Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
dengan apa yang diharapkan, atau hasil tersebut jauh menyimpang dari harapan yang telah dilaksanakan sebelumnya.
Untuk menilai sejauhmana Evaluasi Kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat diukur dengan beberapa indikator yang ada. Dengan
segala faktor keberhasilan evaluasi maka dapat dipahami bahwa faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi dan berkesinambungan untuk tercapainya hasil yang
maksimal atas kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung.
Faktor yang pertama adalah Efekivitas. Dalam kebijakan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial efektivitas berupa perilaku yang dilakukan oleh Aparatur Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung melalui pelaksanaan mediasi untuk
mencapai hasil dan tujuan yang diinginkan oleh para pihak yang berselisih yakni pekerja serta pengusaha dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrialnya.
Efektivitas dapat berupa rasionalitas teknis yang selalu diukur dari unit produk atau layanan dan nilai moneternya yang kemudian dilihat berdasarkan harapan
masyarakat serta realisasi kebijakannya.
Faktor yang kedua adalah Efisiensi. Dalam kebijakan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial efisiensi dilakukan untuk meningkatkan tingkat efektivitas melalui pelaksanaan mediasi agar kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial dapat berjalan dengan efisien dan dapat dinilai berdasarkan optimalisasi dan sumber daya, baik sumber daya manusia mapun sarana dan prasana yang ada di
Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung.
Faktor berikutnya adalah Kecukupan yang berkenaan dengan seberapa jauh
tingkat efektifitas kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam pelaksanaan mediasi dapat memuaskan kebutuhan, nilai serta menekankan pada
kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial sehingga memperoleh hasil yang diharapkan oleh para pihak yang
berselisih khususnya di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung, dan dapat dilihat melalui kinerja aparatur serta kepuasan masyarakat atas adanya pelaksanaan mediasi sesuai
yang tercantum dalam UU. Nomor 2 Tahun 2004.
Selanjutnya adalah Perataan yang erat hubungannya dengan rasionalitas legal
dan sosial. Kebijakan yang berorientasi pada perataan merupakan kebijakan yang pada akibatnya atau usahanya secara adil di distribusikan guna menerangkan kepada
masyarakat umumnya atau pekerja serta pengusaha khususnya mengenai tata cara penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dan dapat dinilai
melalui pencapaian sasaran serta transparansi dan akuntabilitas publik atas pelaksanaan kebijakan tersebut.
Responsivitas
berkenaan dengan seberapa jauh kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat memuaskan kebutuhan para pelaksana
kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. Responsivitas sangat penting karena dapat mempengaruhi dari keseluruhaan hasil
kebijakan. Responsivitas
dinilai melalui
respon aparatur
dan respon
masyakaktpekerja serta pengusaha.
Faktor yang terakhir adalah Ketepatan, kriteria ketepatan secara dekat merujuk
pada nilai atau harga dari tujuan dibuatnya kebijakan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial dan kepada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan dibuatnya kebijakan tersebut sehingga dapat berpengaruh terhadap proses penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung yang dapat dilihat dari dampak bagi masyarakat serta dampak bagi
aparatur. Oleh karena itu dalam kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung, Evaluasi merupakan salah satu tahapanproses yang sangat diperlukan, karena berhasil atau tidaknya suatu kebijakan dapat dinilai
melalui hasil akhir dari perumusan kebijakan tersebut. Evaluasi Kebijakan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Di Dinas
Tenga Kerja Kota Bandung dilakukan untuk mengetahui sejauhmana kebijakan tersebut dapat berpengaruh pada proses penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui mediasi yang dilakukan di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung dan untuk mengetahui kinerja aparatur serta hasil dari dibuatnya kebijakan UU nomor 2
tahun 2004 tentang penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang di analisis dan dideskripsikan dengan menggunakan enam dimensi evaluasi kebijakan publik
yang dikemukakn oleh William N. Dunn diatas. Berdasarkan penjelasan-penjelasan diatas, maka peneliti mengemukakan
Definisi Operasional sebagai berikut: 1.
Evaluasi adalah penilaian hasil pelaksanaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi.
