Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium Cepa Var. Ascalonicum) Di Dataran Rendah Melalui Aplikasi Bap, Introduksi Apis Cerana, Dan Pemupukan P Serta K.

PENINGKATAN PRODUKSI BENIH BOTANI BAWANG
MERAH (Allium cepa var. ascalonicum) DI DATARAN RENDAH
MELALUI APLIKASI BAP, INTRODUKSI Apis cerana, DAN
PEMUPUKAN P DAN K

LELI KURNIASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Peningkatan Produksi
Benih Botani Bawang Merah (Allium cepa var. ascalonicum) di Dataran
Rendah Melalui Aplikasi BAP, Introduksi Apis cerana, dan Pemupukan P
serta K”adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, November 2015

Leli Kurniasari
NIM A251120091

RINGKASAN
LELI KURNIASARI. Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang Merah (Allium
cepa var. ascalonicum) di Dataran Rendah Melalui Aplikasi BAP, Introduksi Apis
cerana, dan Pemupukan P serta K. Dibimbing oleh ENDAH RETNO PALUPI
dan YUSDAR HILMAN.
Produksi benih botani bawang merah (True Shallot Seed/TSS) dapat
dilakukan dengan meningkatkan pembungaan dan penyerbukan yang intensif.
Peningkatan pembungaan dapat dilakukan melalui aplikasi BAP, sementara
introduksi Apis cerana dilakukan untuk meningkatkan penyerbukan. Aplikasi
pupuk P dan K dapat meningkatkan mutu benih yang dihasilkan. Penelitian ini

bertujuan untuk meningkatkan pembungaan, pembentukan kapsul, serta mutu TSS
di dataran rendah Subang (100 m dpl) dan telah dilaksanakan pada bulan Mei 2014
sampai dengan Januari 2015.
Penelitian terdiri atas tiga tahap percobaan. Percobaan pertama disusun
dalam rancangan petak terbagi dengan rancangan lingkungan rancangan acak
kelompok (RAK) dengan empat ulangan. Petak utama adalah waktu aplikasi BAP
yang terdiri atas dua taraf yaitu pada 1, 3 ,5 minggu setelah tanam (MST) dan 2, 4,
6 MST. Anak petak adalah konsentrasi BAP yang terdiri atas enam taraf yaitu 0,
50, 100, 150, 200, 250 ppm. Percobaan kedua dilakukan terhadap dua populasi
tanaman yaitu tanaman tanpa introduksi dan dengan introduksi Apis cerana.
Percobaan ketiga disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial dengan empat
ulangan. Faktor pertama adalah dosis P2O5 sebesar (0, 100, 200, 300, 400 kg ha-1)
dan faktor kedua adalah dosis K2O5 (0, 50, 100, 150, 200 kg ha-1).
Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa pemberian BAP 50 ppm
mampu meningkatkan persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per tanaman,
dan daya berkecambah benih. Waktu aplikasi BAP pada 2, 4, 6 MST mampu
meningkatkan persentase tanaman berbunga, jumlah bunga per umbel, jumlah
kapsul per umbel, persentase pembentukan kapsul, bobot TSS per tanaman,dan
bobot 100 butir. Hasil percobaan kedua menunjukkan bahwa introduksi Apis
cerana mampu meningkatkan semua variabel produksi yang meliputi persentase

pembentukan kapsul, persentase TSS bernas, jumlah TSS per umbel, bobot TSS
per umbel. Introduksi Apis cerana juga mampu meningkatkan mutu TSS yang
ditunjukkan dengan meningkatnya bobot 100 butir, daya berkecambah benih,
potensi tumbuh maksimum, dan indeks vigor. Hasil percobaan ketiga
menunjukkan bahwa peningkatan dosis pupuk P dan K tidak mampu
meningkatkan pembungaan, pembentukankapsul, dan produksi di dataran rendah
Subang. Pemberian 100 kg P2O5 ha-1dan 200 kg K2O ha-1 mampu meningkatkan
daya berkecambah dan indeks vigor, sedangkan 200 kg P2O5 ha-1 mampu
meningkatkan potensi tumbuh maksimum TSS yang dihasilkan.
Kata kunci

: bobot 100 butir, daya berkecambah, dosis, kapsul, pembungaan,
true shallot seed, umbel

SUMMARY
LELI KURNIASARI. Increased TSS Production Through Application of BAP,
Introduction of Apis cerana, and Application of P and K Fertilizer in The Low
Land Area. Suprivised by ENDAH RETNO PALUPI and YUSDAR HILMAN.
Production of true shallot seed (TSS) can be increased by enhancing
flowering and intensifying the pollination. Application of BAP enhances

flowering, whereas introduction of insect pollinator intensifies pollination.
Application of P and K fertilizers will increases the seed quality. This research
was aimed to increase TSS production in lowland area of Subang (100 mdpl) and
was carried out from May 2014 until Januari 2015.
The research consisted of three experiments. The first experiment was
arranged in split plot randomized block design with four replication. The main
plot was time of application of BAP, i.e. 1, 3, 5 day after planting (DAP) and 2, 4,
6 DAP. The sub plot was consentration of BAP, i.e.0, 50, 100, 150, 200, and 250
ppm. The second experiment was comparing TSS production from two
populations with and without installment of Apis cerana hive. The third
experiment was arranged in randomized block design with two factors and
replicated four times. The first factor was dosages of P2O5. i.e.0, 100, 200, 300,
400 kg ha-1 and the second was dosages of K2O, i.e.0, 50, 100, 150, 200 kg ha-1.
First experiment showed that BAP at 50 ppm effective increased
percentages of plant flowering, amount umbel per plant, and germination capacity.
Time application of BAP at 2, 4, 6 WAP effective increased plant flowering,
amount of flower per umbel, amount of fruit per umbel, percentage fruit sets,
weight TSS per plant,and weight 100 seeds. Second experiment showed that
introduction of Apis cerana effective increased variable production such
percentages of fruit sets, percentages of filled out TSS, amount of TSS per umbel,

and weight TSS per umbel. Introduction Apis ceranahive also effective on
increased weight 100 seeds, germianation capacity, growth maximum potential,
and indeks vigour.Third experiment showed that dosages phosporus and
potassium couldn’t enchance on flowering, fruit set, and TSS production in low
land area of Subang. Both 100 kg P2O5 ha-1and 200 kg K2O ha-1effective increased
germination capacity, vigor index, and growth potential of TSS.
Key word

: dosage, flowering, fruitset, germination capacity, true shallot
seed, umbel, weight of 100 seeds

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah;pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


PENINGKATAN PRODUKSI BENIH BOTANI BAWANG
MERAH (Allium cepa var. ascalonicum) DI DATARAN RENDAH
MELALUI APLIKASI BAP, INTRODUKSI Apis cerana, DAN
PEMUPUKAN P DAN K

LELI KURNIASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Tatiek Kartika Suharsi, MS


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga tesis yang berjudul “Peningkatan Produksi Benih Botani Bawang
Merah (Allium cepa var. ascalonicum) di Dataran Rendah Melalui Aplikasi BAP,
Introduksi Apis cerana, dan Pemupukan P dan K” dapat diselesaikan dengan baik.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih,
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah banyak
membantu dalam proses penyelesaian tesis ini, antaralain;
1. Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc, selaku ketua komisi pembimbing, dan Prof.
Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS selaku Anggota Komisi Pembimbing, serta Ir.
Rini Rosliani, MSi selaku pembimbing lapang yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran dalam berbagi ilmu pengetahuan dan
pengalaman, serta atas dukungan selama melakukan bimbingan kepada
penulis sejak penyusunan proposal dan pelaksanaan penelitian hingga
selesainya penulisan tesis ini.
2. Dr. Tatiek Kartika Suharsi, MS selaku dosen penguji luar komisi dan Dr. Ir.
Maya Melati, MS, MSc selaku dosen penguji perwakilan program studi pada
ujian tesis atas masukan dan sarannya dalam rangka penyempurnaan tesis ini.

3. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan Beasiswa
Unggulan Dalam Negeri (BUDN) kepada penulis.
4. Pak Memed, Pak Ade, Pak Cucu, dan seluruh staf Kebun Percobaan Balai
Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) dan Kebun Percobaan Balai Penelitian
Buah (Balitbu) Jawa Barat atas bantuannya selama penulis melaksanakan
penelitian di Subang.
5. Ayahanda Sahun Wargono dan Ibu Sumini, atas doa dan dukungan yang tiada
henti untuk penulis, serta saudara kandung penulis Atik Haryani, Guno
Wiartisetyaningsih, dan Rahmat Suminto, atas perhatiannya selama ini.
6. Teman-teman Program Studi Ilmu dan Teknologi Benih atas diskusi dan
masukannya selama mengikuti pendidikan.
7. Sahabat-sahabat penulis Tri Dian Oktiana, Meutia Rahmi, Dewi Mulyasari,
Desti Ummu Etha, Sangadah, Rofiul Hidayah, dan Vivi Sofiati.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi masyarakat dan perkembangan ilmu
pengetahuan.
.

Bogor, November2015

Leli Kurniasari


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pembungaan dan Pembentukan Biji
Zat Pengatur Tumbuh
Fosfor
Kalium
3 METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Penelitian
Peralatan Penelitian
Metode Penelitian
Pengamatan dan Pengumpulan data
4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Pengaruh BAP terhadap Peningkatan Pembungaan di Dataran
Rendah
Introduksi Apis cerana Meningkatkan Produksi TSS di Dataran
Rendah
Pemupukan P dan K terhadap Produksi dan Mutu TSS di
Dataran Rendah
5 KESIMPULAN
6 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

v
vi
vii
1
1
3
3
3

4
4
6
6
6
7
7
7
12
14
14
16
24
27
37
37
43
49

DAFTAR TABEL
1 Waktu muncul umbel, waktu berbunga 50%, dan awal bunga mekar
sebagai respon tanaman bawang merah terhadap konsentrasi BAP dan
waktu aplikasi di dataran rendah Subang
2 Persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per tanaman, dan jumlah
bunga per umbel sebagai respon tanaman bawang merah terhadap
konsentrasi BAP dan waktu aplikasi di dataran rendah Subang
3 Jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, dan
persentase pembentukan kapsul sebagai respon tanaman bawang merah
terhadap konsentrasi BAP dan waktu aplikasi di dataran rendah Subang
4 Jumlah TSS per umbel, jumlah TSS per tanaman, dan bobot TSS per
umbel tanaman bawang merah sebagai respon terhadap konsentrasi

16

17

19

5
6

7

8

9

10

BAP dan waktu aplikasi di dataran rendah
Korelasi antar peubah pada waktu aplikasi BAP 2, 4, 6 MST
Bobot 100 butir, daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, dan
indeks vigor tanaman bawang merah sebagai respon terhadap
konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran rendah Subang
Jumlah umbi per tanaman dan bobot umbi per tanaman bawang merah
sebagai respon terhadap konsentrasi dan waktu aplikasi BAP di dataran
rendah Subang
Waktu muncul umbel, 50% bunga muncul dan awal bunga mekar
tanaman bawang merah sebagai respon P dan K di dataran rendah
Subang
Persentase tanaman berbunga (%), jumlah umbel per tanaman, jumlah
bunga per umbel tanaman bawang merah sebagai respon pemupukan P
dan K di dataran rendah Subang
Daya berkecambah, indeks vigor, dan potensi tumbuh maksimum
sebagai respon pemupukan P dan K di dataran rendah Subang

20
22

23

24

29

31
35

DAFTAR GAMBAR
1 Polybag ditanami tiga umbi (a) dan bedengan yang diberi mulsa dan
plastik naungan (b)
2 Introduksi lebah Apis cerana
3 Alur penelitian
4 Umbel bunga (a), kuntum bunga dalam satu umbel (b), kapsul yang
terbentuk dalam satu umbel (c)
5 Serangga yang terjerat yellowtrap termasuk di dalamnya lalat dan kutu
daun
6 Umbel bunga yang terserang penyakit embun bulu saat umbel
berkembang (a) dan saat bunga mekar (b)
7 Serangga yang mengunjungi bunga: semut (a) lalat, (b) lebah (c), dan
laba-laba (d)
8 Kurva regresi persentase tanaman berbunga pada berbagai konsentrasi
BAP dan dua waktu aplikasi 1, 3, 5 MST (a) dan 2, 4, 6 MST (b)
9 Kurva regresi jumlah kapsul bernas per umbel pada waktu aplikasi BAP
1, 3, 5 MST (a) dan 2, 4, 6 MST (b)
10 Kurva regresi jumlah kapsul bernas dan bobot TSS per tanaman pada
waktu aplikasi BAP 1, 3, 5 MST (a) dan 2, 4, 6 MST
11 Jumlah kapsul bernas per tanaman (a) dan persentase pembentukan
kapsul (b) pada plot tanpa dan dengan introduksi Apis cerana
12 Apis cerana yang menyerbuki bunga
13 Jumlah TSS per tanaman (a), persentase TSS bernas pertanaman (b),
dan bobot TSS per tanaman (c) pada plot tanpa dan dengan introduksi
Apis cerana
14 Mutu TSS bawang merah berupa daya berkecambah (a) dan bobot 100
butir (b) pada plot tanpa dan dengan introduksi Apis cerana

8
10
11
12
14
14
15
19
20
21
25
26

26
26

15 Tinggi tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P
dan K di dataran rendah Subang
16 Jumlah daun tanaman bawang merah sebagai respon terhadap
pemupukan P dan K di dataran rendah Subang
17 Jumlah umbel per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap
pemupukan P dan K di dataran rendah Subang
18 Jumlah bunga per umbel sebagai respon terhadap pemupukan P dan K
di dataran rendah Subang
19 Jumlah kapsul per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap
pemupukan P dan K di dataran rendah Subang
20 Jumlah TSS bernas per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap
pemupukan P dan K di dataran rendah Subang
21 Persentase pembentukan TSS tanaman bawang merah sebagai respon
terhadap pemupukan P dan K di dataran rendah Subang
22 Bobot TSS per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap
pemupukan P dan K di dataran rendah Subang
23 Bobot 100 butir sebagai respon pemupukan terhadap P (a) dan K (b)
tanaman bawang merah sebagai respon terhadap pemupukan P dan K di
dataran rendah Subang
24 Jumlah umbi per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap
pemupukan P dan K di dataran rendah Subang
25 Bobot TSS per tanaman bawang merah sebagai respon terhadap
pemupukan P dan K di dataran rendah Subang

