Pengaruh Berbagai Level Naungan dari Beberapa Pastura Campuran Terhadap Produksi Hijauan (The Effect of Various Levels of the Shades from Some Mixed Pasture towards the Production of Suitables)
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
Pengaruh Berbagai Level Naungan dari Beberapa Pastura Campuran Terhadap Produksi Hijauan
(The Effect of Various Levels of the Shades from Some Mixed Pasture towards the Production of Suitables)
Nevy Diana Hanafi 1), Roeswandy 2) dan Hasan Fuad Nasution 3) 1,2,3) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Abstract: This research aimed at testing the response of mixed pasture with the increase in various levels of the shades as well as his interaction towards the production of the wet weight, the production of the dry matter of suitables. The research plan that was used was the Split Plot design (RPT) with two treatment factors. The first factorgiving of the shades (N) consisted of three levels that is: N0 = without the shade, N1 = the shade 55%, N2 = the shade 75%. The factor of the two mixed pastures consisted of 4 pastures that is P0 = Calopogonium mucunoides + Pueraria javanica + Calopogonium caeruleum, P1= Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium muconoides, P2 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium caeruleum, P3 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata. The use of various levels of the shades was non significantly different (P>0,01) towards the production of the wet weight and the production of the dry matter, whereas the treatment with influential mixed pasture significantly different (P0,01) towards the production of the wet weight and the production of the dry matter. Mixed pasture that produced the production of the wet weight and the production of the dry matter that highest in this research was P3 (Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata). Key words: mixed pasture, shades, production of the wet weight, production of the dry
matter.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji respon pastura campuran dengan penambahan berbagai level naungan serta interaksinya terhadap produksi bahan segar, produksi bahan kering hijauan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama pemberian naungan (N) terdiri dari tiga taraf yaitu: N0 = tanpa naungan, N1 = naungan 55%, N2 = naungan 75%. Faktor kedua pastura campuran terdiri dari 4 pastura yaitu P0 = Calopogonium mucunoides + Pueraria javanica + Calopogonium caeruleum, P1= Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium muconoides, P2 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium caeruleum, P3 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata. Penggunaan berbagai tingkat naungan tidak berpengaruh nyata (P>0,01) terhadap produksi bahan segar dan produksi bahan kering, sedangkan perlakuan dengan pastura campuran berpengaruh sangat nyata (P0,01) terhadap produksi bahan segar dan produksi bahan kering. Pastura campuran yang menghasilkan produksi bahan segar hijauan dan produksi bahan kering hijauan yang tertinggi dalam penelitian ini adalah P3 (Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata). Kata Kunci: pastura campuran, naungan, produksi bahan segar, produksi bahan kering.
Pendahuluan
Salah satu kunci keberhasilan dalam peningkatan produksi peternakan adalah tersedianya bahan makanan yang
cukup dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Ketersediaan bahan makanan untuk ternak tidak selalu dalam keadaan yang memadai seperti yang diharapkan, baik dari segi mutu maupun jumlahnya. Masalah utama yang
67
Nevy D. Hanafi, Roeswandy, dan Hasan F. Nasution: Pengaruh Berbagai Level Naungan...
dihadapi dalam penyediaan hijauan pakan
adalah terbatasnya penggunaan dan
pemilikan lahan, karena pada umumnya
lahan produktif digunakan untuk tanaman
pangan. Pemanfaatan areal pada lahan
perkebunan kelapa sawit adalah salah satu
alternatif yang dapat dilakukan untuk
mengatasi penyediaan hijauan pakan.
Areal lahan kelapa sawit di
Indonesia lima tahun belakangan ini
mengalami peningkatan. Luas areal
perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada
tahun 2002 di proyeksikan sekitar 3.718.541
ha (Jakarta Future Exchange, 1999). Dilihat
dari areal lahan kelapa sawit yang begitu
besar, dirasakan perlu adanya pemanfaatan
dari areal tersebut. Mengingat jarak tanam
kelapa sawit (9 m x 9 m), dapat dikatakan
merupakan suatu lahan potensial yang
belum termanfaatkan dan dibiarkan begitu
saja. Padahal jika ditinjau secara agronomis
dan zooteknis, disela-sela lahan pertanaman
kelapa sawit dapat diusahakan budidaya
hijauan pakan ternak dengan beberapa
spesies tanaman yang tahan terhadap
naungan.
Hal yang harus diperhatikan dari
pertanaman campuran rumput-leguminosa
pada areal perkebunan adalah toleransi atau
tidaknya tanaman tersebut pada naungan
kelapa sawit. Dari hasil review yang
dilaporkan oleh Wong (1990), dilaporkan
bahwa tanaman Stenotaphrum secundatum,
Calopogonium caeruleum, Desmodium
heterophyllum, Desmodium ovalifolium
adalah tanaman yang tinggi toleransinya
terhadap naungan, sedangkan Brachiaria
humidicola, Digitaria sp, Calopogonium
muconoides, Centrocema pubescens,
Peuraria phaseloides adalah tanaman yang
sedang toleransinya terhadap naungan, dan
Stylosanthes quianensis merupakan tanaman
yang rendah toleransinya terhadap naungan.
