Optimasi Penyerap Panas Memanfaatkan Energi Panas Matahari Dengan Teknik Saluran Multi Belokan Tajam

(1)

OPTIMASI PENYERAP PANAS MEMANFAATKAN ENERGI

PANAS MATAHARI DENGAN TEKNIK SALURAN

MULTI BELOKAN TAJAM

T E S I S

Oleh

MUHAMAD HAIYUM 027015010/TM

SE

K O L A H

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

OPTIMASI PENYERAP PANAS MEMANFAATKAN ENERGI

PANAS MATAHARI DENGAN TEKNIK SALURAN

MULTI BELOKAN TAJAM

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam

Program Studi Teknik Mesin pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHAMAD HAIYUM 027015010/TM

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(3)

Judul Tesis : OPTIMASI PENYERAP PANAS MEMANFAATKAN ENERGI PANAS MATAHARI DENGAN TEKNIK SALURAN MULTI BELOKAN TAJAM

Nama Mahasiswa : Muhamad Haiyum Nomor Pokok : 027015010

Program Studi : Teknik Mesin

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof.Dr.Ir. Ahmad Syuhada, MSc ) Ketua

(Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA) ( Ir. Zamanhuri, MT) Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof.Dr.Ir. Bustami Syam, MSME) (Prof.Dr.Ir.T. Chairun Nisa B.,M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 02 Februari 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Ahmad Syuhada, M.Sc Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA

2. Ir. Zamanhuri, MT

3. Tulus Burhanuddin, ST, MT 4. Ir. Mulfi Hazwi, M.Sc


(5)

ABSTRAK

Optimasi penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari (surya) dipengaruhi oleh beberapa karakteristik aliran fluida di dalam saluran. Saluran penampang persegi empat dengan belokan tajam 1800 sering digunakan sebagai laluan aliran pada berbagai tipe peralatan termal. Pola aliran dalam saluran tersebut mempunyai suatu stuktur tiga dimensi yang kompleks, karena pemisahan aliran disebabkan oleh perubahan arah yang mendadak/tiba-tiba dari aliran di dalam belokan tajam lebih-lebih untuk aliran sekunder yang disebabkan oleh gaya sentrifugal, oleh karena itu laju perpindahan panas konveksi lokal untuk permukaan daerah yang kecil diharapkan tingkat perubahan secara nyata. Melalui variasi sudut hambatan yang disusun secara zig zag diharapkan dapat ditemukan sudut hambatan yang sesuai dalam upaya mengoptimalkan penyerapan panas dengan memanfaatkan energi matahari dengan teknik saluran multi belokan tajam. Ukuran dari kolektor adalah 250 cm x 80 cm. Pada setiap sisi dari kotak absober dilapisi dengan isolator termal berupa karet bewarna hitam dengan tebal 10 mm. Sebagai penyerap radiasi surya pada pengujian ini digunakan pasir besi dengan tebal 6 cm. Kotak pasir besi terbuat dari kayu dengan tebal 15 mm dan sebagai penutup transparan digunakan kaca 5 mm dengan ukuran 250 cm x 80 cm. Posisi kotak pemanas udara dibuat miring 150 dengan tujuan agar proses aliran udaranya bisa berlangsung dengan adanya perbedaan elevasi masukan dan keluaran. Jumlah hambatan sebanyak sembilan buah. Susunan hambatan yang berbentuk saluran multi belokan tajam (dengan sudut hambatan 900 dan 1050) dan tanpa belokan. Pengukuran temperatur dilakukan dengan beberapa variasi, yaitu : saluran tanpa belokan, saluran multi belokan tajam dengan sudut hambatan 900, dan saluran multi belokan tajam dengan sudut hambatan 1050. Pengujian dilakukan di alam terbuka dengan menggunakan energi surya sebagai energi pemanas dan pengukuran temperatur dilakukan sebanyak 29 titik pada laluan aliran Pengujian dilakukan dari jam 11.00 sampai dengan 15.00 wib. Hasil penelitian menunjukan, distribusi temperatur absorber untuk ketiga tipe solar kolektor cenderung sama, distribusi temperatur tertinggi dapat dicapai oleh kolektor dengan belokan tajam sudut hambatan 1050 yaitu temperatur maksimum 830 Cpada waktu pukul 12.30 – 13.30. Tipe solar kolektor berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900 merupakan distribusi temperatur kedua tertinggi yang mampu dicapai yaitu 810 C. Waktu untuk distribusi temperatur optimal adalah pukul 12.30 – 13.30, ini terjadi ketiga tipe kolektor yang diuji, hal ini terjadi karena waktu itu merupakan radiasi terbesar yang mampu di pancarkan ke bumi. Hasil dari kajian ini menyatakan bahwa tipe kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 memperoleh kemampuan memanaskan udara di dalam saluran kolektor paling optimal.


(6)

ABSTRACT

The optimum of heat absorber by exploiting the solar energy is influenced by some characteristics of fluid flow in a channel. The square longitudinal channel with the 180° sharp curve is always used as the streams for some various types of thermal instruments. The flowing pattern in that stream has a complex three dimensional structure, because the separation of stream is caused by a changing of sudden direction on the sharp curve, especially for the secondary stream which is caused by centrifugal affect. Therefore, the speed level of local conventional heat moving for the little surface area is expected to change clearly. Hopefully, through the variations of buffle angles which are structured zig-zagly, the suitable buffle angles can be created in optimalizing the heat absorber by using the solar energy with the technic of multi sharp curve channels. The size of collector is 250 cm x 80 cm Every side of the absorber box is coated by thermal isolator in the form of black rubber with the 10 mm thickness. As an absorber of solar radiation in this research, the iron sand with 6 cm thickness is used. The box of iron sand is made up of woods with its thickness is 15 mm and the transparent glass with the thickness of 6 mm, the length of 250 cm and the width of 80 cm is used at the top of its transparent cover. The air heater box is positioned leans at an angle of 15°, with the aims of the circulation of air stream could be exist because of the differences of an input and an output elevation. The total of buffle is nine. They are constructed in multi sharp curve of channel (with 90° and 105° buffle angles) and without a curve, too. The temperature degree was measured by some variations, they are the stream without curve, the stream with 90° multi buffle curves, the flow with 105° multi sharp curves. The survey was done in open air by using solar as the heat energy, the measurements of temperature was done on 29 spots at the stream of flow. The survey was done from 11 a.m. to 3 p.m. The results show that the distribution of absorber temperature for the three types of solar collector are inclined similar, the distribution of the first highest temperature could reach by collector at the 105° sharp curve with the buffle and the maximum temperature was 83° C. at 12.30 a.m. to 01.30 p.m. The ty pe of solar collector with 90° sharp curve and buffle was the second highest temperature which could reach 81° C. The optimal time for temperature distribution was from 12.30 a.m t0 01.30 p.m. This was happened for the three tested collectors. The highest temperature could be happened because of that time was as the time of highest radiated time wich could be radiated to the earth. The result of this study claimed that the type of collector with the sharp curved flow and had 105° buffle angle got the ability to heat the air in the most optimal collector in the channel.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Optimasi Penyerap Panas Memanfaatkan Energi Panas Matahari Dengan Teknik Saluran Multi Belokan Tajam”.

Tesis ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Laboratorium Thermal dan Fluida Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala. Penulisan tesis ini terlaksana berkat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak terutama komisi pembimbing dan melalui kolokium/seminar yang telah banyak memberi masukan saran demi kesempurnaan pelaksanaan penelitian.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada: Prof. Dr. Ir. Ahmad Syuhada, MSc (ketua), Prof. Dr. Ir. Farel H. Napitupulu, DEA (anggota) dan Ir. Zamanhuri, MT (anggota), selaku komisi pembimbing yang telah memberi petunjuk dan arahan mulai dari pembuatan proposal sampai menjadi sebuah tesis. Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting,M.Eng selaku Dekan Fakultas Teknik, Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME dan Dr. Ing.Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pascasarjana Teknik Mesin FakultasTeknik yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Pascasarjana Teknik Mesin. Direktur Politeknik Negeri Lhokseumawe dan Pemda NAD atas izin dan kepercayaan yang diberikan untuk menempuh pendidikan Program Magister. Seluruh dosen dan staf administrasi Program Studi Pascasarjana Teknik Mesin yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bantuan selama penulis dalam pendidikan di Program Magister. Seluruh rekan-rekan mahasiswa khususnya rekan-rekan yang bergabung di Laboratorium Thermal dan Fluida Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala dan penyelesaian tesis in. Ayahanda dan Ibunda, serta Bapak dan Ibu mertua yang telah berusaha untuk kebahagiaan penulis.


(8)

Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada istri tercinta Erlina dan anak tersayang Muhammad Firrizqi Furqan, Firzha ade Maulina, Firdhila Ananda Syahputri, yang telah memberikan banyak bantuan do’a, dorongan, dan semangat dalam menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan ini penulis hanya bisa berdo’a semoga Allah melindungi dan memberikan balasan yang setimpal kepada mareka.

Penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan yang membangun sangat diharapkan. Penulis juga berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Medan, Agustus 2009 Penulis,


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Muhamad Haiyum Tempat/Tanggal lahir : Binjai / 25 Juni 1965

Alamat : Jl. Tgk. Muda Lamkota Lr. Benteng Mas No. 2 Kel. Uteun Bayi Lhokseumawe

Pekerjaan : Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Lhokseumawe

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Sekolah Dasar No. 2 Harapan Binjai, 1978

2. Sekolah Menengah Pertama Taman Siswa Binjai, 1981 3. Sekolah Menengah Atas Negeri I Binjai, 1984

4. S 1 Jurusan Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 1991

RIWAYAT PEKERJAAAN.

1. Kepala Lab. Uji Bahan Politeknik Negeri Lhokseumawe, 1989-1999.

2. Kepala Lab. Teknologi Mekanik Politeknik Negeri Lhokseumawe, 1999- 2003. 3. Sekretaris HAKI Politeknik Negeri Lhokseumawe, 2003

PELATIHAN YANG DIUKUTI

3. Workshop On “PRE PROGRAM OF INFORMATION TECHNOLOGY” diadakan oleh IC - Star USU Medan, 02-03 Sep 2002

4. Workshop On “MSC / NASTRAN” diadakan oleh IC – STAR USU Medan, 27 November- 24 Desember 2003

PENGALAMAN DALAM BIDANG PENELITIAN

1. Pengaruh addative pada oli Mesran SAE 20-50 terhadap putaran mesin 2. Pengaruh panas pada las busur listrik terhadap kuat tarik pelat baja EMS 43


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ………... i

ABSTRACT……….. ii

KATA PENGANTAR ………... iii

RIWAYAT HIDUP ……….. v

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR GAMBAR ………... viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... x

DAFTAR NOTASI ……….. xi BAB 1 PENDAHULUAN ………

1.1 Latar Belakang ………... 1.2 Perumusan Masalah ………... 1.3 Tujuan Penelitian ………... 1.4 Manfaat Penelitian ………...

1 1 3 4 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...

