Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Klarifikasi Kemiskinan dengan Metode Cluster Analysis Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 T1 672007044 BAB II

(1)

1

2.1

Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya tentang “Pengelompokkan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan Indikator Kemiskinan Dengan Metode Cluster Analysis”. Peneliti ini melakukan pengelompokkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur berdasarkan indikator kemiskinan dengan 14 variabel dan melakukan evaluasi terhadap hasil pengelompokkan yang telah terbentuk pada masing-masing metode penggabungan dan jarak kedekatan (Komariyah dkk, 2011). Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian ini menggunakan data Provinsi Jawa Tengah hanya menggunakan variabel pengangguran, berobat sendiri, tabungan dan pendidikan yang di tamatkan dengan penyelesaian algoritma linkage serta jarak kedekatan euclid.

Peneliti lain meneliti tentang “Evaluasi dan Perbandingan

Algoritma Clustering Hierarki Agglomerative Single dan Complete Linkage dengan Fungsi Minimum Rastrigin dan Rosenbrock

Menggunakan Iterasi Newton Raphson”. Maksud dari penelitian ini

adalah menerapkan, mengevaluasi dan membandingkan kedua algoritma cluster hirarki berdasarkan studi pustaka. Sehingga dapat diperoleh berbagai informasi yang berhubungan dengan analisis cluster dan optimasi (Mualvi, 2009). Berbeda dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini membahas Clistering Hierarki


(2)

agglomerative single linkage, complete linkage dan average linkage

dengan menggunakan perhitungan jarak Euclidean Distance.

2.2

Landasan Teori

2.2.1 Kemiskinan

Miskin adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal/yang layak bagi kehidupannya (BPS, 2004).

Kemiskinan merupakan suatu masalah dalam pembangunan yang ditandai oleh pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi yang lebih tinggi (Muljono, 2010).

Kemiskinan hampir menjadi problem di hampir semua negara. Tak perduli apakah negara maju atau negara yang sedang berkembang. Tingkat kekompleksitas masalahnya pun berbeda antar negara menyelesesaikan masalah kemiskinan. Di Indonesia, sebagai negara berkembang angka kemiskinan masih cukup tinggi. Karena itu, pemerintah melalui Badan Pusat Statistik (BPS) membuat kriteria kemiskinan, agar dapat menyusun secara lengkap pengertian kemiskinan sehingga dapat diketahui dengan pasti jumlahnya dan cara tepat menanggulanginya. Pengertian kemiskinan antara satu negara dengan negara lain juga berbeda. Pengertian kemiskinan di Indonesia dibuat oleh BPS. Lembaga tersebut mendefinisikan kemiskinan dengan membuat kriteria besarannya pengeluaran per


(3)

orang per hari sebagai bahan acuan. Dalam konteks itu, pengangguran dan rendahnya penghasilan menjadi pertimbangan untuk penentuan kriteris tersebut. Kriteria statistik BPS tahun 2012 tersebut adalah:

1. Tidak miskin adalah mereka yang pengeluaran per orang per bulan lebih dari Rp 350.610.-

2. Hampir tidak miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 280.488.s/d. – Rp 350.610.- atau sekitar antara Rp 9.350 s/d. Rp11.687.- per orang per hari. Jumlanya mencapai 27,12 juta jiwa.

3. Hampir miskin dengan pengeluaran per bulan per kepala antara Rp 233.740.- s/d Rp 280.488.- atau sekitar antara Rp 7.780.- s/d Rp 9.350.- per orang per hari. Jumlahnya mencapai 30,02 juta

4. Miskin dengan pengeluaran per orang perbulan per kepala Rp 233.740.-kebawah atau sekitar Rp 7.780.- kebawah per orang per hari. Jumlahnya mencapai 31 juta 5. Sangat miskin (kronis) tidak ada kriteria berapa

pengeluaran per orang per hari. Tidak diketahui dengan pasti berapa jumlas pastinya. Namun, diperkirakan mencapai sekitar 15 juta .

