INFLATION MANAGEMENT IN INDONESIA AND THE INFLUENCE FACTORS MANAJEMEN INFLASI DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA TAHUN 2005-2012

(1)

INFLATION MANAGEMENT IN INDONESIA AND THE INFLUENCE FACTORS 2005-2012

Oleh

RAHMI ELIYANA

Inflation is a problem that has faced by almost every country, even developed or developing countries. In the span of a decade, a lot of economic developments that is interesting to be researched. This study aims to determine effect of money supply to inflation; effect of gross domestic regional product to inflation; effect of exchange rate to inflation in 2005 - 2012. The hypothesis in this research is suspected that money supply, gross domestic regional product, and exchange rate have influences to inflation in Indonesia.

The result of this study is money supply is no longer has positive effect, because the money supply is no longer be a benchmark monetary policy after the inflation targeting system is the only monetary system in Indonesia, the appreciation of exchange rate is indicated for stable economic.that still has influence to impress inflation rate, so that exchange rate has negative effect, and for gross domestic regional product takes effect to inflation in Indonesia.


(2)

MANAJEMEN INFLASI DI INDONESIA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA TAHUN 2005-2012

Oleh

RAHMI ELIYANA

Inflasi merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh hampir tiap negara baik negara yang telah maju ataupun negara berkembang. Inflasi merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh hampir tiap negara baik negara yang telah maju ataupun negara berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jumlah uang beredar dalam mempengaruhi inflasi;

pengaruh Produk Domestik Regional Bruto dalam mempengaruhi inflasi; pengaruh nilai tukar mata uang dollar Amerika dalam mempengaruhi inflasi dengantime seriestriwulan dari tahun 2005-2012. Adapun hipotesis yang diajukan adalah jumlah uang beredar, Produk Domestik Regional Bruto, nilai tukar mata uang dollar Amerika atau Kurs rupiah terhadap Dollar mempengaruhi inflasi di Indonesia.

Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah uang beredar tidak lagi berpengaruh positif dengan inflasi sebab, jumlah uang beredar bukan lagi menjadi patokan dalam kebijakan moneter setelah ditetapkannyainflation targetingmenjadi satu satunya sistem moneter di Indonesia, menguatnya nilai tukar rupiah, dapat diindikasikan perekonomian juga stabil,Perekonomian yang stabil akan menekan tingkat inflasi secara umum. Maka korelasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap tingkat inflasi berbanding negatif, dan Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh nyata secara parsial dalam pembentukan inflasi di Indonesia, seiring bertambahnya pendapatan nasional maka semakin menekan tingkat inflasi.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR LAMPIRAN ... ii

Bab I Pendahuluan ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ...10

1.3 Tujuan ... 10

1.4 Kerangka Pemikiran ... 10

1.5 Hipotesis ... 13

Bab II Tinjauan Pustaka ... 14

2.1 Teori Inflasi ... 14

2.2 Teori Uang ... 21

2.2.1 Fungsi Uang ... 22

2.2.2 Teori Penawaran Uang ... 23

2.2.3 Quantity Theory of Money... 25

2.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 26

2.4 Teori Nilai Tukar Rupiah ... 29

Bab III. Metode Penelitian... 36

3.1 Jenis dan Sumber Data ... 36


(9)

3.3.1 Definisi Operasional Variabel ... 36

3.4 Hipotesis ... 37

3.5 Model Regresi Berganda ... 38

3.6 Asumsi Model ... 39

3.6.1 Uji Normalitas ... 39

3.6.2 Uji Heteroskedastisitas ... 40

3.6.3 Uji Autokorelasi (Uji DW)... 41

3.6.4 Uji Multikolinieritas ... 42

Bab IV Hasil dan Pembahasan ... 46

4.1 Analisis Deskriptif ... 46

4.2 Hasil Perhitungan Tanpa Variabel Jumlah Uang Beredar ... 48

4.3 Uji Hipotesis ... 49

4.3.1 Uji Parsial berdasarkan Uji t ... 49

4.3.2 Uji Simultan berdasarkan Uji F ... 50

4.4 Pembahasan Perhitungan ... 51

Bab 5 Simpulan Saran ... 53

5.1 Simpulan ... 53


(10)

Gambar 1 Grafik Inflasi 2003-2008 ... 2

Gambar 2 Supply Uang M2 di Indonesia ... 4

Gambar 3 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar US ... 5

Gambar 4 Cost-push Inflation ... 17


(11)

i

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya, dan juga shalawat beserta salam kepada Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul“Manajemen Inflasi di Indonesia dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya tahun 2005-2012”sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen pada Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Irham Lihan, SE.,M.Si selaku Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis ini. 2. Bapak Renaldi Bursan, SE., M.Si selaku Pembimbing dua atas semua

bimbinganya dalam penyusunan tesis ini.

3. Bapak Dr. I Wayan Suparta, SE., M.Si. selaku penguji atas semua saran dan kebaikannya.

4. Seluruh Dosen Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung, terima kasih atas segala didikan dan ilmu yang bermanfaat.

5. Suamiku tercinta, Rio Prinata, SE, terima kasih untuk dukungan dan cintanya. 6. Orang tuaku, Wiardi Darwis dan Hj. Husneti M. Yatim, terima kasih atas

perjuangan dan pengorbanan, serta doa yang selalu dipanjatkan khadirat Allah SWT.


(12)

ii

9. Sahabat-sahabatku, Reza Amri Siregar, ST., MM., Meilina, S.IP., MM., Toni Gusliawan, SE., MM, Aderina Harahap, S.Pd., MM, untuk semangat yang tak henti-henti.

10. Keluarga besar Magister Manajemen, kelas MPKD khususnya.

11. Keluara besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

Bandar Lampung, 20 Desember 2013 Penulis


(13)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara berkembang yang menggunakan sistem perekonomian terbuka. Sistem perekonomian terbuka sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkesinambungan dan dalam upaya meningkatkan pembangunan. Proses pencapaian

pertumbuhan ekonomi yang stabil sangat sulit dicapai dikarenakan adanya berbagai

permasalahan perekonomian dan salah satunya adalah inflasi. Pada banyak negara berkembang, yang umumnya memiliki tingkat kesejahteraan rakyat relatif rendah, mempertinggi tingkat pertumbuhan ekonomi memang sangat diperlukan untuk mengejar ketinggalan di bidang ekonomi dari negara-negara industri maju. Oleh karena masih relatif lemahnya kemampuan partisipasi swasta domestik dalam pembangunan ekonomi, mengharuskan pemerintah untuk mengambil peran sebagai motor penggerak pembangunan ekonomi nasional. Salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi dari tahun ke tahun adalah melalui sector keuangan yag semakin pesat dewasa ini. Tetapi seiring perkembangan moneter tersebut sekarang menyebabkan hubungan antara jumlah uang beredar dan pertumbuhan ekonomi maupun laju inflasi cenderung kurang stabil.

Inflasi merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh hampir tiap negara baik negara yang telah maju ataupun negara berkembang. Dalam hal ini, Indonesia sebagai salah satu negara


(14)

i Indonesia serta posisi neraca pembayaran, dan cadangan devisa.

Kebijakan untuk mengendalikan inflasi menjadi tanggungjawab pemerintah dengan kemitraan otoritas moneter (Bank Indonesia). Inflasi merupakan permasalahan yang selalu dihadapi oleh hampir tiap negara baik negara yang telah maju ataupun negara berkembang.Apabila kita

perhatikan gambar 1, inflasi di Indonesia berada dalam interval 5% - 7% , di luar tahun 2005 dan 2008, karena inflasi di dua tahun tersebut lebih dominan disebabkan oleh kondisi global yang terjadi. Kemungkinan ekspektasi inflasi tahun 2009 akan lebih dari nilai yang ada di dalam interval tersebut. Belanja modal pemerintah, belanja publik di bulan ramadhan, idul fitri dan natal serta menjelang pemilu merupakan aspek yang diduga akan menaikkan ekspektasi inflasi di tahun 2009. Di tengah situasi perekonomian global seperti sekarang ini, sektor riil cukup penting peranannya dalam memulihkan kembali kondisi perekonomian, mengangkat laju pertumbuhan ekonomi.

