Tinjauan Pemilihan Umum TINJAUAN PUSTAKA
karena keberadaan pemilih pemula merupakan hal yang sangat penting karena mengingat setiap hendak diadakan pemilu jumlahnya bertambah sekiranya mereka
perlu mendapat tambahan informasi dan pendidikan seputar pemilu agar hak memilih mereka tidak sia-sia hanya karena mereka memilih orang yang salah
untuk memimpin rakyat negeri ini. 2.7Tinjauan Pemilih Pemula
First Vote
Azwar, 2008 dalam Maulana,2009 membagi pemilih di Indonesia menjadi tiga
kategori. Pertama pemilih yang rasional, yakni pemilih yang benar-benar memilih partai berdasarkan penilaian dan analisis mendalam. Kedua, pemilih kritis
emosional, yakni pemilih yang masih idealis dan tidak kenal kompromi. Ketiga, pemilih pemula, yakni pemilih yang baru pertama kali memilih karena usia
mereka baru memasuki usia pemilih.
Kaum muda pemilih pemula menurut UU Pemilu adalah mereka yang telah berusia 17 tahun atau sudahpernah menikah, yang telah memiliki hak suara
Pemilu dan Pilkada. Pemilih pemula terdiri atas pelajar, mahasiswa atau pemilih dengan rentang usia 17-21 tahun menjadi segmen yang memang unik, sering kali
memunculkan kejutan dan tentu menjanjikan secara kuantitas. Hal ini dikatakan unik sebab perilaku pemilih pemula dengan antusiasme tinggi, relatif lebih
rasional, haus akan perubahan, dan tipis akan kadar polusi pragmatism.
UU No. 10 tahun 2008 dalam Bab IV pasal 19 ayat 1 dan 2 serta pasal 20 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemilih pemula adalah warga
Indonesia yang pada hari pemilihan atau pemungutan suara adalah Warga Negara Indonesia yang sudah genap berusia 17 tahun dan atau lebih atau sudahpernah
kawin yang mempunyai hak pilih, dan sebelumnya belum termasuk pemilih karena ketentuan Undang-Undang Pemilu.
Dalam Undang-Undang Pemilu No.42 Tahun 2008 dijelaskan juga tentang hak memilih dalam pasal 27 dan 28 yang berbunyi seperti berikut :
Pasal 27 1 Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara
telah genap berumur 17 tujuh belas tahun atau lebih atau sudahpernah kawin mempunyai hak memilih.
2 Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksudkan pada ayat 1 penyelenggara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dalam
daftar pemilih. Pasal 28
Untuk dapat menggunakan hak memilih, Warga Negara Indonesia sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 27 harus terdaftar sebagai
Pemilih.
Secara psikologis, pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang-orang tua pada umumnya. Misalnya kritis, mandiri, independen, anti status
quo atau tidakpuas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya. Karakteristrik itu cukup kondusif untuk membangun komunitas pemilih cerdas
dalam pemilu yakni pemilih yang memiliki pertimbangan rasional dalam menentukan pilihannya. Misalnya karena integritasnya, track record-nya atau
program kerja yang ditawarkan.
Berdasarkan pengertian undang-undang tersebut, maka karakteristik yang dimiliki oleh pemilih pemula dilihatdari karakter yang berbeda dengan pemilih yang sudah
terlibat pemilu periode sebelumya, yaitu: 1 belum pernah memilih atau melakukan penentuan suara di dalam TPS, 2 belum memiliki pengalaman
memilih,3 memiliki antusias yang tinggi, 4 kurang rasional, 5 pemilih muda yang masih penuh gejolak dan semangat,yang apabila tidak dikendalikan akan
memiliki efek terhadap konflik-konflik sosial di dalam pemilu, 6 menjadi sasaran peserta pemilu karena jumlahnya yang cukup besar, 7memiliki rasa
ingin tahu, mencoba, danberpartisispasi dalam pemilu, meskipun kadang dengan bebagai latar belakang yang berbeda.
Empat alasan mendasar yang menyebabkan pemilih pemula mempunyai
kedudukan dan makna strategis dalam Pemilihan Umum adalah, 1 alasan kuantitatif yaitu bahwa pemilih pemula ini merupakan kelompok pemilih yang
mempunyai jumlah secara kuantitatif relatif banyak dari setiap pemilihan umum, 2 pemilih pemula adalah merupakan satu segmen pemilih yang mempunyai pola
perilaku sendiri dan sulit untuk diatur atau diprediksi, 3 kekhawatiran bahwa pemilih pemula akan lebih condong menjadi golput dikarenakan kebingungan
karena banyaknya pilihan partai politik yang muncul yang akhirnya menjadikan mereka tidak memilih sama sekali, dan 4 masing-masing organisasi sosial
politik mengklaim sebagai organisasi yang sangat cocok menjadi penyalur aspirasi bagi pemilih pemula yang akhirnya muncul strategi dari setiap partai politik untuk
mempengaruhi pemilih pemula.