Aplikasi Bap Untuk Meningkatkan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium Ascalonicum) Pada Varietas Bima, Bauji Dan Sumenep Di Dataran Rendah

APLIKASI BAP UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI
BENIH BOTANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum)
PADA VARIETAS BIMA, BAUJI DAN SUMENEP DI
DATARAN RENDAH

FATIANI MANIK

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Aplikasi BAP untuk
Meningkatkan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium ascalonicum)
pada Varietas Bima, Bauji dan Sumenep di Dataran Rendah” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2016
Fatiani Manik
A251130171

RINGKASAN
FATIANI MANIK. Aplikasi BAP untuk Meningkatkan Produksi Benih Botani
Bawang Merah (Allium ascalonicum) pada Varietas Bima, Bauji dan Sumenep di
Dataran Rendah. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI dan M. RAHMAD
SUHARTANTO.

True Shallot Seed (TSS) biasanya diproduksi dengan menggunakan benih
umbi ukuran sedang dan besar. Benih umbi berukuran kecil diduga sulit untuk
berbunga sehingga sulit untuk memproduksi TSS. Umbi ukuran sedang dan besar
diperlukan baik untuk produksi TSS, produksi umbi konsumsi maupun untuk
konsumsi secara langsung sehingga ketiga pemanfaatan tersebut bersaing pada
saat ketersediaan umbi di pasar rendah. Penelitian ini bertujuan untuk

mendapatkan konsentrasi optimum BAP untuk menginduksi pembungaan, dan
produksi TSS dari umbi kecil.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo (240 m dpl) dan
Laboratorium Penyimpanan dan Pengujian Mutu Benih, Departemen Agronomi
dan Hortikultura IPB, dari bulan Maret hingga November 2015. Penelitian terdiri
atas dua percobaan. Percobaan pertama untuk mempelajari pengaruh BAP dan
ukuran umbi terhadap peningkatan pembungaan dan TSS varietas Bima di dataran
rendah. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) dengan 3 ulangan dan dua faktor yaitu konsentrasi BAP (0, 50, 100, 150
dan 200 ppm) sebagai faktor pertama dan ukuran umbi (kecil 3-4 g dan sedang 510 g) sebagai faktor kedua. Percobaan kedua untuk mempelajari pengaruh BAP
terhadap pembungaan dan produksi TSS varietas Bauji dan Sumenep di dataran
rendah. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap
(RAKL) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi BAP (0,
50, 100, 150, 200 dan 250 ppm) dan faktor kedua adalah varietas (Bauji dan
Sumenep) dengan 3 ulangan.
Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa ukuran umbi tidak
berpengaruh terhadap persentase tanaman berbunga, sementara pemberian BAP
50 ppm sudah meningkatkan persentase tanaman berbunga. Produksi TSS tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi BAP maupun ukuran umbi. Bobot 1000 butir TSS
dari umbi sedang lebih tinggi daripada umbi kecil, sementara konsentrasi BAP

100 ppm juga dapat meningkatkan bobot 1000 butir. Ukuran umbi tidak
mempengaruhi daya berkecambah TSS. TSS yang dihasilkan baik dari umbi kecil
maupun sedang dan dari perlakuan BAP memenuhi persyaratan minimum benih
bermutu. Hasil percobaan kedua menunjukkan bahwa perlakuan BAP tidak
meningkatkan produksi maupun mutu TSS varietas Bauji. TSS varietas Bauji
yang dihasilkan memenuhi persyaratan minimal benih bermutu kecuali yang
diberi perlakuan BAP 200 ppm. Pemberian BAP sampai 250 ppm belum dapat
menginduksi pembungaan pada varietas Sumenep.
Kata kunci: bunga, biji, mutu fisiologis, ukuran umbi

