Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi di Indonesia Tahun 1990.1 – 2005.4

(1)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

Nama : Angga Rahmat Ardiono No. Mahasiswa : 04 313 022

Jurusan : Ilmu Ekonomi

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

YOGYAKARTA

2008


(2)

(3)

SKRIPSI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir guna memperoleh gelar Sarjana jenjang strata 1

Program Studi Ilmu Ekonomi, pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia

Oleh :

Nama : Angga Rahmat Ardiono Nomor Mahasiswa : 04.313.022

Program Studi : Ilmu Ekonomi

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

FAKULTAS EKONOMI

YOGYAKARTA

2008


(4)

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam referensi. Dan apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan ini tidak benar maka saya sanggup menerima hukuman / sangsi apapun sesuai peraturan yang berlaku.”

Yogyakarta, 15 Februari 2008

Penulis,


(5)

1990.1 – 2005.4

Nama : Angga Rahmat Ardiono Nomor Mahasiswa : 04.313.022

Program Studi : Ilmu ekonomi

Yogyakarta, 15 Februari 2008 Telah disetujui dan disahkan oleh

Dosen Pembimbing,


(6)

memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana jenjang Strata 1 pada Fakultas Ekonomi

Universitas Islam Indonesia

Nama : Angga Rahmat Ardiono

Nomor Mahasiswa : 04313022

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Yogyakarta, 15 Februari 2008 Disahkan Oleh,

Pembimbing Skripsi : Diana Wijayanti,,SE.,M.Si. ………

Penguji I : ………

Penguji II : ………

Mengetahui Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia


(7)

bisa dilalui dan tercapai tujuannya dengan keseriusan yang tinggi

dan perjalanan di waktu malam. Andai ada seseorang yang tidak bisa

Bersungguh-sungguh di jalan ini, lalu ia tidur di waktu malam.

Kapankah ia akan mencapai tujuannya?”

( Ibnu Qayyim )

Lakukan semua kebajikan yang kau bisa Dengan segala sarana yang kau bisa

Dalam segala cara yang kau bisa Disegala cara yang kau bisa Disegala waktu yang kau bisa Kepada segala orang yang kau bisa

Selama yang kau bisa

( John Wesley )

”Hai orang-orang yang beriman

berlakulah sabar dan perkuat sabar diantara kalian

dan bersiap-siaplah kalian serta bertaqwalah kepada Allah

supaya kalian memperoleh kemenangan.”


(8)

Skripsi ini Kupersembahkan untuk :

Allah SWT yang telah memberiku kekuatan untuk

menyelesaikan amanah ini.

(Alm) Ayahanda dan ketiga orangtua tercinta yang

telah memberikan do’a, cinta, kasih sayang,

dukungan moral, spiritual dan material yang

takkan pernah ternilai.

Adikku tersayang.

Semua keluarga dan sahabat yang selalu

mendoakan dan membantuku dalam segala hal.


(9)

Segala puji dan syukur bagi Allah Rabb alam semesta. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan tauladan, Muhammad Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Alhamdulillah, Puji dan Syukur atas rahmat dan karunia kekuatan yang diberikan Allah padaku, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan berjudul ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INFLASI DI INDONESIA TAHUN 1990.1 – 2005.4. Skripsi ini tersusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna karena keterbatasan yang penulis miliki, karenanya penulis mengucapkan terima kasih untuk saran dan kritik yang penulis telah terima maupun yang akan diterima. Penulis juga menyadari bahwasanya penyusunan skripsi ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Asmai Ishak, M.Bus, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia

2. Yth. Bapak Jaka Sriyana, Drs., M. Si. Selaku Ka-Prodi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia.


(10)

4. Yth. Ibu Diana Wijayanti,,SE.,M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik, yang juga selalu meluangkan waktu ditengah kesibukannya, ketika aku ingin menanyakan berbagai hal yang berkaitan dengan akademik, kuliah, dll.

5. Ayahanda (Alm) Drg Sukarsono dan ketiga orangtua hamba Drg Endang Rachmiyati, Bpk Achmad Daud dan Ibu Marini yang selalu memberikan semangat, doa dan kasih sayang mereka. Kalian adalah pembawa cahaya dalam hidupku.

6. Adikku Anissa yang secara tidak langsung kujadikan motivator dalam setiap langkahku.

7. Semua keluargaku yang ada di Jogja, Jakarta, terimakasih untuk dukungan dan doa kalian semua.s

8. Sahabatku Erdi dan Wisnu yang selalu ada dalam susah maupun senang dan selalu memberiku semangat untuk menyelesaikan skripsiku, Thanx ya.. keep friendship forever.

9. Putri Suci Wulandari, kucingnya chelsea yang nakal dan keluarga yang secara tidak langsung memberiku kekuatan, semangat dan membuatku termotivasi untuk segera menyelesaikan skripsiku. Terimakasih sudah nemenin main bowling dan nonton film sewaktu aku baru suntuk ngerjain


(11)

mengajari berbagai keperluan skripsi, memberi informasi literatur data serta mendengar keluh kesahku dengan sabar, terimakasih buat kalian.

11.Teman-teman kuliah ( Dika, Andre, Mumun, Helmy, Udin, Kupret, Yocky, Fadli, Vanda, Arip, Hendra, Bagus, Nino, Aan ) dan teman main ( Bolu, Helmi, Nana ) yang gila-gila tapi selalu menjadi teman berbagi suka dan duka. Aspac FC yang tiada hari tanpa sepakbola...thanx ya teman-teman dll dech pokoknya yang tidak bisa disebutkan).

12.Semua pihak yang telah membantu baik selama penulis menjalani kuliah maupun saat menulis skripsi, yang tidak dapat kusebutkan satu persatu, terima kasih.

Yogyakarta, 15 Februari 2008 Penulis,

Angga Rahmat Adiono


(12)

Halaman Pernyataan Bebas Plagiarisme ... ii

Halaman Pengesahan Skripsi ... iii

Halaman Pengesahan Ujian... iv

Halaman Motto ... v

Halaman Persembahan ... vi

Halaman Kata Pengantar ... vii

Halaman Daftar Isi ... x

Halaman Daftar Tabel ... xiii

Halaman Daftar Gambar ... xiv

Halaman Abstraksi ...xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 5

1.5 Batasan Masalah...6

1.6 Sistematika Penulisan... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ... 9

2.1.Kajian Pustaka ... 9

2.2 Landasan Teori ... 15

2.2.1 Inflasi ... 15

2.2.1.1 Jenis-jenis Inflasi... 16


(13)

2.2.5 Nilai Tukar Rupiah... 28

2.2.6 Penjelasan Teoritis Variabel Penelitian... 29

2.2.6.1 Pengaruh Permintaan Uang Terhadap Inflasi... 29

2.2.6.2 Pengaruh Produk Domestik Bruto Terhadap Inflasi... 29

2.2.6.3 Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Inflasi... 29

2.2.6.4 Pengaruh Kurs Dollar Terhadap Inflasi... 30

2.3.7 Hipotesis Penelitian... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis dan Sumber Data... ... 32

3.2 Devinisi Variabel... 32

3.2.1 Variabel Dependen... 32

3.2.2 Varaibel Independen ... 33

3.3 Metode Analisis Data ... 34

3.3.1 Uji MWD ... 34

3.3.2 Pengujian Hipotesis ... 35

3.3.2.1 Uji t ... 36

3.3.2.2 Uji F ... 37

3.3.2.3 R-Square (R2) ... 39

3.3.3 Uji Asumsi Klasik ... 39

3.3.3.1 Uji Multikolinieritas ... 40

3.3.3.2 Uji Autokolerasi ... 40


(14)

4.3.1 Pengujian Hipotesis ... 46

4.3.2 Interprestasi Hasil Penelitian... 48

4.4 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 52

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI... 56

5.1 Simpulan... 56

5.2 Implikasi ... 57

Daftar Pustaka Lampiran


(15)

4.1 Hasil Uji MWD ... 43

4.2 Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Variabel Bebas Terhadap Inflasi... 45

4.3 Hasil Uji t ... 46

4.4 Hasil Uji F ... 47

4.5 Hasil Uji Heterokedasitas ... 53

4.6 Hasil regresi dan penyembuhan Heterokedastisitas ... 53

4.7 Hasil Uji Autokorelasi dengan metode LM ... 54


(16)

2.1 Inflationary Gap... 17

2.2 Demand Pull Inflation... 18

2.3 Cost Push Inflation... 20

3.1 Daerah Kritis Pengujian t-test Satu Sisi Positif... 36

3.2 Daerah Kritis Pengujian F-Test... 38


(17)

Indonesia Tahun 1990.1-2005.4. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang di peroleh dari BI (Bank Indonesia) dan BPS (Badan Pusat Statistik). Variabel yang di gunakan antara lain : permintaan uang, tabungan domestik, produk domestik bruto, tingkat suku bunga bank, dan kurs dollar terhadap rupiah.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode destkriptif dan kuantitatif, yaitu mendiskripsikan suatu permasalahan dengan menganalisis data dan hal-hal yang berhubungan dengan angka-angka atau rumus-rumus perhitungan yang digunakan untuk menganalisis masalah yang sedang diteliti. Adapun metode analisis yang digunakan peneliti yaitu dengan metode Mackinnon, white dan Davidson (uji MWD).

Hasil analisis ini menyebutkan bahwa permintaan uang, dan tingkat suku bunga berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap inflasi, sedangkan produk domestik bruto berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap inflasi dan kurs tidak mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap inflasi di Indonesia pada kuartal tahun penelitian.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang Masalah

Inflasi merupakan penyakit ekonomi yang tidak bisa diabaikan, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas. Oleh karena itu inflasi sering menjadi target kebijakan pemerintah. Inflasi tinggi begitu penting untuk diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat, pengangguran yang selalu meningkat.

Seperti pengangguran, inflasi juga merupakan masalah yang selalu dihadapi setiap perekonomian. Sampai di mana buruknya masalah ini berbeda di antara satu waktu ke waktu yang lain, dan berbeda pula dari satu negara ke negara lain. Tingkat inflasi yaitu persentasi kenaikan harga – harga dalam suatu tahun tertentu, biasanya digunakan sebagai ukuran untuk menunjukkan sampai dimana buruknya masalah ekonomi yang dihadapi. Dalam perekonomian yang pesat berkembang inflasi yang rendah tingkatnya dinamakan inflasi merayap yaitu inflasi yang mencapai 2 sampai 4 persen.. Sering sekali inflasi yang lebih serius, yaitu yang tingkatnya mencapai 5 sampai 10 persen atau sedikit lebih tinggi, akan berlaku. Pada waktu peperangan atau ketidakstabilan politik, inflasi dapat mencapai tingkat yang lebih tinggi yang kenaikan tersebut dinamakan hiperinflasi (Sukirno, 2004).


