan pengetahuan perawat adalah cukup sebanyak 16 perawat (36,4 %).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar (n=44)

Pengetahuan Frekuensi (f) Persentase (%)

Baik 28 63,6

Cukup 16 36,4


(38)

Hasil penelitian pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar adalah menunjukkan sebanyak 42 orang perawat (95,5%) telah mengetahui prinsip pemberian cairan pada pasien luka bakar. Namun sebanyak 21 perawat (47,7%) tidak mengetahui tentang volume kecepatan pemberian cairan infus pada pasien luka bakar. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar

No Pernyataan B

f (%)

S f (%) 1. Cara menentukan pemberian cairan pada pasien

luka bakar berdasarkan rumus baxter

39 (88,6) 5 (11,4) 2. Kebutuhan cairan pada 8 jam pertama dengan luas

luka bakar 18% dan BB 50 kg

34 (77,3) 10 (22,7) 3. Cara pemberian cairan pada pasien luka bakar 42 (95,5) 2 (4,5) 4. Tujuan pemberian cairan koloid pada pasien luka

bakar yaitu

24 (54,5) 20 (45,5) 5. Jumlah pemberian larutan ringer laktat yang

seimbang dalam 24 jam pertama pasien luka bakar

31 (70,5) 13 (29,5) 6. Cairan yang sebaiknya digunakan pada pasien luka

bakar derajat 2

34 (77,3) 10 (22,7) 7. Kebutuhan cairan 24 jam, luas luka bakar 40% dan

BB 50 kg dihitung menggunakan rumus baxter

34 (77,3) 10 (22,7) 8. Larutan nutrient yang memberikan 200 kkal/L

untuk mengatasi dehidrasi

34 (77,3) 10 (22,7) 9. Tujuan resusitasi pada pasien luka bakar 39 (88,6) 5 (11,4) 10. Volume kecepatan pemberian cairan infus pada

pasien luka bakar

23 (52,3) 21 (47,7)

5.1.3 Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=44)

Berdasarkan tabel 5.4 bahwa hasil penelitian yang dilakukan terhadap 44 perawat tentang sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan diperoleh hasil mayoritas sikap perawat adalah baik sebanyak 25 perawat (56,8 %), dan sikap perawat adalah cukup sebanyak 19 perawat (43,2 %).


(39)

47

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan (n=44)

Tindakan Frekuensi (f) Persentase (%)

Baik Cukup 25 19 56,8 43,2

Total 44 100

Hasil penelitian sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar adalah menunjukkan sebanyak 29 orang perawat (64,4%) telah mengetahui sikap pertolongan pertama dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar. Tetapi sebanyak 12 perawat (26,7%) tidak mengetahui sikap dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar yang mengalami haluaran urin. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi dan Persentase Sikap Perawat tentang Pemberian cairan Pada Pasien Luka Bakar

No Pernyataan S

f(%)

P f(%)

TP f(%) 1. Pasien luka bakar derajat II, pemberian cairan

dalam 1 hari sesuai kebutuhan dan luas luka bakar 28 (62,2) 16 (35,6) 0

2. Menangani kasus luka bakar dengan mengatasi defisit cairan dan mencegah adanya potensi kelebihan air 17 (37,8) 26 (57,8) 1 (2,2) 3. Pemberian cairan yang luas luka bakarnya lebih

dari 30% dapat menyebabkan syok

17 (37,8) 17 (37,8) 10 (22,2) 4. pemberian cairan melalui intravena dan oral

mempertahankan keseimbangan cairan

25 (55,6) 13 (28,9) 6 (13,3) 5. Menurunkan kecepatan pemberian infus jika

pasien luka bakar mengalami haluaran urin lebih besar dari 50 ml/jam

18 (40,0) 14 (31,1) 12 (26,7) 6. Pemberian cairan sebanyak 3600 cc dalam 1 hari

diberikan pada pasien luka bakar yang berusia lebih dari 35 tahun

17 (37,8) 20 (44,4) 7 (15,6) 7. Menjaga keseimbangan asam basa pada pasien

luka bakar dapat dilakukan dengan memasukkan zat makanan secara rutin

19 (42,2) 22 (48,9) 3 (6,7)


(40)

8. Pertolongan pertama pada pasien luka bakar diberikan terapi cairan infus

29 (64,4)

15 (33,3)

0 9. Pemberian cairan pasien luka bakar sesuai

dengan derajat luka bakar yang dialami oleh pasien 25 (55,6) 15 (33,3) 4 (8,9) 10. Hari pertama saya memberikan separuh

kebutuhan cairan diberikan dalam 8 jam

pertama, sisanya diberikan 16 jam sisa (hitungan 24 jam) 21 (46,7) 23 (51,1) 0

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pengetahuan Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar

Pengetahuan yang ada didalam diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya (Notoatmojo, 2007). Pengetahuan tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar sangat penting dimiliki oleh seorang perawat yang bekerja di ruangan yang terdapat pasien luka bakar, karna resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48 jam dan hal ini dapat membantu mempertahankan fungsi tubuh manusia (Moenadjat, 2003).

Hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi sebagian besar dalam kategori baik yaitu sebanyak 28 perawat (63,6%). Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Laia (2014) hubungan pengetahuan dan sikap


(41)

49

perawat dengan pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUP H. Adam Malik Medan, hasil penelitian yang diperoleh dengan kategori cukup. Namun dalam penelitian ini peneliti juga mendapatkan adanya perawat yang masih belum memiliki pengetahuan mengenai tujuan pemberian cairan koloid yaitu sebanyak 20 perawat (45,5%), dan juga mengenai volume kecepatan pemberian cairan infus pada pasien luka bakar sebanyak 21 perawat ( 47,7%). Hal ini dapat disebabkan karena sebagian perawat yang bekerja di RSUD Dr. Pirngadi masih ada yang belum mendapatkan pelatihan tentang cairan koloid dan volume pemberian cairan infus sehingga ada sebagian kecil perawat yang tidak dapat mengetahui tentang cairan koloid dan volume pemberian cairan infus.

Pengetahuan dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya pendidikan, pengalaman dan sumber informasi (Notoatmodjo, 2010). Lebih dari setengah total perawat berpendidikan D III Keperawatan yaitu sebanyak 29 orang (65,9%) dan Sarjana Keperawatan sebanyak 15 orang (34,1%). Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang dapat menambah pengetahuan seseorang, sehingga tingkat pendidikan mendukung pengetahuan baik yang dimiliki perawat pada penelitian ini. Hal ini tidak lepas dari adanya kerjasama yang baik antara perawat D III keperawatan dengan perawat yang sudah Sarjana Keperawatan di setiap ruangan yang menangani pasien luka bakar. Hal ini sesuai dengan pendapat Budiman (2013) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin luas pula pengetahuannya. Namun bukan berarti seseorang dengan pendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak


(42)

diperoleh pada pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan non-formal dan faktor pendukung lainnya (Budiman, 2013). Menurut peneliti, hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang menangani pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi sudah memiliki pengetahuan yang baik dan sudah berusaha dengan baik dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar disetiap ruangan yang merawat pasien luka bakar.

5.2.2 Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada pasien Luka Bakar Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmojo, 2003). Sikap terbagi atas menerima (receiving) berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. Merespon (responding) berarti memberi jawaban jika ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan indikasi sikap. Menghargai (valuing) berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Bertanggung jawab (responsible) berarti sikap yang paling tinggi, dengan segala resiko bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih, meskipun mendapat tantangan dari keluarga (Maulana, 2009). Sebagaimana diketahui bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada manusia sebagai mahluk sosial, pembentukkan sikap tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia atau dengan yang lain (eksternal). Di samping itu, manusia juga sebagai mahluk individual, sehingga apa yang datang dari dalam dirinya (internal), juga mempengaruhi pembentukkan sikap (Sunaryo, 2007).


(43)

51

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 25 perawat (56,8%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa sikap perawat tentang pemberian cairan pada luka bakar yang meliputi pemberian cairan sesuai luas luka bakar, mengatasi defisit cairan, mempertahankan keseimbangan air, menetukan derajat luka dan pertolongan pertama pada luka bakar telah dilakukan dengan baik. Tetapi masih ada perawat yang tidak pernah menurunkan kecepatan pemberian infus pada pasien luka bakar yang mengalami haluaran urin lebih besar dari 50 ml/jam sebanyak 12 orang (26,7%). Hal ini mungkin di sebabkan karena sebagian perawat yang bekerja di Rumah Sakit Dr. Pirngadi lupa mengukur haluaran urin saat penggantian cairan.

Baiknya tingkat sikap perawat dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu; baiknya tingkat pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dan mayoritas perawat berada pada usia produktif yakni dewasa Awal (26-35 tahun) dan dewasa akhir (36-45 tahun). Masa ini dikenal dengan masa yang kreatif dimana individu memiliki kemampuan mental untuk mempelajari dan meyesuaikan diri pada situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang pernah dipelajari, penalaran analogis, berpikir kreatif serta belum terjadi penurunan daya ingat (Hurlock, 1999). Pada penelitian ini perawat yang berada pada usia dewasa awal dan dewas akhir memiliki kemampuan untuk bersikap dan meyesuaikan diri, dan mengingat hal-hal yang pernah dipelajari tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar sehingga hasil yang didapatkan masuk dalam kategori baik. Hal


(44)

ini memungkinkan perawat dalam bersikap dengan optimal. Namun ada juga perawat yang tidak bisa optimal dalam mengatasi defisit cairan terutama yang dapat menyebabkan syok yaitu sebanyak 10 orang (22,2%). Hal ini dapat disebabkan karena sebagian perawat yang bekerja di RSUD Dr. Pirngadi masih ada yang belum mendapatkan pelatihan tentang penanganan syok pada luka bakar. Sikap merupakan organisasi pendapat keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif disertai perasaan tertentu dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respon dan berprilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Sunario, 2004). Sikap merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi) pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya(Azwar, 2007). Menurut peneliti, hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat yang menangani pemberian cairan pada pasien luka bakar di RSUD Dr. Pirngadi sudah memiliki sikap yang baik dan sudah berusaha dengan baik dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar disetiap ruangan yang merawat pasien luka bakar.


(45)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Penelitian tentang Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan menghasilkan kesimpulan dan saran sebagai berikut :

6.1 Kesimpulan

Hasil penelitian Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 28 perawat (63,6%), dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dengan kategori baik yaitu sebanyak 25 perawat (56,8%).

6.2 Saran

Saran penelitian ini ditujukan pada Pendidikan Keperawatan, Penelitian Keperawatan, dan Rumah sakit.

6.2.1 Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan untuk keperawatan medikal bedah mengenai pengetahuan dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar sehingga dapat dikembangkan dalam praktek belajar lapangan.