2.1 Pendahuluan ... 2.2 Pola Aliran dan Perpindahan Panas Konveksi Bebas

pada Bidang Vertikal ... 2.3 Pola Aliran dan Konveksi Bebas pada Bidang Miring ... 2.4 Pola Aliran dan Perpndahan Panas Konveksi Bebas

pada Bidang Horizontal ………... 2.5 Pola Aliran dan Perpidahan Panas pada Saluran

dengan Belokan 900 ………. 2.6 Aliran Panas pada Saluran dengan Belokan Tajam 1800 ……….

2.7 Kerangka Konsep ……….

5 5 9 10 11 12 12 14 BAB 3 METODE PENELITIAN ……….

3.1 Tempat dan Waktu ………...

3.2 Bahan, Peralatan, dan Metode ………. 3.3 Pelaksanaan Penelitian ………. 3.4 Variabel yang Diamati ………. 3.5 Teknik Pengukuran, Pengolahan, dan Analisa Data ...

16 16 16 19 23 23 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ………

4.1 Distribusi Temperatur di Sepanjang Laluan ……… 4.2 Distribusi Temperatur di Sepanjang Saluran ...

24 24 29


(11)

4.3 Optimasi Distribusi Temperatur Pada Saluran Kolektor ……….. 4.4 Distribusi Bilangan Rayleigh Sepanjang Saluran ……… 4.5 Simulasi MEH

37 40 47 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 52 DAFTAR PUSTAKA ... 54


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Lapisan batas diatas plat-palat vertikal ... 10

2.2 Ilustrasi aliran panas pada bidang miring ... 11

2.3 Ilustrasi aliran panas konveksi bebas pada bidang horizontal ………. 11

2.4 Aliran panas pada belokan 900 ……… 12

2.5 Pergerakan fluida ketika melewati belokan tajam ... 13

2.6 Kerangka Konsep ... 15

3.1 Sket alat penyerap panas yang dibuat ... 18

3.2 Tata letak hambatan pada kolektor dengan belokan tajam 180O dengan sudut hambatan 90O ... 19 3.3 Posisi pengukuran temperatur pada kolektor dengan belokan tajam 180O dengan sudut hambatan 90O .……… 20 3.4 Tata letak hambatan pada kolektor dengan belokan tajam 180 O dengan sudut bufle 1050 ... 20 3.5 Posisi pengukuran temperatur pada kolektor dengan belokan tajam 180 O dengan sudut hambatan 1050 ……… 20 3.6 Posisi pengukuran temperatur kolektor tanpa belokan ... 21

3.7 Diagram alir pelaksanaan penelitian ……… 22

4.1 Posisi pengukuran temperatur absorber pada laluan tanpa hambatan ... 24

4.2 Distribusi temperatur absorber sepanjang laluan tanpa hambatan ……….. 25

4.3 Posisi distribusi temperatur absorber pada laluan berbelokan tajam 900 .... 26

4.4 Distribusi temperatur absorber sepanjang laluan berbelokan tajam 900 ... 26

4.5 Posisi pengambilan temperatur absorber laluan berbelokan tajam 1050 ... 27

4.6 Distribusi temperatur absorber sepanjang laluan berbelokan tajam 1050 pukul 12.30 – 13.30 Wib ……….. 28

4.7 Posisi pengambilan temperatur udara pada saluran laluan tanpa hambatan 29 4.8 Distribusi temperatur pada saluran tanpa hambatan ... 30


(13)

4.9 Distribusi temperatur sepanjang saluran tanpa hambatan dengan variasi

waktu pengukuran ……… 32

4.10 Posisi pengukuran temperatur udara pada saluran berbelokan tajam 900 32 4.11 Distribusi temperatur sepanjang saluran dengan sudut belokan 900 untuk waktu pukul 12.30-13.30 ……….. 33

4.12 Distribusi temperatur sepanjang saluran dengan sudut belokan 900 ... 34

4.13 Posisi pengukuran temperatur udara pada laluan berbelokan tajam 1050 35 4.14 Distribusi temperatur sepanjang saluran dengan sudut belokan 1050 untuk waktu pukul 12.30-13.30 ……….. 35

4.15 Distribusi temperatur sepanjang saluran dengan sudut belokan 1050 ... 37

4.16 Distribusi temperatur sepanjang saluran dengan variasi laluan ... 38

4.17 Distribusi bilangan Rayleigh sepanjang saluran ... 45

4.18 Distribusi bilangan Rayleigh pada belokan ... 46

4.19 Bentuk elemen penyerap panas tanpa penyekat ... 47

4.20 Bentuk elemen penyerap panas penyekat 900 ... 48

4.21 Bentuk elemen penyerap panas penyekat 1050 ... 48

4.22 Kontur aliran panas disepanjang penyerap panas tanpa penyekat ………... 49

4.23 Kontur aliran panas disepanjang penyerap panas penyekat 900 …………... 50


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomer Judul Halaman

1 Konstruksi Alat Penguji yang Digunakan………...56 2 Tabel Data Hasil Penghitungan Bilangan Rayleigh Terhadap Titik Pengukuran.59 3 Sifat-sifat Udara Pada Tekanan Atmosfer...62 4 Kolektor yang di Pabrikasi...63


(15)

DAFTAR NOTASI

Simbol Besaran Satuan

A Luas bidang perpindahan panas m2

C konstanta aliran -

cp Kalor spesifik kJ/kg.oC

d Diameter m

g Konstanta grafitasi m/s2 Gr Angka Grashof -

hc Koefisien konveksi W/m2.0C

H Tinggi plat m

k konduktivitas thermal W/m oC

L Panjang karakteristik m

Nu Angka Nusselt -

Pr Bilangan Prandt -

q Laju perpindahan panas kJ

Q Perpindahan panas konveksi W

Ra Rayleigh number -

S Jarak antar dua plat m

Tw Temperatur plat 0C

Tα Tempertur laluan 0C

v Viskositas kinematis m2/s

α Difusitas thermal m2/s

β Koefisien muai termal K-1

ρ Massa jenis kg/m3


(16)

ABSTRAK

Optimasi penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari (surya) dipengaruhi oleh beberapa karakteristik aliran fluida di dalam saluran. Saluran penampang persegi empat dengan belokan tajam 1800 sering digunakan sebagai laluan aliran pada berbagai tipe peralatan termal. Pola aliran dalam saluran tersebut mempunyai suatu stuktur tiga dimensi yang kompleks, karena pemisahan aliran disebabkan oleh perubahan arah yang mendadak/tiba-tiba dari aliran di dalam belokan tajam lebih-lebih untuk aliran sekunder yang disebabkan oleh gaya sentrifugal, oleh karena itu laju perpindahan panas konveksi lokal untuk permukaan daerah yang kecil diharapkan tingkat perubahan secara nyata. Melalui variasi sudut hambatan yang disusun secara zig zag diharapkan dapat ditemukan sudut hambatan yang sesuai dalam upaya mengoptimalkan penyerapan panas dengan memanfaatkan energi matahari dengan teknik saluran multi belokan tajam. Ukuran dari kolektor adalah 250 cm x 80 cm. Pada setiap sisi dari kotak absober dilapisi dengan isolator termal berupa karet bewarna hitam dengan tebal 10 mm. Sebagai penyerap radiasi surya pada pengujian ini digunakan pasir besi dengan tebal 6 cm. Kotak pasir besi terbuat dari kayu dengan tebal 15 mm dan sebagai penutup transparan digunakan kaca 5 mm dengan ukuran 250 cm x 80 cm. Posisi kotak pemanas udara dibuat miring 150 dengan tujuan agar proses aliran udaranya bisa berlangsung dengan adanya perbedaan elevasi masukan dan keluaran. Jumlah hambatan sebanyak sembilan buah. Susunan hambatan yang berbentuk saluran multi belokan tajam (dengan sudut hambatan 900 dan 1050) dan tanpa belokan. Pengukuran temperatur dilakukan dengan beberapa variasi, yaitu : saluran tanpa belokan, saluran multi belokan tajam dengan sudut hambatan 900, dan saluran multi belokan tajam dengan sudut hambatan 1050. Pengujian dilakukan di alam terbuka dengan menggunakan energi surya sebagai energi pemanas dan pengukuran temperatur dilakukan sebanyak 29 titik pada laluan aliran Pengujian dilakukan dari jam 11.00 sampai dengan 15.00 wib. Hasil penelitian menunjukan, distribusi temperatur absorber untuk ketiga tipe solar kolektor cenderung sama, distribusi temperatur tertinggi dapat dicapai oleh kolektor dengan belokan tajam sudut hambatan 1050 yaitu temperatur maksimum 830 Cpada waktu pukul 12.30 – 13.30. Tipe solar kolektor berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900 merupakan distribusi temperatur kedua tertinggi yang mampu dicapai yaitu 810 C. Waktu untuk distribusi temperatur optimal adalah pukul 12.30 – 13.30, ini terjadi ketiga tipe kolektor yang diuji, hal ini terjadi karena waktu itu merupakan radiasi terbesar yang mampu di pancarkan ke bumi. Hasil dari kajian ini menyatakan bahwa tipe kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 memperoleh kemampuan memanaskan udara di dalam saluran kolektor paling optimal.


(17)

ABSTRACT

The optimum of heat absorber by exploiting the solar energy is influenced by some characteristics of fluid flow in a channel. The square longitudinal channel with the 180° sharp curve is always used as the streams for some various types of thermal instruments. The flowing pattern in that stream has a complex three dimensional structure, because the separation of stream is caused by a changing of sudden direction on the sharp curve, especially for the secondary stream which is caused by centrifugal affect. Therefore, the speed level of local conventional heat moving for the little surface area is expected to change clearly. Hopefully, through the variations of buffle angles which are structured zig-zagly, the suitable buffle angles can be created in optimalizing the heat absorber by using the solar energy with the technic of multi sharp curve channels. The size of collector is 250 cm x 80 cm Every side of the absorber box is coated by thermal isolator in the form of black rubber with the 10 mm thickness. As an absorber of solar radiation in this research, the iron sand with 6 cm thickness is used. The box of iron sand is made up of woods with its thickness is 15 mm and the transparent glass with the thickness of 6 mm, the length of 250 cm and the width of 80 cm is used at the top of its transparent cover. The air heater box is positioned leans at an angle of 15°, with the aims of the circulation of air stream could be exist because of the differences of an input and an output elevation. The total of buffle is nine. They are constructed in multi sharp curve of channel (with 90° and 105° buffle angles) and without a curve, too. The temperature degree was measured by some variations, they are the stream without curve, the stream with 90° multi buffle curves, the flow with 105° multi sharp curves. The survey was done in open air by using solar as the heat energy, the measurements of temperature was done on 29 spots at the stream of flow. The survey was done from 11 a.m. to 3 p.m. The results show that the distribution of absorber temperature for the three types of solar collector are inclined similar, the distribution of the first highest temperature could reach by collector at the 105° sharp curve with the buffle and the maximum temperature was 83° C. at 12.30 a.m. to 01.30 p.m. The ty pe of solar collector with 90° sharp curve and buffle was the second highest temperature which could reach 81° C. The optimal time for temperature distribution was from 12.30 a.m t0 01.30 p.m. This was happened for the three tested collectors. The highest temperature could be happened because of that time was as the time of highest radiated time wich could be radiated to the earth. The result of this study claimed that the type of collector with the sharp curved flow and had 105° buffle angle got the ability to heat the air in the most optimal collector in the channel.