(19)

Akibat buruk inflasi pada perekonomian yang oleh sebagian ahli ekonomi berpendapat bahwa inflasi yang sangat lambat berlakunya dipandang sebagai stimulator bagi pertumbuhan ekonomi. Kenaikan harga tersebut tidak secepatnya diikuti oleh kenaikan upah pekerja, maka keuntungan akan bertambah. Pertambahan keuntungan akan menggalakkan investasi di masa akan datang dan ini akan menyebabkan percepatan dalam pertumbuhan ekonomi. Tetapi jika inflasi lebih serius keadaannya perekonomian tidak akan berkembang seperti yang diinginkan. Pengalaman beberapa Negara yang pernah mengalami hiperinflasi menunjukkan bahwa inflasi yang buruk akan menimbulkan ketidakstabilan social dan politik, dan tidak mewujudkan pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2004).

Baru – baru ini pada Agustus 2007 tingkat inflasi di indonesia mencapai 0,75 persen telah melampaui ekspektasi atau kenaikan harga – harga. Tingkat inflasi Agustus 2007 dibanding bulan juli yang sama tahun lalu hanya 0,33 persen. Sedangkan inflasi year on year (Agustus 2007 terhadap Agustus 2006) mencapai 6,51 persen. Inflasi year on year tersebut juga lebih tinggi dari bulan lalu yang mencapai 6,06 persen (Sri Mulyani, 2007).

Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan dijumpai di hampir semua Negara di dunia. Inflasi adalah kecenderungan dari harga – harga untuk menaik secara umum dan terus menerus. , Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari barang – barang lain (Boediono, 1995).


(20)

Menurut A.P. Lehner inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan (Anton H. Gunawan, 1991). Sementara itu Ackley mendefinisikan inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum (bukan satu macam barang saja dan sesaat). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai inflasi (Iswardono, 1990). Besar dari barang-barang lain.

Bank Indonnesia sebagai otoritas moneter memegang kendali yang sangat strategis dalam menciptakan kebijakan moneter yang stabil dalam perekonomian nasional, Namun dalam perjalanannya kebijakan Bank Indonesia yang dibuat atau kebijakan yang diambil Bank Indonesia menjadi tidak efektif dan bahkan tidak efisien sebagaimana yang dinginkan oleh bank Indonesia terhadap kebijakan tersebut untuk perekonomian.

Bank Indonesia harus dapat mengukur peredaran uang, antara lain dengan menentukan tingkat suku bunga SBI, selain itu pemerintah juga memegang peranan penting dalam mengendalikan laju inlasi untuk itu salah satu kebijakannya adalah mengatur pengeluaran untuk pengeluaran rutinnya (government expenditure). Dilain pihak sektor luar negeri juga cukup memegang peranan dalam mengendalikan inflasi diantaranya yaitu penerimaan export. Dengan demikian laju pertumbuhan inflasi dapat dikendalikan ditekan atau bahkan kemunculannya dapat dicegah.

Oleh sebab itu dapat mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah dan stabil diperlukan adanya kerjasama dan kemitraan dari seluruh pelaku ekonomi baik


(21)

bank indonesia, pemerintah maupun swasta inflasi tidak boleh diabaikan begitu saja, karena dapat menimbulkan dampak yang sangat luas. Inflasi yang sangat tinggi sangat penting diperhatikan mengingat dampaknya bagi perekonomian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan, pertumbuhan ekonomi yang lambat dan pengangguran yang meningkat. Dengan hal tersebut, upaya mengendalikan inflasi agar stabil sangat penting untuk dilakukan.

Dengan adanya permasalahan yang cukup rumit ini dan adanya perubahan inflasi di Indonesia, sehingga dalam hal ini penulis tertarik melakukan penelitian untuk menyelesaikan permasalahan ini secara ilmiah, untuk mewujudkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini menjadi sebuah penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul : ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN LAJU INFLASI DI INDONESIA TAHUN 1990.1 – 2005.4.

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah Jumlah uang beredar (M2) berpengaruh terhadap inflasi? 2. Apakah produk domestik bruto berpengaruh terhadap inflasi? 3. Apakah tingkat suku bunga berpengaruh terhadap inflasi?

4. Dan apakah nilai tukar kurs dollar US terhadap kurs rupiah berpengaruh terhadap inflasi?


(22)

I.3. Tujuan Penelitian

1. Menganalisis pengaruh jumlah uang beredar (M2) terhadap inflasi. 2. Menganalisis pengaruh produk domestik bruto terhadap inflasi. 3. Menganalisis pengaruh tingkat suku bunga terhadap inflasi. 4. Menganalisis pengaruh kurs dollar US terhadap kurs rupiah terhadap inflasi.

I.4. Manfaat Penelitian 1. Bagi Penulis

Sebagai salah satu syarat mendapat gelar sarjana pada Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, dan juga menambah pengetahuan dan pengalaman penulis agar dapat mengembangkan ilmu yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, selain itu penulis dapat membandingkan antara teori dan praktek yang terjadi di lapangan. 2. Bagi Instansi Terkait

Penelitian merupakan syarat yang wajib bagi penulis dalam menyelesaikan studi, maka penulis mengadakan penelitian ini dan hasilnya diharapkan mampu memberikan informasi dan penambahan wawasan bagi pihak-pihak terkait dengan permasalahan ekonomi, dengan demikian diharapkan dapat menentukan kebijakan dengan tepat.


(23)

3. Bagi Dunia Ilmu Pengetahuan

Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan pemikiran atau studi banding bagi mahasiswa atau pihak yang melakukan penelitian yang sejenis. Di samping itu, guna meningkatkan, memperluas dan memantapkan wawasan dan keterampilan yang membentuk mental mahasiswa sebagai bekal memasuki lapangan kerja.

I.5 Batasan masalah

Mengingat luasnya permasalahan yang dibahas, maka dalam menggunakan variable penelitian ini akan dibatasi menggunakan hal – hal berikut dibawah ini :

1. Variabel - variabel yang dipakai dalam melakukan penelitian yaitu variabel dependen menggunakan tingkat inflasi sedangkan variabel independennya yaitu jumlah uang beredar (M2), produk domestik bruto, tingkat suku bunga SBI, dan nilai tukar kurs rupiah terhadap kurs dollar US.

2. Penelitian ini menngunakan data kuartalan tahun 1990.1 – 2005.4.

I.6 Sistematika Penulisan.

BAB I PENDAHULUAN

Menjelaskan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, batasan masalah, sistematika penulisan, dan gambaran umum tentang penelitian yaitu :

ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN LAJU INFLASI DI INDONESIA TAHUN


(24)

1990.1 – 2005.4 yang berisi tentang tinjauan umum mengenai factor – factor yang mempengaruhi inflasi serta kebijakan apa yang dapat diambil pemerintah dalam upaya mengurangi tingginya inflasi di Indonesia dan juga perkembangan perekonomian Indonesia berdasarkan variable – variable yang digunakan dalam penelitian ini. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Kajian pustaka berisikan tentang studi pustaka terhadap penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya. Dari proses ini ditemukan kelemahan atau kekurangan pada penelitian yang lalu, sehingga dapat dijelaskan di mana letak hubungan, perbedaan maupun posisi penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut sekaligus menghindari duplikasi. Serta berisi deskripsi teoritis mengenai teori-teori yang digunakan sebagai dasar penelitian sesuai dengan masalah yang diteliti.

BAB III METODE PENELITIAN

Berisikan tentang data – data penelitian, sumber data dan metode perhitungan serta model pengujian yang akan dilakukan terhadap data – data yang diperoleh.

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang analisis hasil pengolahan data yang terkait dengan tujuan penelitian, pengujian hipotesis dan penerapan metode analisis.


(25)

Analisis data dilakukan dengan cara analisis deskriptif sebagai gambaran umum, serta analisis regresi linier berganda.

BAB V KESIMPULAN DAN PEMBAHASAN

Berisi tentang simpulan dan implikasi dari penelitian ini setelah melakukan analisis pada BAB IV.


(26)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Kajian Pustaka

Dalam kajian pustaka ini memuat berbagai penelitian yang telah di lakukan peneliti lain, dan permasalahan yang di angkat juga pernah dilakukan oleh beberapa peneliti lain, baik itu melalui penelitian biasa ataupun skripsi. Yang mana mendasari pemikiran penulis dalam penyusunan skripsi ini, seperti oleh beberapa penelitian yang terdahulu yang dijadikan kajian pustaka yaitu penelitian dari :

Penelitian dari Jaka Sriyana (2001) yang berjudul “Dampak Ekspansi Fiskal Terhadap Inflasi”. Penelitian ini menelaah bagaimana dampak kebijakan fiskal terhadap inflasi. Variabel yang digunakan antara lain jumlah uang beredar (Mt), nilai kurs dollar US terhadap rupiah (Kt), dan pengeluaran pemerintah (Gt) terhadap inflasi (F). Model analisis yang digunakan adalah Pendekatan Error Correction Model. Penelitian tersebut menggunakan data runtut waktu dari tahun 1973 sampai dengan tahun 1998. berdasarkan analisis hasil empiris diperoleh kesimpulan bahwa ekspansi fiskal yang dilakukan oleh pemerintah selama ini telah membawa dampak pada peningkatan laju inflasi. Oleh karena itu perlu dilakukan cara-cara untuk melakukan fiscal deepening agar ekspansi fiskal tidak memiliki dampak yang signifikan terhadap kenaikan harga, pengendalian pengeluaran pemerintah sebagai instrumen kebijakan fiskal untuk mengendalikan laju inflasi antara lain dilakukan dengan efisiensi alokasi


(27)

anggaran dan memberikan bobot yang lebih besar pada pengeluaran pembangunan. Artinya belanja barang yang bersifat konsumtif perlu ditinjau kembali. Pengelolaan pengeluaran pemerintah ini juga harus diimbangi oleh kebijakan moneter yang kontradiktif untuk mengurangi jumlah uang yang beredar serta deregulasi di sektor riil, sehingga perekonomian menjadi lebih efisien.

Fungsi pengawasan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat harus berjalan dengan baik agar pengeluaran pemerintah efektif dan efisien. Indonesia bisa menggunakan konsep planning programming and budgeting system (PPBS) untuk mengelola pengeluaran pemerintahnya. Pemberantasan korupsi dan kolusi merupakan masalah utama di lingkungan birokrat kita untuk mengurangi kebocoran anggaran, sehingga bisa lebih menghemat anggran belanja negara. Hal ini perlu ditekankan karena akan menyebabkan high cost economy (ekonomi biaya tinggi).

