POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

(1)

POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh RENI SOFIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

Reni Sofiani

ABSTRAK

POLA KALIMAT DALAM BERITA UTAMA HARIAN LAMPUNG POST EDISI JANUARI 2013 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

Oleh RENI SOFIANI

Masalah dalam penelitian ini adalah pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di SMP.

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriptif. Sumber data penelitian ini pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Sumber data berjumlah tujuh eksemplar dengan penggunaan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (kejadian yang terjadi di Lampung yang menyesuaikan dengan tema/KD pembelajaran di SMP kelas VIII semester genap).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kalimat yang diperoleh berjumlah 158. Pola S-P berjumlah 2 kalimat dengan persentase 1,27%, pola S-P-O berjumlah 22


(3)

kalimat dengan persentase 13,92%, pola S-P-Pel berjumlah 17 kalimat dengan persentase 10,76%, pola S-P-Ket berjumlah 34 kalimat dengan persentase 21,51%, pola S-P-O-Pel berjumlah 12 kalimat dengan persentase 7,60%, dan pola S-P-O-Ket berjumlah 10 kalimat dengan persentase 6,33%. Sementara untuk pola kalimat berdasarkan hasil temuan yang tidak sama dengan indikator berjumlah 61 kalimat dengan persentase 38,61%. Kajian variasi pola kalimat berimplikasi terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia terutama pada materi pembelajaran. Kajian penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran khususnya pembelajaran dalam aspek keterampilan menulis.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN

RIWAYAT HIDUP DAN PENDIDIKAN PERSEMBAHAN MOTO SANWACANA DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

1.5 Sumber Data ... 7

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Kalimat ... 8

2.1.1 Unsur-unsur Kalimat ... 9

2.1.1.1 Subjek ... 10

2.1.1.2 Predikat... 12

2.1.1.3 Objek ... 14

2.1.1.4 Pelengkap ... 15

2.1.1.5 Keterangan ... 16

2.1.1.6 Konjungsi ... 18

2.1.1.7 Modalitas ... 19

2.1.2 Pola Kalimat ... 19

2.1.2.1 Pola Dasar Kalimat... 20

2.2 Pengertian Berita ... 22

2.2.1 Ragam Bahasa Jurnalistik ... 23

2.2.2 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers ... 27


(8)

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian ... 32

3.2 Sumber Data ... 32

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 33

3.4 Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 37

4.2 Bahasan Penelitian ... 40

4.2.1 Pola S-P (subjek-predikat) ... 40

4.2.2 Pola S-P-O (subjek-predikat-objek) ... 41

4.2.3 Pola S-P-Pel (subjek-predikat-pelengkap) ... 43

4.2.4 Pola S-P-Ket (subjek-predikat-keterangan) ... 44

4.2.5 Pola S-P-O-Pel (subjek-predikat-objek-pelengkap) ... 46

4.2.6 Pola S-P-O-Ket (subjek-predikat-objek-keterangan) ... 47

4.2.7 Pola Kalimat Berdasarkan Hasil Temuan Peneliti ... 49

4.3 Implikasi Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP ... 57

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 61

5.2 Saran ... 62

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa adalah sistem lambang bunyi ujaran yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat pemakainya. Ragam bahasa menurut sarananya lazim dibagi atas ragam lisan dan ragam tulis. Ragam lisan adalah variasi bahasa yang menggunakan medium utama berupa bunyi ujaran (unsur bahasa yang hanya dapat ditangkap melalui indera pendengaran) untuk berinteraksi atau berkomunikasi dengan orang lain. Adapun ragam tulis adalah variasi bahasa yang menggunakan huruf dan tanda baca (unsur bahasa yang dapat ditangkap melalui indera penglihatan atau perabaan/penggunaan huruf Braille). Ragam tulis ini biasanya digunakan dalam media cetak atau surat kabar.

Surat kabar menggunakan bahasa tulis dalam penyampaian informasinya. Dengan menggunakan bahasa tulis artinya penulis tidak berhubungan langsung dengan pembaca. Untuk itu, bahasa yang digunakan dalam surat kabar harus terang dan jelas, lebih eksplisit karena dalam bahasa tulis tidak dapat disertai oleh gerak isyarat, pandangan atau anggukan sebagai tanda penegasan dipihak penulis atau pemahaman dipihak pembaca. Itulah sebabnya, kalimat dalam ragam tulis harus lebih cermat sifatnya. Fungsi gramatikal seperti subjek, predikat, dan objek, dan hubungan diantara fungsi itu masing-masing harus nyata. Menurut Widjono


(10)

2

(2011: 32) ragam bahasa tulis ditandai oleh (1) penyajian materi/pesan yang bersifat mulia dan kebenaran yang bersifat universal, (2) penggunaan fungsi-fungsi gramatikal secara eksplisit dan konsisten, (3) penggunaan bentuk lengkap, bentuk yang tidak disingkat, (4) penggunaan imbuhan secara eksplisit dan konsisten, (5) penggunaan kata ganti resmi dan menghindari kata ganti tidak resmi, (6) penggunaan pola frase yang baku, (7) penggunaan ejaan yang baku pada bahasa tulis, dan lafal yang baku pada bahasa lisan, dan (8) tidak menggunakan unsur tidak baku, misalnya unsur kedaerahan dan asing. Bahasa tulis yang lazim dipakai media cetak berkala yakni surat kabar disebut bahasa pers jurnalistik. Sebagai salah satu ragam bahasa, bahasa jurnalistik tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku (Sumadiria, 2008: 53). Untuk itu, bahasa dalam surat kabar harus menaati kaidah tata bahasa baku bahasa Indonesia, baik surat kabar regional maupun surat kabar nasional. Salah satu surat kabar yang beredar di provinsi Lampung adalah Lampung Post.

Lampung Post merupakan surat kabar yang memuat informasi yang bersifat internasional, nasional, dan regional (daerah), dan dapat dibaca oleh sebagian besar masyarakat Lampung, baik dari kalangan bawah, menengah, maupun kalangan atas. Oleh karena itu, Lampung Post mempunyai lebih banyak peluang dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia bagi para pelajar di SD, SMP, dan SMA. Selain itu, Lampung Post merupakan anggota Media Group, salah satu usaha penerbitan yang pernah mendapat penghargaan dari pusat bahasa karena penggunaan bahasanya yang dinilai baik. Lampung Post memuat berbagai kolom berita, seperti berita utama, tajuk, artikel, iklan, dan sebagainya. Lampung Post selalu menyuguhkan informasi terhangatnya lewat kolom berita utama untuk menarik perhatian pembaca.


(11)

Berita utama dalam sebuah surat kabar menjadi sorotan utama bagi pembaca, hal ini karena berita utama letaknya selalu di halaman pertama yang tengah menjadi topik hangat dalam masyarakat. Setiap peristiwa yang tengah bergejolak baik yang bersifat regional (daerah), nasional, maupun internasional selalu menarik perhatian masyarakat untuk mengetahui lebih jauh lewat media cetak yang selalu menyuguhkan informasi terhangat dari peristiwa-peristiwa tersebut. Oleh sebab besarnya antusias pembaca, setiap penerbit surat kabar berlomba untuk menyajikan informasi-informasi terhangat dan menjadikannya sebagai fokus utama dalam sajian beritanya. Untuk menarik perhatian pembaca, berita utama berada di halaman awal surat kabar, penyajiannya didukung dengan ukuran huruf judul berita yang lebih besar dari huruf lainnya serta gambar yang mendukung berita utama tersebut. Dengan demikian, pembaca dapat dengan mudah untuk mengetahui polemik yang terjadi dalam masyarakat. Untuk dapat menarik perhatian pembaca, penulisan berita dalam surat kabar juga harus memperhatikan cara menulis yang baik.

Seseorang akan dapat menulis dengan baik apabila ia juga seorang pembaca yang baik. Akan tetapi pembaca yang baik tidak berarti ia juga penulis yang baik. Seorang penulis harus menyadari bahwa tulisan yang dibuatnya akan dibaca orang lain. Sebuah bacaan atau tulisan yang baik merupakan suatu komposisi yang dapat memikat pembacanya untuk terus membaca sampai selesai. Agar dapat membuat pembaca terpikat tidaklah dapat dilakukan begitu saja. Hal ini memerlukan pengetahuan tentang bagaimana seharusnya menulis. Menulis memerlukan ketekunan, latihan, dan pengalaman. Kelincahan dalam penulisan tergambar dalam pola/struktur kalimat yang digunakan.