(18)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Saluran penampang persegi empat dengan belokan tajam 1800 sering digunakan sebagai laluan aliran pada berbagai tipe peralatan termal. Pola aliran dalam saluran tersebut mempunyai suatu stuktur tiga dimensi yang kompleks, karena pemisahan aliran disebabkan oleh perubahan arah yang mendadak/tiba-tiba dari aliran di dalam belokan tajam [1] lebih-lebih untuk aliran sekunder yang disebabkan oleh gaya sentrifugal [2], oleh karena itu laju perpindahan panas konveksi lokal untuk permukaan daerah yang kecil diharapkan tingkat perubahan secara nyata.

Hampir semua riset yang telah ada, dilakukan pada aliran berkecepatan tinggi dengan perpindahan panas konveksi paksa. Aplikasi dari riset tersebut biasanya untuk teknologi tinggi yang sering dirancang bangun di negara-negara maju seperti untuk saluran pendinginan dalam (internal cooling) dari turbin gas. Untuk perpindahan panas/massa konveksi paksa, masalah yang dikaji adalah bilangan Reynold (Re) untuk mendapat angka Nusselt (Nu) bagi penentuan karakteristik perpindahan panas, dan angka Sherwood (Sh) untuk pengkajian karakteristi perpindahan panas/massa. Tetapi penggunakan pada teknologi menengah, untuk proses pendinginan dan pemanas dengan menggunakan energi pembakaran bahan bakar dan energi surya masih minim.


(19)

Untuk pemahaman yang lebih baik dari karakteristik aliran dan perpindahan panas konveksi alamiah pada saluran persegi empat dengan belokan tajam 1800, ini diperlukan suatu pengkajian secara eksperimental dari karakteristik perpindahan panas lokal pada saluran dengan pola gerakan aliran konveksi alamiah. Hasil ini juga dapat digunakan pada perencanaan dari komponen-komponen penukar panas yang bertemperatur medium ke bawah, seperti peralatan pemanas dan pendingin.

Sebagai latar belakang akan dilakukan suatu studi eksperimental untuk membuat jelas pola aliran dan karakteristik perpindahan panas (massa) lokal pada saluran persegi empat dengan sudut belokan tajam 1800 di bawah kondisi stasioner. Kajian pada perpindahan panas/massa konveksi alamiah adalah angka Rayleigh (Ra). Untuk mendapat distribusi Ra lokal maka diperlukan pengukuran distribusi temperatur lokal, sehingga karakteristik medan aliran dapat diprediksikan.

Karakteristik aliran dalam saluran akibat pemanasan dapat diprediksi jika distribusi temperatur di sepanjang laluan saluran terutama di belokan dapat di dieksperimenkan. Dengan demikian untuk kasus ini, pemanasan dan pengukuran temperatur fluida pada titik-titik tertentu melalui saluran uji adalah hal yang utama pada riset ini. Untuk menjaga kestabilan temperatur pada objek uji, maka alat (material) pemindah panas yang digunakan adalah pasir besi dengan sumber panas energi matahari (surya) ataupun sumber pemanas lainnya.

Pergerakan fluida di dalam saluran ini dikarenakan oleh gaya apung (Buoyancy Force) akibat adanya perbedaan gaya badan (Body Force) di antara partikel-partikel fluida, perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan massa jenis (density) antar


(20)

partikel fuida di dalam saluran ketika pemanasan berlangsung. Pada penelitian ini bidang pemanas (dinding saluran) yang akan ditinjau adalah pemanas bawah. Sedangkan pengaruh terhadap posisi saluran dengan gaya grafitasi bumi akan ditinjau dengan cara menvariasikan tata letak saluran aliran terhadap arah grafitasi.

1.2 Perumusan Masalah

Optimasi penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari (surya) dipengaruhi oleh beberapa karakteristik aliran fluida di dalam saluran yang diakibatkan oleh pemanasan. Hal ini dapat diprediksi jika distribusi temperatur disepanjang laluan dapat dieksperimenkan.

Dengan demikian untuk permasalahan ini, akan dilakukan pemanasan dan pengukuran temperatur fluida pada titik-titik tertentu di dalam saluran uji. Untuk menjaga kestabilan temperatur pada objek uji, maka digunakan material penyerap panas dari pasir besi dengan memanfaatkan energi panas matahari.

Dalam penelitian ini, akan mengkaji tentang pergerakan fluida di dalam saluran multi belokan tajam 1800 yang disebabkan oleh gaya apung (buoyancy force) dan gaya badan (body force) diantara partikel fluida dengan memvariasikan posisi saluran terhadap arah grafitasi. Di dalam saluran tersebut diberi hambatan yang disusun secara zig zag dengan sudut 900 dan 1050

Penelitian ini dibatasi oleh beberapa variabel untuk tidak melebarnya ruang lingkup yang diteliti, adapun batasan tersebut adalah kecepatan angin dirata-ratakan 1 m/det, menggunakan 9 sekat dan sudut kemiringan kolektor 150.


(21)

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan umum

Tujuan penelitian ini adalah mengoptimalkan penyerapan panas dengan memanfaatkan energi matahari dengan teknik saluran multi belokan tajam, adapun parameter yang diharapkan adalah perubahan temperatur.

1.3.2 Tujuan khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui penyerapan panas pada absorber dengan parameter kenaikan temperatur.

2. Mengetahui karakteristik pergerakan fluida terhadap posisi saluran multi belokan tajam 1800.

3. Dengan diketahuinya karakteristik pergerakan fluida dan posisi saluran, maka akan diperoleh suatu sistem penyerap panas optimal.

1.4 Manfaat Penelitian Dari penelitian ini diharapkan:

1. Mampu memberikan kontribusi dalam pengembangan sistem penyerap panas. 2. Dalam bidang ilmu pengetahuan dapat dijadikan penelitiaan ini sebagai tambahan

informasi tentang optimasi sistim penyerap panas.

3. Mempopulerkan dan mengaplikasi hasil penelitian ilmu dasar untuk rekayasa pada alat penukar panas seperti pemanas dan pendingin.


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Pada konveksi alami, akibat perbedaan temperatur akan terjadi perbedaan densitas dari fluida dan akan menghasilkan perpindahan panas ke atau dari suatu benda dari atau ke fluida. Berbeda dengan konveksi paksa, dimana kecepatan dari fluida ditentukan oleh gaya luar. Sedangkan gerakan fluida pada konveksi alami diakibatkan oleh kenaikan gaya apung akibat variasi temperatur dan densiti dari partikel fluida. Seperti pada konveksi paksa perpindahan fluida secara umum oleh gaya apung dapat berupa pola aliran laminer atau turbulen.

Perbedaan densitas dapat dilihat sebagai suatu fungsi dari koefesien ekspansi volume fluida β berdasarkan defenisi

( )

∞ ∞ ∞

∞ −

− = − − =

⎟ ⎠ ⎞ ⎜ ⎝ ⎛

∂∂

= ν Tv v Tv vT ρρT ρT

β 1 1 (2.1)

Pensubstitusian dalam hubungan di atas untuk ρ - ρ, gaya apung menjadi

ρgβ( ) untuk suatu objek pada temperatur Ts. Pengenalan terhadap gaya apung dapat dilihat dalam bagian variabel

T Ts

β, g dan ( TT) , hal ini jelas kelihatan bahwa variabelnya ada tiga macam yaitu suatu system dari karakteristik dimensi linier, L, dan sifat fluida,

s


(23)

Namun pada keadaan normal daerah gravitasi adalah konstan β dan g dapat digabung menjadi suatu variabel (β g) untuk analisa dimensi.

Penulisan variabel-variabel, kenaikan setiap variabel tersebut yang tidak diketahui powernya, dan pembentukan analisa dimensi, seperti yang ditunjuk pada banyak literature, juga dapat dilihat melalui parameter tiga dimensi untuk korelasi data pada pemindahan panas pada konveksi alami:

L Nu k L hc =

= (2.2)

1 λ

Pr 2

1 = =

Cp k

μ

λ (2.3)

L

s T L Gr

T g = = ∞ 2 3 2 ) _ ( μ ρ

β (2.4)

3 1 λ

Parameter pertama adalah bilangan Nusselt, parameter kedua adalah bilangan Prandt, dan paremeter ketiga disebut bilangan Grashof, GrL adalah perbandingan dari gaya apung terhadap gaya geser. Gaya apung dalam konveksi alami ditukar menjadi gaya momentum dalam konveksi paksa. Di tulis sebagai ρgρ(TsT)adalah gaya apung per satuan volume, (βgρ(TsT)L)menjadi gaya apung persatuan luas. Sehingga perbandingan gaya apung terhadap gaya ikat adalah

) / /( )

(T T L v L

gρ s μ

β − ∞

) / L

. Bagaimanapun, kecepatan v adalah variabel bebas menuju (μ ρ , maka perbandingan gaya apung dan gaya ikat menjadi:


(24)

G

rL = 2 3 ) (

v L T T

g s

β (2.5)

Pada percobaan dasar yang berulang kali sudah diperoleh bilangan Nusselt rata-rata yang dapat dihubungkan kebilangan Grashof dan bilangan Prandt 1 dengan persamaan sebagai berikut:

Nu

f

=

C

(

Gr

f

Pr

f

)

n (2.6)

Dimana f menunjukkan bahwa semua sifat-sifat fisik harus dievaluasi pada

2

+

=T T

T s

f hasilnya, GrPr, diketahui sebagai bilangan Rayleigh, Ra.

Pengaruh aliran laminar dan turbulen telah diselidiki dalam konveksi alamiah, aliran laminar terjadi bila (104 < Ra < 109), transisi dari aliran laminar ke turbulen terjadi pada (Ra ~ 109) dan aliran turbulen terjadi bila (109 < Ra < 1012), bergantung pada sistem geometrik [16] dan [17].