Penelitian dari T.B Rully Ferdian (2001) yang berjudul ”Independensi Bank Indonesia (BI) Dalam Mengendalikan inflasi”, penelitian ini menelaah tujuan Bank Indonesia secara lebih terfokus dan spesifik, hal itu memberikan suatu implikasi dan tantangan baru bagi Bank Indonesia. Tugas mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah terhadap barang dan jasa serta mata uang negara lain memberi implikasi bahwa Bank Indonesia harus menjaga internal balance agar inflasi tetap rendah dan pada saat yang bersamaan juga menjaga eksternal balance agar nilai tukar rupiah cukup kuat dan stabil. Hal ini bukanlah merupakan suatu yang mudah. Pengendalian jumlah uang yang beredar dan suku bunga memang akan mempengaruhi laju inflasi


(28)

dan nilai tukar rupiah tapi masih banyak faktor lain yang mempengaruhinya. Metode yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan data runtut waktu dari bulan Februari 1998– bulan Agustus 2000. Variabel yang digunakan antara lain inflasi (Y), Net International Reserve (X1), Tingkat suku bunga SBI 1 bulan (X2), Bantuan likuiditas BI (X3), dan UU no 23 tahun 1999 (Dummy). Adapun kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut yang pertama adalah variabel-variabel penjelas yang terdiri dari tingkat suku bunga, NIR , BLBI, dan Dummy, menunjukkan bahwa variabel penjelas cukup mampu untuk menjelaskan pengaruh yang terjadi pada tingkat inflasi. Kedua pengaruh tingkat suku bunga terhadap variabel inflasi dari hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel tingkat suku bunga berpengaruh secara positif artinya, jika tingkat suku bunga berubah satu satuan maka variabel inflasi akan meningkat sebesar 0,26 %. Ketiga pengaruh variabel NIR terhadap variabel inflasi dari hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel NIR berpengaruh secara negatif artinya, jika NIR naik 1% maka variabel inflasi akan turun sebesar 0,52%. Keempat pengaruh variabel BLBI terhadap variabel inflasi dari hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel BLBI berpengaruh secara negatif artinya, jika variabel BLBI naik 1% maka variabel inflasi akan turun 0,01%. Kelima Pengaruh variabel Dummy terhadap inflasi dari hasil estimasi untuk menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya UU no 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia inflasi menjadi meningkat

Bank Indonesia sebelum diberlakukannya Undang–Undang tentang indepedensi, keputusan-keputusan kebijakan moneter selalu dipengaruhi oleh pemerintah. Namun, saat ini setelah diberlakukannya UU no 23 tahun1999,


(29)

diharapkan Bank Indonesia mampu berperan sebagaimana mestinya yaitu dalam mengambil kebijakan moneter dan menstabilkan jumlah uang yang beredar (JUB). Dari hasil penelitian tersebut dengan menggunakan variabel dummy, menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya UU no 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, inflasi menjadi meningkat.

Penelitian dari Yunan Ardhiansyah (2003) yang berjudul “Analisis Tingkat Inflasi dan Peranan Bank Indonesia dalam Mengendalikannya”. Penelitian ini menelaah bagaimana peranan BI dalam mengendalikan laju inflasi. Penelitian ini menggunakan data runtut waktu bulanan dari tahun 1996 sampai 2003. Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut antara lain inflasi (Y), tingkat suku bunga SBI 1 bulan (SBI), Money Supply (M2), kredit likuiditas BI (KLBI), dan Dummy (UU no 23 tahun 1999) tentang BI. Berdasarkan analisis hasil empiris diperoleh kesimpulan yang pertama variabel penjelas terdiri dari money supply (JUB), tingkat suku bunga SBI (sertifikat BI), kredit likuiditas BI (KLBI) dan dummy menunjukkan hubungan yang signifikan dengan variabel dependen cukup mampu untuk menjelaskan pengaruh yang terjadi pada tingkat inflasi antara tahun 1996 sampai dengan tahun 2003. hal ini dapat dilihat dari besarnya R2, berdasarkan hasil analisis dihasilkan nilai R2 sebesar 0,904096, artinya 90% variabel independen mampu mempengaruhi sebesar 90% dari variabel dependen sedangkan 10% adalah faktor-faktor lain yang mempengaruhi pengendalian Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi yang tidak dimasukkan kedalam model tersebut. Kedua pengaruh variabel money supply (JUB) terhadap variabel inflasi dari hasil estimasi


(30)

menunjukkan bahwa variabel money supply (JUB) berpengaruh positif. Artinya jika money supply (JUB) berubah satu satuan, maka variabel inflasi akan meningkat sebesar 7,03%. Ketiga pengaruh variabel tingkat suku bunga terhadap variabel inflasi dari hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel suku bunga Bank Indonesia (suku bunga SBI) berpengaruh positif. Artinya jika tingkat suku bunga Bank Indonesia berubah satu satuan, maka variabel inflasi akan meningkat sebesar 1,004%. Keempat pengaruh variabel kredit dari hasil estimasi menunjukkan bahwa variabel KLBI berpengaruh positif. Artinya jika KLBI satu milyar rupiah, maka variabel inflasi akan turun 0,297277%. Kelima pengaruh variabel dummy, terhadap variabel inflasi dari hasil estimasi untuk menunjukkan bahwa setelah diberlakukannya UU no 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia, inflasi menjadi turun.

Penelitian Hadi Sasana (2004) yang berjudul ”Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia dan Filipina (pendekatan Error Correction Model)”. Penelitian tersebut menggunakan data runtut waktu dari tahun 1990 kuartalan I sampai 2001 kuartalan IV. Variabel yang digunakan antara lain inflasi (INFt), jumlah uang beredar (M1t), produk domestik bruto (PDBt), nilai tukar (ERt), dan tingkat suku bunga (Rt). Adapun hasil kesimpulan dari penelitian tersebut yang pertama adalah jumlah uang beredar ternyata mempunyai hubungan yang positif mempengaruhi secara signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia baik dalam jangka panjang maupun dalam jangka pendek. Koefisien regresi sebesar 0.4476 dalam persamaan jangka pendek menunjukkan bahwa dengan naiknya jumlah uang yang beredar sebesar 1%, akan menaikkan tingkat inflasi 0.4476 persen. Sedangkan


(31)

dalam jangka panjang dimana koefisien regresi sebesar 0.9026 berarti kenaikan jumlah uang beredar sebesar 1% akan menaikkan tingkat inflasi sebesar 0.9026 persen. Kedua PDB riil ternyata mempunyai hubungan negatif dan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Koefisien regresi variabel PDB sebesar -1.1933 dalam jangka pendek, hal ini menunjukkan bahwa dengan naiknya PDB Indonesia sebesar 1% akan menurunkan tingkat inflasi sebesar 1.1933%. dalam jangka panjang koefisien regresi sebesar -2.124. hal ini menunjukkan bahwa dengan naiknya PDB sebesar 1% akan menurunkan tingkat inflasi sebesar 2.124%. ketiga nilai tukar ternyata mempunyai hubungan positif dan berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat inflasi dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Koefisien regresi nilai tukar rupiah sebesar 2.2366 dalam jangka pendek menunjukkan bahwa dengan naiknya nilai tukar dollar terhadap rupiah sebesar 1% dalam jangka pendek, akan menaikkan tingkat inflasi sebesar 2.2366%. Sedangkan koefisien regresi nilai tukar dollar terhadap rupiah dalam jangka panjang sebesar 1.776, berarti bahwa jika nilai tukar dollar mengalami kenaikan (apresiasi) sebesar 1% dalam jangka panjang, maka inflasi akan naik pula sebesar 1.776%. Keempat hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang terdapat hubungan negatif dan signifikan antara tingkat suku bunga terhadap inflasi di Indonesia. Dalam jangka pendek nilai koefisien tingkat suku bunga sebesar -0.2566. Hal ini berarti apabila dalam jangka pendek tingkat suku bunga naik sebesar 1%, maka tingkat inflasi Indonesia turun sebesar 0.2566%. Nilai koefisien regresi tingkat suku bunga


(32)

Indonesia dalam jangka panjang sebesar -0.233. Hal tersebut berarti bahwa apabila dalam jangka panjang tingkat suku bunga naik 1%, maka inflasi Indonesia akan turun sebesar 0.233%. suku bunga merupakan variabel yang paling kecil pengaruhnya terhadap laju inflasi di Indonesia. Oleh karena itu, bagi otoritas moneter kebijakan meningkatkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi harus dilakukan dengan sangat hati-hati mengingat efek samping yang kurang baik terhadap iklim investasi.

2.2 Landasan Teori

2.2.1. Inflasi

Merupakan salah satu resiko yang pasti dihadapi oleh manusia yang hidup dalam ekonomi uang, dimana daya beli yang ada dalam uang dengan berjalannya waktu mengalami erosi.

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus. Akan tetapi bila kenaikan harga hanya dari satu atau dua barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau menyebabkan kenaikan sebagian besar dari harga barang-barang lain. (Boediono, 1985:161). Kenaikan harga-harga barang itu tidaklah harus dengan persentase yang sama. Bahkan mungkin dapat terjadi kenaikan tersebut tidak bersamaan. Yang penting kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama suatu periode tertentu. Kenaikan harga barang yang terjadi hanya sekali saja, meskipun dalam persentase yang cukup besar, bukanlah merupakan inflasi. (Nopirin, 1987: 25). Atau dapat dikatakan, kenaikan harga barang yang hanya sementara dan sporadis tidak dapat


(33)

dikatakan akan menyebabkan inflasi. Menurut A.P. Lehner inflasi adalah keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (Excess Demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian secara keseluruhan (Anton H. Gunawan, 1991). Sementara itu Ackley mendefinisikan inflasi sebagai suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum ( bukan satu macam barang saja dan sesaat ). Menurut definisi ini, kenaikan harga yang sporadis bukan dikatakan sebagai Inflasi (Iswardono, 1990).

2.2.1.1 Jenis Inflasi

Inflasi dapat digolongkan menurut sifatnya, menurut sebabnya, parah dan tidaknya inflasi tersebut dan menurut asal terjadinya (Nopirin, 1987).

1). Menurut Sifatnya

Inflasi menurut sifatnya digolongkan dalam tiga kategori(Nopirin, 1987 : 27-31), yaitu :

a. Inflasi Merayap

Kenaikan harga terjadi secara lambat, dengan persentase yang kecil dan dalam jangka waktu yang relatif lama (di bawah 10% per tahun).

b. Inflasi Menengah

Kenaikan harga yang cukup besar dan kadang-kadang berjalan dalam waktu yang relatif pendek serta mempunyai sifat akselerasi

c. Inflasi Tinggi

Kenaikan harga yang besar bisa sampai 5 atau 6 kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin


(34)

ditukar dengan barang. Perputaran uang makin cepat, sehingga harga naik secara akselerasi.

2) Menurut Sebabnya

a.Demand Pull Inflasion.

Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregat demand). Sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Apabila kesempatan kerja penuh (full employment) telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikkan harga saja (sering disebut dengan Inflasi murni). Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP berada di atas/melebihi GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya inflationary gap. Inflationary gap inilah yang akan menyebabkan inflasi. Secara grafik digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1.

Inflationary Gap

Inflationary Gap

Y Y1

YFE C+I

C+I C’+I’


(35)

Kenaikan pengeluaran total dari C + I menjadi C’ + I’ akan menyebabkan keseimbangan pada titik B berada di atas GNP full employment (YFE). Jarak A – B atau YFE – Y1 menunjukkan besarnya inflationary gap.

Dengan menggunakan kurva permintaan dan penawaran total proses terjadinya demand-pull inflation dapat dijelaskan sebagai berikut :

Gambar 2.2.

Demand-pull Inflation

Bermula dengan harga P1 dan output Q1, kenaikan permintaan total dari AD1 ke AD2 menyebabkan ada sebagian permintaan yang tidak dapat dipenuhi oleh penawaran yang ada. Akibatnya, harga naik menjadi P2 dan output naik menjadi QFE. Kenaikan AD2 selanjutnya menjadi AD3 menyebabkan harga naik menjadi P3, sedang output tetap pada QFE. Kenaikan harga ini disebabkan oleh adanya inflationary gap.

Q QFE

Q1

AD1 AD2

AD3 AD4 AS

P1 P2 P3 P4 P

Inflationary Gap


(36)

Proses kenaikan harga ini akan berjalan terus sepanjang permintaan total terus naik (misalnya menjadi AD4).

b. Cost Pust Inflation

Cost pust inflation ditandai dengan kenaikan harga serta turunnya produksi. Jadi inflasi yang dibarengi dengan resesi. Keadaan ini timbul dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregat supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Kenaikan produksi akan menaikkan harga dan turunnya produksi. Serikat buruh yang menuntut kenaikan upah, manajer dalam pasar monopolistis yang dapat menentukan harga (yang lebih tinggi), atau kenaikan harga bahan baku, misalnya krisis minyak adalah faktor yang dapat menaikkan biaya produksi, atau terjadi penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi. Jika proses ini berlangsung terus maka timbul cost push inflation. Gambar 2.3 menjelaskan proses terjadinya cost-push inflation.


(37)

Gambar 2.3.

Cost Push Inflation

Bermula pada harga P1 dan QFE. Kenaikan biaya produksi (disebabkan baik karena berhasilnya tuntutan kenaikan upah oleh serikat buruh ataupun kenaikan harga bahan baku untuk industri) akan menggeser kurva penawaran total dari AS1 menjadi AS2. konsekuensinya harga naik menjadi P2 dan produksi turun menjadi Q1. kenaikan harga selanjutnya akan menggeser kurva AS menjadi AS3, harga naik dan produksi turun menjadi Q2.

Proses ini akan berhenti apabila AS tidak lagi bergeser ke atas. Proses kenaikan harga ini (yang sering dibarengi dengan turunnya produksi) disebut dengan cost-push inflation.

QFE Q1

Q2 Q

AD AS1 AS2 AS3

P1 P2 P3 P


(38)

3) Berdasarkan Parah Tidaknya Inflasi Tersebut

1. Inflasi ringan (dibawah 10% setahun) 2. Inflasi sedang (antara 10%-30% setahun) 3. Inflasi berat (antara 30%-100% setahun) 4. Hiperinflasi ( diatas 100% setahun )

4) Menurut Asalnya

Penggolongan Inflasi (Boediono, 1985 : 164-165) : a. Domestic Inflation

Inflasi yang berasal dari dalam negeri sendiri ini timbul antara lain karena defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan percetakan uang baru, atau bisa juga disebabkan oleh gagal panen.

b. Imported Inflation

Inflasi yang berasal dari luar negeri ini timbul karena kenaikan harga-harga di luar negeri atau negara-negara langganan berdagang. Penularan inflasi dari luar negeri ke dalam negeri ini jelas lebih mudah terjadi pada negara-negara yang menganut perekonomian terbuka, yaitu sektor perdagangan luar.

2.2.1.2. Teori Inflasi

Secara garis besar ada 3 kelompok teori mengenai inflasi yang masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu.

1. Teori Kuantitas

Teori kuantitas ini menyatakan bahwa proses inflasi itu terjadi karena 2 hal, yaitu jumlah uang beredar dan psikologi (harapan) masyarakat mengenai kenaikan


(39)

harga-harga (expectations). Ada 2 hal penting dari teori Kuantitas ini, adalah bahwa, pertama, laju inflasi terjadi jika ada penambahan volume uang beredar. Kedua, laju inflasi oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga di masa yang akan datang (Boediono, 1985).

2. Teori Keynes

Teori ini menerangkan bahwa proses inflasi terjadi karena permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang-barang yang tersedia. Hal ini yang disebut juga dengan inflationary gap. Inflationary gap terjadi apabila jumlah dari permintaan-permintaan efektif dari semua golongan tersebut, pada tingkat harga yang berlaku melebihi jumlah maksimum dari barang-barang yang dihasilkan oleh masyarakat. Harga-harga akan naik, karena permintaan total melebihi jumlah barang yang tersedia.

Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa kegiatan rencana pembelian barang dari golongan-golongan tersebut tidak terpenuhi, selanjutnya mereka akan berusaha untuk memperoleh dana yang lebih besar lagi, baik golongan pemerintah melalui pencetakan uang baru, atau para pengusaha swasta melalui kredit dari bank, atau pekerja kenaikan tingkat upah yang lebih besar. Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang bisa dihasilkan pada tingkat harga yang berlaku.

3. Teori Strukturalis.

Teori Strukturalis lebih menekankan pada faktor-faktor struktural dari perekonomian yang menyebabkan terjadinya inflasi, teori ini disebut juga teori inflasi


(40)

jangka panjang karena yang dimaksud dengan faktor-faktor struktural di sini adalah faktor-faktor yang hanya bisa berubah secara gradual dan dalam jangka yang panjang. Teori ini memberi tekanan pada ketegaran dari struktur perekonomian negara-negara sedang berkembang. Ada dua ketegaran yang menyebabkan inflasi, yaitu ketegaran berupa ketidakelastisan dari penerimaan ekspor dan ketegaran berupa ketidakelastisan dari penawaran bahan makanan dalam negeri. Kedua proses di atas pada umumnya berkaitan dan memperkuat satu sama lain dalam menyebabkan inflasi.

Ketegaran yang merupakan “ketidakelastisan” dari penerimaan ekspor ini adalah ketegaran di mana nilai dari ekspor tumbuh secara lamban dibanding dengan pertumbuhan sektor-sektor lain. Dasar penukaran yang makin memburuk dan supply barang-barang ekspor yang tidak elastis ini akan menyebabkan terjadinya kelambanan tersebut. Kelambanan pertumbuhan penerimaan ekspor ini berarti kelambanan pertumbuhan kemampuan untuk mengimpor barang-barang yang dibutuhkan. Sedangkan bagi suatu negara untuk mencapai target pertumbuhannya mengambil kebijaksanaan pembangunan “import substitution strategy”. Inflasi terjadi jika proses substitusi impor ini makin meluas, sehingga menaikkan biaya produksi ke berbagai barang, sehingga makin banyak harga-harga yang naik.

2.2.1.3. Efek Inflasi

Inflasi dapat mempengaruhi distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi serta produk nasional. Efek terhadap distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedangkan efek terhadap alokasi faktor produksi dan pendapatan nasional masing-masing disebut dengan efficiency dan output effects (Nopirin, 1987 : 32-34).


(41)

a. Efek Terhadap Pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatan sifatnya tidak merata, ada yang dirugikan tetapi ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Seseorang yang memperoleh pendapatan tetap akan dirugikan oleh adanya inflasi. Demikian juga orang yang menumpuk kekayaannya dalam bentuk uang kas akan menderita kerugian karena adanya inflasi. Sebaliknya, pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan dengan adanya inflasi adalah mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi, atau mereka yang mempunyai kekayaan bukan uang dimana nilainya naik dengan prosentase lebih besar dari pada laju inflasi. Dengan demikian inflasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan dalam pola pembagian pendapatan dan kekayaan masyarakat.

b. Efek Terhadap Efisiensi (Efficiency Effects)

Inflasi dapat pula mengubah pola alokasi faktor-faktor produksi. Perubahan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan akan berbagai macam barang yang kemudian dapat mendorong terjadinya perubahan dalam produksi beberapa barang tertentu. Dengan adanya inflasi permintaan akan barang tertentu mengalami kenaikan yang lebih besar dari barang lain, yang kemudian mendorong terjadinya kenaikan produksi barang tertentu.

c. Efek Terhadap Output (Output Effects)

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan


(42)

upah sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan keuntungan ini akan mendorong kenaikan produksi. Namun apabila laju inflasi ini cukup tinggi (hyper inflation) dapat mempunyai akibat sebaliknya, yakni penurunan output. Dalam keadaan inflasi yang tinggi, nilai uang riil turun dengan drastis, masyarakat cenderung tidak mempunyai uang kas, transaksi mengarah ke barter, yang biasanya diikuti dengan turunnya produksi barang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan langsung antara inflasi dan output. Inflasi bisa dibarengi dengan kenaikan output, tetapi bisa juga dibarengi dengan penurunan output.

2.2.2. Permintaan Uang (JUB)

Didalam menerangkan mengenai teori kuantitas, yang dilakukan oleh Irving Fisher digunakan persamaan aljabar yang dinamakan persamaan pertukaran. Persamaan pertukaran tersebut pada umumnya dinyatakan sebagai berikut :

MV = PT Dimana :

M = jumlah uang beredar, V = kelanjutan peredaran uang, P = tingkat harga-harga, dan

T = jumlah barang dan jasa yang diperjual belikan dalam suatu tahun tertentu.

Teori kuantitas uang Teori ini, yang dikembangkan oleh Irving Fisher mengatakan bahwa “pada hakikatnya berpendapat bahwa perubahan dalam jumlah


(43)

uang beredar akan menimbulkan perubahan yang sama cepatnya ke atas harga-harga”. Perubahan ini maksudnya jika uang yang beredar bertambah sebanyak lima persen, maka tingkat harga-harga juga akan bertambah sebanyak lima persen atau sebaliknya. Pandangan teori kuantitas yang demikian timbul sebagai akibat dari dua permisalan penting teori itu mengenai kenyatan yang wujud dalam perekonomian.

2.2.3. Tingkat Suku Bunga.

Menurut Noprin (1996) suku bunga adalah biaya yang harus di bayar oleh pemimjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pembari pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran (suhedi, 2000).

Suku bunga dibedakan menjadi dua, yaitu : 1. Suku Bunga Nominal.

