DAYA TOLAK EKSTRAK ETHANOL DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius) SEBAGAI REPELLENT TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

(1)

ABSTRACT

THE PROTECTION OF PANDANUS LEAF (Pandanus amaryllifolius)’

ETHANOL EXTRACTS AS THE REPELLENT TO Aedes agypti

By

DWITYA RILIANTI

Dengue Haemorrhage Fever (DHF) is the disease caused by the Aedes aegypti

mosquito bite with infected dengue virus. Incidence rate of DHF has rising annually so that the vector control becomes important. Vector control such as repellent is needed to prevent DHF, but chemical repellent has been reported for its corrosive effect. Active compounds of Pandanus leaf (Pandanus amaryllifolius) have been reported on repellent action. The study aimed at observing the effect of Pandanus leaf extracts as the repellent to Aedes agypti. The study was an experimental design and followed procedurs that recommended by the World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme (WHOPES). The research has been conducted in Organic Chemistry Laboratory and Zoology Laboratory, University of Lampung, from October to December 2014. Alcohol 70% served as a negative control and Pandanus amaryllifolius leaf extracts has concentration 10, 20, 30 and 40% applied by volunteer’s forearm. Protection from mosquito bites analized by One-way Anova test. Effective doses 50% and 99% (ED50 and ED99) value were calculated by Probit test. Pandanus amaryllifolius leaf extracts showed repellent effect to Aedes aegypti. The result showed ED50 values were 11,068% and ED99 values were 73,247% for Aedes aegypti.

Keywords: Aedes agypti, pandanus leaf (Pandanus amaryllifolius), Dengue Haemorrhage Fever (DHF), repellent


(2)

ABSTRAK

DAYA TOLAK EKSTRAK ETHANOL DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius) SEBAGAI REPELLENT

TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

Oleh

DWITYA RILIANTI

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan penyakit yang ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi virus dengeu. Angka kejadian DBD terus meningkat setiap tahun sehingga tindakan pengendalian vektor menjadi penting. Tindakan pengendalian vektor seperti repellent diperlukan untuk mencegah DBD, namun repellent kimiawi memberikan efek korosif sehingga diperlukan repellent nabati. Senyawa aktif dari daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) telah dilaporkan memiliki senyawa kimia yang berguna sebagai

repellent. Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak ethanol daun

Pandanus amaryllifolius sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan metode rancangan acak lengkap sesuai standar World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme

(WHOPES). Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Zoologi Universitas Lampung dari bulan Oktober hingga Desember 2014. Alkohol 70% sebagai kontrol negatif dan ekstrak daun Pandanus amaryllifolius konsentrasi 10, 20, 30 dan 40% diterapkan pada lengan bawah relawan. Daya tolak dianalisa dengan uji Oneway-Anova dan nilai dosis efektif 50% dan 99% (ED50 dan ED99) dihitung oleh uji Probit. Ekstrak daun Pandanus amaryllifolius memiliki pengaruh repellent terhadap Aedes aegypti. Hasil menunjukkan nilai ED50 adalah 11,068% dan nilai ED99 adalah 73,247% terhadap Aedes aegypti.

Kata kunci: Aedes agypti, daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius),


(3)

DAYA TOLAK EKSTRAK ETHANOL DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius) SEBAGAI REPELLENT

TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

Oleh

DWITYA RILIANTI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

DAYA TOLAK EKSTRAK ETHANOL DAUN PANDAN WANGI (Pandanus amaryllifolius) SEBAGAI REPELLENT

TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti

(Skripsi)

Oleh

DWITYA RILIANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(5)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Daun Pandan Wangi ... 7

2. Nyamuk dewasa Aedes aegypti ... 15

3. Siklus perkembangan nyamuk Aedes aegypti ... 15

4. A. Anatomi Aedes aegypti dewasa ... 16

B. Aedes aegypti ... 16

5. Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk Aedes aegypti ... 17

6. Kepala nyamuk Aedes aegypti ... 23

7. a. Scanning mikrograf elektron kepala Aedes aegypti ... 24

b. Scanning mikrograf elektron dari satu segmen antena Aedes aegypti ... 24

8. Kerangka Teori ... 26

9. Hubungan antar variable ... 27


(6)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

1.Tujuan Umum ... 5

2.Tujuan Khusus ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat Teoritis ... 6

2. Manfaat Praktis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Daun Pandan Wangi ... 7

1. Klasifikasi Daun Pandan ... 8

2. Morfologi Daun Pandan Wangi ... 8

3. Penyebaran ………. 9

4. Kandungan Daun Pandan Wangi ……… 9

5. Ekstrak ……… 13

B. Aedes aegypti ... 14

1. Siklus Hidup ... 16

2. Stadium Nyamuk Dewasa ………... 16

3. Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit ... 17

4. Pengendalian Vektor ………... 18


(7)

xiii

b. Pengendalian vektor dengan cara biologi ... 19

c. Pengendalian vektor dengan cara radiasi ... 19

d. Pengendalian vektor dengan cara mekanik ... 20

C.Repellent ... 20

1. Jenis-jenis Repellent ... 21

a.Repellent kimiawi ... 21

b.Repellent nabati ... 22

2. Senyawa Tanaman untuk Repellent ... 22

3. Mekanisme Kerja Repellent ... 23

D.Kerangka Penelitian 1. Kerangka Teori ... 25

2. Kerangka Konsep ... 27

E. Hipotesis ... 28

III. METODE PENELITIAN A.Desain penelitian ... 29

B.Tempat dan WaktuPenelitian ... 29

C.Populasi dan Sampel ... 29

1. Populasi penelitian ... 29

2. Sampel penelitian ... 30

a. Kriteria inklusi ... 30

b. Kriteria ekslusi ... 30

c. Besar sampel ... 30

d. Relawan ... 30

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 31

1. Bahan Penelitian ... 31

2. Alat Penelitian ... 32

E. Prosedur Penelitian ... 33

1. Tahap Persiapan ... 33

a. Preparasi bahan uji ... 33

b. Rearing nyamuk ... 33

c. Aklimatisasi ... 33

d. Pembuatan ekstrak ethanol daun pandan wangi ... 34

e. Uji pendahuluan ... 35

2. Tahap Penelitian ... 35

a. Persiapan ekstrak ethanol daun Pandan wangi ... 36

b. Persiapan nyamuk Aedes aegypti ... 36

c. Syaratrelawan ... 36

d. Uji repellent ekstrak ethanol daun Pandan wangi ... 36

F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ... 39

1. Identifikasi Variabel ... 39

a. Variabel independen ... 39

b. Variabel dependen ... 39

2. Definisi Operasional Variabel ... 39

G. Analisis Data ... 41


(8)

xiv I. Alur Penelitian ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian... 44 1. Uji Efektivitas Daya Proteksi Ekstrak Ethanol Daun Pandan

Wangi Terhadap Kontak dengan Nyamuk Aedes aegytpi……… 44 2. Analisis Probit Effective Doses 50% dan 99% (ED50 dan ED99)

Daya Proteksi Ekstrak Ethanol Daun Pandan Wangi

Terhadap Kontak dengan Nyamuk Aedes aegypti………... 47 B. Pembahasan

1. Uji Efektivitas Daya Proteksi Ekstrak Ethanol Daun Pandan

Wangi terhadap Kontak dengan Nyamuk Aedes aegytpi……... 48 2. Analisis Probit Effective Doses 50% dan 99% (ED50 dan

ED99) Daya Proteksi Ekstrak Ethanol Daun Pandan Wangi

terhadap Kontak dengan Nyamuk Aedes aegypti………...…… 54

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan……… 57

B. Saran……….. 58 DAFTAR PUSTAKA ... 59


(9)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ... 30 2. Jumlah ekstrak ethanol daun Pandan Wangi yang dibutuhkan

dalam penelitian ... 35 3. Definisi Operasional ... 40 4. Jumlah nyamuk Aedes agypti yang kontak pada lengan dengan

berbagai konsentrasi ekstrak ethanol daun Pandan wangi ... 45 5. Hasil Perhitungan Persentase Daya Tolak ... 45 6. Analisis Probit ED50 dan ED99 untuk Ekstrak Ethanol Daun


(10)

(11)

(12)

(13)

“Jika

kau bukan anak Raja, juga bukan Ulama Besar,

maka

menulislah!”

(Imam Al Ghazali)

Bismillahirohmanirrohim..

Skripsi ini penulis persembahkan untuk :

Mama dan Papa

Abang dan Adek-adek

Keluarga Besar

Tercinta

Almamaterku, Kampus Hijau

Medical Faculty Lampung University


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 16 Oktober 1992, sebagai anak kedua dari empat bersaudara, pasangan Bapak Dr. Ir. H. Dewangga Nikmatullah, MS. dan Ibu Hj. Herawati Maschiernie Djeminahratoe, SE., MM.

Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Kartini II Tanjung Karang pada tahun 1999, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Kartika II-5 Bandar Lampung, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 4 Bandar Lampung pada tahun 2007, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di SMAN 2 Bandar Lampung pada tahun 2010. Pada tahun 2010, penulis pernah terdaftar sebagai mahasiswi Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur SNMPTN kembali.

Sejak kecil penulis aktif pada sejumlah kegiatan dan organisasi akademik maupun non-akademik seperti mengemban pendidikan non-formal di Elfa Music School, menjadi penyiar radio RRI PRO 2 FM, menari, melukis dan sebagainya. Beberapa penghargaan pernah diraih penulis. Semasa kuliah, penulis juga berhasil terpilih sebagai Finalis dalam ajang Lomba Jurnal Ilmiah Internasional dalam International Conference of Integrated Community (ICONIC) PPI di Jerman 2014, Pengurus Harian Wilayah 1 dan Pengurus Harian Nasional Ikatan Senat Mahasiswa Fakultas Kedokteran Indonesia (ISMKI), Wakil Ketua Padus FK Unila, anggota BSO Gen-C dan aktif dalam kegiatan BEM FK Unila lainnya.


(15)

viii

SANWACANA

Alhamdulillahirobbil „alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ridho, berkah, rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan pada junjungan Rasulullah Muhammad saw.