(46)

6.2.2 Praktek Keperawatan

Dalam pelayanan keperawatan hendaknya tenaga keperawatan harus aktif dan berinisiatif untuk mendapatkan wawasan baru tentang perkembangan ilmu keperawatan khususnya dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar.

6.2.3 Penelitian Keperawatan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan menunjukkan bahwa pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 28 perawat (63,6%), dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dengan kategori baik yaitu sebanyak 25 perawat (56,8%). Maka diharapkan penelitian selanjutnya dapat mengkaji lebih dalam lagi tentang pengetahuan dan tindakan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dengan tempat yang lebih kecil jangkauannya sehingga hasil penelitian tidak bias dan dapat digeneralisasikan dengan baik. Selain itu, peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan metode yang berbeda.

6.2.3 Rumah Sakit

Dalam penelitian Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan diperoleh bahwa pengetahuan perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar berada pada kategori baik yaitu sebanyak 28 perawat (63,6%), dan sikap perawat tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dengan kategori baik yaitu sebanyak 25 perawat (56,8%). Namun diharapkan kepada pihak rumah sakit untuk tetap


(47)

55

meningkatkan dan mempertahankan mutu pelayanan terutama mutu perawat dalam pengetahuan dan sikap tentang pemberian cairan pada pasien luka bakar dengan cara memberikan atau mengikut sertakan dalam pelatihan secara berkelanjutan agar pengetahuan dan sikap perawat dalam pemberian cairan pada pasien luka bakar dapat terus berkembang dan upaya penyembuhan serta peningkatan kualitas hidup pasien yang mengalami luka bakar dapat tercapai.


(48)

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan peraba. Namun sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga tentang fakta dan kenyataan, selain itu juga melalui pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan baik bersifat formal dan informal.

Pengetahuan yang ada didalam diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapinya(Notoatmojo, 2007).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :

1. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang telah dipelajari sebelumnya, termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali atau recall terhadap suatu hal yang spesifik dan seluruh badan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima.


(49)

8

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasi materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau pengguna hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu sruktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama yang lain.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis merujuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoadmojo, 2003). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari para perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan(Notoadmojo, 2003).


(50)

Rogers dalam Notoadmojo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum mengadopsi perilaku baru didalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awarness (Kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengerti terlebih dahulu terhadap stimulus.

2. Interest (Merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek mulai terbentuk.

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial (Mencoba) dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.

5. Adoption (Beradaptasi) dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.1.3 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat diukur dengan wawancara atau angket (kuisioner) yang menanyakan tentang materi yang ingin diukur dan subjek penelitian atau responden kedalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan diatas (Notoatmojo, 2003).

Terhadap data yang kuantitatif, peneliti dapat mengolahnya dengan cara statistik dan non-statistik. Apa yang disebut sebagai analisa dan non-statistik adalah mencari proporsi, mencari persentase dan ratio. Dan terhadap pekerjanan analisis ini, orang yang menyebutnya sebagai analisis statistik sederhana sehingga hasil pengukuran pengetahuan dapat dikategorikan menjadi:


(51)

10

1. Baik, jika menjawab pertanyaan benar sebanyak > 75% 2. Cukup, jika menjawab pertanyaan benar sebanyak 60 – 75% 3. Kurang, jika menjawab pertanyaan < 60% (Arikunto, 2002). 2.1.4 Fungsi Pengetahuan

Menurut fungsi ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur-unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali, atau sedemikian rupa sehingga tercapai suatu konsistensi. Jadi, sikap berfungsi sebagai suatu skema, yaitu suatu cara strukturisasi agar dunia disekitar tampak logis dan masuk akal. Sikap digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap fenomena luar yang ada dan mengorganisasikannya (Azwar, 2007).

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Notoadmojo (2003), dalam faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain:

1. Umur

Umur adalah variabel yang selalu diperhatikan didalam penyelidikan epidemiologi untuk keperluan perbandingan, maka WHO mengajukan perbandingan sebagai berikut :

a. 0-14 tahun : bayi dan anak-anak b. 15-49 tahun : muda dan dewasa c. 60 tahun keatas : orang tua

Semakin bertambah umur, maka semakin bertambah pula pengetahuan yang dimiliki seseorang.


(52)

2. Pendidikan

Makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan.

3. Pekerjaan

Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Akan tetapi, semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pula pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh oleh orang tersebut.

4. Minat

Minat adalah suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih dalam.

5. Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik dan berusaha untuk dilupakan seseorang. Namun, jika pengalaman terhadap objek tersebut menyenangkan, maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat membentuk sikap positif dalam kehidupannya.


(53)

12

6. Sumber informasi

Informasi adalah data yang diperoleh kedalam suatu bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan terasa bagi keputusan saat itu atau keputusan mendatang. Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi untuk membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

7. Kepercayaan

Kepercayaan merupakan dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang diharapkan dari objek tertentu kepercayaan datang dari apa yang telah diketahui, kemudian akan terbentuk suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik suatu objek.

8. Intelegensi

Intelegensi adalah keseluruhan kemampuan individu berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. 9. Belajar

Belajar adalah menambah dan mengumpulkan sejumlah pengetahuan dan setiap kegiatan belajar diharapkan akan ada perubahan dari individu seperti tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti.

10. Media massa

Sebagai sasaran komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan.