(12)

4

Ada kalimat yang dimulai dengan subjek, ada pula yang dimulai dengan predikat atau keterangan. Ada kalimat yang pendek dan ada kalimat yang panjang. Tulisan yang mempergunakan pola serta bentuk kalimat yang terus-menerus sama akan membuat suasana menjadi kaku dan monoton atau datar sehingga membaca menjadi kegiatan yang membosankan. Oleh sebab itu, untuk menghindari suasana monoton dan rasa bosan, suatu paragraf dalam tulisan memerlukan bentuk, pola, dan jenis kalimat yang bervariasi. Kevariasian ini tidak kita temukan dalam kalimat demi kalimat, atau pada kalimat-kalimat yang dianggap sebagai struktur bahasa yang berdiri sendiri. Ciri kevariasian akan diperoleh jika kalimat yang satu dibandingkan dengan kalimat yang lain. Salah satu ciri bervariasinya suatu paragraf bisa dilihat dari pola kalimat yang digunakan.

Pola kalimat adalah susunan konstituen kalimat yang terdiri atas subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan. Pola kalimat ini bukan harga mati sebuah komposisi kalimat, artinya kalimat tidak harus berpola subjek-predikat-objek. Kalimat bisa berpola subjek-predikat-pelengkap/keterangan. Dengan adanya variasi pola kalimat pembaca akan mengetahui bahwa kalimat tidak selalu menggunakan pola yang sama. Variasi pola kalimat ini penting dalam penyajian sebuah berita. Berita dalam surat kabar didominasi kalimat-kalimat panjang yang

menjenuhkan pembaca. Untuk mengurangi kejenuhan, penerbit bisa

menggunakan variasi pola kalimat dalam menyajikan berita. Perhatikan contoh berikut.

(1)Satu unit gedung SMP Darma Bakti, sebelas sepeda motor, dan tiga mobil S

terbakar. (Lampung Post, 23 November 2012) P

(2)Polda masih menunggu hasil penyelesaian masalah tersebut.

S P O


(13)

Kalimat (1) berpola S-P, sedangkan kalimat (2) berpola S-P-O. Dengan adanya variasi pola kalimat penerbit dapat memikat pembaca untuk terus membaca berita sampai selesai. Variasi pola kalimat merupakan salah satu ciri kalimat yang efektif. Kalimat efektif adalah kalimat yang singkat, padat, jelas, lengkap, dan dapat menyampaikan informasi secara tepat. Kalimat dikatakan singkat karena hanya menggunakan unsur yang diperlukan saja. Sedangkan sifat padat mengandung makna sarat dengan informasi yang terkandung di dalamnya. Sifat jelas ditandai dengan kejelasan struktur kalimat dan makna yang terkandung di dalamnya. Sifat lengkap mengandung makna kelengkapan struktur kalimat secara gramatikal, dan kelengkapan konsep atau gagasan yang terkandung di dalam kalimat tersebut (Widjono, 2011: 160). Pembelajaran mengenai variasi pola kalimat dan media berita sudah tercantum dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan).

Dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) untuk SMP kelas VIII semester genap tercantum hal-hal yang berkaitan dengan variasi kalimat dan berita, seperti dalam SK (standar kompetensi) mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster dengan KD (kompetensi dasar) menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat yang bervariasi, serta persuasif, dan dalam SK (standar kompetensi) memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring dengan KD (kompetensi dasar) menemukan masalah utama dari berbagai berita yang bertopik sama melalui membaca ekstensif.


(14)

6

Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa penting untuk mengkaji penggunaan variasi pola kalimat dalam berita utama surat kabar harian Lampung Post. Selain untuk pembelajaran dengan penelitian ini pembaca juga akan mengetahui karakteristik pola kalimat dalam ragam bahasa berita khususnya di Lampung post. Dengan demikian, judul penelitian ini adalah Pola Kalimat dalam Berita Utama Harian Lampung Post Edisi Januari 2013 dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah dalam penelitian ini dapat

dirumuskan sebagai berikut “Bagaimanakah pola kalimat dalam berita utama

harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran

Bahasa Indonesia di SMP?”

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mendeskripsikan pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat digolongkan menjadi dua, yaitu manfaat teoretis dan manfaat praktis.

(1) Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi mengenai pola kalimat. (2) Manfaat Praktis


(15)

a. informasi dan masukan, khususnya bagi guru sekolah menengah pertama mengenai pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 dan implikasinya terhadap pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

b. informasi kepada pembaca mengenai pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi 2013 serta karakteristik pola kalimat ragam jurnalistik.

1.5Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(1) Subjek penelitian ini adalah berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013.

(2) Objek penelitian ini adalah pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013, yang meliputi:

(a) S-P (b) S-P-O (c) S-P-Pel (d) S-P-Ket (e) S-P-O-Pel (f) S-P-O-Ket


(16)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kalimat

Bahasa terdiri atas dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan makna yang dinyatakan oleh lapisan bentuk tersebut. Bentuk bahasa terdiri atas satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi dua satuan, yaitu satuan fonologi dan satuan gramatikal. Satuan fonologi meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan gramatikal meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, dan morfem.

Kalimat biasanya didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Artinya, di dalam kalimat itu ada unsur subjek (S), yakni unsur yang dibicarakan. Ada unsur predikat (P), yakni unsur yang menyatakan apa yang dilakukan oleh unsur S atau apa yang dialami oleh unsur S itu. Mungkin ada unsur objek (O), yakni unsur sasaran dari tindakan yang dilakukan oleh unsur S. Lalu mungkin juga ada unsur keterangan (K), yakni unsur yang menerangkan tentang waktu, tempat, cara, dan sebagainya. (Chaer, 2010: 36) Dalam bukunya yang lain Chaer (2008: 5) menambahkan bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang dibangun oleh konstituen dasar (biasanya berupa klausa), dilengkapi dengan konjungsi (bila diperlukan), disertai dengan intonasi final (deklaratif, interogatif, imperatif, atau interjektif).


(17)

Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang diikuti oleh kesenyapan yang mencegah terjadinya perpaduan ataupun asimilasi bunyi ataupun proses fonologis lainnya. Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!). Sementara itu, di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (-), dan spasi. Tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru sepadan dengan intonasi akhir, sedangkan tanda baca lain sepadan dengan jeda. Spasi yang mengikuti tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru melambangkan kesenyapan. (Alwi, dkk. 2003: 311). Sedangkan menurut Putrayasa (2008: 20), kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir naik atau turun.

Dari beberapa pendapat pakar di atas, penulis mengacu pada pendapat Alwi dkk., dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang mengemukakan bahwa kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. Menurut penulis pendapat Alwi dkk. sangat lengkap dan jelas. Hal itu karena Alwi dkk. memberikan batasan dari segi lisan dan tulisan serta mengungkapkan cara penulisan sebuah kalimat.

2.1.1 Unsur-unsur Kalimat

Kalimat terdiri atas beberapa unsur yang membentuknya. Berikut akan dijelaskan mengenai unsur-unsur kalimat menurut Alwi (2003: 326), Widjono (2011: 148), dan Mulyono (2012: 47).


(18)

10

2.1.1.1 Subjek

Subjek atau pokok kalimat merupakan unsur utama kalimat. Subjek menentukan kejelasan makna kalimat. Penempatan subjek yang tidak tepat dapat mengaburkan makna kalimat. Keberadaan subjek dalam kalimat berfungsi (1) membentuk kalimat dasar, kalimat luas, kalimat tunggal, kalimat majemuk, (2) memperjelas makna, (3) menjadi pokok pikiran, (4) menegaskan/memfokuskan makna, (5) memperjelas pikiran ungkapan, dan (6) membentuk kesatuan pikiran (Widjono, 2011: 148).

Ciri-ciri subjek menurut Widjono (2011: 148) dan Mulyono (2012: 47) yaitu sebagai berikut.