27
28
30
31
31
32
32
33

34
36
37

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6

Deskripsi varietas bawang merah varietas Bima Brebes
Hasil analisis tanah Subang
Hasil analisis pupuk SP-36 dan KCl
Hasil analisis kandungan Boron
Hasil analisis pupuk P dan K
Data iklim

43
44
45
46
47
48

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium cepa var.ascalonicum) merupakan komoditas
sayuran bumbu dalam berbagai masakan di Indonesia. Peran bawang merah
sebagai bumbu utama tidak bisa disubtitusikan dengan komoditi lainnya sehingga
permintaan terus terjadi. Menurut BPS (2015) produksi bawang merah dalam
kurun waktu lima tahun (2008-2013) terus mengalami kenaikan sebesar 955 972
ton atau meningkat 2.35% per tahunnya. Kenaikan produksi yang relatif lambat
tersebut dipengaruhi oleh luas panen yang juga meningkat lambat dengan rata-rata
99 593 ha per tahun atau meningkat sebesar 0.93% per tahun. Kedua faktor ini
menyebabkan produktivitas bawang merah juga mengalami peningkatan yang
lambat dengan rata-rata 9.61 ton ha-1 per tahun atau meningkat 1.45%.
Peningkatan produktivitas ini dinilai rendah jika dibandingkan dengan potensi
produksinya karena Bappenas (2015) melaporkan bahwa produktivitas bawang
merah bisa mencapai 20 ton ha-1. Rendahnya produktivitas tersebut disebabkan
oleh masalah penyediaan benih bermutu.
Selama ini produksi bawang merah di Indonesia masih menggunakan umbi
sebagai bahan tanam. Kelemahan menggunakan umbi sebagai bahan tanam adalah
umumnya membawa penyakit tular benih, tidak dapat disimpan lama, dan
berkompetensi pemanfaatannya sebagai umbi konsumsi sehingga ketika harga
cukup tinggi petani menjual umbi bibit yang sudah disisihkan sebagai umbi
konsumsi. Kondisi ini menimbulkan kelangkaan umbi bibit dan menyebabkan
kenaikan harga.
Penggunaan TSS sebagai bahan tanam masih jarang digunakan karena
terkendala pada daya tumbuhnya yang rendah (Wulandari et al. 2014).
Penggunaan TSS sebagai bahan tanam memiliki banyak kelebihan antaralain,
benih yang digunakan sedikit yaitu hanya sekitar 2-3 kg ha-1 dibandingkan umbi
yang mencapai 1.5 ton ha-1, bebas penyakit terbawa benih, pengangkutan lebih
mudah, dan memiliki daya simpan yang lama (Permadi & Putrasemadja 1991;
Sumarni et al. 2005). Basuki (2009) juga melaporkan bahwa penggunaan TSS
mampu meningkatkan produksi hingga dua kali lipat dan dapat menghemat biaya
produksi hingga 40% dibandingkan dengan umbi. Berdasarkan kelebihan tersebut,
TSS dapat dijadikan sebagai bahan tanam yang lebih baik.
Produksi TSS di dataran rendah merupakan alternatif untuk mengatasi
kelangkaan bahan tanam bawang merah. Hal ini karena sebagian besar petani
bawang di Indonesia bercocok tanam di dataran rendah. Permasalahan utama
dalam produksi TSS di dataran rendah adalah suhu udara yang tinggi sehingga
tidak sesuai untuk inisiasi pembungaan (Kokhar et al. 2007a, Sumarni et al. 2009,
Rosliani et al. 2014). Inisiasi pembungaan pada bawang merah dipengaruhi oleh
suhu dan panjang hari. Rata-rata suhu optimum yang diperlukan untuk
pembungaan berkisar antara 50-130C dan panjang hari kurang dari 17 jam
(Kokhar et al. 2007b) sementara perkembangan umbel dan bunga mekar terjadi
pada rentang suhu 17-190C (Rabinowitch & Kemenetsky 1999). Menurut
Sumarni et al. (2009), suhu dataran rendah yang tinggi lebih cocok untuk proses
pembentukan kapsul dan perkembangan biji.

2
Produksi TSS di dataran rendah telah diteliti oleh Rosliani et al. (2013) dan
Hilman et al. (2014). Menurut Rosliani et al. (2012, 2013) produksi TSS di
dataran rendah masih rendah yaitu 0.432 g per tanaman sementara produksi TSS
di dataran tinggi mencapai 0.885 g per tanaman. Menurut Hilman et al.(2014)
tingginya produksi TSS di dataran tinggi karena pembungaan lebih tinggi, 2-3 kali
lipat di dataran rendah. Namun demikian, mutu TSS di dataran rendah lebih baik
dibandingkan dataran tinggi dalam hal bobot 100 butir, di dataran rendah sebesar
0.398 g atau 8.15% lebih tinggi dibandingkan di dataran tinggi sebesar 0.368 g.
Benzylaminopurine (BAP) merupakan zat pengatur tumbuh golongan
sitokinin yang berperan dalam meningkatkan pembungaan serta pembentukan biji
(Werner et al. 2001). Rosliani et al. (2012) melaporkan bahwa penggunaan BAP
50 ppm dapat meningkatkan pembungaan dan hasil biji bawang merah terutama di
dataran tinggi, sementara Rosliani et al. (2013) melaporkan bahwa di dataran
rendah peningkatan pembungaan dan hasil biji masih belum memuaskan.
Pembentukan biji dalam proses reproduksi seksual tanaman dipengaruhi oleh
keberhasilan penyerbukan. Bawang merah, seperti halnya bawang Bombay,
merupakan tanaman menyerbuk silang, karena organ jantan dan betina dalam satu
bunga tidak masak bersamaan (Currah & Proctor 1990). Menurut Gure et al.
(2009) bawang mengalami pematangan benangsari terlebih dahulu sebelum putik
reseptif. Persentase penyerbukan sendiri yang terjadi secara alami pada tanaman
bawang bombay masih rendah, hanya sekitar 9%. Salah satu faktor yang berperan
dalam proses penyerbukan pada tanaman bawang adalah polinator atau serangga
penyerbuk terutama lebah (Yucel & Duman 2005). Lebah madu dapat meningkatkan
kualitas dan kuantitas benih yang ditunjukkan dengan meningkatnya viabilitas benih
dan bobot benih per tanaman (Rosliani et al. 2012; Adel et al. 2013). Palupi et al.
(2015) melaporkan bahwa Apis cerana merupakan serangga penyerbuk yang efektif
dalam membantu penyerbukan untuk meningkatkan produksi TSS.
Upaya meningkatkan produksi TSS dapat juga dilakukan dengan pemupukan.
Fosfor (P) dan Kalium (K) merupakan unsur essensial yang diperlukan tanaman
untuk membantu sebagian besar proses metabolisme tanaman. Menurut Tohir et al.
(2009), P merupakan nutrisi penting bagi perkembangan tanaman karena merupakan
penyusun adenosin tri fospat (ATP) serta pembentukan biji (Kabir et al. 2013).
Amjad et al. (1999) melaporkan bahwa peningkatan dosis P (50-75 kg ha-1) dapat
meningkatkan produksi TSS bawang merah. Bernstein et al. (2011) menyatakan
bahwa K merupakan salah satu unsur hara makro yang berperan sebagai faktor
kunci dalam mengontrol produksi dan kualitas hasil. Pemberian pupuk K mampu
mencegah terjadinya kerontokan buah, meningkatkan kualitas bunga (Al-Hamzawi
2010; Bernstein et al. 2011), dan jumlah buah (Al-Hamzawi 2010). Aliyu et al.
(2007) melaporkan bahwa penggunaan K (120 kg ha-1) pada bawang merah mampu
meningkatkan jumlah benih per tanaman, persentase pembentukan kapsul, bobot
benih per tanaman, bobot 1000 butir, dan daya berkecambah benih. Menurut
Sumarni et al. (2011), pemupukan P 100 kg ha-1 dan K 120 kg ha-1 dapat
meningkatkan hasil biji bawang merah (TSS) di dataran medium.
Berdasarkan berbagai kendala yang diuraikan di atas maka perlu
dilakukan penelitian untuk meningkatkan produksi dan mutu TSS dengan aplikasi
BAP, introduksi serangga, dan pemupukan P dan K di dataran rendah.

