Produktivitas Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan

(1)

PRODUKTIVITAS PASTURA CAMPURAN PADA BERBAGAI

TINGKAT NAUNGAN DAN LEVEL PEMUPUKAN

SKRIPSI

Oleh :

MARADONA BARUTU 080306054

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(2)

PRODUKTIVITAS PASTURA CAMPURAN PADA BERBAGAI

TINGKAT NAUNGAN DAN LEVEL PEMUPUKAN

SKRIPSI

Oleh :

MARADONA BARUTU 080306054/PETERNAKAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2013


(3)

Judul : Produktivitas Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan

Nama : Maradona Barutu

NIM : 080306054

Departemen : Peternakan Program Studi : Peternakan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt. MSi Usman Budi, SPt, MSi Ketua Anggota

Mengetahui,

Dr. Ir. Ma’ruf Tafsin, MSi Ketua Program Studi Peternakan


(4)

ABSTRAK

MARADONA BARUTU, 2013: Produktivitas Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan. Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI dan USMAN BUDI.

Penelitian ini merupakan langkah untuk mengatasi masalah lahan yang sempit yaitu dengan cara meningkatkan produktivitas hijauan yang lebih berkualitas dengan pengaruh unsur hara pada tanaman dan pengaturan sinar matahari langsung ke tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons pastura campuran pada berbagai tingkat naungan dan pemupukan terhadap produksi hijauan (bahan kering), kandungan nutrisi, komposisi botani, dan kapasitas tampung. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (Split-split Plot), dimana sebagai petak utama adalah naungan (tanpa naungan, naungan dengan kerapatan 1,7mm dan naungan dengan kerapatan 0,2mm), anak petak adalah level pemupukan (T0 : tanpa pemupukan, dan T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar), dan anak-anak petak yaitu pastura yang terdiri dari (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides dan P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan kering dan kapasitas tampung pastura tidak berpengaruh berbeda nyata pada tingkat naungan dan level pemupukan. Hasil bahan kering paling tinggi terdapat pada N2T1P1 yaitu sebesar 17.065,60kg/ha/tahun. Sedangkan pada kandungan protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar berpengaruh berbeda nyata. Kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar masing-masing paling tinggi terdapat pada perlakuan N2T1P1, N0T0P2, N2T1P1 yaitu 19,51%, 42,49%, dan 4,07%. Rataan kapasitas tampung yang paling tinggi terdapat pada N2T1P1 yaitu 3,82ST/Ha/Tahun. Dapat disimpulkan bahwa hijauan yang baik dapat dikembangkan adalah Brachiaria humidicola.

Kata kunci: Produktivitas Pastura, Pastura Campuran, Naungan, Pemupukan, Kapasitas Tampung Ternak, Komposisi botani


(5)

ABSTRACK

MARADONA BARUTU, 2013: Productivity Pasture Mixture at Different Levels of Shade and Levels of Fertilization. Supervised by NEVY DIANA HANAFI and USMAN BUDI.

The research is a step to address the narrow land productivity by fostering higher quality forage to the influence of nutrients on the plants and the sun setting directly into the plant. The purpose of this study was to determine the response of pasture mixtures at various levels of shade and fertilization on forage production (dry matter), nutrition, botanical composition, and capacities. The method used is the design of plots divided (Split-split plot), where the main plot is the shade (without shade, shade by shade density of 1.7 mm and 0.2 mm density), is the subplot level of fertilization (T0: without fertilization, and T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hectare), and the kids are pasture plots consisting of (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides and P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).

The results showed that the dry matter and a capacity of pastures are not significantly different effect on the level of shade and fertilizer levels. Highest dry matter results found in N2T1P1 is equal 17065.60 kg / ha / year. While the content of crude protein, crude fiber, and crude fat were significantly different effect. The content of crude protein, crude fiber, crude fat each treatment is highest in N2T1P1, N0T0P2, N2T1P1 ie 19.51%, 42.49%, and 4.07%. The average of the highest capacities on N2T1P1 which contained 3.82 ST / ha / year. It can be concluded that forage can be developed is Brachiaria humidicola.

Keywords: Productivity Pastures, Pasture Mixture, Shade, Fertilizer, Livestock Retention capacity, botanical composition


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Produktivitas Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan”

Pada kesempatatan ini penulis menghantarkan pernyataan terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, S.Pt, M.Si dan bapak Usman Budi, S.Pt, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan dan arahan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul, melakukan penelitian sampai pada ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di program studi Peternakan Departemen Peternakan, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebut satupun disini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna untuk kita semua.


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pusuk 1 Kec. Parlilitan Kabupaten Humbang Hasundutan, pada tanggal 26 Februari 1989 dari ayah Rusman Barutu dan Ibu Rusmiati Siringo-ringo. Penulis merupakan putra ke tiga dari empat bersaudara.

Tahun 2008 penulis lulus dari SMU Methodist 1, Medan. Pada tahun yang sama masuk Fakultas Pertanian melalui ujian tertulis SMPTN. Penulis memilih program studi Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulisan aktif sebagai Anggota Himpunan Mahasiswa Peternakan, dan juga aktif dalam Organisasi IMAKRIP.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Kec. Parlilitan, Kec.Lintong Nihuta, dan Kec. Palipi pada bulan Juni- Juli 2011.


(8)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Potensi Padang Penggembalaan ... 4

Potensi Sumber Daya Lahan Perkebunan Kelapa Sawit ... 5

Deskripsi Tanaman Rumput dan Legum ... 6

Pengaruh Naungan Terhadap Vegetasi ... 12

Pengaruh Pupuk Terhadap Vegetasi ... 17

Kapasitas Tampung Ternak ... 20

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat ... 22

Bahan dan Alat ... 22

Metode Penelitian ... 23

Prosedur Pelaksanaan ... 25

Pengolahan Lahan ... 25

Persiapan Bahan tanam Rumput dan Leguiminosa ... 25

Pembuatan Naungan ... 25

Penanaman ... 25


(9)

Pengambilan Data Pengamatan ... 26

Paremeter Penelitian ... 26

Produksi Bahan Kering ... 26

Produksi Nutrien Pastura ... 26

Komposisi Botani ... 26

Daya Tampung ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan Kering ... 28

Kandungan Nutrisi ... 30

Protein Kasar ... 31

Serat Kasar ... 36

Lemak Kasar ... 41

Komposisi Botani ... 46

Kapasitas Tampung ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59 lAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Hasil bahan kering (g/m2/bulan) dari beberapa transmisi cahaya dari

tanaman rumput–leguminosa ... 17

2.Rataan produksi bahan kering selama penelitian (g/petak) ... 28

3. Rataan pengaruh pemupukan terhadap produksi bahan kering (g/petak) ... 28

4. Rataan protein kasar pada analisa kandungan nutrisi (%/petak) ... 31

5. Rataan pengaruh pemupukan terhadap kandungan protein (%/petak) ... 31

6. Rataan serat kasar pada analisa kandungan nutrisi (%/petak) ... 36

7. Rataan pengaruh pemupukan terhadap kandungan serat kasar (%/petak) ... 37

8. Rataan kandungan lemak kasar selama penelitian (%/petak) ... 42

9. Rataan pengaruh pemupukan terhadap kandungan lemak kasar (%/petak) ... 42

10. Rataan kapasitas tampung selama penelitian (ST/ha/tahun) ... 54


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal

1. Dampak positif dan negatif terhadap hijauan pakan pakan ... 14

2. Adaptasi tanaman yang menghindar terhadap kekurangan cahaya ... 15

3. Grafik rataan protein kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pemupukan ... 33

4. Grafik rataan protein kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pastura ... 34

5. Grafik rataan protein kasar pada pengaruh interaksi pemupukan dan pastura ... 35

6. Diagaram batang rataan protein kasar pada pengaruh interaksi naungan, pemupukan dan pastura ... 36

7. Grafik rataan serat kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pemupukan ... 38

8. Grafik rataan serat kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pastura ... 39

9. Grafik rataan serat kasar pada pengaruh interaksi pemupukan dan pastura ... 40

10. Diagaram batang rataan serat kasar pada pengaruh interaksi naungan, pemupukan dan pastura ... 41

11. Grafik rataan lemak kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pemupukan ... 43

12. Grafik rataan lemak kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pastura ... 44

13. Grafik rataan lemak kasar pada pengaruh interaksi pemupukan dan pastura ... 45

14. Diagaram batang rataan lemak kasar pada pengaruh interaksi naungan, pemupukan dan pastura ... 46

15. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T0 ... 47

16. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T1 ... 47

17. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T0 ... 48

18. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T1 ... 49


(12)

20. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T1 ... 50 21. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P3 pada pemupukan T0 ... 51 22. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P3 pada pemupukan T1 ... 52


(13)

ABSTRAK

MARADONA BARUTU, 2013: Produktivitas Pastura Campuran pada Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan. Dibimbing oleh NEVY DIANA HANAFI dan USMAN BUDI.

Penelitian ini merupakan langkah untuk mengatasi masalah lahan yang sempit yaitu dengan cara meningkatkan produktivitas hijauan yang lebih berkualitas dengan pengaruh unsur hara pada tanaman dan pengaturan sinar matahari langsung ke tanaman. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui respons pastura campuran pada berbagai tingkat naungan dan pemupukan terhadap produksi hijauan (bahan kering), kandungan nutrisi, komposisi botani, dan kapasitas tampung. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (Split-split Plot), dimana sebagai petak utama adalah naungan (tanpa naungan, naungan dengan kerapatan 1,7mm dan naungan dengan kerapatan 0,2mm), anak petak adalah level pemupukan (T0 : tanpa pemupukan, dan T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar), dan anak-anak petak yaitu pastura yang terdiri dari (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides dan P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan kering dan kapasitas tampung pastura tidak berpengaruh berbeda nyata pada tingkat naungan dan level pemupukan. Hasil bahan kering paling tinggi terdapat pada N2T1P1 yaitu sebesar 17.065,60kg/ha/tahun. Sedangkan pada kandungan protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar berpengaruh berbeda nyata. Kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar masing-masing paling tinggi terdapat pada perlakuan N2T1P1, N0T0P2, N2T1P1 yaitu 19,51%, 42,49%, dan 4,07%. Rataan kapasitas tampung yang paling tinggi terdapat pada N2T1P1 yaitu 3,82ST/Ha/Tahun. Dapat disimpulkan bahwa hijauan yang baik dapat dikembangkan adalah Brachiaria humidicola.