SUMMARY
FATIANI MANIK. BAP application to increase of true shallot seed (Allium
ascalonicum) of Bima, Bauji and Sumenep varieties in laowland. Supervised by
ENDAH RETNO PALUPI and M. RAHMAD SUHARTANTO.
.
True Shallot Seed (TSS) is usually produced from medium and large onion
bulb. Small size bulb is considered unable to flower, therefore unable to produce
TSS. Medium and large size bulb were needed for TSS production, bulb
production and also consumption therefore competition for those uses arises when
supply is low or scarse. This research was aimed to determine the optimum

concentration of BAP to induce flowering and production of TSS in small size
bulb.
Field experiment was carried out at Leuwikopo research station (240 m asl),
seed quality analysis was at Seed Storage and Seed Quality Testing Laboratory,
Department of Agronomy and Horticulture IPB, from March until November
2015. This research consisted of two experiments. The first experiment was to
study effect of BAP concentration and size of bulbs on flowering and TSS
production of Bima varieties (regarded as relatively easy to flower) at lowland.
The experiment was arranged in randomized completely block design (RCBD)
with three replications and two factors, i. e. BAP concentration (0, 50, 100. 150,
200 ppm) and size of mother bulbs (small sized : 3-4 g and medium sized 5-10 g).
The second experiment was induction of flowering using BAP on Sumenep
varieties (regarded as non flowering varieties) to produce TSS. The experiment
was arranged in randomized completely block design (RCBD) with two factors, i.
e. BAP concentration (0, 50, 100, 150, 200, 250 ppm) and varieties Sumenep and
Bauji (regarded as easy flowering varieties as control) with three replications.
The results from first experiment showed that size of bulbs did not affect the
percentage of flowering plants, while application of BAP 50 ppm increased the
percentage of flowering plants. TSS production was not affected by concentration
of BAP and bulb size. Weight of 1000 seeds of medium bulbs was higher than

those from small bulbs, while application of BAP 100 ppm increased weight of
1000 seeds. Bulb size did not affect germination rate. TSS produced from small
and medium size bulbs and BAP treatments met the minimum requirement of
quality seeds. The second experiment showed BAP application did not improve
production and quality TSS of Bauji varieties. TSS of Bauji varieties met the
minimum requirement of quality seeds except those treated with BAP 200 ppm.
BAP application up to 250 ppm BAP was unable to induce flowering on varieties
Sumenep.
Keywords: flower, seed, physiologist quality, bulb size

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


APLIKASI BAP UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI
BENIH BOTANI BAWANG MERAH (Allium ascalonicum)
PADA VARIETAS BIMA, BAUJI DAN SUMENEP DI
DATARAN RENDAH

FATIANI MANIK

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Faiza C. Suwarno, MS


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini
adalah Aplikasi BAP untuk Meningkatkan Produksi Benih Botani Bawang
Merah (Allium ascalonicum) pada Varietas Bima, Bauji dan Sumenep di
Dataran Rendah. Penulisan tesis ini dilakukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada:
1. Dr Ir Endah Retno Palupi, MSc dan Dr Ir M Rahmad Suhartanto, MSi selaku
komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan sejak
perencanaan, pelaksanaan sampai penyelesaian penyusunan tesis ini.
2. Dr Ir Faiza C. Suwarno MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr Ir Ani
Kurniawati, MS sebagai perwakilan program studi pada ujian tesis atas saran
dan masukannya.
3. Suami tercinta (Jesron Saragih) dan anak-anak tersayang (Vincent Seniardo
Saragih dan Mohanendra Noel Christian Saragih) atas segala pengorbanan
dan kesabarannya.
4. Ayahanda (B Manik) dan ibunda (S Simbolon (+)) serta abang (Sariaman

Manik, Johansen Manik), kakak (Elisda Manik) dan adik (Soalaroha Manik)
serta seluruh keluarga besar atas restu dan doanya.
5. Seluruh civitas akademika Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor,
khususnya para dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih IPB yang
telah mencurahkan ilmunya kepada kami.
6. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian yang telah yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan tugas belajar.
7. Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan atas bantuan dana untuk pelaksanaan penelitian.
8. Keluarga besar ITB 2013 atas bantuan dan motivasinya.
9. Keluarga besar Kebun Percobaan Berastagi atas motivasi dan doanya.
10. Senior dan teman-teman di Balitbu Tropika atas motivasi dan doanya.
11. Senior dan teman-teman di Balitsa Lembang atas motivasi dan doanya.
12. Seluruh teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satupersatu. Terima kasih atas dukungan dan doanya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan
dan ilmu pertanian masa depan.