3
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Meningkatkan pembungaan bawang merah di dataran rendah dengan pemberian
BAP.
2. Meningkatkan pembentukan kapsul bawang merah di dataran rendah dengan
introduksi Apis cerana.
3. Meningkatkan mutu TSS bawang merah di dataran rendah dengan pemupukan P
dan K pada dosis yang tepat.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pembungaan dan Pembentukan Biji
Bunga bawang merah dikategorikan sebagai bunga majemuk. Dalam setiap
tandan bunga terdapat 50-200 kuntum bunga (Sudarmanto 2009). Bunga yang
terbentuk termasuk bunga sempurna yang memiliki benangsari dan putik dalam
setiap bunga. Benang sari yang terdapat dalam setiap kuntum bunga terdiri dari 56 benang sari dan sebuah putik. Bakal buah terbentuk dalam tiga karpel buah dan
setiap karpel terdiri dari dua calon bakal biji.Buah berbentuk bulat dengan ujung
tumpul. Bentuk biji agak pipih dan berwarna putih ketika masih muda dan akan
menghitam ketika sudah tua. Biji bawang merah dapat digunakan sebagai bahan
perbanyakan tanaman secara generatif (Rabinowitch & Kemenetsky 2002;
Sudarmanto 2009).
Pembungaan bawang merah di daerah tropis terutama Indonesia sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, terutama suhu. Menurut Kokhar et al.
(2007a), kisaran suhu yang baik untuk menginduksi pembungaan bawang merah
berkisar antara 50-130 C dan panjang hari kurang dari 17 jam. Induksi
pembungaan dapat terjadi jika terdapat stimulus dari luar yang mendorong
pembentukan primordia bunga pada meristem apikal (Hempel et al. 2000).
Faktor lain yang berperan dalam pembungaan pada genus Allium adalah
panjang hari atau fotoperiode. Menurut Rabinowitch dan Kamenetsky (2002)
bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan hari panjang (long day plant).
Matthew et al. (2011) melaporkan bahwa penambahan panjang hari pada tanaman
bawang putih dapat mempercepat waktu muncul bunga, panjang tangkai bunga,
dan meningkatkan jumlah kuntum bunga per umbel.
Penyerbukan merupakan salah satu proses kritikal pada tanaman dalam
menghasilkan buah atau biji. Proses ini ditandai dengan terjadinya transfer
serbuksari yang mengandung gamet jantan kepada organ betina tanaman yang
mengandung gamet betina (Keogh et al. 2010). Bawang merah memiliki tipe
penyerbukan silang karena benangsari lebih dahulu matang sebelum putik reseptif.
Oleh karena itu, diperlukan bantuan dalam proses penyerbukan. Penyerbukan
yang umum terjadi pada tanaman bawang dibantu oleh serangga terutama lebah
(Gure 2009). Penggunaan serangga sebagai agen penyerbukan mampu

4
meningkatkan produksi biji pada bawang merah yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah biji serta bobot benih per umbel (Pardjo et al. 2012).
Peranan serangga penyerbuk selain memiliki kemampuan dalam
meningkatkan produksi benih dengan membantu proses penyerbukan juga mampu
meningkatkan kualitas biji yang diserbuki. Biji yang dihasilkan dari penyerbukan
oleh serangga memiliki daya berkecambah benih yang lebih tinggi ( Chandel et al.
2004; Wilakniec et al. 2004).
Lebah jenis Apis cerana merupakan spesies yang sering digunakan dalam
membantu penyerbukan tanaman sayur keluarga bawang karena sangat aktif
membantu penyerbukan. Hal ini bisa dilihat dari tingginya persentase kunjungan
ke bunga, jumlah bunga yang dikunjungi dalam sekali perjalanan, jumlah
serbuksari yang berhasil dibawa, lebih kompetitif dari lebah jenis lainnya (Gure
2009). Selain itu, Apis cerana merupakan lebah yang efektif dalam meningkatkan
produksi TSS karena kemampuannya dalam menyerbukan seluruh bunga dalam
setiap umbel (Palupi et al. 2015).

Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh endogen atau fitohormon merupakan senyawa organik
bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah yang kecil dan disintesis pada bagian
tertentu dari tanaman dan dapat menyebabkan respon secara biokimia, fisiologis,
dan morfologis (Davies 2004). Menurut Amanullah et al. (2010), zat pengatur
tumbuh memiliki peran dalam produktivitas tanaman karena efektif meningkatkan
pembungaan, perkembangan kapsul dan biji.
Sitokinin merupakan fitohormon yang berperan dalam perkembangan
tanaman sejak benih hingga tanaman menua. Sitokinin berperan dalam
mendorong terjadinya pembelahan sel, perkembangan kloroplas, juga memicu
munculnya tunas dari dominasi apikal (Riefler et al. 2006). Secara alami sitokinin
terdapat dalam bentuk adenin dan turunannya yang mengandung isoprenoid atau
rantai aromatik dalam turunannya. Benzyladenin merupakan sitokinin aromatik
dan terdapat pada tanaman dengan jumlah yang sangat kecil (Bajguz &
Piotrowska 2009).
Benzyladenin-6-purine (BAP) merupakan sitokinin yang digunakan untuk
menginduksi dan menunjang perkembangan akar.BAP memiliki sifat yang stabil,
murah dan mudah didapat dibandingkan sitokinin jenis lainnya (Arteca 1996).
Pemberian BAP juga mampu meningkatkan pembentukan kapsul dan hasil
tanaman (Nagel et al. 2001; Rosliani 2012).