(1) jawaban atas pertanyaan apa atau siapa, Contoh:

a. Pemimpin itu jujur sekali.

Kalimat di atas merupakan jawaban atas pertanyaan siapa, “Siapa yang jujur sekali?” Jawabannya adalah pemimpin itu.

b. Menulis puisi itu mudah.

Kalimat di atas merupakan jawaban atas pertanyaan apa, “Apa yang mudah?” jawabannya adalah menulis puisi.

(2) berupa kata atau frase benda (nomina), subjek berupa kata, contohnya:

a. Saya belajar Semantik dibangku kuliah. b. Kami akan wisuda bulan Desember tahun ini.

Subjek berupa frase, contohnya:

a. Gadis cantik yang berbaju biru itu menyanyikan lagu Lampung. b. Ayah dan ibu pergi ke Bandung kemarin.


(19)

(3) disertai kata tunjuk ini atau itu, Contoh:

a. Kucing ini lucu sekali.

b. Mobil itu menabrak pembatas jalan.

(4) disertai pewatas yang, Contoh:

a. Gadis yang memakai baju merah cantik sekali. b. Pemimpin yang jujur disenangi masyarakat.

(5) tidak didahului preposisi: di, dalam, pada, kepada, bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan lain-lain,

Contoh:

a. Dalam rapat itu terjadi perdebatan sengit antaranggota. b. Menurut kami, merekalah penyebab terjadinya kerusuhan itu.

(kata yang dicetak miring bukan merupakan subjek karena didahului kata dalam dan berdasarkan).

(6) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan, Contoh:

a. Bukan Rita yang menanam bunga itu. (benar) b. Tidak Rita yang menanam bunga itu. (salah)

(7) merupakan bagian kalimat yang diterangkan oleh predikat, Contoh:

a. Perempuan itu cantik sekali. b. Anggun menanam bunga di taman.

(kalimat (7)a predikat cantik sekali menerangkan subjek perempuan itu, sedangkan kalimat (7)b predikat menanam menerangkan apa yang dilakukan Anggun di taman).


(20)

12

(8) diikuti salah satu kata kerja gabung ialah, adalah, merupakan, atau menjadi, Contoh:

a. Pantun ialah bentuk puisi yang berpola akhir a-b-a-b. b. Beliau menjadi presiden sejak tahun 2004.

(9) berpartikel –nya. Contoh:

a. Membacanya cukup cepat. b. Dinginnya menusuk tulang.

2.1.1.2 Predikat

Seperti halnya dengan subjek, predikat kalimat kebanyakan muncul secara eksplisit. Keberadaan predikat dalam kalimat berfungsi (1) membentuk kalimat dasar, kalimat tunggal, kalimat luas, kalimat majemuk, (2) menjadi unsur penjelas, yaitu memperjelas pikiran atau gagasan yang diungkapkan dan menentukan kejelasan makna kalimat, (3) menegaskan makna, (4) membentuk kesatuan pikiran, dan (5) sebagai sebutan (Widjono, 2011: 148).

Ciri-ciri predikat menurut Widjono (2011: 149) yaitu sebagai berikut.

(1) jawaban atas pertanyaan mengapa (melakukan apa), bagaimana, berapa, dan apa sang subjek itu,

Contoh:

a. Burung itu berkicau indah sekali. (“Apa yang dilakukan burung itu? Jawabannya berkicauindah sekali”)

b. Peserta rapatnya 20 orang. (“Berapa jumlah peserta rapat? Jawabannya 20

orang”)


(21)

Contoh:

a. Aisyah bukan pramugari. b. Delia tidak menanam bunga.

(3) dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah, sedang, selalu, hampir, Contoh:

a. Kami akan berangkat ke Bandung bulan depan. b. Paman sudah pulang dari Bali.

(4) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain,

Contoh:

a. Saya sebaiknya pulang lebih awal.

b. Kamu seharusnya tidak bermalas-malasan.

(5) tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek,

Contoh:

a. Wanita yang memakai jilbab ungu itu cantik sekali. b. Laki-laki yang berjalan di atas trotoar itu tampan sekali.

(frase yang bergaris bawah merupakan perluasan subjek, bukan predikat, frase yang dicetak miring merupakan predikat berupa kata sifat)

(6) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni, Contoh:

a. Saya adalah mahasiswa Unila.

b. Peserta seminar yakni kalangan dosen.

(7) predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau bilangan, Contoh:

a. Saya mahasiswa. (predikat kata benda)


(22)

14

2.1.1.3 Objek

Kehadiran objek dalam kalimat bergantung pada jenis predikat kalimat serta ciri khas objek itu sendiri. Predikat kalimat yang berstatus transitif mempunyai objek. Biasanya, predikat ini berupa kata kerja berkonfiks me-kan, atau me-i, misalnya mengambilkan, mengumpulkan, mengambili, melempari, mendekati. Dalam kalimat, objek berfungsi (1) membentuk kalimat dasar pada kalimat berpredikat transitif, (2) memperjelas makna kalimat, dan (3) membentuk kesatuan atau kelengkapan pikiran (Widjono, 2011: 149).

Ciri-ciri objek menurut Widjono (2011: 150) yaitu sebagai berikut. (1) berupa kata benda,

Contoh:

a. Nola menulis puisi.

b. Bunda ke kampus mengendarai motor. (2) tidak didahului kata depan,

Contoh:

a. Ibu membeli di pasar buah mangga itu.

(kata di pasar yang berada tepat di belakang predikat transitif bukan merupakan objek, melainkan keterangan, objeknya yaitu buah mangga itu)

b. Paman membawa dari Palembang pempek yang lezat itu.

(kata dari Palembang yang berada tepat di belakang predikat transitif bukan merupakan objek, melainkan keterangan, objeknya yaitu pempek yang lezat) (3) mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif,

Contoh:

a. Anak-anak melempari orang gila dengan kerikil tajam. b. Sanny mengumpulkan perangko sejak sekolah dasar.


(23)

Contoh:

a. Ayah membeli mobil-mobilan di pasar.

(“Apa yang dibeli ayah di pasar? Jawabannya mobil-mobilan”)

b. Ayah membelikan adik mobil-mobilan di pasar.

(“Siapa yang dibelikan mobil-mobilan oleh ayah? Jawabannya adik”)

(5) dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat dipasifkan. Contoh:

a. Pembantu membersihkan rumah saya. (aktif) b. Rumah saya dibersihkan oleh pembantu. (pasif)

(kalimat (5)a objeknya rumah saya, pada kalimat (5)b rumah saya menduduki fungsi subjek, dan yang menjadi objeknya adalah oleh pembantu)

2.1.1.4 Pelengkap

Pelengkap adalah unsur kalimat yang berfungsi melengkapi informasi, mengkhususkan objek, dan melengkapi struktur kalimat (Widjono, 2011: 150). Ciri-ciri pelengkap menurut Widjono (2011: 150) yaitu sebagai berikut.

(1) bukan unsur utama, tetapi tanpa pelengkap kalimat itu tidak jelas dan tidak lengkap informasinya,

Contoh:

a. Tabitha belajar.

b. Tabitha belajar bahasa Indonesia.

(kalimat (1)a terdiri atas subjek dan predikat, namun kalimat tersebut tidak memberikan informasi yang jelas mengenai hal yang dipelajari Tabitha, sedangkan kalimat (1)b terdiri atas subjek-predikat-pelengkap sehingga memberikan informasi yang lebih jelas tentang yang dipelajari Tabitha, yaitu bahasa Indonesia)

(2) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja transitif. Contoh:

a. Negara ini berlandaskan hukum. b. Mereka bermain bola di lapangan.


(24)

16

Untuk memperjelas pemahaman tentang objek dan pelengkap, berikut akan disajikan tabel yang menguraikan perbedaan antara objek dan pelengkap.

Tabel 2.1 Perbedaan Objek dan Pelengkap (Alwi dkk., 2003: 329)

No. Objek Pelengkap

1.

2.

3.

4.