Pertumbuhan
spesies-spesies
pastura sangat nyata bergantung pada
cahaya lingkungan dan biasanya kualitas
energi cahaya yang tersedia sangat erat dan
berhubungan positif. Namun demikian,
beberapa studi pada kondisi di mana
ketersediaan N dalam tanah sangat
terbatas, ternyata ditemukan produksi
biomasa tertinggi pada perlakuan naungan
yang sedang dibanding pada kondisi
terbuka. Pengaruh ini nyata disertai dengan
konsentrasi nitrogen yang lebih banyak pada
jaringan tanaman (Wong dan Wilson, 1980).
Oleh karena itu perlu adanya suatu
penelitian untuk mengetahui sampai sejauh
mana toleransi kombinasi pertanaman
rumput-leguminosa terhadap berbagai taraf
naungan (0%, 55%, dan 75%) dan untuk menguji respon pastura campuran dengan penambahan berbagai level naungan serta interaksinya terhadap produksi bahan segar, produksi bahan kering dan kualitas hijauan.
Bahan dan Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Loka Penelitian Ternak Potong Sei Putihgalang, mulai bulan Februari 2004 sampai bulan Agustus 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah metode rancangan petak terbagi (split plot). Pada percobaan ini terdapat 2 faktor yaitu faktor pertama yang dijadikan sebagai petak utama (main plot) adalah naungan, dengan tingkat naungan 0%, 55%, dan 75%. Faktor kedua dijadikan sebagai anak petak (subplot) adalah 4 jenis pastura, yaitu: P0 = penutup tanah konvensional = Calopogonium muconoides + Peuraria javanica + Calopogonium caeruleum, P1 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium muconoides, P2 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium caeruleum, P3 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata, dengan jumlah ulangan sebanyak 3
Naungan dipasang setelah pengolahan dan pembuatan petak pada setiap blok, dengan tinggi 1,5 m sesuai dengan tingkat transmisi cahaya yang dikehendaki yaitu 75% dan 55%. Pemupukan diberikan sejumlah 200kg Urea + 100kg SP-36 + 100kg KCl (rumput) dan 100kg SP-36 + 100kg KCl (legum) per tahun/hektar. Pupuk SP-36 dan KCl diaplikasikan pada saat tanam (seluruhnya), pupuk urea dibagi menurut jumlah panen + awal, aplikasikan dengan jumlah merata. Penanaman dilakukan dengan mempergunakan bahan tanam sobekan rumput dan biji leguminosa. Jarak tanam untuk rumput 20 x 20 cm, sedangkan untuk legum ditanam di antara tanaman rumput dengan jarak yang sama.
Pemotongan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan, dimaksudkan untuk menyeragamkan pertumbuhan. Pemotongan rumput dan legum dilakukan sesuai dengan perlakuan umur pemotongan yaitu 6 minggu dengan interval pemotongan 4 kali selama penelitian. Tinggi pemotongan 20 cm di atas permukaan tanah. Pengamatan dilakukan terhadap parameter meliputi: produksi bahan segar dan bahan
68
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
kering diukur pada setiap pemotongan yang meliputi produksi setiap panen.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian merupakan hasil yang diperoleh setelah dilakukan penghitungan produksi bahan segar. Produksi bahan kering rataan hijauan selama 24 minggu dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Berat Segar Berat Kering
Perlakuan
(kg/ha)
(kg/ha)
N2P1
7242,25
1530,63
N2P2
7381,35
1792,61
N2P3
9429,18
2314,17
Keterangan:
tn = tidak nyata
Notasi yang sama pada perlakuan yang
berbeda menunjukkan pengaruh yang tidak
berbeda nyata
Tabel 1 . Rekapitulasi rataan pengaruh level pemberian naungan pada pastura campuran terhadap produksi bahan segar (kg/ha), produksi bahan kering
(kg/ha)
Berat Segar Berat Kering
Perlakuan
(kg/ha)
(kg/ha)
N0 N1 N2 P0 P1 P2 P3 N0P0 N0P1 N0P2 N0P3 N1P0 N1P1 N1P2 N1P3 N2P0
7260,4tn 7275,3 tn 6942,9 tn 3661,2B 7557,1A 8208,5A 9211,3A
3638,78 6991,49 9055,56 9355,79 3626,04 8437,60 8188,60 8848,94 3718,84
1925,8tn 1798,7tn 1664,8tn 1069,7C 1767,4B 2029,7AB 2318,9A
1182,44 1800,55 2306,17 2414,23 1005,05 1970,89 1990,36 2228,59 1021,61
Produksi Bahan Segar Berdasarkan Tabel 1 di atas,
diketahui bahwa tingkat pemberian naungan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah produksi bahan segar, di mana diperoleh jumlah produksi bahan segar N0 (0%) sebesar 72760,4kg/ha, N1 (55%) sebesar 7275,3kg/ha, dan N2 (75%) sebesar 6942,9kg/ha. Hal ini berarti bahwa kebutuhan tanaman terhadap cahaya sinar matahari masih dalam batas toleransi. Meskipun adanya taraf naungan yang berbeda, cahaya matahari masih dapat menyinari tanaman. Karena cahaya matahari mempunyai panjang gelombang yang berebeda-beda sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Sulaiman dan Sinuraya (1994) mengatakan bahwa dalam proses fotosintetik, klorofil hanya menangkap sinar merah dan sinar biru-violet saja yang dibagi menjadi dua sistem yaitu fotosistem I yang diaktifkan oleh cahaya merah jauh (680700nm), sedangkan fotosistem II diaktifkan oleh cahaya merah (650 nm).
