6
BAB II SEJARAH DAN FALSAFAH MAENPO CIKALONG
II.1 Definisi Falsafah
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh W.J.S. Poerwodarminto seperti dikutip Notosoejitno, 1997,
“Falsafah mempunyai pengertian yang sama dengan filsafat
” h. 43. Ruslan Abdulgani seperti dikutip oleh Notosoejitno, 1997 mengartikan
“falsafah atau filsafat sebagai kegandrungan mencari hikmah kebenaran serta kearifan dan kebijaksanaan dalam
hidup dan kehidupan manusia ” h. 44. Pada dasarnya falsafah adalah pandangan
dan kebijaksanaan hidup manusia dalam kaitan dengan nilai-nilai budaya, nilai sosial, nilai-nilai moral, dan nilai-nilai agama yang dijunjung tinggi oleh
masyarakatnya.
Menurut Notosoejitno 1997 ”Manusia dalam hidupnya mempunyai empat
kedudukan sebagai salah satu kesatuan, yakni sebagai mahluk tuhan, mahluk pribadi mahluk individu, mahluk sosial dan mahluk alam semesta
” h. 45. Seharusnya manusia mengetahui dan memahami empat nilai kedudukan tersebut
sebagai pegangan dalam menjalani kehidupan. Dalam Notosoejitno 1997 juga dijelaskan bahwa “manusia wajib menegakkan nilai-nilai yang berkaitan dengan
empat kedudukan tersebut, yakni nilai-nilai ketuhanan nilai-nilai agama, nilai- nilai moral pribadi nilai-nilai moral individu, nilai-nilai moral sosial dan kultural
serta nilai-nilai alam semesta nilai-nilai natural-universal dalam bentuk amalan- amalan yang luhur
” hal 45. Semuanya itu merupakan perwujudan beriman dan bertakwa terhadap Tuhan serta perwujudan masyarakat paguyuban tata-tentram
karta-raharja yang diridhai Tuhan.
II.2 Falsafah Silat
Pandangan dan kebijaksanaan hidup yang dijelaskan dalam pengertian falsafah merupakan falsafah masyarakat Rumpun Melayu. Karena landasan pandangan dan
kewajiban hidup tersebut adalah budi pekerti luhur, maka falsafah masyarakat
7
Rumpun Melayu itu dinamakan falsafah budi pekerti luhur. Notosoejitno 1997 mengatakan bahwa:
F alsafah budi pekerti luhur” adalah falsafah yang menentukan ukuran
kebenaran cipta, keharusan karsa, dan kebaikan rasa bagi manusia pencak silat dalam mempelajari, melaksanakan dan menggunakan pencak
silat maupun dalam bersikap, berbuat dan bertingkah laku serta merupakan jiwa dan sumber motivasi dalam pelaksanaan dan penggunaan pencak
silat. Karena itu, falsafah budi pekerti luhur juga merupakan falsafahnya pencak silat h. 45.
Falsafah Budi Pekerti luhur untuk manusia pencak silat dalam kedudukannya sebagai mahluk Tuhan, mahluk individu, mahluk sosial, dan mahluk alam semesta
dijelaskan oleh Notosoejitno 1997 yaitu: 1. Manusia sebagai mahluk Tuhan wajib mematuhi dan melaksanakan
secara konsisten dan konsekuen nilai-nila ketuhanan dan keagamaan, baik secara vertikal maupun horisontal.
2. Manusia sebagai mahluk individu atau mahluk pribadi wajib meningkatkan dan mengembangkan kualitas kepribadiannya untuk
mencapai kepribadian yang luhur, yakni kepribadian yang bernilai dan berkualitas tinggi serta ideal menurut pandangan masyarakat dan
ajaran agama.
3. Manusia sebagai mahluk sosial wajib memiliki pemikiran, orientasi, wawasan, pandangan, motivasi, sikap, tingkah laku dan perbuatan
sosial yang luhur, dalam arti bernilai dan berkualitas tinggi serta ideal menurut pandangan masyarakat dan ajaran agama.
4. Manusia sebagai mahluk alam semesta berkewajiban untuk melestarikan kondisi, keseimbangan dan kualitas alam semesta yang
memberikan kemajuan, kesejahteraan dan kebahagiaan kepada manusia sebagai karunia Tuhan. h. 45
Isi ajaran falsafah budi pekerti luhur tersebut dijiwai oleh nilai-nilai budaya masyarakat Rumpun Melayu. Menurut Notosoejitno
1997 “rangkaian kata bertuah yang merupakan rumusan singkat dari amalan-amalan pokok ajaran
falsafah budi pekerti luhur adalah Taqwa, Tanggap, Tangguh, Tanggoan, dan Trengginas
” h. 46. 1. Taqwa berarti beriman teguh kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan
melaksanakan perintah-perintahnya dan menjauhi larangan-larangannya serta patuh dan taat kepada tatanan, peraturan, tatakrama, tata cara dan kesepakatan
masyarakat yang berlaku.
8
2. Tanggap berarti peka, peduli, antisipatif, proaktif dan mempunyai kesiapan tinggi terhadap setiap perubahan dan perkembangan yang terjadi.
3. Tangguh berarti keuletan dan kesanggupan mengembangkan kemampuan di dalam menghadapai dan menjawab setiap tantangan serta mengatasi setiap
hambatan yang terjadi. 4. Tanggon bahasa Jawa berarti sanggup menegakkan keadilan, kejujuran dan
selalu ingat dan waspada serta tahan uji terhadap segala godaan dan cobaan berdasarkan sikap kesatria sejati yang mandiri dan percaya diri.
5. Trengginas bahasa Jawa yang berarti enerjik, aktif, eksploratif, kreatif, inovatif, berfikir ke masa depan dan mau bekerja keras untuk mengejar
kemajuan yang bermanfaat bagi diri dan masyarakat. Dalam ajaran falsafah budi pekerti luhur disiplin dan kepemimpinan pencak silat
merupakan ajaran paling utama yang wajib dihayati dengan baik dan benar serta amalan paling utama yang harus dibuktikan secara persisten, konsisten dan
konsekuen.
II.3 Definisi Silat