Berdasarkan kriteria kemiskinan yang dilansir oleh BPS tersebut menunjukan jumlah keluarga miskin di Indonesia cukup besar. Total jumlah penduduk Indonesia kalau dihitung dengan kriteria pengeluaran per orang hari Rp 11.687.- kebawah , mencapai sekitar 103,14 juta jiwa. Angka kemiskinan tersebut tentu sangat besar untuk ukuran negara kaya sumber daya alam seperti Indonesia. Namun, hal tersebut tak membantu masyarakat mengatasi


(4)

kekurangannya. Selain itu, sebaran angka kemiskinan dari BPS, sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2011, jumlah penduduk miskin di desa selalu lebih besar dibanding dengan di kota. Salah satu sumbangan kenaikan angka kemiskinan di desa antara lain, rendahnya tingkat pendidikan, banyak yang jadi buruh tani karena ketidaan lahan dan banyknya anak dalam satu keluarga. Untuk tahun 2011, sebaran angka kemiskinan berjumlah 63,2 % ada di desa, sedang 36,8 % berada di perkotaan. Kemiskinan di perkotaan disebabkan, lowongan kerja sempit dan rendahnya kualitas sumber daya manusia (BPS, 2012).

Pada umumnya di negara Indonesia penyebab-penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:

a. Laju Pertumbuhan Penduduk

Pertumbuhan penduduk Indonesia terus meningkatdi setiap 10 tahun menurut hasil sensus penduduk. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 1990 Indonesia memiliki 179 juta lebih penduduk.Kemudian di sensus penduduk tahun 2000 penduduk meningkat sebesar 27 juta penduduk atau menjadi 206 juta jiwa. dapat diringkaskan pertambahan penduduk Indonesia persatuan waktu adalah sebesar setiap tahun bertambah 2,04 juta orang pertahun atau, 170 ribu orang perbulan atau 5.577 orang perhari atau 232 orang/jam atau 4 orang/menit. Banyaknya jumlah penduduk ini membawa Indonesia menjadi negara ke-4 terbanyak penduduknya setelah China, India dan Amerika. Meningkatnya jumlah penduduk membuat Indonesia semakin terpuruk dengan keadaan ekonomi


(5)

yang belum mapan. Jumlah penduduk yang bekerja tidak sebanding dengan jumlah beban ketergantungan. Penghasilan yang minim ditambah dengan banyaknya beban ketergantungan yang harus ditanggung membuat penduduk hidup di bawah garis kemiskinan.

b. Angkatan Kerja, Penduduk yang Bekerja dan Pengangguran

Secara garis besar penduduk suatu negara dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Yang tergolong sebagi tenaga kerja ialah penduduk yang berumur didalam batas usia kerja. Batasan usia kerja berbeda-beda disetiap negara yang satu dengan yang lain. Batas usia kerja yang dianut oleh Indonesia ialah minimum 10 tahun tanpa batas umur maksimum. Jadi setiap orang atau semua penduduk berumur 10 tahun tergolong sebagai tenaga kerja. Sisanya merupakan bukan tenaga kerja yang selanjutnya dapat dimasukan dalam katergori beban ketergantungan. Tenaga kerja (manpower) dipilih pula kedalam dua kelompok yaitu angkatan kerja (labor force) dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk angkatan kerja ialah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan. Sedangkan yang termasuk sebagai bukan angkatan kerja adalah tenaga kerja dalam usia kerja yang tidak sedang bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan tidak sedang mencari pekerjaan, yakni orang-orang yang kegiatannya bersekolah, mengurus rumahtangga, serta orang yang menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya. Selanjutnya angkatan kerja dibedakan pula


(6)

menjadi dua subkelompok yaitu pekerja dan penganggur. Yang dimaksud dengan pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan, mencakup orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja maupun orang yang memilki pekerjaan namun sedang tidak bekerja. Adapun yang dimaksud dengan pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan mencari pekerjaan.

c. Distribusi Pendapatan dan Pemerataan Pembangunan Distribusi pendapatan nasional mencerminkan merata atau timpangnya pembagian hasil pembangunan suatu negara di kalangan penduduknya. Kriteria ketidak merataan versi Bank Dunia didasarkan atas porsi pendapatan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapatan rendah (penduduk miskin); 40% penduduk berpendapatan menengah; serta 20% penduduk berpendapatan tertinggi (penduduk terkaya). Ketimpangan dan ketidak merataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional.