Sedangkan dari hasil analisis sidik ragam pastura campuran diperoleh bahwa pastura P0 berbeda sangat nyata dengan pastura P1, P2, dan P3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 1 berikut ini:
Produksi Segar (kg/ha)
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Pastura Campuran
PPPP
Grafik 1.
Histogram produksi bahan segar(kg/ha) rataan pastura campuran selama penelitian.
69
Nevy D. Hanafi, Roeswandy, dan Hasan F. Nasution: Pengaruh Berbagai Level Naungan...
Dari grafik 1 terlihat bahwa perlakuan
hijauan pastura campuran pada pastura P3
(Digitaria
milanjiana
+
Stylosanthesguyanensis + Paspalum
notatum + Arachisglabarata) yaitu sebesar
9211,3kg/ha menghasilkan produksi bahan
segar rataan tertinggi dibandingkan dengan
jenis pastura campuran lainnya yang
masing-masing P2 sebesar 8208,5kg/ha,
diikuti P1 sebesar 7557,1kg/ha, dan yang
terendah pada pastura P0 yaitu sebesar
3661,2kg/ha.
Hal ini disebabkan oleh jenis
tanaman pencampuran pada P3 (Digitaria
milanjiana + Stylosanthesguyanensis +
Paspalum notatum + Arachisglabarata)
mempunyai pertumbuhan dan daya tahan
hidup di bawah naungan. Hal ini dinyatakan
oleh Reksohadiprodjo (1985) bahwa legum
Stylo dapat tumbuh di tanah yang luas
kisaran kondisinya dengan curah hujan
sedang sampai tinggi di daerah tropik dan
subtropik, sangat toleran terhadap
kesuburan tanah yang rendah. Hal ini
didukung oleh Manetje dan Jones (1992),
bahwa Stylo merupakan jenis legume yang
memberikan harapan baik untuk sebagian
besar daerah di Indonesia. Toleransinya
terhadap jenis tanah sangat luas bahkan
tanah-tanah yang miskin unsur hara dengan
kandungan P sebesar 0,06%. Tanaman
Arachisglabarata tahan terhadap naungan,
merambat melalui tanah dan produksi dapat
mencapai 18 ton/ha/tahun (Anonimous,
2002).
Hasil analisis sidik ragam di atas
juga menunjukkan bahwa interaksi antara
tingkat pemberian naungan dengan pastura
campuran tidak berpengaruh nyata terhadap
parameter yang diamati. Hal ini diduga
respon kedua perlakuan yang diuji belum
dapat mendukung produksi secara bersamaan terhadap pertumbuhan tanaman. Seperti yang dinyatakan Malcom (1992) bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis pada tanaman. Setiap varietas tanaman memiliki sifat dan ciri tanaman yang berbeda, akan tetapi besarnya produksi tanaman juga dipengaruhi oleh tingkat efisiensi penggunaan cahaya yang diserap dan juga dipengaruhi oleh terganggunya keseimbangan dalam sistem tanaman tersebut (Fitter dan Hay, 1991).
Produksi Bahan Kering
Berdasarkan Tabel 1 di atas, diketahui bahwa tingkat pemberian naungan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah produksi bahan kering, di mana diperoleh jumlah produksi bahan kering N0 (0%) sebesar 1925,8kg/ha, N1 (55%) sebesar 1798,7kg/ha dan N2 (75%) sebesar 1664,8kg/ha. Hal ini disebabkan bahwa tingkat naungan yang diberikan tidak memberikan pengaruh pada rataan produksi bahan kering walaupun jumlah produksi berat kering tertinggi pada tingkat naungan N0 (0%). Sebagaimana yang dikatakan oleh Wilson dan Wong (1982), mengemukakan bahwa naungan menurunkan bahan kering green panic dan siratro. Naungan juga menurunkan nisbah daun dan batang, juga menaikkan kadar lignin dari hijauan yang ditanam.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Sanchez (1976) yang menyatakan bahwa bermacam-macam pastura campuran, rumput mempunyai respon yang berbeda dalam menghasilkan bahan kering.
Produksi Bahan Kering (kg/ha)
1950
1900
1850
1800
1750
170 10650
Rataan
1600
1550
1500
Level Naungan
NNN
Grafik 2 . Histogram produksi bahan kering (kg/ha) rataan level naungan
70
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
Dari Grafik 2. terlihat jelas bahwa
tingkat pemberian naungan sampai dengan
55% (N1) memberikan hasil rataan tertinggi
pada jumlah produksi bahan kering rataan,
tetapi semakin tinggi tingkat pemberian
naungan menyebabkan produksi bahan
kering rataan semakin menurun. Penurunan
hasil bahan kering rataan pada tingkat
pemberian naungan 75% diduga disebabkan
dengan menurunnya intensitas cahaya.
Pendapat yang sama juga didukung oleh
Ludlow, et. al. (1974) yang menyatakan
bahwa produksi bahan kering menurun
dengan adanya intensitas cahaya yang
rendah pada beberapa spesies rumput dan
legum. Hal ini didukung oleh Ross (1995)
mengatakan bahwa cahaya merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi terbuka dan
tertutupnya stomata. Menurunnya intensitas
cahaya akibat naungan akan mempengaruhi
pembukaan stomata, sehingga aktivitas
fotosintesis akan menurun. Dengan
demikian, fotosintat yang dihasilkan selama
tanaman dinaungi menjadi berkurang, ini
akan tercermin dari rendahnya bobot kering
tanaman.