Kata kunci: Produktivitas Pastura, Pastura Campuran, Naungan, Pemupukan, Kapasitas Tampung Ternak, Komposisi botani


(14)

ABSTRACK

MARADONA BARUTU, 2013: Productivity Pasture Mixture at Different Levels of Shade and Levels of Fertilization. Supervised by NEVY DIANA HANAFI and USMAN BUDI.

The research is a step to address the narrow land productivity by fostering higher quality forage to the influence of nutrients on the plants and the sun setting directly into the plant. The purpose of this study was to determine the response of pasture mixtures at various levels of shade and fertilization on forage production (dry matter), nutrition, botanical composition, and capacities. The method used is the design of plots divided (Split-split plot), where the main plot is the shade (without shade, shade by shade density of 1.7 mm and 0.2 mm density), is the subplot level of fertilization (T0: without fertilization, and T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hectare), and the kids are pasture plots consisting of (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides and P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).

The results showed that the dry matter and a capacity of pastures are not significantly different effect on the level of shade and fertilizer levels. Highest dry matter results found in N2T1P1 is equal 17065.60 kg / ha / year. While the content of crude protein, crude fiber, and crude fat were significantly different effect. The content of crude protein, crude fiber, crude fat each treatment is highest in N2T1P1, N0T0P2, N2T1P1 ie 19.51%, 42.49%, and 4.07%. The average of the highest capacities on N2T1P1 which contained 3.82 ST / ha / year. It can be concluded that forage can be developed is Brachiaria humidicola.

Keywords: Productivity Pastures, Pasture Mixture, Shade, Fertilizer, Livestock Retention capacity, botanical composition


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Untuk itu perlu ada cara untuk menghasilkan pakan yang melimpah dan mempunyai nutrisi yang baik. Terlebih di Indonesia juga merupakan suatu negara yang banyak memelihara ternak ruminansia dan non ruminansia herbivora seperti sapi, kerbau, kambing, domba dan kuda yang perlu diperhatikan pakannya.

Umumnya tanaman pakan didaerah tropis seperti di Indonesia, mempunyai tingkat produksi tanaman hijauan/pastura yang rendah, begitu pula nilai nutriennya. Salah satu penyebabnya adalah karena ditanam/tumbuh pada tanah-tanah yang kurang subur. Konsekuensinya adalah ternak yang merumput pada pastura tersebut memperlihatkan efisiensi produksi dan reproduksi yang rendah, angka kematian yang tinggi dan laju pertumbuhan yang rendah. Peningkatan produksi ternak melalui perbaikan penyediaan hijauan dapat diharapkan dengan jalan pemupukan, penggunaan jenis hijauan introduksi dan mengintegrasikan peternakan kedalam sistem pengolahan tanaman pangan/perkebunan.

Ketersediaan lahan yang dapat digunakan untuk pengembangan hijauan pakan ternak secara ekstensif kian berkurang seiring dengan bertambahnya populasi penduduk. Kenyataan diabaikannya penyediaan lahan untuk peternakan memang tidak dapat dipungkiri lagi. Sementara itu kebutuhan ternak ruminansia akan ketersediaan hijauan juga meningkat untuk pemenuhan masyarakat akan pangan. Luasnya areal perkebunan sawit di Indonesia memungkinkan untuk memanfaatkan lahan selanya untuk pengembangan budidaya rumput sebagai


(16)

hijauan pakan ternak (integrasi). Namun kenyataan pengembangan secara terintegrasi ini menghadapi kendala. Kebanyakan rumput tropis kecuali yang tahan naungan meskipun kebutuhan nutrien dan airnya terpenuhi, produksi akan rendah apabila tumbuh pada tempat ternaungi dibandingkan dengan yang mendapatkan penyinaran penuh (Wilson, 1982 ).

Hal yang perlu diperhatikan dalam pastura campuran pada areal perkebunan adalah toleransi tanaman terhadap naungan. Sistem integrasi tanaman ternak pada ekosistem perkebunan kelapa sawit membutuhkan jenis hijauan pakan ternak yang relatif toleran terhadap naungan agar daya tampung lahan meningkat. Salah satu upaya yang dapat ditempuh dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan dalam mendukung ketersediaan hijauan pakan adalah dengan mengembangkan tanaman pakan ternak toleran naungan untuk diintroduksikan di lahan perkebunan yang selama ini belum banyak dimanfaatkan seperti diperkebunan kelapa, kelapa sawit, dan karet.

Naungan adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengurangi atau menghambat panas atau sinar matahari yang langsung ke tanaman. Untuk meningkatkan kelembaban suhu atau mengurangi penguapan disekitar tanaman oleh sinar matahari maka perlu adanya penauangan.

Pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambah kedalam tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sementara itu, pemupukan adalah metode atau cara-cara pemberian pupuk atau aplikasi pupuk ke dalam tanah atau ke tanaman melalui daun atau bagian tanaman lainnya (Damanik, 2011).


(17)

Pertanaman campuran rumput dan leguminosa merupakan salah satu upaya penyediaan hijauan pakan yang berkualitas dan kontinyu untuk menopang produktivitas ternak ruminansia. Rumput yang mempunyai sifat tumbuh merayap dan mempunyai laju pertumbuhan sejalan dengan leguminosa merupakan pasangan yang tepat untuk pertanaman campuran yang digembalai oleh ternak. Hal yang harus diperhatikan dari pertanaman campuran rumput-leguminosa adalah toleransi atau tidaknya tanaman tersebut pada naungan.

Berdasarkan uraian di atas dalam upaya meningkatkan produktivitas hijauan yang lebih berkualitas dengan meningkatkan penyerapan unsur hara tanaman dan pengaturan sinar matahari yang langsung ke tanaman, maka perlu dilakukan penelitian mengenai “produktivitas pastura pada berbagai tingkat naungan, pemupukan, dan pastura campuran”.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh berbagai tingkat naungan, pemupukan, dan pastura campuran terhadap produktivitas pastura (bahan kering, kandungan nutrisi, komposisi botani, dan kapasitas tamping).

Kegunaan Penelitian

1. Bahan imformasi bagi peternak dalam untuk mengetahui produktivitas pastura pada tingkat naungan, pemupukan dan pastura campuran, yang nantinya dapat diaplikasikan pada lahan perkebunan kelapa sawit.


(18)

2. Bahan perbandingan data bagi peneliti lain yang memerlukannya dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hipotesis Penelitian

1. Interaksi naungan, pemupukan, dan pastura campuran berpengaruh terhadap bahan kering pastura campuran.

2. Interaksi naungan, pemupukan, dan pastura campuran berpengaruh terhadap kandungan nutrisi pastura campuran.

3. Interaksi naungan, pemupukan, dan pastura campuran berpengaruh terhadap komposisi botani pastura campuran.

4. Interaksi naungan, pemupukan, dan pastura campuran berpengaruh terhadap kapasitas tampung pastura campuran.


(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Padang Penggembalaan

Padang penggembalaan merupakan tempat menggembalakan ternak untuk memenuhi kebutuhan pakan dimana pada lokasi ini telah ditanami rumput unggul dan atau legum dengan jenis rumput/ legum yang tahan terhadap injakan ternak Faktor – faktor yang memepengaruhi padang pengembalaan antara lain: 1). Air. Air berfungsi untuk fotosintesis, penguapan, pelarut zat hara dari atas ke daun; 2). Intensitas sinar mata hari. Peningkatan pertumbuhan tanaman sejalan dengan peningkatan intensitas cahaya. Jumlah energi matahari yang diterima seawal mungkin pada saat munculnya sampai periode pemasakan adalah penting untuk akumulasi berat kering selama periode tersebut; 3). Kompetisi zat – zat makanan. Kompetisi terjadi antara “Companion Crop” dengan tanaman utama; 4). Kekompakan tanah. Pastura yang digembala dengan stocking rate yang tinggi (8 sampai 10 ekor/ha) akan menyebabkan tanah menjadi kompak, padat dan berakibat mengurangi aerasi akar dan daya tembus air; 5). Pengambilan zat – zat makanan. Makin sering pastura dipotong makin sedikit daun yang gugur yang menambah humus dan pada waktu yang sama, makin banyak zat-zat makanan yang hilang; 6).Berkurangnya Produksi. Pastura yang terlalu tinggi menyebabkan sulit untuk mengumpulkan biji atau buah yang dipetik yang berjatuhan ke tanah (Anonimus, 2009)

Padang penggembalaan dapat diklasifikasikan menjadi empat golongan utama, yaitu : padang penggembalaan alam, padang penggembalaan permanen yang sudah diperbaiki, padang penggembalaan buatan (Temporer), dan padang


(20)

penggembalaan dengan Irigasi. Padang penggembalaan dapat terdiri atas rumput-rumputan, kacang-kacangan atau campuran keduanya (McIlroy, 1976).

Padang penggembalaan yang bersifat terbuka untuk semua penggembalaan berupaya untuk memelihara dan membawa ternaknya sebanyak mungkin ke padang penggembalaan, hingga menghasilkan persoalan yaitu jumlah ternak lebih besar dari daya tampung padang penggembalaan yang berdampak pasokan dimana produktivitas rumput padang penggembalaan menjadi berkurang dan rusak (Tjitradjaja, 2008).

Potensi Sumber Daya Lahan Perkebunan Kelapa Sawit

Lahan perkebunan kelapa sawit sangat cocok untuk usaha ternak ruminansia karena mampu menyediakan pakan dalam jumlah yang cukup. Pelepah daun kelapa sawit yang secara periodik dipangkas dapat dijadikan pakan ternak. Selain itu rumput yang tumbuh diantara pokok tanaman juga cukup melimpah sehingga mampu mendukung usaha ternak sebanyak 2 ekor/ha secara berkelanjutan. Hasil penelitian di Kalimantan Selatan menunjukkan bahwa bahan hijauan yang dihasilkan dari lahan perkebunan mencapai 6,25 ton bahan kering/ha/tahun dan mampu mendukung 1-3 ekor sapi/ha untuk di gembalakan (Suryana dan Sabrani, 2005).

Setiap agroekosistem memiliki daya dukung terhadap ternak yang berbeda-beda. Hal ini sangat berkaitan dengan kemampuan lahan pertanian menyediakan pakan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas bagi ternak. Jika kawasan perkebunan dalam kondisi TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) dikelola dengan pola tumpang sari, maka produk yang dihasilkan sangat


(21)

bergantung pada tanaman sela yang dibudidayakan. Kondisi ini mengindikasikan bahwa ketersediaan pakan hijauan berupa vegetasi alam atau produk samping tanaman sela yang dapat tumbuh di kawasan kelapa sawit sangat terbatas dan tidak cukup untuk mendukung penyediaan pakan hijauan yang berkelanjutan (Mathius, 2009).

