Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran

RESPONS BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN DAN LEVEL PEMUPUKAN TERHADAP BERBAGAI PASTURA CAMPURAN TESIS KESEHATAN HARAHAP 107040007
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universita Sumatera Utara

RESPONS BERBAGAI TINGKAT NAUNGAN DAN LEVEL PEMUPUKAN TERHADAP BERBAGAI PASTURA CAMPURAN
TESIS Oleh: KESEHATAN HARAHAP 107040007
Untuk memperoleh Gelar Magister Peternakan dalam Program Studi Ilmu Peternakan Universitas Sumatera Utara
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI ILMU PETERNAKAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universita Sumatera Utara

Judul
Nama Mahasiswa NIM Program Studi

: Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran
: Kesehatan Harahap : 107040007 : Ilmu Peternakan

Ketua

Menyetujui oleh : Komisi Pembimbing
Anggota


Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt, MSi Ketua Program Studi
Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP

Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir.Darma Bakti, MS

Tanggal ACC :

Universita Sumatera Utara

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam tesis Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam tesis ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis serta dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.
Medan, Mei 2013 Kesehatan Harahap NIM 107040007
Universita Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Pagaran Tonga pada tanggal 12 April 1962 dari Ayahanda Mara Sudin Harahap dan Ibunda Rohani sebagai anak ke tiga dari sepuluh bersaudara.
Penulis menyelesaikan sekolah menengah umum di SPP. Snakma Negeri. Saree Aceh pada Tahun 1981. Tahun 2002 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana Pertanian dari Fakultas Pertanian Universitas Graha Nusantara Padang Sidempuan.
Pada Tahun 1981 penulis lulus PNS di Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan di Kabupaten Labuhanbatu Utara. Pada Tahun 2009 penulis diangkat sebagai Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan di Kabupaten Labuhanbatu Utara sampai sekarang.
Pada Tahun 2010 penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Magister pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Program Studi Ilmu Peternakan.

Universita Sumatera Utara

ABSTRAK
KESEHATAN HARAHAP, 2013. Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran. Dibimbing oleh Nevy Diana Hanafi dan Chairani Hanum.
Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Kualitas pakan dapat ditingkatkan, salah satunya dengan cara penanaman pastura campuran dengan pemanfaatan lahan yang tersedia. Oleh sebab itu, penelitian dilaksanakan untuk untuk menguji pastura campuran yang toleran terhadap naungan buatan (paranet) dan melihat respon pastura terpilih yang ditanam pada lahan yang berbeda dengan berbagai tingkat pemupukan. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (Split-split Plot), dimana sebagai petak utama adalah naungan (tanpa naungan, naungan dengan kerapatan 1,7mm dan naungan dengan kerapatan 0,2mm), anak petak adalah level pemupukan (T0 : tanpa pemupukan, T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar, dan T2: 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hektar), dan anak-anak petak yaitu pastura yang terdiri dari (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides, dan P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan kering pastura tidak berpengaruh berbeda nyata pada tingkat pemupukan dan naungan. Hasil bahan kering paling tinggi terdapat pada N1T0P3 yaitu sebesar 19.086,60kg/ha/tahun. Sedangkan pada kandungan protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar berpengaruh berbeda nyata. Kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar masing-masing paling tinggi terdapat pada perlakuan N2T2P3, N0T0P2, N2T2P3 yaitu 19,81%, 42,49%, dan 4,87%. Rataan kapasitas tampung tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada tingkat naungan maupun level pemupukan, kapasitas tampung paling tinggi terdapat pada N2T1P2 yaitu 4,18ST/Ha/Tahun. Dapat disimpulkan bahwa hijauan yang baik dapat dikembangkan adalah Brachiaria humidicola.
Kata kunci: Pastura Campuran, Naungan, Pemupukan, Kapasitas Tampung, Komposisi botani, Gulma
Universita Sumatera Utara

ABSTRACK
KESEHATAN HARAHAP, 2013. Different Levels of Shade and response Fertilization Level Against Various Pasture Mixture. Supervised by Nevy Diana Hanafi and Chairani Hanum.
The feed is one of the most important factors in the business of raising livestock. Feed quality can be improved, such as by planting pastures with a mixture of land uses are available. Therefore, the research conducted to test the pasture mix for shade-tolerant artificial (paranet) and see the response selected pastures that were planted in different fields with different levels of fertilization. The method used is the design of plots divided (Split-split plot), where the main plot is the shade (without shade, shade by shade density of 1.7 mm and 0.2 mm density), is the subplot level of fertilization (T0: without fertilization, T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hectare, and T2: 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hectare), And the kids are pasture plots consisting of (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides, and P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).
The results showed that dry matter pasture not significantly different effect on the rate of fertilization and shade. Highest dry matter results found in N1T0P3 is equal 19086.60 kg / ha / year. While the content of crude protein, crude fiber, and crude fat were significantly different effect. The content of crude protein, crude fiber, crude fat each treatment is highest in N2T2P3, N0T0P2, N2T2P3 ie 19.81%, 42.49%, and 4.87%. Mean capacities showed no significant differences in the level of shade and fertilizer levels, is highest capacities on the N2T1P2 4.18 ST / ha / year. It can be concluded that forage can be developed is Brachiaria humidicola.
Keywords: Pasture Mixture, Shade, Fertilization, capacity of Contain, botanical composition, Weeds
Universita Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan sukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang maha kuasa, atas karunia dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran” Sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Disini penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua, istri dan seluruh keluarga yang memberikan dukungan penuh kepada penulis hingga terlaksananya proses pembelajaran pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Ucapan terima kasih disampaikan juga kepada Ibu Dr. Nevy Diana Hanafi, SPt, MSi selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Dra. Ir. Chairani Hanum, MS selaku pembimbing II atas segala bimbingan dan arahan, curahan ilmu dalam penulisan ini.

Akhirnya penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis berharahap kritikan dan saran demi kesempurnaannya, dan atas partisipasi dan bantuan dari semua pihak sekali lagi penulis haturkan banyak terima kasih dan semoga tulisan ini ada manfaatnya, amin.
Medan, juli 2013
Penulis
Universita Sumatera Utara

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………..