Skripsi dengan judul “Uji Daya Tolak Ekstrak Ethanol Daun Pandan Wangi sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes aegypti” ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sugeng P. Harianto, M.S., selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Sutyarso, M.Biomed., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

3. Dr. dr. H. Asep Sukohar, M.Kes., selaku Pembimbing I atas kesediaannya dalam memberikan bimbingan, dukungan, bantuan dan motivasi kepada penulis serta selalu menginspirasi penulis;

4. Dra. Hj. Endah Setyaningrum, M.Biomed., selaku Pembimbing II atas kesediaannya dan sifat keibuannya dalam memberikan bimbingan,


(16)

ix bantuan,dukungan, saran dan selalu memotivasi kepada penulis dalam penyusunan skripsi maupun karya tulis ilmiah lainnya;

5. dr. Betta Kurniawan, M.Kes., selaku Pembahasdan Wakil Dekan Bagian Kemahasiswaan yang telah meluangkan waktu untuk bertukarpikiran, memberikan pembelajaran, motivasi, kritik, saran, dan nasihat yang bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

6. Prof. Dr. dr. Hj. Efrida Warganegara, M.Kes, Sp.MK., selaku Pembimbing Akademik yang telah menjadi orang tua akademik penulisdan mengampu semasa penulis menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung;

7. Seluruh Dokter dan Staf Pengajar di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung atas ilmu yang diberikan kepada penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan bagi masa depan penulis;

8. Seluruh Staf dan Karyawan di Fakultas Kedokteran dan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung yang membantu terselenggaranya proses pembelajaran semasa kuliah dan penyelesaian skripsi;

9. Papa, Dr. Ir. H. Dewangga Nikmatullah, M.S., pria pertama yang penulis sangat cintai di dunia ini, selalu memotivasi penulis dan melindungi penulis di barisan proteksi terdepan. Serta membimbing dan mambantu dalam penyelesaian skripsi ini. Someday I’ll meet my prince charming but you’ll always be my King”;


(17)

x 10. Mama, Hj. Herawati, SE., MM., malaikat tercinta yang selalu menyebut nama

penulis di setiap doanya dan selalu memberikan cinta kasih tiada tara. You’re my Queen and my Hero;

11. Abang, Herdeynan Pratama, SP., yang selalu melindungi dan menjadi teman bertukarpikiran. Adik-adik penulis, Tiara Anggriani dan Nabil Azmi, yang selalu menjadi alasan penulis untuk saling memotivasi menjadi “kakak panutan yang keren”. Kenangan indah adalah memori manis yang selalu mengalir dalam darah;

12. Oma tercinta Alm. Hj. Washillah dan Alm. Opa H. Maschiernie Djeminahratoe tercinta;

13. Sidi H. Nikmatullah, Siti Alm. Mustika, terima kasih telah menurunkan bakat kepada penulis dan seluruh keluarga besar atas dukungan dan doa yang telah diberikan;

14. Sahabat-sahabat sejawat, Geng (Aini Putri, Azatu Zahirah Sayoeti, Muflikha Sofiana Putri, Zuryati Toiyiba Qurbany, Nycho Alva Chindo), rekan yang tergabung dalamtim penelitian “Parascriptsweet”; sejawat berbagi cerita dan bertukar pikiran (Seulanga, Indah Prambono, Jihan Nurlela) dan sahabat trip-team M. Yogie Fadli, Danar Fahmi S., dkk;

15. Keluarga dan sahabat Sosek-Agribisnis FP Unila (Sinta, Kak Ike, Dwi, Hani, Aya, Kinoy, dkk);

16. Sahabat KKN Sidowaras khususnya untuk Prisca yang selalu membantu saya dalam penulisan karya tulis ilmiah, serta Ona, Dewi, Mery, Mariyana, Bang Fizie, Bang Tama, Bang Satria, Bang Rendri, Bang Iksan, dkk.


(18)

xi 17. Teman-teman sejawat angkatan 2011 atas kekeluargaan dan kebersamaan kita

selama ini. Semoga kita menjadi menjadi dokter yang berkompetensi dan ber-attitude.

18. Kakak Zerri Ilham dan Kakak Ibnu Sina yang selalu bersedia membimbing penulis semasa kuliah;

19. Rekan-rekan ISMKI, IFMSA, ICONIC-PPI Jerman, Padus FK Unila, FSI Ibnu Sina, CCS-Smanda X-Gen, AXIOMA serta organisasi-organisasi lain yang pernah terlibat dan telah menunjang prestasi penulis bersama dalam menuangkan ide-ide kreatif penulis;

20. Sahabat-sahabat, Kakak-kakak dan Adik-adik tingkat yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu namun telah memberikan semangat dalam “Sai Kedokteran!”.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan menjadi tambahan wawasan bagi yang membacanya. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan memberi rahmat-Nya kepada kita. Aamiin..

Bandar Lampung, Januari 2015 Penulis


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Demam Berdarah Dengue (DBD) atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) merupakan penyakit infeksi yang ditemukan di daerahtropis dan ditularkan lewat hospes perantara yaitu Aedes sp (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2012).

World Health Organization (WHO) melaporkan dengue haemorraghe fever merupakan mosquito-borne diseases yang tercepat pertumbuhannya. Sekitar 1 juta kasus dilaporkan pada World Health Organization (WHO) setiap tahun, tetapi WHO menjumlahkan lebih dari 50 juta kasus setiap tahun, dengan 20 ribu kematian setiap tahunnya (WHO, 2012). “Mosquito-borne diseases”, seperti malaria, demam kuning dan demam dengue, adalah ancaman besar bagi lebih dari 2 dua miliar orang di daerah tropis (Service MW, 2003).

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk yang banyak dan iklim tropis menjadi faktor pendukung tersendiri yang menyebabkan DBD dapat menyebar luas di seluruh wilayah di Indonesia. Pada tahun 2010, Indonesia menempati urutan tertinggi di ASEAN dengan jumlah kasus 156.086 dan kasus kematian 1.358 orang (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2013).


(20)

2

Rekapitulasi data kasus hingga 22 Agustus 2011 menunjukkan CFR (Case Fatality Rate) akibat DBD di beberapa wilayah tidak sesuai target nasionalsebesar 1%. Provinsi Lampung memilikinilai CFR 3,51%. Pada periode tersebut, jumlah penderita DBD di Bandar lampung mencapai 413 jiwa dengan kematian sebanyak 7 jiwa, sedangkan tahun 2012, terjadi peningkatan menjadi 1.111 jiwa dengan kematian sebanyak 11 jiwa (Ditjen PP dan PL Kemenkes RI, 2012).

DBD disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti yang telah terinfeksi virus dengue (Soedarmo, 2005). Aedes aegypti merupakan satu-satunya vektor pembawa virus dengue sehingga pengendalian vektor menjadi penting. Pengendalian vektor secara kimiawi paling banyak digunakan karena alasan praktis, seperti penggunaan lotion anti-nyamuk (Repellent) (Soegijanto, 2006; Sentra Informasi Keracunan Indonesia, 2011).

Di Indonesia, repellent yang beredar di masyarakat merupakan sintetis dari bahan kimia dan mengandung Diethyltoluamide (DEET) yang bersifat korosif. Repellent jenis ini tidak boleh mengenai membrane mukosa seperti hidung, mulut, mata dan tidak boleh pada kulit sensitif atau luka (Eaton T., 2013). Hampir semua lotion anti nyamuk yang beredar mengandung bahan kimia sintetis dan berbahan aktif Diethyltoluamide (DEET). Bahan kimia sintetis mengandung racun, dalam konsentrasi 10-15% dan akan berbahaya khususnya bagi anak-anak apabila penggunaannya kurang hati-hati. Bahan aktif DEET ini tidak akan larut dalam air, menempel pada kulit selama delapan jam dan akan terserap masuk ke dalam tubuh melalui pori-pori kulit menuju sirkulasi


(21)

3

darah. Hanya 10-15% yang akan terbuang melalui urin (Gunandini 2006 dalam Kardinan, 2007).

Senyawa tumbuhan dengan fungsi insektisida diantaranya golongan sianida, saponin, tanin, flavonoid, alkaloid, steroid dan minyak atsiri (Naria, 2005). Minyak atsiri menjadi penunjuk tumbuhan dapat dijadikan repellent karena semua zat yang terkandung di dalam minyak atsiri merupakan zat-zat yang berfungsi sebagai repellent (Maia et.al., 2011).

Penelitian menggunakan tumbuhan sebagai repellent telah banyak dilakukan, salah satunya melihat rata-rata daya proteksi selasih sebagai repellent terhadap Aedes aegypti. Selasih mengandung eugenol, tymol, cyneol dan estragole yang merupakan komponen dari minyak atsiri. Penelitian dilakukan selama enam jam menggunakan konsentrasi 2,5%, 5%, 10% dan 20%. Konsentrasi 20% memiliki daya proteksi yang paling tinggi yaitu 57,59% (Kardinan, 2007).

Penelitian Hasibuan (2008) menggunakan serai wangi (Cymbopogon nardus) menunjukkan bahwa minyak atsiri serai wangi 100% efektif digunakan sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

Medikanto (2013) menggunakan ekstrak daun legundi (Vitex trifolia L.) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti. Daun Legundi mengandung alkaloid, saponin dan minyak atsiri. Hasil menunjukkan nilai ED50 adalah 14,809% dan nilai ED99 adalah 41,423%, sehingga menunjukkan adanya aktiftas repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.


(22)

4

Tanaman lainnya adalah buah mahkota dewa mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, saponin dan minyak atsiri sehingga dapat menjadi repellent (Dewanti dkk., 2005; Winarto, 2009).

Selain ekstrak serai wangi, selasih, ekstrak daun legundi, dan mahkota dewa, adalah tanaman pandan wangi atau pandan saja (Pandanus amaryllifolius) termasuk family Pandanaceae, genus Pandanus. Daun pandan mempunyai kandungan kimia antara lain alkaloida, saponin, flavonoida, tanin, polifenol, dan zat warna. Pandan wangi merupakan tanaman yang potensial untuk menghasilkan minyak atsiri (Susanna dkk., 2003).

Geneva-based International Standards Organization (ISO) telah memasukkan spesies Pandanus amaryllifolius dalam daftar spesies 109 tanaman herbal (Asmain, 2010). Pandan merupakan salah satu tumbuhan dari family Pandanaceae yang beranggotakan tanaman-tanaman yang umum dikenal sebagai pandan ‘screw pines’. Penelitian sebelumnya mengungkapkan bahwa 2-acetyl-1-pyrroline (2-AP) adalah komponen terbesar yang terdapat pada daun pandan, sementara kandungan lain yang dimilikinya adalah komponen minyak volatil, alkohol, senyawa aldehidaromatik, keton dan ester juga ditemukan (Cheetangdee, 2006).

Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan jasmin (Cheetangdee, 2006).