Ketersediaan pakan yang cukup dan berkualitas menjadi hal yang penting dalam mendukung program swasembada daging. Rendahnya pertambahan berat badan ternak disebabkan rendahnya kandungan protein rumput yang tersedia. Semakin terbatasnya lahan penggembalaan dan penanaman hijauan untuk peternakan juga menjadi salah satu kendala yang harus diatasi. Lahan diperlukan untuk penyediaan hijauan bahan berprotein tinggi sebagai pengganti biji-bijian. Pola peternakan dengan pakan yang bertumpu pada biji-bijian sebagai sumber protein terbukti tidak berkelanjutan karena harga bijian yang meningkat mahal sebagai akibat kenaikan permintaan sebagai bahan baku biofuel. Dibandingkan dengan rumput unggul, rumput lapangan memberikan kontribusi yang paling kecil dalam mencukupi kebutuhan hijauan pakan ternak ruminansia. Tanaman kelapa sawit normal yang telah berbuah akan menghasilkan kira-kira 20-22 tandan/tahun dan semakin tua produktivitasnya menurun menjadi 12-14 tandan/tahun. Pada tahun pertama tanaman kelapa sawit berbuah atau pada tanaman yang sehat berat tandannya berkisar antara 3-6 kg. Tanaman semakin tua, berat tandan pun bertambah yaitu antara 25-35 kg/tandan. Mulai dari penyerbukan sampai buah matang diperlukan waktu kurang lebih 5-6 bulan (Hanafi, 2005).


(22)

Deskripsi Tanaman Rumput dan Legum

Centrosema pubescens

Deskripsi legum Centrosema pubescens merayap memanjat berbunga kupu-kupu besar berwarna ungu muda kemerah-merahan. Polongannya berwarna coklat panjangnya 15 cm dan mengandung 20 biji bewarna hitam berbintik-bintik, tiap kg berat biji mengandung 40.000 butir. Modus reproduksinya adalah menyerbuk sendiri. Kekerasan kulit biji karena variasi genetik telah banyak diketahui (Humpreys, 1979). Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Persyaratan tanah bagi legum ini tidak spesifik namun inokulasi rhizobium sering menguntungkan. Berbunganya tanaman dipengaruhi sangat baik dengan adanya panjang siang hari yang singkat dan photoperiode yang kritik sedikit kurang dari 12 jam (Reksohadiprodjo, 1985).

Centrosema pubescens dibudidayakan di daerah tropis-lembab dengan ketinggian hingga 600-900 m. Tumbuhan ini memerlukan curah hujan tahunan sebesar 1500 mm atau lebih, namun juga toleran terhadap curah hujan yang lebih rendah. Sentro dapat tumbuh pada ladang-ladang rumput di Afrika hanya memiliki curah hujan sebesar 800 mm. Jenis ini tetap dapat tumbuh ketika tempat tumbuhnya tergenang air dan akan bertahan di musim kering yang berlangsung sekitar 3 – 4 bulan, namun tidak untuk masa kekeringan yang lebih panjang. Sentro tidak dapat tumbuh pada daerah bersuhu rendah. Pertumbuhannya akan menurun ketika suhu turun di bawah 20°C dan pertumbuhannya akan menjadi buruk bila suhu turun di bawah 15°C. Sentro merupakan salah satu tanaman polong-polongan yang toleran terhadap naungan dan dapat tetap tumbuh di bawah naungan sebesar 80%. Tumbuhan ini akan tumbuh pada beragam tipe tanah, yaitu


(23)

dari tanah pasir berhumus hingga tanah liat. Pertumbuhan optimum dapat tercapai bila ditanam pada tanah dengan keasaman relatif, kecukupan aluminium dapat larut yang kurang dari 0.2 meq per 100 g tanah. Kisaran pH yang dapat ditoleransi adalah 4.5—8.0, namun kisaran pH optimum yang dapat mendukung pertumbuhan nodul adalah 5.5-6.0. Meskipun sentro cukup toleran pada kadar Mn di tanah yang tinggi, namun ada keterkaitan antara keracunan Mn dengan tingkat pH rendah pada tanah-tanah asam, maka hal ini dapat diperbaiki dengan memperhatikan batasan kadar Mn dan pH tanah. Sentro dapat tumbuh dengan baik bersama-sama spesies tumbuhan lain di padang-padang rumput atau sebagai penutup tanah pada areal tanaman-tanaman pertanian. Pada daerah tropis lembab, tanaman polong-polongan yang dipilih untuk ditanam baik di tanah-tanah subur maupun kurang subur telah memanfaatkan jasa sentro. Tanah yang kekurangan mineral dapat dipulihkan dengan menginokulasikan benih-benih dengan Bradyrhizobium, dan sentro akan menunjukkan pertumbuhan dan produksi yang baik untuk tumbuh di semua tipe tanah, karena tanah akan banyak mengandung Nitrogen (http://www.proseanet.org, 2012).

Calopogonium mucunoides

Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan. Bersifat perennial, merambat, membelit dan hidup di daerah-daerah yang tinggi kelembaban udaranya. Daun-daun terbentuk dengan lebat dalam waktu 5 bulan. Calopo ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, kopi, karet dan pada tanah yang baru dibuka. Calopo dipergunakan juga untuk memberantas weed atau tanaman liar lain (Reksohadiprodjo, 1981).


(24)

Calopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 m, tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 m. Kacang ini cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm. Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun dengan pH rendah antara 4.5-5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat calopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi. Kalopogonium tidak dapat beradaptasi dengan adanya naungan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan pertumbuhan pucuk, akar dan pembentukan bintil akar dengan turunnya intensitas cahaya. Hal ini mungkin disebabkan karena daun-daun calopogonium tidak memiliki plastisitas di bawah keteduhan dibandingkan dengan lain tanaman-tanaman yang toleran terhadap keteduhan seperti Centrosema pubescens dan Desmodium heterocarpon subsp. heterocarpon var. ovalifolium. Di bawah intensitas cahaya rendah (< 20%) daun calopogonium akan mengurangi ukurannya sekitar 70% dibandingkan dengan daun yang berada dalam cahaya matahari penuh (http://www.proseanet.org, 2012).

Pueraria javanica

Pueraria javanica berasal dari India Timur yang kini telah tersebar di negara-negara tropik. Preuraria termasuk tanaman jenis leguminose berumur panjang, yang berasal dari daerah sub-tropis, tetapi bisa hidup di daerah tropik dengan kelembaban yang tinggi. Tanaman ini tumbuh menjalar dan memanjat (membelit), bisa membentuk hamparan setinggi 60-75 cm. Pueraria memiliki sistem perakaran yang dalam (1-6 m), masuk ke dalam tanah dan luas. Maka saat musim kemarau ia masih bisa bertahan, hanya meranggas daunnya, tetapi di


(25)

musim penghujan daun-daun tersebut akan tumbuh menghijau kembali. Pueraria berdaun lebar, bulat dan meruncing di bagian ujungnya dan lebat. Daun-daunnya yang masih muda tertutup bulu yang berwarna coklat, sedangkan bunganya berwarna ungu kebiruan. Karena tanaman ini daun-daunnya sangat lebar dan lebat maka sangat baik dipergunakan sebagai penutup tanah, disamping sebagai bahan pakan ternak yang disenangi oleh hewan. Tanaman ini tahan ditanam di tempat yang agak teduh (AAK, 1985).

Calopogonium caeruleum

Terjadi secara alami di seluruh Amerika tropis, dari Meksiko dan kepulauan Karibia di utara, ke utara Argentina di selatan. Produktivitas relatif konstan pada transmisi cahaya 60-100%. Akan tumbuh secara produktif di perkebunan kelapa matang (60-70% PAR), dan toleran terhadap naungan berat. Palatabilitasnya kurang disukai ternak dan lebih banyak mendominasi padang penggembalaan jika tidak dikendalikan. Produktivitas relatif konstan pada transmisi cahaya 60-100%

Brachiaria humidicola

Tanaman rumput tahunan yang mempunnyai banya dan membentuk lapisan penutup tanah yang padat. Ditanam untuk padang gembala permanen dan sebagai penutup tanah untuk menahan erosi dan gulma. Dapat digunakan sebagai pangan. Tumbuh pada beragam janis tanah mulai dari tanah sangat asam tidak subur Kebutuhan Ca rendah. Tahan terhadap tanah berpengairan buruk dan sering ditemukan pada tanah liat basah musiman. Tumbuh terbaik pada sinar matahari


(26)

penuh tetapi daya tahan naungan sedang (misalnya dibawah perkebunan kelapa yang sudah tua). Kurang tahan naungan dibanding Palatabilitas sedang dan langsung dimakan ternak ketikan tanaman dipertahankan tetap rendah dan banyak daun. Palatabilitas dapat menjadi rendah ketika ditanam pada tanah asam tidak subur karena helai daun menjadi sangat berserat dan berpigmen tinggi dan susah dicerna oleh terna k sehingga tidak disukai terna

Stenotaphrum secundatum

Stenotaphrum secundatum dikenal dengan nama umum “Buffallo grass” (Australia) atau St. Agustine grass (Amerika Serikat). Termasuk dalam famili Gramineae dengan sub famili Panicoideae. Stenotaphrum secundatum merupakan jenis rumput yang cocok tumbuh pada areal yang intensitas cahayanya rendah. Tanaman ini sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap penggembalaan berat. Stenotaphrum secundatum merupakan salah satu spesies tanaman pakan ternak yang toleran terhadap naungan. Jenis rumput ini menunjukkan pertumbuhan maupun produksi yang lebih baik pada lahan naungan dibanding alam terbuka (tanpa naungan). Rumput ini memiliki palatabilitas yang tinggi saat masih muda, disukai oleh ternak ruminansia besar maupun kecil. Terdapat kandungan oksalat sejumlah ± 1% namun tidak menyebabkan keracunan pada ternak yang mengkonsumsinya karena konsentrasinya belum tinggi (Konsorsium Bioteknologi Indonesia, 2012).


(27)

Pengaruh Naungan terhadap Vegetasi

Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan intensitas cahaya yang sampai pada tanaman. Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau meningkat pada naungan sedang. Tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibanding tanaman dengan naungan (Ludlow, 1978).

Intensitas cahaya optimal selama periode tumbuh penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pada tanaman tertentu jika menerima cahaya yang berlebihan maka akan berpengaruh terhadap pembentukan buah atau umbi. Sebaliknya berkurangnya radiasi sebagai akibat keawanan atau ternaungi akan mengurangi laju pembentukan buah dan umbi, dan menyebabkan pertumbuhan vegetatif berlebihan (Bahrudin, 2004).