Bogor, Juni 2016
Fatiani Manik


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Kekerabatan Bawang Merah
Mekanisme Pembungaan Bawang Merah
Pengaruh Ukuran Umbi Terhadap Pembungaan Bawang Merah

Pembungaan
Induksi pembungaan dengan BAP
3 BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Prosedur
Pelaksanaan Penelitian
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Pengaruh BAP dan Ukuran Umbi Terhadap Peningkatan Pembungaan
dan TSS Varietas Bima di Dataran Rendah
Pengaruh BAP Terhadap Pembungaan dan Produksi TSS Varietas Bauji
dan Sumenep di Dataran Rendah
5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran
6 DAFTAR PUSTAKA

1
1

2
2
2
3
4
5
6
6
6
6
7
8
10
10

19
24
24
24
24

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

33

12

DAFTAR TABEL

1 Pengaruh BAP dan ukuran umbi terhadap jumlah daun dan tinggi
tanaman pada umur 42 hari setelah tanam (HST)
2 Pengaruh BAP dan ukuran umbi terhadap persentase tanaman berbunga,
jumlah umbel per tanaman, jumlah bunga per umbel dan persentase
pembentukan kapsul
3 Pengaruh BAP dan ukuran umbi terhadap jumlah TSS per umbel, bobot
TSS per umbel, bobot TSS per tanaman dan bobot TSS per plot
4 Pengaruh BAP dan ukuran umbi terhadap bobot 1000 butir benih,
indeks vigor, daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum
5 Pengaruh BAP dan ukuran umbi terhadap jumlah umbi per tanaman,
bobot umbi per tanaman, jumlah umbi per plot dan bobot umbi per plot
6 Pengaruh BAP dan varietas terhadap jumlah daun dan tinggi tanaman
pada umur 42 HST
7 Pengaruh BAP terhadap persentase tanaman berbunga, jumlah umbel
per tanaman, jumlah bunga per umbel dan jumlah kapsul per umbel
pada varietas Bauji
8 Pengaruh BAP terhadap jumlah TSS per umbel, bobot TSS per umbel,
bobot TSS per tanaman dan bobot TSS per plot pada varietas Bauji
9 Koefisien korelasi antara jumlah bunga per umbel, jumlah kapsul per
umbel, jumlah TSS per umbel, bobot TSS per umbel, bobot TSS per
tanaman dan bobot TSS per plot pada perlakuan BAP
10 Pengaruh BAP terhadap bobot 1000 butir benih, indeks vigor, daya
berkecambah dan potensi tumbuh maksimum pada varietas Bauji
11 Pengaruh BAP dan varietas terhadap jumlah umbi per tanaman, bobot
umbi per tanaman, jumlah umbi per plot dan bobot umbi per plot

13

14
16
17
18
19

21
21

22
22
23

DAFTAR GAMBAR
1 Gejala serangan hama ulat penggerek daun (A) dan penyakit moler atau
layu (B) pada tanaman bawang merah
2 Umbi bawang merah ukuran sedang mempunyai tunas anakan (i) dan
ukuran kecil (ii)
3 Kurva respon persentase tanaman berbunga terhadap peningkatan
konsentrasi BAP
4 Perkecambahan TSS (A), kecambah normal (B), dan kecambah
abnormal (C)
5 Tanaman bawang merah varietas Bauji pada saat berbunga (A), dan
Sumenep tidak berbunga (B)

11
12
15
17
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Deskripsi bawang merah varietas Bima Brebes
Deskripsi bawang merah varietas Bauji
Deskripsi bawang merah varietas Sumenep
Rata-rata data iklim di dataran rendah Leuwikopo (240 m dpl) pada
bulan Juni sampai dengan September 2015