Semua aspek kehidupan manusia dalam peradaban modern saat ini tidak terlepas dan ditopang sepenuhnya oleh uang. Tidak ada satupun peradaban di dunia ini yang tidak mengenal dan menggunakan uang. Kalaupun ada, maka perekonomian dalam peradaban tersebut pasti stagnan dan tidak berkembang. Peran uang dalam perekonomian dapat diibaratkan darah yang mengalir dalam tubuh manusia. Tanpa darah, manusia seakan-akan hendak mati. Kekurangan uang bagaikan kekurangan darah yang mengakibatkan gairah hidup menurun dan lemah, yang pada akhirnya manusia menjadi sakit-sakitan. Abraham H. Maslow dalam teori Motivasinya


(15)

fisik manusia adalah berupa barang dan jasa. Untuk memenuhi kebutuhan akan barang dan jasa tersebut, cara yang paling mudah adalah dengan memiliki sesuatu yang disebut uang. Karena uang adalah sesuatu benda yang diterima dan digunakan secara umum sebagai alat untuk memudahkan proses transaksi dalam memenuhi kebutuhan manusia berupa barang dan jasa. Sehingga secara tidak langsung juga dapat dikatakan bahwa kebutuhan yang paling mendasar dalam perekonomian dan kehidupan sosialnya adalah uang. Adapun jenis-jenis uang beredar di Indonesia antara lain :

1. Uang beredar dalam arti sempit (M1) yaitu kewajiban sistem moneter (bank sentral dan bank umum) terhadap sektor swasta domestik (penduduk) meliputi uang kartal (C) dan uang giral (D)

2. Uang beredar dalam arti luas (M2) disebut juga Likuiditas Perekonomian yaitu kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik meliputi M1 ditambah uang kuasi (T)

Gambar 2 Supply Uang M2 di Indonesia Sumber: http:// www.ekon.go.id


(16)

Pada gambar 2 dapat dilihat pergerakan supply uang di Indonesia pada satu dasawarsa. Semenjak terjadinya krisis moneter di Indonesia tahun 1998, supply uang M2 di Indonesia meningkat tajam. Hal ini disebabkan oleh laju inflasi yang terjadi saat itu. Sebenarnya nilai riil barang tidak berubah, sebuah apel tetap sebuah apel, namun ketika supply uang meningkat maka nilai uang akan turun sehingga jumlah uang yang diperlukan untuk membeli apel meningkat. Jadi

Pemerintah dan Bank sentral tidak bisa secara serampangan mencetak uang sebab akan menimbulkanover supplyyang akan mengkis nilai uang tersebut.

Krisis nilai tukar telah menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan ketiga dan triwulan keempat menurun. Merosotnya pertumbuhan ekonomi tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin melambat kinerjanya.

Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih lanjut pertumbuhan


(17)

ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998.

Gambar 3 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah terhadap Dollar US Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010

Dapat dilihat pada gambar 2, kurs nilai tukar rupiah terhadap dollar US tidak mengalami fluktuasi yangg tajam. Mata uang rupiah sangat melemah tercatat pada awal tahun 2008 yaitu mendekati Rp.13.000/dollar US. Hal ini merupakan dampak dari krisis global yang dipicu oleh

perekonomian Amerika Serikat, yaitu Suprime Morgage. Tetapi keadaan ini tidak berlangsung lama. Seperti pada gambar 2, nilai tukar rupiah kembali menguat pada awal tahun 2009. Hal ini dikarenakan pemerintah mengambil kebijakan menurunkan harga bahan bakar minyak pada saat itu. Harga bahan bakar minyak memang sempat naik dua kali pada rentan tahun 2004-2008. Pada tahun 2010, kurs rupiah terhadap dollar US relatif stabil dikisaran Rp.9000-Rp.9800 per dollar US.

Nilai tukar (kurs) merupakan salah satu faktor luar negeri yang mempengaruhi tingkat inflasi. Perdagangan dengan negara-negara lain yang akan terjadi pada sistem perekonomian terbuka, sebagai output akan dibeli oleh pihak luar negeri yang disebut ekspor dan sebagian pendapatan domestik akan digunakan untuk membeli barang dan jasa dari luar negeri yang disebut impor.


(18)

Keadaan perekonomian ini akan memberikan dampak terjadinya fluktuasi nilai tukar di tingkat internasional dan akan berpengaruh teradap perekonomian di Indonesia. Keterbukaan

perekonomian seperti itu tidak selalu memberikan keuntungan, impor yang berlebihan dapat mengurangi kegiatan ekonomi dalam negeri karena sebagian besar impor yang dilakukan oleh Indonesia adalah impor bahan baku yang berarti negara akan lebih banyak membayar ke luar negeri sehingga akan menimbulkan naiknya kurs mata uang asing dan selanjutnya akan meningkatkan harga-harga barang impor, meningkatkan harga barang dalam negeri yang menggunakan bahan baku dari luar negeri sehingga akhirnya akan berdampak pada timbulnya inflasi.

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat melalui pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), semakin tinggi PDB maka tingkat pertumbuhan ekonomi akan semakin tinggi dan begitu pula sebaliknya. Adanya inflasi akan menimbulkan masalah bagi pertumbuhan perekonomian. PDB sebagai dasar pengukuran menggambarakan dan memberikan informasi tentang ekonomi suatu Negara. Perekonomian Indonesia diwarnai oleh perkembangan yang terjadi pada perekonomian global. Perkembangan positif yang terjadi di pasar keuangan global sejak beberapa bulan terakhir, terus berlanjut. Hal tersebut tercermin pada membaiknya kondisi pasar saham

internasional dan terus menurunnya indikator persepsi risiko di berbagai negara. Sementara itu, hasilstress testperbankan di Amerika Serikat menunjukkan hasil yang lebih baik dari perkiraan banyak pihak. Hal tersebut juga telah menambah akar optimisme terhadap membaiknya kondisi perekonomian global. Perekonomian Indonesia masih dapat tumbuh lebih baik dibandingkan dengan negara kawasan. Pertumbuhan yang lebih baik itu didukung oleh permintaan domestik yang masih cukup besar dan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi nasional. Tingginya konsumsi tersebut didorong oleh beberapa program stimulus pemerintah seperti BLT, serta


(19)

kenaikan gaji PNS, dan meningkatnya Upah Minimum Propinsi (UMR) di berbagai daerah. Di samping itu, meningkatnya konsumsi rumah tangga juga didorong oleh maraknya aktivitas Pemilihan Umum (Pemilu) yang tampak dari pertumbuhan sektoral seperti pengeluaran subsektor jasa periklanan, komunikasi, industri makanan, hotel dan restoran, serta percetakan.

Tahun 2007 terdapat beberapa perkembangan ekonomi yang cukup menarik untuk diperhatikan. Diantaranya adalah keputusan pemerintah untuk tidak lagi menggunakan Consultative Group on Indonesia (CGI) yang telah bertahun-tahun diandalkan untuk menutup defisit anggaran negara demi meningkatkan kredibilitas perekonomian Indonesia. Setelah melunasi utang kepada IMF pada tahun 2006, maka kebijakan ini semakin menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan kemandirian ekonomi, yang selama bertahun-tahun dipersoalkan berbagai pihak. Oleh karena itu keputusan pemerintah tersebut sangat didukung oleh pihak-pihak yang melihat bahwa keberadaan CGI memang sudah tidak diperlukan lagi.

Seperti diketahui, selain terjaganya stabilitas makro ekonomi, beberapa indikator ekonomi lainnya juga menunjukkan perbaikan yang berarti. Adanya kebijakan perpajakan yang membebaskan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) 10% terhadap 70 komoditas dari 6 subsektor pertanian dan perikanan, dan turunnya harga BBM untuk industri per 1 Februari 2007 mestinya direspon secara antusias oleh dunia usaha jika kondisi bisnis dalam negeri sudah lebih kondusif.

Kecenderungan membaiknya pasar modal dalam negeri dikarenakan turut berperannya stabilitas nilai tukar rupiah. Namun karena tidak diikuti oleh membaiknya sektor produksi riil.


(20)

derasnya aliran dana yang masuk ke Indonesia. Tidak terpacunya kegiatan sektor produksi riil menyebabkan pertumbuhan ekonomi yang terjadi tidak mampu menyerap tenaga kerja.

Inflasi merupakan sasaran akhir dari kebijakan yang dijalankan Bank Indonesia sebagai bank sentral. Pengendalian inflasi oleh bank sentral didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Sedangkan inflasi berada di level rendah stabil merupakan prasyarat mendasar dalam pencapaian pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat. Alasan pertama adalah inflasi yang tinggi akan menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan terus turun sehingga standar hidup masyarakat turun dan akhirnya meningkatkan angka kemiskinan. Alasan kedua, inflasi yang tidak stabil akan menciptakan ketidakpastian bagi pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa inflasi yang tidak stabil akan menyulitkan keputusan masyarakat dalam melakukan konsumsi, investasi dan produksi, maka pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Alasan ketiga, tingkat inflasi domestik yang lebih tinggi dibanding dengan tingkat inflasi di negara tetangga menjadikan tingkat bunga domestik riil menjadi tidak kompetitif sehingga dapat memberikan tekanan pada nilai rupiah. Kecenderungan penurunan inflasi diperkirakan masih terus berlanjut. Dari sisi eksternal, hal ini didukung oleh masih cenderung rendahnya inflasi di negara-negara mitra dagang. Dari sisi domestik, rendahnya tekanan inflasi didukung oleh masih lemahnya permintaan domestik, masih rendahnya tingkat penggunaan kapasitas, dan minimnya tekanan harga dari kelompok barang-barang yang diatur Pemerintah (administered price).