Pemberian naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya matahari yang tiba di permukaan dapat juga mempengaruhi iklim mikro tanaman. Naungan dapat memepengaruhi beberapa faktor lingkungan antara lain temperatur, kelengasan tanah, pergerakan udara menurunkan suhu tanah dan tanaman pada waktu siang, menaikkan suhu udara pada waktu malam, perlindungan dari limpasan hujan, pemindahan uap air dan CO2 dan menaikkan

kelembaban relatif (Stiger, 1984).

Peningkatan luas daun merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap naungan untuk memperoleh cahaya lebih tinggi atau optimalisasi penerimaan cahaya oleh tanaman. Naungan dapat meningkatkan proporsi daun dan


(28)

menyebabkan luas daun lebih tersebar ke seluruh kanopi. Tanaman pada perlakuan naungan berusaha mendapatkan arah datangnya cahaya. Peningkatan tinggi tanaman merupakan salah satu bentuk adaptasi untuk memperoleh cahaya. Daun yang ternaungi mengabsorbsi sedikit saja pada infra merah sehingga menyebabkan perubahan karakteristik fitokrom dan tanaman jadi lebih tinggi. Tanaman pada perlakuan naungan mengalami proses etiolasi sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi, begitu juga dengan luas daun dengan bertambahnya taraf naungan (Haris, 1999).

Naungan dapat memberikan pengaruh terhadap kualitas hijaun, untuk dapat dilihat Gambar 1.

Gambar 1. Dampak positif dan negatif terhadap hijauan pakan (Norton 1989). Naungan

Meningkatkan Meningkatkan Meningkatkan Menurunkan

Dinding sel Daun : Batang Tannin

Lignin, Silika Protein, Mineral Toxin

Meningkatkan

Menurunkan Menurunkan

Kecernaan Palatabilitas

Intake

Soluble Carbohydrate


(29)

Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat menyesuaikan diri pada kondisi ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan menghindari penurunan aktivitas enzim.

Gambar 2. Adaptasi tanaman yang menghindar terhadap kekurangan cahaya (Levitt 1980).

Meningkatkan efisiensi penangkapancahaya

Hilangnya pigmen non kloroplas (ex.Antosianin) Meningkatkan area

penangkapan cahaya

Meningkatkan penangkapan cahaya per area unit fotosintetik

Meningkatkan proporsi Penghindaran Refleksi Penghindaran transmisi

Hilangnya kutikula,lilin dan rambut pada Permukaan

daun

Meningkatnya kandungan kloroplas

Meningkatnya kandungan per sel

mesofil

Kloroplas dalam sel epidermis

Meningkatnya kandungan Pigmen per kloroplas

Penghindaran absorpsi


(30)

Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar, namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Samarakoon, 1990).

Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat, sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan pertumbuhan akar dan penyerapan nitrat. Spesies pastura tropis yang ditanam di bawah intensitas cahaya yang berbeda dapat menunjukkan perubahan morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk atau akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya. Perubahan ini akibat dari kompatabilitas rumput bila ditanam pada lingkungan ternaungi (Sophanodora, 1991).

Wrigley (1982) menyatakan bahwa ada keuntungan dan kerugian pada tanaman yang tumbuh dengan kondisi ternaungi yaitu:

1. Keuntungan

• Tanaman yang menaungi berperan sebagai pemecah angin, dimana angin dengan hembusan panas dapat menyebabkan transpirasi dan berbahaya bagi tanaman

• Fluktuasi suhu udara (iklim mikro) pada tanaman rendah

• Kisaran suhu daun dan tanah rendah dibawah tanah penaung


(31)

• Kelembaban permukaan rendah dan sangat penting bagi tanaman pada saat musim kering

• Tanaman penaung mengurangi dampak buruk dari air hujan

• Tanaman penaung dapat menghasilkan bahan organik

• Akar tanaman penaung dapat membuat pori-pori pada subsoil. 2. Kerugian

• Tanaman penaung akan mengurangi intensitas matahari, sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman yang memerlukan intensitas sinar penuh

• Tanaman penaung berkompetisi hara, air saat musim kering, dan oksigen dengan tanaman yang ditanam dibawahnya

• Jatuhnya ranting tanaman penaung dapat menyebabkan kerusakan serius bagi tanaman yang ditanami dibawahnya.

Tabel 1. Hasil bahan kering (g/m2/bulan) dari beberapa transmisi cahaya dari tanaman rumput–leguminosa

Tanaman Panen 1 dan

2 (LT 53%)

Panen 3 dan 4 (LT 30%)

Panen 5 dan 6 (LT 19%) Paspalum notatum CPI 11864

Paspalum notatum cv. Competidor

31 28 56 50 44 22

Brachiaria humidicola 83 133 59

Stenotaphrum secundatum 18 19 5

Pueraria phaseloides 28 25 8

Stylosanthes guianensis CIAT 184 92 92 33

Centrosema pubescens 42 17 8

Calopogonium caeruleum 25 25 3

Calopogonium muconoides Arachis sp. CPI 29986

31 28 0 19 0 14 Keterangan : LT (light transmission) atau Transmisi cahaya.


(32)

Pengaruh Pupuk terhadap Vegetasi

Pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambah kedalam tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pemupukan adalah metode atau cara-cara pemberian pupuk atau aplikasi pupuk ke dalam tanah atau ke tanaman melalui daun atau bagian tanaman lainnya (Damanik, 2011)

Pupuk didefinisikan sebagai material yang ditambah ke tanah atau tanjuk tanaman dengan tujuan untuk melengkapi ketersediaan unsur hara. Sementara pemupukan yang efektif adalah pemupukan yang berfungsi menambahkan unsur hara yang tersedia dalam jumlah sedikit di dalam tanah. Dampak pemupukan akan terlihat pada pertumbuhan tanaman yang optimal dan keuntungan usaha tani yang naik dan signifikan. Bahan pupuk yang paling awal digunakan adalah kotoran hewan, sisa pelapukan tanaman dan arang kayu. Saat ini dikenal 16 macam unsur yang diserap oleh tanaman untuk menunjang kehidupannya. Tiga dihadapannya diserap udara, yakni karbon (C), oksigen (O), dan hidrogen (H). Sementara itu, 13 unsur mineral lain diserap tanaman dari dalam tanah, yakni nitrogen (N), Phosphor (P), kalium (K), kalsium (Ca), Magnesium (Mg), sulfur (S), besi (Fe), mangan (Mn), boron (B), seng (Zn), tembaga (Cu), molibdenum (Mo) dan khlor (Cl). Ketiga belas unsur tersebut sering disebut dengan unsur hara. Saat ini unsur hara dapat disediakan oleh berbagai macam pupuk yang tersedia di pasaran (Novizan, 2005).

Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk


(33)

berarti menambah unsur hara kedalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun). Dari segi unsur yang dikandung, ada dua golongan pupuk, yaitu pupuk makro dan pupuk mikro. Secara umum pupuk hanya dibagi dalam dua kelompok berdasarkan asalnya, yaitu: 1) pupuk anorganik seperti urea (pupuk N), TSP atau SP-36 (pupuk P), KCl (pupuk K), 2) pupuk organik seperti pupuk kandang, kompos, humus, dan pupuk hijau. Sedangkan berdasarkan banyak tidaknya unsur hara yang dikandung, pupuk ada tiga kelompok: 1) pupuk tunggal ialah pupuk yang mengandung satu jenis unsur, mineral urea, 2) pupuk majemuk ialah pupuk yang mengandung lebih satu jenis unsur, misalnya NPK, beberapa jenis pupuk daun, dan kompos, 3) pupuk lengkap ialah pupuk yang mengandung unsur secara lengkap (keseluruhan), baik unsur makro maupun mikro. Dalam pemupukan ada tiga hal yang harus dipahami bila ingin benar-benar menguasai liku-liku memupuk, yaitu kondisi tanah, jenis dan kondisi tanaman, dan komposisi pupuk (Lingga dan Marsono, 2004).

Pupuk nitrogen tergolong cukup banyak ragamnya, umumnya yang tersedia di pasaran dan banyak digunakan petani adalah urea dan ZA (Zwavelzure amoniak). Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa nitrogen pertumbuhan nitrogen akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen (Whitehead, 2000).

Pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah, terutaman tanaman merambat, dimana tanaman merambat tersebut dapat


(34)

menurunkan erosi, mengurangi gulma dan mengurangi evaporasi tanah dan kelembaban. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N (Kirychuck, 2002).

Kapasitas Tampung Ternak

Kemampuan berbagai padanga rumput dalam menampung ternak berbeda-beda karena adanya perberbeda-bedaan dalam hal produktivitas tanah, curah hujan dan penyebarannya serta topografi. Oleh karena itu padang rumput sebaiknya digunakan menurut kemampuannya masing-masing. Kapasitas tampung ternak bertujuan untuk mendefinisikan tekanan penggembalaan jangka panjang dalam tingkat optimum yang secara aman berkelanjutan dan dihubungkan dengan ketersediaan pakan hijauan untuk ternak (Paat, 2010).

Taksiran daya tampung menurut Hall (1964) didasarkan pada jumlah hijauan tersedia. Jumlah hijauan yang tersedia ini tidak terlepas hubungan dengan defoliasi, aspek lain dalam hal ini adalah hubungan antara tekanan penggembalaan terhadap produksi ternak. Pengertian tentang tekanan penggembalaan optimum penting artinya dalam pengelolaan padang penggembalaan, karena tekanan penggembalaan optimum dalam hal ini sesuai dengan daya tampung padang rumput bersangkutan.

Othman (1989) menunjukkan bahwa terjadi penurunan komposisi legum dari umur 1-6 tahun yaitu terjadi penurunan 10% pada legum dan rumput terjadi peningkatan total bahan kering lebih dari 60%. Lebih dari 60 spesies hinjauan


(35)

telah dikontribusikan secara efektif dibawah pengelolaan yang normal pada perkebunan kelapa sawit dan 70% disukai ternak.

Mengestimasi produksi pastura dan banyaknya hewan yang dapat dilepas merupakan salah satu prasyarat penggunaan dari suatu pastura. Keseimbangan akan keduanya diperlukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi rumput, metode pemberian, umur hewan dan lain sebagainya, mempengaruhi kapasitas tampung. Luas pastura juga dapat mempengaruhi kapasitas tampung, hal ini disebabkan karena hewan akan lebih banyak bergerak (misalnya berjalan) di pastura yang lebih luas selanjutnya mempengaruhi tingkat konsumsi dan kapasitas tampung (Parakkasi, 1999).