(23)

5

Berdasarkan uraian tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak ethanol pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

B. Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Apakah ekstrak ethanol daun pandan wangi memiliki daya tolak terhadap nyamuk Aedes aegypti sebagai repellent?

2. Berapakah konsentrasi paling efektif ekstrak ethanol daun pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti?

3. Berapakah konsentrasi yang memiliki daya tolak 50% (Effective Doses 50%, ED50) ekstrak ethanol daun pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti?

4. Berapakah konsentrasi yang memiliki daya tolak 99% (Effective Doses 99%, ED99) ekstrak ethanol daun pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti?

C. Tujuan penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh daya tolak ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.


(24)

6

2. Tujuan Khusus

1) Mengetahui konsentrasi paling efektif ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

2) Mengetahui konsentrasi yang memiliki daya tolak 50% (Effective Doses 50%, ED50) ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

3) Mengetahui konsentrasi yang memiliki daya tolak 99% (Effective Doses 99%, ED99) ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

D. Manfaat

1. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan ilmu parasitologi khususnya entomologi dalam lingkup pengendalian vektor penyebab demam berdarah.

2. Manfaat praktis

1) Bagi Peneliti, sebagai wujud pengaplikasian disiplin ilmu yang telah dipelajari sehingga dapat mengembangkan wawasan keilmuan peneliti.

2) Institusi pendidikan, penelitian ini dapat menambah informasi ilmiah dan digunakan sebagai referensi atau acuan bagi penelitian serupa.


(25)

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Pandan Wangi

Indonesia sebagai negara tropis memiliki beraneka tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia. Masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu telah mengenal dan memanfaatkan tanaman yang mempunyai khasiat obat atau menyembuhkan penyakit. Tanaman tersebut dikenal dengan sebutan tanaman obat tradisional atau obat herbal. Salah satu tanaman tersebut adalah daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) (Dalimartha, 2009).


(26)

8

1. Klasifikasi Daun Pandan Wangi

Klasifikasi Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) menurut Van steenis (1997) adalah sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta Classis : Monocotyledonae Ordo : Pandanales Familia : Pandanaceae Genus : Pandanus

Species : Pandanus amaryllifolius Roxb.

2. Morfologi Daun Pandan wangi

Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) atau biasa disebut pandan saja adalah jenis tanaman monokotil dari famili Pandanaceae. Daunnya merupakan komponen penting dalam tradisi masakan Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara lainnya. Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan berbagai nama antara lain: Pandan Rampe, Pandan Wangi (Jawa); Seuke Bangu, Pandan Jau, Pandan Bebau, Pandan Rempai (Sumatera); Pondang, Pondan, Ponda, Pondago (Sulawesi); Kelamoni, Haomoni, Kekermoni, Ormon Foni, Pondak, Pondaki, Pudaka (Maluku); Pandan Arrum (Bali), Bonak (Nusa Tenggara) (Rohmawati, 1995). Pandan wangi merupakan tanaman perdu, tingginya sekitar 1- 2 m. Tanaman ini mudah dijumpai di pekarangan atau tumbuh liar di tepi-tepi selokan yang teduh.


(27)

9

Batangnya bercabang, menjalar, pada pangkal keluar akar tunjang. Daun pandan wangi berwarna hijau, diujung daun berduri kecil, kalau diremas daun ini berbau wangi. Daun tunggal, dengan pangkal memeluk batang, tersusun berbaris tiga dalam garis spiral. Helai daun tipis, licin, ujung runcing, tepi rata, bertulang sejajar, panjang 40-80 cm, lebar 3-5 cm, dan berduri tempel pada ibu tulang daun permukaan bawah bagian ujung-ujungnya. Beberapa varietas memiliki tepi daun yang bergerigi (Dalimartha, 2009).

3. Penyebaran

Tumbuhan pandan wangi dapat dijumpai di daerah tropis dan banyak ditanam di halaman, di kebun dan di pekarangan rumah atau tumbuh liar di tepi-tepi selokan yang teduh. Selain itu, tumbuhan ini dapat tumbuh liar di tepi sungai, rawa dan tempat-tempat lain yang tanahnya agak lembab dan dapat tumbuh subur dari daerah pantai sampai daerah ketinggian 500 m dpl (di atas permukaan laut) (Dalimartha, 2009).

4. Kandungan Daun Pandan Wangi

Pandan wangi memiliki aroma yang khas pada daunnya. Komponen aroma dasar dari daun pandan wangi itu berasal dari senyawa kimia 2-acetyl-1-pyrroline (ACPY) yang terdapat juga pada tanaman jasmin, hanya saja konsentrasi ACPY pada pandan wangi lebih tinggi dibandingkan dengan jasmin (Cheetangdee, 2006).


(28)

10

Daun pandan mempunyai kandungan kimia antara lain alkaloida, saponin, flavonoida, tanin, polifenol, dan zat warna. Pandan wangi merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk menghasilkan minyak atsiri (Rohmawati E., 1995). Minyak atsiri juga ditemukan sebagai produk metabolit sekunder (Buchbauer, 2010).

a) Alkaloid merupakan senyawa organik detoksikan yang menetralisir racun-racun di dalam tubuh.

b) Saponin merupakan senyawa antibakteri dan antivirus. Senyawa ini meningkatkan sistem kekebalan tubuh, mengurangi kadar gula darah, dan mengurangi penggumpalan darah.

c) Flavonoid merupakan suatu antioksidan alam dengan aktivitas biologis, antara lain menghambat berbagai reaksi oksidasi, bertindak sebagai pereduksi radikal hidroksil, superoksida dan radikal peroksil.

d) Minyak Atsiri adalah senyawa khas tumbuhan tetapi tidak semua tumbuhan menghasilkan minyak atsiri. Minyak atsiri hanya ditemukan pada tumbuhan yang memiliki sel glandula (Wijayakusuma, 2008; Buchbauer, 2010).

Minyak atsiri atau minyak esensial adalah jenis minyak berasal dari bahan nabatiyang mudah menguap tanpa mengalami penguraian dan memiliki bau khas. Minyak atsiri tidak berwarna, tetapi dapat berubah menjadi gelap karena proses oksidasi dan pendamaran. Kemampuan daya tahan minyak atsiri cukup lama namun akan teroksidasi menjadi resin apabila terpapar cahaya dan udara. Minyak atsiri dapat disuling dari sumber alami


(29)

11

tumbuhankarena tidak disusun oleh ester gliserol asam lemak (Astuthi dkk., 2012).

Minyak atsiri hampir ditemukan di seluruh bagian tumbuhan.Minyak ini dibentuk di Oil cells. Ada 2 tipe Oil cells yaitu Superficial cells dan Cells embedded in plant tissue. Lokasi Superficial cells dilapisan permukaan misalnya kelenjar rambut, sedangkan Cells embedded in plant tissue terletak di Intercellular space (Buchbauer, 2010).

Aroma tumbuhan bergantung pada komposisi dan susunan senyawa kimia minyak atsiri. Minyak atsiri terdiri dari campuran senyawa kimia yang rumit. Hampir tiap jenis senyawa organik dapat ditemukan di dalamnya (hydrocarbon, alkohol, keton, aldehid, eter, esterdan lainnya). Hanya sedikit yang mempunyai komponen tunggal (Buchbauer, 2010).

Minyak atsiri terdiri dari campuran unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Kandungan kimia minyak atsiri terbagi dalam dua golongan besar yaitu:

a) Terpenoidhydrocarbon, terbentuk dari unsur Karbon (C) dan Hidrogen (H) melalui biosintesis asetat mevalonat.

b) Senyawa aromatis, terdiri dari unsur Karbon (C), Hidrogen (H) dan Oksigen (O) melalui biosintesis sikimat fenil propanoat. Contoh senyawa ini adalah alcohol, keton, ester, eter, dan fenol (Ketaren, 2005).

Bahan utama minyak atsiri adalah terpenoid yang terdapat pada fraksi atsiri tersuling uap. Zat ini menyebabkan bau khas tumbuhan (Ketaren, 2005).


(30)

12

Senyawa terpenoid memiliki aktifitas repellent ampuh dengan penggunaan monoterpen, yaitu alpha pinen, cineol, eugenol, limonene, terpinolen, citronellol, citronellal, champor, dan timol (Nerio and Stashenko, 2010). Minyak atsiri yang diisolasi dari tumbuhan dijadikan sebagai repellent bagi jenis arthropoda haematophagous (Ramirez, 2012).

Senyawa-senyawa kimia minyak atsiri tumbuhan terbukti mempengaruhi aktivitas lokomotor. Komponen aroma minyak atsiri berinteraksi cepat dengan sistem syaraf pusat dan langsung merangsang pada sistem olfactory, kemudian akan menstimulasi syaraf-syaraf otak dibawah keseimbangan korteks serebral (Buchbauer, 2010).

Aktivitas lokomotor merupakan aktivitas gerak sebagai akibat adanya perubahan aktivitas listrik yang disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran pascasinaptik dan pelepasan transmitter oleh neutron prasinaptik pada sistem syaraf pusat (Goodman and Gilman, 2006).

Saponin dan terpenoid dapat dijadikan sebagai repellent. Minyak atsiri memiliki kandungan golongan terpenoid, hidrokarbon dan senyawa aromatik. Golongan terpenoid mengandung zat yang berfungsi sebagai repellent diantaranya adalah cineol, eugenol, limonene, terpinolen, citronellol, champor, dan timol (Nerio and Stashenko,2010; Maia et. al., 2011).


(31)

13

5. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati ataupun hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian pelarut diuapkan dan massa yang yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 2000).

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Pembuatan ekstrak memiliki beberapa tahapan (Depkes RI, 2000).

a) Pembuatan serbuk simplisia

Simplisia dibentuk menjadi serbukagar proses pembasahan dapatmerata dan difusi zat aktif meningkat.

b) Cairan pelarut

Pelarut digunakan untuk memisahkan zat aktif. Ethanol merupakan pelarut yang baik digunakan secara universal. Pelarut dipilih selektif tergantung pada zat aktif yang diharapkan. Ethanol dapatmelarutkan zat dari tanaman tanpa merusak bagian dari tanamantersebut.

c) Pemisahan dan pemurnian

Tahapan memisahkan zat aktif yang diharapkan sehingga mendapatkan ekstrak murni.

d) Pengeringan ekstrak

Pengeringan ekstrak bertujuan untuk menghilangkan pelarut dari bahan sehingga menghasilkan massa kering rapuh.


(32)

14

e) Rendemen

Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal.