Berwujud frase nominal atau klausa

Berada langsung di belakang predikat

Menjadi subjek akibat pemasifan kalimat

Dapat diganti dengan pronomina –nya

Berwujud frase nominal, frase verbal, frase adjektival, frase proposisional, atau klausa Berada langsung di belakang predikat jika tak ada objek dan di belakang objek kalau unsur ini hadir

Tak dapat menjadi subjek akibat pemasifan kalimat

Tidak dapat diganti dengan –nya kecuali kombinasi preposisi selain di, ke, dari, dan akan. 2.1.1.5 Keterangan

Keterangan kalimat berfungsi menjelaskan atau melengkapi informasi pesan-pesan kalimat. Tanpa keterangan, informasi menjadi tidak jelas. Hal ini dapat dirasakan kehadirannya terutama dalam surat undangan, laporan penelitian, dan informasi yang terkait dengan tempat, waktu, sebab, dan lain-lain (Widjono, 2011: 150)

Ciri-ciri keterangan menurut Widjono (2011: 151) yaitu sebagai berikut.

(1) bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa keterangan, pesan menjadi tidak jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan tidak komunikatif,


(25)

Contoh:

a. Kakek datang bersama nenek. (tanpa keterangan)

b. Kakek datang dari Yogyakarta bersama nenek. (ada keterangan asal)

(kalimat (1)a tidak memberikan informasi dengan jelas tanpa memberikan keterangan, sedangkan kalimat (1)b menjadi jelas dengan adanya keterangan asal)

(2) tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat, Contoh:

a Kemarin saya mengerjakan skripsi di kampus. b Saya kemarin mengerjakan skripsi di kampus. c Saya mengerjakan skripsi di kampus kemarin.

(3) dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara, posesif (posesif ditandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun, misalnya: Saya berupaya meningkatkan kualitas kerja meskipun sulit diwujudkan, dan

pengganti nomina (menggunakan kata bahwa, misalnya: Mahasiswa

berpendapat bahwa sekarang ini sulit mencari pekerjaan). Contoh:

a. Darius membeli toyota avanza kemarin. (keterangan waktu) b. Dona tampil cantik untuk acara AMI awards. (keterangan tujuan)

(4) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa aposisi, misalnya keterangan tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat menggantikan subjek.

Contoh:

a. Megawati, yang menjabat Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (keterangan tambahan)

(kata „yang menjabat‟ memberi keterangan status subjek pada kalimat tersebut) b. Megawati, Presiden RI 2001-2004, adalah putra Bung Karno. (aposisi)

(kata Megawati dan Presiden RI 2001-2004 dapat saling menggantikan sebagai subjek, misalnya Megawati adalah putra Bung Karno atau Presiden RI 2001-2004 adalah putra Bung Karno)


(26)

18

2.1.1.6 Konjungsi

Menurut Widjono, konjungsi adalah bagian kalimat yang berfungsi menghubungkan (merangkai) unsur-unsur kalimat dalam sebuah kalimat (yaitu subjek, predikat, objek, pelengkap, dan keterangan), sebuah kalimat dengan kalimat lain, dan sebuah paragraf dengan paragraf lain.

Konjungsi dibagi menjadi dua, yakni perangkai intrakalimat dan perangkai antarkalimat. Perangkai intrakalimat berfungsi menghubungkan unsur atau bagian dengan unsur atau bagian kalimat yang lain di dalam sebuah kalimat. Adapun perangkai antarkalimat berfungsi menghubungkan kalimat atau paragraf yang satu dengan kalimat atau paragraf yang lain. Bagian perangkai antarkalimat sering juga disebut dengan istilah transisi. Kata-kata transisi sangat membantu dalam menghubungkan gagasan sebelum dan sesudahnya baik antarkalimat maupun antarparagraf.

Contoh bentuk perangkai yang sering ditemukan dalam karangan antara lain: adalah, andaikata, apabila, atau, bahwa, bilamana, daripada, di samping itu, sehingga, ialah, jika, kalau, kemudian, melainkan, meskipun, misalnya, padahal, seandainya, sedangkan, seolah-olah, supaya, umpamanya, bahkan, tetapi, karena itu, oleh sebab itu, jadi, maka, lagipula, sebaliknya, sementara itu, selanjutnya, dan tambah pula.

Contoh:

a. Saya membaca novel, sedangkan Aisyah menulis cerpen.

b. Semua persiapan seminar sudah beres. Dengan demikian, harapan seminar akan berjalan lancar semakin besar.


(27)

2.1.1.7 Modalitas

Menurut Widjono, modalitas dalam sebuah kalimat sering disebut keterangan predikat. Modalitas dapat mengubah keseluruhan makna sebuah kalimat. Dengan modalitas tertentu makna kalimat dapat berubah menjadi sebuah pernyataan yang tegas, ragu, lembut, pasti, dan sebagainya.

Fungsi modalitas dalam kalimat:

(1) mengubah nada: dari nada tegas menjadi ragu-ragu atau sebaliknya, dari nada keras menjadi lembut atau sebaliknya. Ungkapan yang dapat digunakan antara lain: barangkali, tentu, mungkin, sering, sungguh.

Contoh:

a. Teman saya mungkin seorang politikus. b. Saya sungguh beruntung bisa kuliah di Unila.

(2) menyatakan sikap, misal jika ingin mengungkapkan kalimat dengan nada kepastian dapat digunakan ungkapan: pasti, pernah, tentu, sering, jarang, kerapkali.

Contoh:

a. Dia pasti datang ke acara ini. b. Saya jarang datang terlambat.

2.1.2 Pola Kalimat

Kalimat yang jumlah dan ragamnya begitu banyak, pada hakikatnya disusun berdasarkan pola-pola tertentu yang amat sedikit jumlahnya. Penguasaan pola kalimat akan memudahkan pemakai bahasa dalam membuat kalimat yang benar secara gramatikal. Selain itu, pola kalimat dapat menyederhanakan kalimat sehingga mudah dipahami oleh orang lain.


(28)

20

Kemudahan itu dapat dirasakan pemakai bahasa dalam mengekspresikan ide-idenya dan dalam memahami informasi yang diungkapkan oleh orang lain sehingga dapat memperkecil kesalahpahaman dalam berkomunikasi.

2.1.2.1 Pola Dasar Kalimat

Kalimat dasar adalah kalimat yang (i) terdiri atas satu klausa, (ii) unsur-unsurnya lengkap, (iii) susunan unsur-unsurnya menurut urutan yang paling umum, dan (iv) tidak mengandung pertanyaan atau pengingkaran. Pola kalimat dasar memiliki ciri-ciri:

(1) berupa kalimat tunggal (satu S, satu P, satu O, satu Pel, dan satu Ket), Contoh:

a. Keluar! b. Hari ini.

(kalimat yang terdiri atas satu unsur tersebut biasa disebut kalimat minor)

(2) sekurang-kurangnya terdiri atas satu subjek dan satu predikat, Contoh:

a. Saya cantik. (S-P)

b. Ayah sedang membaca. (S-P)

(kalimat di atas terdiri atas satu subjek dan satu predikat) (3) selalu di awali dengan subjek,

Contoh:

a. Raminra membersihkan rumah. (tepat) b. Membersihkan rumah Raminra. (tidak tepat) (4) berbentuk kalimat aktif,

Contoh:

a. Kami membeli buku kumpulan puisi. (aktif) b. Kakak membelikan ibu jilbab biru. (aktif)


(29)

(5) unsur tersebut ada yang berupa kata dan ada yang berupa frase, Contoh:

a. Ayah berangkat ke Bandung tadi pagi. (subjeknya berupa kata)

b. Ayah dan ibu berangkat ke Bandung tadi pagi. (subjeknya berupa frase)

(6) dapat dikembangkan menjadi kalimat luas dengan memperluas subjek,

predikat, objek, dan keterangan. Contoh:

a. Reni belajar. (kalimat dasar)

b. Reni yang berparas cantik belajar di rumah yang baru direnovasi. (perluasan subjek dan keterangan)

Untuk lebih memahami tentang unsur-unsur kalimat dalam pola kalimat dasar, berikut ini akan disajikan tabel pola kalimat dasar beserta contoh dan fungsi unsur-unsur tersebut sesuai dengan pendapat Alwi dkk. (2003: 322) dalam buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

Tabel 2.2 Pola Kalimat Dasar

No Fungsi Contoh kalimat

1. S-P

Mahasiswa sedang belajar. S P Saya mahasiswa. S P

2. S-P-O

Dia mengerjakan tugas kuliah. S P O Ana mendapat IPK tertinggi. S P O

3. S-P-Pel

Beliau menjadi kepala sekolah. S P Pel

Pancasila merupakan dasar negara kita. S P Pel

4. S-P-Ket

Saya tinggal di Pringsewu. S P Ket Kami berangkat besok pagi. S P Ket

5. S-P-O-Pel

Dia mengirimi saya surat cinta. S P O Pel


(30)

22

Rangga mengambilkan adiknya air minum. S P O Pel

6. S-P-O-Ket

Mereka makan soto di kantin. S P O Ket

Bu Wetty mendidik mahasiswa dengan baik. S P O Ket

Pola kalimat dasar tersebut tidak mutlak, artinya kalimat bisa disusun sedemikian rupa untuk mengurangi kejenuhan membaca, terutama untuk teks-teks panjang seperti dalam surat kabar.