Suku bunga nominal adalah rate yang dapat diamati pasar. 2. Suku Bunga Riil.

Suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.


(44)

Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga. Ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi. Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.

2.2.4. Teori Produk Domestik Bruto.

Menurut pendekatan produksi, produk domestik bruto (PDB) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu Negara dalam jangka waktu setahun (Dumairy,1990). Atau bisa dikatakan produk domestik bruto (PDB) adalah konsep pengukuran tingkat kegiatan produksi dan ekonomi aktual suatu negara. Transaksi dan output sangat berkaitan karena semakin banyak barang yang dibeli dan dijual. Gross Domestic Product menilai barang dan jasa pada harga berlaku, sedangkan Gross Domestic Product riil menilai barang dan jasa pada harga konstan. Gross Domestic Product riil meningkat hanya jika jumlah barang dan jasa meningkat sedangkan Gross Domestic Product nominal bisa meningkat karena output naik atau karena dibeli oleh konsumen, seperti deflator Gross Domestic Product yang nerupakan rasio Gross Domestic Product nominal atas Gross Domestic Product riil, Consumer price indeks atau (CPI) mengukur seluruh tingkat harga.


(45)

2.2.5. Nilai Tukar Rupiah.

Nilai tukar Rupiah atau disebut juga kurs Rupiah adalah perbandingan nilai atau harga mata uang Rupiah dengan mata uang lain. Perdagangan antar negara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore,1998:8).

Disamping berperan dalam perdagangan internasional, kurs juga berperan dalam perdagangan valuta asing pada suatu negara ataupun antar negara, sebab valuta asing juga merupakan komoditas yang dapat diperdagangkan. Bagi negara yang “kurang kuat” nilai mata uangnya, maka valuta asing merupakan salah satu alternatif investasi bagi masyarakat yang tinggal di negara tersebut.

Kurs valuta asing akan berubah-ubah sesuai dengan perubahan permintaan dan penawaran valuta asing. Permintaan valuta asing diperlukan guna melakukan pembayaran ke luar negeri (impor), diturunkan dari transaksi debit dalam neraca pembayaran internasional. Suatu mata uang dikatakan “kuat” apabila transaksi autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin,1995:148).


(46)

2.2.6. Penjelasan Teoritis Variable Penelitian.

2.2.6.1. Pengaruh Jumlah uang beredar (M2) Terhadap Inflasi .

Jumlah uang beredar berpengaruh positif terhadap inflasi. Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka panjang dapat menganggu pertumbuhan ekonomi. Ini berarti terdapat korelasi positif antara pertumbuhan uang (JUB) dan inflasi, yang dapat dijadikan prediksi teori kuantitas bahwa pertumbuhan uang yang tinggi mengarah pada inflasi yang tinggi sehingga pertumbuhan dalam money supply menentukan tingkat inflasi.

2.2.6.2. Pengaruh Produk Domestik Bruto Terhadap Inflasi.

Produk domestik bruto (PDB) adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu Negara dalam jangka waktu setahun (Dumairy,1990). Besarnya Produk domestik bruto (PDB) dinyatakan dalam satuan uang, namun nilai mata satuan uang berubah sepanjang waktu. Perubahan yang terjadi pada umumnya berupa penurunan nilai uang akibat inflasi.

2.2.6.3. Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Inflasi.

Apabila jumlah uang yang beredar dimasyarakat meningkat, maka Bank Indonesia menaikkan tingkat suku bunga SBI, yang mana kenaikan tingkat suku bunga SBI tersebut akan mempengaruhi tingkat bunga tabungan dan kredit pada bank umum (suku bunga kredit meningkat diatas tingkat suku bunga SBI), sehingga investasi pada sektor riil akan mengalami penurunan yang akan berdampak pada penurunan output (dengan asumsi permintaan konstan) sehingga akan menyebabkan


(47)

tingkat harga semakin tinggi (inflasi semakin tinggi). Sehingga tingkat suku bunga mempunyai hubungan yang positif dengan tingkat inflasi. Inflasi yang terjadi karena cost-push inflation.

2.2.6.4. Pengaruh Kurs Dollar Terhadap Inflasi.

Variabel kurs Dollar Amerika Serikat memiliki hubungan yang signifikan positif terhadap inflasi di Indonesia. Melemahnya nilai rupiah terhadap mata uang asing yang disebabkan oleh hutang luar negeri pemerintah maupun sektor swasta yang membengkak maka berakibat pada penurunnya harga barang-barang ekspor kita diluar negeri, sehingga barang ekspor kita menjadi lebih murah dibandingkan dengan barang-barang dari negara lain. Penurunan harga tersebut menyebabkan peningkatan pada penjualan (hukum permintaan ”apabila harga barang menurun maka jumlah barang yang diminta akan bertambah”), sehingga penerimaan ekspor kita meningkat serta kemampuan untuk mengimpor barang juga meningkat maka supply barang di dalam negeri akan meningkat yang akan berdampak pada penurunan harga barang tersebut. Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi, bertambahnya barang di dalam negeri cenderung menurunkan harga.

Berarti setiap terjadi depresiasi rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat maka akan meningkatkan permintaan uang di Indonesia, demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan ketika nilai rupiah terdepresiasi maka harga barang-barang impor menjadi lebih mahal sehingga diperlukan rupiah yang lebih banyak guna untuk membeli barang impor tersebut (Prasojo, 2003)


(48)

2.2.7. Hipotesis Penelitian.

Hipotesis yang digunakan dalam melakukan penelitian ini antara lain :

a. Diduga Jumlah uang beredar (M2) berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Inflasi.

b. Diduga Produk Domestik Bruto berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Inflasi.

c. Diduga tingkat Suku Bunga Bank umum berjangka rupiah 3 bulan akan berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap Inflasi.

d. Diduga nilai tukar kurs Dollar Amerika terhadap Rupiah akan berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Inflasi.


(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga atau instansi-instansi antara lain Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS).

Adapun data yang digunakan adalah :

a. Data Inflasi di Indonesia tahun 1990.1-2005.4.

b. Data Jumlah uang beredar (M2) di Indonesia tahun 1990.1-2005.4. c. Data Produk Domestik Bruto di Indonesia tahun 1990.1-2005.4. d. Data tingkat suku bunga deposito di Indonesia tahun 1990.1-2005.4. e. Data nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat tahun

1990.1-2005.4.

3.2. Devinisi Variabel 3.2.1 Variabel Dependen

• Laju Inflasi (Y)

Data inflasi yang dipergunakan adalah data laju inflasi tahunan yang telah dihitung dengan kuartalan yang dikeluarkan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) berbagai edisi dengan olahan dengan satuan persen (%).


(50)

3.2.2 Variabel Independen, terdiri dari : a. Jumlah uang veredar (X1)

Data Jumlah uang beredar (M2) untuk Indonesia. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) berdasarkan perhitungan tahunan kemudian diolah menjadi kuartalan dan dinyatakan dalam bentuk satuan juta rupiah.

b. Produk Domestik Bruto (X2)

Data Produk Domestik Bruto untuk Indonesia atas dasar harga belaku 2000. Data operasional yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik berdasarkan perhitungan tahunan kemudian diolah menjadi kuartalan dan dinyatakan dalam bentuk satuan juta rupiah.

c. Suku Bunga Bank Umum berjangka rupiah (X3)

Merupakan tingkat keuntungan minimum yang disyaratkan pemodal atau tingkat keuntungan yang diharapkan pemodal dari investasi dalam bentuk simpanan. Tingkat suku bunga yang dimaksud disini adalah rata-rata tertimbang tingkat bunga deposito dari seluruh simpanan deposito pada berbagai waktu jatuh tempo yang berlaku di bank umum dalam persen 3 bulan.


(51)

d. Nilai tukar kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika (X4)

Merupakan nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS yang berarti nilai yang mencerminkan harga mata uang Dollar AS dalam satuan Rupiah pertahun. Data diperoleh dari Bank Indonesia dalam berbagai edisi.

3.3. Metode Analisis Data

3.3.1. Metode Mackinnon, white dan Davidson (uji MWD).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif, yaitu mendiskripsikan suatu permasalahan dan menganalisis data dan hal-hal yang berhubungan dengan angka-angka atau rumus-rumus perhitungan yang digunakan untuk menganalisis masalah yang sedang diteliti.

Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan data runtut waktu (time series). Dalam analisis ini, sebelum menentukan akan menggunakan persamaan linier atau log linier maka harus mengetahui apakah prilaku data menunjukkan hubungan linier atau log linier dengan metode Mackinnon, white dan Davidson (uji MWD). Secara umum model persamaan linear dan log linier ditulis sebagai berikut :

Linier ÎY = β0 + β1 X1 + β2 X2 - β3 X3 + β4 X4

Log Linier ÎlnY = β0 + β1 lnX1 + β2 lnX2 - β3 lnX3 + β4 lnX4 Adapun prosedur metode MWD adalah sebagai berikut :


(52)

1. Estimasi model linier dan dapatkan nilai prediksinya (fitted value) dan selanjutnya dinamai F1.

2. Estimasi model log linier dan dapatkan nilai prediksinya, dan selanjutnya dinamai F2.

3. Dapatkan nilai Z1 = ln F1-F2 dan Z2 = antilog F2-F1 4. Estimasi persamaan berikut ini :

Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 - β3 X3 + β4 X4

Jika Z1 signifikan secara statistik melalui uji t maka kita menolak hipotesis nol bahwa model yang benar adalah model linier dan sebaliknya jika tidak signifikan maka kita menerima hipotesis nol bahwa model yang benar adalah model linier

5. Estimasi persamaan berikut :

lnY = β0 + β1 lnX1 + β2 lnX2 - β3 lnX3 + β4 lnX4

Jika Z2 signifikan secara statistik melalui uji t maka kita menolak hipotesis alternatif dan model yang benar adalah model log linier dan sebaliknya jika tidak signifikan maka kita menerima hipotesis alternatif dan model yang benar adalah model log linier.

3.3.2Pengujian Hipotesa.

Untuk menguji bisa atau tidak model regresi tersebut di gunakan dan untuk menguji kebenaran hipotesis yang dilakukan, maka diperlukan pengujian statistik, antara lain.


(53)

3.3.2.1 Uji t

Hal ini dilakukan dengan cara pengujian variabel-variabel independent secara parsial (individu), digunakan untuk mengetahui signifikasi dan pengaruh variabel independent secara individu terhadap variasi terhadap variabel independent lainnya. Disini peneliti menggunakan uji t melalui probabilitas, penjelasannya sebagai berikut:

t-hitung = βi SE (βi) dimana:

bi = nilai koefisien regresi SE = nilai standar error dari bi

Gambar 3.1

Daerah Kritis Pengujian t-test Satu Sisi Positif

Dengan menggunakan tingkat keyakinan (level of signifikan) atau α tertentu, df=n-k (df=degree of freedom). Apabila nilai t hitung > t tabel, maka Ho ditolak,

Ho ditolak

t -kritis Ho diterima


(54)

artinya variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan (Ari Sudarman, 1984 : 124).