Metode ekstraksi secara maserasi merupakan metode pemisahan zat aktif secara pengadukan dan penyaringan. Metode maserasi digunakan untuk membuat ekstrak tumbuhan. Cairan pelarut masuk ke dalam sel menciptakan perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam dan di luar sel. Larutan konsentrasi rendah berada di dalam sel sedangkan larutan konsentrasi tinggi terdesak keluar sel (Depkes RI, 2000).

B. Aedes aegypti

Aedes aegypti merupakan vektor nyamuk utama pembawa virus dengue. Nyamuk ini hidup berdampingan dengan manusia dalam satu tempat tinggal (CDC, 2012). Kedudukan nyamuk Aedes aegypti dalam klasifikasi hewan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Insecta Ordo : Diptera Family : Culicidae Genus : Aedes


(33)

15

Gambar 3. Siklus perkembangan nyamuk Aedes aegypti (CDC, 2012).

Nyamuk Aedes aegypti merupakan spesies nyamuk tropis dan subtropis berada diantara garis lintang 35oU dan 35oS (Gambar 2). Aedes aegypti tidak dapat ditemukan di ketinggian lebih dari 1000m dpl (di atas permukaan laut) (Hasan, 2006).

Gambar 2. Nyamuk dewasa Aedes aegypti (Landcare Research, 2013).

Penemuan Aedes aegypti pertama di Indonesia yaitu tahun 1860 kemudian menyebar luas ke Jawa, Bali, Sumatera, Kalimantan, Maluku, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Penyebaran Aedes aegypti berkaitan dengan perkembangan transportasi dan pemukiman penduduk (Christophers, 1960; Marisa, 2007).


(34)

16

1. Siklus Hidup

Aedes aegypti memiliki siklus hidup sempurna dimulai dari telur, larva, pupa dan nyamuk dewasa (gambar 3). Perkembangan dari telur menjadi nyamuk dewasa membutuhkan waktu 9-10 hari (CDC, 2012).

2. Stadium Nyamuk Dewasa

Ukuran nyamuk betina lebih besar dibandingkan nyamuk jantan (Gillot, 2005). Nyamuk jantan mucul satu hari sebelum nyamuk betina dan makan sari tumbuhan. Nyamuk betina menetas dan makan sari tumbuhan untuk mengisi tenaga, kemudian kawin dan menghisap darah manusia (Hu, 2012).

Aedes aegypti adalah nyamuk berwarna hitam dengan lyre putih (CDC, 2012). Lyre terletak di bagian dorsal, bentuk lyre khas seperti huruf U yakni 2 garis sejajar di bagian tengah dan 2 garis lengkung di tepinya (Gambar 4) (Gillot, 2005).

G a m b a r

4 .

Gambar 4.(A) Anatomi Aedes aegypti dewasa (Rueda, 2004); (B) Aedes aegypti (Hu, 2012).


(35)

17

Toraks terdiri dari kaki dan sayap. Kaki Aedes aegypti berwarna hitam dengan pita putih dan berjumlah 3 pasang, yaitu sepasang kaki depan, kaki tengah dan kaki belakang. Sayap mempunyai sisi yang simetris. Bagian abdomen terdiri dari 8 segmen, berbentuk silinder dengan warna agak gelap dan pangkal segmen berwarna cerah (Hasan, 2006).

3. Aedes aegypti sebagai Vektor Penyakit DBD

Aedes aegypti merupakan vektor virus dengue penyebab penyakit DBD. Aedes aegypti yang telah terinfeksi dengue akan terus menularkan penyakit (Marissa, 2007). Siklus transmisi memiliki beberapa komponen yang saling berhubungan antara inang vertebrata dan inang antropoda (Gambar 5). Inang vertebrata meningkatkan infeksi vektor dan inang antropoda melakukan transmisi. Akhirnya inang vertebrata terinfeksi setelah digigit vektor (Mullen, 2002).

Gambar 5. Infeksi virus dengue melalui vektor nyamuk Aedes aegypti


(36)

18

DBD pertama kali ditemukan di kota Surabaya dengan CFR 41,3%. Sejak saat itu terjadi peningkatan jumlah kasus DBD dari 58 menjadi 158.912 kasus pada tahun 2009 (Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, 2010).

4. Pengendalian Vektor

Pengendalian vektor adalah semua usaha untuk menekan populasi vektor pada tingkat yang tidak membahayakan kesehatan masyarakat (Simanjutak, 2008). Secara garis besar ada 4 cara pengendalian vektor yaitu dengan menggunakan senyawa kimia, cara biologi, radiasi dan mekanik/pengelolaan lingkungan (Soegijanto, 2006).

a. Pengendalian vektor menggunakan senyawa kimia

Pengendalian menggunakan senyawa kimia untuk membunuh nyamuk (insektisida), membunuh jentik (larvasida) dan menghalau nyamuk (repellent). Senyawa kimia yang dapat digunakan sebagai berikut: a) Senyawa kimia nabati

Senyawa kimia dengan bahan aktifberasal dari tumbuh-tumbuhan dan bersifat racun bagi organisme pengganggu. Kelompok metabolit sekunder yang mengandung senyawa bioaktif misalnya alkaloid,terpenoid dan fenolik (Sarjan, 2007).

Insektisida nabati hanya meninggalkan sedikit residu pada komponen lingkungan sehingga lebih aman daripada insektisida kimia. Selain itu, cepat terurai di alam sehingga tidak menimbulkan resistensi pada sasaran (Naria, 2005).


(37)

19

b) Senyawa kimia non-nabati

Senyawa kimia non-nabati yaitu berupa dirivat minyak bumi seperti minyak tanah dan minyak pelumas. Minyak dituangkan di atas permukaan air menghasilkan lapisan tipis yang menghambat pernapasan larva nyamuk (Wahyuni, 2005).

c) Senyawa kimia sintetis

Senyawa kimia sintetis bersumber dari bahan dasar minyak bumi dengan perubahan struktur untuk memperoleh sifat tertentu. Senyawa ini berasal dari golongan organo chlorine, organo phospate, dan carbomat (Wahyuni, 2005).

b. Pengendalian vektor dengan cara biologi

Pengendalian biologi menggunakan kelompok hidup dari mikro-organisme, hewan invertebrata atau hewan vertebrata. Contohnya ikan kepala timah (Panchax panchax), ikan gabus (Gambusa affinis) adalah pemangsa cocok larva nyamuk (Soegijanto, 2006).

c. Pengendalian vektor dengan cara radiasi

Pengendalian vektor secara radiasi adalah penyinaran bahan radioaktif (Sinar X, sinar gamma atau neutron) dengan dosis tertentu agar nyamuk menjadi infertil. Nyamuk jantan yang telah diradiasi akan dilepaskan ke alam bebas dan tidak akan dapat menghasilkan telur yang fertil. Pelepasan serangga jantan mandul terus menerus menekan perkembangan populasi (Nurhayati,2005; Soegijanto,2006).


(38)

20

Proses radiasi dapat dilakukan pada semua stadium namun satdium pupa memiliki tingkat keberhasilan tinggi karena berlangsungnya proses transformasi organ muda menjadi organ dewasa (Nurhayati, 2005).

d. Pengendalian vektor dengan cara mekanik

Pengendalian cara mekanik adalah upaya untuk membuat keadaan lingkungan menjadi tidak sesuai bagi perkembangan nyamuk Aedes aegypti yaitu modifikasi lingkungan secara permanen agar tempat perindukan nyamuk tidak tersedia (Marisa, 2007). Kegiatan ini di Indonesia dikenal sebagai Pengendalian Sarang Nyamuk 3M+ yang berarti menutup, menguras, menimbun dan memantau (Depkes RI, 2004).

Pencegahan personal terhadap Aedes aegypti berupa memakai baju lengan panjang, celana panjang, kaus kaki dan repellent pada kulit yang terpajan dengan dunia luar (CDC, 2012).

C. Repellent

Repellent adalah bahan kimia menjauhkan serangga dari manusia sehingga dapat menghindari gangguan dari serangga. Penggunaan repellent dengan cara dioleskan ke tubuh. Oleh karena itu diperlukan standar pemakaian spesifik agar tidak menyebabkan iritasi, lengket dan memiliki bau yang menggangu (MDPH, 2011).


(39)

21

1. Jenis-jenis Repellent

Jenis-jenis repellent antara lainnya repellent kimiawi dan repellent nabati. a. Repellent kimiawi

Repellent kimiawi lebih efektif dan lebih bertahan lama dibanding repellent nabati. DEET merupakan repellent kimiawi yang banyak digunakan. Selain DEET ditemukan pula picaridin, nepetalactone, permethrin, dan IR3535 (Patel and Oswal, 2012).

DEET dapat digunakan pada pakaian yang berbahan cotton, wool dan nylontetapi merusak spandex, rayon dan acetate. DEET dapat mendegradasi plastik misalnya bingkai kacamata (Katzet. al.,2008). DEET mesti digunakan dengan perhatian tertentu karena dapat menyebabkan pusing dan iritasi kulit, iritasi mata bahkan kematian (Patel and Oswal, 2012). Ada 43 laporan kasus mengenai toksisitas DEET selama 5 dekade dimana 25 kasus merupakan gangguan sistem syaraf pusat, 1 kasus kardiovaskular dan 17 kasus alergi. Ditemukan 6 kasus kematian akibat DEET (Katz et.al., 2008).

CDC merekomendasikan penggunaan repellent yang berbasis tumbuhan sejak tanggal 22 April 2005, meskipun terdapat perbedaan efikasi perlindungan 100% yaitu selama dua jam pertama untuk repellent kimiawi selama 30-60 menit pertama untuk repellent nabati (Patel and Oswal, 2012).


(40)

22

b. Repellent nabati

Repellent nabati menggunakan unsur tumbuhan sebagai bahan utama, sehingga nyaman digunakan di kulit dan tidak iritatif. Repellent nabati tidak berbau busuk dan ramah lingkungan (Patel and Oswal, 2012). Repellent nabati hampir memiliki efek yang sama dengan repellent kimiawi dan tidak menimbulkan efek samping seperti repellent kimiawi (Utah Poison Control Center, 2005). Minyak atsiri di dalam repellent dapat mengalami evaporasi sehingga repellent nabati hanya mampu bertahan selama 30 menit hingga 60 menit (Patel and Oswal, 2012).