Hal i

RIWAYAT HIDUP………………………………………………………….. ii

ABSTRAK…………………………………………………………………… iii

ABSTRACT…………………………………………………………………………… iv

KATA PENGANTAR…………………………………………………........ v

DAFTAR ISI………………………………………………………………… vi


DAFTAR TABEL…………………………………………………………… viii

DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… ix

PENDAHULUAN Latar Belakang………………………………………………………..
Tujuan Penelitian……………………………………………………..
Manfaat Penelitian……………………………………………………
Hipotesis………………………………………………………………

1 2 3 3

TINJAUAN PUSTAKA Naungan………………………………………………………………. Peran Cahaya bagi Tanaman………………………………………… Pemupukan dan Peranannya bagi Tumbuhan……………………… Jenis Tanaman Rumput dan Legum…………………………………. Pertanaman Campuran Rumput dan Leguminosa………………….. Kapasitas Tampung………………………………………………….. Komposisi Botani…………………………………………………… Kandungan Nutrisi…………………………………………………..

4 6 9 17 24 27 28 29

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat……………………………………………………
Bahan dan Alat Penelitian………………………………………….…
Metode Penelitian………………………………………………..……
Prosedur Pelaksanaan…………………………………….…………..


31 31 32 32

Universita Sumatera Utara

Rancangan Percobaan……………………………………….……….. Pengambilan Data……………………………………………………. Parameter Penelitian…………………………………….…………… Analisis Data…………………………………………….……………

34 35 36 37

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bahan Kering………………………………………………
Produksi Nutrisi Pastura……………………………………………..
Komposisi Botani…………………………………………………….
Kapasitas Tampung……………………………………………………

38 41 54 61

KESIMPULAN Kesimpulan……………………………………………………………
Saran…………………………………………………..……………….

65 66


DAFTAR PUSTAKA…………………………………….…………………. 67 LAMPIRAN……………………………………………….………………… 74

Universita Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No Ha .l

1. Produksi Bahan Kering pastura pada berbagai tingkat naungan……………

38

2. Produksi Bahan Kering pastura dari beberapa tingkat pemupukan...............

40

3. Pengaruh naungan dan pemupukan terhadap kandungan gizi pastura...........

41


4. Produksi Protein Kasar pastura pada berbagai naungan……………………

42

5. Produksi Protein Kasar pastura campuran dari beberapa tingkat pemupukan............................................................................................... 43 ......

6. Produksi Serat Kasar pastura campuran pada berbagai naungan…………...

46

7. Produksi Serat Kasar pastura dari interaksi beberapa tingkat pemupukan dan pastura 47 campuran………………………………………………………

8. Produksi Lemak Kasar pastura campuran pada beberapa 50 Naungan.............

9. Produksi Lemak Kasar pastura pada beberapa tingkat pemupukan........ 51

10. Kapasitas

tampung


ternak

naungan………………………

pada berbagai 63

11. Kapasitas tampung ternak pada beberapa tingkat pemupukan (ST/Ha/Tahun)...................................................................................... 63
\

Universita Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR
No. Hal
1. Grafik kandungan protein kasar pastura dari interaksi beberapa naungan dan pemupukan (%)……………………………………………………… 44
2. Grafik kandungan protein kasar pastura dari interaksi beberapa naungan dan pastura campuran (%)………………………………….………… 45
3. Kandungan protein kasar pastura dari interaksi beberapa tingkat pemupukan dan pastura campuran (%)………………………………….…….. 45
4. Diagram batang interaksi naungan(N), pemupukan (T), dan pastura campuran (P)…………………………………………………………………. 46
5. Grafik kandungan serat kasar pastura dari interaksi beberapa naungan dan pemupukan (%)……………………………………………………… 49
6. Grafik kandungan serat kasar pastura dari interaksi beberapa naungan dan pastura campuran (%)……………………………………………….. 49

7. Grafik kandungan serat kasar pastura dari interaksi beberapa tingkat pemupukan dan pastura campuran (%)………………………………….. 50
8. Diagram batang naungan (N), pemupukan (T) dan pastura campuran (P)………………………………………………………………………… 51
9. Grafik kandungan lemak kasar pastura dari interaksi beberapa naungan dan pemupukan (%) …………………………………………..…………. 53
10. Grafik kandungan lemak kasar pastura dari interaksi beberapa naungan dan pastura campuran (%)……………………………………………….. 54
11. Grafik kandungan lemak kasar pastura dari interaksi beberapa tingkat pemupukan dan pastura campuran (%)………………………….……….. 54
12. Diagram batang naungan, pemupukan dan pastura campuran…………… 55 13. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T0… 55 14. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T1… 55 15. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P0 pada pemupukan T2…
Universita Sumatera Utara

55 16. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T0… 56 17. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T1… 57 18. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P1 pada pemupukan T2… 57 19. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T0… 58 20. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T1… 58 21. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P2 pada pemupukan T2… 59 22. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P3 pada pemupukan T0… 60 23. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P3 pada pemupukan T0… 60 24. Diagram rataan komposisi botani berdasarkan P3 pada pemupukan T0… 60
Universita Sumatera Utara

ABSTRAK
KESEHATAN HARAHAP, 2013. Respons Berbagai Tingkat Naungan dan Level Pemupukan Terhadap Berbagai Pastura Campuran. Dibimbing oleh Nevy Diana Hanafi dan Chairani Hanum.
Pakan merupakan salah satu faktor terpenting dalam usaha pemeliharaan ternak. Kualitas pakan dapat ditingkatkan, salah satunya dengan cara penanaman pastura campuran dengan pemanfaatan lahan yang tersedia. Oleh sebab itu, penelitian dilaksanakan untuk untuk menguji pastura campuran yang toleran terhadap naungan buatan (paranet) dan melihat respon pastura terpilih yang ditanam pada lahan yang berbeda dengan berbagai tingkat pemupukan. Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan petak-petak terbagi (Split-split Plot), dimana sebagai petak utama adalah naungan (tanpa naungan, naungan dengan kerapatan 1,7mm dan naungan dengan kerapatan 0,2mm), anak petak adalah level pemupukan (T0 : tanpa pemupukan, T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hektar, dan T2: 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hektar), dan anak-anak petak yaitu pastura yang terdiri dari (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides, dan P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bahan kering pastura tidak berpengaruh berbeda nyata pada tingkat pemupukan dan naungan. Hasil bahan kering paling tinggi terdapat pada N1T0P3 yaitu sebesar 19.086,60kg/ha/tahun. Sedangkan pada kandungan protein kasar, serat kasar, dan lemak kasar berpengaruh berbeda nyata. Kandungan protein kasar, serat kasar, lemak kasar masing-masing paling tinggi terdapat pada perlakuan N2T2P3, N0T0P2, N2T2P3 yaitu 19,81%, 42,49%, dan 4,87%. Rataan kapasitas tampung tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada tingkat naungan maupun level pemupukan, kapasitas tampung paling tinggi terdapat pada N2T1P2 yaitu 4,18ST/Ha/Tahun. Dapat disimpulkan bahwa hijauan yang baik dapat dikembangkan adalah Brachiaria humidicola.
Kata kunci: Pastura Campuran, Naungan, Pemupukan, Kapasitas Tampung, Komposisi botani, Gulma
Universita Sumatera Utara