Studi secara intensif pada aliran turbulen dan perpindahan panas dalam saluran dengan penampang persegi empat telah dilakukan lebih dari puluhan tahun. Pada tahap awal dari studi, penyelidikan secara riset dan numeric dilakukan pada belokan-U Chang [3], dengan pengukuran gerakan aliran kedua Jonhson [4] melakukan prediksi numeric angka Nusselt untuk aliran turbulent tiga dimensi didalam saluran belokan –U. Fan, C.S. and Metzger [5] melakukan numerik simulasi dari aliran tiga dimensi dan medan thermal dengan menggunakan model turbulent tegangan Reynold,


(25)

sedangkan Breuer [6] melaporkan pengembangan teknik Large–Eddy Simulasi (LES) untuk menghitung aliran turbulent di dalam belokan-U.

Sebena

Deng

rnya data-data yang telah diperoleh dari belokan-U tidak dapat langsung digunakan pada belokan tajam, karena pada belokan-U dengan suatu belokan lembut nampaknya pengaruh nyata hanyalah arus aliran kedua yang disebabkan oleh gaya sentrifugal, sedangkan efek dari pemisahan dan penyatuan aliran tidak begitu penting. Tetapi pada saluran persegi empat belokan tajam perkiraan bahwa pemisahan dan penyatuan aliran di sekitar belokan merupakan faktor yang dominan dalam penentuan perpidahan panas lokal.

an alasan di atas, beberapa periset telah melakukan studi experimental pada aliran dan perpindahan panas dalam saluran persegi empat dengan belokan tajam [1], [7] mengukur bilangan Nusselt rata-rata untuk perpindahan panas konveksi paksa didalam dan sekitar belokan tajam 1800 empat persegi panjang. Chyu [8] juga mempresentasikan distribusi perpindahan panas semi-lokal dan reset dilakukan dengan teknik sublimasi naphthalene. Besserman [9] menggunakan teknik transient dengan suatu cairan crytal thermography untuk pengukuran laju perpindahan panas lokal dan mereka membandingkan hasil riset dan komputasi. Astarita [10] mengukur temperatur dinding dan koeffisien perpindahan panas didalam saluran dengan teknik infrared thermography. Hirota [11] mempresentasikan angka Sherwood yang diperoleh dari metode sublimasi naphthalene, perhatian utama dari studi mereka adalah pengaruh clearance dan angka Reynold. Kondisi saluran masuk pada saluran


(26)

belokan tajam 1800 terhadap karakteristik aliran dan perpindahan panas telah dipublikasikan [12], [13] dan [14].

Hampi

Mengi

r semua riset di atas yang telah ada, dilakukan pada aliran berkecepatan tinggi dengan perpindahan panas konveksi paksa dan aplikasinya untuk teknologi tinggi yang sering dirancang bangun di negara-negara maju. Tetapi pada

negara berkembang seperti Indonesia, yang masih banyak menggunakan teknologi menengah, untuk proses pengering dan pemanas dengan menggunakan energi matahari (surya) atau energi pembakaran bahan bakar, sangat membutuhkan data aliran dan perpindahan panas alamiah pada saluran belokan tajam sebagai penukar panas pada proses pengering/pemanas untuk hasil-hasil pertanian dan perikanan.

ngat data dan penjelasan tentang aliran dan perpindahan panas konveksi alamiah (bebas) pada saluran belokan tajam sangatlah minim. Penelitian ini akan mengkaji karakteristik aliran dan perpindahan panas koveksi alamiah pada saluran persegi empat dengan multi belokan tajam. Dengan kajian ini di harap penggunaan sistim penukar panas dengan teknik saluran belokan tajam dapat meningkatkan unjuk kerja (performance) peralatan pangering.

2.2. Pola Aliran dan Perpindahan Panas Konveksi Bebas pada Bidang Vertikal

Dari gambar 2.1 dapat diterangkan bahwa apabila plat dipanaskan, akan terbentuk suatu lapisan batas konveksi bebas. Profil kecepatan pada lapisan batas ini tidak seperti profil kecepatan pada lapisan batas konveksi pakas. Pada dinding,


(27)

kecepatan adalah nol. Kecepatan itu bertambah terus sampai mencapai suatu nilai maksimum, dan kemudian menurun lagi hingga nol pada tepi lapisan batas, karena kondisi ”arus bebas” (free stream) tidak ada pada sisitem konveksi bebas. Perkembangan awal lapisan batas adalah laminar. Pada jarak tertentu dari tepi depan, bergantung pada sifat-sifat fluida dan beda suhu antara dinding dan lingkungan, maka terbentuklah pusaran-pusaran aliran, dan transisi kelapisan batas turbulenpun mulai terjadi. Pada jarak lebih jauh pada plat itu lapisan batas mungkin sudah menjadi turbulen sepenuhnya [15].

Gambar 2.1. Lapisan batas diatas plat-plat vertikal [15]

2.3 Pola Aliran dan Konveksi Bebas pada Bidang Miring

Bila suatu plat memiliki temperatur yang lebih tinggi dari temperatur fluida dan plat tersebut dimiringkan terhadap bidang vertikal, maka aliran panas konveksi bebas yang terjadi dapat dilihat pada gambar 2.2. Pada gambar 2.2(a), menunjukkan dengan jelas adanya perubahan aliran laminar ke aliran turbulen.


(28)

Seperti pada bidang miring, pola aliran dan perpindahan panas sangat bergantung pada permukaan pemanasan, pemanas atas atau bawah. Gambar 2.3 merupakan ilustrasi aliran panas konveksi bebas pada pemanasan atas dan bawah. Pada pemanasan bawah, aliran akan meninggalkan lapisan batas pada bagian tengah dinding dengan arah ke atas., aliran bergerak menelusuri bidang dan akhirnya meluap dibagian tepi bidang itu.

(a) (b)

Gambar 2.2. Ilustrasi aliran panas pada bidang miring [16] a) Pemanas bawah b) Pemanas atas

2.4 Pola Aliran dan Perpindahan Panas Konveksi Bebas pada Bidang Horizontal

Seperti pada bidang miring, pola aliran dan perpindahan panas sangat bergantung pada permukaan pemanasan, pemanas atas atau bawah.


(29)

(a) (b) Gambar 2.3 (a) Ilustrasi aliran panas konveksi bebas pada bidang horizontal

(b) Foto aliran fluida panas pada pemanasan bawah [16]

Gambar 2.3 merupakan ilustrasi aliran panas konveksi bebas pada pemanasan atas dan bawah. Pada pemanasan bawah, aliran akan meninggalkan lapisan batas pada bagian tengah dinding dengan arah keatas., aliran bergerak menelusuri bidang dan akhirnya meluap di bagian tepi bidang itu..

2.5 Pola Aliran dan Perpidahan Panas pada Saluran dengan Belokan 900 Gambar 2.4, menunjukkan aliran fluida yang sedang melewati daerah belokan 900 dalam sebuah pipa dan saluran persegi. Dari gambar 2.4 dapat dilihat bahwa pada saluran persegi terjadi resirkulasi dan pemisahan aliran.

(a) (b) Gambar 2.4. Aliran panas pada belokan 900 [16] (a) Pipa (b) Saluran persegi empat


(30)

Gambar 2.5, menunjukkan visualisasi aliran pada daerah sekitar belokan tajam 1800. Dari penelitian sebelumnya telah dijelaskan tentang permasalahan perpindahan panas pada saluran dengan belokan tajam 1800. Misalnya : Metzger [1] menyatakan aliran kedua dibangkitkan oleh gaya sentrifugal. Han, et al, 1988, melakukan pengukuran distribusi Sherwood numbers pada laluan dengan belokan tajam untuk permukaan yang kasar dan licin. Dari pengukuran diperoleh, Sherwood numbers untuk laluan kasar lebih tinggi dari pada untuk laluan lembut dan Sherwoob numbers setelah belokan lebih tinggi dari pada sebelum belokan. Chyu [8], mempelajari distribusi perpindahan panas untuk saluran yang memilki dua laluan dengan satu belokan dan saluran tiga laluan dengan dua belokan. Saluran dua laluan dengan satu belokan dan saluran tiga laluan dengan dua belokan. Saluran dua laluan dengan satu belokan dibagi menjadi 26 bagian dan 40 bagian untuk saluran tiga laluan (dua belokan). Dari pengukuran diperoleh perpindahan massa lokal dan rata-rata keseluruhan untuk setiap bagiannya dan koefisien perpindahan massa pada daerah belokan sangat tidak seragam yang disebabkan aliran mengalami pemisahan, pengumpulan dan benturan.


(31)

Hasil pengujian karakteristik perpindahan panas pada belokan ke-2 untuk saluran 3 relatif sama dengan yang terjadi pada belokan pertama dan terjadi peningkatan perpindahan panas dibandingkan pada belokan pertama. Murata,[17], mempelajari karakteristik perpindahan panas lokal disekitar belokan 1800 dengan mengukur temperatur dinding laluan di 146 titik. Harga perpindahan panas rata-rata setelah belokan mengalami peningkatan dan sangat tidak seragam dalam arah melintang. Hasil pengukuran juga menunjukkan koefisien perpindahan panas untuk belokan U lebih rendah dan lebih seragam dari pada untuk belokan tajam.

Astarita [10], melakukan pengukuran koefisien aliran panas konveksi disekitar belokan tajam 1800 dengan menggunakan metode thermografi infra merah untuk ujung dinding pemisah berbentuk persegi dan bundar. Data yang diperoleh berupa distribusi tempertur, selanjutnya dikonversikan kedalam bentuk bilangan Nusselt, dan menunjukkan adanya dua Zona pemisahan aliran, yaitu pada sudut sebelum dan didekat ujung dinding pemisah setelah belokan.

Hirota [14] mengukur distribusi bilangan sherwood lokal pada belokan tajam untuk celah dan bilangan Reynolds yang berbeda. Bilangan Sherwood setelah belokan untuk celah yang sempit memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan celah yang lebih besar dan adanya pengaruh kemiringan dinding dalam (baffle) terhadap distribusi belangan Sherwood. Pengujian dilakukan untuk sudut konvergen (α = -20, -40 dan -60) divergen (α= +20, +40, +60) dan standar (α = 0). Dari pengujian diperoleh, makin konvergen dinding dalam maka bilangan Sherwood didekat dinding luar setelah belokan makin tinggi didekat ujung dinding bagian dalam belokan.


(32)

2.7 Kerangka Konsep

Secara umum penelitian ini dapat dijabarkan dalam suatu kerangka konsep penelitian yang dapat dilihat pada Gambar 2.6

Mengoptimalkan penyerapan panas

matahari

Prototipe penyerap panas menggunakan belokan

tajam

Peralatan pendukung - Termometer - Termokopel - Animometer Variabel penelitian

- arah baffle - sudut belokan - temperatur

Hasil yang diinginkan

- karakteristik pergerakan fluida - penyerapan panas yang optimal


(33)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Thermal dan Fluida Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala, mulai perencanaan alat, pembuatan, pengambilan data maupun pengolahan data. Simulasi dilakukan di laboratorium perancangan Politeknik negeri Lhokseumawe.