2. Senyawa Tanaman untuk Repellent

Banyak zat yang terkandung dalam tanaman berfungsi sebagai repellent. Zat–zat aktif tersebut adalah citronellol, limonene, geraniol, isopulegol, δ-pinene, citronellal, citral, eugenol, carvacrol, thymol, cinnamaldehyde, myrcene, linalool, eucalyptol, camphor, terpeneol, verbenone, caryophyllene, ipsdienone, cymene, caryophylene, estragosl, linoleic acid, eugenol, thujone, ocimene, terpinene, carvacrol, thymol, azadirachtin, saponins, terpenen, sineol (Maia et.al., 2011).


(41)

23

3. Mekanisme Kerja Repellent

Repellent mencegah nyamuk menggigit manusia dengan cara menghambat stimulus nyamuk betina untuk menghisap darah atau blood feeding (Webb, 2011). Stimulus tersebut ditangkap oleh organ olfaktori nyamuk, yaitu antena dan palpa maksila (Gambar 6) (Ghaninia et.al.,2007).

Gambar 6. Kepala Nyamuk Aedes aegypti betina dengan pembesaran 108x, Ant – Antena, Pal – Maxillary palp, Cly – Clypeus, Prob– Probocis, Ver – Vertex (Ghaninia dkk., 2007)

Antena Aedes aegypti terbentuk dari pedikel globular sehingga berbentuk seperti flagel. Antena memiliki 13 segmen flagellar. Pada lobus basal antena, ditemukan adanya sisik putih (Andrew and Ananya., 2013). Antena dan palpa maksila dilindungi oleh suatu struktur seperti rambut, yang disebut sensila (Ghaninia et.al., 2007).

Sensila membungkus dua atau tiga Olfactory Receptor Neurons (ORN) yang memberikan respon untuk perilaku aktif nyamuk (Gambar 7). ORN mengekspresikan tipe spesifik dari protein reseptor odoran dan


(42)

24

memproyeksikan aksonnya ke dalam glomerulus yang sama sehingga membentuk activity map di lobus antena atau di bulbus olfaktori (Couto and Dickson, 2005).

Gambar 7. (A) scanning mikrograf elektron kepala Aedes aegypti

betina yang menunjukkan adanya organ olfaktori berupa Antena (Ant) dan Palpa maksila (Mp).; (B) scanning mikrograf elektron dari satu segmen antena Aedes aegypti betina yang sama, menunjukkan sensila (Ghaninia et.al., 2007)

Nyamuk betina memiliki ORN yang memberikan respon terhadap senyawa kimia seperti asam lemak dan asam karboksil yang ditemukan pada keringat manusia. Nyamuk jantan memiliki ORN yang memberikan respon pada senyawa tumbuhan sepertialpha-pinene dan alpha-thujone (Ghaninia et.al., 2007).

Repellent bekerja menghambat reseptor asam laktat di antena nyamuk betina. Nyamuk mendeteksi kehadiran makhluk hidup berdarah panas berdasarkan keringat yang mengandung unsur karbondioksida, produk


(43)

25

eksretori dan asam laktat. Produk tersebut membuat nyamuk betina menjadi lebih atraktif (Hu, 2012; Patel and Oswal, 2012).

Repellent melakukan blokade pada reseptor asam laktat di antena nyamuk tersebut sehingga nyamuk menjadi hilang kontak terhadap manusia (Patel and Oswal, 2012). Terkadang beberapa nyamuk masih melakukan interaksi dengan manusia meskipun tidak menggigit (Webb, 2011).

Konsentrasi dan jenis bahan aktif repellent menjadi dasar waktu efektif repellent bisa melindungi kulit. Oleh karena iturepellent lebih efektif jika diolesi pada kulit yang terpapar dengan dunia luar (Webb, 2011).

D. Kerangka Penelitian

1. Kerangka Teori

Daun pandan mempunyai kandungan kimia antara lain alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, polifenol, dan zat warna. Pandan wangi merupakan salah satu tanaman yang potensial untuk menghasilkan minyak atsiri (Rohmawati 1995 dalam Susanna dkk., 2003).

Minyak atsiri menjadi bahan dasar penunjuk tumbuhan yang dapat dijadikan repellent. Semua zat yang terkandung di dalam minyak atsiri merupakan zat-zat yang dapat berfungsi sebagai repellent

(Maia et. al., 2011).

Repellent dalam bentuk lotion anti-nyamuk dapat memanipulasi bau dan rasa dari kulit manusia (Sentra Informasi Keracunan Nasional,


(44)

26

Nyamuk tidak mendekati kulit

Manipulasi bau dan rasa dari kulit yang telah diolesi lotion repellent

Menghambat reseptor asam laktat pada antena nyamuk Aedesaegypti

Ekstrak ethanol daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)

alkaloid, flavonoid, polifenol, tanin, saponin dan minyak atsiri

2011). Repellent menghambat reseptor asam laktat pada antena nyamuk Aedes aegypti sehingga nyamuk tidak mendekati kulit (Gambar 8) (Patel et. al., 2012).


(45)

27

2. Kerangka Konsep

Gambar 9. Hubungan Antar Variabel (WHOPES, 2009).

E. Hipotesis

1. Terdapat daya tolak ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

2. Terdapat perbedaan konsentrasi paling efektif ekstrak etanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

3. Terdapat perbedaan konsentrasi yang memiliki daya tolak 50% (Effective Doses 50%, ED50) ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

Ekstrak ethanol daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius)

Alkohol 70%(kontrol) Konsentrasi 10%

Konsentrasi 20% Lengan Kiri

Konsentrasi 30% Konsentrasi 40%

Alkohol70%(kontrol) Lengan Kanan

Variabel independen

Kurungan 1 50 nyamuk

Kurungan 2 50 nyamuk

Kurungan 3 50 nyamuk

Variabel dependen Persentase daya tolak setiap


(46)

28

4. Terdapat perbedaan konsentrasi yang memiliki daya tolak 99% (Effective Doses 99%, ED99) ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.


(47)

29

III. METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan desain Rancangan Acak Lengkap (RAL) berdasarkan prosedur yang direkomendasikan oleh World Health Organization Pesticides Evaluation Scheme (WHOPES, 2009).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan Laboratorium Zoologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung pada bulan Oktober–Desember 2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi Penelitian

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah nyamuk Aedes aegypti betina stadium dewasa. Telur nyamuk diperoleh dari Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Ciamis dalam bentuk kering dengan media kertas saring.


(48)

30

2. Sampel Penelitian a. Kriteria inklusi

a. Nyamuk Aedes aegypti betina b. Nyamuk yang dapat terbang c. Nyamuk berusia 2-5 hari

d. Nyamuk sudah dipuasakan selama 24 jam

b. Kriteria ekslusi

Nyamuk yang mati sebelum perlakuan.

c. Besar sampel

Sesuai pedoman standar uji repellent setiap kurungan uji berisi50 ekor nyamuk, penelitian ini menggunakan 3 kurungan uji sehingga total sampel yang digunakan yaitu 150 ekor nyamuk (Tabel 1) (WHOPES, 2009).

Tabel 1. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian (WHOPES, 2009)

Perlakuan Jumlah Nyamuk (Ekor)

Ulangan I 50 ekor

Ulangan II 50 ekor

Ulangan III 50 ekor

Jumlah nyamuk yang digunakan

150Ekor

d. Relawan

Penelitian ini membutuhkan seorang relawan coba. Relawan akan menggunakan ekstrak repellent pada lengan bawah tangan kanan dan kiri untuk kemudian dilakukan uji secara langsung terhadap paparan


(49)

31

nyamuk. Menurut WHOPES dan Enviromental Protection Agency (EPA), tes repellent ini dikondisikan sebagaimana lingkungan. Relawan memiliki syarat tertentu yang harus dipenuhi, yaitu:

a. Usia 18–55 tahun

b. Tidak memiliki penyakit immunocompromised

c. Tidak sensitif atau tidak memiliki alergi terhadap gigitan nyamuk d. Bukan wanita hamil atau menyusui

e. Bukan perokok

Persetujuan sebagai relawan maka sebelumnya relawan menandatangani informed consent setelah diberikan penjelasan oleh peneliti mengenai gambaran penelitian (WHOPES, 2009; EPA, 2010).

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah a. 6 kilogram daun Pandan wangi

b. 5 Liter Ethanol 96% sebagai pelarut dalam ekstraksi c. 1 Liter Alkohol 70% sebagai antiseptik

d. Aquades untuk mengencerkan konsentrasi e. Pelet sebagai pakan larva


(50)

32

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah

a. Aspirator untuk menangkap dan memindahkan nyamuk.

b. Kurungan nyamuk untuk meletakkan nyamuk pada saat melakukan uji daya tolak dan untuk rearing nyamuk.

c. Stopwatch untuk mengukur waktu pada saat menghitung jumlah nyamuk Aedes aegyti yang hinggap.

d. Neraca analitik untuk menimbang daun Pandan wangi sebelum dihaluskan.

e. Gelas ukur 100 ml, untuk mengukur jumlah air.

f. Gelas ukur 5 ml, untuk mengukur pengenceran ekstrak

g. Sarung tangan, untuk membatasi daerah lengan yang akan diuji.

h. Kurungan nyamuk atau nampan plastikuntuk rearing nyamuk 1 buah yaitu meletakkan stadium telur hingga pupa.

i. Saringan, untuk menyaring ekstrak ethanol daun Pandan wangi. j. Pipet larva, untuk memindahkan telur, larva dan pupa.

k. Blender, untuk menghaluskan daun Pandan wangi.

l. Mangkuk, untuk meletakkan pupa nyamuk dan kemudian dimasukkan kedalam kurungan nyamuk.


(51)

33

E. Prosedur Penelitian

Penelitian dibagi menjadi 2 tahap sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan a. Preparasi bahan uji

Telur nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari Loka Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Ciamis, Pangandaran, Jawa Barat. Daun Pandan wangi diperoleh dari daerah sekitar Bandar Lampung.

b. Rearing nyamuk

Telur nyamuk Aedes aegypti dimasukkan ke dalam gelas atau mangkuk plastik yang berisi media air selama 1–2 hari hingga menetas menjadi stadium larva instar I–IV yang berlangsung selama 7–8 hari. Selama masa perkembangan, larva diberi pakan berupa pelet hingga mencapai fase tidak makan yaitu pupa. Pupa dipindahkan kedalam mangkuk yang berisi media air dan dibiarkan di dalam kurungan selama 1–2 hari hingga berkembang menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk betina dewasa akan dipisah dengan nyamuk jantan dan diberi pakan berupa air gula.

c. Aklimatisasi

Nyamuk Aedes aegypti betina dewasa yang akan diuji ditangkap menggunakan aspirator dan dipindahkan kekurungan nyamuk sebanyak 3 buah. Masing-masing kurungan berjumlah 50 ekor.


