Produktivitas Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Padang Penggembalaan

  Padang penggembalaan merupakan tempat menggembalakan ternak untuk memenuhi kebutuhan pakan dimana pada lokasi ini telah ditanami rumput unggul dan atau legum dengan jenis rumput/ legum yang tahan terhadap injakan ternak Faktor – faktor yang memepengaruhi padang pengembalaan antara lain: 1). Air.

  Air berfungsi untuk fotosintesis, penguapan, pelarut zat hara dari atas ke daun; 2). Intensitas sinar mata hari. Peningkatan pertumbuhan tanaman sejalan dengan peningkatan intensitas cahaya. Jumlah energi matahari yang diterima seawal mungkin pada saat munculnya sampai periode pemasakan adalah penting untuk akumulasi berat kering selama periode tersebut; 3). Kompetisi zat – zat makanan.

  Kompetisi terjadi antara “Companion Crop” dengan tanaman utama; 4). Kekompakan tanah. Pastura yang digembala dengan stocking rate yang tinggi (8 sampai 10 ekor/ha) akan menyebabkan tanah menjadi kompak, padat dan berakibat mengurangi aerasi akar dan daya tembus air; 5). Pengambilan zat – zat makanan. Makin sering pastura dipotong makin sedikit daun yang gugur yang menambah humus dan pada waktu yang sama, makin banyak zat-zat makanan yang hilang; 6).Berkurangnya Produksi. Pastura yang terlalu tinggi menyebabkan sulit untuk mengumpulkan biji atau buah yang dipetik yang berjatuhan ke tanah (Anonimus, 2009)

  Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan utama, yaitu : padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen yang sudah diperbaiki, padang penggembalaan buatan (Temporer), dan padang penggembalaan dengan Irigasi. Padang penggembalaan dapat terdiri atas rumput- rumputan, kacang-kacangan atau campuran keduanya (McIlroy, 1976).

  Padang penggembalaan yang bersifat terbuka untuk semua penggembalaan berupaya untuk memelihara dan membawa ternaknya sebanyak mungkin ke padang penggembalaan, hingga menghasilkan persoalan yaitu jumlah ternak lebih besar dari daya tampung padang penggembalaan yang berdampak pasokan dimana produktivitas rumput padang penggembalaan menjadi berkurang dan rusak (Tjitradjaja, 2008).

  Potensi Sumber Daya Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

  Lahan perkebunan kelapa sawit sangat cocok untuk usaha ternak ruminansia karena mampu menyediakan pakan dalam jumlah yang cukup.

  Pelepah daun kelapa sawit yang secara periodik dipangkas dapat dijadikan pakan ternak. Selain itu rumput yang tumbuh diantara pokok tanaman juga cukup melimpah sehingga mampu mendukung usaha ternak sebanyak 2 ekor/ha secara berkelanjutan. Hasil penelitian di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa bahan hijauan yang dihasilkan dari lahan perkebunan mencapai 6,25 ton bahan kering/ha/tahun dan mampu mendukung 1-3 ekor sapi/ha untuk di gembalakan (Suryana dan Sabrani, 2005).

  Setiap agroekosistem memiliki daya dukung terhadap ternak yang berbeda-beda. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan lahan pertanian menyediakan pakan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas bagi ternak. Jika kawasan perkebunan dalam kondisi TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) dikelola dengan pola tumpang sari, maka produk yang dihasilkan sangat bergantung pada tanaman sela yang dibudidayakan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa ketersediaan pakan hijauan berupa vegetasi alam atau produk samping tanaman sela yang dapat tumbuh di kawasan kelapa sawit sangat terbatas dan tidak cukup untuk mendukung penyediaan pakan hijauan yang berkelanjutan (Mathius, 2009).

  Ketersediaan pakan yang cukup dan berkualitas menjadi hal yang penting dalam mendukung program swasembada daging. Rendahnya pertambahan berat badan ternak disebabkan rendahnya kandungan protein rumput yang tersedia. Semakin terbatasnya lahan penggembalaan dan penanaman hijauan untuk peternakan juga menjadi salah satu kendala yang harus diatasi. Lahan diperlukan untuk penyediaan hijauan bahan berprotein tinggi sebagai pengganti biji-bijian. Pola peternakan dengan pakan yang bertumpu pada biji-bijian sebagai sumber protein terbukti tidak berkelanjutan karena harga bijian yang meningkat mahal sebagai akibat kenaikan permintaan sebagai bahan baku biofuel. Dibandingkan dengan rumput unggul, rumput lapangan memberikan kontribusi yang paling kecil dalam mencukupi kebutuhan hijauan pakan ternak ruminansia. Tanaman kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan kira-kira 20-22 tandan/tahun dan semakin tua produktivitasnya menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Pada tahun pertama tanaman kelapa sawit berbuah atau pada tanaman yang sehat berat tandannya berkisar antara 3-6 kg. Tanaman semakin tua, berat tandan pun bertambah yaitu antara 25-35 kg/tandan. Mulai dari penyerbukan sampai buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5-6 bulan (Hanafi, 2005).