(54)

Sedangkan menurut Budiman (2013), mengatakan bahwa tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi banyak faktor yaitu pendidikan, informasi, sosial ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia.

Pendidikan sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang diharapkan semakin luas pula pengetahuannya. Namun, perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Peningkatan pengetahuan tidak mutlak diperoleh di pendidikan formal, akan tetapi juga dapat diperoleh pada pendidikan nonformal. Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memanipulasi, mengumumkan, menganalisis, dan menyebarkan informasi dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.

Sosial dan ekonomi juga sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman


(55)

14

belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional, serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam.

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2.2 Luka Bakar

2.2.1 Pengertian Luka Bakar

Luka bakar adalah merupakan luka yang unik diantara bentuk-bentuk luka lainnya karena luka tersebut meliputi sejumlah besar jaringan mati yang tetap berada pada tempatnya untuk jangka waktu yang lama. Dengan cepat luka bakar akan didiami oleh bakteri pathogen; mengalami eksudasi dengan perembasan sejumlah besar air, protein serta elektrolit, dan memerlukan pencangkokkan kulit dari bagian tubuh yang lain untuk menghasilkan penutupan luka yang permanen (Smeltzer & Suzanne C, 2002). Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak langsung atau tak langsung dengan suhu tinggi seperti api, air panas, listrik, bahan kimia dan rasiasi (Nugroho, 2012).

2.2.2 Anatomi dan Fisiologi Kulit

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan mempunyai peranan dalam homeostatis. Kulit mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dari berbagai trauma dan merupakan penahan terhadap bakteri, virus dan jamur. Kehilangan panas dan penyimpanan panas diatur oleh vasodilatasi atau sekresi


(56)

kelenjar-kelenjar keringat dan tanpa adanya kulit, maka cairan tubuh yang penting akan menguap dan elektrolit tubuh akan hilang dalam beberapa waktu. Kulit terdiri dari dua lapisan epidermis dan dermis (Marrieb, 2001).

1. Epidermis adalah merupakan lapisan luar kulit yang utamanya disusun oleh sel-sel epitel. Sel-sel yang terdapat dalam epidermis antara lain: keratinosit (sel terbanyak pada lapisan epidermis), melanosit, sel merkel dan langerhans. Epidermis terdiri dari lima lapisan, dari yang paling dalam yaitu stratum basale, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lucidum dan stratum corneum.

2. Dermis adalah merupakan lapisan yang kaya akan serabut saraf, pembulu darah, dan pembulu darah limfe. Selain itu dermis juga tersusun atas kelenjar keringat, sebasea, dan folikel rambut. Dermis terdiri atas dua lapisan yaitu papilaris dan lapisan retikularis, sekitar 80% dari dermis adalah lapisan retikularis.

2.2.3 Derajat Luka Bakar

Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh penderita. Dahulu Dupuytren membagi atas 6 tingkat, sekarang lebih praktis hanya dibagi 3 tingkat/ derajat, yaitu sebagai berikut :

1. Luka Bakar Derajat I:

Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (superficial), kulit hiperemik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi. Penyembuhan terjadi secara spontan tanpa pengobatan khusus.


(57)

16

2. Luka Bakar Derajat II:

Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi.

Dibedakan atas 2 (dua) bagian

A. Derajat II dangkal/ superficial (IIA)

Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/ dermis. Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebacea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk cicatrik.

B. Derajat II dalam/ deep (IIB)

Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa-sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari satu bulan.

3. Luka Bakar Derajat III

Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung-ujung


(58)

sensori rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan (Noer S.M, 2006)

Menurut American Burn Association (ABA), berat ringannya derajat luka bakar dapat diketahui melalui 3 hal,yaitu:

1. Luka bakar ringan

a. Luka bakar derajat II < 15% pada dewasa b. Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak c. Luka bakar derjat III < 2%

2. Luka bakar sedang

a. Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa b. Luka bakar derajat II 10-20% pada anak-anak c. Luka bakar derajat III < 10%

3. Luka bakar berat

a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa b. Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak c. Luka bakar derajat III 10% atau lebih

d. Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/ perineum.

e. Luka bakar dengan inhalasi, listrik, disertai trauma lain.

Pada fase awal kehilangan cairan melalui eksudat pada luka bakar lebih dari 30% adalah sekitar 2-3 l/hari dengan kandungan protein kurang lebih 30 g/l.


(59)

18

2.2.4 Etiologi Luka Bakar

Luka bakar pada kulit bisa disebabkan karna panas, dingin atau zat kimia. Ketika kulit terkena panas, maka kedalaman luka akan dipengaruhi oleh derajat panas, durasi kontak panas pada kulit dan ketebalan kulit hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler (dehidrasi) (Moenadjat, 2003).

2.2.5 Jenis-Jenis Luka Bakar

Berat-ringan luka bakar berhubungan dengan jenis penyebab luka bakar, ditempat pertama adalah luka bakar disebabkan oleh listrik dan petir; kedua, oleh karena zat kimia (baik asam maupun basa); ketiga, oleh karena api, dan keempat oleh karena minyak panas, terakhir oleh air panas. Kerusakan yang disebabkan oleh cidera listrik dan kimia demikian hebat dan memiliki kekhususan. Listrik menyebabkan kerusakan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembulu darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi kedistal. Kerusakan bersifat progresif dari waktu ke waktu. Sering kali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak baik kontak degan sumber arus maupun ground. Bahan kimia menyebakan destruksi jaringan karena reaksi kimiawi yang timbul. Destruksi jaringan demikian hebat terutama disebabkan oleh asam atau basa kuat. Luka bakar disebabkan bahan kimia seringkali disertai gangguan metabolisme dan berlanjut dengan chemical pneumonitis (Yefta, 2003).