Fosfor
Kebutuhan tanaman akan suplai hara bagi kelangsungan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman sangat penting agar tercapai produktivitas dan kualitas
tanaman. Salah satu unsur hara yang dibutuhkan tanaman adalah unsur fosfor (P).
Tanaman menggunakan P dari larutan tanah dan hanya dalam bentuk fosfat.
Fosfor dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi P organik dan P anorgaik.
P organik dapat ditemukan dalam sisa-sisa tanaman, hewan, dan jaringan jasad

5
renik.P anorganik tanah terdapat dalam bentuk mineral apatit, kompleks fosfat Fe
dan Al, dan P terjerap pada partikel liat. Di dalam tanah kelarutan P organik
maupun P anorganik masih sangat rendah, sehingga sangat sedikit berada dalam
larutan tanah. P tersedia bagi tanaman berbentuk ion ortofosfat (HPO42- dan
H2PO4-). Bentuk ini menyebabkan P mudah bereaksi dengan banyak unsur,
senyawa, dan mineral tanah sehingga ketersediaan P dalam tanah pada umumnya
rendah (Munawar et al. 2011).
Ketersediaan unsur P dalam tanah sangat lambat dan terjadi dalam waktu
yang cukup lama, hanya sedikit tanah yang mampu menyediakan P dengan jumlah
yang besar (Saccachmant et al. 1998; Shaheen et al. 2007; Siebers et al. (2012).
Oleh karena itu dilakukan penambahan unsur P baik dalam bentuk organik
maupun anorganik untuk meningkatkan kandungan P dalam tanah menjadi P
tersedia dalam bentuk fosfat (Siebers et al. 2012). Penggunaan P anorganik lebih
dipilih karena harganya relatif murah dan mudah didapatkan ketika akan segera
diaplikasikan pada tanaman (Shaheen et al. 2007).
Pada beberapa reaksi enzim, P anorganik (Pi) merupakan substrat dari
produk akhir dalam menghasikan energi. Pi ikut berperan dalam mengontrol
beberapa reaksi enzim. Pi berperan besar pada regulasi metabolisme di dalam
sitosol dan kloroplas. Pada tumbuhan tingkat tinggi, vakuola menjadi tempat
penyimpanan cadangan makanan, dan Pi terdapat dalam jumlah yang besar
berkisar 85-95%. Daun yang mengalami defisiensi Pi, Pi banyak diemukan di
dalam sitosol dan kloroplas. Di dalam sitosol Pi terdapat dalam kisaran yang
sempit dan berperan dalam meregulasi metabolisme. Pada akar, defisiensi Pi
menyebabkan konsentrasi energi yang diperoleh menurun 20-30% dari level
sebelumnya (Maschner 2012).
Pupuk P berperan dalam percepatan pertumbuhan akar, mengurangi gejala
defisiensi yang dapat menurunkan ukuran umbi serta menghambat terjadinya
penuaan dan pematangan buah (Horneck 2004). Kekurangan unsur P pada
tanaman bawang merah dapat menyebabkan terjadinya penurunan perkembangan
akar dan daun, ukuran umbi berkurang dan menurunnya hasil serta menunda
pematangan benih (Brewster 1994; Abdisa et al. 2011). Penambahan dosis pupuk
P pada tanaman bawang merah mampu meningkatkan hasil umbi bawang merah
(Shaheen 2007; Aliyu et al. 2007) dan total hasil per hektar (Morsy et al. 2012).
Namun demikian, Aliyu et al. (2007) melaporkan bahwa pemberian P dengan
dosis yang tinggi menyebabkan pembungaan (bolting).
Fosfor pada benih tersimpan dalam bentuk fitat. Fitat banyak berikatan
dengan K-Mg-Ca dan terdapat pada serbuk sari yang disimpan dalam bentuk
partikel yang akan terdegradasi saat perkecambahan polen. Selama tahap awal
pembentukan benih, konsentrasi fitat sangat rendah namun meningkat ketika
sintesis pati dan menurun ketika pati telah terbentuk. Pemberian P pada akar akan
menyebabkan meningkatnya anthesis. Fitat juga terlibat dalam regulasi pati
selama proses pengisian biji. Pada akhir proses pengisian biji, asam fitik berperan
dalam menjerat kation sehingga mengurangi konsentrasi yang berlebihan K dan
Mg di dalam sel. Fungsi lain dari fitat adalah membantu perkecambahan benih
dengan sumber P untuk sintesis membran lipid dan asam nukleat (Maschner 2012).

6
Kalium
Kalium merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi
pertumbuhan tanaman. Menurut (Rehm & Schmitt 2002; Ashley 2006) terdapat
tiga bentuk kalium dalam tanah. Pertama, kalium dalam bentuk tidak tersedia.
Dalam bentuk ini, 90-98% kalium berbentuk kristal mineral mika dan feldspar.
Tanaman tidak bisa menggunakan kalium dalam bentuk kristal mineral mika dan
feldspar. Oleh karena itu, diperlukan waktu yang sangat panjang dan lama agar
kalium berubah menjadi bentuk yang tersedia. Kedua, kalium berbentuk lambat
tersedia yang terdapat pada mineral liat tanah. Tanaman masih belum bisa
menggunakan kalium dalam bentuk ini. Ketiga, kalium dalam bentuk tersedia.
Pada bentuk ini kalium berada dalam larutan air sehingga mudah diadsorbsi oleh
tanaman.
Kalium bagi tanaman sangat berperan dalam berbagai proses biokimia dan
fisiologis (Prajapati & Modi 2012). Peran kalium antara lain berperan dalam
aktivasi enzim dan transportasi gula (Van Brunt & Sultenfuss 1998; Maschner
2012), mengatur buka tutup stomata dan membantu transportasi air dan nutrisi
(Cochrane & Cocrhane 2009), sintesis protein dan pati, serta berperan dalam
fotosintesis dan kualitas hasil tanaman (Prajapati & Modi 2012). Menurut
Maschner (2012), terdapat lebih dari 50 jenis enzim diaktivasi oleh kation dari
kalium (K+). Aktivasi ini dilakukan dengan cara menginduksi perubahan pada
enzim dan protein. K+ yang terdapat di daun mempengaruhi peningkatan
fotosintesis dengan terlebih dahulu meningkatkan pertambahan ukuran sel pada
daun. Pemupukan kalium pada tanaman bawang merah mampu meningkatkan
kemampuan fotosintesis tanaman, mengurangi kerusakan hasil panen, dan
meningkatkan daya tahan terhadap penyakit. Selain itu, kalium dapat
mempertahankan mutu dan daya simpan hasil panen (Gunadi 2009).
Pada fase generatif, pemberian unsur kalium pada tanaman mampu
meningkatkan kualitas bunga dan buah yang dihasilkan. Breinstein et al. (2011)
menyatakan bahwa pemberian unsur K mampu mempertahankan bunga dari
kerontokan. Hegazi et al. (2011) juga melaporkan bahwa pemberian K pada masa
pembungaan dapat meningkatkan produksi buah dan mencegah kerontokan buah.
Hal ini karena pemberian K pada masa generatif menjadi sumber nutrisi bagi
tanaman saat periode pembentukan buah.

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan lapang dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman
Buah (Balitbu) Subang, Jawa Barat pada bulan Mei sampai Desember 2014.
Kebun percobaan ini berada pada ketinggian 100 m dpl dengan jenis tanah
Inceptisol. Pengujian benih dilakukan di Balai Penelitian Sayuran (Balitsa)
Lembang pada Agustus 2014 dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Institut
Pertanian Bogor pada Januari 2015.

7
Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi bawang merah
varietas Bima dengan bobot 5-7 g per umbi, lebah madu jenis Apis cerana, 6Benzylaminopurine (BAP), pupuk kandang domba, pupuk NPK (16:16:16), boron,
SP36, KCl, media tanam, sekam, dolomit, subtrat kertas, aquades,yellowtrap, dan
pestisida.