Ketidak merataan dianggap sedang atau moderat bila 40% penduduk berpendapatan rendah menikmati 12hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk miskin menikmati lebih dari 17 persen pendapatan nasional makan ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dikatakan cukup merata. (Dumairy, 1996) Pendapatan penduduk yang didapatkan dari hasil pekerjaan yang mereka lakukan relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari


(7)

sedangkan ada sebagian penduduk di Indonesia mempunyai pendapatan yang berlebih. Ini disebut juga sebagai ketimpangan. Ketimpangan pendapatan yang ekstrem dapat menyebabkan inefisiensi ekonomi.

Penyebabnya sebagian adalah pada tingkat pendapatan rata ± rata bearapa pun, ketimpangan yang semakin tinggi akan menyebabkan semakin kecilnya bagian populasi yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pinjaman atau sumber kredit. Selain itu ketimpangan dapat menyebabkan alokasi aset yang tidak efisien. Ketimpangan yang tinggi menyebabkan penekanan yang terlalu tinggi pada pendidikan tinggi dengan mengorbankan kualitas universal pendidikan dasar, dan kemudian menyebabkan kesenjangan pendapatan yang semakin melebar (Todaro,2006).

Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam berbagai bentuk dan aspek atau dimensi. Bukan saja berupa ketimpangan hasil-hasilnya, misalnya dalam hal pendapatan perkapita tetapi juga ketimpangan kegiatan atau proses pembangunan itu sendiri. Bukan pula semata-mata berupa ketimpangan spasial atau antar daerah tetapi ketimpangan sektoral dan ketimpangan regional.

Ketimpangan sektoral dan regional dapat ditengarai antara lain dengan menelaah perbedaan mencolok dalam aspek ± aspek seperti penyerapan tenaga kerja, alokasi dana perbankan, investasi dan pertumbuhan. Sepanjang era PJP I (lima pelita) yang lalu, sektor pertanian rata ± rata hanya tumbuh 3,54 persen per tahun. Sedangkan sektor industri pengolahan tumbuh dengan rata-rata 12,22 persen per tahun.


(8)

Di Repelita VI sektor pertanian saat itu ditargetkan tumbuh rata-rata 3,4 persen per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata tahunan sektor industri pengolahan ditargetkan 9,4 persen per tahun. Tidak sepertimasa era PJP I, dimana dalam pelita-pelita tertentu terdapat sektor lain yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan sektor industry pengolahaan, selama Repelita VI tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang tertinggi suatu hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai sejauh manakah ketimpangan ini dapat ditolerir? Pemerintah perlu memikirkan kembali perihal ketepatan keputusan menggunakan industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena akan sangat berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan (Dumairy, 1996).

d. Tingkat pendidikan yang rendah

Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis. Menurut Schumaker pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya dibandingkan faktor-faktor produksi lain ( Irawan, 1999).


(9)

e. Kurangnya perhatian dari pemerintah

Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan (BPS, 2007).

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin (BPS SulBar).

2.3

Analisis

Cluster

Ada beberapa devinisi tentang analisis cluster dari beberapa literatur sebagai berikut:

Definisi 1:

Analisis klaster adalah suatu analisis statistika yang bertujuan memisahkan objek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain (Prayudho, 2007:1).


(10)

Analisis cluster adalah teknik analisis yang mengelompokkan observasi dalam grup atau klaster, seperti:

1. Masing-masing grup atau klaster bersifat homogen, yakni observasi pada tiap kelompok memiliki kemiripan satu sama lain. 2. Masing-masing grup akan berbeda dengan grup yang lainnya karena mempunyai karakteristik yang berbeda, yakni observasi dari satu kelompok harus berbeda dari observasi kelompok yang lainnya (Sharma, 1996:185).

Definisi 3:

Analisis cluster adalah suatu teknik yang secara otomatis menilai objek ke dalam kelompok yang belum diketahui berdasarkan pehitungan tingkat kesamaan di antara objek (Santoso, dkk, 2001:334 dalam Arwendria, 2009).

Analisis cluster merupakan suatu kelas teknik, dan dipergunakan untuk mengklasifikasi obyek atau kasus ke dalam kelompok yang relatif homogen, yang disebut cluster . Obyek dalam setiap kelompok cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh (tidak sama) dengan obyek dari cluster lainnya (Supranto, 2004).

