Penghentian Konflik Penanganan Konflik Sosial

c. pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi, termasuk kebutuhan spesifik perempuan, anak-anak, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus; d. pelindungan terhadap kelompok rentan; e. upaya sterilisasi tempat yang rawan Konflik; f. penyelamatan sarana dan prasarana vital; g. penegakan hukum; h. pengaturan mobilitas orang, barang, dan jasa dari dan ke daerah Konflik; dan i. penyelamatan harta benda korban Konflik. Bantuan Penggunaan dan Pengerahan Kekuatan TNI. Dalam Status Keadaan Konflik skala kabupatenkota, bupatiwali kota dapat meminta bantuan penggunaan kekuatan TNI kepada Pemerintah. Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan bantuan penggunaan kekuatan TNI dikoordinasikan oleh Polri. Bantuan penggunaan dan pengerahan kekuatan TNI berakhir apabila: a. telah dilakukan pencabutan penetapan Status Keadaan Konflik; atau b. berakhirnya jangka waktu Status Keadaan Konflik.

c. Pemulihan Pascakonflik

Pemerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan upaya Pemulihan Pascakonflik secara terencana, terpadu, berkelanjutan, dan terukur. Upaya Pemulihan Pascakonflik meliputi: a. rekonsiliasi; b. rehabilitasi; dan c. rekonstruksi. Rekonsiliasi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan rekonsiliasi antara para pihak dengan cara: a. perundingan secara damai; b. pemberian restitusi; danatau c. pemaafan. Rekonsiliasi dapat dilakukan dengan Pranata Adat danatau Pranata Sosial atau Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial. Rehabilitasi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan rehabilitasi di daerah pascakonflik dan daerah terkena dampak Konflik sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya. Pelaksanaan rehabilitasi meliputi: a. pemulihan psikologis korban Konflik dan pelindungan kelompok rentan; b. pemulihan kondisi sosial, ekonomi, budaya, keamanan, dan ketertiban; c. perbaikan dan pengembangan lingkungan danatau daerah perdamaian; d. penguatan relasi sosial yang adil untuk kesejahteraan masyarakat; e. penguatan kebijakan publik yang mendorong pembangunan lingkungan danatau daerah perdamaian berbasiskan hak masyarakat; f. pemulihan ekonomi dan hak keperdataan, serta peningkatan pelayanan pemerintahan; g. pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus; h. pemenuhan kebutuhan dan pelayanan kesehatan reproduksi bagi kelompok perempuan; i. peningkatan pelayanan kesehatan anak-anak; dan j. pemfasilitasian serta mediasi pengembalian dan pemulihan aset korban Konflik. Rekonstruksi. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan rekonstruksi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangnya. Pelaksanaan rekonstruksi meliputi: a. pemulihan dan peningkatan fungsi pelayanan publik di lingkungan danatau daerah pascakonflik; b. pemulihan dan penyediaan akses pendidikan, kesehatan, dan mata pencaharian; c. perbaikan sarana dan prasarana umum daerah Konflik; d. perbaikan berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi; e. perbaikan dan penyediaan fasilitas pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar spesifik perempuan, anak-anak, lanjut usia, dan kelompok orang yang berkebutuhan khusus; f. perbaikan dan pemulihan tempat ibadah.

F. Kerangka Pikir Penelitian

Uma Sekaran dalam bukunya Sugiyono, 2010 dalam Afid Burhanuddin : 2013 mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berfikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing- masing variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti Sapto Haryoko, 1999, dalam Afid Burhanuddin : 2013. Penelitian yang berkenaan dengan dua variabel atau lebih, biasanya dirumuskan hipotesis yang berbentuk komparasi maupun hubungan. Oleh karena itu dalam rangka menyusun hipotesis penelitian yang berbentuk hubungan maupun komparasi, maka perlu dikemukakan kerangka berfikir. Suriasumantri 1986, dalam bukunya Sugiyono : 2010 Afid Burhanuddin : 2013 mengemukakan bahwa seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar bagi argumentasi dalam menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran ini merupakan penjelasan sementara terhadap gejala-gejala yang menjadi obyek permasalahan.