Sedangkan dari hasil analisis sidik
ragam pastura campuran, diperoleh bahwa
pastura P3 berbeda sangat nyata dengan
pastura P0, P1, dan P2. Hal ini disebabkan
karena varietas pastura memberikan respon
yang berbeda pada kondisi lingkungan yang
berbeda dan pertumbuhan serta produksi
tanaman juga dipengaruhi oleh faktor-
faktorgenetis tanaman itu sendiri. Soegito,
et. al. (1992) menyatakan bahwa setiap
varietas tanaman memiliki produksi yang
berbeda-beda
tergantung
kepada
sifatgenetis varietas tanaman itu sendiri.
Hasil analisis sidik ragam di atas
juga menunjukkan bahwa interaksi antara
tingkat pemberian naungan dengan pastura
campuran berpengaruh tidak nyata terhadap
parameter yang diamati. Hal ini disebabkan
tanaman memiliki sifat dan ciri tanaman
yang berbeda tapi besarnya produksi
tanaman juga dipengaruhi oleh tingkat
efisiensi penggunaan cahaya yang telah
diserap. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Syahbuddin, et.al. (1998)
menyatakan bahwa setiap varietas memiliki
respon yang berbeda terhadap pemberian
naungan.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan Penggunaan berbagai level naungan
0%, 55%, dan 75% tidak berpengaruh
terhadap produksi bahan segar dan produksi bahan kering. Perlakuan pastura campuran P3 (Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata) menaikkan produksi bahan segar dan bahan kering. Pengaruh interaksi antara level naungan 0%, 55%, dan 75% dengan pastura campuran tidak berpengaruh terhadap produksi bahan segar dan produksi bahan kering.
Saran Penggunaan pastura P3 (Digitaria
milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata) lebih direkomendasikan dikarenakan produksi hijauannya lebih tinggi daripada perlakuan mix pastura yang lainnya. Walaupun penggunaan naungan tidak berpengaruh terhadap produksi hijauan, tetapi disarankan menggunakan naungan 55%, karena pada naungan ini dapat menghasilkan produksi yang optimum dibandingkan 0% dan 75%.
Daftar Pustaka
Anonimous, 2002. Hijauan Makanan Ternak. Medan: Loka Penelitian Ternak Potong Sei Putih.
Dwijoseputro, D. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Jakarta: Gramedia. Hal 55-70.
Fitter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Penerjemah Sri Andani dan E.D. Purbayanti. Yogyakarta:Gadjahmada University Press. Hal 53-79.
Jakarta Future Exchange. 2002. Potensi dan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia.
Ludlow, M. M. Wilson, G. L. and M. R.
Huterust. 1974. Studies on The
Productivity of Tropical Pasture
Plants.
Shading
Ongrowth,
Photosyntesis and Respiration in
Vivograsses and Two Legumes.
Australian J. Agric, Research
25:425.
Malcom, B. W. 1992. Fisiologi Tanaman. Penerjemah Mulyani Sutejo dan A.G. Kartasapoetra. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 430-432.
71
Nevy D. Hanafi, Roeswandy, dan Hasan F. Nasution: Pengaruh Berbagai Level Naungan...
Manetje, L. T and R. M. Jones. 1992. Plant Resources of South-East Asia. PROSEA, No. 4. Bogor, Indonesia
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Yogyakarta: BPFE.
Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid II. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management Of Soil in The Tropic. New York: Jhon Wiley and Sons. Page 225-270.
Soegito, S. Rodiah dan Arifin. 1992. Pemurnian dan Perbanyakan Benih Perjenis Kedelai. Malang: Badan Penelitian Tanaman Pangan. Hal 1824.
Sulaiman A. H. dan Sinurayag. 1994. DasarDasar Biokimia untuk Pertanian. Medan: USU Press.
Syahbuddin, H. Y. Apriyana, N. Heriyani. Darmijati dan Irsal Las. 1998. Serapan Hara Nitrogen, Posfor dan Kalium Tanaman Kedelai (Glycine max, L. merili) di Rumah Kaca Pada Tiga Taraf Intansitas Radiasi Surya dan Kadar Air Tanah Latosol. Jurnal Tanah dan Iklim Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, hal 20-28. Bogor
Wilson, J. R., and C. C., Wong. 1982. Effect of Shade on Some Factors in Influencing Nutritive Quality of Green Panic and Siratro Pastures. Aust. J. Agric. Res, 33: 937.
Wong, C.C., and Wilson, J.R. Effect of Shading ongrowth and Nitrogen Content ofgreen Panic and Siratro in Pure and Mixed Swar5ds Defoliated at Two Frequencies. Australian Journal of Agricultural Research. 31:269.