(21)

1.2 Rumusan Masalah

Perekonomian Indonesia diwarnai oleh perkembangan yang terjadi pada perekonomian global. . Proses pencapaian pertumbuhan ekonomi yang stabil sangat sulit dicapai dikarenakan adanya berbagai permasalahan perekonomian dan salah satunya adalah inflasi. Maka masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh jumlah uang beredar (M2) terhadap inflasi? 2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap inflasi?

3. Bagaimana pengaruh nilai tukar mata uang dollar Amerika (Kurs) terhadap inflasi?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulis mengangkat masalah inflasi yg terjadi di Indonesia ada sebagai berikut : 1. Mengetahui pengaruh jumlah uang beredar (M2) dalam mempengaruhi inflasi

2. Mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) dalam mempengaruhi inflasi 3. Mengetahui pengaruh nilai tukar mata uang dollar Amerika (Kurs) dalam mempengaruhi

inflasi

1.4 Kerangka Pemikiran

Menurut Sadono Sukirno (2004:338), inflasi adalah kenaikan harga-harga umum barang-barang yang tinggi dan terus-menerus. Menurut kaum moneteris, inflasi merupakan gejala moneter, yang berarti bahwa laju pertumbuhan uang yang terus-menerus dapat menimbulkan tingkat inflasi yang tinggi. Menurut teori kuantitas :

1. Inflasi hanya terjadi kalau ada penambahan dari volume uang yang beredar. Tanpa ada kenaikan jumlah uang yang beredar, seperti kegagalan panen hanya akan


(22)

menaikkan harga-harga untuk sementara saja. Bila uang tidak bertambah, inflasi akan berhenti dengan sendiri.

2. Laju inflasi ditentukan oleh penambahan uang yang beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga dimasa datang.

Inflasi yang berasal dari luar negeri dapat bersumber pada perubahan nilai tukar (kurs) dan impor.. Menurut Hamdani (2003:32) depresiasi pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing akan memberikan pengaruh positif terhadap laju inflasi yang merupakan pass trough effect dari barang-barang dan bahan baku impor yang harganya meningkat, sehingga meningkatkan biaya produksi dalam negeri. Artinya kurs mata uang dollar terhadap rupiah memiliki pengaruh positif terhadap inflasi.

Dari sisi dalam negeri, inflasi bersumber dari perubahan jumlahan uang beredar di masyarakat dan perkembangan Produk Domestik Bruto (PDB) harga konstan. Laju pertumbuhan uang yang terus-menerus akan menimbulkan inflasi yang tinggi. Laju pertumbuhan yang rendah pada akhirnya menyebabkan inflasi yang rendah sedangkan inflasi yang tinggi tidak dapat

berlangsung lama tanpa laju pertumbuhan uang yang tinggi. Ini juga dapat terlihat pada teori Irving Fisher yang menyatakan“perubahan dalam uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama cepatnya ke atas harga-harga”. Kecepatan perputaran uang memiliki pengaruh yang sama dengan jumlah uang beredar terhadap tingkat inflasi. Hal ini karena, untuk mengetahui besarnya perputaran uang (V), Keynes dalam hal ini membandingkan dengan“liquidity preference. Menurutnya, apabila V menyatakan berapa kali tiap-tiap rupiah adalah sesuatu jangka waktu tertentu berpindah dari tangan yang satu ke tangan lainnya, makaliquidity


(23)

preferencemenunjukan kesukaan orang untuk menyimpan uang tunai untuk tidak dibelanjakan. Semakin banyak orang cenderung menyimpan uangnya, semakin kecil besaran V; sebaliknya semakin banyak orang tidak menyimpan uangnya semakin besar pula V. Semakin besarliquidity preferencemaka akan semakin besar V, yang berarti bahwa dengan semakin besarnya V maka tingkat harga akan meningkat dan semakin kecil V maka tingkat harga akan menurun. Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi.

Kenaikan permintaan total dapat menaikkan harga lebih tinggi akan tetapi dapat menaikkan hasil produksi, namun apabila terjadi kenaikkan permintaan total pada kondisifull employmentmaka secara langsung hanya akan meningkatkan harga saja pada penawaran (Nopirin, 2000:28). Namun perekonomian Negara Indonesia belumlah mencapai keadaanfull employmentmaka pendapatan nasional dari sisi penawaran masih dapat ditingkatkan. Berdasarkan pernyataan ahli diatas maka pendapatan nasional merupakan variable yang jelas mempangaruhi tingkat inflasi di Indonesia. Pendapatan nasional yang digunakan adalah Produk Domestik Bruto (PDB)

berdasarkan harga konstan. Dapat disimpulkan PDB harga konstan berpengaruh negatif terhadap inflasi.

Maka kerangka pemikiran dalam penelitian dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 4. Kerangka Pemikiran

INFLASI

JUMLAH UANG BERDAR

NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AS

PRODUK DOMESTIK BRUTO


(24)

1.5 Hipotesis

Latar belakang, permasalan, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran dijadikan dasar penulis merumuskan hipotesis, yaitu :

1. Jumlah uang beredar (M2) berpengaruh positif terhadap inflasi

2. Nilai tukar mata uang dollar Amerika (Kurs) berpengaruh positif terhadap inflasi 3. Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh negatif terhadap inflasi.

4. Jumlah uang beredar (M2), nilai tukar mata uang dollar Amerika (Kurs), dan Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh secara bersama-sama terhadap inflasi.


(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Inflasi

Definisi dari inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga yang meningkat secara umum dan terus-menerus. Kenaikkan harga dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikkan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga barang-barang lain. Definisi lain mengatakan bahwa inflasi merupakan suatu proses kenaikkan harga-harga yang berlaku dalam perekonomian. Kenaikkan tersebut biasanya berlaku keatas kebanyakan barang, tetapi tingkat kenaikkannya berbeda. Menurut Teori Keynes inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Proses inflasi, menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang bisa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini akhirnya diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (inflationary gap).

Menurut Irving Fisher dalam buku Sadono Sukirno (2002:25), kenaikkan harga-harga umum atau inflasi (P) disebabkan oleh tiga faktor yaitu jumlah uang beredar (M), kecepatan

peredaran uang (V), dan jumlah barang yang diperdagangkan (T). Menurutnya inflasi adalah proses kenaikkan harga barang umum yang berlaku dalam perekonomian. Ini tidak berarti bahwa harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan prosentase yang sama. Yang penting terdapat kenaikkan harga-harga umum barang secara terus-menerus selama satu


(26)

yang cukup besar) bukanlah merupakan inflasi.

Veneris dan Sebol dalam Muana Nanga (2001:241) mendefinisikan inflasi sebagai suatu kecenderungan meningkatnya tingkat harga umum secara terus-menerus sepanjang waktu. Berdasarkan definisi tersebut, kenaikkan tingkat harga umum (general price level) yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi. Dari definisi tersebut ada tiga hal penting yang ditekankan dari inflasi, yaitu :

1. adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti bisa saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukan tendensi yang meningkat.

2. bahwa kenaikkan tingkat harga tersebut berlangsung secara terus-menerus (sustained), yang berarti bukan hanya terjadi pada satu waktu saja, akan tetapi bisa beberapa waktu lamanya.

3. bahwa tingkat harga yang dimaksud disini adalah tingkat harga umum, yang berarti tingkat harga yang mengalami kenaikkan itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja, akan tetapi untuk harga barang secara umum.

Ada berbagai cara untuk menggolongkan macam inflasi, yang pertama didasarkan atas besar tidaknya inflasi tersebut. Disini kita bedakan beberapa macam inflasi :

1. Inflasi ringan (di bawah 10% setahun) 2. Inflasi sedang (antara 10-30% setahun) 3. Inflasi berat (antara 30-100% setahun) 4. Hiperinflasi (di atas 100% setahun)


(27)

Inflasi dapat dibedakan kedalam 2 macam, yaitu :

Pertama, inflasi yang timbul karena permintaan masyarakat akan berbagai barang terlalu kuat. Inflasi semacam ini disebutdemand-pull inflation.Gambar dibawah ini menunjukkan suatudemand-pull inflation. Karena permintaan masyarakat akan barang-barang(aggregate demand)bertambah maka kurvaaggregate demandbergeser dariOld DemandkeNew Demand. Akibatnya tingkat harga umum akan naik. Faktor penyebab terjadidemand pull inflationadalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaan barang dan jasa tersebut. Dalam konteks makroekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. Sementara itu, faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau

forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan dan penentuan upah minimum regional (UMR).

Gambar 5. Demand-pull Inflation


(28)

Gambar dibawah menggambarkan bahwa bila biaya produksi naik maka kurva penawaran masyarakat(aggregate supply)bergeser dari S1 ke S2.