(36)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian telah selesai dilaksanakan di lahan komplek SNAKMA Muhamadyah di Tanjung Anom, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Dengan ketinggian 25 meter diatas permukaan laut. Penelitian berlangsung selama kurang lebih 3 bulan yang dimulai bulan juni 2012 sampai dengan November 2012.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Pastura campuran yang terdiri dari Stenopaphrum secundatum, Calopogonium muconoides, Centrosema pubescens, Arachis glabrata, Brachiaria humidicola, Pueraria javanica. Lahan yang teridiri dari 72 plot, dimana setiap plot berukuran 1,5 x 1,5 meter dengan jumlah 3-4 tanaman setiap plot. Paranet dengan kerapatan 1,7mm dan 0,2mm sebagai naungan. Pacak untuk penyanga paranet. Kawat untuk mengikat ujung dari setiap paranet. Pupuk sebagai zat hara untuk hijauan.

Alat

Cangkul yang digunakan untuk membersihkan dan mengolah lahan penelitian. Gembor untuk menyiram tanaman. Meteran sebagai alat ukur untuk mengukur tinggi pemotongan. Parang, arit dan gunting untuk memotong rumput. Kertas koran untuk alas rumput pada saat pemotongan. Timbangan untuk menimbang berat segar dan berat kering. Oven untuk mengeringkan rumput.


(37)

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Petak-petak Terbagi (Split-split Plot) dengan 3 kelompok:

Faktor pertama naungan paranet sebagai petak utama dengan tiga naungan, masing-masing adalah:

N0 = tanpa paranet (menahan intensitas cahaya 0%)

N1 = paranet dengan kerapatan 1,7mm (menahan intensitas cahaya 50%)

N2 = paranet dengan kerapatan 0,2mm (menahan intensitas cahaya 75%

Faktor kedua sebagai anak petak adalah Pemupukan (T) dengan dua taraf yaitu:

T0 = tanpa pemupukan

T1 = 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar

Faktor ketiga pastura campuran sebagai anak-anak petak merupakan kombinasi antara jenis rumput dan leguminosa yaitu:

P0 = Penutup tanah konvensional Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens

P1 = Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata

P2 = Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides

P3 = Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens

Sehingga diperoleh 24 kombinasi perlakuan sebagai berikut:

N0T0P0 N0T0P1 N0T0P2 N0T0P3

N1T0P0 N1T0P1 N1T0P2 N1T0P3

N2T0P0 N2T0P1 N2T0P2 N2T0P3

N0T1P0 N0T1P1 N0T1P2 N0T1P3

N1T1P0 N1T1P1 N1T1P2 N1T1P3


(38)

Data-data yang didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan model matematik.:

Keterangan :

Yijk = pengamatan pada satuan percobaan ke-l yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-I dari faktor A, taraf ke-j dari faktor C.

µ = nilai rata-rata/nilai tengah sesungguhnya( rata-rata populasi).

Kl = pengaruh aditif dari kelompok ke-l

Ai = pengaruh aditif taraf ke-I dari faktor A

үil = pengaruh acak dari petak utama, yang muncul pada taraf ke-I dari faktor A dalam kelompok ke-l. Sering disebut galat petak utama atau galat a.

Bj = pengaruh adatif taraf ke-j dari faktor B

(AB)ij = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B δijl = pengaruh acak dari satu percobaan ke-i yang memperoleh

kombinasi perlakuan ij. Sering disebut galat anak petak atau galat b

Ck = pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor C

(AC)ik = pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor C

(BC)jk = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-k dari faktor C

(ABC)ijk= pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A, pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B dan pengaruh aditif taraf ke-k dari faktor C

εijkl = pengaruh acak dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan ijk. Sering disebut galat anak-anak petak atau galat c.

i= 1,2,3,. j= 1,2,3,. k= 1,2,3,.


(39)

Prosedur Pelaksanaan Penelitian 1. Pengolahan Lahan

Pada pengolahan lahan dilakukan perataan lahan dan diberikan drainase sekitar lahan untuk memperlancar aliran air. Kemudian dilakukan pembuatan plot berukuran 1,5 x 1,5m, jarak antara kelompok 1 meter dan jarak antara plot dalam kelompok 0,5m.

2. Persiapan Bahan Tanam Rumput dan Leguminosa

Pada persiapan pastura campuran yang akan ditanam dilakukan di lahan yang terdapat SNAKMA muhamadyah di Tanjung Anom, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Untuk leguminosa dan diambil berupa pols dan biji langsung ditanam pada lahan sedangkan pada hijauan rumput menggunakan pols. Biji dan pols pastura campuran diambil dari Sei Putih.

3. Pembuatan Naungan

Naungan dipasang setelah persiapan bahan tanam dan lahan dengan tinggi naungan 1,5m.

4. Penanaman

Penanaman pastura dilakukan dengan penanaman pols dan stek tanaman pada lahan yang sudah dipasang paranet. Dari penanaman ini dapat dilihat kemampuan tumbuh dan daya adaptasi tanaman tersebut terhadap naungan.

5. Pemupukan

Sebelum dilakukan pengolahan lahan terlebih dahulu dilakukan pengukuran pH tanah dan kondisi kandungan tanah. Setelah tanah diolah baru diberi pupuk dasar ( 100kg Urea + 50kg SP-36 +50kg KCl per hektar) pada setiap plot sebagai awal pemupukan (untuk menghomogenkan kandungan hara tanah)


(40)

sebelum penanaman. T0 tidak ada pemupukan sedangkan pada T1 diberi pupuk 2 minggu setelah penanaman dan setelah pemotongan interval pertama, kedua dan ketiga.

6. Pengambilan Data Pengamatan

Pengambilan data pengamatan dilakukan tiga (3) kali pemotongan yaitu pada saat pemotongan pertama, kedua, dan ketiga. Pemotongan dilakukan pada umur 28 hari, 56 hari, dan 84 hari.

Parameter Penelitian 1. Produksi Bahan Kering

Produksi bahan kering diperoleh dari produksi bahan segar dari setiap pemotongan umur 4 minggu, setelah pemotongan dilakukan penimbangan tiap petak percobaan. Dari penimbangan tersebut akan didapatkan data dari produksi segar. Kemudian sampel dioven untuk mendapatkan bobot kering dan analisa kandungan nutrien pastura.

2. Produksi Nutrien Pastura

Analisa kandungan nutrien pastura berdasarkan analisa proximat (PK, SK dan LK) dilakukan di Laboratorium Bahan Pakan Ternak Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

3. Komposisi Botani

Dari hasil produksi bahan segar yang dihasilkan diambil sampel sebanyak 200-300 gram, dilakukan separasi sampel berdasarkan spesies dan ditimbang. Sampel dioven kemudian ditimbang kembali dan dicatat sebagai data komposisi botani.


(41)

4. Kapasitas Tampung

Kapasitas tampung didapatkan setelah mendapatkan produksi bahan kering per hektar. Kemudian dihitung kapasitas tampung dengan cara membagikan produksi bahan kering per hektar dengan kebutuhan bahan kering per Satuan Ternak (ST). Dengan Asumsi bobot sapi 1 ST = 350 kg dengan konsumsi BK 3,5% dari Bobot Badan (BB).


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Produksi Bahan Kering

Hasil penelitian dihitung dalam bentuk bahan kering yang diperoleh dari analisis proksimat dari hasil panen segar pastura campuran. Dengan analisis proksimat rataan produksi bahan kering didapat sebagai berikut :

Tabel 2. Rataan produksi bahan kering selama penelitian (kg/ha/tahun)

Naungan Pemupukan

Pastura Rataan

Naungan

P0 P1 P2 P3

N0

T0 12.250,97 14.439,70 14.386,43 15.525,01

13.826,18 A T1 12.625,35 12.944,09 13.268,79 15.169,06

N1

T0 12.123,26 13.291,63 13.122,46 14.536,68

13.650,99 A T1 15.312,01 13.747,61 12.861,79 14.212,47

N2

T0 14.177,70 12.818,26 15.727,03 13.092,27

14.830,19A T1 14.670,01 17.065,60 16.171,34 14.919,28

Rataan Pastura 13.526,55A 14.051,15A 14.256,31A 14.575,79A

Tabel 3. Rataan pengaruh pemupukan terhadap produksi bahan kering (kg/ha/tahun)

Pemupukan Rataan Pemupukan

T0 13.790,95A

T1 14.413,95 A

Keterangan : Notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh beda nyata

Hasil analisis ragam pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh naungan terhadap produksi bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa pastura P0, P1, P2 dan P3 dapat tumbuh pada naungan N1, N2, dan N3. Hal ini sesuai dengan pernyataan Levitt (1980) yang menyatakan bahwa kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat menyesuaikan diri pada kondisi


(43)

ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan menghindari penurunan aktivitas enzim.

Perlakuan pastura P0, P1, P2, dan P3 dari Tabel 2 menunjukkan bahwa produksi bahan kering tidak menunjukkan produksi perbedaan nyata (P>0,05). Kecenderungan yang terjadi adalah pastura P3 (Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens) lebih unggul yaitu 14.830,19kg/ha/tahun dari pada P0, P1, P2. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mansyur (2005) yang menyatakan bahwa salah satu keuntungan pertanaman campuran dapat meningkatkan produktivitas lahan per satuan luas. Pola pertanaman percampuran antara rumput dan leguminosa menghasilkan peningkatan produksi hijauan dibandingkan dengan pertanaman monokultur. Namun meningkatnya persentase penanaman leguiminosa pada pola pertanaman campuran tersebut mengakibatkan penurunan produksi hijauan. Hal ini terjadi karena produksi hijauan yang dihasilkan oleh leguminosa lebih rendah dari produksi hijauan yang dihasilkan oleh rumput. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Brachiaria sp. merupakan rumput yang baik untuk pertanaman tunggal atau dicampur dengan legum Centrosema pubescens.

Interval 6–8 minggu menghasilkan produksi yang maksimum. Sebaiknya dipergunakan sebagai rumput potongan untuk makanan ternak, dan kalaupun harus untuk penggembalaan sebaiknya dilakukan dengan rotasi karena rumput ini tidak tahan untuk penggembalaan berat, sebaiknya di pupuk dengan N 200–400 kg/ha/tahun (Reksohadiprodjo 1994).Stenopaphrum merupakan tanaman tahunan


(44)

yang menjalar, menyebar dengan stolon dan rhizoma dan membentuk hamparan padat, tanaman ini di tanam dengan menggunakan stek dan berguna untuk pencegahan erosi. Beradaptasi di daerah tropika dan sub tropika. Merupakan rumput penggembalaan yang produktif untuk daerah rendah yang lembab (Mc Ilroy 1976).