Wong, C.C., 1990. Shade Tolerance of Tropical Forages: a review. In: Shelton, H.M. and W.W.Stur.(Ed). Forage for Plantation Crop. Proc. ACIAR, No.32:64
72
Pengaruh Berbagai Level Naungan dari Beberapa Pastura Campuran Terhadap Produksi Hijauan
(The Effect of Various Levels of the Shades from Some Mixed Pasture towards the Production of Suitables)
Nevy Diana Hanafi 1), Roeswandy 2) dan Hasan Fuad Nasution 3) 1,2,3) Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Abstract: This research aimed at testing the response of mixed pasture with the increase in various levels of the shades as well as his interaction towards the production of the wet weight, the production of the dry matter of suitables. The research plan that was used was the Split Plot design (RPT) with two treatment factors. The first factorgiving of the shades (N) consisted of three levels that is: N0 = without the shade, N1 = the shade 55%, N2 = the shade 75%. The factor of the two mixed pastures consisted of 4 pastures that is P0 = Calopogonium mucunoides + Pueraria javanica + Calopogonium caeruleum, P1= Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium muconoides, P2 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium caeruleum, P3 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata. The use of various levels of the shades was non significantly different (P>0,01) towards the production of the wet weight and the production of the dry matter, whereas the treatment with influential mixed pasture significantly different (P0,01) towards the production of the wet weight and the production of the dry matter. Mixed pasture that produced the production of the wet weight and the production of the dry matter that highest in this research was P3 (Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata). Key words: mixed pasture, shades, production of the wet weight, production of the dry
matter.
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji respon pastura campuran dengan penambahan berbagai level naungan serta interaksinya terhadap produksi bahan segar, produksi bahan kering hijauan. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi (RPT) dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama pemberian naungan (N) terdiri dari tiga taraf yaitu: N0 = tanpa naungan, N1 = naungan 55%, N2 = naungan 75%. Faktor kedua pastura campuran terdiri dari 4 pastura yaitu P0 = Calopogonium mucunoides + Pueraria javanica + Calopogonium caeruleum, P1= Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium muconoides, P2 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium caeruleum, P3 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata. Penggunaan berbagai tingkat naungan tidak berpengaruh nyata (P>0,01) terhadap produksi bahan segar dan produksi bahan kering, sedangkan perlakuan dengan pastura campuran berpengaruh sangat nyata (P0,01) terhadap produksi bahan segar dan produksi bahan kering. Pastura campuran yang menghasilkan produksi bahan segar hijauan dan produksi bahan kering hijauan yang tertinggi dalam penelitian ini adalah P3 (Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata). Kata Kunci: pastura campuran, naungan, produksi bahan segar, produksi bahan kering.
Pendahuluan
Salah satu kunci keberhasilan dalam peningkatan produksi peternakan adalah tersedianya bahan makanan yang
cukup dan mempunyai nilai gizi yang tinggi. Ketersediaan bahan makanan untuk ternak tidak selalu dalam keadaan yang memadai seperti yang diharapkan, baik dari segi mutu maupun jumlahnya. Masalah utama yang
67
Nevy D. Hanafi, Roeswandy, dan Hasan F. Nasution: Pengaruh Berbagai Level Naungan...
dihadapi dalam penyediaan hijauan pakan
adalah terbatasnya penggunaan dan
pemilikan lahan, karena pada umumnya
lahan produktif digunakan untuk tanaman
pangan. Pemanfaatan areal pada lahan
perkebunan kelapa sawit adalah salah satu
alternatif yang dapat dilakukan untuk
mengatasi penyediaan hijauan pakan.
Areal lahan kelapa sawit di
Indonesia lima tahun belakangan ini
mengalami peningkatan. Luas areal
perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada
tahun 2002 di proyeksikan sekitar 3.718.541
ha (Jakarta Future Exchange, 1999). Dilihat
dari areal lahan kelapa sawit yang begitu
besar, dirasakan perlu adanya pemanfaatan
dari areal tersebut. Mengingat jarak tanam
kelapa sawit (9 m x 9 m), dapat dikatakan
merupakan suatu lahan potensial yang
belum termanfaatkan dan dibiarkan begitu
saja. Padahal jika ditinjau secara agronomis
dan zooteknis, disela-sela lahan pertanaman
kelapa sawit dapat diusahakan budidaya
hijauan pakan ternak dengan beberapa
spesies tanaman yang tahan terhadap
naungan.
Hal yang harus diperhatikan dari
pertanaman campuran rumput-leguminosa
pada areal perkebunan adalah toleransi atau
tidaknya tanaman tersebut pada naungan
kelapa sawit. Dari hasil review yang
dilaporkan oleh Wong (1990), dilaporkan
bahwa tanaman Stenotaphrum secundatum,
Calopogonium caeruleum, Desmodium
heterophyllum, Desmodium ovalifolium
adalah tanaman yang tinggi toleransinya
terhadap naungan, sedangkan Brachiaria
humidicola, Digitaria sp, Calopogonium
muconoides, Centrocema pubescens,
Peuraria phaseloides adalah tanaman yang
sedang toleransinya terhadap naungan, dan
Stylosanthes quianensis merupakan tanaman
yang rendah toleransinya terhadap naungan.
Pertumbuhan
spesies-spesies
pastura sangat nyata bergantung pada
cahaya lingkungan dan biasanya kualitas
energi cahaya yang tersedia sangat erat dan
berhubungan positif. Namun demikian,
beberapa studi pada kondisi di mana
ketersediaan N dalam tanah sangat
terbatas, ternyata ditemukan produksi
biomasa tertinggi pada perlakuan naungan
yang sedang dibanding pada kondisi
terbuka. Pengaruh ini nyata disertai dengan
konsentrasi nitrogen yang lebih banyak pada
jaringan tanaman (Wong dan Wilson, 1980).