Peralatan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: hand sprayer, hand
counter, timbangan digital, alat pengecambah benih jenis Germinator Electric
Seedburo yang diatur pada suhu 15-200C, cool storage untuk vernalisasi umbi
dengan suhu rendah (5-100C), mulsa plastik hitam perak, plastik bening untuk
naungan dari jenis PEP dengan ketebalan 1 mm, polybag ukuran 30 cm x 40 cm,
label, bambu, dan perlengkapan panen.

Metode Penelitian
Percobaan I Pengaruh BAP terhadap Peningkatan Pembungaan di Dataran
Rendah
Percobaan I dilakukan pada bulan Juni sampai September 2014. Percobaan
ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi BAP dan waktu aplikasi terbaik
dalam upaya meningkatkan pembungaan di dataran rendah.
Percobaan I menggunakan Rancangan Petak Terbagi dengan rancangan
lingkungan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Petak utama adalah waktu
aplikasi BAP yang terdiri atas dua taraf yaitu waktu aplikasi BAP pada 1, 3, 5
MSTdan 2, 4, 6 MST. Anak petak adalah konsentrasi BAP yang terdiri atas enam
taraf yaitu 0, 50, 100, 150, 200, dan 250 ppm. Masing-masing perlakuan diulang
empat kali, sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan
terdapat 9 tanaman, dengan demikian terdapat 432 tanaman.
Model linier yang digunakan pada percobaan I yaitu sebagai berikut :
Yijk = µ + αi + ρj + γij+ βk + (ρβ)jk + Ɛijk
Keterangan :
i
: ulangan (1, 2, 3, 4)
j
: waktu aplikasi (1, 3, 5 MST dan 2, 4, 6 MST)
k
: konsentrasi BAP (0, 50, 100, 150, 200, 250 ppm)
Yijk : nilai pengamatan dari pengaruh waktu aplikasi ke-j, dan BAP ke-k
µ
: nilai tengah
αi
: pengaruh ulangan ke-i
ρj
: pengaruh waktu aplikasi (petak utama) ke-j
γij
: pengaruh galat waktu aplikasi (petak utama) ke-j ulangan ke-i
βk
: pengaruh konsentrasi (anak petak) BAP ke-k
(αβ)jk : pengaruh interaksi antara waktu aplikasi (petak utama) ke-j dan
konsentrasi BAP (anak petak) ke-k

8
Ɛijk

: pengaruh galat waktu aplikasi ke-j dan konsentrasi BAP (anak
petak) ke-k ulangan ke-i

Data dianalisis menggunakan sidik ragam (uji F), dan apabila perlakuan
berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan Uji Wilayah Berganda
Duncan (DMRT) pada α = 5 % dan pengolahan data menggunakan program SAS.
Uji korelasi antar peubah dilakukan untuk melihat peran peubah-peubah dalam
produksi.

Pelaksanaan Penelitian
Umbi bibit diberi perlakuan vernalisasi pada suhu 100C selama tiga minggu.
Penanaman menggunakan media tanam berupa campuran antara tanah, dolomit
sebanyak 1 ton ha-1, pupuk kandang sebanyak 10 ton ha-1, serta sekam padi
sebanyak 5 ton ha-1. Penanaman menggunakan polybag berukuran 30 cm x 40 cm.
Setiap polybag ditanami tiga umbi (Gambar 1a) dengan jarak tanam 20 cm antar
umbi. Tingkat kedalaman tanam sebatas tiga per empat bagian umbi (±1.5 cm dari
dasar umbi). Polybag ditempatkan pada bedengan yang ditutup mulsa plastik
hitam perak dan diberi naungan plastik bening PEP dengan ketebalan 1 mm
(Gambar 1b). Pemupukan dilakukan seminggu sekali menggunakan NPK
(16:16:16) dengan dosis total 600 kg ha-1. Larutan pupuk diaplikasikan sebanyak
10 kali mulai umur 10hari setelah tanam (HST).
a

b

Gambar 1 Polybag ditanami tiga umbi (a) bedengan yang ditutup mulsa dan diberi
naungan plastik (b)
.
Perlakuan BAP dengan konsentrasi 0, 50, 100, 150, 200, 250 ppm diberikan
sebanyak tiga kali sesuai waktu aplikasi yaitu 1, 3, 5 MST dan 2, 4, 6 MST.
Pemberian BAP dilakukan dengan cara disiramkan pada bagian titik tumbuh
apikal dengan volume 100 ml per polybag. Pemeliharaan meliputi penyiraman,
penyiangan, pengendalian gulma, pengendalian hama dan penyakit jika
diperlukan. Penyiraman dilakukan setiap hari sejak awal tanam pada saat pagi
atau sore hari.

9
Percobaan II Pengaruh Introduksi Serangga terhadap Pembentukan Kapsul
Bawang Merah di Dataran Rendah
Percobaan II dilakukan pada bulan Agustus 2014 sampai November 2014.
Percobaan ini bertujuan untuk meningkatkan pembentukan kapsul bawang merah.
Konsentrasi dan waktu aplikasi BAP terbaik dari percobaan pertama digunakan
dalam percobaan kedua.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) satu faktor
yaitu perlakuan lebah dengan dua taraf yaitu tanpa diintroduksi Apis cerana dan
dengan introduksi Apis cerana. Masing-masing perlakuan diulang empat kali
sehingga terdapat 8 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 120
tanaman. Dengan demikian terdapat 720 tanaman. Lokasi penanaman tanpa dan
dengan introduksi Apis cerana terpisah sejauh ± 300 m dan diantara kedua lokasi
dipisahkan oleh kebun buah-buahan.
Model linear yang digunakan dalam percobaan II yaitu sebagai berikut:
Yijk = µ + τ i + βj + Ɛij
Keterangan :
i
: perlakuan lebah (tanpa introduksi dan dengan introduksi Apis cerana)
j
: kelompok (1, 2, 3, 4)
Yij
: pengamatan dari pengaruh cara perlakuan ke-i, kelompok ke-j
µ
: nilai tengah
τi
: pengaruh Apis ceranake-i
βj
: pengaruh kelompok ke-j
Ɛij
: pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Data akan dianalisis menggunakan uji t pada taraf 5% dan pengolahan data
menggunakan program SAS.

Pelaksanaan Penelitian
Umbi bibit diberi perlakuan vernalisasi pada cold storage pada suhu 100C
selama tiga minggu. Setelah tiga minggu, umbi bibit kemudian ditanam. Satu
minggu sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan persiapan
media tanam, yang berupa campuran tanah, dolomit sebanyak 1 ton ha-1, dan
pupuk kandang ayam sebanyak 10 ton ha-1. Penanaman dilakukan sama seperti
pada percobaan I. Pemupukan dilakukan seminggu sekali menggunakan NPK
(16:16:16) dengan dosis total 600 kg ha-1. Larutan pupuk diaplikasikan sebanyak
10 kali mulai umur 10 hari setelah tanam (HST).
Introduksi serangga penyerbuk dilakukan pada umur tanaman ± 3MST
(Gambar 2) dengan cara meletakkan kotak (sarang lebah) yang berisi Apis cerana
di petak percobaan. Introduksi dilakukan saat bunga akan mekar sampai semua
umbel bunga membentuk kapsul. Jumlah koloni serangga Apis cerana yang
diintroduksi sebanyak 400-500 ekor. Sumber makanan disediakan untuk menjaga
kelangsungan hidup lebah Apis cerana berupa cairan gula merah yang diteteskan
pada tissu kemudian diletakkan di bawah sarang lebah. Seminggu sekali baki
plastik yang berisi sumber makanan lebah diganti dengan yang baru sampai akhir
masa pembungaan.