Hipotesis yang digunakan :

Ho : Bi < 0 ; berarti variabel independent tidak mempengaruhi variabel dependent.

HI ; Bi > 0 ; berarti variabel independent mempengaruhi variabel dependent.

◊ Apabila probabilitas < dari 0.05, maka dapat dikatakan signifikan.

3.3.2.2Uji F

Hal ini dilakukan dengan cara pengujian terhadap variabel - variabel

independent secara bersama-sama yang dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independent secara individu terhadap variabel dependent. Disini peneliti melakukan uji F dengan menggunakan probabilitas, perhitungannya adalah sebagai berikut :

F-hitung = R2 / (K – 1) (1 – R2 )/(n – K) dimana :

R2= Adalah koefisien determinasi. n = Adalah jumlah sampel (observasi).


(55)

GAMBAR 3.2 Daerah Kritis Pengujian F-Test

Dengan tingkat keyakinan α tertentu df (n-k, k-1), jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak, yang berarti bahwa uji secara serempak semua variabel independen yang digunakan dapat menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen.

Hipotesis yang digunakan :

Ho : β1 = β2 = β3 = 0 , maka variabel independent secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependent.

Ha : β1 ≠β2 ≠ β3 ≠ 0 , maka variabel independent secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependent.

◊ Apabila probabilitas (F-Statistik) < dari 0.05 , maka bisa dikatakan signifikan.

Dalam penelitian ini, peneliti mengambil keputusan dengan menggunakan probabilitas.

Ho diterima

Ho ditolak F-tabel


(56)

3.3.2.3R-Square (R2)

Nilai R2 menunjukan besarnya variabel-variabel independent dalam mempengaruhi variabel dependent. Nilai R2 berkisar antara 0 dan 1 ( 0 ≤ R2 ≤ 1 ). Semakin besar nila R2, maka semakin besar variasi variabel dependent yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel-variabel independent. Sebaliknya, makin kecil nilai R2, maka semakin kecil variasi variabel dependent yang dapat di jelaskan oleh variasi variabel independent.

Sifat dari koefisien determinasi adalah :

◊ R2 merupakan besaran yang non negatif.

◊ Batasnya adalah ( 0 ≤ R2≤ 1 ). (Damodar Gujarati)

Apabila R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel-variabel independent dengan variabel dependent. Semakin besar nilai R2 maka semakin tepat garis regresi dalam menggambarkan nilai-nilai observasi.

3.3.3 Uji Asumsi Klasik

Pada prakteknya, beberapa masalah sering muncul pada saat analisis regresi digunakan untuk mengestimasi suatu model dengan sejumlah data. Masalah tersebut dalam buku ekonometrika termasuk dalam pengujian asumsi klasik yaitu ada tidaknya masalah heterokedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas. Terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut diatas akan menyebabkan uji statistik


(57)

(uji t-stat dan f-stat) yang dilakukan menjadi tidak valid dan secara statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

3.3.3.1Uji Multikolinearitas

Multikolineritas adalah tidak adanya hubungan hubungan linear antar variabel independent dalam suatu model regresi. Suatu model regresi dikatakan terkena multikolinearitas bila terjadi hubungan linear yang sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua varibel bebas dari suatu model regresi. Akibatnya akan kesulitan untuk dapat melihat pengaruh variabel independent terhadap variabel dependentnya.

Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dapat dengan membandingkan nilai koefisien determinasi parsial (r2) dengan nilai koefisien determinasi majemuk (R2), jika r2 lebih kecil dari nilai R2 maka tidak terdapat multikolinearitas. Cara lain untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan menggunakan korelasi antar variabel dimana apabila kurang dari 0.85 maka tidak terdapat multikolinearitas dan sebaliknya apabila hubungan variabel di atas 0.85 maka terdapat multikolinieritas.

3.3.3.2Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah adanya korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data runtut waktu atau time series) atau ruang (seperti dalam data lintas sektoral atau cross section).

Pengujian terhadap gejala autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin-Watson atau dengan uji LM Test yang dikembangkan oleh Bruesch-godfrey,dimana


(58)

uji LM Test bisa dikatakan sebagai uji autokorelasi yang paling akurat, apalagi jika sampel yang digunakan dalam jumlah yang besar (misalnya diatas 100). Uji ini dilakukan dengan memasukkan lagnya, dari hasil uji autokorelasi Serial Correlation LM Test Lag.

Dalam penelitian ini pengujian autokorelasi dilakukan dengan uji hipotesis nol (Ho) yang mengatakan bahwa tidak ada autokorelasi, dengan pedoman :

◊ Apabila X2 hitung (obs R-Squared) > X2 tabel, maka menolak hipotesis nol (Ho) yang mengatakan adanya autokorelasi.

◊ Apabila X2 hitung (obs R-Squared) < X2 tabel, maka menerima hipotesis nol (Ho) yang mengatakan bahwa tidak ada autokorelasi.

3.3.3.3Uji Heteroskedasitisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat ( Ui2 ) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas.

Pedoman dalam penggunaan model white test adalah jika nilai Chi-Square hitung (n. R2) lebih besar dari nilai X2 kritis dengan derajat kepercayaan tertentu (α) maka ada heteroskedasitisitas dan sebaliknya jika Chi-Square hitung lebih kecil dari nilai X2 menunjukan tidak adanya heterokedasitisitas.


(59)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis Deskriptif

Dalam bab ini penulis akan menganalisis data yang telah terkumpul. Data yang telah dikumpulkan tersebut berupa data sekunder dari Badan Pusat Statistik Laporan Keuangan Bank Indonesia dan Sumber-sumber lain yang mendukung penelitian ini. Hasil pengolahan data berupa informasi untuk mengetahui apakah Inflasi dipengaruhi oleh faktor jumlah uang beredar, PDB, Tingkat suku bunga SBI, Nilai tukar US terhadap rupiah.

Sesuai dengan permasalahan dan perumusan model yang telah dikemukakan, serta kepentingan pengujian hipotesis, maka teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis deskriptif dan analisis statistik. Analisis statistik merupakan analisis yang mengacu pada perhitungan data penelitian yang berupa angka-angka yang dianalisis dengan bantuan komputer melalui program Eviews. Sedangkan analisis deskriptif merupakan analisis yang menjelaskan gejala-gejala yang terjadi pada variabel-variabel penelitian untuk mendukung hasil analisis statistik.

Berdasarkan perumusan model yang telah dijelaskan pada bab 1, yang digunakan untuk melihat kebenaran hipotesis, maka regresi yang digunakan adalah regresi berganda dengan menggunakan data triwulan 1990.1 sampai 2005.4.


(60)

Secara umum model persamaan linear ditulis sebagai berikut : Y = β0 + β1X1 + β2X2 - β3X3 + β4 X4

Keterangan :

Y = inflasi (%)

X1 = JUB untuk M2 (milyar rupiah)

X2 = Produk Domestik Bruto (milyar rupiah) X3 = tingkat suku bunga SBI 1 bulan (%) X4 = kurs dollar US terhadap rupiah (Rp)

β1, β2, β3, β4 = koefisien penjelas masing-masing input nilai parameter.

4.2.Uji Mackinnon, White dan Davidson (MWD)

Dalam analisis ini, sebelum menentukan akan menggunakan persamaan linier atau log linier maka harus mengetahui apakah prilaku data menunjukkan hubungan linier atau log linier dengan uji sketergram. Hasil uji Mackinnon, white dan Davidson (uji MWD) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :

Tabel 4.1 Uji MWD

Variabel t-hitung Probabilitas Z1 6.907595 0.0000 Z2 -6.650895 0.0000 Sumber : Hasil Eviews


(61)

Berdasarkan persamaan tanpa log diketahui nilai t hitung koefisien Z1 adalah 6.907 dan p value sebesar 0,000. Dengan demikian variabel Z1 signifikan pada tingkat α < 0,05. Dan menerima hipotesis alternative bahwa model yang benar adalah log linier.

Sedangkan pada persamaan log diketahui nilai t hitung koefisien Z2 adalah -6.650895 dan p value sebesar 0,000. Dengan demikian variabel Z2 signifikan pada tingkat α < 0,05. Dan menerima hipotesis nol bahwa model yang benar adalah linier.

Berdasarkan hasil uji MWD di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model yag kita gunakan adalah dapat menggunakan model linier dan dapat pula menggunakan model log linier. Dan dari sini peneliti memilih untuk menggunakan model linier.

4.3. Analisis Kuantitatif

Untuk mempermudah perhitungan dari data yang cukup banyak maka dalam penelitian ini diselesaikan dengan bantuan perangkat lunak (soft were) komputer program Eviews 3.

Analisis linier, alat ini digunakan untuk menguji kekuatan pengaruh jumlah uang beredar (X1), PDB (X2), Tingkat suku bunga (X3) dan kurs dollar terhadap rupiah (X4) terhadap Inflasi (Y) yang terjadi selama periode tahun 1990 sampai 2005, dapat dilihat dalam tabel 4.2 berikut:


(62)

Tabel 4.2

Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Variabel Bebas Terhadap Inflasi

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 03/19/08 Time: 12:41 Sample: 1990:1 2005:4 Included observations: 64

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. X1 -1.27E-05 6.17E-06 -2.051499 0.0447 X2 -0.000104 9.73E-05 -1.068984 0.2894 X3 0.709524 0.127225 5.576932 0.0000 X4 0.227519 0.052646 4.321715 0.0001 C -1032.409 287.6585 -3.589008 0.0007 R-squared 0.627100 Mean dependent var 597.3125

Adjusted R-squared 0.601819 S.D. dependent var 1239.327 S.E. of regression 782.0353 Akaike info criterion 16.23658 Sum squared resid 36083170 Schwarz criterion 16.40524 Log likelihood -514.5706 F-statistic 24.80485 Durbin-Watson stat 1.885328 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber : Data hasil regresi

Pada penelitian ini digunakan model persamaan regresi linear sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + e

Dengan memperhatikan model regresi dan hasil regresi linear berganda maka didapat persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi Inflasi di Indonesia selama periode 1990.1 – 2005.4. sebagai berikut :

Y = -1032.409+ -1.27E-05 X1 – -0.000104X2 + 0.709524X3 + 0.227519X4

Berdasarkan berbagai parameter dalam persamaan regresi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Inflasi, maka pengujian hipotesis sebagai berikut:


(63)

4.3.1 Pengujian Hipotesis a. Uji Parsial (uji t)

Seperti telah dijelaskan dalam bab sebelumnya, hasil dari perbandingan antara thitung dengan ttabel akan dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan. Tabel 4.2 yang berisi hasil persamaan regresi pada variabel-variabel penelitian akan memperlihatkan hasil dari thitung yang dikeluarkan oleh output olah data dengan menggunakan Eviews 3. Dari tabel tersebut terlihat nilai thitung untuk masing-masing variabel bebasnya telah diketahui dan dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan dengan cara membandingkannya dengan ttabel .