2.2 Pengertian Berita

Semua orang tentu pernah mendengar kata berita dan tahu apa itu berita. Di dalam masyarakat hampir setiap hari ada peristiwa atau kejadian, seperti kebakaran, kebanjiran, perampokan, tawuran pelajar, gempa bumi, dan sebagainya. Ras Siregar (dalam Chaer, 2010: 11) mendefinisikan berita sebagai kejadian yang diulang dengan menggunakan kata-kata. Sering juga ditambah dengan gambar, atau hanya berupa gambar-gambar saja.

Menurut Dean M. Lyle Spencer (dalam Karomani, 2011: 24) berita adalah suatu kenyataan atau ide yang benar yang dapat menarik perhatian pembaca. Selanjutnya, Dr. Willard C Bleyer (dalam Karomani, 2011: 24) menjelaskan pengertian berita adalah sesuatu yang termasa yang terpilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar.

Menurut Chaer (2010: 11), berita adalah suatu peristiwa atau kejadian di dalam masyarakat, lalu kejadian atau peristiwa itu diulangi dalam bentuk kata-kata yang disiarkan secara tertulis dalam media tulis (surat kabar, majalah, dll.), atau dalam media suara (radio, dsb.), atau juga dalam media suara dan gambar (televisi).


(31)

Dari beberapa pengertian di atas, penulis mengacu pada pendapat Chaer dalam buku Bahasa Jurnalistik yang mengemukakan berita sebagai suatu peristiwa atau kejadian di dalam masyarakat, lalu kejadian atau peristiwa itu diulangi dalam bentuk kata-kata yang disiarkan secara tertulis dalam media tulis (surat kabar, majalah, dll.), atau dalam media suara (radio, dsb.), atau juga dalam media suara dan gambar (televisi). Pengertian di atas sangat jelas dipahami karena Chaer memberikan penjelasan mengenai media penyampaian berita.

2.2.1 Ragam Bahasa Jurnalistik

Ragam bahasa jurnalistik lazim digunakan dalam pemberitaan: media eletronik (televisi, radio), media cetak (majalah, surat kabar), dan jurnal. Bahasa berita menyajikan fakta secara utuh dan objektif. Untuk menjamin objektivitas berita, penyaji berita perlu memperhatikan hal-hal berikut.

(1) tidak menambah atau mengurangi fakta yang disajikan, (2) tidak mengubah fakta berdasarkan pendapat penyaji, (3) tidak menambah tanggapan pribadi,

(4) tidak memihak kepada siapa pun,

(5) tidak menggunakan perasaan suka atau tidak suka.

Bahasa berita yang lazim disebut bahasa jurnalistik pers harus tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Ciri-ciri utama bahasa jurnalistik di antaranya

(1) Sederhana

Sederhana berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh pembaca. Kata-kata dan kalimat yang


(32)

24

rumit, yang hanya dipahami oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalistik.

Contoh:

Kehidupan artis selalu menjadi sorotan masyarakat. (tepat) Kehidupan entertainer selalu menjadi sorotan publik. (tidak tepat) (2) Singkat

Singkat berarti langsung kepada pokok masalah (to the point), tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang berharga.

Contoh:

SBY segera mengumumkan kenaikan harga BBM. (tepat)

Presiden RI sekaligus ketua umum partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono akan segera mengumumkan kenaikan harga BBM. (tidak tepat)

(3) Padat

Menurut Patmono SK, redaktur senior Sinar Harapan, padat dalam bahasa jurnalistik berarti sarat makna. Setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.

Contoh:

BBM naik, rakyat menjerit!

(pernyataan tersebut mengandung banyak informasi, dengan kenaikan harga BBM rakyat kecil merasa hidupnya semakin sulit, karena semua harga kebutuhan pokok menjadi semakin mahal dan sulit terjangkau)

(4) Lugas

Lugas berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufimisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.


(33)

Contoh:

Basmi tuntas koruptor di negeri ini!

Basmi tuntas tikus berdasi di negeri ini! (menggunakan eufimisme) (5) Jelas

Jelas berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur. Jelas susunan kata atau kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-predikat-objek-keterangan (S-P-O-K), dan jelas sasaran atau maksudnya.

Contoh:

Pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM. (S-P-O) Mengumumkan kenaikan harga BBM pemerintah. (P-O-S) (6) Jernih

Jernih berarti bening, tembus pandang, transparan, jujur, tulus, tidak menyembunyikan sesuatu yang lain yang bersifat negatif seperti prasangka atau fitnah. Pers di mana pun tidak diarahkan untuk membenci siapa pun.

Contoh:

Pembatalan malam final Miss World di Bogor karena alasan keamanan adalah bukti lemahnya pemerintah.

(pernyataan ini memojokkan pemerintah, karena menganggap pemerintah tidak mampu menjamin keamanan dalam kompetisi tingkat dunia tersebut, masyarakat yang membaca pernyataan di atas menjadi terpengaruh untuk membenci dan menyalahkan pemerintah)

(7) Menarik

Menarik artinya mampu membangkitkan minat dan perhatian khalayak pembaca. Bahasa jurnalistik berpihak pada prinsip menarik, benar, dan baku.

Contoh:

Sepak terjang Gubernur DKI tak diragukan lagi.

Angin segar menyapa terpidana mati di rutan Pondok Bambu.

(wartawan dapat menarik perhatian pembaca dengan menggunakan istilah-istilah yang mudah dimengerti maksudnya)


(34)

26

(8) Demokratis

Demokratis berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, kasta atau perbedaan dari pihak yang menyapa dan pihak yang disapa. Secara ideologis, bahasa jurnalistik melihat setiap individu memiliki kedudukan yang sama di depan hukum sehingga orang itu tidak boleh diberi pandangan serta perlakuan yang berbeda.

Contoh:

Presiden duduk dikursi. Pengemis duduk dikursi.

(kedua kalimat tersebut menjunjung asas demokratis, artinya tidak memandang subjeknya, baik presiden maupun pengemis sama-sama duduk dikursi, tidak boleh menulis „Presiden duduk disinggasana, pengemis duduk dikursi‟ kalimat ini tidak menjunjung asas demokratis karena memperlakukan subjeknya berbeda)

(9) Mengutamakan Kalimat Aktif

Kalimat aktif lebih disukai pembaca daripada kalimat pasif. Kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas tingkat pemahaman.

Contoh:

Pencuri mengambil perhiasan dari dalam lemari pakaian. (aktif)

Diambilnya perhiasan itu dari dalam lemari pakaian oleh pencuri. (pasif) (10)Menghindari Kata atau Istilah Teknis

Bahasa jurnalistik ditujukan untuk umum, untuk itu bahasa yang digunakan harus sederhana dan mudah dipahami. Untuk itu bahasa jurnalistik harus menghindari kata atau istilah teknis. Kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok yang homogen. Hal ini bertentangan dengan pembaca yang heterogen.

Contoh:

Indonesia mengalami inflasi saat krisis moneter beberapa tahun silam.

Indonesia mengalami penurunan nilai mata uang saat krisis moneter beberapa tahun silam.


(35)

(11)Tunduk Kepada Kaidah dan Etika Bahasa Baku

Sebagai guru bangsa dengan fungsinya sebagai pendidik, pers wajib menggunakan serta tunduk kepada kaidah dan etika bahasa baku. Bahasa pers harus baku, benar, dan baik.