2. Kebijakan adalah aturan yang ditetapkan dan kemudian dilaksanakan oleh
Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung yang mempunyai tujuan atau berorientasi bagi kepentingan pekerja serta pengusaha.
3. Evaluasi kebijakan sebagai variabel mandiri yang merupakan suatu usaha
untuk mengukur dan membandingkan hasil pelaksanaan kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dengan sasaran kebijakan
secara objektif dilihat dari kriteria sebagai berikut: 1.
Efektivitas adalah suatu hal yang berkenaan dengan sejauhmana kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial telah mencapai
hasil yang diharapkan. Kriteria ini memiliki 2 dua indikator, yaitu: a.
Harapan Masyarakat adalah usulan dan keinginan pekerja serta pengusaha terhadap penyelesaian perselisihan hubungan industrial
melalui pelaksanaan mediasi. b.
Realisasi adalah tujuan terhadap pelaksanaan kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi di
Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung. 2.
Efisiensi adalah usaha yang dilakukan untuk mencapai hasil yang diinginkan dari dibuatnya kebijakan penyelesaian perselisihan
hubungan industrial. Kriteria ini memiliki 2 dua indikator, yaitu: a.
Sumber Daya adalah sarana dan prasarana yang terdapat di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung yang digunakan dalam menjalankan
kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi.
b. Optimalisasi adalah proses untuk mencapai hasil yang paling
maksimal dari kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi.
3. Kecukupan adalah tingkat efektifitas aparatur Dinas Tenaga Kerja Kota
Bandung yang dapat memuaskan kebutuhan pekerja serta pengusaha. Kriteria ini memiliki 2 dua indikator, yaitu:
a. Kepuasan Masyarakat adalah tingkat emosi yang merupakan
penilaian pekerja serta pengusaha terhadap kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui pelaksanaan mediasi.
b. Kinerja Aparatur adalah hasil kerja yang dicapai aparatur Dinas
Tenaga Kerja Kota Bandung dalam menjalankan kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui proses
mediasi. 4. Perataan adalah rasionalitas legal dan sosial serta menunjuk pada
distribusi akibat adanya kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Kriteria ini memiliki 2 dua indikator, yaitu:
a. Pencapaian Sasaran adalah petunjuk bagaimana pelaksanaan
kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi dapat dicapai dalam waktu dan sumberdaya yang
tersedia di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung. b.
Transparasi dan Akuntabilitas Publik adalah informasi yang terbuka dan mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dalam
kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial pada pelaksanaan mediasi secara periodik.
5. Responsivitas adalah seberapa jauh kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial dapat memuaskan para pelaksana kebijakan.
Kriteria ini memiliki 2 dua indikator, yaitu: a.
Respon Masyarakat adalah persepsi atau tanggapan pekerja serta pengusaha terhadap kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui mediasi di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung. b.
Respon Aparatur adalah persepsi atau tanggapan aparatur Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung terhadap kebijakan penyelesaian
perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. 6. Ketepatan adalah kuatnya asumsi yang melandasi tujuan dibuatnya
kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial. Kriteria ini memiliki 2 dua indikator, yaitu:
a. Dampak bagi Masyakat adalah sesuatu yang timbul bagi pekerja
serta pengusaha setelah adanya penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi.
b. Dampak bagi Aparatur adalah sesuatu yang timbul bagi aparatur
Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung setelah adanya kebijakan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi.
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka peneliti menggambarkan alur pemikiran yang digunakan dalam melakukan penelitan ini dengan model kerangka
pemikiran sebagai berikut:
Gambar 2.1 Model Kerangka Pemikiran
Evaluasi Kebijakan Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung
Memperbaiki Kinerja aparatur Dinas Tenaga Kerja Kota Bandung khususnya tenaga mediator agar dapat membantu para
pihak yang berselisih dalam menyelesaiakan perselisihan hubungan industrialnya dan mengurangi kasus perselisihan di
Kota Bandung melalui pelaksanaan mediasi Efektivitas
Efisiensi Kecukupan
Perataan Responsivitas
Ketepatan
35