Hasil regresi linier ditampilkan pada tabel 4.3 adalah: Tabel 4.3

Hasil uji t

Variabel t-hitung Probabolitas

X1 -2.051499 0.0447 X2 -1.068984 0.2894 X3 5.576932 0.0000 X4 4.321715 0.0001 Sumber : hasil Eviews

Dari hasil interprestasi diatas, dapat disimpulkan bahwa:

• Variabel X1 jumlah uang beredar, signifikan pada tingkat α < 0.05 yang berarti jumlah uang beredar berpengaruh terhadap inflasi.

• Variabel X2 Gross Domestik Bruto, tidak signifikan pada tingkat α < 0.05 yang berarti Gross Domestik Bruto tidak berpengaruh terhadap inflasi.


(64)

• Variabel X3 tingkat suku bunga, signifikan pada tingkat α < 0.05 yang berarti tingkat suku bunga berpengaruh terhadap inflasi.

• Variabel X4 kurs rupiah, signifikan pada tingkat α < 0.05 yang berarti kurs rupiah berpengaruh terhadap inflasi.

b. Pengujian Secara Bersama – sama (Uji F)

F-statistik menggambarkan hasil analisa regresi variabel independent secara bersama-sama terhadap variabel dependent.

Tabel 4.4 Hasil Uji F

F hitung Probabilitas

24.80485 0.000000 Sumber : hasil Eviews

Dari hasil analisa menunjukkan bahwa F hitung sebesar 24.80485 dan dengan probabilitas 0.000000, dengan tingkat α = 0,05, dapat dilihat bahwa probabilitasnya lebih besar dari α yaitu 0,000000 < 0,05 , dengan demikian variabel independent secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent.

c. Koefisien Determinasi (R2)

Nilai R2 koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 – 1. Nilai R2 makin mendekati 0 maka pengaruh semua variabel independent terhadap variabel dependen makin kecil dan sebaliknya nilai makin R2 mendekati 1 maka pengaruh semua variabel independent terhadap variabel dependent makin besar.


(65)

gross domestic produc, tingkat suku bunga, dan nilai kurs mempengaruhi variabel inflasi sebesar 62,7%. Sedangkan sisanya 37,3% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dianalisis dalam model regresi ini.

4.3.2 Interprestasi Hasil Penelitian

Berdasarkan berbagai parameter dalam persamaan regresi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi Inflasi, maka dapat diberikan interpretasi sebagai berikut:

a. Koefisien Jumlah uang beredar (b1)

Jumlah uang beredar (X1) mempunyai pengaruh yang positif terhadap inflasi, dengan koefisien regresi sebesar -1.27 yang artinya jika perubahan jumlah uang beredar naik sebesar satu milyar, maka perubahan variabel inflasi akan meningkat sebesar -1.27 persen (ceteris paribus)., Ini berarti terdapat korelasi positif antara pertumbuhan uang (JUB) dan inflasi, yang dapat dijadikan prediksi teori kuantitas bahwa pertumbuhan uang yang tinggi mengarah pada inflasi yang tinggi sehingga pertumbuhan dalam money supply menentukan tingkat inflasi. Untuk mencegah meningkatnya inflasi, JUB harus sesuai dengan kebutuhan (permintaan) agregat. Jika terjadi kelebihan penawaran uang terhadap kebutuhan uang, maka uang akan jatuh dan pada kondisi demikian akan terjadi inflasi. Sebaliknya, jika penawaran uang (JUB) lebih kecil dari pada kebutuhan uang (permintaan) agregat, nilai uang akan naik, yang disebut apresiasi. Untuk menstabilkan nilai uang, secara konvensional instrumen yang digunakan dalam ekonomi moneter adalah dengan pengaturan tingkat suku bunga. Jika tingkat suku bunga naik, maka JUB akan berkurang karena orang


(66)

akan lebih senang menabung dari pada memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai produktif. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, JUB di masyarakat akan bertambah karena orang lebih senang memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai produktif.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jaka Sriyana (2001) yang berjudul “Dampak Ekspansi Fiskal Terhadap Inflasi”. Penelitian ini menelaah bagaimana dampak kebijakan fiskal terhadap inflasi, yang menyatakan bahwa jumlah uang beredar berpengaruh secara signifikan terhadap laju pertumbuhan inflasi. Penelitian juga mendukung penelitian yang dilakukan oleh TB. Rully Ferdian (2001), Studi yang berjudul ”Independensi Bank Indonesia Dalam Mengendalikan Inflasi, yang menyatakan bahwa pengendalian jumlah uang beredar dan atau suku bunga akan mempengaruhi laju inflasi.

b. Koefisien PDB (b2)

PDB (X2) tidak signifikan terhadap inflasi, hal ini karena dalam periode 1998 – 1999 ekspektasi masyarakat sangat tinggi dan mengakibatkan kenaikan jumlah uang beredar. Besarnya produk domestik bruto dinyatakan dalam satuan uang namun nilai satuan berubah sepanjang waktu. Perubahan nilai produksi total dipengaruhi kuantitas output yang diproduksi maupun tingkat harga. Nilai produk domestik bruto tidak dipengaruhi oleh harga barang-barang. Nilai-nilai produk domestik bruto penting karena mencerminkan pertumbuhan output atau produksi yang sesungguhnya terjadi. Besarnya produk domestik bruto tidak mencerminkan pertumbuhan output yang


(67)

sesungguhnya bila terjadi perubahan tingkat harga secara umum maka efeknya akan menaikkan besarnya produk domestik bruto meskipun sebenarnya tidak terjadi kenaikan output atau produksi.

c. Koefisien Tingkat Suku Bunga(b3)

Tingkat Suku Bunga (X3) mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap Inflasi, dengan koefisien regresi sebesar 0.709 yang artinya apabila tingkat suku bunga meningkat sebesar 1 %, maka Inflasi akan menurun sebesar 70.9% dengan asumsi bahwa variabel Jumlah uang beredar, PDB, dan Kurs dalam kondisi umlah uangberedar akan bertambah konstan. Berarti bahwa antara tingkat suku bunga dan Inflasi menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik. Bank Sentral dapat membuat perubahan ke atas jumlah uang beredar dengan cara melakukan jual beli surat-surat berharga. Bentuk langkah yang akan dijalani tergantung pada masalah ekonomi yang dihadapi. Pada waktu perekonomian mengalami resesi, untuk mendorong perkembangan kegiatan perekonomian maka jumlah uang beredar perlu ditambah. Bank Sentral dapat menciptakan keadaan seperti itu dengan membeli surat-surat berharga, dengan itu jumlah uang beredar akan bertambah karena apabila Bank Sentral melakukan pembayaran atas pembeliannya itu cadangan yang ada pada Bank-bank umum telah menjadi bertambah tinggi. Dengan danya kelebihan cadangan tersebut mereka dapat memberikan pinjaman yang lebih banyak. Begitu pula sebaliknya apabila terjadi inflasi maka untuk mengurangi kegiatan ekonomi yang berlebih-lebihan,jumlah uang berdar harus dikurangi. Tujuan ini dapat dicapai oleh


(68)

Bank Sentral dengan membeli surat-surat berharga , karena dengan penjualan itu tabungan giral masyarakat dan cadangan yang dipegang bank-bank umum akan berkurang.

d. Koefisien Kurs Valuta Asing (b4)

Kurs Valuta Asing (X4) mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap Inflasi, dengan koefisien regresi sebesar 0.227 yang artinya apabila nilai tukar meningkat sebesar 1 %, maka Inflasi akan meningkat sebesar 22.7% diperkirakan karena pada saat rupiah terdepresiasi terhadap dollar berdampak pada kenaikan harga barang, hal ini dikarenakan oleh pergerakan antara dua mata uang antar dua Negara bersumber dari tingkat harga masing-masing Negara. Ketika harga-harga barang di luar negeri naik menyebabkan inflasi di indonesia semakin tinggi. Hal ini dikaranakan barang-barang impor yang ada di indonesia. Kenaikan harga di dalam negeri terjadi karena dipengaruhi oleh kenaikan harga dari luar negeri, terutama barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat diproduksi di dalam negeri. Atau dapat disebut dengan imported inflation yaitu inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi Sasana (2004) yang berjudul ”Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Di Indonesia dan Filipina (pendekatan Error Correction Model)” . Penelitian ini juga mendukung penelitian dari Jaka Sriyana (2001) yang berjudul “Dampak Ekspansi


(69)

Fiskal Terhadap Inflasi”. Penelitian ini menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara nilai tukar terhadap inflasi. Untuk menjaga kestabilan harga di dalam negeri maka otoritas moneter melalui kebijakannya diharapkan dapat menjaga kestabilan rupiah terhadap dollar dalam batas wajar dan aman. Depresiasi nilai rupiah sangat rentan dampaknya terhadap laju inflasi di Indonesia baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek.

4.4. Uji penyimpangan asumsi klasik

Selain dengan menggunakan pengujian secara statistik yaitu uji t dan uij F juga dilakukan uji terhadap penyimpangan asumsi klasik. Pengujian ini dilakukan untuk menguji validitas dari hasil analisis regresi linier berganda. Adapun pengujian yang digunakan adalah heterokedastisitas, autokorelasi, dan multikolinearitas.

a. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, yaitu dengan cara meregresi residual kuadrat ( Ui2 ) dengan variabel bebas, variabel bebas kuadrat dan perkalian variabel bebas. Hasil perhitungan terlihat pada rincian pada tabel 4.5 sebagai berikut


(70)

Tabel 4.5

Hasil Uji Heterokedasitas White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 24.48148 Probability 0.000000 Obs*R-squared 55.99470 Probability 0.000001 Sumber: Hasil Eviews

Hasil uji heteroskedastisitas dengan menggunakan uji white test (cross term) menunjukkan nilai probabilitas chi squares hitung adalah 0.000001 dan lebih kecil dari α=5% yang berarti signifikan sehingga mengandung penyakit heterokedastisitas.

Untuk itu agar model tidak lagi terdapat masalah heterokesdatisitas, maka perlu dilakukan penyembuhan heterokedastisitas sebagai berikut:

Tabel 4.6

Hasil Regresi dan Penyembuhan Heterokedastisitas.