Oleh karena itu perlu adanya suatu
penelitian untuk mengetahui sampai sejauh
mana toleransi kombinasi pertanaman
rumput-leguminosa terhadap berbagai taraf
naungan (0%, 55%, dan 75%) dan untuk menguji respon pastura campuran dengan penambahan berbagai level naungan serta interaksinya terhadap produksi bahan segar, produksi bahan kering dan kualitas hijauan.
Bahan dan Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Loka Penelitian Ternak Potong Sei Putihgalang, mulai bulan Februari 2004 sampai bulan Agustus 2004. Metode penelitian yang digunakan adalah metode rancangan petak terbagi (split plot). Pada percobaan ini terdapat 2 faktor yaitu faktor pertama yang dijadikan sebagai petak utama (main plot) adalah naungan, dengan tingkat naungan 0%, 55%, dan 75%. Faktor kedua dijadikan sebagai anak petak (subplot) adalah 4 jenis pastura, yaitu: P0 = penutup tanah konvensional = Calopogonium muconoides + Peuraria javanica + Calopogonium caeruleum, P1 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium muconoides, P2 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Calopogonium caeruleum, P3 = Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata, dengan jumlah ulangan sebanyak 3
Naungan dipasang setelah pengolahan dan pembuatan petak pada setiap blok, dengan tinggi 1,5 m sesuai dengan tingkat transmisi cahaya yang dikehendaki yaitu 75% dan 55%. Pemupukan diberikan sejumlah 200kg Urea + 100kg SP-36 + 100kg KCl (rumput) dan 100kg SP-36 + 100kg KCl (legum) per tahun/hektar. Pupuk SP-36 dan KCl diaplikasikan pada saat tanam (seluruhnya), pupuk urea dibagi menurut jumlah panen + awal, aplikasikan dengan jumlah merata. Penanaman dilakukan dengan mempergunakan bahan tanam sobekan rumput dan biji leguminosa. Jarak tanam untuk rumput 20 x 20 cm, sedangkan untuk legum ditanam di antara tanaman rumput dengan jarak yang sama.
Pemotongan dilakukan pada saat tanaman berumur 1 bulan, dimaksudkan untuk menyeragamkan pertumbuhan. Pemotongan rumput dan legum dilakukan sesuai dengan perlakuan umur pemotongan yaitu 6 minggu dengan interval pemotongan 4 kali selama penelitian. Tinggi pemotongan 20 cm di atas permukaan tanah. Pengamatan dilakukan terhadap parameter meliputi: produksi bahan segar dan bahan
68
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
kering diukur pada setiap pemotongan yang meliputi produksi setiap panen.
Hasil dan Pembahasan
Hasil penelitian merupakan hasil yang diperoleh setelah dilakukan penghitungan produksi bahan segar. Produksi bahan kering rataan hijauan selama 24 minggu dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Berat Segar Berat Kering
Perlakuan
(kg/ha)
(kg/ha)
N2P1
7242,25
1530,63
N2P2
7381,35
1792,61
N2P3
9429,18
2314,17
Keterangan:
tn = tidak nyata
Notasi yang sama pada perlakuan yang
berbeda menunjukkan pengaruh yang tidak
berbeda nyata
Tabel 1 . Rekapitulasi rataan pengaruh level pemberian naungan pada pastura campuran terhadap produksi bahan segar (kg/ha), produksi bahan kering
(kg/ha)
Berat Segar Berat Kering
Perlakuan
(kg/ha)
(kg/ha)
N0 N1 N2 P0 P1 P2 P3 N0P0 N0P1 N0P2 N0P3 N1P0 N1P1 N1P2 N1P3 N2P0
7260,4tn 7275,3 tn 6942,9 tn 3661,2B 7557,1A 8208,5A 9211,3A
3638,78 6991,49 9055,56 9355,79 3626,04 8437,60 8188,60 8848,94 3718,84
1925,8tn 1798,7tn 1664,8tn 1069,7C 1767,4B 2029,7AB 2318,9A
1182,44 1800,55 2306,17 2414,23 1005,05 1970,89 1990,36 2228,59 1021,61
Produksi Bahan Segar Berdasarkan Tabel 1 di atas,
diketahui bahwa tingkat pemberian naungan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah produksi bahan segar, di mana diperoleh jumlah produksi bahan segar N0 (0%) sebesar 72760,4kg/ha, N1 (55%) sebesar 7275,3kg/ha, dan N2 (75%) sebesar 6942,9kg/ha. Hal ini berarti bahwa kebutuhan tanaman terhadap cahaya sinar matahari masih dalam batas toleransi. Meskipun adanya taraf naungan yang berbeda, cahaya matahari masih dapat menyinari tanaman. Karena cahaya matahari mempunyai panjang gelombang yang berebeda-beda sesuai dengan kebutuhan tanaman untuk melakukan fotosintesis. Sulaiman dan Sinuraya (1994) mengatakan bahwa dalam proses fotosintetik, klorofil hanya menangkap sinar merah dan sinar biru-violet saja yang dibagi menjadi dua sistem yaitu fotosistem I yang diaktifkan oleh cahaya merah jauh (680700nm), sedangkan fotosistem II diaktifkan oleh cahaya merah (650 nm).
