1
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya
tentang “Pengelompokkan
KabupatenKota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Indikator Kemiskinan Dengan Metode Cluster Analysis
”. Peneliti ini melakukan pengelompokkan kabupatenkota di Provinsi Jawa Timur
berdasarkan indikator kemiskinan dengan 14 variabel dan melakukan evaluasi terhadap hasil pengelompokkan yang telah
terbentuk pada masing-masing metode penggabungan dan jarak kedekatan Komariyah dkk, 2011. Berbeda dengan penelitian
tersebut, penelitian ini menggunakan data Provinsi Jawa Tengah hanya menggunakan variabel pengangguran, berobat sendiri,
tabungan dan pendidikan yang di tamatkan dengan penyelesaian algoritma linkage serta jarak kedekatan euclid.
Peneliti lain meneliti tentang “Evaluasi dan Perbandingan Algoritma Clustering Hierarki Agglomerative Single dan Complete
Linkage dengan Fungsi Minimum Rastrigin dan Rosenbrock Menggunakan Iterasi Newton Raphson”. Maksud dari penelitian ini
adalah menerapkan, mengevaluasi dan membandingkan kedua algoritma cluster hirarki berdasarkan studi pustaka. Sehingga dapat
diperoleh berbagai informasi yang berhubungan dengan analisis cluster dan optimasi Mualvi, 2009. Berbeda dengan penelitian
sebelumnya, penelitian
ini membahas
Clistering Hierarki
agglomerative single linkage, complete linkage dan average linkage dengan menggunakan perhitungan jarak Euclidean Distance.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Kemiskinan
Miskin adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu
memenuhi kebutuhan minimalyang layak bagi kehidupannya BPS, 2004.
Kemiskinan merupakan suatu masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, yang
kemudian menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada
kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi yang lebih tinggi Muljono, 2010.
Kemiskinan hampir menjadi problem di hampir semua negara. Tak perduli apakah negara maju atau negara yang sedang
berkembang. Tingkat kekompleksitas masalahnya pun berbeda antar negara menyelesesaikan masalah kemiskinan. Di Indonesia, sebagai
negara berkembang angka kemiskinan masih cukup tinggi. Karena itu, pemerintah melalui Badan Pusat Statistik BPS membuat
kriteria kemiskinan, agar dapat menyusun secara lengkap pengertian kemiskinan sehingga dapat diketahui dengan pasti jumlahnya dan
cara tepat menanggulanginya. Pengertian kemiskinan antara satu
negara dengan negara lain juga berbeda. Pengertian kemiskinan di Indonesia dibuat oleh BPS. Lembaga tersebut mendefinisikan
kemiskinan dengan membuat kriteria besarannya pengeluaran per
orang per hari sebagai bahan acuan. Dalam konteks itu, pengangguran dan rendahnya penghasilan menjadi pertimbangan
untuk penentuan kriteris tersebut. Kriteria statistik BPS tahun 2012 tersebut adalah:
1. Tidak miskin adalah mereka yang pengeluaran per orang
per bulan lebih dari Rp 350.610.- 2.
Hampir tidak miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 280.488.sd.
– Rp 350.610.- atau sekitar antara Rp 9.350 sd. Rp11.687.- per orang per
hari. Jumlanya mencapai 27,12 juta jiwa. 3.
Hampir miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740.- sd Rp 280.488.- atau sekitar antara
Rp 7.780.- sd Rp 9.350.- per orang per hari. Jumlahnya mencapai 30,02 juta
4. Miskin dengan pengeluaran per orang perbulan per
kepala Rp 233.740.-kebawah atau sekitar Rp 7.780.- kebawah per orang per hari. Jumlahnya mencapai 31 juta
5. Sangat miskin kronis tidak ada kriteria berapa
pengeluaran per orang per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlas pastinya. Namun, diperkirakan
mencapai sekitar 15 juta . Berdasarkan kriteria kemiskinan yang dilansir oleh BPS
tersebut menunjukan jumlah keluarga miskin di Indonesia cukup besar. Total jumlah penduduk Indonesia kalau dihitung dengan
kriteria pengeluaran per orang hari Rp 11.687.- kebawah , mencapai sekitar 103,14 juta jiwa. Angka kemiskinan tersebut tentu sangat
besar untuk ukuran negara kaya sumber daya alam seperti Indonesia. Namun, hal tersebut tak membantu masyarakat mengatasi
kekurangannya. Selain itu, sebaran angka kemiskinan dari BPS, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, jumlah penduduk
miskin di desa selalu lebih besar dibanding dengan di kota. Salah satu sumbangan kenaikan angka kemiskinan di desa antara lain,
rendahnya tingkat pendidikan, banyak yang jadi buruh tani karena ketidaan lahan dan banyknya anak dalam satu keluarga. Untuk tahun
2011, sebaran angka kemiskinan berjumlah 63,2 ada di desa, sedang 36,8 berada di perkotaan. Kemiskinan di perkotaan
disebabkan, lowongan kerja sempit dan rendahnya kualitas sumber daya manusia BPS, 2012.
Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:
a. Laju Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkatdi setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat
Statistik BPS di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk.Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk
meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan
waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau
232 orangjam atau 4 orangmenit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya
setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi
yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim
ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.
b. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan
Pengangguran Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua
yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja.
Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah
minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai
tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori beban ketergantungan.