Contoh:

Negara kita antikomunis. (baku) Negara kita anti komunis. (tidak baku)

2.2.2 Pedoman Pemakaian Bahasa Pers

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam kegiatan yang digelar di Jakarta, 10 November 1978, mengeluarkan sepuluh pedoman pemakaian bahasa pers.

(1) Wartawan hendaknya secara konsekuen melaksanakan Pedoman Ejaan

Bahasa Indonesia yang disempurnakan. Hal ini juga harus diperhatikan oleh korektor karena kesalahan paling menonjol dalam surat kabar sekarang ini ialah kesalahan ejaan.

(2) Wartawan hendaknya membatasi diri dalam singkatan atau akronim.

Kalaupun harus menulis akronim, maka harus dijelaskan dalam tanda kurung kepanjangan akronim tersebut supaya tulisannya dapat dipahami khalayak ramai.

(3) Wartawan hendaknya tidak menghilangkan imbuhan, bentuk awal atau prefix. Pemenggalan kata awalan me- dapat dilakukan dalam kepala berita mengingat

keterbatasan ruangan. Akan tetapi pemenggalan jangan sampai


(36)

28

(4) Wartawan hendaknya menulis dengan kalimat-kalimat pendek. Pengutaraan pikirannya harus logis, teratur, lengkap dengan kata pokok, sebutan, dan kata tujuan (subjek, predikat, objek). Menulis dengan induk kalimat dan anak kalimat yang mengandung banyak kata mudah membuat kalimat tidak dapat

dipahami, lagi pula prinsip yang harus dipegang ialah “satu gagasan atau satu

ide dalam satu kalimat”.

(5) Wartawan hendaknya menjauhkan diri dari ungkapan klise atau stereotype yang sering dipakai dalam transisi berita seperti kata-kata sementara itu, dapat ditambahkan, perlu diketahui, dalam rangka. Dengan demikian, akan menghilangkan monotomi (keadaan atau bunyi yang selalu sama saja), dan sekaligus menerapkan penghematan dalam bahasa.

(6) Wartawan hendaknya menghilangkan kata mubazir seperti adalah (kata kerja kopula), telah (penunjuk masa lampau), untuk (sebagai terjemahan to dalam bahasa Inggris), dari (sebagai terjemahan of dalam hubungan milik), bahwa (sebagai kata sambung), dan bentuk jamak yang tidak perlu diulang.

(7) Wartawan hendaknya mendisiplinkan pikirannya supaya jangan campur aduk

dalam satu kalimat bentuk pasif (di) dengan bentuk aktif (me).

(8) Wartawan hendaknya menghindari kata-kata asing dan istilah-istilah yang terlalu teknis ilmiah dalam berita. Kalaupun terpaksa menggunakannya, maka satu kali harus dijelaskan pengertian dan maksudnya.


(37)

(9) Wartawan hendaknya sedapat mungkin menaati kaidah tata bahasa.

(10)Wartawan hendaknya ingat bahasa jurnalistik ialah bahasa yang komunikatif dan spesifik sifatnya, dan karangan yang baik dinilai dari tiga aspek yaitu isi, bahasa, dan teknik persembahan.

2.3Implikasi Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP

Pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Dasar Pendidikan (KTSP) sejak tahun 2006 merupakan salah satu bentuk upaya konkrit dari pemerintah dalam menyikapi permasalahan pendidikan nasional, terutama mengenai input dan output pendidikan. Kurikulum tersebut membekali peserta didik dengan berbagai kemampuan yang sesuai dengan tuntutan jaman dan tuntutan reformasi guna menjawab tantangan arus globalisasi. Oleh sebab itu, pembelajaran harus mencapai standar untuk siswa agar mampu bersaing dengan dunia luar.

Pembelajaran bahasa mencakup empat aspek keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pada dasarnya, pembelajaran bahasa ini bertujuan agar siswa mampu berbahasa secara baik dan benar. Dalam salah satu aspek keterampilan berbahasa, terdapat materi pembelajaran yang berkaitan dengan variasi kalimat dan berita, khususnya untuk kelas VIII SMP semester genap, misalnya dalam SK (standar kompetensi) yaitu mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster dengan KD (kompetensi dasar) menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat yang bervariasi, serta persuasif, dan dalam SK (standar kompetensi) memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring dengan KD (kompetensi dasar) menemukan masalah utama dari berbagai berita yang bertopik sama melalui


(38)

30

membaca ekstensif. Pencapaian SK dan KD yang telah ditentukan melewati proses pemberian materi pembelajaran yang terjadi di dalam kelas.

Pemberian materi pembelajaran yang masuk dalam tahap instruksional, mengharuskan seorang guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan materi serta didukung penggunaan alat/media pembelajaran yang dapat menunjang proses belajar mengajar. Untuk pembelajaran mengenai variasi kalimat dan materi berita guru dapat menggunakan media cetak seperti surat kabar yang mudah didapat. Variasi pola kalimat adalah salah satu ciri dari kalimat efektif yang penting untuk dikuasai siswa dalam pembelajaran bahasa. Dengan variasi pola kalimat, siswa dapat membuat sebuah wacana yang menarik perhatian pembaca. Dengan membaca berita, pembelajaran diarahkan untuk mengenal lambang-lambang visual dan mengidentifikasi masalah yang terjadi di lingkungan sekitar peserta didik.

Kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya dalam rangka pencapaian kompetensi dasar. Kegiatan pembelajaran yang dimaksud dapat diwujudkan melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik.

Dalam penelitian ini hal yang dibelajarkan adalah variasi pola kalimat dengan memanfaatkan media cetak/surat kabar sebagai media pembelajaran. Media cetak dipilih karena menuntut siswa untuk mengasah kemampuan membaca yang dimilikinya. Media ini mudah didapat, efisien, sesuai dengan kemampuan guru dan siswa, serta tepat guna. Kegiatan pembelajaran dimulai dengan membaca berita utama, selanjutnya siswa diminta untuk mengidentifikasi pola kalimat yang


(39)

digunakan. Dengan metode diskusi, siswa diminta untuk mendata pola kalimat yang digunakan. Jika ada hal yang tidak dipahami siswa dapat mengadakan tanya jawab dengan guru tentang materi pembelajaran.

Setelah memahami materi yang diajarkan, siswa ditugasi untuk membuat sebuah wacana/paragraf dengan pola kalimat yang bervariasi. Tugas dapat dikerjakan secara individu/kelompok. Selanjutnya, guru menugasi siswa untuk berdiskusi dalam memberikan penilaian terhadap hasil kerja kelompok lain. Dengan strategi pembelajaran seperti ini, siswa tidak hanya mampu mengidentifikasi pola kalimat yang digunakan, namun juga mampu membuat wacana/paragraf dengan kalimat yang bervariasi. Tidak hanya itu, siswa juga dilibatkan dalam proses evaluasi. Siswa dapat menilai hasil kerja temannya. Dengan demikian, siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan deskriptif. Rancangan ini adalah rancangan yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah. Dalam penelitian deskriptif tidak menekankan pada generalisasi, tetapi menekankan pada makna (Sugiyono, 2010: 15). Rancangan deskriptif berusaha memberikan dengan sistematis dan cermat fakta-fakta aktual dan sifat populasi tertentu (Margono, 2010: 8). Selanjutnya menurut Suryabrata (2011: 75) tujuan rancangan deskriptif adalah untuk membuat pencandraan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

3.2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah penggunaan pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 berjumlah 31 eksemplar. Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Teknik ini adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Hal yang dipertimbangkan dalam penelitian ini adalah kejadian yang terjadi di Lampung dengan pilihan tema peristiwa dan kesehatan yang menyesuaikan dengan tema dan KD dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas VIII SMP semester genap,


(41)

sehingga diperoleh tujuh sampel berita dengan tema peristiwa (3 sampel) dan tema kesehatan (4 sampel).