29
30
31
32

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi bawang merah nasional tahun 2012, 2013, dan 2014 terus
meningkat berturut-turut sebesar 954 363, 1 012 879, dan 1 074 611 ton.
Peningkatan produksi disebabkan oleh meningkatnya luas panen pada tahun 2012
seluas 99 519 Ha menjadi 120 707 hektar pada tahun 2014 (BPS 2015).
Peningkatan luas panen harus diikuti dengan ketersediaan benih bermutu yang
semakin banyak.
Bawang merah biasanya diproduksi dengan menggunakan benih umbi yang
disisihkan dari bawang merah konsumsi yang mutunya tidak terjamin dan tidak
kontiniu. Kelangkaan benih umbi disebabkan produksi bawang merah yang
bersifat musiman dan tidak dapat disimpan lama. Hilman et al. (2014)
menyatakan bahwa kelangkaan benih bawang merah terjadi karena petani menjual
benih umbi yang sudah disisihkan untuk musim tanam berikutnya ketika harga
bawang merah di pasar cenderung naik. Oleh karena itu Pemerintah melalui
Keputusan Menteri Pertanian no: 131/Kpts/SR.130/D/11/2015 menggalakkan
penggunaan benih bawang merah dalam bentuk biji (TSS).
Penggunaan true shallot seed (TSS) sebagai benih memiliki kelebihan
diantaranya adalah bebas penyakit terbawa benih dan virus, sehingga
menghasilkan tanaman yang lebih sehat dengan produktivitas lebih tinggi
(Putrasamedja 1995; Sumarni et al. 2005). Selain itu penggunaan TSS dapat
meningkatkan hasil sampai 2 kali lipat dan pendapatan bersih antara 22-70 juta
rupiah dibanding penggunaan benih umbi tradisional (Basuki 2009). Kelebihan
lainnya adalah dapat disimpan lebih lama serta tidak memerlukan tempat yang
luas.
Budidaya produksi TSS sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1990-an
melalui beberapa penelitian. Sumarni dan Soetiarso (1998) memperoleh TSS
tertinggi varietas Bima sebanyak 0.34 g per tanaman dari perlakuan kombinasi
ukuran benih umbi >5 g dan waktu tanam musim kemarau di dataran medium
Majalengka; Rosliani et al. (2012) menghasilkan TSS varietas Bima di dataran
tinggi sebanyak 1.02 g per tanaman melalui pemberian BAP 100 ppm, dan 1.05 g
per tanaman melalui aplikasi boron 3 kg ha-1; Fahrianty (2013) melaporkan
kombinasi perlakuan vernalisasi dan GA3 200 ppm mampu menghasilkan TSS
varietas Bima di dataran tinggi 0.22 g per tanaman dan di dataran rendah
sebanyak 0.21 g per tanaman. Rosliani et al. (2013) menghasilkan TSS varietas
Bima di dataran rendah sebanyak 0.52 g per tanaman melalui pemberian 50 ppm
BAP.
Shopa et al. (2014) melaporkan bahwa produksi TSS kultivar Bali Karet
dengan fotoperiode 16 jam mampu meningkatkan TSS dari 0.48 g per tanaman
menjadi 1.30 g per tanaman sedangkan pemberian GA3 200 ppm mampu
meningkatkan TSS dari 0.53 g per tanaman menjadi 0.70 g per tanaman. Hilman
et al. (2014) menyatakan bahwa produksi TSS di dataran tinggi lebih tinggi (2.58
g per tanaman) dari pada di dataran rendah (0.35 g per tanaman ) akan tetapi mutu
TSS dataran rendah lebih baik dari pada dataran tinggi.