  Deskripsi Tanaman Rumput dan Legum Centrosema pubescens

  Deskripsi legum Centrosema pubescens merayap memanjat berbunga kupu-kupu besar berwarna ungu muda kemerah-merahan. Polongannya berwarna coklat panjangnya 15 cm dan mengandung 20 biji bewarna hitam berbintik-bintik, tiap kg berat biji mengandung 40.000 butir. Modus reproduksinya adalah menyerbuk sendiri. Kekerasan kulit biji karena variasi genetik telah banyak diketahui (Humpreys, 1979). Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Persyaratan tanah bagi legum ini tidak spesifik namun inokulasi rhizobium sering menguntungkan. Berbunganya tanaman dipengaruhi sangat baik dengan adanya panjang siang hari yang singkat dan photoperiode yang kritik sedikit kurang dari 12 jam (Reksohadiprodjo, 1985).

  Centrosema pubescens dibudidayakan di daerah tropis-lembab dengan

  ketinggian hingga 600-900 m. Tumbuhan ini memerlukan curah hujan tahunan sebesar 1500 mm atau lebih, namun juga toleran terhadap curah hujan yang lebih rendah. Sentro dapat tumbuh pada ladang-ladang rumput di Afrika hanya memiliki curah hujan sebesar 800 mm. Jenis ini tetap dapat tumbuh ketika tempat tumbuhnya tergenang air dan akan bertahan di musim kering yang berlangsung sekitar 3 – 4 bulan, namun tidak untuk masa kekeringan yang lebih panjang.

  Sentro tidak dapat tumbuh pada daerah bersuhu rendah. Pertumbuhannya akan menurun ketika suhu turun di bawah 20°C dan pertumbuhannya akan menjadi buruk bila suhu turun di bawah 15°C. Sentro merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang toleran terhadap naungan dan dapat tetap tumbuh di bawah naungan sebesar 80%. Tumbuhan ini akan tumbuh pada beragam tipe tanah, yaitu dari tanah pasir berhumus hingga tanah liat. Pertumbuhan optimum dapat tercapai bila ditanam pada tanah dengan keasaman relatif, kecukupan aluminium dapat larut yang kurang dari 0.2 meq per 100 g tanah. Kisaran pH yang dapat ditoleransi adalah 4.5—8.0, namun kisaran pH optimum yang dapat mendukung pertumbuhan nodul adalah 5.5-6.0. Meskipun sentro cukup toleran pada kadar Mn di tanah yang tinggi, namun ada keterkaitan antara keracunan Mn dengan tingkat pH rendah pada tanah-tanah asam, maka hal ini dapat diperbaiki dengan memperhatikan batasan kadar Mn dan pH tanah. Sentro dapat tumbuh dengan baik bersama-sama spesies tumbuhan lain di padang-padang rumput atau sebagai penutup tanah pada areal tanaman-tanaman pertanian. Pada daerah tropis lembab, tanaman polong-polongan yang dipilih untuk ditanam baik di tanah-tanah subur maupun kurang subur telah memanfaatkan jasa sentro. Tanah yang kekurangan mineral dapat dipulihkan dengan menginokulasikan benih-benih dengan

  

Bradyrhizobium , dan sentro akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang

  baik untuk tumbuh di semua tipe tanah, karena tanah akan banyak mengandung Nitrogen (http://www.proseanet.org, 2012).

  Calopogonium mucunoides Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan. Bersifat

  perennial, merambat, membelit dan hidup di daerah-daerah yang tinggi kelembaban udaranya. Daun-daun terbentuk dengan lebat dalam waktu 5 bulan.

  Calopo ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, kopi, karet dan pada tanah yang baru dibuka. Calopo dipergunakan juga untuk memberantas weed atau tanaman liar lain (Reksohadiprodjo, 1981).

  Calopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 m,

  tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 m. Kacang ini cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm.

  Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun dengan pH rendah antara 4.5-5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat calopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi.