Gambar 6. Cost-push Inflation Sumber: Boediono (1998:163)

Faktor-faktor terjadinyacost push inflation disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price) , dan terjadinegative supply shocksakibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Perbedaan yang lain dari kedua proses inflasi ini terletak pada urutan kenaikan harga. Dalamdemand-pull inflationkenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktor produksi (upah dan sebagainya). Sebaliknya, dalamcost-push inflationkita melihat kenaikan harga barang-barang input dan harga-harga faktor produksi mendahului kenaikan harga barang-barang akhir (output).

Tingkat inflasi merupakan tujuan akhir dari kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia. Tingkat inflasi atau persentase pertambahan kenaikkan harga berbeda dari satu periode ke periode lainnya, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lain. Adapun

indikator dari inflasi adalah Indeks Harga Konsumen (IHK) merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat. Dilakukan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara keseluruhan terdiri dari 742 komoditas. Yang kedua adalah Indeks Harga Perdagangan Besar merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah. Inflasi


(29)

ted

timbul karena adanya tekanan dari sisi supply (cost push inflation), dari sisi permintaan (demand pull inflation), dan dari ekspektasi inflasi.

Berikut adalah skema dari anatomi inflasi dan penyebabnya.

Inersia Inflasi

Ekspektasi

Inflasi Administre Inflasi Administreted Target Inflasi BI Ekspektasi Inflasi Ekspektasi depresiasi Output GAP Inflasi Inti INFLASI IHK Nilai Tukar Rupiah Inflasi LN Indirect Direct Inflasi Barang Impor Inflasi Volatile Foods

Gambar 7. Skema Anatomi Inflasi dan Penyebabnya

Sumber : Materi Sosialisasi Targeting Framework, Bank Indonesia (2005 : 12)

Pada Gambar 7, dapat dilihat bahwa inflasi inti dipengaruhi oleh ekspektasi inflasi yang terbentuk dari inersia inflasi, target inflasi BI, output gap, dan inflasi administreted. Adapun inflasiadministreted adalah inflasi yang disebabkan oleh penentuan kebijakan harga oleh pemerintah. Seperti pada akhir tahun 2005 pemerintah memutuskan untuk meningkatkan harga Bahan Bakar Minyak, atau kenaikan Tarif Dasar Listrik. Sedangkan inersia inflasi adalah inflasi yang terbentuk oleh inflasi yang telah terjadi. Penetapan target inflasi oleh BI akan memunculkan ekspektasi inflasi. Selain dipengaruhi oleh target inflasi oleh BI,


(30)

karena adanya ekspektasi depresiasi nilai uang. Selain mempengaruhi ekspektasi inflasi, nilai tukar rupiah secara tidak langsung mempengaruhi output gap. Selain itu nilai tukar rupiah dan inflasi luar negeri mempengaruhi secara langsung inflasi barang impor. Inflasi barang impor tersebut akan mempengaruhi inflasi inti. Maka terbentuklah Inflasi IHK. Selain dipengaruhi langsung oleh inflasi inti dan inflasiadministreted, inflasi IHK juga dipengaruhi langsung oleh inflasivolatile foods, yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikkan harga barang-barang pokok.

Pengelolaan ekspektasi inflasi sangat penting dalam kerangka kebijakan moneter yang baru, antara lain karena :

- semakin penting di Indonesia mengingatnya besarnya pengaruh ekspektasi inflasi sebagai faktor penyebab inflasi

- perilaku ekspektasi inflasi sangat bersifat adaptif, lebih ditentukan oleh inflasi yang telah terjadi dan belum mendasarkan pada sasaran inflasi yang telah ditetapkan pemerintah.

Adanya peningkatan inflasi, akan memberikan berbagai dampak terhadap pembangunan ekonomi. Adapun dampak inflasi terhadap perekonomian antara lain :

1. Efek terhadap pendapatan.

Efek pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan dan ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Golongan yang dirugikan adalah orang-orang yang berpenghasilan tetap, seperti pegawai negeri atau pun pegawai swasta karena mereka menderita kerugian penurunan pendapatan riil dan pihak-pihak yang

mendapat keuntungan adalah mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan persentase yang lebih besar dari laju inflasi.


(31)

2. Efek terhadap efesiensi

Inflasi dapat juga mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat

mendorong terjadinya perubahan terhadap produksi beberapa barang tertentu dengan adanya inflasi, permintan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong kenaikan produksi barang tersebut. Kenaikan produksi barang ini pada gilirannya akan mengubah pola alokasi faktor produksi yang sudah ada. Memang tidak ada jaminan bahwa alokasi faktor-faktor produksi itu lebih efesien dalam keadaan tidak ada inflasi. Namun kebanyakan ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi dapat mengakibatkan alokasi faktor produksi menjadi tidak efesien.

3. Efek terhadap output

Inflasi akan dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi dikarenakan dalam keadaan inflasi, kenaikan harga mendahului kenaikan upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Akan tetapi apabila laju inflasi cukup tinggi dapat mengakibatkan keadaan yang sebaliknya, yakni penurunan output.

4. Efek terhadap perdagangan luar negeri

Inflasi menyebabkan harga barang impor lebih murah daripada harga barang yang dihasilkan di dalam negeri dan kenaikan harga-harga akan menyebabkan barang-barang produksi dalam negeri tidak dapat bersaing dengan barang-barang-barang-barang yang sama di pasaran luar negeri.

5. Efek terhadap kesempatan kerja

Inflasi dapat mengakibatkan terjadinya aliran modal keluar dibandingkan aliran modal yang masuk sehingga terjadi penurunan investasi baik dari sisi swasta ataupun


(32)

pengangguran.

2.2 Teori Uang

Menurut Bank Indonesia, uang beredar dalam arti sempit (narrow moneyatau M1) adalah seluruh uang kartal dan uang giral yang ada ditangan masyarakat. Sedangkan uang kartal milik pemerintah (BI) yang disimpan di bank-bank umum atau bank sentral itu sendiri tidak dikelpompokan sebagai uang kartal. Uang giral merupakan simpanan rekening Koran (giro) masyarakat pada bank-bank umum. Simpanan ini merupakan bagian dari uang beredar,

karena sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemiliknya untuk melakukan berbagai transaksi. Namun saldo rekening biro milik suatu bank yang terdapat pada bank lain tidak dikategorikan sebagai uang giral.

Uang beredar dalam arti luas (Broad Moneyatau M2) merupakan penjumlahan dari M1 dengan uang Kuasi. Uang kuasi ataunear money adalah simpanan masyarakat pada bank umum dalam deposito berjangka (time deposits) dan tabungan. Uang kuasi diklasifikasikan sebagai uang beredar, dengan alasan bahwa dua bentuk simpanan masyarakat ini dapat dicairkan menjadi uang tunai oleh pemiliknya, untuk berbagai keperluan transaksi yang dilakukan dalam sistem moneter di Indonesia, uang beredar dalam arti luas ini (M2) sering disebut sebagai likuiditas perekonomian.

2.2.1 Fungsi Uang

Menurut Boediono (1998:10-12) dalam teori moneter uang dikenal mempunyai empat fungsi, dua fungsi pokok dan dua fungsi tambahan. Dua fungsi pokok tersebut adalah :

1. Alat tukar (means of exchange), ebagai alat tukar, peranan uang menentukan kegiatan perekonomian. Dengan uang, orang tidak harus mencari pembeli yang kebetulan mau


(33)

menukar barang tersebut dengan barang lain yang kebetulan dibutuhkan oleh si penjual tersebut. Peranan uang sebagai alat tukar mensyaratkan bahwa uang harus diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran, artinya si penjual barang mau menerima uang sebagai pembayaran untuk barangnya karena ia percaya uang tersebut diterima oleh orang lain sebagai alat pembayaran juga

2. Alat penyimpan nilai (Store of Value), yang artinya penyimpan atau daya beli terkait dengan sifat manusia sebagai pengumpul kekayaan. Pemegang uang merupakan salah satu cara menyimpan kekayaan. Syarat utama untuk ini adalah uang harus mempunyai daya beli atau nilai.

Dua fungsi tambahan lainnya adalah :

1. satuan hitung (unit of account), artinya mempermudah kegiatan tukar menukar. Dua barang secara fisik sangat berbeda, bisa menjadi seragam apabila nilai masing-masing dinyatakan dalam uang.

2. ukuran pembayaran masa depan (standard for payments), uang terkait dengan utang piutang atau kredit. Artinya barang dibayar nanti atau uang sekarang dibayar dengan uang nanti.