10

Gambar 2 Introduksi lebah Apis cerana pada lahan percobaan

Percobaan III Pengaruh Pemupukan P dan K terhadap Produksi dan Mutu
Benih Bawang Merah di Dataran Rendah
Percobaan III dilakukan pada bulan September 2014 sampai Januari 2015.
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan dosis dan pemupukan yang optimum
untuk meningkatkan mutu TSS.
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok Faktorial dengan dua
faktor. Faktor pertama adalah pemupukan fosfor (P) yang terdiri atas lima taraf (0,
100, 200, 300, dan 400 kg ha-1). Faktor kedua adalah pemupukan kalium (K) yang
terdiri dari atas lima taraf (0, 50, 100, 150, dan 200 kg ha-1). Setiap perlakuan
diulang empat kali, sehingga seluruhnya terdapat 100 satuan percobaan. Setiap
satuan percobaan terdiri atas 9 tanaman, sehingga diperlukan 900 tanaman .
Model linear dalam Rancangan Acak Kelompok Faktorial sebagai berikut:
Yijk = µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ ρk + εijk
Keterangan:
i
: pemupukan P
j
: pemupukan K
k
: ulangan (1, 2, 3, 4)
Yijk
: nilai pengamatan pada pemupukan P taraf ke-i, pemupukan K taraf kej, dan ulangan ke-k
µ
: nilai tengah pengamatan
αi
: pengaruh utama dari pemupukan P ke-i
βj
: pengaruh utama dari pemupukan K ke-j
(αβ)ij
: komponen interaksi dari pemupukan P dan faktor pemupukan K
Ρk
: pengaruh aditif kelompok
εijk
: pengaruh acak yang menyebar normal
Analisis data dilakukan dengan menggunakan sidik ragam (uji F). Apabila
terdapat pengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut dengan uji Wilayah Berganda
Duncan (DMRT) pada α = 5 % dan pengolahan data menggunakan program SAS.
Pelaksanaan Penelitian
Umbi bibit diberi perlakuan vernalisasi pada cold storage pada suhu 100C
selama tiga minggu. Setelah tiga minggu, umbi bibit kemudian ditanam. Satu

11
minggu sebelum dilakukan penanaman, terlebih dahulu dilakukan persiapan
media tanam, yang berupa campuran tanah, dolomit sebanyak 1 ton ha-1, dan
pupuk kandang ayam sebanyak 10 ton ha-1. Penanaman dilakukan seperti pada
percobaan I.
Konsentrasi dan waktu aplikasi BAP hasil terbaik dari percobaan pertama
digunakan dalam percobaan ketiga, demikian juga perlakuan yang lebih baik pada
percobaan kedua diterapkan dalam percobaan ini. Pemupukan fosfor (P) yang
diberikan dua kali yaitu pada saat seminggu sebelum tanam bersamaan dengan
persiapan media tanam dan menjelang tanaman berbunga. Pupuk fosfor yang
digunakan adalah SP20. Pupuk K yang digunakan berupa K2O 60%, diberikan
dua kali yaitu saat tanam dan menjelang tanaman berbunga. Pemberian pupuk
dilakukan dengan cara dilarik, dengan setengah dosis perlakuan pada setiap
aplikasi pupuk. Pemeliharaan meliputi penyiraman, penyiangan, pengendalian
gulma, pengendalian hama dan penyakit jika diperlukan. Penyiraman dilakukan
setiap hari sejak awal tanam pada saat pagi atau sore hari.

Alur Pelaksanaan Penelitian
Secara garis besar penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produksi
TSS dengan mutu yang tinggi. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan
melalui tiga percobaan secara simultan (Gambar 3). Pada percobaan pertama,
tujuan yang ingin dicapai adalah peningkatan pembungaan melalui aplikasi BAP
pada konsentrasi yang berbeda (0, 50, 100, 150, 200, 250 ppm) dan dua waktu
aplikasi yang berbeda (1, 3, 5 MST) dan (2, 4, 6 MST). Konsentrasi dan waktu
aplikasi yang efektif dalam peningkatan pembungaan akan digunakan dalam dua
percobaan selanjutnya.
.
Konsentrasi dan
Peningkatan pembungaan
waktu aplikasi BAP

Peningkatan pembentukan
kapsul

Introduksi
Apis cerana

Peningkatan mutu TSS

Pemupukan P dan K

Produksi dan mutu TSS
yang tinggi di dataran
rendah
Gambar 3 Alur penelitian
Percobaan kedua dititik beratkan pada peningkatan pembentukan kapsul
bawang merah. Produksi bunga yang cukup tinggi merupakan potensi untuk

12
produksi TSS yang tinggi pula. Oleh karena itu selain peningkatan pembungaan
diperlukan juga peningkatan pembentukan kapsul agar produksi meningkat.
Keberhasilan pembentukan kapsul bergantung pada keberhasilan penyerbukan.
Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyerbukan adalah dengan
melibatkan serangga penyerbuk (Apis cerana). Hasil percobaan kedua ini akan
diterapkan pada percobaan ke tiga.
Pada percobaan ketiga, tujuan akhir yang ingin dicapai adalah peningkatan
mutu TSS melalui pemupukan P dan K. TSS yang diharapkan dapat memenuhi
standar mutu yang telah ditentukan.

Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengamatan pada percobaan I,II, dan III meliputi:
Pembungaan bawang merah
1. Waktu muncul kuncup bunga (HST), ditentukan berdasarkan jumlah hari sejak
saat tanam sampai dengan umbel bunga pertama muncul (Gambar 4a).
2. Waktu berbunga 50% (HST), ditentukan berdasarkan 50% tanaman dari setiap
satuan percobaan/plot
3. Waktu bunga mekar (HST), ditentukan dengan cara menghitung jumlah hari
setelah kuncup bunga muncul hingga bunga mekar.
4. Persentase tanaman berbunga (%), ditentukan berdasarkan jumlah tanaman
berbunga dalam satu satuan percobaan (plot tanaman).
5. Jumlah umbel per tanaman merupakan jumlah umbel yang terbentuk dalam
satu rumpun tanaman .
a

b

c

Gambar 4 Umbel bunga (a), kuntum bunga dalam satu umbel (b), kapsul yang
terbentuk dalam satu umbel (c)
Pembentukan kapsul
1. Jumlah bunga per umbel, ditentukan dengan menghitung jumlah bunga yang
terbentuk per umbelnya (Gambar 4b).
2. Jumlah kapsul per umbel,baik yang bernas maupun tidak bernas pada setiap
umbel (Gambar 4c).
3. Jumlah kapsul bernas per umbel, kapsul bernas adalah kapsul yang berisi ≥2
biji.