(60)

Sedangkan Menurut Moenadjat (2003) ada 4 tipe luka bakar, yaitu: 1. Luka bakar ternal (Thermal Burns)

Luka bakar ternal biasanya disebabkan oleh air panas (scald) jilatan api ketubuh (flash), kobaran api ditubuh (flame) dan akibat terpapar atau kontak dengan objek-objek panas lainnya misalnya plastik logam panas, dan lain-lain.

2. Luka bakar kimia (chemical burns)

Luka bakar kimia biasanya disebakan oleh asam kuat atau alkali yang biasa digunakan dalam bidang industri, militer, ataupun bahan pembersih yang sering dipergunakan untuk keperluan rumah tangga.

3. Luka bakar listrik (Electrical Burns)

Listrik menyebabkan kerusakkan yang dibedakan karena arus, api dan ledakan. Aliran listrik menjalar disepanjang bagian tubuh yang memiliki resistensi paling rendah; dalam hal ini cairan. Kerusakan terutama pada pembuluh darah, khususnya tunika intima, sehingga menyebabkan gangguan sirkulasi kedistal. Seringkali kerusakan berada jauh dari lokasi kontak, baik kontak dengan sumber arus maupun ground.

4. Luka bakar radiasi (radiation exposure)

Luka bakar radiasi disebabkan karena terpapar dengan sumber radioaktif. Tipe injuri ini sering disebabkan oleh penggunaan radioaktif untuk keperluan terapeutik dalam dunia kedokteran dan industri. Akibat terpapar sinar matahri yang terlalu lama juga dapat menyebabkan luka bakar radiasi.


(61)

20

2.2.6 Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Luasnya

Wallace membagi tubuh atas bagian 9% atau kelipatan 9 yang terkenal dengan rule of nine atau rule of wallace yaitu:

1. Kepala dan leher : 9% 2. Lengan masing-masing 9% : 18% 3. Badan depan 18%, badan belakang 18% : 36% 4. Tungkai masing-masing 18% : 36% 5. Genetalia / perineum : 1% 2.2.7 Perawatan Luka Bakar

Suatu penanganan yang terdiri dari membersihkan luka, mengangkat jahitan, menutup dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan luka (Hidayat, 2008). Perawatan luka bakar ada dua cara:

1. Perawatan terbuka (exposure method) adalah mudah dan murah, permukaan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Kerugiannya bila digunakan obat tertentu, misalnya mitras argenti, alas tidur menjadi kotor

2. Perawatan tertutup (occlusive dressing method) adalah dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi.

Penanganan awal luka bakar berjalan simultan mengikuti kaidah standar Advanced Trauma Life Support dari komite Trauma American College Of Surgeons. Pada survei primer dinilai dan ditangani A, B, C dan D (Nugroho, 2012).


(62)

1. A (Airway)

Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat cedera inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas yang berbunyi “stridor hoarness”. Tindakan dengan membersihkan jalan napas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian kortikosteroid dosis tertinggi dan antibiotika.

2. B (Breathing)

Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat karena nyeri atau eschar melingkar di dada. Tindakan yang dilakuakan kaji dan monitor kemampuan bernafas, memberikan oksigen, melakukan tindakan kedaruratan jalan napas agresif.

3. C (Circulation)

Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh darah terjadi karena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (jarak antara sel endotel dinding pembuluh darah). Dalam hal ini tindakan yang perlu dilakukan oleh perawat adalah auskultasi bising usus perhatikan hipoaktif tak ada bunyi, perhatikan jumlah kalori, dan kaji ulang persen area permukaan tubuh terbakar/luka tiap minggu.

4. D (Disability) a. Penanganan

Prinsip penanganan luka bakar adalah penutupan lesi sesegera mungkin, pencegahan infeksi, mengurangi rasa sakit, pencegahan trauma mekanik pada kulit yang vital dan elemen di dalamnya, pembatasan pembentukkan jaringan parut.


(63)

22

1) Pertolongan pertama :

a) Jauhkan korban dari sumber panas.

b) Buka pakaian dan perhiasan logam yang dikenakan korban. c) Kaji kelancaran jalan nafas korban

d) Beri pendinginan atau menyiram dengan air dingin 20º-30 ºC dan bersih sangat menolong karena; menurunkan suhu sehingga menggurangi dalamnya luka, mengurangi nyeri, mengurangi oedema, mengurangi kehilangan protein.

Segera bawa penderita ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut (Nugroho, 2012).

2.3 Sikap

2.3.1 Pengertian Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmojo, 2003). Sikap merupakan organisasi pendapat keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif disertai perasaan tertentu dan memberikan dasar pada orang tersebut untuk membuat respon dan berprilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya (Sunaryo, 2004). Sikap merupakan keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi) pemikiran (kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya(Azwar, 2007).


(64)

2.3.2 Struktur Sikap

Struktur sikap menurut Azwar (2007) terbagi tiga komponen, yaitu: 1. Komponen kognitif (cognitive)

Disebut juga persepsual yang berisi kepercayaan individu yang berhubungan terhadap objek sikap dengan apa yang dilihat dan diketahui (pengetahuan, pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan emosional dan informasi dari orang lain).