Tenaga kerja manpower dipilih pula kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja labor force dan bukan angkatan kerja. Yang
termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk
sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk sebagai bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja
dalam usia kerja yang tidak sedang bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan, yakni orang-orang
yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumahtangga, serta orang yang menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung
atas jasa kerjanya. Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula
menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja adalah orang-orang yang mempunyai
pekerjaan, mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja maupun orang yang memilki pekerjaan
namun sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud dengan pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan,
lengkapnya orang yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan.
c. Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan
Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan
penduduknya. Kriteria ketidak merataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga
lapisan penduduk, yakni 40 penduduk berpendapatan rendah penduduk miskin; 40 penduduk berpendapatan menengah; serta
20 penduduk berpendapatan tertinggi penduduk terkaya. Ketimpangan dan ketidak merataan distribusi dinyatakan parah
apabila 40 penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional.
Ketidak merataan dianggap sedang atau moderat bila 40 penduduk berpendapatan rendah menikmati 12hingga 17 persen
pendapatan nasional. Sedangkan jika 40 penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan
ketimpangan atau
kesenjangan dikatakan
lunak, distribusi
pendapatan nasional dikatakan cukup merata. Dumairy, 1996 Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang
mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari
sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini disebut juga sebagai ketimpangan.
Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat menyebabkan inefisiensi ekonomi.
Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat pendapatan rata ± rata bearapa pun, ketimpangan yang semakin tinggi akan
menyebabkan semakin kecilnya bagian populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber kredit. Selain itu
ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien. Ketimpangan yang tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu
tinggi pada pendidikan tinggi dengan mengorbankan kualitas universal
pendidikan dasar,
dan kemudian
menyebabkan kesenjangan pendapatan yang semakin melebar Todaro,2006.
Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk dan aspek atau
dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita tetapi juga ketimpangan kegiatan
atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan
sektoral dan ketimpangan regional. Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara
lain dengan menelaah perbedaan mencolok dalam aspek ± aspek seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi dana perbankan, investasi
dan pertumbuhan. Sepanjang era PJP I lima pelita yang lalu, sektor pertanian rata ± rata hanya tumbuh 3,54 persen per tahun.
Sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh dengan rata-rata 12,22 persen per tahun.
Di Repelita VI sektor pertanian saat itu ditargetkan tumbuh rata-rata 3,4 persen per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata
tahunan sektor industri pengolahan ditargetkan 9,4 persen per tahun. Tidak sepertimasa era PJP I, dimana dalam pelita-pelita tertentu
terdapat sektor lain yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan sektor industry pengolahaan, selama Repelita
VI tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang tertinggi suatu hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan
menjadikan Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai sejauh manakah ketimpangan ini dapat ditolerir? Pemerintah perlu
memikirkan kembali perihal ketepatan keputusan menggunakan industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena akan sangat
berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan Dumairy, 1996.
d. Tingkat pendidikan yang rendah
Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara Ini disebabkan karena
rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas
sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis. Menurut Schumaker
pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya dibandingkan faktor-faktor produksi lain Irawan, 1999.
e. Kurangnya perhatian dari pemerintah
Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan.
Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.
Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu
diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan BPS, 2007.
Indeks Kedalaman Kemiskinan P1 merupakan ukuran rata- rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin
terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks
Keparahan Kemiskinan P2 memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi
nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin BPS SulBar.
2.3 Analisis Cluster
Ada beberapa devinisi tentang analisis cluster dari beberapa literatur sebagai berikut:
Definisi 1: Analisis klaster adalah suatu analisis statistika yang
bertujuan memisahkan objek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang
lain Prayudho, 2007:1. Definisi 2:
Analisis cluster
adalah teknik
analisis yang
mengelompokkan observasi dalam grup atau klaster, seperti: 1. Masing-masing grup atau klaster bersifat homogen, yakni
observasi pada tiap kelompok memiliki kemiripan satu sama lain. 2. Masing-masing grup akan berbeda dengan grup yang lainnya
karena mempunyai karakteristik yang berbeda, yakni observasi dari satu kelompok harus berbeda dari observasi kelompok yang lainnya
Sharma, 1996:185. Definisi 3:
Analisis cluster adalah suatu teknik yang secara otomatis menilai objek ke dalam kelompok yang belum diketahui berdasarkan
pehitungan tingkat kesamaan di antara objek Santoso, dkk, 2001:334 dalam Arwendria, 2009.
Analisis cluster merupakan suatu kelas teknik, dan dipergunakan untuk mengklasifikasi obyek atau kasus ke dalam
kelompok yang relatif homogen, yang disebut cluster . Obyek dalam setiap kelompok cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh
tidak sama dengan obyek dari cluster lainnya Supranto, 2004. Pengelompokkan
dilakukan berdasarkan
kemiripan similarity antar obyek. Kemiripan diperoleh dengan cara
meminimalkan jarak antar obyek dalam kelompok within-cluster dan memaksimalkan jarak antar kelompok between-cluster Jaya,
2011. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan cluster hirarki
aglomerative untuk penyelesaian studi kasus ini. Tipe dasar dalam metode hirarki adalah aglomerasi dan pemecahan. Dalam metode
aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai cluster tersendiri sehingga terdapat cluster sebanyak jumlah observasi.
Kemudian dua cluster yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu cluster baru, sehingga jumlah cluster berkurang satu pada tiap
tahap. Sebaliknya pada metode pemecahan dimulai dari satu cluster besar yang mengandung seluruh observasi, selanjutnya observasi-
observasi yang paling tidak sama dipisah dan dibentuk cluster- cluster yang lebih kecil. Proses ini dilakukan hingga tiap observasi
menjadi cluster sendiri-sendiri. Hal penting dalam metode hirarkhi adalah bahwa hasil pada tahap sebelumnya selalu bersarang di dalam
hasil pada tahap berikutnya, membentuk sebuah pohon.
2.4 Single linkage method