Waktu penelitian dimulai dari disetujuinya usulan, pengambilan data, pengolahan data sampai sidang akhir menghabiskan waktu sekitar 9 (sembilan) bulan terhitung sejak dari persetujuan yang diberikan oleh komisi pembimbing.

3.2 Bahan, Peralatan dan Metode 3.2.1 Bahan

Pada penelitian ini alat penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari (surya) dibuat dari rangka kayu dengan isolasi dari bahan seng dan karet, sebagai absorber digunakan pasir besi.

3.2.2 Peralatan

Pada pelaksanaan penelitian ini diperlukan beberapa peralatan yaitu satu unit alat penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari (surya), thermocouple, thermometer, dan stop wacth.


(34)

Peralatan pengujian yang digunakan dalam penelitian ini adalah saluran segi empat dengan memodifikasi penambahan susunan baffel yang berbentuk saluran multi belokan tajam (dengan sudut 900 dan 1050) dan tanpa belokan diantara laluan udara. Konstruksi dari peralatan pengujian secara skematik dapat dilihat pada lampiran 1. Ukuran dari kolektor adalah 250 cm x 80 cm. Pada setiap sisi dari kotak absober dilapisi dengan isolator termal berupa karet bewarna hitam dengan tebal 10 mm. Sebagai penyerap radiasi surya pada pengujian ini digunakan pasir besi dengan tebal 6 cm. Kotak pasir besi terbuat dari kayu dengan tebal 15 mm dan sebagai penutup transparan digunakan kaca 5 mm dengan ukuran 250 cm x 80 cm. Posisi kotak pemanas udara dibuat miring 150 dengan tujuan agar proses aliran udaranya bisa berlangsung dengan adanya perbedaan elevasi masukan dan keluaran.

3.2.3. Metode

Peralatan utama dari penelitian terdiri dari alat penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari (surya) dengan absorber pasir besi sebagai pemanas bawah, sedangkan untuk pemanas atas menggunakan kaca. Saluran ini juga dilengkapi oleh isolator termal. Gambar 3.1 memperlihatkan sketsa peralatan uji.

Pada penelitian ini, peralatan ukur menggunakan thermometer air raksa yang memiliki range temperatur 0-1100C. Sebelum pengujian dilakukan, seluruh thermometer sudah harus dipasang dengan baik pada alat penyerap panas yang memanfaatkan energi matahari. Posisi penempatan thermometer atau titikpengukuran temperatur diletakkan menurut kondisi saluran masuk pemanas pada kolektor.


(35)

Masukan

Isolasi

Matahari

Gambar 3.1 Sket alat penyerap panas yang dibuat

Pengukuran temperatur dilakukan dengan beberapa variasi, yaitu :

a. Pengujian pertama, dilakukan terhadap peralatan penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari yang menggunakan teknik saluran multi belokan tajam 1800 dengan sudut hambatan 900.

b. Pengujian kedua, dilakukan terhadap peralatan penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari yang menggunakan teknik saluran multi belokan tajam 900 dengan sudut hambatan 1050

c. Pengujian ketiga, dilakukan terhadap peralatan penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari yang menggunakan teknik saluran tanpa belokan.


(36)

3.3. Pelaksanaan Penelitian 3.3.1 Pengujian eksperimental

Pengujian dilakukan di alam terbuka dengan menggunakan energi surya sebagai energi pemanas dan pengukuran temperatur dilakukan di banyak titik pada laluan aliran

Pengukuran temperatur dengan belokan tajan 1800, sudut hambatan (baffle)900 menggunakan hambatan sebanyak sembilan buah dan 29 thermometer. Peletakan baffle dan titik-titik pengukuran secara skematis diperlihatkan Gambar 3.2 dan 3.3.

250

50

25

85

65

Gambar 3.2. Tata letak hambatan pada kolektor dengan belokan tajam 180O dengan sudut hambatan 90O

Gambar 3.3 Posisi pengukuran temperatur pada kolektor dengan belokan tajam 180O dengan sudut hambatan 90O

4 2 3

1 5 6 7

10

8 9 14 15 16 20 21 22 26 27 28

19

17 18 25

12 13


(37)

Untuk pengukuran temperatur dengan belokan tajan 1800, sudut hambatan 1050 juga digunakan sebanyak sembilan buah hambatan dan 29 thermometer. Peletakan hambatan dan titik-titik pengukuran diperlihatkan Gambar 3.4 dan 3.5.

250

105

65

50

85

Gambar 3.4. Tata letak hambatan pada kolektor dengan belokan tajam 180 O dengan sudut hambatan 105 O

Gambar 3.5 Posisi pengukuran temperatur pada kolektor dengan belokan tajam 180 O dengan sudut hambatan 105 O

Sebagai pembanding dilakukan pengukuran temperatur tanpa belokan. Secara skematik pengukuran temperatur tanpa belokan dapat dilihat pada Gambar 3.6. Pada pengujian tanpa belokan, pengukuran temperatur dilakukan di 5 titik sepanjang kolektor.

4 2 3

1 5 6 7

10 15 16 20 21 22 26 27 28

19

17 18 23 24 25

14 9

8

29 12 13


(38)

250

50

85

1 2 3 4 5

Gambar 3.6 Posisi pengukuran temperatur kolektor tanpa belokan

Karakteristik aliran dapat diprediksi jika distribusi temperatur di sepanjang laluan saluran terutama dibelokan dapat di data. Dengan demikian, pemanasan dan pengukuran temperatur fluida pada titik-titik tertentu yang melalui saluran uji adalah hal yang utama dilakukan untuk pendataan agar analisis hasil penelitian dapat dilakukan

3.3.2 Simulasi elemen hingga

Simulasi komputer dilakukan untuk hipotesa awal dan klarifikasi terhadap hasil eksperimental. Simulasi komputer secara metode elemen hingga (MEH) dilakukan dengan software FLUENT 6.2 for Windows. Kecepatan angin di wilayah penelitian eksperimental dijadikan input kecepatan angin pada simulasi yaitu, 1 m/s.

Secara garis besar pelaksanaan penelitian ini telah dilaksanakan berurutan dan sistematis (Gambar 3.7). Pelaksanaan penelitian dimulai dari penelusuran literatur dan penyusunan proposal penelitian, pemeriksaan ketersediaan peralatan, pembuatan prototipe alat uji, simulasi, dan pengujian dengan belokan tajam (dengan sudut hambatan 900 dan 1050) dan tanpa belokan tajam sebagai pembanding hasil dari


(39)

pengujian dengan belokan tajam. Semua hasil pengujian akan diolah dan didapat kesimpulan yang berupa jawaban dari tujuan penelitian.

Penelusuran literatur & Mulai

penyusunan proposal

Selesai Pemeriksaan ketersediaan

peralatan & bahan

Pembuatan

Gambar 3.7 Diagram alir pelaksanaan penelitian 3.4. Variabel yang diamati

Variabel terikat

1. Suhu udara luar masuk alat

2. Suhu udara pada titik-titik pengamatan

prototipe alat uji

Pengujian 1.

2. Dengan belok Tanpa belokan

an (sudut 900dan 1050)

Pengolahan d hasil pengujia

ata n

Hasil dan kesimpulan

Simulasi MEH Fluent 6.2


(40)

3. Suhu pada pengarah awal 4. Suhu pada pengarah akhir

Variabel bebas

1. Arah hambatan 2. Sudut belokan

3.5. Teknik Pengukuran, Pengolahan dan Analisis Data

Pengukuran temperatur pada alat penyerap panas dengan memanfaatkan energi matahari dilakukan setiap selang waktu setengah jam, dari jam 11.00 Wib s.d 15.00 Wib. Pengujian tersebut dilakukan dengan tiga kondisi alat, yaitu memvariasikan posisi aliran di dalam saluran tersebut yang diberi hambatan dengan sudut 900, 1050 dan tanpa diberi hambatan di dalam saluran aliran tersebut. Dari ketiga alat penyerap panas yang menggunakan energi matahari tersebut akan diketahui karakteristik pergerakan fluida dan posisi saluran yang akhirnya diperoleh suatu sistim penyerap panas yang paling optimal diantara ketiga alat tersebut.

Pengolahan atau analisa data merupakan tahap akhir dari metodologi penelitian. Data-data yang diperoleh dari pengujian ditabulasikan dan kemudian

diplot dalam bentuk grafik yang selanjutnya dilakukan pembahasan dan dilihat perbandingan diantara masing-masing kondisi perlakuan.


(41)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik aliran dan distribusi temperatur sepanjang saluran perlu pemahaman lebih detil, keoptimasian penyerapan panas dengan memanfaatkan energi matahari (surya) dipengaruhi oleh beberapa karakteristik aliran fluida di dalam saluran yang diakibatkan oleh pemanasan. Karakteristik pola aliran ini dapat diprediksi jika distribusi temperatur disepanjang laluan dapat ditentukan.

4.1 Distribusi Temperatur di Sepanjang Laluan

Distribusi temperatur pada absorber di sepanjang saluran pemanas kolektor mempengaruhi distribusi udara panas yang melalui saluran tersebut. Gambar 4.1 memperlihatkan pengukuran distribusi temperatur pada absober dengan saluran tanpa hambatan. Pada kasus ini diambil hanya 3 titik yaitu posisi setelah saluran masuk, titik tengah saluran dan posisi mendekati saluran keluar.

1 2 3

Gambar 4.1 Posisi pengukuran temperatur absorber pada laluan tanpa hambatan


(42)

Gambar 4.2 menunjukan distribusi temperatur di sepanjang laluan pada jam 12.30 – 13.30 Wib. Dari gambar 4.2, terlihat perbedaan dirtribusi temperatur disepanjang laluan. Temperatur titik 1 sampai titik 3 naik secara signifikan, ini disebabkan pengaruh temperatur luar dan penyerapan panas yang besar dari absorber pada daerah saluran masuk. Pada titik 2 ke titik 3 kenaikan temperatur relatif sama, hal ini di sebabkan oleh penyerapan panas oleh absorber sudah stabil dan pengaruh penyerapan panas absorber oleh udara di saluran pemanas tidak terlalu tinggi pada daerah keluaran.

y = 3.5x + 59.333

40 50 60 70 80 90

1 2 3

Titik Pengukuran

Te

m

p

e

ra

tur (

C

º)

Gambar 4.2 Distribusi temperatur absorber sepanjang laluan tanpa hambatan

Gambar 4.3 menjelaskan titik pengukuran temperatur pada kolektor belokan tajam 1800 dengan sudut hambatan 900. Pada kasus ini diambil hanya 3 titik pada posisi masuk saluran hingga posisi tengah saluran, hal ini di lakukan karena posisi setelah saluran tengah kenaikan temperatur bisa dianggap tidak terjadi kenaikan lagi.