2. Komponen efektif (emotional)

Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu terhadap objek sikap baik yang postif (rasa senang) maupun negatif ( tidak senang). Reaksi emosional banyak yang dipengaruhi oleh apa yang kita percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap tersebut.

3. Komponen konatif

Komponen sikap yang berkaitan dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang dihadapinya.

2.3.3 Fungsi Sikap

Menurut attkinson dkk, seperti dikutip dalam Sunaryo (2004), sikap memiliki 5 fungsi, yakni sebagai berikut:

1. Funsi intrumental, yaitu sikap yang dikaitkan dengan alasan praktis atau manfaat dan menggambarkan keadaan keinginan dan tujuan.

2. Fungsi pengetahuan ego, yaitu sikap yang menunjukkan nilai yang diambil untuk melindungi diri kecemasan atau ancaman harga dirinya.


(65)

24

3. Fungsi nilai ekspresi, yaitu sikap yang menunjukkan nilai yang ada pada dirinya. Sistem nilai individu dapat dilihat dari sikap yang diambil individu yang bersangkutan(misalnya, individu yang telah menghayati ajaran agama, sikapnya akan tercermin dalam tutur kata, perilaku, dan perbuatan yang dibenarkan oleh agamanya).

4. Fungsi pengetahuan, yaitu setiap individu memiliki motif untuk ingin tahu, ingin dimengerti, ingin dapat banyak pengalaman dan pengetahuan yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Fungsi penyesuaian sosial, yaitu sikap yang diambil sebgai bentuk adaptasi dengan lingkungan.

2.3.4 Tingkatan Sikap

Menurut Maulana (2009), tingkatan sikap terbagi atas menerima (receiving) berarti mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan objek. Merespon (responding) berarti memberi jawaban jika ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan merupakan indikasi sikap. Menghargai (valuing) berarti mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Bertanggung jawab (responsible) berarti sikap yang paling tinggi, dengan segala resiko bertanggung jawab terhadap sesuatu yang telah dipilih, meskipun mendapat tantangan dari keluarga.

2.3.5 Determinan Sikap

Menurut Azwar (2007), ada 4 hal penting yang menjadi determinan (faktor penentu) sikap individu, yaitu (a) faktor fisiologis, faktor yang penting adalah umur adalah kesehatan, yang menentukan sikap individu. (b) faktor pengalaman langsung terhadap objek sikap, pengalaman langsung yang dialami individu


(66)

terhadap objek sikap, berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek tertentu. (c) faktor kerangka ancuan, kerangka ancuan yang tidak sesuai dengan objek sikap akan menimbulkan sikap yang negatif terhadap objek sikap tersebut. (d) faktor komunikasi sosial, informasi yang diterima individu akan dapat menyebabkan perubahan sikap pada individu tersebut.

2.3.6 Ciri-ciri Sikap

Ciri-ciri sikap sebagaimana yang dikemukakan oleh para ahli seperti Sarlito Wirawan Sarwono (2010), Bimo Walgito (2010) pada intinya sama, yaitu: 1. Sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari (learnibility) dan dibentuk

berdasarkan pengalaman dan latihan sepanjang perkembangan individu dalam hubungan dengan objek.

2. Sikap dapat berubah-ubah dalam situasi yang memenuhi syarat, untuk itu sehingga dapat dipelajari.

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan objek sikap. 4. Sikap dapat tertuju pada satu objek ataupun dapat tertuju pada sekumpulan

atau banyak objek.

5. Sikap dapat berlangsung lama atau sebentar.

6. Sikap mengandung faktor perasaan dan motivasi sehingga membedakan dengan pengetahuan.

2.3.7 Pembentukkan dan Pengubahan Sikap

Faktor yang mempengaruhi pembentukkan dan pengubahan sikap sebagaimana diketahui bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pada manusia sebagai mahluk sosial, pembentukkan sikap tidak lepas


(67)

26

dari pengaruh interaksi manusia atau dengan yang lain (eksternal). Di samping itu, manusia juga sebagai mahluk individual, sehingga apa yang datang dari dalam dirinya (internal), juga mempengaruhi pembentukkan sikap.

1. Faktor internal

Faktor ini berasal dari dalam individu. Dalam hal ini individu menerima, mengelola dan mendidik serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak (faktor fisiologis).

2. Faktor eksternal

Faktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk mebentuk dan mengubah sikap (Sunaryo, 2004).

Menurut Azwar (2007), ada beberapa cara untuk membentuk atau mengubah sikap individu, yaitu:

1. Adopsi

Adopsi adalah suatu cara untuk pembentukan dan perubahan sikap melalui kejadian yang terjadi berulang dan terus menerus sehingga lama kelamaan secara bertahap hal tersebut akan diserap oleh individu dan akan mempengaruhi pembentukkan serta perubahan terhadap sikap individu. a. Difensial

Adalah suatu cara untuk pembentukan dan perubahan sikap karena sudah memiliki pengetahua, pengalaman, inteligensi dan bertambahnya umur. b. Integrasi

Integrasi adalah suatu cara pembentukan dan perubahan sikap yang terjadi secara tahap demi tahap.