2.2.2 Teori Penawaran Uang

Penawaran uang adalah jumlah uang kartal dan uang giral yang beredar dimasyarakat. Disini diasumsikan bank sentral mengendalikan penawaran uang dengan meningkatkan atau

menurunkan jumlah uang beredar dalam sirkulasi melalui Operasi Pasar Terbuka (OPT). penawaran uang tidak hanya ditentukan oleh kebijakan bank sentral, tapi juga oleh perilaku rumah tangga dan bank. Penawaran uang meliputi mata uang ditangan masyarakat dan


(34)

(demand deposits) dan dapat ditulis ;

M = C + D... (1)

Demand depositstermasuk dalam money supply, maka sistem perbankan mempunyai peran penting. Dalam teori penawaran uang modern, sumber dari terciptanya uang beredar adalah otoritas moneter atau bank dan lembaga keuangan (keduanya disebut sistem moneter). Otoritas moneter merupakan supplier uang inti atau uang primer, sedangkan lembaga

keuangan (perbankan) merupakan supplier sekunder bagi masyarakat. Uang inti (B) sebagian dipegang masyarakat sebagai uang kartal (C) dan sisanya oleh bank sebagai cadangan bank. B = C +R ………... (2)

R (reserves) merupakan banyaknya deposito dalam bank yang belum dipinjamkan. Maka model dari Money Supply adalah :

M = C+D = C+DxB = mxB...(3) B

Dimana

m= C+D = C+D = (C/D) + (D/D) =cr + 1...(4) B C+R (C/D) + (R/D) cr + rr

Maka :

M =mx B, dimanam=cr + 1 merupakanMoney Multiplier...(5) cr + rr

madalahmoney multiplier, peningkatan dalammoney supplymenghasilkan peningkatan satu unitcurrencydalammonetary base. Jikarr< 1, makam> 1 dan jika monetary base berubah sebesar∆B, maka∆M =mx∆B

Ada tiga variabel eksogen model jumlah uang beredar, yaitu :

1. Basis moneter (monetary base)Badalah jumlah dolar yang dipegang oleh publik sebagai mata uang C dan oleh bank sebagai cadangan R.


(35)

2. Rasio deposito-cadangan (reserve-deposit ratio) rradalah bagian deposito D yang bank simpan dalam cadangan R.

3. Rasio deposito-uang kartal (currency-deposit ratio)cr adalah jumlah Uang kartal C yang orang pegang dalam bentuk rekening giro D.

Menurut Boediono (2006) bahwa apabila pada waktu permintaan terhadap uang tidak sesuai dengan penawaran uang, maka para pelaku dalam pasar uang masing-masing akan melakukan penyesuaian berupa tindakan-tindakan untuk merubah struktur dan komposisi neraca

(kekayaan) sehingga akhirnya terjadi keseimbangan antara permintaan dan penawaran. Penyesuaian ini dinamakan penyesuaian portofolio atauportofolio adjustment.

2.2.3 Quantity Theory of Money

Teori ini merupakan teori Irving Fisher :

M . V = P. T ...(6) Keterangan :

M : Money Supply

V : peredaran rata-rata dari uang dalam suatu jangka waktu tertentu P : harga atau tingkat harga pada umumnya

T : transaksi dari barang-barang dan jasa-jasa jumlah output MV : arus atau jumlah pengeluaran

PT : arus atau jumlah penerimaan

Money supply (M) terdiri atas uang kartal dan uang giral. Diasumsikan bahwa perekonomian akan selalu ada dalam keadaan full employment, maka factor T akan selalu konstan.


(36)

transaksi saja dan uang diperlukan bukan untuk uang itu sendiri.

2.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat (Sukirno, 1998:10). Adapun factor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu Negara antara lain :

1. Tenaga Kerja, faktor tenaga kerja merupakan faktor terpenting dalam kaitannya dengan peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB) suatu Negara. Makan banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi, makin tinggi pula produksi dari kegiatan tersebut. Tetapi hal ini tidak berlaku sepenuhnya karena adanya hokum pertambahan hasil yang semakin menurun sehingga setelah penggunaan tenaga kerja tertentu, jumlah produksi total yang dihasilkan oleh tenaga kerja tersebut akan berkurang. Dengan kata lain, setelah jumlah tertentu dari tenaga kerja, produk marjinal dari tenaga kerja tambahan akan menjadi negative. Ada saat itu akan terjadi penggangguran tenaga kerja. Dengan demikian, factor tenaga kerja tidak cukup dilihat dari segi jumlahnya saja tapi juga harus diperhatikan kualitas dari tenaga kerja

tersebut karena sangat menentukan bagi pertumbuhan ekonomi suatu Negara. 2. Capital(Modal), dalam proses pembangunan factor modal memang sangat penting,

tetapi bukan factor satu-satunya untuk menentukan pertumbuhan ekonomi. Bahkan pada awal pertumbuhan ekonomi, modal hanya merupakan factor pelengkap dari factor utama pertumbuhan ekonomi.


(37)

3. Sumber Daya Alam, sumber daya alam yang cukup merupakan factor pendorong keberhasilan pembangunan dalam suatu Negara ketika dimanfaatkan semaksimal mungkin dengan mengingat kendala-kendala yang ada. Selain itu juga sumber daya alam harus dikelola dengan sebaik-baiknya agar tidak habis begitu saja sehingga proses pembangunan dapat berjalan dengan berkesinambungan.

4. Teknologi, merupakan suatu cara untuk mengolah atau menghasilkan suatu barang dan jasa tertentu. Teknologi berkaitan dengan inovasi yaitu penemuan yang telah diterapkan dalam produksi. Dengan faktorcapital, tenaga kerja, dan sumber daya alam yang relative baik, pertumbuhan dapat ditingkatkan dengan perbaikan teknologi. 5. Sosial, selain faktor-faktor tersebut diatas, factor sosial juga dapat mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi seperti keamanan, politik, adapt istiadat, agama dam lain-lain.

Produk Domestik Bruto (PDB) dapat diartikan sebagai nilai barang-barang dan jasa yang diproduksikan di dalam negeri tersebut dalam satu tahun tertentu atau yang dapat diartikan sebagai nilai barang dan jasa-jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh factor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan Negara asing (Sukirno, 1998;33).Menurut Ace Partadireja, pengertian PDB adalah hasil produksi barang-barang dan jasa-jasa dari orang-orang dan perusahaan-perusahaan asing yang ada di negara yang bersangkutan, dimana PDB atauGross Domestik Productdinamakan Bruto (Gross) karena sama dengan

GNP,memasukan penyusutan (Depreciation). Dikatakan domestik karena batasnya adalah wilayah suatu negara, termasuk didalamnya orang-orang atau perusahaan-perusahaan asing. Dinamakan produk (Product) karena yang dihitung adalah produksi barang-barang dan jasa-jasa selisih antara GNP dan GDP adalah pembayaran luar negeri (Net Factor Income To Abroad). GDP dikurangi NetFactor Income To Abroadadalah sama denganGross Natonal Product.Jika PDB suatu negara lebih besar dari PNB (GNP), maka penanaman modal luar


(38)

bahwa negara itu belum maju, belum melebarkan sayap usahanya keluar negeri dan masih menerima banjir modal dari luar negeri. jika PDB lebih kecil dari PNB maka keadaannya adalah sebaliknya, negara itu sudah maju (Ace Partadireja : 195).Menurut Faried Wijaya (2000 : 13) bahwa PDB adalah Nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan jasa-jasa yang di produksi oleh suatu perekonomian selama suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun.

Produk Domestik Bruto (PDB) atauGros Domestik Product(GDP) adalah nilai barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan dalam negara dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk negara tersebut dan penduduk negara lain. PDB ini hanya mencakup barang dan jasa akhir yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir. Dalam perhitungan PDB mengabaikan nilai suatu komoditas karena telah dihitung dalam GDP pada saat diproduksi artinya peningkatan PDB mencerminkan

peningkatan balas jasa kepada faktor produksi yang digunakan dalam aktivitas suatu produksi (Williama A Mceachern : 2000).

Kenaikan PDB merupakan indikator yang penting dalam menganalisis pembangunan ekonomi suatu negara. Kenaikkan PDB menunjukan sejauh mana aktivitas perekonomian akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu. Hal ini dikarenakan menurut Bait Hidayatullah (2004:19), pada dasarnya kegiatan perekonomian adalah proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output, sehingga proses ini selanjutnya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat dan dengan adanya kenaikkan PDB diharapkan pendapatan masyarakat sebagai pemilik faktor produksi akan turut meningkat.


(39)

Perhitungan kenaikan PDB secara matematis adalah sebagai berikut : R(t-1, t) = PDBt–PDBt-1x 100% ...(7)

PDBt-1

Keterangan :

R(t-1, t) : Persentase kenaikkan PDB PDBt : PDB tahun tertentu

PDBt-1 : PDB tahun sebelumnya

2.4 Teori Nilai Tukar

Penggunaan mata uang yang berbeda-beda pada setiap negara akan menimbulkan adanya sistem nilai tukar mata uang (exchange rate) atau lebih dikenal dengan istilah kurs mata uang (Pass, Lowes & Davies,1994; Karim, 2002). Nilai tukar mata uang disebut Kurs, Menurut Paul R Krugman dan Maurice (1994 : 73) adalah Harga sebuah Mata Uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya. Menurut Nopirin (1996 : 163) kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Adapun istilah-istilah dalam pergerakan mata uang antara lain, devaluasi : turunnya nilai mata uang terhadap mata uang asing dikarenakan kondisi pasar, revaluasi : naiknya nilai mata uang terhadap mata uang asing dikarenakan kondisi pasar, depresiasi : turunnya nilai mata uang terhadap mata uang asing dikarenakan campur tangan pemerintah, apresiasi merupakan lawan dari depresiasi yaitu naiknya nilai mata uang terhadap mata uang asing dikarenakan campur tangan pemerintah.