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumentasi, karena sumber data yang digunakan penulis berupa dokumen tertulis, yakni berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Penulis mengumpulkan semua berita utama edisi Januari 2013, kemudian menyeleksi berita yang akan dijadikan sumber data untuk diteliti lebih lanjut dengan memilih tema berita sesuai dengan tema pembelajaran di SMP. Setelah memperoleh sumber data penulis melakukan analisis terhadap sumber data tersebut.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (1992: 18). Analisis dilakukan secara bersamaan yang mencakup tiga kegiatan, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan kesimpulan/verifikasi. Analisis data model ini dinamai Miles dan Huberman dengan analisis data model air. Untuk jelasnya perhatikan gambar berikut.

Masa pengumpulan data REDUKSI DATA

Antisipasi Selama Pasca

PENYAJIAN DATA

= ANALISIS

Selama Pasca

PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI


(42)

34

Dari komponen-komponen analisis data model air pada gambar di atas, penjelasannya adalah sebagai berikut.

1. Reduksi data

Reduksi data diartikan sebagai proses memilih, pemusatan perhatian dengan penyederhanaan (berpusat pada sampel yang telah ditentukan sebelumnya), pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan yang muncul di lapangan. Pemilihan data sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu mendeskripsikan pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013.

2. Penyajian Data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang tersusun dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data dalam penelitian ini lebih banyak mengacu pada teks naratif untuk memaparkan informasi yang menjadi fokus penelitian. Prosesnya dilakukan dengan cara memaparkan hasil penelitian yang disertai dengan contoh temuan, yang kemudian dijelaskan dalam pembahasan. Dalam penyajian data digunakan indikator pola kalimat yang mengacu pada buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Berikut disajikan indikator yang digunakan peneliti dalam penyajian data hasil penelitian.

Tabel 3.1 Indikator Unsur-unsur Kalimat

No. Indikator Deskriptor

1. Subjek (1) jawaban atas pertanyaan apa atau siapa,

(2) berupa kata atau frase benda (nomina), (3) disertai kata tunjuk ini atau itu,

(4) disertai pewatas yang,


(43)

bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan lain-lain,

(6) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan,

(7) merupakan bagian kalimat yang diterangkan oleh predikat,

(8) diikuti salah satu kata kerja gabung ialah, adalah, merupakan, atau menjadi,

(9) berpartikel –nya.

2. Predikat (1) jawaban atas pertanyaan mengapa, bagaimana,

berapa, dan apa sang subjek itu,

(2) dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan, (3) dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah,

sedang, selalu, hampir,

(4) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain,

(5) tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek, (6) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni,

(7) predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau bilangan,

3. Objek (1) berupa kata benda,

(2) tidak didahului kata depan,

(3) mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif,

(4) jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif,

(5) dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat dipasifkan.

4. Pelengkap (1) bukan unsur utama, tetapi tanpa pelengkap kalimat

itu tidak jelas dan tidak lengkap informasinya, (2) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja

transitif.

5. Keterangan (1) bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa

keterangan, pesan menjadi tidak jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan tidak komunikatif,

(2) tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat,


(44)

36

(3) dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara, posesif (posesif ditandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun.

(4) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa

aposisi, misalnya keterangan tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat menggantikan subjek.

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Untuk menarik kesimpulan dari penggunaan pola kalimat, peneliti menjumlahkan hasil penelitian dari setiap unsur. Kemudian untuk variasi pola kalimat, peneliti menjumlahkan penggunaan, kemudian mempersentasekan dengan menggunakan rumus berikut.

Jumlah Penggunaan

X 100 = ...% Jumlah Kalimat

Rumus di atas digunakan untuk mengetahui persentase penggunaan variasi pola kalimat yang ada dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Setelah mendapat jumlah dan persentase, peneliti mengimplikasikan hasil penelitian tersebut ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.


(45)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 sangat bervariasi, sehingga tidak menimbulkan kesan monoton dan rasa bosan pembaca. Pola umum yang digunakan yaitu S-P (subjek-predikat), O (subjek-predikat-objek), S-P-Pel (subjek-predikat-pelengkap), S-P-Ket (subjek-predikat-keterangan), S-P-O-S-P-Pel

(subjek-predikat-objek-pelengkap), dan S-P-O-Ket

(subjek-predikat-objek-keterangan). Ditemukan pula pola lain yang tidak sesuai dengan instrumen penilaian, diantaranya S-P-Pel-Ket (subjek-predikat-pelengkap-keterangan), Ket-S-P-O predikat-objek), dan Ket-S-P-Ket (keterangan-subjek-predikat-keterangan).

Secara keseluruhan, penggunaan pola kalimat S-P berjumlah 2 kalimat dengan persentase 1, 27%, pola S-P-O berjumlah 22 kalimat dengan persentase 13, 92%, pola S-P-Pel berjumlah 17 kalimat dengan persentase 10, 76%, pola S-P-Ket berjumlah 34 kalimat dengan persentase 21, 51%, pola S-P-O-Pel berjumlah 12 kalimat dengan persentase 7, 60%, dan pola S-P-O-Ket berjumlah 10 kalimat dengan persentase 6, 33%. Sedangkan pola lain yang tidak sesuai dengan instrumen penilaian berjumlah 61 kalimat dengan persentase 38, 61%.


(46)

62

Hasil penelitian dapat dijadikan media pembelajaran oleh guru untuk mengajarkan materi pembelajaran variasi kalimat. Seperti yang tercantum dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) untuk SMP kelas VIII semester genap, standar kompetensi dan kompetensi dasar mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster dengan KD (kompetensi dasar) menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat yang bervariasi, serta persuasif dan dalam SK (standar kompetensi) memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring dengan KD (kompetensi dasar) menemukan masalah utama dari berbagai berita yang bertopik sama melalui membaca ekstensif. Dengan adanya variasi kalimat sebuah wacana atau karangan menjadi tidak monoton dan tidak menimbulkan rasa bosan pada diri pembaca.

5.2 Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.

a. Bagi guru bahasa Indonesia pola kalimat dalam berita utama dalam surat kabar dapat dijadikan media pembelajaran dalam aspek keterampilan menulis, yaitu untuk materi pembelajaran variasi pola kalimat agar wacana atau karangan yang dibuat tidak monoton.

b. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat pada kajian yang sama, disarankan untuk meneliti hasil karangan siswa di sekolah untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam memanfaatkan variasi pola kalimat.


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk.. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Emilia, Eka. 2012. “Majas Pada Karikatur Surat Kabar Harian Kompas dan Lampung Post Edisi Juli-Agustus 2011 dan Pemanfaatannya Sebagai Media pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA” (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Karomani. 2011. Pengantar Praktik Menulis Jurnalistik. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mulyono, Iyo. 2012. Ihwal Kalimat Bahasa Indonesia dan Problematika

Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.

Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung: PT. Refika Aditama.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian: Bandung:Alfabeta.

Suharma, dkk.. 2006. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Yudistira. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Suliani, Ni Nyoman Wetty. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sumadiria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Suyanto, Edi dkk.. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia Laras Ilmiah.


(48)

Suyanto, Edi. 2011. Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia Secara Benar. Yogyakarta: Ardana media.

Suryabrata, Sumadi. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas

Lampung. Bandar Lampung: Universitas lampung.

Widjono. 2011. Bahasa Indonesia (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi). Jakarta. PT. Grasindo.


(1)

bagi, untuk, dari, menurut, berdasarkan, dan lain-lain,

(6) tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak, tetapi dapat dengan kata bukan,

(7) merupakan bagian kalimat yang diterangkan oleh predikat,

(8) diikuti salah satu kata kerja gabung ialah, adalah, merupakan, atau menjadi,

(9) berpartikel –nya.

2. Predikat (1) jawaban atas pertanyaan mengapa, bagaimana, berapa, dan apa sang subjek itu,

(2) dapat diingkarkan dengan tidak atau bukan, (3) dapat didahului keterangan aspek: akan, sudah,

sedang, selalu, hampir,

(4) dapat didahului keterangan modalitas: sebaiknya, seharusnya, seyogyanya, mesti, selayaknya, dan lain-lain,

(5) tidak didahului kata yang, jika didahului yang predikat berubah fungsi menjadi perluasan subjek, (6) didahului kata adalah, ialah, yaitu, yakni,

(7) predikat dapat berupa kata benda, kata kerja, kata sifat, atau bilangan,

3. Objek (1) berupa kata benda,

(2) tidak didahului kata depan,

(3) mengikuti secara langsung di belakang predikat transitif,

(4) jawaban apa atau siapa yang terletak di belakang predikat transitif,

(5) dapat menduduki fungsi subjek apabila kalimat dipasifkan.