(68)

c. Trauma

Trauma adalah suatu carauntuk pembentukan dan perubahan sikap melalui suatu kejadian secara tiba-tiba dan mengejutkan sehingga menimbulkan kesan mendalamdalam diri individu tersebut.

d. Generalisasi

Generalisasi adalah suatu cara untuk pembentukan dan perubahan sikap karena pengalaman traumatik pada diri individu terhadap hal tertentu, dapat menimbulkan sikap negatif terhadap semua hal yang sejenis atau sebaliknya.

2.3.8 Sikap Perawat dalam Merawat Pasien

Sikap yang perlu dimiliki oleh seorang perawat pasien agar dapat memberikan pelayanan keperawatan yang sesuai dengan harapan pasien, antara lain:

1. Setiap perawat harus memiliki sikap yang ramah terhadap semua orang, terlebih terhadap pasien.

2. Setiap perawat harus memiliki sikap menaruh kasih sayang terhadap sesama, terlebih dahulu bagi yang membutuhkan.

3. Setiap perawat harus memiliki sikap yang dapat memberikan rasa aman pada pasien, bukan menimbulkan kecemasan, kegelisahan dan rasa takut.

4. Setiap perawat harus memiliki sikap menaruh perhatian terhadap kebutuhan yang diperlukan oleh pasien.

5. Setiap perawat harus memiliki sikap yang dicirikan dengan suara lembut dan murah senyum. Dengan suara yang lembut dan murah senyum, paling tidak


(69)

28

pasien yang sedang sakit akan merasa senang, simpati, dan tidak menilai judes terhadap perawat.

6. Setiap perawat harus memiliki sikap yang dapat dipercaya, karena dengan kepercayaanlah harga diri dan kepribadian orang dapat dinilai.

7. Setiap perawat harus memiliki sikap percaya diri, jangan minder. Oleh karean itu, perlu banyak belajar, manambah dan meningkatkan pengetahuan, serta keterampilan keperawatan.

8. Setiap perawat harus memiliki sikap dapat menahan diri, jangan sampai menyalahkan , mengkritik, menyudutkan, dan mempermalukan pasien maupun keluarganya yang dapat menambah berat penyakitnya.

9. Setiap perawat harus memiliki sikap agar pasien tidak ketergantungan pada perawat.

10. Setiap perawat harus memiliki sikap untuk dapat menghindari ucapan yang dapat menyinggung perasaan pasien.

11. Setiap perawat harus memiliki sikap penuh pengertian dan pengabdian. 12. Setiap perawat harus memiliki sikap riang gembira, tidak cemberut dimuka

pasien umum.

13. Setiap perawat harus memiliki sikap yang kooperatif atau mudah diajak kerjasama dengan pasien maupun tim kesehatan lainnya.

14. Setiap perawat harus memiliki sikap yang memungkinkan dapat membantu dalam mengatasi kesulitan pasien maupun keluarganya.

15. Setiap perawat harus memiliki sikap harmonis sesuai situasi dan kondisi pasien, untuk sekedar menghibur.


(70)

2.4 Pemberian Cairan

Menurut Efendi (2007), pemberian cairan pada pasien luka bakar sesuai dengan persen luka yang dialami penderita dengan rumus “Baxter”: 4 x bb x % Lb. Contoh: BB pasien: 50 kg, luas luka bakar 40%, maka kebutuhan cairan pasien adalah 4 x 50 x 40 = 8000ml diberikan dengan pembagian. 8 jam I diberikan: 4000ml, 8 jam II diberikan: 2000ml, dan 8 jam III diberikan: 2000ml. Sedangkan menurut “Evans-Brooke” jumlah cairan di berikan dengan memperhitungkan luas permukaan luka bakar dan berat badan pasien (dalam kg). Hari pertama, separuh jumlah kebutuhan cairan diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam sisa. Pada hari kedua diberikan separuh jumlah koloid (darah) dan larutan saline ditambah 2000ml glukosa, pemberian merata dalam 24 jam.

Menurut Efendi (2007), hal-hal penting sehubungan dengan resusistasi pada luka bakar:

1. Tujuan utama resusitasi pada luka bakar adalah tercukupi kebutuhan air tubuh untuk mempertahankan fungsi organ dan mencegah komplikasi karena resusitasi yang berlebihan.

2. Resusitasi pada luka bakar adalah seni keseimbangan, disatu sisi mengisi defisit air intravaskuler dan disisi yang adalah mencegah potensi kelebihan air, yang biasanya dijumpai suatu udem pulmonal, peningkatan tekanan vena sentral dan sindroma kompartemen, walau terjadi di area yang tidak terkena luka bakar.


(71)

30

3. Ditemukan perbedaan signifikan volume air resusitasi yang diberikan kelompok pasien muda cenderung diberikan jauh lebih banyak setiap persen luka bakarnya. Hal ini ternyata juga terjadi pada kelompok pasien dengan usia tua bila dibandingkan pasien usia 15-44 tahun.

4. Resusitasi yang berlebihan pada luka bakar yang sangat luas akan sangat berhubungan dengan mudahnya terjadi reaksi adverse pada pasien dan ini ditemukan pada pasien luka bakar luas (mayor) yang dihitung kebutuhan air resusitasinya menggunakan formula Parkland/Baxter. Walaupun banyak kejadian reaksi advers, akan kematiannya masih cukup rendah.