Pengelompokkan dilakukan berdasarkan kemiripan (similarity) antar obyek. Kemiripan diperoleh dengan cara meminimalkan jarak antar obyek dalam kelompok (within-cluster) dan memaksimalkan jarak antar kelompok (between-cluster) (Jaya, 2011).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan cluster hirarki aglomerative untuk penyelesaian studi kasus ini. Tipe dasar dalam metode hirarki adalah aglomerasi dan pemecahan. Dalam metode aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai cluster tersendiri sehingga terdapat cluster sebanyak jumlah observasi.


(11)

Kemudian dua cluster yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu cluster baru, sehingga jumlah cluster berkurang satu pada tiap tahap. Sebaliknya pada metode pemecahan dimulai dari satu cluster besar yang mengandung seluruh observasi, selanjutnya observasi-observasi yang paling tidak sama dipisah dan dibentuk cluster-cluster yang lebih kecil. Proses ini dilakukan hingga tiap observasi menjadi cluster sendiri-sendiri. Hal penting dalam metode hirarkhi adalah bahwa hasil pada tahap sebelumnya selalu bersarang di dalam hasil pada tahap berikutnya, membentuk sebuah pohon.

2.4

Single linkage method

Single Linkage adalah proses pengklasteran yang didasarkan pada jarak terdekat antar objeknya. Jika dua objek terpisah oleh jarak yang pendek, maka kedua objek tersebut akan digabung menjadi satu klaster dan demikian seterusnya.

D(XY)Z = min {dXZ,dYZ}

Dimana : D(XY)Z = jarak antara cluster XY dengan obyek Z dXZ = jarak antara cluster XZ

dYZ = jarak antara cluster YZ

2.5

Complete linkage method

Complete Linkage Method adalah proses pengklasteran yang didasarkan pada jarak terjauh antar objek. Jika dua objek terpisah oleh jarak yang jauh, maka kedua objek tersebut akan digabung menjadi satu klaster dan demikian seterusnya.

D(XY)Z = max {dXZ,dYZ}


(12)

dXZ = jarak antara cluster XZ dYZ = jarak antara cluster YZ

2.6

Average linkage method

Average Linkage Method adalah proses pengklasteran yang didasarkan pada jarak rata-rata antar objeknya.

D(XY)(ZA) = ½ {dXZ,dYZ,dXA,dYA}

Dimana : D(XY)(ZA) = jarak antara cluster XY dengan obyek ZA

dXZ = jarak antara cluster XZ dYZ = jarak antara cluster YZ dXA = jarak antara cluster XA dYA = jarak antara cluster YA


(13)

Dari gambar 2.1 untuk mengelompokkan data yang ingin kita peroleh, bisa menggunakan perhitungan jarak dengan Euclidean Distance. Jika dimasukkan kedalam rumus misalkan ukuran jarak antara dua item X dan Y.

D(X,Y)= [(Xi-Xj)2+(Yi-Yj)2]1/2

Dimana: D(X,Y) = Jarak item X dan Y Xi = X1,X2,X3...Xi,Xj Xj = X1,X2,X3...Xi,Xj Yi = Y1,Y2,Y3...Yi,Yj Yj = Y1,Y2,Y3...Yi,Yj

Sebelum dilakukan penghitungan jarak dengan metode jarak

Euclidean, peubah yang akan dianalisis harus memenuhi 3 syarat, yaitu: peubah tidak saling berkorelasi, memiliki satuan pengukuran yang sama, dan pengukuran terstandarisasi (Manly, 1988).

Uji Normalitas merupakan uji yang sering dilakukan sebagai prasyarat untuk melakukan analisis data, banyak sekali metode analisi yang mensyaratakan data harus normal misalnya analisis regresi dan lain sebagainya, bahkan ada juga yang uji normalitas pada residual model statistika. Uji normalitas dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model penelitian yang diajukan. Uji normalitas data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data yang memiliki distribusi normal (Dunistika, 2012).