Sementara itu Tabel 3 menunjukkan bahwa pemupukan tidak berpengaruh beda nyata (Pr>0,05) dengan produksi bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwasanya walau kecenderungan yang terjadi adalah produksi bahan kering tetap menunjukkan peningkatan pada T1(100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar) dibandingkan T0 (tanpa pemupukan). Hal ini sesuai pernyataan Kirychuck (2002) bahwa pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah, terutama tanaman merambat, dimana tanaman merambat tersebut dapat menurunkan erosi, mengurangi gulma. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N

Sementara perlakuan interaksi antara naungan, pemupukan dan pastura tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05) terhadap produksi bahan kering (lampiran 2).

Kandungan Nutrisi

Kandungan gizi dari pastura pada penelitian ini diperoleh dengan melakukan analisa proksimat terhadap sampel dari setiap petak percobaan. Data yang dianalisa yaitu kandungan protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar diperoleh dengan mengalikan produksi bahan kering dengan kandungan gizi dari setiap pastura percobaan.


(45)

Protein Kasar

Dari hasil panen I, II, dan III kandungan protein kasar didapat melalui analisa proksimat, sehingga didapat rataan protein kasar sebagai berikut:

Tabel 4. Rataan protein kasar pada analisa kandungan nutrisi (%)

Naungan Pemupukan Pastura Rataan

Naungan

P0 P1 P2 P3

N0 T0 17,08 17,21 17,29 17,48 17,60C

T1 17,99 17,79 18,04 17,92

N1 T0 17,73 17,49 18,22 17,95 18,18B

T1 18,59 18,50 18,19 18,75

N2 T0 19,02 18,59 18,75 18,81 18,94A

T1 19,03 19,51 18,62 19,19 Rataan

Pastura 18,24

B

18,18C 18,18C 18,35A

Tabel 5. Rataan pengaruh pemupukan terhadap kandungan protein (%)

Pemupukan Rataan Pemupukan

T0 17,97B

T1 18,51A

Keterangan : Notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh beda nyata

Hasil analisa ragam pada Tabel 4 menunjukkan bahwa adanya perbedaan nyata (P<0,01) pada pengaruh naungan terhadap kandungan protein kasar (N0, N1, dan N2). Semakin tinggi tingkat naungan maka protein kasarnya semakin meningkat. Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap kondisi naungan ditentukan oleh kemampuannya untuk dapat melakukan fotosintesis secara normal pada keadaan kekurangan cahaya. Keadaan ini menyebabkan daun kelihatan lebih hijau pada kondisi ternaungi karena kroloplasnya mengumpul pada permukaan daun (Myers et al., 1997).

Dari pastura yang diteliti (Tabel 4) menunjukkan bahwa P3(Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens) memberikan hasil produksi kandungan protein kasar yang lebih besar (18,35%) hal ini menunjukkan bahwasanya pastura P3 menunjukkan pengaruh


(46)

yang berbeda nyata (P<0,01) terhadap kandungan protein kasar. Sesuai dengan pernyataan Mannetje dan Jones (1992) bahwasanya memiliki toleransi terhadap naungan sedang dan interval pemotongan 2–3 bulan akan memberikan hasil yang maksimum. Memiliki interaksi pertumbuhan yang baik dengan rumput Brachiaria sp., dan berinteraksi baik dengan legum Centrosema pubescens. Chrowder dan Chheda (1982) juga mengatakan bahwa leguminosa akan meningkatkan penyediaan protein bagi penggembalaan dan menyediakan nitrogen untuk pertumbuhan rumput.

Bila dilihat dari pengaruh pemupukan ( Tabel 5) terhadap kandungan protein kasar pastura terlihat bahwa pemupukan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kandungan protein yaitu pada T1 sebesar 18,51%. Hal ini sesuai pernyataan Reksohadiprodjo (1994) untuk rumput pupuk N yang sesuai yaitu 100-1800 kg/ha, sedangkan untuk leguminosa 100-200kg N/ ha. Dan pernyataan Reksohadiprodjo (1994) yang menyatakan bahwasanya Brachiaria sp. Merupakan rumput yang baik untuk pertanaman tunggal atau dicampur dengan legum Centrosema pubescens. Interval 4–8 minggu menghasilkan produksi yang maksimum. Sebaiknya dipergunakan sebagai rumput potongan untuk makanan ternak, dan kalaupun harus untuk penggembalaan sebaiknya dilakukan dengan rotasi karena rumput ini tidak tahan untuk penggembalaan berat, sebaiknya di pupuk dengan N 200–400 kg/ha/tahun.


(47)

Gambar 3. Grafik rataan protein kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pemupukan

Hasil interaksi menunjukkan bahwasanya ada interaksi antara Naungan dengan pemupukan yang berpengaruh nyata (P<0,01) pada Lampiran 4. Hal ini terlihat pada Gambar Grafik 3 dimana perlakuan N2T1 menghasilkan rataan protein kasar yang tertinggi yaitu sebesar 19,09%. Menunjukkan pastura lebih baik pertumbuh annya pada naungan paranet dengan kerapatan 0,2 mm (N2) dan pada pemupukan T1. Hal ini sesuai dengan Wilson (1982) menyatakan bahwa naungan dapat mempengaruhi nilai nutrisi pada pastura, antara lain: rendahnya tingkat karbohidrat terlarut tanaman, meningkatnya kandungan silika dan lignifikasi, menurunnnya kecernaan dinding sel, menurunnya proporsi jaringan mesophil yang mudah dicerna terhadap jaringan epidermis yang sulit dicerna, meningkatnya persentase kandungan air dari jaringan yang dapat menurunkan konsumsi hijauan oleh ternak, dan protein kasar terkadang lebih tinggi pada tanaman yang berada dibawah naungan.

Pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah, terutaman tanaman merambat, dimana tanaman merambat tersebut dapat


(48)

menurunkan erosi, mengurangi gulma dan mengurangi evaporasi tanah dan kelembaban. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N (Kirychuck, 2002).

Gambar 4. Grafik rataan protein kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pastura

Hasil interaksi naungan dengan pastura campuran menunjukkan adanya pengaruh nyata (P<0,01). Pada Gambar 4 menunjukkan kandungan protein yang paling tinggi tedapat pada perlakuan N2P1 yaitu 19,05%. Hal ini menunjukkan bahwa pastura P1(Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata) lebih baik tumbuh pada naungan dengan kerapatan 0,2mm (N2). Ini sesuaidengan Wilson (1982) menyatakan bahwa naungan dapat mempengaruhi nilai nutrisi pada pastura, antara lain: rendahnya tingkat karbohidrat terlarut tanaman, meningkatnya kandungan silika dan lignifikasi, menurunnnya kecernaan dinding sel, menurunnya proporsi jaringan mesophil yang mudah dicerna terhadap jaringan epidermis yang sulit dicerna, meningkatnya persentase kandungan air dari jaringan yang dapat menurunkan konsumsi hijauan


(49)

oleh ternak, dan protein kasar terkadang lebih tinggi pada tanaman yang berada dibawah naungan.

Gambar 5. Grafik rataan protein kasar pada pengaruh interaksi pemupukan dan pastura.

Perlakuan interaksi pemupukan dengan pastura campuran terhadap kandungan protein kasar sangat berpengaruh nyata (P<0,01). Terlihat pada perlakuan T0P1 yaitu 17,76% (Gambar 5) produksi kandungan protein paling tinggi.

Gambar 6 menunjukkan bahwasanya pastura yang tahan terhadap naungan dan pemupukan yang tinggi adalah interaksi N2T1P1 dengan kandungan protein kasar yaitu 19,51%. Hal ini sesuai dengan Wilson (1982) menyatakan bahwa naungan dapat mempengaruhi nilai nutrisi pada pastura, antara lain: rendahnya tingkat karbohidrat terlarut tanaman, meningkatnya kandungan silika dan lignifikasi, menurunnnya kecernaan dinding sel, menurunnya proporsi jaringan mesophil yang mudah dicerna terhadap jaringan epidermis yang sulit dicerna, meningkatnya persentase kandungan air dari jaringan yang dapat menurunkan konsumsi hijauan oleh ternak, dan protein kasar terkadang lebih tinggi pada tanaman yang berada dibawah naungan.


(50)

Gambar 6. Diagram batang rataan protein kasar pada pengaruh interaksi naungan, pemupukan dan pastura

Serat Kasar

Dari hasil panen I, II, dan III kandungan protein kasar didapat melalui analisa proksimat, sehingga didapat rataan serat kasar sebagai berikut:

Tabel 6. Rataan serat kasar pada analisa kandungan nutrisi (%/ha/tahun)

Naungan Pemupukan pastura Rataan

Naungan

P0 P1 P2 P3

N0 T0 42,21 42,44 42,49 42,46 42,33A

T1 42,24 42,18 42,31 42,35

N1 T0 39,50 40,27 41,32 40,96 40,31B

T1 40,35 40,43 39,22 40,39

N2 T0 39,24 38,44 38,48 38,41 38,61C

T1 38,27 38,79 37,24 40,00 Rataan

Pastura 40,30

C

40,43B 40,18D 40,76A

Tabel 7. Rataan pengaruh pemupukan terhadap kandungan serat kasar (%/ha/tahun)

Pemupukan Rataan

T0 40,52A

T1 40,32B


(51)

Perlakuan yang bebeda diperoleh bahwa adanya kandungan serat kasar pada tiap pastura campuran dalam penelitian sehingga tiap jenis tanaman dalam pastura campuran dalam penelitian sehingga tiap jenis tanaman dalam pastura tersebut saling berusaha mencari cahaya dan hara dalam tanah.

Dari hasil sidik ragam Tabel 6 menunjukkan perbedaan nyata (P<0,01) terhadap serat kasar, dimana perlakuan tanpa naungan (N0) menunjukaan hasilnya yang paling tinggi yaitu sebesar 42,33%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (1988) bahwasanya varietas hijauan pakan ternak tidak mempunyai nilai gizi yang sama. Hal ini diakibatkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu jenis dan umur tanaman yang berbeda-beda. Kadar protein, mineral dan karbohidrat akan menurun dengan meningkatnya umur tanaman, sedangkan serat kasar dan lignin akan bertambah.