ABSTRACK
KESEHATAN HARAHAP, 2013. Different Levels of Shade and response Fertilization Level Against Various Pasture Mixture. Supervised by Nevy Diana Hanafi and Chairani Hanum.

The feed is one of the most important factors in the business of raising livestock. Feed quality can be improved, such as by planting pastures with a mixture of land uses are available. Therefore, the research conducted to test the pasture mix for shade-tolerant artificial (paranet) and see the response selected pastures that were planted in different fields with different levels of fertilization. The method used is the design of plots divided (Split-split plot), where the main plot is the shade (without shade, shade by shade density of 1.7 mm and 0.2 mm density), is the subplot level of fertilization (T0: without fertilization, T1: 100kg Urea + 50kg SP-36 + 50kg KCl per hectare, and T2: 150kg urea + 75kg SP-36 + 75kg per hectare), And the kids are pasture plots consisting of (P0: Arachis glabrata + Calopogonium muconoides + Centrocema pubescens. P1: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Arachis glabrata, P2: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Calopogonium muconoides, and P3: Stenotaphrum secundatum + Brachiaria humidicola + Pueraria javanica + Centrocema pubescens).
The results showed that dry matter pasture not significantly different effect on the rate of fertilization and shade. Highest dry matter results found in N1T0P3 is equal 19086.60 kg / ha / year. While the content of crude protein, crude fiber, and crude fat were significantly different effect. The content of crude protein, crude fiber, crude fat each treatment is highest in N2T2P3, N0T0P2, N2T2P3 ie 19.81%, 42.49%, and 4.87%. Mean capacities showed no significant differences in the level of shade and fertilizer levels, is highest capacities on the N2T1P2 4.18 ST / ha / year. It can be concluded that forage can be developed is Brachiaria humidicola.
Keywords: Pasture Mixture, Shade, Fertilization, capacity of Contain, botanical composition, Weeds
Universita Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha pemeliharaan
ternak. Kenyataan di lapangan, peternak masih kurang memperhatikan kualitas pakan, sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas ternak. Masalah utama yang dihadapi dalam penyediaan hijauan pakan ternak terbatasnya penggunaan dan pemilikan lahan, karena pada umumnya lahan produktif digunakan untuk tanaman pangan dan perkebunan. Demi tersedianya hijauan pakan yang kontiniu sepanjang tahun, maka perlu dilakukan budidaya hijauan pakan, baik dengan usaha perbaikan padang penggembalaan di lahan kering maupun cara budidaya yang komperatif. Pemanfaatan areal pada lahan perkebunan kelapa sawit adalah satu alternatif dalam penyediaan akan tetapi pada lahan perkebunan ini adalah rendahnya intensitas matahari.
Naungan adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengurangi atau menghambat panas atau sinar matahari yang langsung ke tanaman. Untuk meningkatkan kelembaban suhu atau mengurangi penguapan disekitar tanaman oleh sinar matahari maka perlu adanya penauangan.
Pupuk secara umum ialah suatu bahan yang bersifat organik ataupun anorganik, bila ditambah kedalam tanah atau ke tanaman, dapat memperbaiki sifat fisik, sifat kimia, sifat biologi tanah dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sementara itu, pemupukan adalah metode atau cara-cara pemberian pupuk atau aplikasi pupuk ke dalam tanah atau ke tanaman melalui daun atau bagian tanaman lainnya.
Universita Sumatera Utara

Pertanaman campuran rumput dan leguminosa merupakan salah satu upaya penyediaan hijauan pakan yang berkualitas dan kontinyu untuk menopang produktivitas ternak ruminansia. Rumput yang mempunyai sifat tumbuh merayap dan mempunyai laju pertumbuhan sejalan dengan leguminosa merupakan pasangan yang tepat untuk pertanaman campuran yang digembalai oleh ternak. Hal yang harus diperhatikan dari pertanaman campuran rumput-leguminosa adalah toleransi atau tidaknya tanaman tersebut pada naungan.
Tanaman akan tumbuh dengan baik apabila faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dapat terpenuhi secara sempurna. Pemberian pupuk yang cukup merupakan hal yang penting karena tidak semua mineral yang dibutuhkan oleh tanaman tersedia dalam tanah, sehingga perlu adanya pemberian zat tambahan dengan dosis tepat.
Hal inilah yang mendorong adanya penelitian untuk mengkaji lebih jauh kemungkinan pemanfaatan lahan dibawah tingkat naungan dan level pemupukan, pengaruhnya yang ditinjau dari hasil hijauan total berdasarkan komposisi botani, kandungan gizi dan daya tampung pastura.
Tujuan penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji pastura campuran yang toleran
terhadap naungan buatan (paranet) dan melihat respon pastura terpilih yang ditanam pada lahan yang berbeda dengan berbagai tingkat pemupukan, ditinjau dari produktivitas pastura (bahan kering), kandungan gizi dari hijauan, komposisi botani, serta kapasitas tampung lahan.
Universita Sumatera Utara