Adanya perbedaan kurs mata uang inilah yang menyebabkan terjadinya volatilitas nilai tukar yang tinggi. Pengaruh kurs tersebut selanjutnya tentu akan berdampak pada kinerja

perdagangan internasional. Sebab, setiap terjadi perubahan nilai mata uang, tentu akan mempengaruhi harga dan daya saing produk suatu negara di pasaran internasional


(40)

atau kura didefinisikan sebagai harga mata uang luar negeri dalam satuan harga mata uang domestic. Nilai tukar merupakan perbandingan nilai atau harga antara dua mata yang berbeda. Sistem nilai tukar diciptakan untuk mempermudah transaksi barang dan jasa

internasional.Kurs jual adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu Negara dengan mata uang Negara asing jika bank yang akan menjualnya dan masyarakat yang akan membelinya. Kurs beli adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu Negara dengan mata uang Negara asing jika bank yang akan membelinya atau masyarakat yang akan menjualnya.

Transaksi valuta asing dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling menukarkan simpanan bank mereka serta melaksanakan secepatnya. Kurs yang melandasi perdagangan seketika (On The Spot) ini disebut Kurs Spot (Spot Exchange Rate), sedangkan kesepakatannya disebut Transaksi Spot.Istilah“seketika”atau“spot”ini sebenarnya kurang tepat mengingat pertukaran spot lajimnya baru dilaksanakan dua hari setelah tercapainya kesepakatan. Keterlambatan ini terjadi karena dalam kebanyakan transaksi bank perlu dua hari guna melaksanakan intruksi pembayaran (misalnya berupa cek). Dalam kepustakaan Pasar Valuta Asing, tanggal dimana kedua belah pihak benar-benar menerima dana yang mereka beli, yakni dua hari setelah kesepakatannya, disebut Tanggal Nilai (Value Date).Beberapa

kesepakatan valuta asing sering secara khusus menetapkan suatu tanggal nilai lebih dari dua hari, bias 30 hari, 90 hari, 180 hari, atau bahkan beberapa tahun.Kurs yang menjadi dasar bagi transaksi semacam ini disebut Kurs Berjangka (Forward Exchange Rate). Kurs ini akan memiliki selisih bila dibandingkan dengan Kurs Spot maupun Kurs Berjangka yang tanggal nilai pemberlakuannya berbeda. Bila hari ini disepakati menjual Pound untuk memperoleh Dolar dimasa mendatang atas dasar kursnya di waktu kemudian, maka anda menjual pound berjangka dan membeli dolar berjangka (Paul R Krugman & Maurice : 51).


(41)

Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem Nilai tukar Mengambang Bebas.

1. Sistem Nilai Tukar Tetap

Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang

ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu

mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing.

Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi Rp 250/US Dollar, sementara nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar Rupiah per US Dollar di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar internasional.Selama periode tersebut di atas, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya kepada Bank Indonesia. Dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal pemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut, maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi semua kebutuhan valuta asing bank komersial dalam rangka memenuhi permintaan valuta asing oleh importir maupun masyarakat. Berdasarkan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di


(42)

yang pertama kali dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai tukar Rupiah ditetapkan kembali menjadi Rp378/US Dollar. Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi Rp415/US Dollar dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar Rp625/US Dollar. Kebijakan devaluasi tersebut dilakukan karena nilai tukar Rupiah mengalami overvaluated sehingga dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional.

2 Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali

Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran.

Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan

kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 %. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawahspread. Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US Dollar. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak pasti.


(43)

Nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih

berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position). Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan. Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turmoil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melaluispot exchange rate(kurs langsung) maupunforward exchange rate(kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat.

Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar.

Nilai tukar bagi dua Negara :

1. nilai tukar nominal (nominal exchange rate) adalah harga relative dari mata uang dua Negara yang melakukan perdagangan secara internasional.


(44)

negara yaitu nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu Negara untuk barang-barang dari Negara lain.

Apabila nilai tukar riil rendah, maka orang akan membeli hasil produk dalam negeri sehingga jumlah ekpor kita tinggi. Sebaliknya bila nilai tukar riil tinggi terhadap barang-barang luar negeri, masyarakat dalam negeri akan membeli barang impor lebih banyak dan masyarakat luar negeri akan membeli sedikit produk dalam negeri, sehingga jumlah ekspor bersih kita menjadi rendah pula.

Adapun definisi dari devaluasi nilai tukar mata uang adalah penurunan nilai uang yang dilakukan dengan sengaja terhadap uang luar negeri atau terhadap emas. Keuntungan dari melakukan devaluasi adalah membuat harga barang-barang ekspor menjadi lebih murah sebaliknya harga barang impor menjadi lebih mahal. Devaluasi membuat peningkatan ekspor, net ekspor (ekspor dikurangi dengan impor) dan pendapatan nasional sedangkan kerugian dari devaluasi yang utama adalah membuat cost foreign currency loans lebih besar dari jumlah dollar yang dibayarkan untuk menutup pinjaman dalam mata uang asing juga lebih banyak. Sedangkan revaluasi adalah kebijakan untuk menaikkan nilai tukar domestik terhadap nilai tukar negara lain. Keuntungan melakukan revaluasi adalah biaya meminjam dalam mata uang asing lebih murah, sedangkan kerugiannya yang utama adalahmenyebabkan produk domestik menjadi lebih mahal dalam mata uang asing dan impor menjadi lebih murah dalam mata uang domestik. Jatuhnya nilai mata uang tertentu terhadap mata uang lain bisa disebabkan oleh berbagai faktor.


(45)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time seriestriwulan dari tahun 2005-2012, yang diperoleh dari data yang dipublikasikan Bank Indonesia untuk data M2, data kurs, data PRDB dan data IHK, Badan Pusat Statistik untuk laju pertumbuhan perekonomian Indonesia, dan sumber lain dari internet.

3.2 Design Penelitian

Studi kasus pada penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi Indonesia dari rentan tahun 2005-2012 dengan data kuartal.

3.3 Analasis Regresi Berganda 3.3.1 Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini ada empat jenis yang terdiri dari : 1. Variabel Dependen (variabel terikat)

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah inflasi. Data inflasi yang diambil adalah Indeks Harga Konsumen 90 kabupaten/kota.


(46)

Sedangkan variabel bebasnya antara lain :

a) Jumlah Uang Beredar atau M2, Likuiditas Perekonomian yaitu kewajiban sistem moneter terhadap sektor swasta domestik meliputi M1 ditambah uang kuasi (T), yang dinyatakan dengan satuan unit.

b) Nilai Tukar Rupiah atau Kurs, Nilai tukar yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dengan menggunakan kurs tengah terhadap rupiah di Bank Indonesia dari tahun 2009-2012, yang dinyatakan dengan satuan rupiah. c) Produk Regional Domestik Bruto (PDB), PDB yang digunakan adalah PDB

berdasarkan atas harga konstan dalam tahun 2005-2012, dengan satuan rupiah.

3.4 Hipotesis Hipotesis 1 :

H1 : Jumlah Uang Beredar (JUB) berpengaruh positif terhadap Inflasi Ho1: β1= 0 : Tidak ada pengaruh JUB terhadap Inflasi

Ha1: β1> 0 : JUB berpengaruh positif terhadap Inflasi Hipotesis 2 :

H2 : Nilai Tukar Rupiah berpengaruh negatif terhadap Inflasi Ho2: β2= 0 : Tidak ada pengaruh NTR terhadap Inflasi

Ha2: β2< 0 : NTR berpengaruh negatif terhadap Inflasi Hipotesis 3 :

H3 : Produk Domestik Bruto berpengaruh positif terhadap Inflasi Ho3: β3= 0 : Tidak ada pengaruh PDB terhadap Inflasi


(47)

Hipotesis 4 :

H4 : JUB, NTR, PDB bersama-sama berpengaruh terhadap Inflasi Ho4: β1, β2, β3, β4= 0 : Tidak ada pengaruh JUB, NTR, PDB terhadap Inflasi Ha4: β1, β2, β3, β4≠0 : Ada pengaruh JUB, NTR, PDB terhadap Inflasi

3.5 Model Regresi Berganda Rumus yang diaplikasikan adalah :

Inf = α+ β1JUB + β2NTR + β3PRDB + eit ... (1)

Keterangan :

Inf : Inflasi triwulan (%)