Perlakuan pastura campuran (Tabel 6) memperlihatkan pengaruh yang beda nyata (P<0,01), dimana terlihat P3 (Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens) menunjukkan hasil yang lebih baik dari P0, P1, dan P3 yaitu sebesar 40,76%/petak. Hal ini sesuai pernyataan bahwa Brachiaria sp. Merupakan rumput yang baik untuk pertanaman tunggal atau dicampur dengan legum Centrosema pubescens. Interval 6–8 minggu menghasilkan produksi yang maksimum. Sebaiknya dipergunakan sebagai rumput potongan untuk makanan ternak, dan kalaupun harus untuk penggembalaan sebaiknya dilakukan dengan rotasi karena rumput ini tidak tahan untuk penggembalaan berat, sebaiknya di pupuk dengan N 200–400 kg/ha/tahun (Reksohadiprodjo 1994). Stenopaphrum merupakan tanaman tahunan yang menjalar, menyebar dengan stolon dan rhizoma dan membentuk hamparan padat,


(52)

tanaman ini di tanam dengan menggunakan stek dan berguna untuk pencegahan erosi. Beradaptasi di daerah tropika dan sub tropika. Merupakan rumput penggembalaan yang produktif untuk daerah rendah yang lembab (Mc Ilroy 1976).

Pada pemupukan (T) Tabel 7 menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kandungan serat kasar. Perlakuan T0 (tanpa pemupukan) menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan T1 yaitu sebesar 40,52%.

Gambar 7. Grafik rataan serat kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pemupukan

Interaksi naungan (N) dengan pemupukan (T) terlihat pada Gambar 7 menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kandungan serat kasar, perlakuan N0T0 ( tanpa naungan dan tanpa pemupukan) menunjukkan hasil yang lebih baik sebesar 42,40%. Interaksi ini menunjukkan bahwa kebanyakan hasil serat kasar lebih baik pada kondisi tanpa naungan (N0) dan tanpa pemupukan (T0). Hal ini sesuai dengan pernyataan (Humphreys 1978) fotosintesis merupakan proses pembentukan karbohidrat dari CO2 dan H2O dalam hijau daun dengan


(53)

meningkatnya hara nitrogen, demikian juga nitrogen akan dimanfaatkan oleh tanaman untuk mensintesis protein. Karbohidrat dan protein yang merupakan komponen dari bahan kering tanaman sehingga semakin meningkatnya pembentukan protein dan karbohidrat akan meningkatkan produksi bahan kering hijauan.

Gambar 8. Grafik rataan serat kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pastura Interaksi Naungan dengan pastura campuran menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kandungan serat kasar (Gambar 8). Perlakuan N0P3 memperlihatkan kandungan serat kasar yang lebih baik yaitu 42,41%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Humphreys (1978) bahwasanya fotosintesis merupakan proses pembentukan karbohidrat dari CO2 dan H2O dalam hijau daun dengan

bantuan energi matahari. Produksi karbohidrat akan meningkat dengan meningkatnya hara nitrogen, demikian juga nitrogen akan dimanfaatkan oleh tanaman untuk mensintesis protein. Karbohidrat dan protein yang merupakan komponen dari bahan kering tanaman sehingga semakin meningkatnya pembentukan protein dan karbohidrat akan meningkatkan produksi bahan kering hijauan.


(54)

Gambar 9. Grafik rataan serat kasar pada pengaruh interaksi pemupukan dan pastura

Interaksi pemupukan (T) dengan Pastura (Gambar 9) menunjukkan pengaruh nyata (P<0,01) terhadap kandungan serat kasar. Perlakuan T1P3 memperlihatkan rataan serat kasat yang lebih tinggi yaitu 40,91%. Ini terlihat bahwa P3 lebih baik dan paling respon jika diberikan pemupukan T1. Varietas hijauan pakan ternak tidak mempunyai nilai gizi yang sama. Hal ini diakibatkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu jenis dan umur tanaman yang berbeda-beda. Kadar protein kasar tanaman penggembalaan sekitar 8–10% dari bahan kering. Kadar protein, mineral dan karbohidrat akan menurun dengan meningkatnya umur tanaman, sedangkan serat kasar dan lignin akan bertambah (Siregar 1988).

Interaksi naungan (N), pemupukan (T) dan pastura campuran (P) menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap serat kasar (Gambar 10). Perlakuan N0T0P2 menunjukkan rataan serat kasar lebih tinggi yaitu 42,49%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan serat kasar P2 lebih baik pada perlakuan tanpa naungan dan tanpa pemupukan.


(55)

Gambar 10. Diagram batang rataan serat kasar pada pengaruh interaksi naungan, pemupukan dan pastura

Lemak Kasar

Dari hasil bahan kering yang diperoleh kandungan lemak kasar melalui analisa proksimat. Data hasil pengamatan terhadap kandungan lemak kasar pastura disajikan pada tabel 8 dan 9.

Perlakuan naungan padaTabel 8 menunjukkan pengaruh nyata (P<0,01) terhadap kandungan lemak kasar (lampiran 8). Pada uji duncan terlihat N0 dan N2 berbeda nyata dengan N1. Perlakuan N2 menunjukkan pengaruh yang lebih baik yaitu 3,36%. Hal ini sesuai dengan pernyataan sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar (Ludlow 1978), namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Wong et al. 1985; Samarakoon et al. 1990).


(56)

Tabel 8. Rataan kandungan lemak kasar selama penelitian (%)

Naungan Pemupukan

Pastura Campuran Rataan Naungan

P0 P1 P2 P3

N0 T0 2,94 2,96 2,95 2,91 3,36A

T1 3,99 3,78 3,78 3,57

N1 T0 2,80 2,86 2,81 2,78 3,21B

T1 3,46 3,54 3,56 3,84

N2 T0 3,09 2,88 2,90 3,01 3,36A

T1 3,94 4,07 3,96 3,01

Rataan PasturaCampuran 3,37A 3,35A 3,33A 3,19B

Tabel 9. Rataan pengaruh pemupukan terhadap kandungan lemak kasar (%)

Pemupukan Rataan

T0 2,91B

T1 3,71A

Keterangan : Notasi sama menunjukkan tidak berpengaruh beda nyata

Pastura campuran (P0,P1,P1 dan P3) yang terlihat pada Tabel 8 menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kandungan lemak kasar. Perlakuan P1 (Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens) menunjukkan kandungan lemak kasar yang paling tinggi yaitu 3,37%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reksohadiprodjo (1994) bahwasanya legum Centrosema pubescens termasuk sub-familia Papilionaceae dari familia Leguminoceae. Spesies ini berasal dari Amerika Selatan dan telah ditanam dengan hasil baik di daerah-daerah tropik dan sub tropik. Daun-daun Centro adalah lebih runcing bila dibandingkan dengan daun-daun legum Puero atau Calopo. Sifat tumbuh Centro adalah parennial (hidup lebih dari satu tahun), sangat agresif, batang-batangnya menjalar dan membentuk pertanaman penutup tanah 4 sampai 6 bulan sesudah penanaman biji. Centro berdaun lebat dan batangnya tidak berkayu meskipun tanaman telah berumur 18 bulan. Legum ini tahan terhadap tanah kering dan bila pertanaman telah berhasil terjadi, maka akan tahan hidup di bawah naungan.


(57)

Pada Tabel 9 pemupukan menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap lemak kasar. Lemak kasar yang tertinggi terlihat pada perlakuan T1 yaitu sebesar 3,71%.

Gambar 11. Grafik rataan lemak kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pemupukan

Perlakuan interaksi naungan dengan pemupukan (Gambar 11) menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,01). Dimana terlihat kandungan nutrisi paling tinggi terdapat pada N0T1yaitu 3,78%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Whitehead (2000) bahwasanya nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa nitrogen pertumbuhan nitrogen akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen.


(58)

Gambar 12. Grafik rataan lemak kasar pada pengaruh interaksi naungan dan pastura

Perlakuan interaksi menunjukkan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kandungan lemak kasar. Dimana terlihat bahwa rataan lemak kasar tertinggi terlihat pada perlakuan N2P0 yaitu 3,52%. Perlakuan P0 (Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens) menghasilkan kandungan lemak yang baik pada naungan paranet 0,2mm. Hal ini sesuai dengan pernyataan Reksohadiprodjo (1994) bahwasanya legum Centrosema pubescens termasuk sub-familia Papilionaceae dari familia Leguminoceae. Spesies ini berasal dari Amerika Selatan dan telah ditanam dengan hasil baik di daerah-daerah tropik dan sub tropik. Daun-daun Centro adalah lebih runcing bila dibandingkan dengan daun-daun legum Puero atau Calopo. Sifat tumbuh Centro adalah parennial (hidup lebih dari satu tahun), sangat agresif, batang-batangnya menjalar dan membentuk pertanaman penutup tanah 4 sampai 6 bulan sesudah penanaman biji. Centro berdaun lebat dan batangnya tidak berkayu meskipun tanaman telah berumur 18 bulan. Legum ini tahan terhadap tanah kering dan bila pertanaman telah berhasil terjadi, maka akan tahan hidup di bawah naungan.


(59)

Gambar 13. Grafik rataan lemak kasar pada pengaruh interaksi pemupukan dan pastura

Pada Gambar 13 menunjukan pengaruh yang nyata (P<0,01) terhadap kandungan lemak kasar . Dimana perlakuan T1P1 menghasilkan kandungan lemak yang paling tinggi yaitu 3,80%. Terlihat bahwa P1 lebih baik tumbuh pada perlakuan pemupukan dibandingkan tanpa pemupukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Whitehead (2000) bahwasanya nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa nitrogen pertumbuhan nitrogen akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen.

Gambar 14 menunjukan bahwa interaksi antara naungan (N), Pemupukan (T), dan pastura campuran (P) menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) terhadap kandungan lemak kasar. Dimana interaksi N2T1P1 menghasilkan lemak kasar paling yaitu 4,07%. Hal ini menunjukan bahwa P1 (Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata)


(60)

menghasilkan lemak yang baik pada perlakuan T1 (100k g Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per petak) dan N2 ( paranet 0,2mm)

Gambar 14. Diagram rataan lemak kasar pada pengaruh interaksi naungan.

Komposisi Botani

Komposisi botani penelitian adalah jumlah jenis tanaman yang tumbuh dalam pastura campuran. Analisa komposisi botani diperlukan untuk mengetahui kondisi pastura yang dapat mempengaruhi produksi dan kualitas hijauan yang dihasilkan. Analisis komposisi botani dapat dilakukan secara manual dengan melihat secara langsung komposisi botani yang ada di suatu pastura.