C X1 X2 X3 X4

OLS se 287.6585 6.17E-06 9.73E-05 0.127225 0.052646 t -3.589008 -2.051499 -1.068984 5.576932 4.321715 White se 541.6426 6.56E-06 8.74E-05 0.300837 0.045259

t -1.906070 -1.930207 -1.190410 2.358497 5.027096 Newey-

West

se 491.5821 4.83E-06 8.73E-05 0.264130 0.034743 t -2.100175 -2.623004 -1.192196 2.686271 6.548690 Sumber : hasil eviews

Berdasarkan metode White dan Newey-Test, standar error yang dihasilkan akan semakin besar dari metode OLS sehingga nilai t hitungnya juga semakin kecil dari statistik t hitung yang diperoleh dari metode OLS. Dengan demikian masalah heterokedatisitas telah dihilangkan.


(71)

b. Uji Autokorelasi

Asumsi ini terjadi apabila ada kesalahan pengganggu periode korelasi dengan kesalahan penggangu pada periode sebelumnya, untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam penelitian ini digunakan Langrange Multiplier (LM).

Dengan metode uji Langrange Multiplier ini, keputusan ada/tidaknya autokorelasi dalam model sangat bergantung pada panjangnya kelambanan. Penentuan kelambanan yang dipilih didasarkan pada nilai Akaike Information Criterion dan Schwarz Criterion yang paling minimum, mekanismenya adalah:

• Jika nilai hitung Obs*R-square (χ) > nilai tabel Obs*R-square (χ) atau probability < 0,05 pada derajat kepercayaaan tertentu (α), maka hasil dari model tersebut adalah menolak hipotesis nol. Hal ini menunjukkan adanya masalah autokorelasi dalam model.

• Jika nilai hitung Obs*R-square (χ) < nilai kritis Obs*R-square (χ) atau probability > 0,05 pada derajat kepercayaaan tertentu (α ), maka hasil dari model tersebut menerima hipotesis nol. Hal ini menunjukkan tidak adanya masalah autokorelasi.

Tabel 4.7

Hasil Uji Autokorelasi dengan Metode Langrange Multiplier Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.113058 Probability 0.893299 Obs*R-squared 0.252881 Probability 0.881227 Sumber: Lampiran, Hasil Olah Data Uji Autokorelasi


(1)

tahun inflasi JUB GDP tk. bunga kurs

1990 1,5 64366 46015.2 16.23 1823

3,3 70125 46933.3 16.08 1844

3,3 76907 5070.5 18.36 1864

1,4 84630 53270 21 1901

1991 1,1 81125 55124 24.21 1932

3,6 87756 54841.9 25.01 1954

7,5 93328 58813.7 22.61 1968

9,5 99058 58722.7 21.88 1992

1992 1,4 100798 61671.8 21.29 2017

1,7 106957 63755.8 20.09 2033

0,6 113510 67388.7 18.48 2038

6,44 119053 67068.2 16.72 2062

1993 6,44 123160 70066.7 15.71 2071

6,97 124540 73049.2 15.19 2088

8,24 136397 77764.2 13.76 2108

9,77 145202 77145.9 11.79 2110

1994 3,71 148829 87979 11.53 2144

4,59 152798 92988.4 12.07 2160

7,38 162900 99809.7 13.35 2181

9,24 174512 101442.5 14.27 2200

1995 3,04 181701 106244.7 15.92 2219

2,34 192126 110925.4 17.09 2246

1,41 206079 117137.3 17.6 2276

1,85 222638 118073.5 17.15 2308

1996 3,26 232493 123323.5 17.29 2336

0,77 249443 128788.1 17.35 2342

0,91 259926 137429.1 17.25 2340

1,53 288632 143090.2 17.03 2383

1997 1,96 294581 142947.9 16.47 2419

2,54 312839 148879.3 15.93 2450

5,37 329074 158043.5 26.22 3275

11,05 355642.86 175635.2 23.92 4650 1998 25,13 449824.29 211574.9 27.26 8325 46,55 565784.77 222809 40.63 14900

75,47 550404 264263.4 47.38 10700

77,63 577381.33 257106.1 49.23 8025 1999 4,08 603325.11 281051.6 34.85 8685

2,73 615411 279711.9 27.39 6726


(2)

2,01 646205 281095.3 12.95 7100 2000 -1,1 656451 324412 12.4 7590

2,1 684335 336266.2 11.69 8735

6,8 686453 360711.6 12.84 8780

9,4 747028 368380.5 13.24 9595

2001 10,6 766812 397956.4 14.86 10400

12,11 796440 424077.4 15 11440

13,01 783104 433905.2 16.16 9675

12,55 844053 428341.5 17.24 10400

2002 14,08 831411 449086.9 17.02 9655

11,48 838635 459993.4 15.85 8730

10,1 859706 480725 14.36 9015

10 883908 473769.4 13.63 8940

2003 7,1 877776 386743.9 12.9 8908

6,6 894213 394620.5 11.55 8285

6,2 911224 405607.6 8.58 8389

5,1 955692 390199.3 7.14 8465

2004 5,1 935247 402597.3 6.11 8587

6,8 975166 411935.5 6.31 9415

6,3 986806 423852.3 6.61 9170

6,4 1033527 418131.7 6.71 9290

2005 8,8 1020693 427003 6.93 9480

7,8 1073746 436110 7.19 9713

9,1 1150451 448492.5 8.51 10310


(3)

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 24.48148 Probability 0.000000 Obs*R-squared 55.99470 Probability 0.000001 Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 03/19/08 Time: 13:30 Sample: 1990:1 2005:4 Included observations: 64

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 1587024. 596383.0 2.661082 0.0105

X1 -0.024117 0.026743 -0.901814 0.3716

X1^2 -1.26E-09 3.70E-10 -3.410333 0.0013

X1*X2 1.83E-08 7.90E-09 2.312613 0.0250

X1*X3 1.44E-05 7.98E-06 1.803437 0.0775

X1*X4 1.61E-05 4.55E-06 3.525516 0.0009

X2 -0.618508 0.504955 -1.224877 0.2265

X2^2 -1.16E-08 1.17E-07 -0.099696 0.9210

X2*X3 0.000271 0.000226 1.197185 0.2370

X2*X4 -0.000155 6.31E-05 -2.459181 0.0175

X3 -1963.062 333.3560 -5.888783 0.0000

X3^2 0.712658 0.073087 9.750868 0.0000

X3*X4 -0.155658 0.085065 -1.829869 0.0734

X4 217.4286 314.6230 0.691077 0.4928

X4^2 -0.024143 0.023603 -1.022884 0.3114

R-squared 0.874917 Mean dependent var 563799.5 Adjusted R-squared 0.839179 S.D. dependent var 1489700. S.E. of regression 597406.1 Akaike info criterion 29.64027 Sum squared resid 1.75E+13 Schwarz criterion 30.14626 Log likelihood -933.4886 F-statistic 24.48148 Durbin-Watson stat 2.139796 Prob(F-statistic) 0.000000


(4)

Penyembuhan:

whiite

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 03/19/08 Time: 13:39 Sample: 1990:1 2005:4 Included observations: 64

White Heteroskedasticity-Consistent Standard Errors & Covariance

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1032.409 541.6426 -1.906070 0.0615

X1 -1.27E-05 6.56E-06 -1.930207 0.0584

X2 -0.000104 8.74E-05 -1.190410 0.2387

X3 0.709524 0.300837 2.358497 0.0217

X4 0.227519 0.045259 5.027096 0.0000

R-squared 0.627100 Mean dependent var 597.3125 Adjusted R-squared 0.601819 S.D. dependent var 1239.327 S.E. of regression 782.0353 Akaike info criterion 16.23658 Sum squared resid 36083170 Schwarz criterion 16.40524 Log likelihood -514.5706 F-statistic 24.80485 Durbin-Watson stat 1.885328 Prob(F-statistic) 0.000000

Newey

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 03/19/08 Time: 13:42 Sample: 1990:1 2005:4 Included observations: 64

Newey-West HAC Standard Errors & Covariance (lag truncation=3)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -1032.409 491.5821 -2.100175 0.0400

X1 -1.27E-05 4.83E-06 -2.623004 0.0111

X2 -0.000104 8.73E-05 -1.192196 0.2380

X3 0.709524 0.264130 2.686271 0.0094

X4 0.227519 0.034743 6.548690 0.0000

R-squared 0.627100 Mean dependent var 597.3125 Adjusted R-squared 0.601819 S.D. dependent var 1239.327 S.E. of regression 782.0353 Akaike info criterion 16.23658 Sum squared resid 36083170 Schwarz criterion 16.40524 Log likelihood -514.5706 F-statistic 24.80485 Durbin-Watson stat 1.885328 Prob(F-statistic) 0.000000


(5)

Multiko

X1 X2 X3 X4 1.000000 0.741908 -0.361395 0.792954

0.741908 1.000000 -0.180040 0.713666 -0.361395 -0.180040 1.000000 -0.003320 0.792954 0.713666 -0.003320 1.000000

autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.113058 Probability 0.893299 Obs*R-squared 0.252881 Probability 0.881227 Test Equation:

Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 03/19/08 Time: 15:02

Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X1 5.93E-08 6.27E-06 0.009451 0.9925

X2 5.13E-06 9.96E-05 0.051461 0.9591

X3 -0.000710 0.131009 -0.005416 0.9957

X4 -0.002535 0.053781 -0.047128 0.9626

C 2.559101 294.5709 0.008688 0.9931

RESID(-1) 0.057744 0.134091 0.430635 0.6684

RESID(-2) -0.029979 0.134742 -0.222492 0.8247 R-squared 0.003951 Mean dependent var 1.21E-13 Adjusted R-squared -0.100896 S.D. dependent var 756.8016 S.E. of regression 794.0635 Akaike info criterion 16.29512 Sum squared resid 35940596 Schwarz criterion 16.53125 Log likelihood -514.4439 F-statistic 0.037686 Durbin-Watson stat 1.988238 Prob(F-statistic) 0.999757


(6)

LINIER

Dependent Variable: Y Method: Least Squares Date: 03/19/08 Time: 12:41 Sample: 1990:1 2005:4 Included observations: 64

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

X1 -1.27E-05 6.17E-06 -2.051499 0.0447

X2 -0.000104 9.73E-05 -1.068984 0.2894

X3 0.709524 0.127225 5.576932 0.0000

X4 0.227519 0.052646 4.321715 0.0001

C -1032.409 287.6585 -3.589008 0.0007

R-squared 0.627100 Mean dependent var 597.3125 Adjusted R-squared 0.601819 S.D. dependent var 1239.327 S.E. of regression 782.0353 Akaike info criterion 16.23658 Sum squared resid 36083170 Schwarz criterion 16.40524 Log likelihood -514.5706 F-statistic 24.80485 Durbin-Watson stat 1.885328 Prob(F-statistic) 0.000000