4. Pelengkap (1) bukan unsur utama, tetapi tanpa pelengkap kalimat itu tidak jelas dan tidak lengkap informasinya, (2) terletak di belakang predikat yang bukan kata kerja

transitif.

5. Keterangan (1) bukan unsur utama kalimat, tetapi kalimat tanpa keterangan, pesan menjadi tidak jelas, dan tidak lengkap, misalnya surat undangan, tanpa keterangan tidak komunikatif,

(2) tempat tidak terikat posisi, pada awal, tengah, atau akhir kalimat,


(2)

36

(3) dapat berupa: keterangan waktu, tujuan, tempat, sebab, akibat, syarat, cara, posesif (posesif ditandai kata meskipun, walaupun, atau biarpun.

(4) Dapat berupa keterangan tambahan dapat berupa aposisi, misalnya keterangan tambahan subjek, tidak dapat menggantikan subjek, sedangkan aposisi dapat menggantikan subjek.

3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Untuk menarik kesimpulan dari penggunaan pola kalimat, peneliti menjumlahkan hasil penelitian dari setiap unsur. Kemudian untuk variasi pola kalimat, peneliti menjumlahkan penggunaan, kemudian mempersentasekan dengan menggunakan rumus berikut.

Jumlah Penggunaan

X 100 = ...% Jumlah Kalimat

Rumus di atas digunakan untuk mengetahui persentase penggunaan variasi pola kalimat yang ada dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013. Setelah mendapat jumlah dan persentase, peneliti mengimplikasikan hasil penelitian tersebut ke dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan pola kalimat dalam berita utama harian Lampung Post edisi Januari 2013 sangat bervariasi, sehingga tidak menimbulkan kesan monoton dan rasa bosan pembaca. Pola umum yang digunakan yaitu S-P (subjek-predikat), O (subjek-predikat-objek), S-P-Pel (subjek-predikat-pelengkap), S-P-Ket (subjek-predikat-keterangan), S-P-O-S-P-Pel (subjek-predikat-objek-pelengkap), dan S-P-O-Ket (subjek-predikat-objek-keterangan). Ditemukan pula pola lain yang tidak sesuai dengan instrumen penilaian, diantaranya S-P-Pel-Ket (subjek-predikat-pelengkap-keterangan), Ket-S-P-O predikat-objek), dan Ket-S-P-Ket (keterangan-subjek-predikat-keterangan).

Secara keseluruhan, penggunaan pola kalimat S-P berjumlah 2 kalimat dengan persentase 1, 27%, pola S-P-O berjumlah 22 kalimat dengan persentase 13, 92%, pola S-P-Pel berjumlah 17 kalimat dengan persentase 10, 76%, pola S-P-Ket berjumlah 34 kalimat dengan persentase 21, 51%, pola S-P-O-Pel berjumlah 12 kalimat dengan persentase 7, 60%, dan pola S-P-O-Ket berjumlah 10 kalimat dengan persentase 6, 33%. Sedangkan pola lain yang tidak sesuai dengan instrumen penilaian berjumlah 61 kalimat dengan persentase 38, 61%.


(4)

62

Hasil penelitian dapat dijadikan media pembelajaran oleh guru untuk mengajarkan materi pembelajaran variasi kalimat. Seperti yang tercantum dalam KTSP (kurikulum tingkat satuan pendidikan) untuk SMP kelas VIII semester genap, standar kompetensi dan kompetensi dasar mengungkapkan informasi dalam bentuk rangkuman, teks berita, slogan/poster dengan KD (kompetensi dasar) menulis slogan/poster untuk berbagai keperluan dengan pilihan kata dan kalimat yang bervariasi, serta persuasif dan dalam SK (standar kompetensi) memahami ragam wacana tulis dengan membaca ekstensif, membaca intensif, dan membaca nyaring dengan KD (kompetensi dasar) menemukan masalah utama dari berbagai berita yang bertopik sama melalui membaca ekstensif. Dengan adanya variasi kalimat sebuah wacana atau karangan menjadi tidak monoton dan tidak menimbulkan rasa bosan pada diri pembaca.

5.2 Saran

Sehubungan dengan hasil penelitian, penulis menyarankan hal-hal sebagai berikut.

a. Bagi guru bahasa Indonesia pola kalimat dalam berita utama dalam surat kabar dapat dijadikan media pembelajaran dalam aspek keterampilan menulis, yaitu untuk materi pembelajaran variasi pola kalimat agar wacana atau karangan yang dibuat tidak monoton.

b. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat pada kajian yang sama, disarankan untuk meneliti hasil karangan siswa di sekolah untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa dalam memanfaatkan variasi pola kalimat.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk.. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Chaer, Abdul. 2010. Bahasa Jurnalistik. Jakarta: Rineka Cipta.

Emilia, Eka. 2012. “Majas Pada Karikatur Surat Kabar Harian Kompas dan Lampung Post Edisi Juli-Agustus 2011 dan Pemanfaatannya Sebagai Media pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA” (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Karomani. 2011. Pengantar Praktik Menulis Jurnalistik. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Miles, Matthew B. dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mulyono, Iyo. 2012. Ihwal Kalimat Bahasa Indonesia dan Problematika Penggunaannya. Bandung: Yrama Widya.

Putrayasa, Ida Bagus. 2008. Analisis Kalimat (Fungsi, Kategori, dan Peran). Bandung: PT. Refika Aditama.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian: Bandung: Alfabeta.

Suharma, dkk.. 2006. Bahasa dan Sastra Indonesia. Bandung: Yudistira. Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Suliani, Ni Nyoman Wetty. 2011. Strategi Pembelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sumadiria, AS Haris. 2008. Jurnalistik Indonesia. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Suyanto, Edi dkk.. 2009. Penggunaan Bahasa Indonesia Laras Ilmiah. Yogyakarta: Ardana Media.


(6)

Suyanto, Edi. 2011. Membina, Memelihara, dan Menggunakan Bahasa Indonesia Secara Benar. Yogyakarta: Ardana media.

Suryabrata, Sumadi. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press.

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung. Bandar Lampung: Universitas lampung.

Widjono. 2011. Bahasa Indonesia (Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi). Jakarta. PT. Grasindo.


Dokumen yang terkait

Kesalahan penggunaan kata penghubung dalam penulisan berita utama koran Banten Raya edisi 1 April – 31 Mei 2014 dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia

1 17 141

ABREVIASI PADA BERITA UTAMA TRIBUN LAMPUNG EDISI MEI 2010 DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DI SMP

2 17 69

PENGGUNAAN BAHASA DALAM POSTER DI KOTA BANDAR LAMPUNG SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMP

12 101 39

PENGGUNAAN EUFEMISME DAN DISFEMISME PADA TAJUK RENCANA SURAT KABAR HARIAN RADAR LAMPUNG DAN LAMPUNG POST SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

3 25 56

IMPLIKATUR PERCAKAPAN WACANA POJOK SURAT KABAR LAMPUNG POST EDISI JUNI 2012 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

0 10 58

AFIKS DALAM BERITA UTAMA SURAT KABAR LAMPUNG POST DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA

10 27 102

KEEFEKTIFAN KALIMAT PADA TAJUK RENCANA SURAT KABAR HARIAN LAMPUNG POST EDISI MARET 2015 DAN IMPLIKASINYA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMK

1 68 64

Deiksis Sosial pada Surat Pembaca Harian Kompas Edisi Juli 2016 dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMP

0 4 213

ANALISIS CAMPUR KODE PADA JUDUL BERITA DI HARIAN SOLOPOS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2013 Analisis Campur Kode Pada Judul Berita Di Harian Solopos Edisi Januari-Februari 2013.

0 2 12

ANALISIS CAMPUR KODE PADA JUDUL BERITA DI HARIAN SOLO POS EDISI JANUARI-FEBRUARI 2013 Analisis Campur Kode Pada Judul Berita Di Harian Solopos Edisi Januari-Februari 2013.

0 3 10