Komposisi Botani Berdasarkan P0

Dari penelitian didapatkan komposisi botani pada setiap naungan dan jenis pastura. Komposisi botani pada kelompok pastura P0 (Arachis glabarata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens + Pueraria javanica) terhadap naungan dapat dilihat pada Gambar 15 dan 16. Dari Gambar 15 dan 16 dapat dilihat bahwa tanaman Calopogonium mucunoides mengalami pertumbuhan


(61)

yang pesat pada perlakuan tanpa naungan (N0) dan Pemupukan T1 yaitu sebesar 28,96%.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Reksohadiprodjo (1981) yang menyatakan bahwa Calopogonium muconoides bersifat perenial, merambat, membelit dan hidup didaerah yang tinggi kelembapannya.

Gambar 15. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T0

Gambar 16. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T1 Kutipan dari Proseanet.org (2012) yang menyatakan Calopogonium muconoides dapat tumbuh pada semua tekstur tanah, walaupun dengan pH rendah 4.5-5. Dibawah intensitas cahaya rendah (<20%) dapat mengurangi ukurannya


(62)

sekitar 70% dibandingkan dengan daun yang berada pada dalam cahaya matahari penuh.

Arachis glabarata lebih kecil persentase komposisi botaninya dan menurun pada saat ditanam pada naungan sedang ke tinggi (paranet 0,2mm dan 1,7mm) dengan kisaran 9-14%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bogdan (1977) yang menyatakan bahwa Arachis galabarata mampu meningkatkan nilai nutrisi rumput pastura dan dapat bersaing dengan semua rumput pastura meskipun pertumbuhannya agak lambat.

Komposisi Botani Berdasarkan P1

Dari Gambar 17 dan 18 diketahui bahwa P1(Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata). Dari keempat spesies yang ditanam produksi Brachiaria humidicola yang paling palatabel buat ternak dan produksinya cukup baik dari yang lainnya yaitu pada perlakuan naungan paranet 1,7mm (N1) dan perlakuan tanpa pemupukan (T0) yaitu sebesar 30,93%.


(63)

Gambar 18. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T1 Brachiaria humidicola tumbuh pada beragam jenis tanah mulai tanah sangat asam tidak subur, tanah liat sampai tanah pasir berbatu pH tinggi

Arachis glabarata lebih rendah persetase komposisi botaninya dan menurun pada saat ditanam pada naungan sedang ke tinggi (paranet 1,7mm dan 0,2mm). Hal ini sesuai dengan pernyataan Bogdan (1977) yang menyatakan bahwa Arachis galabarata mampu meningkatkan nilai nutrisi rumput pastura dan dapat bersaing dengan semua rumput pastura meskipun pertumbuhannya agak lambat.

Komposisi Botani Berdasarkan P2

Dari penelitian yang dilakukan juga didapatkan hasil komposisi botani kelompok tanaman pastura P2 (Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides) terhadap naungan yang ditampilkan pada Gambar 19 dan 20.

Dari keempat spesies yang ditanam produksi Brachiaria humidicola yang paling palatabel buat ternak dan produksinya cukup baik dari yang lainnya. Hal ini


(64)

terlihat pada perlakuan tanpa naungan (N0) dan pemupukan T1 yaitu sebesar 29,83%.

Komposisi botani pada perlakuan P2 disajikan pada gambar diagram batang 19 dan 20 sebagai berikut:

Gambar 19. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T0

Gambar 20. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T1 Brachiaria humidicola tumbuh pada beragam jenis tanah mulai tanah sangat asam tidak subur, tanah liat sampai tanah pasir berbatu pH tinggi

Peuraria javanica hasilnya lebih rendah dan menurun pada naungan rendah sampai dengan tinggi (paranet 1,7mm dan 0,2mm) pada P2 yaitu hanya


(65)

berkisar 6-18%/ha. Wilson dan Piniaw (2006) melaporkan bahwa percampuran Pueraria (pertumbuhan lambat dan tahan naungan) dan Calopogonium (pertumbuhan cepat dan tidak tahan pada naungan yang berat) merupakan tanaman yang baik digunakan sebagai cover crop pada areal perkebunan.

Komposisi Botani Berdasarkan P3

Dari hasil penelitian juga dihasilkan komposisi botani pada kelompok pastura P3 (Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubesces) terhadap naungan yang ditampilkan pada Gambar 21 dan 22. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa Brachiaria humidicola dan gulma cenderung menurun pada penanaman di cahaya yang tinggi (N0). Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Konsorsium Bioteknologi Indonesia (2012) yang menyatakan bahwa tanaman ini sangat cepat berkembang, memiliki rhizoma dan stolon yang padat, perakaran yang kuat, kemampuan berkompetisi dengan gulma sangat kuat sehingga mampu menekan pertumbuhan gulma serta tahan terhadap penggembalaan berat.


(66)

Gambar 22. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P3 pada pemupukan T1 Dari keempat spesies yang ditanam produksi Brachiaria humidicola yang paling palatabel buat ternak dan produksinya cukup baik dari yang lainnya. Gambar 21 dan 22 menunjukkan persentase komposisi botaninya paling tinggi pada perlakuan tanpa naungan (N0) dan pemupukan T1 yaitu sebesar 38,50%.

Brachiaria humidicola tumbuh pada beragam jenis tanah mulai tanah sangat asam tidak subur, tanah liat sampai tanah pasir berbatu pH tinggi

Peuraria javanica menurun pada naungan rendah sampai dengan tinggi (paranet 0,2mm dan 1,7mm) pada P3 yaitu hanya berkisar 9-21%/ha. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mansyur (2005) yang menyatakan bahwa salah satu keuntungan pertanaman campuran dapat meningkatkan produktivitas lahan per satuan luas. Pola pertanaman percampuran antara rumput dan leguminosa menghasilkan peningkatan produksi hijauan dibandingkan dengan pertanaman momokultur. Namun meningkatnya persentase penanaman leguiminosa pada pola pertanaman campuran tersebut mengakibatkan penurunan produksi hijauan. Hal ini terjadi karena produksi hijauan yang dihasilkan oleh leguminosa lebih rendah


(67)

dari produksi hijauan yang dihasilkan oleh rumput. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Brachiaria sp. merupakan rumput yang baik untuk pertanaman tunggal atau dicampur dengan legum Centrosema pubescens.

Gulma (Weeds)

Gulma adalah sebagai tumbuhan yang tumbuh pada areal yang tidak dikehendaki tumbuh pada areal pertanaman. Gulma secara langsung maupun tidak langsung merugikan tanaman budidaya. Pengenalan suatu jenis gulma dapat dilakukan dengan melihat keadaan morfologi, habitatnya, dan bentuk pertumbuhannya (Sukman dan Yakup, 2002).

Keberadaan gulma tidak dikehendaki karena gulma mempunyai daya kompetisi yang tinggi (ruang, air, udara, unsur hara) terhadap tanaman yang dibudidayakan, sehingga mengganggu pertumbuhan dan menurunkan kualitas dan kuantitas hasil panen tanaman budidaya. Selain itu, gulma sering menjadi inang sementara dari penyakit dan parasit tanaman dan menghambat kelancaran aktivitas pertanian

Selain pastura yang ditanam terdapat jenis gulma yang mempengaruhi komposisi botani, Dari pastura campuran (P0, P1, P2, dan P3) terlebih produksi gulma lebih besar dibandingkan dengan hijauan pakan ternak yang lain dan tumbuh baik pada naungan paranet dengan kerapatan 1,7mm dan 0,2mm. Persentase komposisi botaninya berkisar 50-75%.

Gulma yang terdapat dilahan penelitian yaitu Broreria latifolia, Mimosa pudica, Scoparia Dulcis, Eleusine indica, Ageratum conyzoines, Hyptis brevipes, Phylanthus uriraria (meniran), Pasphalum conjugatum, Stachytarpheta jamaicensis, dan Euphorbia hirta L. Dari gulma tersebut didapat gulma yang


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

34

Lampiran 11. Tabel rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T0

Komposisi botani N0 N1 N2

Arachis glabarata 7.43 3.22 4.69

Centrosema pubescens 13.39 10.65 9.68

Calopogonium muconoides 28.56 13.29 16.38

Gulma 50.61 72.85 69.26

Lampiran 12. Tabel rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T1

Komposisi botani N0 N1 N2

Arachis glabarata 10,38 2,69 5,28

Centrosema pubescens 9,39 9,98 9,61

Calopogonium muconoides 28,96 12,66 9,79

Gulma 51,27 74,67 75,32

Lampiran 13. Tabel rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T0

Komposisi botani N0 N1 N2

Arachis glabarata 11,19 1,77 5,11

Peuraria javanica 23,01 8,87 10,48

Stenophrum secundatum 7,46 9,86 7,41

Brachiaria humidicola 16,65 30,93 10,19

Gulma 41,69 48,57 66,81

Lampiran 14. Tabel rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T1

Komposisi botani N0 N1 N2

Arachis glabarata 4,17 2,26 8,97

Peuraria javanica 18,11 4,54 10,9

Stenophrum secundatum 9,57 10,15 20,46

Brachiaria humidicola 28,49 16,42 25,47


(6)

Lampiran 15. Tabel rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T0

Komposisi botani N0 N1 N2

Calopogonium muconoides 12,21 17,47 8,77

Peuraria javanica 16,44 7,65 14,50

Stenopaphrum secundatum 7,65 4,33 12,54

Braciaria humidicola 28,18 18,11 8,19

Gulma 35,52 52,45 55,99

Lampiran 16. Tabel rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T1

Komposisi botani N0 N1 N2

Calopogonium muconoides 11,2 5,18 8,42

Peuraria javanica 7,01 5,16 8,77

Stenopaphrum secundatum 9,53 9,81 14,09

Braciaria humidicola 29,89 15,43 20,15

Gulma 42,38 64,41 48,56

Lampiran 17. Tabel rataan komposisi botani berdasarkan P3 pada pemupukan T0

Komposisi botani N0 N1 N2

Centrosema pubescens 9,80 8,11 6,40

Peuraria javanica 21,27 10,12 5,80

Stenopaphrum secundatum 5,53 7,83 7,11

Braciaria humidicola 21,26 14,73 13,07

Gulma 42,15 59,21 67,62

Lampiran 18. Tabel rataan komposisi botani berdasarkan P3 pada pemupukan T1

Komposisi botani N0 N1 N2

Centrosema pubescens 5,39 6,68 7,85

Peuraria javanica 9,98 5,97 6,08

Stenopaphrum secundatum 9,44 16,13 13,28

Braciaria humidicola 38,5 9,92 11,01