(52)

34

Kemudian nyamuk dibiarkan dalam ruangan uji selama kurang lebih 24 jam.

d. Pembuatan ekstrak ethanol daun Pandan wangi

Pembuatan ekstrak ethanol daun Pandan wangi menggunakan pelarut berupa ethanol 96%. Daun Pandan wangi sebanyak 6 kg yang telah didapat kemudian dibersihkan dengan menggunakan air kemudian dicacah halus atau diblender (tanpa air). Setelah itu potongan daun Pandan wangi ditimbang terlebih dahulu baru kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Potongan daun Pandan wangi direndam selama 24 jam di dalam ethanol 96% sebanyak 5 L lalu disaring. Proses selanjutnya dilakukan evaporasi pada ekstrak untuk menghilangkan kandungan ethanol sehingga diperoleh hasil akhirnya berupa repellentekstrak ethanol daun Pandan wangi konsentrasi 100% dalam bentuk padat. Perbedaan konsentrasi dibuat berdasarkan rumus pegenceran (Tabel 2). Untuk membuat berbagai konsentrasi yang diperlukan dapat digunakan rumus:

Keterangan:

V1 = volume larutan mula-mula M1 = konsentrasi mula-mula

V2 = volume larutan sesudah diencerkan M2 = konsentrasi sesudah diencerkan


(53)

35

Tabel 2. Jumlah ekstrak ethanol daun Pandan wangi yang dibutuhkan pada penelitian(WHOPES, 2009)

M1 V2 M2

Pengulangan (V1 x 3)

100% 1 ml 10% 0,10 ml 0,30 ml

100% 1 ml 20% 0,20 ml 0,60 ml

100% 1 ml 30% 0,30 ml 0,90 ml

100% 1 ml 40% 0,40 ml 1,20 ml

e. Uji pendahuluan

Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan konsentrasi hambat optimum bahan uji yang dapat menolak nyamuk yang kemudian digunakan sebagai patokan pada pengujian akhir. Uji pendahuluan pada penelitian ini menggunakan larutan uji daun Pandan wangi dengan konsentrasi dimana masing-masing konsentrasi dibuat dengan cara pengenceran. Pada penelitian ini dipakai konsentrasi 10%, 15%, 20% dan 25% kemudian dicari dosis untuk memperoleh persentase daya tolak 50% dan 99% terhadap kontak nyamuk Aedes aegypti.

2. Tahap Penelitian

Untuk menilai dosis efektif ekstrak ethanol daun Pandan wangi, uji aktivitas repellent dilaksanakan mengikuti prosedur yang direkomendasikan oleh WHOPES. Uji aktivitas repellent menggunakan subjek manusia, metode ini dipilih karena sesuai dengan kondisi penggunaan yang sebenarnya (WHOPES, 2009).


(54)

36

a. Persiapan ekstrak ethanol daun Pandan wangi

1. Ekstrak ethanol daun Pandan wangidiencerkan sampai didapatkan konsentrasi 10%, 20%, 30% dan 40%.

2. Pengenceran menggunakan aquades.

b. Persiapan nyamuk Aedes aegypti

1. Nyamuk betina dan nyamuk jantan dipisahkan menggunakan aspirator.

2. Kemudian 50 ekor nyamuk betina dimasukkan ke dalam kurungan dengan volume kurungan 40x40x40 cm.

c. Syarat relawan

1. Relawan harus menghindari penggunaan minyak wangi atau produk lainnya yang bersifat wewangian minimal 12 jam sebelum pengujian dan selama pengujian.

2. Relawan harus bukan seorang perokok atau paling lama tidak merokok selama 12 jam dan tidak merokok selama pengujian. 3. Sebelum lengan relawan dimasukkan ke dalam kurungan uji,

relawan menggunakan sarung tangan yang panjangnya sampai pergelangan tangan.

d. Uji repellent ekstrak ethanol daun Pandan wangi

Ekstrak ethanol daun Pandan wangi akan diaplikasikan pada lengan bawah relawan. Sebelum dan setelah percobaan setiap area tes (lengan


(55)

37

bawah) dicuci dengan sabun dan dibilas dengan air, kemudian dikeringkan.

1. Pertama lengan kiri sebagai kontrol dioleskan dengan 1 ml alkohol 70% kemudian dimasukkan ke dalam kurungan nyamuk. Amati dan catat jumlah nyamuk yang hinggap dalam periode waktu 30 detik, jika >10 ekor nyamuk hinggap maka pengujian dapat dimulai.

2. Setelah 30 detik lengan tersebut dikeluarkan dengan hati-hati dari kurungan nyamuk.

3. Kemudian lengan yang sama diolesi dengan dosis paling rendah yaitu 5% ekstrak ethanol daun Pandan wangi. Masukkan tangan kembali ke dalam kurungan untuk diamati selama 30 detik.

4. Lengan tidak boleh bergerak selama pengujian

Prosedur ini diulang untuk setiap kenaikan dosis. Uji dilakukan berurutan dan harus dilaksanakan satu dengan lainnya tanpa penundaan dan dosis repellent pada setiap tes dihitung sebagai penjumlahan dosis untuk mendapatkan dosis kumulatif pada setiap tes.

Pada akhir pengujian dosis, 1 ml alkohol diolesi pada lengan kanan kemudian dikeringkan kurang lebih 1 menit. Lengan kanan relawan dimasukkan ke dalam kurungan yang sama untuk memastikan bahwa jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan


(56)

38

WHOPES merekomendasikan uji dilakukan minimal dengan 3 kali pengulangan. Pengujian kedua dan ketiga dilakukan pada hari yang berbeda, yaitu hari berikutnya pada waktu uji yang sama. Nyamuk yang digunakan pada setiap ulangan merupakan sampel yang berbeda dari sampel nyamuk yang digunakan pada pengujian sebelumnya (WHOPES, 2009).

Pada akhir pengujian persentase daya tolak dinilai sebagai proporsi jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan perlakuan dengan jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol, dengan formula sebagai berikut:

( )

Keterangan:

C = nyamuk kontak pada lengan kontrol T = nyamuk kontak pada lengan perlakuan

Persentase dayatolak dinilai untuk masing-masing konsentrasi dan dirata-ratakan dengan tiap pengulangannya. Setelah didapatkan persentase daya tolak pada masing-masing konsentrasi dinilai konsentrasi yang efektif untuk memperoleh persentase daya tolak 50% dan 99%.


(57)

39

F. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel

1. Identifikasi Variabel a. Variabel independen

Variabel independen adalah konsentrasi ekstrak ethanol daun Pandan wangi.

b.Variabel dependen

Variabel dependen adalah persentase daya tolak terhadap kontak nyamuk Aedes aegypti pada masing-masing konsentrasi ekstrak ethanol daun Pandan wangi.

2. Definisi Operasional Variabel

Untuk memudahkan jalannya penelitian, dibuat definisi operasional yang digambarkan dengan Tabel 3 berikut.


(58)

40

Tabel 3. Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur

Skala

1 Konsentrasi

ekstrak ethanol daun Pandan wangi

Ekstrak ethanol daun Pandan

wangidinyatakan dalam persen (%). Masing-masing konsentrasi dibuat dengan cara pengenceran.Pada penelitian ini dipakai konsentrasi 10%, 20%, 30%,

40%kemudian dicari dosis untuk

memperoleh

persentase daya tolak 50% dan 99% terhadap kontak nyamuk Aedes aegypti.

Gelas ukur 5 ml dan pipet ukur 1 ml

Menggunakan pipet ukur ambil ekstrak ethanol daun Pandan wangi dan larutkan dalam pelarut yang diujikan. Dihitung secara manual menggunakan rumus:

V1.M1 = V2.M2

Kadar (%)

Ordinal

2 Persentase

daya tolak

Persentase proporsi jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan perlakuan dengan jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol berdasarkan rumus pada pedoman WHO (2009), yaitu:

( )

Keterangan: C = nyamuk kontak pada lengan kontrol T = nyamuk kontak pada lengan perlakuan

Daya tolak dihitung untuk masing-masing konsentrasi,

kemudian dihitung untuk mencari persentase daya tolak 50% dan 99% terhadap nyamuk Aedes aegypti. Kaca pembesar Dihitung secara manual kemudian dihitung dengan rumus persentase daya tolakWHO Persenta-se daya tolak (%) Numerik


(59)

41

G. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil pengamatan diuji analisis statistik menggunakan software program uji analisis statistik. Hasil penelitian dianalisis secara statistik dengan uji normalitas (Shapiro-Wilk). Jika distribusi data normal, dilanjutkan dengan metode one way ANOVA. Namun, apabila distribusi data tidak normal, akan diuji dengan uji Kruskal Wallis. Jika pada uji one way ANOVA menghasilkan nilai p<0,05 (hipotesis dianggap bermakna), dilanjutkan dengan melakukan analisis Post Hoc untuk mengetahui perbedaan antar kelompok yang lebih terinci. Analisis probit digunakan untuk mengetahui dosis yang efektif untuk memperoleh persentase daya tolak 50% dan 99%.

H. Aspek Etik Penelitian

Menggunakan nyamuk Aedes aegypti pada awal telur didapat dari Instalasi Insektarium P2B2 Ciamis dengan keadaan telur yang steril non-infeksius dan dipastikan tidak adanya transmisi virus ke telur. Kemudian dilakukan rearing telur tersebut hingga menjadi nyamuk dewasa, rearing dilakukan di Laboratorium Zoologi Universitas Lampung sehingga nyamuk tidak terinfeksi oleh virus Dengue. Pengujian repellent dilakukan sesuai dengan metoda standar uji repellent di laboratorium yang dikeluarkan oleh WHOPES (2009). Etika penelitian pada hewan coba menggunakan prinsip 3R yaitu replacement, reduction dan refinment. Replacement adalah keperluan


(60)

42

memanfaatkan hewan percobaan sudah diperhitungkan secara seksama, baik dari pengalaman terdahulu maupun literature untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti sel atau biakan jaringan. Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian tersebut sesedikit mungkin, tetapi tetap mendapatkan hasil yang optimal. Sedangkan refinment adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi, memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Penelitian ini telah diajukan dan memperoleh Keterangan Lolos Kaji Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran.

I. Alur Penelitian

Untuk memudahkan peneliti dalam melakukan proses penelitian dibuat diagram alir (Gambar 3).