Manfaat penelitian Penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dan strategi untuk

pengembangan hijauan dilahan perkebunan kelapa sawit dalam rangka mendukung upaya pengembangan ternak ruminansia melalui Integrasi dengan ekosistem perkebunan, yang akan bermanfaat meningkatkan produktivitas lahan perkebunan dan sekaligus pendapatan petani peternak. Hipotesis
Naungan, pemupukan dan pastura campuran memberi pengaruh yang penting terhadap produktivitas pastura (bahan kering, kandungan nutrisi, komposisi botani dan kapasitas tampung).
Universita Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Naungan Pengaruh naungan terhadap tanaman disamping mengurangi cahaya
matahari yang tiba di permukaan, dapat juga mempengaruhi iklim mikro tanaman. Naungan dapat mempengaruhi beberapa faktor lingkungan antara lain: temperatur, kelengasan tanah, pergerakan udara (Chambers 1978), mempertahankan unsur hara, menekan gulma (Chang 1968), menurunkan suhu tanah dan tanaman pada waktu siang, menaikkan suhu udara pada waktu malam, perlindungan dari limpasan hujan, pemindahan uap air dan CO2, dan menaikkan kelembaban relatif (Stiger 1984).
Naungan baik secara alami maupun buatan mengakibatkan pengurangan jumlah cahaya yang di terima oleh tanaman. Sebagian besar rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar matahari, namun jenis rumput yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau bahkan masih meningkat pada naungan sedang. Hasil penelitian Alvarenga et al (2004) menunjukkan bahwa tanaman yang ditanam pada kondisi tanpa naungan cenderung memiliki produksi berat kering akar yang lebih tinggi dibandingkan tanaman dengan naungan. Tetapi produksi hijauan yang toleran naungan masih dapat meningkat pada naungan sedang (Samarakoon et al. 1990).
Menurut Haris (1999) peningkatan luas daun merupakan salah satu mekanisme toleransi terhadap naungan untuk memperoleh cahaya yang lebih tinggi atau optimalisasi penerimaan cahaya oleh tanaman. Naungan dapat
Universita Sumatera Utara

meningkatkan proporsi daun dan menyebabkan luas daun lebih tersebar ke seluruh kanopi (Ludlow et al. 1974).
Taiz dan Zeiger (1991) melaporkan bahwa daun yang ternaungi mengabsorbsi sedikit saja pada infra merah sehingga menyebabkan perubahan karakteristik fitokrom dan tanaman jadi lebih tinggi. Tanaman pada perlakuan naungan mengalami proses etiolasi sehingga pertumbuhan tanaman lebih tinggi, begitu juga dengan luas daun, dimana pada tanaman muda carambola terjadi peningkatan luas daun dengan bertambahnya taraf naungan.
Menurut Dwiyanto (2002), potensi sumber daya alam seperti yang terdapat pada lahan ternaungan masih cukup berpeluang untuk dimanfaatkan secara intensif sebagai pakan ternak, namun demikian kualitas dan kwantitasnya masih rendah, hal ini disebabkan kebutuhan zat makanan yang diperoleh dari tanah sangat minim. Hal ini sesuai dengan pendapat Wilson (1990), produksi akan turun bila tumbuh di tempat yang tidak mendapatkan sinar.
Sebagian besar spesies rumput tropis mengalami penurunan produksi sejalan dengan menurunnya intensitas sinar (Ludlow 1978), namun spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang (Wong et al. 1985; Samarakoon et al. 1990).
Level naungan adalah faktor yang sangat menentukan produksi pastura yang tumbuh pada areal tanaman tahunan. Penurunan intensitas cahaya mengurangi pertumbuhan spesies pastura pada berbagai tingkatan dan mempengaruhi kompetisi. Proses-proses di dalam tanaman yang dapat dipengaruhi oleh naungan adalah fotosintesis, transpirasi, respirasi, reduksi nitrat,
Universita Sumatera Utara

sintesis protein, produksi hormon, translokasi, penuaan, pertumbuhan akar dan penyerapan nitrat (Struik dan Deinum 1982). Spesies pastura tropis yang ditanam dibawah intensitas cahaya yang berbeda dapat menunjukkan perubahan morfologis dan fisiologis dalam nisbah pucuk/akar, indeks luas daun, luas dan spesifik dari efisiensi penggunaan cahaya (Sophanodora 1991). Perubahan ini akibat dari kompatabilitas rumput bila ditanam pada lingkungan ternaungi.
Namun demikian, beberapa studi pada kondisi dimana ketersediaan hara dalam tanah sangat terbatas, ternyata ditemukan produksi biomasa tertinggi pada perlakuan naungan yang sedang dibanding pada kondisi terbuka (Wong dan Wilson 1980). Hal ini juga diteliti oleh Masuda (1977) dimana adanya indikasi menurunnya kecernaan hijauan sejalan dengan meningkatnya naungan. Peningkatan kandungan serat kasar akan berpengaruh terhadap penurunan kecernaan, begitu juga dengan ”intake”, tetapi sebaliknya dengan kandungan protein dan mineral, dimana terjadi peningkatan terhadap kecernaan, yang secara tidak langsung berpengaruh juga terhadap peningkatan ”intake”. Peningkatan kandungan tannin dan penurunan kandungan BETN berpengaruh terhadap penurunan palatabilitas dan ”intake”nya.
Peranan Cahaya bagi Tanaman Cahaya yang mempengaruhi pertumbuhan dibagi dalam tiga komponen
penting yaitu: kualitas, lama penyinaran, dan intensitas. Kualitas cahaya berhubungan dengan panjang gelombang, dimana panjang gelombang yang mempunyai laju pertumbuhan baik pada fase vegetatif maupun generatif adalah cahaya tampak dengan panjang gelombang 360 nm sampai 760 nm (Salisbury dan Roos 1995).
Universita Sumatera Utara