  Kalopogonium tidak dapat beradaptasi dengan adanya naungan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan pertumbuhan pucuk, akar dan pembentukan bintil akar dengan turunnya intensitas cahaya. Hal ini mungkin disebabkan karena daun-daun calopogonium tidak memiliki plastisitas di bawah keteduhan dibandingkan dengan lain tanaman-tanaman yang toleran terhadap keteduhan seperti

Centrosema pubescens dan Desmodium heterocarpon subsp. heterocarpon var.

ovalifolium. Di bawah intensitas cahaya rendah (< 20%) daun calopogonium akan mengurangi ukurannya sekitar 70% dibandingkan dengan daun yang berada dalam cahaya matahari penuh (http://www.proseanet.org, 2012).

  Pueraria javanica

  Pueraria javanica berasal dari India Timur yang kini telah tersebar di negara-negara tropik. Preuraria termasuk tanaman jenis leguminose berumur panjang, yang berasal dari daerah sub-tropis, tetapi bisa hidup di daerah tropik dengan kelembaban yang tinggi. Tanaman ini tumbuh menjalar dan memanjat (membelit), bisa membentuk hamparan setinggi 60-75 cm. Pueraria memiliki sistem perakaran yang dalam (1-6 m), masuk ke dalam tanah dan luas. Maka saat musim kemarau ia masih bisa bertahan, hanya meranggas daunnya, tetapi di musim penghujan daun-daun tersebut akan tumbuh menghijau kembali. Pueraria berdaun lebar, bulat dan meruncing di bagian ujungnya dan lebat. Daun-daunnya yang masih muda tertutup bulu yang berwarna coklat, sedangkan bunganya berwarna ungu kebiruan. Karena tanaman ini daun-daunnya sangat lebar dan lebat maka sangat baik dipergunakan sebagai penutup tanah, disamping sebagai bahan pakan ternak yang disenangi oleh hewan. Tanaman ini tahan ditanam di tempat yang agak teduh (AAK, 1985).

  Calopogonium caeruleum

  Terjadi secara alami di seluruh Amerika tropis, dari Meksiko dan kepulauan Karibia di utara, ke utara Argentina di selatan. Produktivitas relatif konstan pada transmisi cahaya 60-100%. Akan tumbuh secara produktif di perkebunan kelapa matang (60-70% PAR), dan toleran terhadap naungan berat.

  Palatabilitasnya kurang disukai ternak dan lebih banyak mendominasi padang penggembalaan jika tidak dikendalikan. Produktivitas relatif konstan pada transmisi cahaya 60-100%.

  Brachiaria humidicola

  Tanaman rumput tahunan yang mempunnyai banyadan rizoma dan membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma. Dapat digunakan sebagaidan untuk menekan nematoda pada sistem tanaman pangan. Tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak suburtinggi. Kebutuhan Ca rendah. Tahan terhadap tanah berpengairan buruk dan sering ditemukan pada tanah liat basah musiman. Tumbuh terbaik pada sinar matahari penuh tetapi daya tahan naungan sedang (misalnya dibawah perkebunan kelapa yang sudah tua). Kurang tahan naungan dibanding

  Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh terna k sehingga tidak disukai terna012).

  Stenotaphrum secundatum Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum “Buffallo grass”

  (Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam famili Gramineae dengan sub famili Panicoideae. Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah.

  Tanaman ini sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap penggembalaan berat. Stenotaphrum secundatum merupakan salah satu spesies tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis rumput ini menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada lahan naungan dibanding alam terbuka (tanpa naungan). Rumput ini memiliki palatabilitas yang tinggi saat masih muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil.

  Terdapat kandungan oksalat sejumlah ± 1% namun tidak menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya karena konsentrasinya belum tinggi (Konsorsium Bioteknologi Indonesia, 2012).

  Pengaruh Naungan terhadap Vegetasi

  Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau meningkat pada naungan sedang. Tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan naungan (Ludlow, 1978).

  Intensitas cahaya optimal selama periode tumbuh penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada tanaman tertentu jika menerima cahaya yang berlebihan maka akan berpengaruh terhadap pembentukan buah atau umbi. Sebaliknya berkurangnya radiasi sebagai akibat keawanan atau ternaungi akan mengurangi laju pembentukan buah dan umbi, dan menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlebihan (Bahrudin, 2004).

  Pemberian naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya matahari yang tiba di permukaan dapat juga mempengaruhi iklim mikro tanaman.

  Naungan dapat memepengaruhi beberapa faktor lingkungan antara lain temperatur, kelengasan tanah, pergerakan udara menurunkan suhu tanah dan tanaman pada waktu siang, menaikkan suhu udara pada waktu malam, perlindungan dari limpasan hujan, pemindahan uap air dan CO

  2 dan menaikkan kelembaban relatif (Stiger, 1984).