(43)

Gambar 4.3 Posisi distribusi temperatur absorber pada laluan berbelok tajam dengan sudut hambatan 900

Distribusi temperatur pada absorber dengan laluan belokan tajam dengan sudut hambatan 900 untuk tiga titik pengukuran diperlihatkan pada Gambar 4.4.

y = 4x + 48.667 y = 2x + 64 y = 3.5x + 64.333

30 50 70 90

1 2 3

Titik Pengukuran

Te

m

pe

ra

tur

(

º

C

)

11.00 Wib - 12.00 Wib 12.00 Wib - 13.30 Wib 14.00 Wib - 15.00 Wib

Gambar 4.4 Distribusi temperatur absorber sepanjang laluan berbelok tajam dengan sudut hambatan 900

2 3


(44)

Pada pukul 11.00-12.00 wib kenaikan temperatur dari saluran masuk titik 1 ke titik 2 cendrung meningkat tajam, hal ini di sebabkan waktu penyerapan panas radiasi oleh absorber masih singkat sehingga panas yang di panyai oleh absorber diserap langsung oleh udara yang masuk ke saluran kolektor. Sedangkan pada pukul 12.30– 13.30 wib, terlihat perbedaan dirtribusi temperatur disepanjang laluan (titik 1 sampai titik 2 dan 3) naik tidak secara signifikan, hal ini di sebabkan oleh penyerapan panas oleh udara dari absorber di saluran pemanas banyak pada daerah masukan. Hal ini disebabkan terdapat hambatan sehingga udara berada lebih lama di setiap daerah saluran, sehingga penyerapan panas pada daerah saluran selanjutnya sudah stabil, maka distribusi temperatur di absorber naik merata. Untuk distribusi pada pukul 14.00-15.00 wib distribusi temperaturnya lebih tinggi dari pukul sebelumnya. Ini terjadi walaupun panas radiasi dari matahari sudah berkurang, ini dikarenakan panas yang masih disimpan oleh absorber masih cukup banyak.

1 2 3

Gambar 4.5 Posisi pengambilan temperatur absorber laluan berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1500


(45)

Pengukuran temperatur pada tiga titik pada kolektor dengan belokan tajam dengan sudut hambatan 1050 juga dilakukan. Untuk kasus ini diambil hanya 3 titik pada posisi masuk saluran hingga posisi tengah saluran, hal ini di lakukan karena posisi setelah saluran tengah kenaikan termperatur bisa dianggap tidak terjadi kenaikan lagi, sama dengan saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900. Gambar 4.6 menunjukan distribusi temperatur di sepanjang laluan dengan belokan tajamdengan sudut hambatan 1050.

y = 4x + 58.667

40 50 60 70 80

1 2 3

Titik Pengukuran

T

e

m

p

er

at

u

r (

°

C

)

Gambar 4.6 Distribusi temperatur absorber sepanjang laluan berbelokan tajam dengan sududt hambatan1500 pukul 12.30 – 13.30

Gambar 4.6 memperlihatkan distribusi temperatur absorber laluan berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 yang terjadi pada pukul 12.30 – 13.30 wib. Pada gambr 4.6 terlihat perbedaan dirtribusi temperatur disepanjang laluan. Kenaikan temperatur pada titik 1 sampai titik 3 terjadi tidak secara signifikan. Hal ini di sebabkan oleh penyerapan panas oleh udara dari absorber sudah di saluran pemanas


(46)

terlalu tinggi pada daerah masukan yang disebabkan hambatan sehingga udara berada lebih lama di setiap daerah saluran. Sehingga penyerapan panas pada daerah saluran selanjutnya sudah stabil, maka distribusi temperatur di absorber naik merata. Hal ini hampir sama dengan dengan saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900.

4.2 Distribusi Temperatur di Sepanjang Saluran

Untuk mengkaji pola aliran dan perpindahan panas pada saluran dibutuhkan karakteristik distribusi temperatur disepanjang saluran tersebut, maka dari hasil pengukuran distribusi temparatur pada penelitian ini. Setelah di analisa hasil ini dapat di tampilkan selebih lanjut pada sub bab lanjutan.

4.2.1 Distribusi temperatur sepanjang saluran tanpa penghalang saluran

Gambar 4.7 menunjukkan posisi distribusi titik-titik pengukuran temperatur udara di dalam saluran pada saluran tanpa hambatan. Ada 5 titik pada saluran dan temperatur udara di luar saluran.

1 2 3 4 5


(47)

Hasil pengukuran temperatur udara sepanjang saluran tanpa penghalang untuk waktu pukul 12.30-13.30 wib diperlihatkan pada Gambar 4.8. Temperatur setelah masuk saluran di titik 1 mencapai 700, dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan distribusi temperatur udara disepanjang saluran cenderung mengalami kenaikan dengan bertambahnya panjang laluan aliran hingga titik 4. Kecendungan ini karena sepanjang laluan ini terjadi pemanasan udara baik oleh absorber maupun radiasi langsung dari matahari ke kolektor. Temperatur tertinggi di capai pada titik 3 dengan temperatur mencapai 720, setelah titik 3 menuju titik 5 hingga ke saluran keluar cenderung menurun, hal ini terjadi disebabkan kecepatan udara di saluran bertambah karena sudah mendekati saluran keluar dari saluran pemanas kolektor.

y = 0.2333x + 69.633

40 50 60 70 80

1 2 3 4 5

Titik Pengukuran

T

e

m

p

er

at

u

r

( °

C

)

Gambar 4.8 Distribusi temperatur pada saluran tanpa hambatan pada pukul 12.30-13.30


(48)

Distribusi temperatur sepanjang saluran kolektor tanpa penghalang untuk pukul 11.00-12.00, 12.30-13.30, dan 14.00-15.00 wib diperlihatkan pada Gambar 4.9. Kecendrungan fenomena distribusi temperatur ke 3 garis distribusi tersebut adalah mendekati sama. Dari hasil ini menunjukkan bahwa distribusi temperatur pada pukul 12.30-13.30 yang mencapai temperatur tertinggi. Sedangkan untuk distribusi temperatur untuk waktu pukul 11.00-12.00 merupakan distribusi temperatur terendah, hal ini terjadi karena panas yang di miliki oleh absorber masih kecil. Pada selang waktu ini jumlah panas radiasi yang mampu diserap masih kecil. Untuk distribusi pukul 14.00-15.00, temperatur yang di capai masih tinggi walau panas radiasi mulai rendah. Tingginya temperatur udara di saluran kolektor ini disebabkan oleh masih tingginya temperatur yang dimiliki oleh absorber. Rendahnya temperatur di titik 3 karena penyerapan panas radiasi oleh udara sudah kecil, yang masih besar hanyalah panas konveksi dari absorber.

y = -0.4524x2 + 2.9476x + 66.467

y = -0.5476x2 + 4.0524x + 60.733

y = -0.9048x2 + 5.9619x + 56.667

50 60 70 80

1 2 3 4 5

Titik Pengukuran

Te

m

pe

ra

tur

(

C

)

11.00 Wib - 12.00 Wib 12.30 Wib - 13.30 Wib 14.00 Wib - 15.00 Wib

Gambar 4.9 Distribusi temperatur sepanjang saluran tanpa hambatan dengan variasi waktu pengukuran


(49)

4.2.2 Distribusi temperatur sepanjang saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900

Gambar 4.10 menunjukkan posisi distribusi titik-titik pengukuran temperatur udara di dalan saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900. Ada 29 titik pengukuran temperatur pada saluran ini, jumlah yang demikian di karenakan pola aliran yang sangat komplek.

4 2 3

1 5 6 7

10

8 9 14 15 16 20 21 22 26 27 28

19

17 18 23 24 25 13

11 12 29

Gambar 4.10 Posisi pengukuran temperatur udara pada saluran berbelokan tajam 0 dengan sudut hambatan 900

Gambar 4.11 memperlihatan distribusi temperatur sepanjang saluran dengan sudut hambatan 900 untuk waktu pukul 12.30-13.30 wib. Temperatur setelah masuk saluran di titik 1 mencapai 450, dapat dijelaskan bahwa secara keseluruhan distribusi temperatur udara disepanjang saluran dari titik 1 hingga titik 13 cenderung mengalami kenaikan yang sangat tajam terutama di daerah belokan. dengan bertambahnya panjang laluan aliran. kecendungan ini karena di sepanjang laluan ini terjadi pemanasan udara cukup baik yang disebabkan oleh adanya belokan tajam yang berakibatkan terjadinya turbulensinya aliran. Dari titik 14 menuju titik 27 kenaikan temperatur udara ini tidak begitu besar, hal ini terjadi karena kemampuan penyerapan


(50)

panas oleh udara yang terbatas. Temperatur tertinggi di capai pada titik 27 dengan temperatur mencapai 810. Di titik 27 hingga titik 29 menunjukkan fonomena temperatur udara manurun seperti juga pada kondisi saluran tanpa hambatan, yang mana terjadi kecepatan udara bertambah karena sudah mendekati saluran keluar dari saluran pemanas kolektor.

y = -0.0674x2 + 3.0013x + 46.136

30 50 70 90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Titik Pengukuran

Te

m

pe

ra

tur

(

º

C

)

Gambar 4.11 Distribusi temperatur sepanjang saluran dengan sudut belokan tajamdengan sudut hambatan 900 untuk waktu pukul 12.30-13.30

Gambar 4.12 adalah hasil pengukuran distribusi temperatur sepanjang saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900 untuk pukul 11.00-12.00, 12.30-13.30, dan 14.00-15.00 wib. Kecendrungan fenomena distribusi temperatur ke 3 garis distribusi tersebut adalah mendekati sama. Dari hasil ini menunjukkan bahwa distribusi temperatur pada pukul 12.30-13.30 dan pukul 14.00-15.00 yang mencapai temperatur tertinggi. Sedangkan untuk distribusi temperatur untuk waktu pukul 11.00-


(51)

12.00 merupakan distribusi temperatur terendah, hal ini terjadi karena panas yang di miliki oleh absorber masih kecil (temperatur masih agak rendah), ini dikarena jumlah panas radiasi yang mampu diserab masih kecil oleh sebab waktu yang tersedia masih singkat.

y = -0.0697x2 + 2.7518x + 37.963 y = -0.0653x2 + 2.9547x + 44.537

y = -0.0697x2 + 3.2276x + 41.873

30 45 60 75 90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Titik Pengukuran

Te

m

p

er

at

u

r

(C°

)

11.00 Wib - 12.00 Wib 12.30 Wib - 13.30 Wib 14.00 Wib - 15.00 Wib

Gambar 4.12 Distribusi temperatur sepanjang saluran dengan hambatan 900

4.2.3 Distribusi temperatur sepanjang saluran berbelokan tajam dengan sudut

hambatan 1050

Gambar 4.13 menunjukkan posisi distribusi titik-titik pengukuran temperatur udara di dalam saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050. Terdapat 29 titik pengukuran temperatur disepanjang saluran ini, jumlah yang demikian di karenakan pola aliran yang sangat komplek.