13
4. Persentase pembentukan kapsul (%) merupakan proporsi bunga yang
berkembang menjadi kapsul dalam satu umbel.
Produksi benih botani (TSS)
1. Jumlah biji per umbel
2. Bobot TSS (g) per umbel per tanaman
3. Jumlah biji per kapsul
4. Bobot 100 butir (g), ditentukan dengan cara menimbang 100 butir benih dari
setiap petak dengan delapan ulangan.
5. Bobot biji per tanaman (g)
Mutu Benih
1. Daya berkecambah (%)
Pengecambahan benih dilakukan dengan metode uji di atas kertas
menggunakan kertas merang dalam standard germinator (Seedburo
Germinator) pada suhu 20 0C. Benih yang digunakan sebanyak 100 butir dan
diulang empat kali. Daya berkecambah benih (%) dihitung berdasarkan
persentase jumlah kecambah normal pada hitungan pertama (6 HST) dan
hitungan kedua (12 HST) yang dibandingkan dengan jumlah total benih yang
ditanam (ISTA 2010). Daya berkecambah (DB) benih dihitung dengan rumus :
DB (%) =

Ʃ KN Hitungan I + Ʃ KN Hitungan II
× 100%
Ʃ benih yang ditanam

Keterangan :
KN : kecambah normal
2. Potensi tumbuh maksimum (%)
Pengecambahan benih dilakukan seperti pada uji daya berkecambah. Potensi
tumbuh maksimum (PTM) dihitung berdasarkan persentase benih yang mampu
menjadi kecambah normal maupun kecambah abnormal pada pengamatan hari
terakhir yaitu 12 HST per jumlah benih yang ditanam. Potensi tumbuh
maksimum dihitung dengan rumus :
PTM(%) =

Ʃ benih yang tumbuh
× 100%
Ʃ benih yang ditanam

3. Indeks vigor (IV)
Pengecambahan benih dilakukan seperti pada uji daya berkecambah.
Indeksvigor dihitung berdasarkan persentase jumlah kecambah normal pada
hitungan pertama (6 HST) di bagi dengan jumlah benihyang ditanam. Indeks
vigor (IV) dihitung dengan rumus :
‫(ܸܫ‬%) =

Ʃ kecambah normal pada hitungan pertama
× 100%
Ʃ benih yang ditanam

14

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penanaman untuk percobaan pertama dilakukan pada akhir bulan Mei
menjelang awal Juni ketika curah hujan setinggi 156.2 mm bulan-1, suhu udara
rata-rata 26.60C dengan kelembaban udara relatif sebesar 84%. Kondisi ini
mengakibatkan serangan hama kutu daun (Toxoptera spp) cukup tinggi dan
merusak daun. Pengendalian dilakukan dengan pemasangan yellowtrap (Gambar
5) dan menyemprotkan pestisida berbahan aktif spinosad dan abamectin.
Yellowtrap kemudian dilepas ketika umbel bunga mulai pecah untuk menghindari
terjeratnya serangga penyerbuk.
Penyemprotan embun dilakukan setiap pagi untuk menghindari serangan
penyakit bercak ungu (Alternateria porri) dan embun bulu (Peronospora
destructor). Saat tanaman memasuki periode pembungaan (±3 MST), penyiraman
harus dilakukan dengan teliti karena mempengaruhi perkembangan bunga.
Serangan bercak ungu dan embun bulu terjadi pada 4-5 MST (Gambar 5).

Gambar 5 Serangga yang terjerat dalam yellowtrap termasuk di dalamnya lalat
dan kutu daun
a

b

Gambar 6 Umbel bunga yang terserang penyakit embun bulu saat umbel
berkembang (a) dan saat bunga mekar (b)

15
Serangan ini mengakibatkan beberapa tangkai bunga berwarna cokelat dan
akhirnya mati. Kelembaban udara yang cukup tinggi ikut berperan dalam
menyebarkan penyakit, sehingga banyak bunga yang terserang. Pengendalian
dilakukan dengan memotong bagian tanaman yang terserang dan memberikan
fungisida berbahan aktif mankozeb, klorotalonil 75% dan difenoconazol pada
ujung-ujung daunnya.
Pada saat tanaman memasuki fase bunga mekar, banyak jenis serangga yang
mengunjungi bunga antaralainsemut (Gambar 7a), lalat (Gambar 7b), lebah
(Gambar 7c), laba-laba (Gambar 7d). Serangga mengunjungi bunga saat cuaca
cerah dan suhu udara tidak terlalu tinggi, pada umumnya berkisar pukul 08.0011.00 WIB. Saat bunga sudah membentuk kapsul, terjadi serangan ulat grayak
(Spodoptera spp). Pengendalian dilakukan dengan menyemprotkan insektisida
yang berbahan aktif klorantraniliprol.
a

b

c

d

Gambar 7 Serangga yang mengunjungi bunga:semut (a), lalat (b), lebah (c),labalaba (d)
Penanaman untuk percobaan dua dilakukan pada awal Agustus 2014 saat
cuaca kering dan suhu udara 26.2 0C serta kelembaban udara sebesar 77%. Cuaca
dengan suhu yang tinggi dan kelembaban rendah juga menyebabkan aktifitas
lebah untuk berkelibang menjadi rendah dan terbatas waktu. Cuaca yang kering
dan terik menyebabkan aktifitas lebah berkelibang menurun. Menurut Tara dan
Sharma (2010), Apis cerana berkelibang pada kisaran suhu 19.6-24.2 0C dengan
kelembaban relatif antara 59 -78%.
Penanaman untuk percobaan tiga dilakukan pada bulan September 2014
ketika suhu udara rata-rata mencapai 270 C dan kelembaban udara sekitar 67%.
Upaya untuk menghindari kegagalan pembungaan karena umbi mengalami
devernalisasi akibat tingginya suhu udara dan rendahnya kelembaban adalah
dengan tidak memberikan plastik naungan pada awal tanam dan melakukan

16
penyiraman setiap hari. Pemberian naungan dilakukan setelah tanaman memasuki
periode pembentukan buah untuk menghindari kerontokan buah apabila hujan.

Pengaruh BAP terhadap Peningkatan Pembungaan di Dataran Rendah
Pembungaan
Konsentrasi BAP dan waktu pemberian tidak berinteraksi dalam
mempengaruhi pembungaan bawang merah di dataran rendah Subang.
Konsentrasi BAP hanya mempengaruhi waktu 50% tanaman berbunga (Tabel 1).
Sementara itu waktu aplikasi tidak mempengaruhi waktu muncul umbel, waktu
50% tanaman berbunga, dan awal bunga mekar (Tabel 1).
Tabel 1 Waktu muncul umbel, waktu berbunga 50%, dan awal bunga mekar
sebagai respon tanaman bawang merah terhadap konsentrasi dan waktu
aplikasi BAP di dataran rendah Subang
Perlakuan
Konsentrasi BAP (ppm)
0
50
100
150
200
250
Rata-rata
Waktu aplikasi
1, 3, 5 MST
2, 4, 6 MST
Rata-rata
BAP x W
KK (%)

Waktu muncul
umbel (HST)

Waktu 50% tanaman
berbunga (HST)

Awal bunga
mekar (HST)

23.1
28.1
26.9
27.9
24.9
27.2
26.4

0 b
30 a
31 a
32.5 a
31.4 a
27.3 a
-

32.3
48.9
50.5
48.7
47.3
47.9
4