  Peningkatan luas daun merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap naungan untuk memperoleh cahaya lebih tinggi atau optimalisasi penerimaan cahaya oleh tanaman. Naungan dapat meningkatkan proporsi daun dan menyebabkan luas daun lebih tersebar ke seluruh kanopi. Tanaman pada perlakuan naungan berusaha mendapatkan arah datangnya cahaya. Peningkatan tinggi tanaman merupakan salah satu bentuk adaptasi untuk memperoleh cahaya. Daun yang ternaungi mengabsorbsi sedikit saja pada infra merah sehingga menyebabkan perubahan karakteristik fitokrom dan tanaman jadi lebih tinggi.

  Tanaman pada perlakuan naungan mengalami proses etiolasi sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi, begitu juga dengan luas daun dengan bertambahnya taraf naungan (Haris, 1999).

  Naungan dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas hijaun, untuk dapat dilihat Gambar 1.

  Naungan Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan Menurunkan

Dinding sel Daun : Batang Tannin Soluble

Carbohydrate Lignin, Silika Protein, Mineral Toxin

Menurunkan Meningkatkan Menurunkan

  Kecernaan Palatabilitas Intake

  Gambar 1. Dampak positif dan negatif terhadap hijauan pakan (Norton 1989).

  Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat menyesuaikan diri pada kondisi ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan menghindari penurunan aktivitas enzim.

  Meningkatkan efisiensi penangkapan cahaya Meningkatkan area Meningkatkan penangkapan cahaya per penangkapan cahaya area unit fotosintetik Meningkatkan Penghindaran

  Penghindaran Penghindaran proporsi Refleksi transmisi absorpsi

  Hilangnya kutikula,lilin dan Hilangnya pigmen non rambut pada Permukaan kloroplas daun (ex.Antosianin) Meningkatnya kandungan Meningkatnya kandungan Pigmen kloroplas per kloroplas

  Kloroplas dalam sel Meningkatnya kandungan per sel epidermis mesofil

  Gambar 2. Adaptasi tanaman yang menghindar terhadap kekurangan cahaya (Levitt 1980).

  Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Samarakoon, 1990).

  Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat, sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan pertumbuhan akar dan penyerapan nitrat. Spesies pastura tropis yang ditanam di bawah intensitas cahaya yang berbeda dapat menunjukkan perubahan morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk atau akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya. Perubahan ini akibat dari kompatabilitas rumput bila ditanam pada lingkungan ternaungi (Sophanodora, 1991).

  Wrigley (1982) menyatakan bahwa ada keuntungan dan kerugian pada tanaman yang tumbuh dengan kondisi ternaungi yaitu:

  • Tanaman yang menaungi berperan sebagai pemecah angin, dimana angin dengan hembusan panas dapat menyebabkan transpirasi dan berbahaya bagi tanaman
  • Fluktuasi suhu udara (iklim mikro) pada tanaman rendah
  • Kisaran suhu daun dan tanah rendah dibawah tanah penaung
  • Kelembaban relatif tinggi

  • Kelembaban permukaan rendah dan sangat penting bagi tanaman pada saat musim kering
  • Tanaman penaung mengurangi dampak buruk dari air hujan
  • Tanaman penaung dapat menghasilkan bahan organik • Akar tanaman penaung dapat membuat pori-pori pada subsoil.
  • Tanaman penaung akan mengurangi intensitas matahari, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman yang memerlukan intensitas sinar penuh
  • Tanaman penaung berkompetisi hara, air saat musim kering, dan oksigen dengan tanaman yang ditanam dibawahnya
  • Jatuhnya ranting tanaman penaung dapat menyebabkan kerusakan serius bagi tanaman yang ditanami dibawahnya.

  25

  19

  28

  31

  Arachis sp. CPI 29986

  3 Calopogonium muconoides

  25

  25

  8 Calopogonium caeruleum

  17

  42

  33 Centrosema pubescens

  92

  92

  8 Stylosanthes guianensis CIAT 184

  28

  Tabel 1. Hasil bahan kering (g/m

  5 Pueraria phaseloides

  19

  18

  59 Stenotaphrum secundatum

  22 Brachiaria humidicola 83 133

  44

  50

  56

  28

  31

  Paspalum notatum CPI 11864 Paspalum notatum cv. Competidor

  Panen 3 dan 4 (LT 30%) Panen 5 dan 6 (LT 19%)

  /bulan) dari beberapa transmisi cahaya dari tanaman rumput–leguminosa Tanaman Panen 1 dan 2 (LT 53%)