Kemampuan tanaman untuk beradaptasi terhadap kondisi naungan ditentukan oleh kemampuannya untuk dapat melakukan proses fotosintesis secara normal pada keadaan kekurangan cahaya. Radiasi matahari mempengaruhi posisi kloroplas akan mengumpul pada sisi dinding sel terdekat dan terjauh dari radiasi (Salisbury dan Roos 1995). Keadaan ini menyebabkan daun kelihatan lebih hijau pada kondisi ternaungi karena kloroplasnya mengumpul pada permukaan daun (Myers et al. 1997).
Pertumbuhan tanaman tergantung pada intensitas, kualitas, lamanya (perioditas) dan arah cahaya. Bila intensitas cahaya yang diterima rendah, maka jumlah cahaya yang diterima oleh setiap luasan permukaan daun dalam jangka waktu tertentu rendah (Garner et al., 1991). Kondisi kekurangan cahaya berakibat terganggunya metabolisme, sehingga menyebabkan menurunnya laju fofosintesis dan sintesa karbohidrat (Sopandie et al., 2003). Energi cahaya bertanggung jawab terhadap kegiatan fotosintesis dan sejumlah pengikatan N melalui reaksi kimia.
Intensitas cahaya yang optimum juga berbeda menurut jenis tanaman. Ada tanaman yang tumbuh dengan baik sekali di tempat-tempat yang teduh, ada juga tanaman yang memerlukan cahaya dengan intensitas tinggi sekitar cahaya matahari penuh. Tanaman jenis terakhir ini dinamakan ”sunplants”, sedangkan yang suka naungan disebut ”shade plants” (Devlin dan Witham 1983).
Kualitas dan kuantitas cahaya mempengaruhi terhadap banyak hal dalam pertumbuhan tanaman antara lain: 1) etiolasi tanaman, 2) produksi pigmen, 3) pembentukan cabang, dan 4) perpanjangan batang (Hartwick 2004). Alvarenga et al., (2004) menemukan adanya tendensi peningkatan konsentrasi
Universita Sumatera Utara

klorofil dan penurunan laju fotosintesis dengan meningkatnya taraf naungan pada tanaman Croton urucurana Baill.
Fotosintesis merupakan proses pembentukan karbohidrat dari CO2 dan H2O dalam hijau daun dengan bantuan energi matahari. Produksi karbohidrat akan meningkat dengan meningkatnya hara nitrogen, demikian juga nitrogen akan dimanfaatkan oleh tanaman untuk mensintesis protein. Karbohidrat dan protein yang merupakan komponen dari bahan kering tanaman sehingga semakin meningkatnya pembentukan protein dan karbohidrat akan meningkatkan produksi bahan kering hijauan (Humphreys 1978). Menurut Salysbury dan Roos (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi fotosintesis tanaman, yaitu: 1) air (H2O), 2) karbondioksida (CO2), 3) cahaya, 4) hara dan 5) suhu.
Tanaman yang tergolong C3 dan C4 menunjukkan tanggap morfologi yang sama terhadap naungan, tetapi tanggap fotosintesisnya berbeda terhadap naungan. Pada golongan rumput yang tahan naungan memiliki kandungan N daun lebih tinggi dari pada yang peka terhadap naungan (Kephart dan Buxton 1993).
Kemampuan adaptasi tanaman pada kondisi naungan sangat ditentukan oleh kemampuan tanaman untuk menghindar maupun untuk mentolerir keadaan kurang cahaya tersebut. Karakter fotosintetik tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada intensitas cahaya rendah berbeda dengan tanaman yang tidak dapat menyesuaikan diri pada kondisi ternaungi. Pada tanaman yang toleran, intensitas cahaya yang rendah dapat diatasi antara lain dengan meningkatkan kandungan pigmen perkloroplas. Disamping itu, tanaman toleran dapat beradaptasi dengan menghindari penurunan aktivitas enzim.
Universita Sumatera Utara

Hasil penelitian Sahardi et al., (1999) menunjukkan bahwa genotipe toleran naungan memiliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dan sel-sel mesofil yang lebih tipis. Ketebalan lapisan palisade dan mesofil dapat berubah sesuai dengan kondisi cahaya yang menyebabkan tanaman menjadi efisien dalam menyimpan energi radiasi untuk perkembangannya. Penangkapan cahaya per unit area fotosintetik dilakukan dengan mengurangi cahaya yang direfleksikan dan ditransmisikan melalui peningkatan kandungan kloroplas dan kandungan pigmen perkloroplas. Tanaman dapat mentolerir keadaan intensitas cahaya yang rendah dengan menurunkan titik konpensasi cahaya dan menurunkan laju respirasi di bawah titik kompensasi cahaya yang dilakukan dengan menghindari penurunan aktivitas enzim dan menghindari kerusakan pigmen.
Pemupukan dan Peranannya bagi Tanaman Pupuk adalah suatu bahan organik atau anorganik yang berasal dari alam
atau buatan yang diberikan pada tanaman secara langsung atau tidak langsung untuk menambah unsur hara esensial tertentu bagi pertumbuhan tanaman (Pitojo, 1995).
Lingga dan Marsono (2006) menambahkan bahwa pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk menggantikan unsur yang habis terhisap tanaman. Memupuk berarti menambahkan suatu bahan yang mengandung unsur hara tertentu ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun) untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Pemupukan pada tanaman secara umum dapat dikatakan bahwa manfaat pupuk adalah menyediakan unsur hara yang kurang atau bahkan tidak tersedia di
Universita Sumatera Utara

tanah untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Namun, secara lebih terinci manfaat pupuk ini dapat dibagi dalam dua macam, yaitu yang berkaitan dengan perbaikan sifat fisika dan kimia tanah. Manfaat utama dari pupuk yang berkaitan dengan sifat fisika tanah, yaitu memperbaiki struktur tanah dari padat menjadi gembur, sedangkan mafaat pupuk yang berkaian dengan sifat kimia tanah adalah sebagai penyedia unsur hara yang diperlukan oleh tanaman sekaligus membantu mencegah kehilangan unsur hara yang cepat hilang oleh penguapan atau air perkolasi (Marsono dan Sigit, 2001). Nitrogen
Secara umum nitrogen berperan dalam memacu pertumbuhan tanaman terutama pada fase vegetatif, berperan dalam pembentukan klorofil serta sebagai komponen pembentuk lemak, protein, dan persenyawaan lain (Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan bahwa nitrogen berperan dalam proses pertumbuhan, sintesis asam amino dan protein serta merupakan pembentuk struktur klorofil. Nitrogen sebagai pembentuk struktur klorofil, nitrogen akan mempengaruhi warna hijau daun. Ketika tanaman tidak mendapatkan cukup nitrogen, wana hijau daun akan memudar dan akhirnya menguning. Kekurangan nitrogen akan menyebabkan pertumbuhan terhambat, daun berwarna kuning, tangkai tinggi kurus, dan warna hijau daun menjadi pucat.
Pemberian unsur hara nitrogen dapat dilakukan melalui pemupukan. Pupuk nitrogen termasuk pupuk kimia buatan tunggal. Jenis pupuk ini termasuk pupuk makro. Sesuai dengan namanya pupuk-pupuk dalam kelompok ini didominasi oleh unsur nitrogen (N). Adanya unsur lain di dalamnya lebih bersifat sebagai pengikat atau juga sebagai katalisator. Salah satu jenis pupuk nitrogen
Universita Sumatera Utara