(1)

Di Repelita VI sektor pertanian saat itu ditargetkan tumbuh rata-rata 3,4 persen per tahun, sementara pertumbuhan rata-rata tahunan sektor industri pengolahan ditargetkan 9,4 persen per tahun. Tidak sepertimasa era PJP I, dimana dalam pelita-pelita tertentu terdapat sektor lain yang tingkat pertumbuhannya lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan sektor industry pengolahaan, selama Repelita VI tingkat pertumbuhan sektor ini dicanangkan yang tertinggi suatu hal yang terencana dan memang disengaja terkait dengan tujuan menjadikan Indonesia sebagai negara industry. Akan tetapi sampai sejauh manakah ketimpangan ini dapat ditolerir? Pemerintah perlu memikirkan kembali perihal ketepatan keputusan menggunakan industrialisasi sebgai jalur pembangunan karena akan sangat berdampak bagi pendapatan penduduk dan selanjutnya kemiskinan (Dumairy, 1996).

d. Tingkat pendidikan yang rendah

Rendahnya kualitas penduduk juga merupakan salah satu penyebab kemiskinan di suatu negara Ini disebabkan karena rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan tenaga kerja. Untuk adanya perkembangan ekonomi terutama industry, jelas sekali dibutuhkan lebih banyak tenaga kerja yang mempunyai skill atau paling tidak dapat membaca dan menulis. Menurut Schumaker pendidikan merupakan sumber daya yang terbesar manfaatnya dibandingkan faktor-faktor produksi lain ( Irawan, 1999).


(2)

e. Kurangnya perhatian dari pemerintah

Pemerintah yang kurang peka terhadap laju pertumbuhan masyarakat miskin dapat menjadi salah satu faktor kemiskinan. Pemerintah tidak dapat memutuskan kebijakan yang mampu mengendalikan tingkat kemiskinan di negaranya.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekadar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan (BPS, 2007).

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin jauh rata-rata pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan. Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran di antara penduduk miskin. Semakin tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin (BPS SulBar).

2.3

Analisis

Cluster

Ada beberapa devinisi tentang analisis cluster dari beberapa literatur sebagai berikut:

Definisi 1:

Analisis klaster adalah suatu analisis statistika yang bertujuan memisahkan objek ke dalam beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok yang satu dengan yang lain (Prayudho, 2007:1).


(3)

Analisis cluster adalah teknik analisis yang mengelompokkan observasi dalam grup atau klaster, seperti:

1. Masing-masing grup atau klaster bersifat homogen, yakni observasi pada tiap kelompok memiliki kemiripan satu sama lain. 2. Masing-masing grup akan berbeda dengan grup yang lainnya karena mempunyai karakteristik yang berbeda, yakni observasi dari satu kelompok harus berbeda dari observasi kelompok yang lainnya (Sharma, 1996:185).

Definisi 3:

Analisis cluster adalah suatu teknik yang secara otomatis menilai objek ke dalam kelompok yang belum diketahui berdasarkan pehitungan tingkat kesamaan di antara objek (Santoso, dkk, 2001:334 dalam Arwendria, 2009).

Analisis cluster merupakan suatu kelas teknik, dan dipergunakan untuk mengklasifikasi obyek atau kasus ke dalam kelompok yang relatif homogen, yang disebut cluster . Obyek dalam setiap kelompok cenderung mirip satu sama lain dan berbeda jauh (tidak sama) dengan obyek dari cluster lainnya (Supranto, 2004).

Pengelompokkan dilakukan berdasarkan kemiripan (similarity) antar obyek. Kemiripan diperoleh dengan cara meminimalkan jarak antar obyek dalam kelompok (within-cluster) dan memaksimalkan jarak antar kelompok (between-cluster) (Jaya, 2011).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan cluster hirarki aglomerative untuk penyelesaian studi kasus ini. Tipe dasar dalam metode hirarki adalah aglomerasi dan pemecahan. Dalam metode aglomerasi tiap observasi pada mulanya dianggap sebagai cluster tersendiri sehingga terdapat cluster sebanyak jumlah observasi.


(4)

Kemudian dua cluster yang terdekat kesamaannya digabung menjadi suatu cluster baru, sehingga jumlah cluster berkurang satu pada tiap tahap. Sebaliknya pada metode pemecahan dimulai dari satu cluster besar yang mengandung seluruh observasi, selanjutnya observasi-observasi yang paling tidak sama dipisah dan dibentuk cluster-cluster yang lebih kecil. Proses ini dilakukan hingga tiap observasi menjadi cluster sendiri-sendiri. Hal penting dalam metode hirarkhi adalah bahwa hasil pada tahap sebelumnya selalu bersarang di dalam hasil pada tahap berikutnya, membentuk sebuah pohon.

2.4

Single linkage method

Single Linkage adalah proses pengklasteran yang didasarkan pada jarak terdekat antar objeknya. Jika dua objek terpisah oleh jarak yang pendek, maka kedua objek tersebut akan digabung menjadi satu klaster dan demikian seterusnya.

D(XY)Z = min {dXZ,dYZ}

Dimana : D(XY)Z = jarak antara cluster XY dengan obyek Z dXZ = jarak antara cluster XZ

dYZ = jarak antara cluster YZ

2.5

Complete linkage method

Complete Linkage Method adalah proses pengklasteran yang didasarkan pada jarak terjauh antar objek. Jika dua objek terpisah oleh jarak yang jauh, maka kedua objek tersebut akan digabung menjadi satu klaster dan demikian seterusnya.

D(XY)Z = max {dXZ,dYZ}


(5)

dXZ = jarak antara cluster XZ dYZ = jarak antara cluster YZ

2.6

Average linkage method

Average Linkage Method adalah proses pengklasteran yang didasarkan pada jarak rata-rata antar objeknya.

D(XY)(ZA) = ½ {dXZ,dYZ,dXA,dYA}

Dimana : D(XY)(ZA) = jarak antara cluster XY dengan obyek ZA

dXZ = jarak antara cluster XZ dYZ = jarak antara cluster YZ dXA = jarak antara cluster XA dYA = jarak antara cluster YA


(6)

Dari gambar 2.1 untuk mengelompokkan data yang ingin kita peroleh, bisa menggunakan perhitungan jarak dengan Euclidean Distance. Jika dimasukkan kedalam rumus misalkan ukuran jarak antara dua item X dan Y.

D(X,Y)= [(Xi-Xj)2+(Yi-Yj)2]1/2

Dimana: D(X,Y) = Jarak item X dan Y Xi = X1,X2,X3...Xi,Xj Xj = X1,X2,X3...Xi,Xj Yi = Y1,Y2,Y3...Yi,Yj Yj = Y1,Y2,Y3...Yi,Yj

Sebelum dilakukan penghitungan jarak dengan metode jarak

Euclidean, peubah yang akan dianalisis harus memenuhi 3 syarat, yaitu: peubah tidak saling berkorelasi, memiliki satuan pengukuran yang sama, dan pengukuran terstandarisasi (Manly, 1988).

Uji Normalitas merupakan uji yang sering dilakukan sebagai prasyarat untuk melakukan analisis data, banyak sekali metode analisi yang mensyaratakan data harus normal misalnya analisis regresi dan lain sebagainya, bahkan ada juga yang uji normalitas pada residual model statistika. Uji normalitas dilakukan sebelum data diolah berdasarkan model-model penelitian yang diajukan. Uji normalitas data bertujuan untuk mendeteksi distribusi data dalam suatu variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak untuk membuktikan model-model penelitian tersebut adalah data yang memiliki distribusi normal (Dunistika, 2012).


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Jumlah Penduduk dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 T1 162009055 BAB I

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Jumlah Penduduk dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 T1 162009055 BAB II

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Jumlah Penduduk dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 T1 162009055 BAB IV

0 0 13

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengaruh Jumlah Penduduk dan Pengangguran terhadap Kemiskinan di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005 – 2010 T1 162009055 BAB V

0 0 3

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Klarifikasi Kemiskinan dengan Metode Cluster Analysis Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 T1 672007044 BAB I

1 2 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Klarifikasi Kemiskinan dengan Metode Cluster Analysis Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 T1 672007044 BAB IV

1 2 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Klarifikasi Kemiskinan dengan Metode Cluster Analysis Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010 T1 672007044 BAB V

0 0 1

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Klarifikasi Kemiskinan dengan Metode Cluster Analysis Studi Kasus di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010

0 1 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Visualisasi Informasi Klasifikasi Iklim Koppen Menggunakan Metode Polygon Thiessen (Studi Kasus Provinsi Jawa Tengah) T1 672005146 BAB II

0 1 17

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Sistem Proyeksi Kependudukan Provinsi Jawa Tengah dengan Menggunakan Metode Geometri T1 672004262 BAB II

0 0 26