  2

  14 Keterangan : LT (light transmission) atau Transmisi cahaya. Sumber : Ng (1990)

  Pengaruh Pupuk terhadap Vegetasi

  Pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambah kedalam tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pemupukan adalah metode atau cara-cara pemberian pupuk atau aplikasi pupuk ke dalam tanah atau ke tanaman melalui daun atau bagian tanaman lainnya (Damanik, 2011)

  Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambah ke tanah atau tanjuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Sementara pemupukan yang efektif adalah pemupukan yang berfungsi menambahkan unsur hara yang tersedia dalam jumlah sedikit di dalam tanah. Dampak pemupukan akan terlihat pada pertumbuhan tanaman yang optimal dan keuntungan usaha tani yang naik dan signifikan. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu. Saat ini dikenal 16 macam unsur yang diserap oleh tanaman untuk menunjang kehidupannya. Tiga dihadapannya diserap udara, yakni karbon (C), oksigen (O), dan hidrogen (H). Sementara itu, 13 unsur mineral lain diserap tanaman dari dalam tanah, yakni nitrogen (N), Phosphor (P), kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), sulfur (S), besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo) dan khlor (Cl). Ketiga belas unsur tersebut sering disebut dengan unsur hara. Saat ini unsur hara dapat disediakan oleh berbagai macam pupuk yang tersedia di pasaran (Novizan, 2005).

  Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk berarti menambah unsur hara kedalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Dari segi unsur yang dikandung, ada dua golongan pupuk, yaitu pupuk makro dan pupuk mikro. Secara umum pupuk hanya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan asalnya, yaitu: 1) pupuk anorganik seperti urea (pupuk N), TSP atau SP-36 (pupuk P), KCl (pupuk K), 2) pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos, humus, dan pupuk hijau. Sedangkan berdasarkan banyak tidaknya unsur hara yang dikandung, pupuk ada tiga kelompok: 1) pupuk tunggal ialah pupuk yang mengandung satu jenis unsur, mineral urea, 2) pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung lebih satu jenis unsur, misalnya NPK, beberapa jenis pupuk daun, dan kompos, 3) pupuk lengkap ialah pupuk yang mengandung unsur secara lengkap (keseluruhan), baik unsur makro maupun mikro. Dalam pemupukan ada tiga hal yang harus dipahami bila ingin benar-benar menguasai liku-liku memupuk, yaitu kondisi tanah, jenis dan kondisi tanaman, dan komposisi pupuk (Lingga dan Marsono, 2004).

  Pupuk nitrogen tergolong cukup banyak ragamnya, umumnya yang tersedia di pasaran dan banyak digunakan petani adalah urea dan ZA (Zwavelzure amoniak). Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa nitrogen pertumbuhan nitrogen akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen (Whitehead, 2000).

  Pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah, terutaman tanaman merambat, dimana tanaman merambat tersebut dapat menurunkan erosi, mengurangi gulma dan mengurangi evaporasi tanah dan kelembaban. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N (Kirychuck, 2002).

  Kapasitas Tampung Ternak

  Kemampuan berbagai padanga rumput dalam menampung ternak berbeda- beda karena adanya perbedaan dalam hal produktivitas tanah, curah hujan dan penyebarannya serta topografi. Oleh karena itu padang rumput sebaiknya digunakan menurut kemampuannya masing-masing. Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan pakan hijauan untuk ternak (Paat, 2010).

  Taksiran daya tampung menurut Hall (1964) didasarkan pada jumlah hijauan tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan defoliasi, aspek lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum penting artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang rumput bersangkutan.

  Othman (1989) menunjukkan bahwa terjadi penurunan komposisi legum dari umur 1-6 tahun yaitu terjadi penurunan 10% pada legum dan rumput terjadi peningkatan total bahan kering lebih dari 60%. Lebih dari 60 spesies hinjauan telah dikontribusikan secara efektif dibawah pengelolaan yang normal pada perkebunan kelapa sawit dan 70% disukai ternak.

  Mengestimasi produksi pastura dan banyaknya hewan yang dapat dilepas merupakan salah satu prasyarat penggunaan dari suatu pastura. Keseimbangan akan keduanya diperlukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi rumput, metode pemberian, umur hewan dan lain sebagainya, mempengaruhi kapasitas tampung. Luas pastura juga dapat mempengaruhi kapasitas tampung, hal ini disebabkan karena hewan akan lebih banyak bergerak (misalnya berjalan) di pastura yang lebih luas selanjutnya mempengaruhi tingkat konsumsi dan kapasitas tampung (Parakkasi, 1999).