(52)

Gambar 4.13 Posisi pengukuran temperatur udara pada laluan berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050

Hasil pengukuran distribusi temperatur sepanjang saluran kolektor dengan penghalang untuk waktu pukul 12.30-13.30 wib diperlihatkan pada Gambar 4.14.

y = -0.0985x2 + 3.6309x + 50.676

30 45 60 75 90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Titik Pengukuran

Te

m

p

e

ra

tu

r (

º

C

)

Gambar 4.14 Distribusi temperatur sepanjang saluran belokan tajam dengan sudut hambatan 1050 untuk waktu pukul 12.30-13.30

Temperatur setelah masuk saluran di titik 1 mencapai 520, disini terlihat distribusi temperatur udara disepanjang saluran dari titik 1 hingga titik 9 cenderung mengalami kenaikan yang sangat tajam terutama di daerah belokan. Kecenderungan

4 2 3

1 5 6 7

10 15 16 20 21 22 26 27 28

19

17 18 23 24 25 14

9 8

29 12 13


(53)

ini karena di sepanjang laluan ini terjadi pemanasan udara cukup baik yang disebabkan oleh adanya belokan tajam yang berakibatkan terjadinya turbulensinya aliran. Dari titik 10 menuju titik 23 kenaikan temperatur udara ini tidak begitu besar, hal ini terjadi karena kemampuan penyerapan panas oleh udara yang terbatas. Temperatur tertinggi di capai pada titik 21 dengan temperatur mencapai 830. Di titik 24 hingga titik 29 menunjukkan fenomena temperatur udara manurun seperti juga pada kondisi saluran tanpa hambatan, yang mana terjadi kecepatan udara bertambah karena sudah mendekati saluran keluar dari saluran pemanas kolektor.

Gambar 4.15 memperlihatkan distribusi temperatur sepanjang saluran berbelokan tajam 1050 untuk pukul 11.00-12.00, 12.30-13.30, dan 14.00-15.00. Kecendrungan fenomena distribusi temperatur ke 3 garis distribusi tersebut adalah mendekati sama. Dari hasil ini menunjukkan bahwa distribusi temperatur udara pada pukul 12.30-13.30 mencapai distribusi temperatur tertinggi. Sedangkan untuk distribusi temperatur untuk waktu pukul 11.00-12.00 merupakan distribusi temperatur terendah, hal ini terjadi karena panas yang di miliki oleh absorber masih kecil. Hal ini dikarena jumlah panas radiasi yang mampu diserab masih kecil oleh sebab waktu yang tersedia masih singkat. Untuk distribusi pukul 14.00-15.00, temperatur yang di capai masih tinggi walau panas radiasi mulai rendah sama dengan yang terjadi pada saluran tanpa hambatan Tingginya tenperatur udara di saluran kolektor ini disebabkan oleh masih tingginya temperatur yang dimiliki oleh obsorber.


(54)

y = -0.0924x2 + 3.4718x + 44.09

30 45 60 75 90

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29

Titik Pengukuran

Tem

p

er

at

ur

(

°

C

)

11.00 Wib - 12.00 Wib 12.30 Wib - 13.30 Wib 14.00 Wib - 15.00 Wib

Gambar 4.15 Distribusi temperatur sepanjang saluran belokan tajam dengan sudut hambatan 1050

4.3. Optimasi Distribusi Temperatur Pada Saluran Kolektor

Untuk mengetahui jenis kolektor mana yang paling baik untuk di pilih dalam hal pemanas udara, kita perlu mengkaji masing karakteristik pola aliran dan perpindahan panas yang terjadi pada masing-masing karakteristik kolektor.

Untuk kolektor tanpa hambatan dari Gambar 4.9 terlihatkan distribusi temperatur sepanjang saluran tanpa penghalang untuk pukul 12.30-13.30, menghasilkan distribusi temperatur tertinggi tercapai dibandingkan dengan distribusi pada pukul 11.00 – 12.00 dan pukul 14.00-15.00, dengan temperatur tertinggi di capai pada titik 3 dengan temperatur mencapai 720.

Untuk kolektor berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900 pada gambar 4.12 terlihat banwa distribusi temperatur sepanjang saluran berbelokan tajam dengan sudut


(55)

hambatan 900 untuk pukul 12.30-13.30, menghasilkan distribusi temperatur tertinggi dibandingkan dari distribusi pada pukul 11.00 – 12.00 dan pukul 14.00-15.00. Temperatur tertinggi di capai pada titik 27 dengan temperatur hingga 810.

Untuk kolektor berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 (Gambar 4.14) terlihat bahwa distribusi temperatur sepanjang saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 untuk pukul 12.30-13.30, juga menghasilkan distribusi temperatur mencapai tertinggi dari distribusi pada pukul 11.00 – 12.00 dan pukul 14.00-15.00, dengan temperatur tertinggi di capai pada titik 21 dengan temperatur mencapai 830.

y = -0.0185x2 + 0.6881x + 57.305 y = -0.0653x2 + 2.9547x + 44.537

y = -0.0985x2 + 3.6309x + 50.676

30 45 60 75 90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 Titik Pengukuran

Tem

p

er

a

tur

(

°

C

)

Sudut 105° Sudut 90° Tanpa Bufel

Gambar 4.16 Distribusi temperatur sepanjang saluran dengan variasi laluan

Gambar 4.16 memperlihatkan distribusi temperatur ketiga tipe kolektor yang diuji. Temperatur masuk kolektor tipe tanpa hambatan terjadi lebih tinggi di bandingkan dengan tipe kolektor dengan laluan berbelokan tajam dengan sudut


(56)

hambatan 900 dan kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050. Setelah laluan melewati titik 3 untuk kolektor saluran berbelokan tajam atau titik 1 untuk kolektor tanpa hambatan distribusi temperaturnya kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 lebih tinggi dibandingkan kolektor lainnya. Kenaikan temperatur terus terjadi pada kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050, hingga mencapai titik ke 26.

Untuk kolektor tanpa hambatan temperaturnya lebih tinggi dari kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900 hingga ke titik 7, setelah titik tujuh temperatur kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900 lebih tinggi dari kolektor ta pa hambatan tapi lebih rendah dari kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050. Fenomena lain terjadi pada setelah titik 25 distribusi temperatur pada kolektor saluran berbelokan tajam 1050, disini terjadi penurunan bahkan di titik 27 terjadi dibawah temperatur kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900.

Pada kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 di titik 23 temperatur yang dicapai sangat tinggi dan beda dengan temperatur luar di pintu keluar. Beda temperatur udara yang besar ini merupakan potensi energi panas yang di miliki udara besar pula. Potensi energi panas ini berubah menjadi energi kenetik pada udara dalam bentu kecepatan keluar di laluan keluar kolektor yang dimiliki udara. Sedangkan pada kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900 temperatur tertinggi tercapai pada titik 27, itupun terjadi di bawah temperatur tertinggi kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050. Setelah titik 27


(57)

kecendrungan sama distribusi temperatur pada kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 dan kolektor saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900.

Dari pembahasan di atas, distribusi temperatur di daerah masukan kolektor dengan saluran pemanas mempunyai temperatur tinggi. Untuk daerah laluan pemanas lanjutan kolektor dengan saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 mempunyai daerah temperatur tinggi yang paling luas yaitu dari titik 4 sampai titik 25. Sedangkan kolektor dengan saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900 hanya mempunyai daerah temperatur tinggi pada titik 27 dan 28, sedang di titik 1 sampai 5 di bawah temperatur kolektor dengan saluran tanpa hambatan. Titik 7 sampai titik 26 temperaturnya berada di atas temperatur yang dicapai temperatur kolektor tanpa hambatan dan berada di bawah temperatur kolektor dengan saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050.

Dari penjelasan di atas jelas bahwa distribusi temperatur yang dicapai oleh tipe kolektor dengan saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 1050 mempunyai nilai optimal yang bagus. Sedangkan untuk nilai dibawahnya dimiliki oleh tipe kolektor dengan saluran berbelokan tajam dengan sudut hambatan 900. dan kolektor tanpa hambatan yang mempunyai distribusi temperatur terendah.

4.4 Distribusi Bilangan Rayleigh Sepanjang Saluran

Penentuan bilangan Rayleigh akan mempermudah pemahaman kita tentang karakteristik aliran selama proses aliran yang terjadi di sepanjang saluran.


(58)

Berikut ini menerangkan proses perhitungan bilangan Rayleigh:

- Untuk kolektor berbelokan tajam dengan sudut hambatan1050

Titik 1 : Ra = Gr. Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

2

)

Pr

3

v L -T T g.β. w

2 T T T T 1 β w f f ∞ + = → = 2 C 53,3 C

830 + 0

=

f

T ... 1 0C = 1+273 K

= 2 K 326,3 K 356 +

= 341,167 K

K 341,167

1 1

β= =

f

T

= 0,003 K-1 Ra= Gr . Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

)

Pr

2 3 v L -T T g.β. w

=

(

)

0,699

s m 10 . 86 , 19 m 15,6 K) 326,3 -K (356 K 0,003 . s m 9,81 2 2 6 3 -1 2 − = 23,641 . 109

Titik 2 : Ra = Gr. Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

2

)

Pr

3

v L -T T g.β. w

2 T T T T 1 β w f f α + = → = 2 C 55 C 830 + 0

=

f


(59)

= 2 K 328 K 356 +

= 342,00 K

K 342,00

1 1

β= =

f

T

= 0,003 K-1 Ra= Gr . Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

)

Pr

2 3 v L -T T g.β. w

=

(

)

0,699

s m 10 . 84 , 10 m 15,6 K) 328 -K (356 K 0,003 . s m 9,81 2 2 6 3 -1 2 − = 22,035 . 109

Hasil selanjutnya dapat di lihat pada lampiran 2

- Untuk kolektor berbelokan tajam dengan sudut hambatan900

Titik 1 : Ra = Gr. Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

)

Pr

2 3 v L -T T g.β. w

2 T T T T 1 β w f f ∞ + = → = 2 C 46,67 C

81,000 + 0

=

f

T ... 1 0C = 1+273 K

= 2 K 319,67 K 354,00 +

= 336,84 K

K 336,84

1 1

β= =

f

T


(60)