2.4.1 Pengertian Pemberian Cairan

Penggantian kebutuhan cairan yang diproyeksikan dalam 24 jam pertama dihitung, berdasarkan luas luka bakar, beberapa kombinasi kategori cairan dapat digunakan 1). Koloid-whole blood, plasma serta plasma expander. 2). Kristaloid/elektrolit-larutan natrium klorida fisiologik atau larutan ringer laktat. 3). Dextrose 5% larutan nutrient yang memberikan 200 kkal/L terapi penggantian cairan selama dehidrasi. Resusitasi cairan yang adekuat menghasilkan sedikit penurunan volume darah selama 24 jam pertama pasca luka bakar dan mengembalikan kadar plasma pada nilai yang normal pada akhir periode 48 jam. Pemberian larutan garam yang seimbang dalam 24 jam pertama dengan jumlah yang berkisar 2 hingga 4 ml per kilogram berat badan per persen luka bakar (ml/kg/%) (Moenadjat, 2003).


(1)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pengetahuan dan Sikap Perawat tentang Pemberian Cairan pada Pasien Luka Bakar di RSUD Dr. PIRNGADI Medan”.

Penulisan skripsi ini bertujuan memenuhi persyaratan untuk melanjutkan penelitian. Dalam penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Yesi Ariani, S.Kp.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan, dorongan secara moral, masukan dan arahan yang sangat membantu sehingga penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Ibu Nur Asnah Sitohang, S.Kp.,Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen penguji satu.

4. Ibu Diah Arrum, S.Kp.Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen penguji dua.

5. Seluruh dosen dan staf pengajar serta civitas akademika Fakultas Keperawatan USU yang telah memberikan bimbingan selama masa


(2)

vii

perkuliahan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas ilmu yang telah kalian berikan dengan keberkahan.

6. Ibu Cholina T Siregar, M.Kep.,Sp.,KMB selaku Dosen uji validitas kuesioner yang telah banyak membantu penulis.

7. Ibu Nunung Febriany S, S.Kep.,Ns.,MNS selaku Dosen uji validitas kuesioner yang telah banyak membantu penulis.

8. Bapak Asrizal, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Dosen uji validitas kuesioner yang telah banyak membantu penulis.

9. Teristimewa kepada kedua orang tua saya, ayahanda Davitson Purba,SE. Ibunda Herlina Bangun, SKM.,MM dan seluruh keluarga yang telah mendukung dan mendoakan saya selama penulisan dan penyusunan skripsi ini.

10. Seluruh Mahasiswa Keperawatan S1 Keperawatan 2014 Fakultas Keperawatan USU, khususnya Melissa Sidabutar, yang telah memberikan dukungan dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Maret 2016


(3)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR SKEMA ... x

DAFTAR TABEL ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1 Pengetahuan ... 7

2.1.1 Pengertian Pengetahuan ... 7

2.1.2 Tingkat Pengetahuan ... 7

2.1.3 Pengukuran Pengetahuam ... 9

2.1.4 Fungsi Pengetahuan ... 10

2.1.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 10

2.2 Luka Bakar ... 14

2.2.1 Pengertian Luka Bakar ... 14

2.2.2 Anatomi Dan Fisiologi Kulit ... 14

2.2.3 Derajat Luka Bakar ... 15

2.2.4 Etiologi Luka Bakar ... 18

2.2.5 Jenis-Jenis Luka Bakar ... 18

2.2.6 Klasifikasi Luka Bakar Berdasarkan Luasnya ... 20

2.2.7 Perawatan Luka Bakar ... 20

2.3 Sikap ... 22

2.3.1 Pengertian Sikap ... 22

2.3.2 Struktur Sikap ... 23

2.3.3 Fungsi Sikap ... 23

2.3.4 Tingkatan Sikap ... 24

2.3.5 Determinan Sikap ... 24

2.3.6 Ciri-ciri Sikap ... 25

2.3.7 Pembentukkan dan Pengubahan Sikap ... 25

2.3.8 Sikap Perawat dalam Merawat Pasien ... 27

2.4 Pemberian Cairan ... 29

2.4.1 Pengertian Pemberian Cairan ... 30

2.4.2 Tujuan Terapi Penggantian Cairan ... 31


(4)

ix

BAB 3 KERANGKA PENELITIAN ... 33

3.1 Kerangka Konsep ... 33

3.2 Defenisi Operasional ... 34

BAB 4 METODELOGI PENELITIAN ... 35

4.1 Desain Penelitian ... 35

4.2 Populasi dan Sampel ... 35

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.4 Etika Penelitian ... 37

4.5 Instrumen Penelitian... 38

4.6 Uji Validitas Dan Realibilitas ... 40

4.7 Pengumpulan Data ... 41

4.8 Analisa Data ... 42

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44

5.1 Hasil Penelitian ... 44

5.2 Pembahasan ... 48

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

6.1 Kesimpulan ... 53

6.2 Saran ... 53 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden 2. Instrumen Penelitian


(5)

x

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian Pengetahuan dan

Tindakan Perawat Tentang Pemberian Cairan Pada


(6)

xi

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Tabel Halaman

Tabel 3.2. Defenisi Operasional ... 34 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik

Perawat Tentang Pemberian Cairan Pada Pasien

Luka Bakar di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 45 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan

Perawat Tentang Pemberian Cairan Pada

Pasien Luka Bakar (n=44) ... 45 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Pengetahuan

Perawat Tentang Pemberian Cairan Pada

Pasien Luka Bakar ... 46 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Sikap Perawat

Tentang Pemberian Cairan Pada Pasien Luka Bakar

di RSUD Dr. Pirngadi Medan ... 47 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Dan Persentase Sikap Perawat