(61)

43

Gambar 10.Alur Penelitian (WHOPES, 2009)

Ekstrak ethanol daunPandan wangi (Pandanus amaryllifolius)

Alkohol 70% (kontrol negatif) Konsentrasi 10%

Konsentrasi 20%

Konsentrasi 30% Konsentrasi 40%

Alkohol 70% (kontrol negatif)

Lengan Kiri

Lengan Kanan

Kurungan I Diuji pada hari I

Kurungan II Diuji pada hari 2

Kurungan III Diuji pada hari 3

Hitung jumlah nyamuk yang hinggap dalam waktu 30 detik

pada masing-masing konsentrasi (kontrol maupun

perlakuan)

Dengan rumus WHO, hitung persentase daya protektif masing-masing konsentrasi

perlakuan


(62)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Ekstrak ethanol daun Pandan wangi memiliki daya tolak sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

2. Konsentrasi 40% memiliki persentasi daya tolak paling efektif ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap daya tolak nyamuk Aedes aegypti yaitu 99%.

3. Konsentrasi 11,086% memiliki daya tolak 50% (Effective Doses 50%, ED50) ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

4. Konsentrasi 73,247% memiliki daya tolak 99% (Effective Doses 99%, ED99) ekstrak ethanol daun Pandan wangi sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti.

B. Saran

1. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh minyak atsiri daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dengan menggunakan metode penyarian destilasi atau ekstraksi lain.


(63)

58

2. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) dengan menggunakan pelarut lain.

3. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai repellent dengan rentang konsentrasi lain di atas 50% dan ditambahkan dengan kontrol positif, dengan menggunakan DEET.

4. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh ekstrak

daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai repellent terhadap

spesies-spesies nyamuk lainnya yang berperan sebagai vektor penyakit.

5. Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut utuk mengetahui waktu efektif ekstrak daun Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius) sebagai repellent.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, 2010. Manajemen Demam Berdarah Berbasis Wilayah. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah, vol. 2, Agustus 2010, hh. 15-20

Andrew dan Ananya Bar. 2013. Morphology and Morphometry of Aedes aegypti Adult Mosquito. SiencedomanInternasional, hh.52-69

Antara, N.S. dan Wartini, M. 2012. Senyawa Aroma dan Cita Rasa (Aroma and Flavour Compounds). Tropical Plants and Curriculum Project. Udayana University.

Asmain, 2010. Extracts of The Subterranean Root From Pandanus amaryllifolius. Dissertasion.UiTM. Malaysia

Astuthi, Made, Ketutsumiartha, I Wayan Susila, Gusti Ngurah Alit S.W. & I Putu Sudiarta. 2012. Efikasi Minyak Atsiri Tanaman Cengkeh (Syzygiumaromaticum (L.) Meer. & Perry), Pala (Myristicafragrans Houtt), dan Jahe (Zingiberofficinale Rosc. ) terhadap Mortalitas Ulat Bulu Gempinis dari Famili Lymantriidae. J. Agric. Sci. And Biotechnol, vol. 1, no. 1, h. 15

Boerlage, Jacob Gijsbert. Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl. Tropicos.org. 26 Agustus 2009. Missouri Botanical Garden. 13 Oktober 2014. http://www.tropicos.org/Name/50315226

Buchbauer, Gerhard and Kemal Hüsnü Can Başer. 2010. Handbook of essential Oils: Science, Technology, and Applications. CRC Press/Taylor & Francis,975 h. CDC. Mosquito Life-Cycle.Dengue Homepage Centers for Disease Control and

Prevention. September 2012. USA Government. 30 September 2014. http://www.cdc.gov/dengue/entomologyecology/m_lifecycle.html

Cheetangdee, V. and Siree C. 2006. Free Amino Acid and Reaching Sugar Composition of Pandan (Pandanusamaryllifolius) Leaves. Department of Food and Science and Technology, Faculty of Agro-Industry, Kasetsart University, Bangkok 10900. Thailand.


(65)

60

Christophers, S. Rickard. 1960. Aedes aegypti The Yellow Fever Mosquito, Its Life History, Bionomics and Structure dikutip dari Toleransi Larva dan Nyamuk Dewasa Aedes aegypti Terhadap Temefos dan Malation di Wilayah endemik Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur. (Tesis).Marissa. 2007. InstitutPertanian Bogor, Bogor, 78 h.

Couto, A., Alenius, M. & Dickson, B.J. 2005.Molecular, Anatomical and Functional Organizations of the Drosophila Olfactory System.Current Biology. (15): 1537-1547.

Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Trobus Agriwidya. Jakarta.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat dikutip dari Uji Efek Analgetik dan Anti-Inflamasi Ekstrak Kering Air Gambir Secara In Vivo. Skripsi. Sari, G.P. 2010. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Depkes RI. 2010. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan Litbang dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

Dewanti, T.W., Siti Narsitoh Wulan dan Indira Nur C. 2005. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Produk Kering, Instan dan Effervescent dari Buah Mahkota Dewa [Phaleriamacrocarpa (Scheff.) Boerl]. Jurnal Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. 6(1): 29-36

Dickens, JC and Jonathan D. Bohbot. 2013. Mini review: Mode of action of mosquito repellents. Pesticide Biochemistry and Physiology.

http://dx.doi.org/10.1016/j.pestbp.2013.02.006

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2012.Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2011 In Data/Informasi Kesehatan Provinsi Lampung. Pusat Data dan Informasi, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, h. 49

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2013. Kasus DBD di Indonesia Tertinggi di ASEAN.http://International.kompas.com/read/2013/02/19/0716187/. 15 Juli 2013.

Eaton, Alan T. 2013. Insect Repellents. University of New Hampshire, h. 3

EPA. 2010. Product Performance Test Guidelines. Environmental Protection Agency, 39 h.

Fratiwi, R. F. 2013. Pengaruh Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Lampung


(66)

61

Gershenzon, J., Dudareva, N. 2007. The Function of Terpene Natural Products in The Natural World.Nature Chemical Biology.3:408-414.

Ghaninia, M., Rickard Ignell & Bill S. Hansson. 2007. Functional Classification and Central Nervous Projections of Olfactory Receptor Neurons Housed in Antennal Trichoid Sensilla of Female Yellow Fever Mosquitoes, Aedesaegypti.European Journal of Neuroscience, (26): 1611-1623

Gillot. 2005. Entomology. Plenum Press, New York

Ginanjar, Genis. 2008. Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan tentang Demam Berdarah. BentangPustaka, Yogyakarta

Goodman and Gilman. 2006. The pharmacological Basis of Therapeutics. McGraw-Hill Companies. (11): 1315-89

Guenther, Ernest. 2006. The Essential Oils. D.VanNostrand Company Inc., New York, vol. 6, 481 h.

Gunawan, D., dan S. Mulyani. 2004. “Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Penerbit Swadaya, Jakarta

Hasan. 2006. Mengenal Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU. h. 86-89

Hasibuan.2008. Efektifitas Minyak Atsiri Serai Wangi (Cymbopogonnardus) sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan

Herms. 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United State of America, 484 h.

Hutagalung, D., Irnawati Marsaulina & Evi Naria. 2013. Pengaruh ekstrak daun kenikir (Tageteserecta L.) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti spp. Universitas Sumatera Utara, Medan

Hu, Xing Ping. 2012. Mosquitoes In and Around Homes. Alabama A&M and AurbunUniversitas, September 2012

Kardinan, Agus. 2007. Potensi Selasih sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Littri. 13(2): 39-42

Katz, Tracy M., Jason H. Miller and Adelaide A. Hebert. 2008. Insect Repellents: Historical Persectives and New Developments. J Am Acad Dermatol, vol. 58, no. 5, hh. 865-871


(1)

Christophers, S. Rickard. 1960. Aedes aegypti The Yellow Fever Mosquito, Its Life History, Bionomics and Structure dikutip dari Toleransi Larva dan Nyamuk Dewasa Aedes aegypti Terhadap Temefos dan Malation di Wilayah endemik Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur. (Tesis).Marissa. 2007. InstitutPertanian Bogor, Bogor, 78 h.

Couto, A., Alenius, M. & Dickson, B.J. 2005.Molecular, Anatomical and Functional Organizations of the Drosophila Olfactory System.Current Biology. (15): 1537-1547.

Dalimartha, S. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 6. Trobus Agriwidya. Jakarta.

Depkes RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat dikutip dari Uji Efek Analgetik dan Anti-Inflamasi Ekstrak Kering Air Gambir Secara In Vivo. Skripsi. Sari, G.P. 2010. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah,

Depkes RI. 2010. Kajian Masalah Kesehatan Demam Berdarah Dengue. Badan Litbang dan Pengembangan Kesehatan, Jakarta.

Dewanti, T.W., Siti Narsitoh Wulan dan Indira Nur C. 2005. Aktivitas Antioksidan dan Antibakteri Produk Kering, Instan dan Effervescent dari Buah Mahkota Dewa [Phaleriamacrocarpa (Scheff.) Boerl]. Jurnal Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya. 6(1): 29-36

Dickens, JC and Jonathan D. Bohbot. 2013. Mini review: Mode of action of mosquito repellents. Pesticide Biochemistry and Physiology.

http://dx.doi.org/10.1016/j.pestbp.2013.02.006

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2012.Angka Kesakitan Demam Berdarah Dengue per 100.000 Penduduk di Indonesia Tahun 2011 In Data/Informasi Kesehatan Provinsi Lampung. Pusat Data dan Informasi, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, h. 49

Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. 2013. Kasus DBD di Indonesia Tertinggi di ASEAN.http://International.kompas.com/read/2013/02/19/0716187/. 15 Juli 2013.

Eaton, Alan T. 2013. Insect Repellents. University of New Hampshire, h. 3

EPA. 2010. Product Performance Test Guidelines. Environmental Protection Agency, 39 h.

Fratiwi, R. F. 2013. Pengaruh Ekstrak Buah Mahkota Dewa Sebagai Repellent Terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Lampung


(2)

Gershenzon, J., Dudareva, N. 2007. The Function of Terpene Natural Products in The Natural World.Nature Chemical Biology.3:408-414.

Ghaninia, M., Rickard Ignell & Bill S. Hansson. 2007. Functional Classification and Central Nervous Projections of Olfactory Receptor Neurons Housed in Antennal Trichoid Sensilla of Female Yellow Fever Mosquitoes, Aedesaegypti.European Journal of Neuroscience, (26): 1611-1623

Gillot. 2005. Entomology. Plenum Press, New York

Ginanjar, Genis. 2008. Apa yang Dokter Anda Tidak Katakan tentang Demam Berdarah. BentangPustaka, Yogyakarta

Goodman and Gilman. 2006. The pharmacological Basis of Therapeutics. McGraw-Hill Companies. (11): 1315-89

Guenther, Ernest. 2006. The Essential Oils. D.VanNostrand Company Inc., New York, vol. 6, 481 h.