Ra= Gr . Pr = α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

2

)

Pr

3

v L -T T g.β. w

=

(

)

0,703

s m 10 . 95 , 9 m 15,6 K) 319,6 -K (357,2 K 0,003 . s m 9,81 2 2 6 3 -1 2 − = 45,15 . 109

Titik 2 : Ra = Gr. Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

)

Pr

2 3 v L -T T g.β. w

2 T T T T 1 β w f f ∞ + = → = 2 C 51,67 C

81,000 + 0

=

f

T ... 1 0C = 1+273 K

= 2 K 324,67 K 354,00 +

= 339,34 K

K 339,34

1 1

β= =

f

T

= 0,003 K-1 Ra= Gr . Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

2

)

Pr

3

v L -T T g.β. w

=

(

)

0,703

s m 10 . 60 , 10 m 15,6 K) 324,67 -K (357,00 K 0,003 . s m 9,81 2 2 6 3 -1 2 − = 36,74 . 109


(61)

- Untuk kolektor tanpa hambatan

Titik 1 : Ra = Gr. Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

2

)

Pr

3

v L -T T g.β. w

2 T T T T 1 β w f f ∞ + = → = 2 C 59,6 C

65,000 + 0

=

f

T ... 1 0C = 1+273 K

= 2 K 332,67 K 338,00 +

= 335,34 K

K 335,34

1 1

β= =

f

T

= 0,003 K-1 Ra= Gr . Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

2

)

Pr

3

v L -T T g.β. w

=

(

)

0,705

s m 10 . 25 , 11 m 15,6 K) 332,67 -K (338,00 K 0,003 . s m 9,81 2 2 6 3 -1 2 − = 22,93 . 109

Titik 2 : Ra = Gr. Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

2

)

Pr

3

v L -T T g.β. w

2 T T T T 1 β w f f ∞ + = → = 2 C 61,33 C

65,000 + 0

=

f

T ... 1 0C = 1+273 K

= 2 K 334,33 K 338,00 +


(62)

K 336,17

1 1

β= =

f

T

= 0,003 K-1 Ra= Gr . Pr =

α β . ) ( . 3 v L T T

g w

=

(

)

Pr

2 3 v L -T T g.β. w

=

(

)

0,705

s m 10 . 46 , 11 m 15,6 K) 336,17 -K (338,00 K 0,003 . s m 9,81 2 2 6 3 -1 2 − = 20,76 . 109

Hasil selanjutnya dapat di lihat pada lampiran 2

Distribusi bilangan Rayleigh sepanjang saluran dan di belokan dapat dilihat pada Gambar 4.17 dan 4.18.

y = 0.0185x2 - 0.6887x + 20.554 y = 0.0852x2 - 3.7137x + 45.175 y = 0.1044x2 - 3.8602x + 35.087

0 20 40 60

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Titik Laluan B il an g an R a yl ei g h ( x 10

9 )

Sudut 105º Sudut 90º Tanpa Bufel


(63)

Dari Gambar 4.17 dapat dijelaskan bahwa pada pemulaan daerah masukan, pembentukan lapisan batas aliran adalah turbulen. Terjadinya turbulensi aliran di daerah masukan ini selain disebabkan oleh pengaruh konfigurasi masukan untuk saluran berbelokan, juga dipengaruhi oleh gaya apung dari udara akibat pemanasan. Untuk saluran tanpa hambatan tidah tejadi perubahan Rayleigh di sepanjang laluan kolektor.

Bilangan Rayleigh terus menurun untuk saluran berbelokan karena tingkat turbulensi aliran terus meningkat, hal ini disebabkan karena beda temperatur yang besar antara udara dalam saluran dengan temperatur lingkungan. Pada daerah keluaran ini terjadi peningkatan kecepatan aliran yang diikuti dengan penurunan temperatur aliran udara dan pengecilan volume spesifik udara.

y = 0.6462x2 - 10.033x + 42.927 y = 0.8236x2 - 10.268x + 31.865

0 20 40

3 6 9 12 15 18 21 24 27

Titik BelokanTajam

B

il

a

nga

n R

a

y

le

igh (

x

1

0

9 )

Sudut 105º Sudut 90º


(64)

Gambar 4.18 memperlihatkan perbandingan distribusi bilangan Rayleih antara saluran berbelokan dengan sudut hambatan 900 dan 1050. Pada daerah masukan saluran berbelokan tajam dengan hambatann 1050 bilangan Rayleigh lebih tinggi dari saluran yang bersudut 900, hal ini menunjukkan turbulensi alirannya lebih besar dari saluran bersudut belokan 900. Distribusi bilang Rayleigh ini juga memperlihatkan bahwa makin mendekati keluaran perbedaan angka Rayleigh makin mengecil hingga sama pada titik keluaran saluran.

mperlihatkan bahwa makin mendekati keluaran perbedaan angka Rayleigh makin mengecil hingga sama pada titik keluaran saluran.

4.5 Simulasi MEH 4.5 Simulasi MEH

Bentuk geometri dan simulasi penyerap panas untuk simulasi dikerjakan langsung dengan menggunakan software FLUENT 6.2 for Windows. Penyelesaian metoda elemen hingga diupayakan semaksimal mungkin untuk menyederhanakan kondisi sebenarnya.

Bentuk geometri dan simulasi penyerap panas untuk simulasi dikerjakan langsung dengan menggunakan software FLUENT 6.2 for Windows. Penyelesaian metoda elemen hingga diupayakan semaksimal mungkin untuk menyederhanakan kondisi sebenarnya.

Hexagonal map = 32250

Gambar 4.19 Bentuk elemen saluran tanpa hambatan Gambar 4.19 Bentuk elemen saluran tanpa hambatan


(65)

Bentuk elemen yang digunakan adalah elemen hexagonal map untuk saluran tanpa hambatan, hexagonal submap untuk saluran dengan sudut hambatan 900, dan tetrahedral untuk saluran dengan sudut hambatan 1050. Bentuk elemen hingga dari masing-masing bentuk diperlihat pada Gambar 4.19 s.d 14.21.

Hexagonal submam = 33540

Gambar 4.20 Bentuk elemen saluran dengan hambatan 900

Tetrahedral = 64389


(66)

Hasil simulasi dengan menggunakan software FLUENT 6.2 for Windows

terhadap geometri metode elemen hingga diperlihatkan pada Gambar 4.22 s.d 4.24.


(67)

Gambar 4.23 Kontur aliran panas disepanjang saluran dengan hambatan 900


(1)

Untuk Kolektor Belokan Tajam 900

Waktu Pengukuran 12.00 Wib - 13.30 Wib Titik Pengukuran Hasil Bilangan Rayleigh

( Re x 10-9 )

1 45.150

2 36.749

3 34.172

4 33.170

5 26.130

6 26.130

7 24.816

8 20.638

9 17.504

10 14.539

11 12.419

12 11.389

13 10.715

14 10.380

15 8.741

16 7.783

17 8.420

18 7.154

19 7.467

20 6.532

21 4.418

22 5.313

23 5.615

24 6.842

25 5.919

26 4.715

27 2.676

28 6.225

29 11.730

Tabel Data Hasil Perhitungan Bilangan Rayleigh Terhadap Titik Pengukuran Untuk Kolektor Tanpa Hambatan


(2)

Waktu Pengukuran 12.00 Wib - 13.30 Wib Titik Pengukuran Hasil Bilangan Rayleigh

( Re x 10-9 )

1 22.931

2 20.760

3 19.080

4 15.867


(3)

Tabel Sifat-sifat Udara Pada Tekanan Atmosfer Nilai μ, k, Cpdan Pr tidak terlalu bergantung pada tekanan dan dapat digunakan untuk rentang

tekanan yang cukup luas.

T.K Kg/mρ 3

Cp’

kJ/kg . 0C

μ, kg/m . s

x 105

ν, m2/s x 106

k,

W/m . 0C

α, m2/s

x 104 Pr

100 150 200 250 300 350 400 450 500 550 600 650 700 750 800 850 900 950 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 1800 1900 2000 2100 2200 2300 2400 2500 3.6010 2.3675 1.7684 1.4128 1.1774 0.9980 0.8826 0.7833 0.7048 0.6423 0.5879 0.5430 0.5030 0.4709 0.4405 0.4149 0.3925 0.3716 0.3524 0.3204 0.2947 0.2707 0.2515 0.2355 0.2211 0.2082 0.1970 0.1858 0.1762 0.1682 0.1602 0.1538 0.1458 0.1394 1.0266 1.0099 1.0061 1.0053 1.0057 1.0090 1.0140 1.0207 1.0295 1.0392 1.0551 1.0635 1.0752 1.0856 1.0978 1.1095 1.1212 1.1321 1.1417 1.160 1.179 1.197 1.214 1.230 1.248 1.267 1.287 1.309 1.338 1.372 1.419 1.482 1.574 1.688 0.6924 1.0283 1.3289 1.5990 1.8462 2,075 2.286 2.484 2.671 2.848 3.018 3.177 3.332 3.481 3.625 3.765 3.899 4.023 4.152 4.44 4.69 4.93 5.17 5.40 5.63 5.85 6.07 6.29 6.50 6.72 6.93 7.14 7.35 7.57 1.923 4.343 7.490 11.31 15.69 20.76 25.90 31.71 37.90 44.34 51.34 58.51 66.25 73.91 82.29 90.75 99.3 108.2 117.8 138.6 159.1 182.1 205.5 229.1 254.5 280.5 308.1 338.5 369.0 399.6 432.6 464.0 504.0 543.5 0.009246 0.013735 0.01809 0.02227 0.02624 0.03003 0.03365 0.03707 0.04038 0.04360 0.04659 0.04953 0.05230 0.05509 0.05779 0.06028 0.06279 0.06525 0.06752 0.0732 0.0782 0.0837 0.0891 0.0946 0.100 0.105 0.111 0.117 0.124 0.131 0.139 0.149 0.161 0.175 0.02501 0.05745 0.10165 0.15675 0.22160 0.2983 0.3760 0.4222 0.5564 0.6532 0.7512 0.8578 0.9672 1.0774 1.1951 1.3097 1.4271 1.5510 1.6779 1.969 2.251 2.583 2.920 3.262 3.609 3.977 4.379 4.811 5.260 5.715 6.120 6.540 7.020 7.441 0.770 0.753 0.739 0.722 0.708 0.697 0.689 0.683 0.680 0.680 0.680 0.682 0.684 0.686 0.689 0.692 0.696 0.699 0.702 0.704 0.707 0.705 0.705 0.705 0.705 0.705 0.704 0.704 0.702 0.700 0.707 0.710 0.718 0.730 Sumber : Holman. 1991 : 589


(4)

Gambar Peralatan Pengujian (kolektor)


(5)

Gambar Alat Pengujian Dengan Belokan Tajam 1050


(6)

80