2

Hasil penelitian lainnya, Palupi et al. (2015) menyatakan bahwa introduksi
Apis cerana yang dikerodong dapat meningkatkan TSS di dataran rendah dari
0.31 g per tanaman menjadi 0.50 g per tanaman, sedangkan di dataran tinggi
meningkat dari 0.88 g per tanaman menjadi 1.38 g per tanaman. Sementara itu
Kurniasari (2015) melaporkan bahwa konsentrasi BAP 50 ppm yang diberikan
pada 2, 4, dan 6 minggu setelah tanam (MST) dan introduksi Apis cerana disekitar
pertanaman dapat meningkatkan TSS varietas Bima di dataran rendah dari 0.06 g
per tanaman menjadi 0.26 g per tanaman.
Penelitian pengembangan budidaya produksi TSS bawang merah selama ini
masih menggunakan satu ukuran umbi yaitu > 5 g. Hasil penelitian Ashrafuzzaman
et al. (2009), Khokhar (2009) dan Mollah et al. (2015) pada bawang bombay
menggunakan umbi besar menghasilkan TSS yang lebih tinggi dari pada ukuran
kecil, walaupun mutu benih yang dihasilkan tidak berbeda. Azmi et al. (2011)
menyatakan bahwa ketersediaan umbi ukuran besar masih terbatas, dan dapat
meningkatkan biaya produksi sebesar 33-40 % dibandingkan umbi kecil. Sementara
pengembangan budidaya yang mengkombinasikan ukuran umbi dengan BAP di
dataran rendah belum banyak informasinya sehingga perlu untuk diteliti.
Setiap varietas mempunyai kemampuan berbunga yang berbeda. Tidak
semua varietas bawang merah di Indonesia mudah berbunga secara alami.
Bawang merah yang mampu berbunga secara alami adalah varietas Kuning, relatif
mudah berbunga adalah Bauji, agak sukar berbunga adalah Bima dan sulit
berbunga adalah Sumenep (Putrasamedja & Suwandi 1996). Teknik budidaya
produksi TSS pada umumnya menggunakan varietas Bima karena varietas ini
disukai konsumen. Keberhasilan produksi TSS ditunjang oleh karakter varietas
Bima yang mampu berbunga walaupun agak sulit. Oleh karena itu teknik tersebut
perlu untuk diterapkan pada varietas lain dengan kategori kemudahan berbunga
berbeda. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian
peningkatan produksi TSS dengan menggunakan ukuran umbi yang berbeda pada
varietas yang memiliki kemampuan berbunga berbeda.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendapatkan konsentrasi optimum BAP untuk meningkatkan pembungaan,
produksi dan mutu TSS dari ukuran umbi berbeda varietas Bima.
2. Memanfaatkan teknologi peningkatan produksi TSS pada varietas Bauji dan
Sumenep di dataran rendah.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Perbanyakan Bawang Merah

Bawang merah (Allium cepa) yang dibudidayakan mempunyai karakter
yang sangat beragam. Hannelt (1990) membagi jenis tanaman ini menjadi dua
kelompok besar, yaitu kelompok bawang bombay dan kelompok agregatum.

3

Bawang merah termasuk dalam kelompok agregatum (Allium cepa var.
Agregatum). Allium cepa var. Agregatum dicirikan oleh adanya beberapa tunas
vegetatif yang berkembang menjadi tunas daun yang lebih kecil daripada
kelompok bawang Bombay (Allium cepa var. Cepa). Oleh karena itu Allium cepa
varietas Agregatum membentuk kluster umbi sementara Allium cepa varietas
Cepa membentuk umbi tunggal.
Tanaman bawang merah biasanya ditanam dua kali setahun. Memiliki
perakaran dangkal yang panjangnya 30 cm dari permukaan tanah. Batang sangat
pendek berada di dalam tanah yang berubah bentuk dan fungsinya menjadi umbi
lapis atau bulbus. Daun diproduksi dari meristem apikal, dan muncul melalui
batang semu yang dibentuk oleh basis daun dan diselubungi oleh daun-daun yang
lebih tua, warnanya hijau dan berongga (Yamaghuci 1983). Pada cakram diantara
lapisan kelopak daun terdapat mata tunas yang mampu tumbuh menjadi tanaman
baru yang disebut tunas lateral atau anakan (Rukmana 1994). Inisiasi tunas lateral
mulai terjadi pada apex (pucuk meristematik) dan berdiferensiasi membentuk
anakan umbi setelah daun ketiga (Krontal et al. 1998). Tunas-tunas lateral tersebut
akan membentuk cakram baru, hingga dapat membentuk umbi lapis. Berdasarkan
sifat di atas, maka bawang merah bersifat merumpun, dan tiap umbi dapat menjadi
beberapa umbi (2-20 anakan) (Rukmana 1994).
Pembungaan muncul apabila diberi perlakuan vernalisasi. Tiap rangkaian
tandan bunga (umbel) memiliki 50-200 kuntum bunga. Penyerbukan biasanya
dilakukan oleh serangga. Benih dapat disimpan beberapa tahun pada suhu dingin
dan kelembapan rendah. Di daerah tropis dengan suhu tinggi dan kelembapan
tinggi, TSS hanya dapat disimpan kurang dari satu tahun (Yamaghuci 1983). TSS
yang disimpan selama 4 tahun dalam aluminium foil pada ruang dingin dengan
suhu 5 °C daya berkecambah benih mencapai 88.5% (Amjad & Anjum 2002).
Tanaman bawang merah dapat diperbanyak secara vegetatif dan generatif.
Perbanyakan vegetatif menggunakan umbi dengan menanam umbi bawang secara
utuh atau dengan memotong sepertiga bagian atas umbi (Rukmana 1994).
Perbanyakan vegetatif memiliki keuntungan karena caranya lebih mudah dan
lebih cepat dibandingkan dengan pembiakan generatif. Perbanyakan secara
generatif dilakukan melalui pembentukan bunga dan akhirnya akan menghasilkan
biji. Keunggulan perbanyakan dengan TSS adalah kualitas benih jelas dan
produksi lebih tinggi dibanding dengan umbi. Produksi TSS dipengaruhi oleh
pembungaan tanaman. Pembungaan yang jelek menurunkan produksi dan kualitas
TSS (Krontal et al. 2000). Keunggulan lainnya yaitu kebutuhan benih untuk
perbanyakan umbi dengan menggunakan TSS sekitar 7.5 kg ha-1 dibanding umbi
sekitar 1.5 t ha-1, sehingga mengurangi biaya produksi untuk benih (Basuki 2009).