JUB : Jumlah uang beredar / M2 (rupiah)

NTR : Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (rupiah) PDRB : Produk Domestik Regional Bruto (rupiah)

β1,β2,β3: Koefisien regresi

α : Konstanta et : error term

Berdasarkan data yang diperoleh dan diolah menggunakan bantuan software eviewspeneliti menghasilkan estimasi sebagai berikut :

Inf = -3,89 + 32808,90PDRB – 4.15M2 – 391325,1KURS + et t-prob (0,207) (0,0002) (0,0001) (0,0739)


(48)

F- (prob) (0.008) DW- stat (1,59) R square (0,89)

Hasil tersebut mengindikasikan bahwa secara parsial PDRB berpengaruh positif dan signifikan dibuktikan dengan t-prob yang lebih kecil dari alphayakni 5% (0,05). Kemudian, secara parsial Jumlah Uang beredar Berpengaruh negatif dan signifikan atau tidak berpengaruh positif namun signifikan terhadap inflasi, terbukti bahwa t prob dari M2 menunjukan angka 0,0001 dimana t-prob lebih kecil dari alphasebesar 5% atau 0,05. Sedangkan Kurs secara parsial tidak

berpengartuh terhadap inflasi hal ini terlihat bahwa t-prob Kurs melebihi alphayang telah ditentukan yakni 5% atau 0,05. Namun di lain pihak, secara bersamaan, atau simultan,

keseluruhan variable baik PDRB, M2 maupun KURS berpengaruh signifikan terhadap inflasi dengan bukti bahwa F-prob memiliki angka lebih kecil dari alphayang telah ditentukan. Kemudian, semua variable baik PBRD, M2, dan KURS mampu menjelaskan pergerakan atau mencerminkan inflasi sebesar 89% dengan bukti koefisien determinasi (R square) sebesar (0,89).

3.6 Asumsi Model 3.6.1 Uji Normalitas

Uji asumsi normalitas adalah untuk mengetahui apakah data sudah tersebar secara

normal. Untuk asumsi normalitas dapat dilihat melalui beberapa cara, antara lain : metode grafik, yaitu melakui Plot Normality (Plot Normalitas) dan grafik histogram. Apabila pada grafik plot normalitas tampak titik-titik galat mendekati atau membentuk garis lurus, maka data menyebar normal.


(49)

14 12 10 8 6 4 2 0 0.00000 2.0E+09

Series: Standardized Residuals Sample 2005:1 2012:3

Observations 31

Mean -1.86E+08 Median -1.64E+08 Maximum 2.57E+09 Minimum -1.41E+09 Std. Dev. 7.14E+08 Skewness 1.685082 Kurtosis 8.344418 Jarque-Bera 51.56437 Probability 0.000000

Berdasarkan histogram di atas, dapat disimpulkan sebagian besar histogram membentuk lonceng, maka hal ini mengindikasikan residual estimasi pada estimasi regresi linear berganda terdistribusi normal. Selain itu diperkuat dengan bukti Jaquee Bera untuk alpha 5% harus lebih besar dari 5.99 (Chi square df 2) (Agus WidarJono. 2004). Sedangkan Jaque Berra dalam penelitian ini sebesar 51.56.

3.6.2 Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan salah satu penyimpangan terhadap asumsi kesamaan varians (homoskedastisitas), yaitu varians error bernilai sama untuk setiap kombinasi tetap dari X1, X2, ..., Xp. Jika asumsi ini tidak dipenuhi maka dugaan OLS t Bidak lagi

bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator), karena akan menghasilkan dugaan dengan galat baku yang tidak akurat. Untuk uji asumsi Heteroskedastisitas dapat dilihat melalui beberapa cara, antara lain :


(50)

Metode ini menggunakan bentuk sebaran plot residual (error) yang dihasilkan oleh model OLS terhadap dugaannya (Ŷ). Apabila dari gambar tampak plot residual menyebar secara acak dengan ragam (varians) konstan dan tidak berpola, diduga ragam konstan (homoskedastisitas). Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas dan berarti asumsi OLS terpenuhi.

b. Uji White

Untuk uji white menggunakan rumusan hipotesis sebagai berikut :

1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika nilai (n x R2) > nilai khi-kuadrat : tidak terdapat heteroskedatisitas.

2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika nilai (n x R2) < nilai khi-kuadrat : terdapat heteroskedatisitas.

Berdasarkan estimasi uji white heteroskedastisitas cross term, diperoleh hasil Chi Square sebesar 4.54 dan tidak signifikan pada alpha 5%, didukung oleh probabilitas sebesar 0,6 yang lebih besar dari alpha. Hal ini mengindikasikan bahwa persamaan estimasi linear berganda bebas dari gangguan heteroskedastisitas.

3.6.3 Uji Autokorelasi (Uji DW)

Uji asumsi autokorelasi melalui uji statistik Durbin Watson ini untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara kesalahan pengganggu. Dengan rumusan hipotesis sebagai berikut :

Ho : d = 0 = Tidak ada korelasi berganda positif Ha : d ≠0 = Ada korelasi berganda positif


(51)

Apabila :

H0: d > dl = tidak terjadi autokorelasi positif dan negatif d > dl = terdapat autokorelasi negatif

dl < d < du = tidak dapat disimpulkan du < d < (4 - du) = tidak terdapat autokorelasi (4 – du) < d < (4 – dl) = tidak dapat disimpulkan (4 – dl) < d < (4 – du) = tidak dapat disimpulkan

Berdasarkan estimasi yang diperoleh penulis dalam hal ini tidak terdapat auto korelasi hal ini ter indikasi dengan DW stat sebesar 1,59. Angka tersebut berada pada ordo antara Du dengan 4-Du. Angka Du berdasakan table Durbin Watson, dengan k=3 dan jumlah data = 31 Du = 1,425 sedangkan 4-Du = 2,575 dengan begitu dapat kita peroleh bahwa :

du < d < (4 - du) = tidak terdapat autokorelasi.

3.6.4 Uji Multikolinieritas

Uji asumsi multikolinieritas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya antar peubah bebas. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem Multikolinieritas. Dimana dideteksi adanya multikolinieritas adalah : Besaran Variance Inflation Factors

(VIF). Apabila nilai VIF > 1 maka terjadi korelasi antar variabel bebas. Pada umumnya Multikolinieritas dikatakan berat apabila angka VIF dari suatu variabel melebihi 10 (Gujarati, 2003).

Kriteria pengujiannya adalah :


(52)

2) HO diterima dan Ha ditolak, jika nilai VIF < 1 : tidak terjadi Multikolinieritas

Maka yang diinginkan dalam model ini adalah nilai VIF < 1, yaitu tidak terjadi multikolinieritas. Berdasarkan estimasi yang diperoleh penulis dalam hal ini, terindikasi bahwa :

PDRB dan M2 memiliki VIF = 33,333 PDRB dan KURS memiliki VIF = 1,05 KURS dan M2

memiliki VIF = 1,03

Dengan demikian, terdapat multikolinearitas antara PDRB dan M2, ada tiga langkah dalam mengatasi hal tersebut studentmunt dalam Agus Widarjono 2004 berpendapat 3 langkah tersebut adalah membuang salah satu variabel bias, kemudian menggunakan regresi komponen utama dan terakhir di biarkan saja hal ini karena Multikolinearitas tidak mengganggu estimasi dan tidak membuat estimasi melenceng dari BLUE sebab menurut studentmunt, tidak ada satupun variabel di dunia ini yang tidak berhubungan satu sama lain.

Maka peneliti mengambil keputusan untuk mengeluarkan satu variabel bebas dari persamaan, yaitu variabel M2. Hal ini dikarenakan nilai VIF yang melebihi angka 10. Pada umumnya Multikolinieritas dikatakan berat apabila angka VIF dari suatu variabel melebihi 10 (Gujarati, 2003).


(53)

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Jumlah uang beredar tidak lagi berpengaruh dengan inflasi sebab, jumlah uang beredar

bukan lagi menjadi patokan dalam kebijakan moneter setelah ditetapkannya inflation targeting menjadi satu satunya sistem moneter di Indonesia.

2. Semakin menguatnya nilai tukar rupiah, dapat diindikasikan perekonomian juga stabil. Perekonomian yang stabil akan menekan tingkat inflasi secara umum. Maka korelasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap tingkat inflasi berbanding negatif. 3. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh negatif secara parsial dalam

pembentukan inflasi di Indonesia. Karena seiring bertambahnya pendapatan nasional maka semakin menekan tingkat inflasi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan serta simpulan, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah :

1. Penelitian selanjutya agar memasukan inflasi dengan pendekatan inflasi inti supaya dapat mengetahui inflasi yang sebenarnya yang dirilis oleh bank sentral, diluar volatile food dan energi.