yang sering digunakan adalah urea. Urea adalah pupuk buatan hasil persenyawaan NH3 dengan CO2. Bahan dasarnya biasanya berupa gas alam dan merupakan hasil ikutan tambang minyak bumi. Kandungan N total berkisar antara 45-46% (Marsono dan Sigit, 2001). Phosfor
Phospor (P) disebut sebagai kunci kehidupan bagi tanaman karena unsur ini terlibat langsung dalam proses hidup tumbuhan. Unsur P adalah hara kedua setelah nitrogen (N) dalam frekuensi atau kegunaannya sebagai pupuk. Keperluan P kadang kadang.
lebih kritik daripada N pada tanah-tanah tertentu. Nitrogen dapat ditambat oleh mikroba dari udara, tetapi unsur P hanya berasal dari batuan. Tanpa kecukupan P berbagai proses di dalam tanaman akan terhambat sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman tidak berlangsung secara optimal (Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor, 1991).
Phospor (P) berperan dalam merangsang pertumbuhan dan perkembangan akar, sebagai bahan dasar (ATP dan ADP), membantu asimilasi dan respirasi, mempercepat proses pembungaan dan pembuahan, serta pemasakan biji dan buah (Marsono dan Sigit, 2001). Parker (2004) menambahkan phospor berperan dalam menstimulasi pertumbuhan akar, membantu pembentukan benih, berperan dalam proses fotosintesis dan respirasi. Kekurangan unsur phospor akan menyebabkan warna keunguan pada daun dan batang serta bintik hitam pada daun dan buah. Menurut Tan (1996) phosfor merupakan hara tanaman esensial dan diambil oleh tanaman dalam bentuk ion anorganik : H2PO4 dan HPO2.
Universita Sumatera Utara

Phosfor diperlukan dalam perkembangan akar, untuk mempertahankan vigor tanaman, untuk pembentukan benih, dan pengontrolan kematangan tanaman. Phosfor juga merupakan komponen esensial ADP (Adenosine Di Phospate) dan ATP (Adenosine The Phospate), yang bersama-sama memerankan bagian penting dalam fotosintesis dan peyerapan ion serta sebagai transportasi dalam tanaman. Phosfor juga merupakan bagian esensial dari asam nukleat (DNA dan RNA). Kalium
Kalium (K) berperan dalam membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, berperan membentuk antibodi tanaman terhadap peyakit serta kekeringan (Marsono dan Sigit, 2001). Kalium tidak disintesis menjadi senyawa organik oleh tumbuhan, sehingga unsur ini tetap sebagai ion di dalam tumbuhan. Kalium berperan sebagai aktivator dari berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi, serta untuk enzim yang terlibat dalam sintesis protein dan pati. Kalium juga merupakan ion yang berperan dalam mengatur potensi osmotik sel, dengan demikian akan berperan dalam mengatur tekanan turgor sel. Berkaitan dengan pengaturan turgor sel ini, peran yang penting dalam proses membuka dan menutupnya stomata (Lakitan, 2004). Tanaman yang kekurangan kalium akan lebih peka terhadap penyakit dan kualitas produksi biasanya rendah baik daun, buah maupun biji seperti pada kedelai (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998).
Kebutuhan tanaman akan unsur K dapat diperoleh dari pemupukan. Salah satu jenis pupuk kalium yang dikenal adalah KCl (Marsono dan Sigit, 2001). Upaya pemupukan kalium harus memperhatikan asas efektifitas karena selain
Universita Sumatera Utara

mudah larut dan tercuci bersama air perlokasi, unsur kalium juga mudah terikat dalam tanah.
Efektivitas pemupukan kalium dapat dicapai antara lain dengan memperhatikan waktu dan cara pemupukan yang tepat. Pemberian pupuk kalium secara bertahap diperlukan untuk mencegah penyerapan berlebihan oleh tanaman “luxury Consumption”. Pada tanah yang mengandung kalium cukup tersedia pemberian pupuk kalium dapat dikurangi. Dibandingkan tanaman pangan, tanaman perkebunan dan industri lebih banyak menggunakan pupuk kalium inorganik (Runhayat, 1995).
Pemberian pupuk merupakan salah satu jalan yang harus di tempuh untuk memperbaiki keadaan tanah, baik dengan pupuk buatan (anorganik), maupun dengan pupuk organik (seperti pupuk kandang dan kompos). Untuk lebih sederhana lagi, sebaiknya pupuk anorganik yang diberikan lewat akar ini dikelompokkan lagi. Ada dua kelompok pupuk berdasarkan jenis hara yang dikandungnya, yaitu pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Ke dalam kelompok pupuk tunggal ini ada tiga macam pupuk yang dikenal dan banyak beredar di pasaran, yaitu pupuk yang berisi hara utama nitrogen (N), hara utama posfor (P), dan hara utama kalium (K) (Lingga dan Marsono 2002).
Pemberian pupuk untuk setiap produksi hijauan akan berbeda, untuk sistem cut and carry Robbins (1986) merekomendasikan 300–600 kg N, 100 kg P dan 50 kg K /ha/tahun. Pada umumnya leguminosa lebih memerlukan unsur P dan K, sedangkan rumput lebih respon terhadap pemupukan N (Susetyo 1980). Pertumbuhan legum akan lebih cepat dan lebih baik dengan pemupukan P. Khusus untuk pertumbuhan Stylo, pertumbuhannnya tidak dipengaruhi oleh
Universita Sumatera Utara

pemupukan P, tetapi akan lebih baik lagi jika diberikan pupuk P, kecuali untuk Siratro dan Centro yang jelas menunjukkan respon yang sangat baik apabila diberikan pupuk P. Pupuk P yang dibutuhkan umumnya berkisar 30–60 kg/ha/tahun (Quiamco 1983), sedangkan pemberian pupuk K untuk segala jenis tanah berkisar 50 kg/ha/tahun (Whiteman 1980). Gibson (1975) juga telah merekomendasikan bahwa pemberian P yang baik untuk Desmodium intortum dan Stylosanthes guianensis adalah 80 kg/ha/tahun dan 40 kg/ha/tahun. Penggunaan pupuk untuk rumput Digitaria berkisar 100–1800 kg N/ha, P (33kg/ha), dan K (66 kg/ha), untuk Paspalum pemberian pupuk N berkisar 100–200 kg/ha, sedangkan untuk Stylosanthes pupuk P berkisar 50–100kg/ha (Reksohadiprodjo, 1994)
Chambliss dan Adjei (2006) pada penelitiannya di Florida Utara melaporkan bahwa pemberian pupuk P dan K tidak tergantung pada jenis tanah yang dipergunakan tetapi pada pada beberapa banyak pupuk N yang dipergunakan, untuk itu mereka melaporkan ada beberapa tahap pemberian pupuk, terutama pada rumput Paspalum notatum. Pemberian pupuk N 25 kg/ha/tahun, sebaiknya tidak perlu dilakukan pemberian pupuk P dan K, karena dianggap sangat tidak efektif, sedangkan untuk pemberian pupuk N 50 kg/ha/tahun, sebaiknya memberikan 12.5 kg/ha/tahun pupuk P dan 25 kg/ha/tahun pupuk K. Marino dan Berardo (2005) pada penelitiannya terhadap hijaun Alfalfa dengan beberapa tingkatan pemupukan P yaitu 0, 25, 50, dan 100 kg/ha, dari beberapa tingkatan pemupukan tersebut yang menunjukkan peningkatan terhadap produksi Alfalfa adalah pemberian pupuk 25–50 kg/ha.
Universita Sumatera Utara

Pupuk nitrogen tergolong cukup banyak ragamnya, umumnya yang

tersedia di pasaran dan banyak digunakan petani adalah urea dan ZA (Zwavelzure

amoniak). Nitrogen merupakan unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman, tanpa

nitrogen pertumbuhan tanaman akan lambat. Tanaman yang mengandung cukup

nitrogen untuk sekedar tumbuh saja akan menunjukkan gejala kekahatan, yakni

klorosis terutama pada daun tua. Pentingnya nitrogen bagi tanaman dipertegas

dengan kenyataan bahwa dalam tanaman hanya karbon, oksigen, hidrogenlah

yang jumlahnya lebih banyak dari nitrogen (Whitehead, 2000).

Pupuk nitrogen dapat meningkatkan jumlah tanaman penutup tanah,

terutaman tanaman merambat, dimana tanaman merambat tersebut dapat

menurunkan erosi, mengurangi gulma dan mengurangi evaporasi tanah dan

kelembaban. Pupuk nitrogen dibutuhkan oleh tanaman, dimana kekurangan unsur

P, K, dan S dapat menjadi pembatas bagi tanaman untuk menggunakan N

(Kirychuck, 2002).

Nitrogen

atau

zat

lemas

diserap

oleh

akar

tanaman

dalam

bentuk

NO

3

(nitrat) dan NH4+ (amonium), akan tetapi nitrat itu segera tereduksi menjadi

ammonium melalui enzim yang mengandung Molibdinum. Apabila unsur N

tersedia lebih banyak dari unsur lainnya, akan dapat dihasilkan protein lebih

banyak. Semakin tinggi pemberian N, semakin cepat pula sintesis karbohidrat

yang diubah menjadi protein dan protoplasma. Pemberia zat N baik digunakan

bagi tanaman penghasil daun, misalnya tebu dan rumpu-rumputan (Sutejo, 2002).

Persediaan P di dalam tanah mempunyai sumber dari: pupuk buatan (an

organik), dan pupuk alam (organik). Pupuk anorganik yang terdapat di pasaran

Universita Sumatera Utara

dan banyak digunakan petani di Indonesia antara lain TSP (Triplesuperposfat) dan SP-36.
Posfor dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang lebih sedikit daripada N dan kalium (K). P adalah elemen kunci dari bentuk AMP, ADP dan ATP yang berperan dalam fotosintesis dan respirasi (Hartman et al., 1981). Beberapa fungsi esensial P dalam tanaman adalah berperan dalam menyimpan energi dan mentransfernya untuk kebutuhan tanaman sesuai kepentingannya. Energi yang dihasilkan dari fotosintesis dan metabolisme karbohidrat disimpan dalam senyawa posfat untuk digunakan berikutnya dalam pertumbuhan dan proses reproduksi (Tisdale et al., 1985). P penting untuk pembentukan biji, mempercepat pemasakan biji, pertumbuhan akar dan pertumbuhan tanaman (Leiwakabessy, 1988). Posfor diambil tanaman dalam bentuk H2PO4- dan HPO4 2-.
Pupuk P dapat memperbaiki tingkat kehadiran tanaman dan ketika hijauan baru ditanam atau dibibitkan. Pemberian pupuk P 16 kg/ha akan memberikan fase pertumbuhan awal yang lebih cepat dan dapat membantu perkembangan akar (Kirychuck, 2002).
Penggunaan pupuk K di Indonesia kurang mendapat perhatian bila dibandingkan dengan penggunaan pupuk N dan pupuk P. Hal ini tidak berarti bahwa pupuk K tidak digunakan bagi pertanaman, mungkin pada pertanaman rakyatlah yang kurang, sebab kurang adanya respon. Sedang untuk perkebunanperkebunan penggunaan pupuk K paling banyak digunakan.
Kebutuhan akan K ini sesungguhnya cukup tinggi dan dalam hal ini apabila kebutuhan akan K tidak tercukupi akan terjadi translokasi K dari bagianbagian tanaman yang tua ke bagian yang muda. Berbeda dengan unsur N, S, dan P
Universita Sumatera Utara