Mekanisme Pembungaan Bawang Merah

Pembungaan bawang merah dapat dibagi menjadi lima tahap berturut-turut,
yang terdiri dari induksi, inisiasi, diferensiasi (organogenesis), pertumbuhan
bagian bunga hingga bunga mekar dan pematangan (Le Nard & De Hertogh 1993).
Inisiasi pembungaan bawang merah terjadi setelah pembentukan daun keenam
(Krontal et al. 1998). Pada proses inisiasi fase juvenil menunjukkan pertumbuhan

4

monopodial dan simpodial menjadi awal pembentukan meristem generatif
(Kamenetsky & Rabinowitch 2012). Selanjutnya meristem lateral membentuk
tunas adventif aktif, dan pembentukan daun bawang merah terus di meristem
ketiak bersamaan dengan perkembangan bunga pada apex (Krontal et al. 2000).
Kamenetsky dan Rabinowitch (2012) menyatakan bahwa selama tahap
vegetatif, meristem apikal dan primordia daun terbentuk dimulai dari pinggiran
menuju titik tengah. Pada transisi meristem apikal dari vegetatif ke generatif,
meristem membesar membentuk sebuah bentuk lengkungan, seludang
pembungaan yang terbentuk di ujung dan inisiasi daun berhenti. Seludang
perbungaan muncul seperti lingkaran, dengan cepat memanjang dan
menyelubungi meristem reproduksi. Selanjutnya Kamenetsky dan Rabinowitch
(2012) menyatakan bahwa inisiasi bunga terjadi di salah satu titik pusat setelah
panjang batang mencapai 5-7 mm. Masing-masing titik pusat berdiferensiasi.
Setiap titik pusat membesar ditutupi oleh selaput tipis dan berisi 6 atau 7 kluster
bunga yang sedang berkembang. Inisiasi dan diferensiasi primordia baru terus
berlanjut bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan bunga. Pembungaan
bawang merah terdiri dari kluster yang berisi 5-10 kuncup bunga sehingga muncul
dalam satu rangkaian umbel bunga. Menurut Krontal et al. (1998) diferensiasi
bunga bawang merah dimulai dari bagian meristem apikal yang dibagi menjadi
empat titik pusat yaitu inisiasi primordial daun pada meristem apikal, inisiasi
tunas lateral, inisiasi bunga dan diferensiasi.
Veit (2009) menyatakan bahwa aktivitas meristem pucuk apikal adalah
salah satu parameter penentu hasil biji. Meristem pucuk apikal membentuk daun
baru, yang menghasilkan bunga kemudian membentuk biji setelah pembuahan
yang dipengaruhi oleh banyak faktor, termasuk pengatur transkripsi, reseptor
enzim kinase dan hormon tanaman.

Pengaruh Ukuran Umbi terhadap Pembungaan Bawang Merah

Penggunaan umbi benih berkaitan erat dengan total bobot benih yang
diperlukan dan sekaligus mempengaruhi biaya produksi benih menjadi lebih
tinggi (Azmi et al. 2011). Berdasarkan ukurannya umbi benih bawang merah
dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu umbi benih besar (Ø = >1.8 cm atau >10 g),
umbi benih sedang (Ø = 1.5-1.8 cm atau 5-10 g), dan umbi benih kecil (Ø =