Sedangkan dari hasil analisis sidik ragam pastura campuran diperoleh bahwa pastura P0 berbeda sangat nyata dengan pastura P1, P2, dan P3. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik 1 berikut ini:
Produksi Segar (kg/ha)
10000
9000
8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
Pastura Campuran
PPPP
Grafik 1.
Histogram produksi bahan segar(kg/ha) rataan pastura campuran selama penelitian.
69
Nevy D. Hanafi, Roeswandy, dan Hasan F. Nasution: Pengaruh Berbagai Level Naungan...
Dari grafik 1 terlihat bahwa perlakuan
hijauan pastura campuran pada pastura P3
(Digitaria
milanjiana
+
Stylosanthesguyanensis + Paspalum
notatum + Arachisglabarata) yaitu sebesar
9211,3kg/ha menghasilkan produksi bahan
segar rataan tertinggi dibandingkan dengan
jenis pastura campuran lainnya yang
masing-masing P2 sebesar 8208,5kg/ha,
diikuti P1 sebesar 7557,1kg/ha, dan yang
terendah pada pastura P0 yaitu sebesar
3661,2kg/ha.
Hal ini disebabkan oleh jenis
tanaman pencampuran pada P3 (Digitaria
milanjiana + Stylosanthesguyanensis +
Paspalum notatum + Arachisglabarata)
mempunyai pertumbuhan dan daya tahan
hidup di bawah naungan. Hal ini dinyatakan
oleh Reksohadiprodjo (1985) bahwa legum
Stylo dapat tumbuh di tanah yang luas
kisaran kondisinya dengan curah hujan
sedang sampai tinggi di daerah tropik dan
subtropik, sangat toleran terhadap
kesuburan tanah yang rendah. Hal ini
didukung oleh Manetje dan Jones (1992),
bahwa Stylo merupakan jenis legume yang
memberikan harapan baik untuk sebagian
besar daerah di Indonesia. Toleransinya
terhadap jenis tanah sangat luas bahkan
tanah-tanah yang miskin unsur hara dengan
kandungan P sebesar 0,06%. Tanaman
Arachisglabarata tahan terhadap naungan,
merambat melalui tanah dan produksi dapat
mencapai 18 ton/ha/tahun (Anonimous,
2002).
Hasil analisis sidik ragam di atas
juga menunjukkan bahwa interaksi antara
tingkat pemberian naungan dengan pastura
campuran tidak berpengaruh nyata terhadap
parameter yang diamati. Hal ini diduga
respon kedua perlakuan yang diuji belum
dapat mendukung produksi secara bersamaan terhadap pertumbuhan tanaman. Seperti yang dinyatakan Malcom (1992) bahwa pertumbuhan dan produksi tanaman dipengaruhi oleh proses fotosintesis pada tanaman. Setiap varietas tanaman memiliki sifat dan ciri tanaman yang berbeda, akan tetapi besarnya produksi tanaman juga dipengaruhi oleh tingkat efisiensi penggunaan cahaya yang diserap dan juga dipengaruhi oleh terganggunya keseimbangan dalam sistem tanaman tersebut (Fitter dan Hay, 1991).
Produksi Bahan Kering
Berdasarkan Tabel 1 di atas, diketahui bahwa tingkat pemberian naungan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah produksi bahan kering, di mana diperoleh jumlah produksi bahan kering N0 (0%) sebesar 1925,8kg/ha, N1 (55%) sebesar 1798,7kg/ha dan N2 (75%) sebesar 1664,8kg/ha. Hal ini disebabkan bahwa tingkat naungan yang diberikan tidak memberikan pengaruh pada rataan produksi bahan kering walaupun jumlah produksi berat kering tertinggi pada tingkat naungan N0 (0%). Sebagaimana yang dikatakan oleh Wilson dan Wong (1982), mengemukakan bahwa naungan menurunkan bahan kering green panic dan siratro. Naungan juga menurunkan nisbah daun dan batang, juga menaikkan kadar lignin dari hijauan yang ditanam.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh Sanchez (1976) yang menyatakan bahwa bermacam-macam pastura campuran, rumput mempunyai respon yang berbeda dalam menghasilkan bahan kering.
Produksi Bahan Kering (kg/ha)
1950
1900
1850
1800
1750
170 10650
Rataan
1600
1550
1500
Level Naungan
NNN
Grafik 2 . Histogram produksi bahan kering (kg/ha) rataan level naungan
70
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
Dari Grafik 2. terlihat jelas bahwa
tingkat pemberian naungan sampai dengan
55% (N1) memberikan hasil rataan tertinggi
pada jumlah produksi bahan kering rataan,
tetapi semakin tinggi tingkat pemberian
naungan menyebabkan produksi bahan
kering rataan semakin menurun. Penurunan
hasil bahan kering rataan pada tingkat
pemberian naungan 75% diduga disebabkan
dengan menurunnya intensitas cahaya.
Pendapat yang sama juga didukung oleh
Ludlow, et. al. (1974) yang menyatakan
bahwa produksi bahan kering menurun
dengan adanya intensitas cahaya yang
rendah pada beberapa spesies rumput dan
legum. Hal ini didukung oleh Ross (1995)
mengatakan bahwa cahaya merupakan salah
satu faktor yang mempengaruhi terbuka dan
tertutupnya stomata. Menurunnya intensitas
cahaya akibat naungan akan mempengaruhi
pembukaan stomata, sehingga aktivitas
fotosintesis akan menurun. Dengan
demikian, fotosintat yang dihasilkan selama
tanaman dinaungi menjadi berkurang, ini
akan tercermin dari rendahnya bobot kering
tanaman.