(terdapat dalam protein), tetapi K tidak terdapat dalam protein, protoplasma, selulosa, sehingga diduga bahwa K hanya bersifat sebagai katalisator. Sebenarnya K mempunyai peranan penting dalam tanaman, yaitu dalam peristiwa-peristiwa fisiologis, misalnya sebagai berikut: berperan dalam metabolisme karbohidrat (berperan dalam pembentukan pati, pemecahannya, serta translokasi pati tersebut), berperan dalam metabolisme nitrogen dan sintesa protein, mengaktifkan berbagai enzim (invertase, peptase, diatase, dan katalase), mempercepat pertumbuhan jaringan meristimatik, menambah resistensi tanaman, dan mengatur pergerakan stomata dan hal yang berhubungan dengan air atau mempertahankan turgor tanaman yang dibutuhkan dalam proses fotosintesa dan proses-proses lainnya agar dapat berlangsung dengan baik. Oleh tanaman pupuk K diserap dalam bentuk K+ (Sutejo, 2002). Jenis Tanaman Rumput dan Legum Arachis glabarata
Arachis glabarata memiliki kemampuan pada naungan bervariasi tergantung ekotipe, misalnya CPI12121 dinilai sangat tahan naungan dan CPI29986 daya tahan naungan rendah. Biasanya dapat tumbuh pada naungan sedang. Arachis glabarata merupakan leguminosa yang memiliki kemampuan beradaptasi pada tanah yang berdrainase baik mulai dari tanah pasir sampai liat, lebih menyukai tanak masam namun dapat tumbuh baik pada tanah netral atau sedikit basa, selain itu beradaptasi baik pada daerah tropis maupun subtropics (Bowman dan Wilson, 1996). Arachis glabarata memiliki kualitas hijauan yang baik dan memiliki produksi bahan kering yang baik.
Universita Sumatera Utara

Saamarakon et al., (1990) yang menyebutkan bahwa spesies yang tahan terhadap naungan sering menunjukkan penurunan produksi yang relatif kecil atau masih meningkat pada naungan sedang. Disamping itu Prawirradiputra et al., (2006) menyatakan bahwa Arachis glabarata lebih tahan terhadap intensitas cahaya yang rendah/lebih beradaptasi dengan kondisi naungan. Adaptasi tersebut ditunjukkan oleh tinggi tanaman dan lebar daun yang menghasilkan produksi yang lebih besar. Calopogonium muconoides
Calopogonium adalah leguminosa yang bersifat memanjat dan merambat, diatas tanah dapat membentuk hamparan setebal kurang lebih 50 cm. Batang seolah-olah terbagi ke dalam dua bagian, bagian bawah menjalar sedangkan bagian atas memanjang. Berdaun tiga pada suatu tangkai, helai daun berbentuk oval ditutupi bulu-bulu halis coklat keemasan di kedua permukaannya, berbunga kupu-kupu tersusun seperti tandan berwarna kebiruan. Berbuah polong panjang antara 2,5-3,8 cm berwarna kuning kecoklatan dan tertutup bulu-bulu lebat. Tiap buah berisi 4-8 biji berwarna coklat muda atau coklat tua, berukuran 2,5-2,5 mm (Jayadi, 1991).
Calopogonium muconoides berasal dari Amerika Selatan. Bersifat perennial, merambat, membelit dan hidup di daerah-daerah yang tinggi kelembaban udaranya. Daun-daun terbentuk dengan lebat dalam waktu 5 bulan. Calopo ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan kelapa sawit, kopi, karet dan pada tanah yang baru dibuka. Calopo dipergunakan juga untuk memberantas weed atau tanaman liar lain (Reksohadiprodjo, 1981).
Universita Sumatera Utara

Calopogonium dapat tumbuh mulai dari pantai hingga ketinggian 2000 m, tetapi dapat beradaptasi dengan baik pada ketinggian 300-1500 m. Kacang ini cocok pada iklim tropis lembab dengan curah hujan tahunan lebih dari 1250 mm. Kacang ini tahan terhadap kekeringan tapi mungkin akan mati pada musim kering yang lama. Dapat tumbuh dengan cepat pada semua tekstur tanah, walaupun dengan pH rendah antara 4.5-5. Cara tumbuhnya dengan membelit, membuat Calopogonium mampu beradaptasi dengan baik pada beragam kondisi ekologi. Calopogonium tidak dapat beradaptasi dengan adanya naungan yang ditunjukkan dengan adanya penurunan pertumbuhan pucuk, akar dan pembentukan bintil akar dengan turunnya intensitas cahaya. Hal ini mungkin disebabkan karena daun-daun calopogonium tidak memiliki plastisitas di bawah keteduhan dibandingkan dengan lain tanaman-tanaman yang toleran terhadap keteduhan seperti Centrosema pubescens dan Desmodium heterocarpon subsp. heterocarpon var. ovalifolium. Di bawah intensitas cahaya rendah (< 20%) daun calopogonium akan mengurangi ukurannya sekitar 70% dibandingkan dengan daun yang berada dalam cahaya matahari penuh (http://www.proseanet.org, 2012).
Calopogonium juga dapat digunakan sebagai pupuk hijau untuk memperbaiki tanah, merupakan pioner dalam melindungi permukaan tanah, mengurangi temperature tanah dan dapat meningkatkan kesuburan tanah, serta dijadikan tanaman untuk menekan gulma/rumput seperti Imperata cylindrist L (alang-alang) (Chen et al., 1992). Centrosema pubescens
Legum Centrosema pubescens merayap memanjat berbunga kupu-kupu besar berwarna ungu muda kemerah-merahan. Polongannya berwarna coklat
Universita Sumatera Utara

panjangnya 15 cm dan mengandung 20 biji bewarna hitam berbintik-bintik, tiap kg berat biji mengandung 40.000 butir. Modus reproduksinya adalah menyerbuk sendiri. Kekerasan kulit biji karena variasi genetik telah banyak diketahui (Humpreys, 1979). Spesies legum ini tumbuh baik di daerah-daerah tropik dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Persyaratan tanah bagi legum ini tidak spesifik namun inokulasi rhizobium sering menguntungkan. Berbunganya tanaman dipengaruhi sangat baik dengan adanya panjang siang hari yang singkat dan photoperiode yang kritik sedikit kurang dari 12 jam (Reksohadiprodjo, 19