(54)

inflasi di Indonesia sehingga dapat mengetahui besaran pengaruh infasi pada variabel makro di perekonomian Indonesia


(55)

Ascarya. Instrumen-instrumen Pengendalian Moneter. PPSK Bank Indonesia. Jakarta. 2002.

Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Berbagai Edisi. Jakarta Bank Indonesia. bebagai peberbitan. Laporan Bulanan Bank Indonesia. Jakarta Bank Indonesia. Kebijakan Moneter Dalam Kerangka Inflation Targeting. Materi

Sosialisasi Inflation Targeting Framework. Jakarta, 2005.

Boediono. Tingkat Bunga dan Faktor – factor Penentunya. Jurnal ekonomi dan Bisnis Indonesia No 1 tahun IV, 18-26.1991.

Boediono. 1998. Ekonomi MoneterEdisi Ketiga. BPFE Yogyakarta

Dajan, Anto. 1994. Pengantar Metode Statistik Jilid II.LP3ES. Jakarta

Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Diterjemahkan oleh Sumarno Zain. Edisi Pertama. Erlangga jakarta

http://www.google.com/“MencariParadigmaBaru“/ImamSugema

http://tutor2u.net/economics/gcse/revision_notes.

Komah, Isti. Perbandingan Peranan Jalur Kredit dan Jalur Tingkat Suku Bunga pada Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter, Skripsi S1. Yogyakarta, 2006. Manulang, M. Ekonomi Moneter. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1993.

Nopirin, Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta. 1987.

Sarwoko, Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Pertama. Penerbit Andi, Yogyakarta. 2005.

Sarwono, Hartadi A. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Evaluasi Terhadap Strategi Kebijakan Stabilisasi Moneter dan Restrukturisasi Perbankan. Volume 1 Nomor 3 Juli. Bank Indonesia. Jakarta.1998.


(56)

Sukirno, Sadono. Makro Ekonomi, Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Raja Graffindo Persada. Jakarta. 2000

Warjiyo, Perry Dkk. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter di Indonesia.

Volume 1, Nomor 1. Juli. Bank Indonesia. Jakarta. 1998.

Warjiyo, Perry. Instrumen Pengendalian Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. Jakarta.2004.

Warijoyo, Perry, Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia, Buku Seri Kebanksentralan No.11, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK), Bank Indonesia, Mei 2004.


(1)

Apabila :

H

0

: d > dl

= tidak terjadi autokorelasi positif dan negatif

d > dl

= terdapat autokorelasi negatif

dl < d < du

= tidak dapat disimpulkan

du < d < (4 - du)

= tidak terdapat autokorelasi

(4 – du) < d < (4 – dl) = tidak dapat disimpulkan

(4 – dl) < d < (4 – du) = tidak dapat disimpulkan

Berdasarkan estimasi yang diperoleh penulis dalam hal ini tidak terdapat auto korelasi hal

ini ter indikasi dengan DW stat sebesar 1,59. Angka tersebut berada pada ordo antara Du

dengan 4-Du. Angka Du berdasakan table Durbin Watson, dengan k=3 dan jumlah data =

31 Du = 1,425 sedangkan 4-Du = 2,575 dengan begitu dapat kita peroleh bahwa :

du < d < (4 - du) = tidak terdapat autokorelasi.

3.6.4

Uji Multikolinieritas

Uji asumsi multikolinieritas adalah untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya

antar peubah bebas. Jika terjadi korelasi, maka dinamakan problem Multikolinieritas. Dimana

dideteksi adanya multikolinieritas adalah : Besaran

Variance Inflation Factors

(VIF). Apabila nilai VIF > 1 maka terjadi korelasi antar variabel bebas. Pada

umumnya Multikolinieritas dikatakan berat apabila angka VIF dari suatu variabel

melebihi 10 (

Gujarati, 2003

).

Kriteria pengujiannya adalah :


(2)

41

2) HO diterima dan Ha ditolak, jika nilai VIF < 1 : tidak terjadi Multikolinieritas

Maka yang diinginkan dalam model ini adalah nilai VIF < 1, yaitu tidak terjadi multikolinieritas. Berdasarkan estimasi yang diperoleh penulis dalam hal ini, terindikasi bahwa :

PDRB dan M2 memiliki VIF = 33,333 PDRB dan KURS memiliki VIF = 1,05 KURS dan M2

memiliki VIF = 1,03

Dengan demikian, terdapat multikolinearitas antara PDRB dan M2, ada tiga langkah dalam mengatasi hal tersebut studentmunt dalam Agus Widarjono 2004 berpendapat 3 langkah tersebut adalah membuang salah satu variabel bias, kemudian menggunakan regresi komponen utama dan terakhir di biarkan saja hal ini karena Multikolinearitas tidak mengganggu estimasi dan tidak membuat estimasi melenceng dari BLUE sebab menurut studentmunt, tidak ada satupun variabel di dunia ini yang tidak berhubungan satu sama lain.

Maka peneliti mengambil keputusan untuk mengeluarkan satu variabel bebas dari persamaan, yaitu variabel M2. Hal ini dikarenakan nilai VIF yang melebihi angka 10. Pada umumnya Multikolinieritas dikatakan berat apabila angka VIF dari suatu variabel melebihi 10 (Gujarati, 2003).


(3)

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Jumlah uang beredar tidak lagi berpengaruh dengan inflasi sebab, jumlah uang beredar

bukan lagi menjadi patokan dalam kebijakan moneter setelah ditetapkannya inflation targeting menjadi satu satunya sistem moneter di Indonesia.

2. Semakin menguatnya nilai tukar rupiah, dapat diindikasikan perekonomian juga stabil. Perekonomian yang stabil akan menekan tingkat inflasi secara umum. Maka korelasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap tingkat inflasi berbanding negatif. 3. Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh negatif secara parsial dalam

pembentukan inflasi di Indonesia. Karena seiring bertambahnya pendapatan nasional maka semakin menekan tingkat inflasi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan serta simpulan, maka saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah :

1. Penelitian selanjutya agar memasukan inflasi dengan pendekatan inflasi inti supaya dapat mengetahui inflasi yang sebenarnya yang dirilis oleh bank sentral, diluar volatile food dan energi.


(4)

51

2. Penelitian selanjutnya agar dapat mengembangkan penelitian mengenai persistensi inflasi di Indonesia sehingga dapat mengetahui besaran pengaruh infasi pada variabel makro di perekonomian Indonesia


(5)

Ascarya. Instrumen-instrumen Pengendalian Moneter. PPSK Bank Indonesia. Jakarta. 2002.

Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. Berbagai Edisi. Jakarta Bank Indonesia. bebagai peberbitan. Laporan Bulanan Bank Indonesia. Jakarta Bank Indonesia. Kebijakan Moneter Dalam Kerangka Inflation Targeting. Materi

Sosialisasi Inflation Targeting Framework. Jakarta, 2005.

Boediono. Tingkat Bunga dan Faktor – factor Penentunya. Jurnal ekonomi dan Bisnis Indonesia No 1 tahun IV, 18-26.1991.

Boediono. 1998. Ekonomi MoneterEdisi Ketiga. BPFE Yogyakarta

Dajan, Anto. 1994. Pengantar Metode Statistik Jilid II.LP3ES. Jakarta

Gujarati, Damodar. 1997. Ekonometrika Dasar. Diterjemahkan oleh Sumarno Zain. Edisi Pertama. Erlangga jakarta

http://www.google.com/“MencariParadigmaBaru“/ImamSugema http://tutor2u.net/economics/gcse/revision_notes.

Komah, Isti. Perbandingan Peranan Jalur Kredit dan Jalur Tingkat Suku Bunga pada Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter, Skripsi S1. Yogyakarta, 2006. Manulang, M. Ekonomi Moneter. Ghalia Indonesia. Jakarta. 1993.

Nopirin, Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta. 1987.

Sarwoko, Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Pertama. Penerbit Andi, Yogyakarta. 2005.

Sarwono, Hartadi A. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Evaluasi Terhadap Strategi Kebijakan Stabilisasi Moneter dan Restrukturisasi Perbankan. Volume 1 Nomor 3 Juli. Bank Indonesia. Jakarta.1998.


(6)

Sukirno, Sadono. Pengantar Teori Makro Ekonomi. Edisi Kedua. Raja Graffindo Persada Jakarta.1997.

Sukirno, Sadono. Makro Ekonomi, Perkembangan Pemikiran dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Raja Graffindo Persada. Jakarta. 2000

Warjiyo, Perry Dkk. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Penggunaan Suku Bunga Sebagai Sasaran Operasional Kebijakan Moneter di Indonesia. Volume 1, Nomor 1. Juli. Bank Indonesia. Jakarta. 1998.

Warjiyo, Perry. Instrumen Pengendalian Moneter di Indonesia. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan Bank Indonesia. Jakarta.2004.

Warijoyo, Perry, Mekanisme Transmisi Kebijakan Moneter di Indonesia, Buku Seri Kebanksentralan No.11, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan (PPSK), Bank Indonesia, Mei 2004.