Sedangkan dari hasil analisis sidik
ragam pastura campuran, diperoleh bahwa
pastura P3 berbeda sangat nyata dengan
pastura P0, P1, dan P2. Hal ini disebabkan
karena varietas pastura memberikan respon
yang berbeda pada kondisi lingkungan yang
berbeda dan pertumbuhan serta produksi
tanaman juga dipengaruhi oleh faktor-
faktorgenetis tanaman itu sendiri. Soegito,
et. al. (1992) menyatakan bahwa setiap
varietas tanaman memiliki produksi yang
berbeda-beda
tergantung
kepada
sifatgenetis varietas tanaman itu sendiri.
Hasil analisis sidik ragam di atas
juga menunjukkan bahwa interaksi antara
tingkat pemberian naungan dengan pastura
campuran berpengaruh tidak nyata terhadap
parameter yang diamati. Hal ini disebabkan
tanaman memiliki sifat dan ciri tanaman
yang berbeda tapi besarnya produksi
tanaman juga dipengaruhi oleh tingkat
efisiensi penggunaan cahaya yang telah
diserap. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Syahbuddin, et.al. (1998)
menyatakan bahwa setiap varietas memiliki
respon yang berbeda terhadap pemberian
naungan.
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan Penggunaan berbagai level naungan
0%, 55%, dan 75% tidak berpengaruh
terhadap produksi bahan segar dan produksi bahan kering. Perlakuan pastura campuran P3 (Digitaria milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata) menaikkan produksi bahan segar dan bahan kering. Pengaruh interaksi antara level naungan 0%, 55%, dan 75% dengan pastura campuran tidak berpengaruh terhadap produksi bahan segar dan produksi bahan kering.
Saran Penggunaan pastura P3 (Digitaria
milanjiana + Stylosanthesguyanensis + Paspalum notatum + Arachisglabarata) lebih direkomendasikan dikarenakan produksi hijauannya lebih tinggi daripada perlakuan mix pastura yang lainnya. Walaupun penggunaan naungan tidak berpengaruh terhadap produksi hijauan, tetapi disarankan menggunakan naungan 55%, karena pada naungan ini dapat menghasilkan produksi yang optimum dibandingkan 0% dan 75%.
Daftar Pustaka
Anonimous, 2002. Hijauan Makanan Ternak. Medan: Loka Penelitian Ternak Potong Sei Putih.
Dwijoseputro, D. 1983. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT Jakarta: Gramedia. Hal 55-70.
Fitter, A. H. dan R. K. M. Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Penerjemah Sri Andani dan E.D. Purbayanti. Yogyakarta:Gadjahmada University Press. Hal 53-79.
Jakarta Future Exchange. 2002. Potensi dan Produksi Kelapa Sawit di Indonesia.
Ludlow, M. M. Wilson, G. L. and M. R.
Huterust. 1974. Studies on The
Productivity of Tropical Pasture
Plants.
Shading
Ongrowth,
Photosyntesis and Respiration in
Vivograsses and Two Legumes.
Australian J. Agric, Research
25:425.
Malcom, B. W. 1992. Fisiologi Tanaman. Penerjemah Mulyani Sutejo dan A.G. Kartasapoetra. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 430-432.
71
Nevy D. Hanafi, Roeswandy, dan Hasan F. Nasution: Pengaruh Berbagai Level Naungan...
Manetje, L. T and R. M. Jones. 1992. Plant Resources of South-East Asia. PROSEA, No. 4. Bogor, Indonesia
Reksohadiprodjo, S. 1985. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Yogyakarta: BPFE.
Ross, C.W. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid II. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Sanchez, P. A. 1976. Properties and Management Of Soil in The Tropic. New York: Jhon Wiley and Sons. Page 225-270.
Soegito, S. Rodiah dan Arifin. 1992. Pemurnian dan Perbanyakan Benih Perjenis Kedelai. Malang: Badan Penelitian Tanaman Pangan. Hal 1824.
Sulaiman A. H. dan Sinurayag. 1994. DasarDasar Biokimia untuk Pertanian. Medan: USU Press.
Syahbuddin, H. Y. Apriyana, N. Heriyani. Darmijati dan Irsal Las. 1998. Serapan Hara Nitrogen, Posfor dan Kalium Tanaman Kedelai (Glycine max, L. merili) di Rumah Kaca Pada Tiga Taraf Intansitas Radiasi Surya dan Kadar Air Tanah Latosol. Jurnal Tanah dan Iklim Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, hal 20-28. Bogor
Wilson, J. R., and C. C., Wong. 1982. Effect of Shade on Some Factors in Influencing Nutritive Quality of Green Panic and Siratro Pastures. Aust. J. Agric. Res, 33: 937.
Wong, C.C., and Wilson, J.R. Effect of Shading ongrowth and Nitrogen Content ofgreen Panic and Siratro in Pure and Mixed Swar5ds Defoliated at Two Frequencies. Australian Journal of Agricultural Research. 31:269.
Wong, C.C., 1990. Shade Tolerance of Tropical Forages: a review. In: Shelton, H.M. and W.W.Stur.(Ed). Forage for Plantation Crop. Proc. ACIAR, No.32:64
72