Gunawan, D., dan S. Mulyani. 2004. “Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Penerbit Swadaya, Jakarta

Hasan. 2006. Mengenal Nyamuk Aedes aegypti Vektor Demam Berdarah Dengue. Departemen Kesehatan Lingkungan FKM USU. h. 86-89

Hasibuan.2008. Efektifitas Minyak Atsiri Serai Wangi (Cymbopogonnardus) sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Sumatera Utara, Medan

Herms. 2006. Medical Entomology. The Macmillan Company, United State of America, 484 h.

Hutagalung, D., Irnawati Marsaulina & Evi Naria. 2013. Pengaruh ekstrak daun kenikir (Tageteserecta L.) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti spp. Universitas Sumatera Utara, Medan

Hu, Xing Ping. 2012. Mosquitoes In and Around Homes. Alabama A&M and AurbunUniversitas, September 2012

Kardinan, Agus. 2007. Potensi Selasih sebagai Repellent terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Littri. 13(2): 39-42

Katz, Tracy M., Jason H. Miller and Adelaide A. Hebert. 2008. Insect Repellents: Historical Persectives and New Developments. J Am Acad Dermatol, vol. 58, no. 5, hh. 865-871


(3)

Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Landcare Research.Aedes (Stegomyia) aegypti (Linnaeus, 1762). Ours Science. The Landcare research ManaakiWhenua. 15 September 2014.

https://www.landcareresearch.co.nz/science/portfolios/defining-land

biota/invertebrates/invasive-invertebrates/mosquitoes/biosecurity-threats/aedes-aegypti

Lee, S.E., Lee, B.H., Choi, W.S., Park, B.S., Kim, J.G., Campbell, B.C. 2001. Fumigant Toxicity of Volatile Natural Products from Korean Spices and Medicinal Plants Towards The Rice Weevil, Sitophilus Oryzae (L).Pest Manag Sci. 57:548-553.

Loeffler, Kent. 2004. Mosquito Biology for the Homeowner. College of Agriculture and Life Sciences, Cornell University. 20 September 2014.

http://entomology.cornell.edu/extension/medent/mosquitofs.cfm#Eggs

Maia, Marta Ferreira and Sarah J Moore.2011. Plant-based Insect Repellents: A Reviw of Their Efficacy, Development and Testing. Malaria Journal,vol. 10(Suppl 1):S11

Manurung, R., IndraChahaya & Surya Dharma. 2013. Pengaruh daya tolak perasan serai wangi (Cymbopogonnardus) terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti. Universitas Sumatera Utara, Medan

Marissa. 2007. Toleransi Larva dan Nyamuk Dewasa Aedes aegypti Terhadap Temefos dan Malation di Wilayah endemik Kelurahan Duren Sawit Jakarta Timur.(Tesis).InstitutPertanian Bogor, Bogor, h. 78.

MDPH. 2011. Public Health Fact sheet: Mosquito Repellents. The Massachusetts Department of Public Health (MDPH), Maret 2011. h. 2.

Medikanto, B.R. 2013. Pengaruh ekstrak daun legundi (Vitextrifolia L.) sebagai repellent terhadap nyamuk Aedes aegypti. Skripsi.Universitas Lampung.

Muhlisah, Fauziah. 2007. Tanaman Obat Keluarga [TOGA].Penebar Swadaya. 1 Oktober2014.

http://books.google.co.id/books?id=fAbu7I9LqXsC&pg=PA82&dq=Mahkota+ Dewa:+Budidaya+dan+Pemanfaatan+untuk+Obat&hl=en&sa=X&ei=vRRPUsj aPMmQrQferIGoDQ&redir_esc=y#v=onepage&q=Mahkota%20Dewa%3A%2 0Budidaya%20dan%20Pemanfaatan%20untuk%20Obat&f=false

Mullen, G.R. 2002.Biting Midges (Ceratopogonidae).Medical and Veterinary Entomology.Academic Press, San Diego, CA U.S.A, hh. 163 - 183


(4)

Naria, Evi. 2005. Insektisida Nabati Untuk Rumah Tangga. Info Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU.9(1).

Nerio, Jesus OV and Stashenko E. 2010. A Review: Repellent Activity of Essential Oils. Bioresource Technology, vol. 101, no. 1, h. 372-378

Nurhayati, Siti. 2005. Prospek Pemanfaatan Radiasi dalam Pengendalian Vektor Penyakit Demam Berdarah Dengue.Buletin Alara, 7(1): 17–23.

Patel, E.K., A. Gupta & RJ. Oswal. 2012. A Review On: Mosquito Repellent Methods. IJPCBS, 2(1): 310-317

Pichersky, E., Gershenzon, J. 2002. The Formation and Function of Plant Volatiles: Perfumes for Pollinator Attraction and Defense.Curr Opinion Plant Biology. 5:237-243.

Pidiyar, Jangid and Shouche. 2004. Studies on Cultured and Uncultured Microbiota of Wild Culexquinquefasciatus Mosquito Midgut Based on 16S Ribosomal RNA gene Alaysis.Am. J. Trop. Med. Hyg., 70: 597-603

Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. 2010. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi, Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi, Kementrian Kesehatan RI, vol. 2, 48 h.

Ramirez, GIJ., James G.L., Elisa L.R.,Elena S., & Graham D.M.2012. Repellents Inhibit P450 enzymes in Stegomyia (Aedes) aegypti.Plos One, 7(11): 1-8

Rohmawati E. 1995. Skrining Kandungan Kimia Daun Pandan serta Isolasi dan Identifikasi Alkaloidnya. Dalam Rina dan Endang P.A. 2012. Potensi Daun Pandan (Pandanusamaryllifolius) dan Mangkokan (Notophanaxscutellarium) Sebagai Repellen Nyamuk Aedes Albopictus. ASPIRATOR 4(2), 2012:85-91 Rudiyanto, Afrria A. dan Faisol H. 2010. Pemanfaatan Minyak Atsiri Lengkuas

Merah (Alpinia Purpurata K Schum) Sebagai Zat Aditif Dalam Pembuatan Sabun Antibakteri. Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Negeri Malang. Malang.

Rueda. 2004. Pictorial Keys for The Identification of Mosquitoes (Diptera: Culicidae) Associated with Dengue Virus Transmission.Magnolia Press, New Zealand, h. 60.

Sarjan, Muhammad. 2007. Potensi Pemanfaatan Insektisida Nabati dalam Pengendalian Hama pada Budidaya Sayuran Organik. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram


(5)

Sastrohamidjojo. 2004. Kimia MinyakAtsiri, GadjahMada University Press, Yogyakarta. h. 7-12.

Sentra Informasi Keracunan Nasional. 2011. Leaflet Repellent In Poster dan Brosur. 10 Oktober 2014.http://ik.pom.go.id/poster-brosur/leaflet-repellent

Service MW. 2003. Mosquitoes (Culicidae). In: Lane RP, Crosskey RW. (eds.) Medical insects and arachnids. London: Chapman & Hall.h: 723-725.

Sharma, PattersondanFord. 1972. A Device for The Rapid Separation of Male and Female Mosquito Pupae. Brief Communications/Notes, h: 429-432

Shinta. 2012. Potensi minyak astsiri daun nilam (Pogostemoncablin B.), daun babadotan (Ageratum conyzoidesL), bunga kenanga (Canangaodoratahook F &Thoms) dan daun rosemary (Rosmarinusofficinalis L) sebagai repelan terhadap nyamuk Aedes aegypti. Media Litbang Kesehatan, vol. 22, no. 2, hh. 62-69

Soedarmo.2005. Demam Berdarah Dengue pada Anak. Universitas Indonesia Press, Jakarta

Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengeu Edisi 2. Airlangga University Press.

Sritabutra, D., Mayura Soonwera, Sirirat Waltanachanobon & Supaporn Poungjai. 2011. Evaluation of herbal essential oil as repellents against Aedesaegypti (L.) and Anopheles dirus Peyton & Harrion. Asia Pacific Journal of Tropical Biomedicine, hh. 124-128

Sritabutra, D., & Mayura Soonwera. 2013. Repellent activity of herbal essential oils against Aedes aegypti (Linn.) and Culex quinquefasciatus (Say.). Asian Pacific Journal of Tropical Disease, vol. 3, no. 4, hh: 271-276

Susanna, D., A. Rahman dan Eram T. P. 2003. Potensi Daun Pandan Wangi Untuk Membunuh Larva Nyamuk Aedes aegypti. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol 2 No.2, Agustus 2003 : 228-231. Jurusan Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia. Jakarta.

Utah Poison Control Center. 2005. DEET Insect Repellant Toxicity. Utah Poison Control Center, vol. 7, no. 2, 3 h.

Wahyuni, Sri. 2005. Daya Bunuh Ekstrak Serai (Andropogen nardus) terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Negeri Semarang, Semarang


(6)

Webb, Cameron E. 2011. Beating The Bite of Mosquito-Borne Disease : A Guide to Personal Protection Strategies Against australian Mosquito. Department of Medical Entomology. University of sidney & Wetmead Hospital, 10 h.

Winarto, W. P., 2009. Mahkota Dewa: Budidaya dan Pemanfaatan untuk Obat. Cetakan ke 7. Penebar Swadaya, Jakarta

WHOPES. 2009. Guidelines for Efficacy Testing of Mosquito Repellents for Human Skin.World Health Organization Pesticide Evaluation Scheme, 30 h.

World Health Organization. 2012. Dengue and severe dengue. Fact sheet N117. Wulandari, Retno. 2010. Uji Daya Tolak Ekstrak Daun Pandan Wangi

(Pandanusamaryllifolius Roxb.) Terhadap Nyamuk Aedes aegypti L. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Yaghoobi, M.R., Akhavan, A.A., Jahanifard, E., Vatandoost, H., Amin, G.H., Moosavi, L., Ramazani, A.R.Z., Abdoli, H., Arandian, M.H. 2006.Repellency Effect of Myrtle Essential Oil and DEET against Phlebotomuspapatasi, under Laboratory Conditions.Iranian J Publ Health. 35(3):7-13.

Yuniarsih, Eka. 2010. Uji efektifitas losion repelan minyak mimba (Azadirachtaindica A. Juss) terhadap nyamuk Aedes aegypti. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta