12
BAB II LANDASAN TEORI
A. Motivasi Berprestasi 1. Definisi Motivasi Berprestasi
McClelland 1987 menggunakan istilah need for achievement n Ach untuk kebutuhan berprestasi yaitu sebagai suatu dorongan pada seseorang untuk
berhasil dalam berkompetisi dengan suatu standar keunggulan standar of excellence.
Atkinson 1978 menyatakan bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu tendensi untuk meraih sukses dan tendensi untuk
menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti ia memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat daripada motivasi untuk
menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya. Menurut Woolfolk 1993 pengertian motivasi berprestasi sebagai suatu
keinginan untuk berhasil, berusaha keras dan mengungguli orang lain berdasarkan suatu standar mutu tertentu. Dwivedi dan Herbert dalam Asnawi, 2002 juga
mengungkapkan motivasi berprestasi sebagai dorongan untuk sukses dalam situasi kompetisi yang didasarkan pada ukuran keunggulan dibanding standarnya sendiri
ataupun orang lain. Sedangkan menurut Royanto 2002 motivasi berprestasi adalah keinginan
mencapai prestasi sebaik-baiknya, biasanya yang menjadi ukurannya adalah diri sendiri internal ataupun orang lain eksternal. Slavin 1994 juga
Universitas Sumatera Utara
13
mendefinisikan motivasi berprestasi sebagai keinginan untuk mencapai sukses dan berpartisipasi dalam kegiatan, yang mana sukses itu tergantung pada upaya dan
kemampuan individu. Sama halnya dengan Santrock 2003 yang merumuskan bahwa motivasi berprestasi adalah suatu dorongan untuk menyempurnakan
sesuatu, untuk mencapai sebuah standar keunggulan dan untuk mencurahkan segala upaya untuk mengungguli. Jadi motivasi berprestasi sangat tergantung pada
usaha dan upaya seseorang. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik pengertian bahwa motivasi
berprestasi adalah dorongan atau keinginan dalam diri individu yang menimbulkan kecenderungan menuntut dirinya berusaha lebih keras untuk
melakukan sesuatu hal yang lebih baik serta adanya dorongan untuk mengatasi tantangan atau rintangan dan memecahkan masalah tersebut.
2. Ciri Motivasi Berprestasi Ada beberapa karakteristik dari individu yang memiliki motivasi
berprestasi yang dijabarkan oleh McClelland 1987, yakni sebagai berikut: a. Menyukai tugas yang memiliki taraf kesulitan sedang
Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan berusaha mencoba setiap tugas yang menantang tetapi mampu untuk diselesaikan,
sedangkan orang yang tidak memiliki motivasi berprestasi tinggi akan enggan melakukannya. Orang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi lebih suka
menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sukar. Mereka sebenarnya lebih menyukai tujuan yang sesuai dengan kemampuan mereka. Oleh karena itu,
Universitas Sumatera Utara
14
mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas dengan taraf kesulitan sedang yang dianggap realistis sesuai dengan kemampuannya.
b. Bertanggung jawab secara personal Individu yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi memilih untuk
bertanggung jawab secara personal terhadap performanya. Mereka akan memperoleh kepuasan setelah melakukan sesuatu yang lebih baik dengan
tanggung jawab personal terhadap tugas yang dilakukan. Mereka juga mempunyai kecenderungan untuk menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas, dan selalu ingat
akan tugas-tugasnya yang belum terselesaikan. c. Menyukai umpan balik
Orang dengan motivasi berprestasi tinggi menyukai tugas-tugas dimana prestasi mereka dapat dibandingkan dengan prestasi orang lain. Mereka menyukai
umpan balik tentang pekerjaan mereka. Umpan balik dibutuhkan agar dapat meningkatkan efektivitas dari pekerjaan yang telah dilakukan dan untuk mencapai
hal yang diinginkan. Orang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi lebih menyukai timbal balik feedback yang cepat dan efisien mengenai prestasi
mereka. d. Inovatif
Mereka yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi juga selalu berupaya untuk lebih inovatif, menemukan cara baru yang lebih baik dan efisien
untuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Mereka didorong oleh motif efisiensi, dimana mereka memperhitungkan keefisienan ketika melakukan sesuatu dengan
lebih baik.
Universitas Sumatera Utara
15
Mereka senang mencari informasi untuk menemukan cara menyelesaikan tugas dengan lebih baik dan menghindari cara kerja yang monoton dan rutin.
Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan mencari kesempatan yang menantang mulai dari yang mampu mereka lakukan sampai pada sesuatu
kesempatan yang sedikit lebih menantang. Ketika orang yang memiliki kebutuhan berprestasi meraih kesuksesan dengan taraf kesulitan sedang, maka mereka akan
terus meningkatkan level aspirasi mereka dengan cara yang realistis, sehingga dapat bergerak menuju tugas yang lebih sulit dan lebih menantang. Orang yang
memiliki kebutuhan berprestasi yang tinggi suka bertanggung jawab pada pemecahan masalah
e. Ketahanan Mereka yang memiliki motivasi berprestasi tinggi memiliki ketahanan
kerja yang lebih tinggi dalam mengerjakan tugas dibanding dengan orang dengan motivasi berprestasi rendah. Individu tersebut umumnya mampu bertahan
terhadap tekanan sosial yang ada. Orang dengan motivasi berprestasi tinggi percaya bahwa mereka dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan tepat dan baik
serta mampu mengerjakan pekerjaan yang serupa dengan hasil yang lebih baik di masa yang akan datang.
Sedangkan menurut Atkinson 1978 bahwa motivasi berprestasi individu didasarkan atas dua hal, yaitu kecenderungan untuk meraih sukses dan
kecenderungan untuk menghindari kegagalan. Individu yang memiliki motivasi berprestasi tinggi berarti memiliki motivasi untuk meraih sukses yang lebih kuat
daripada motivasi untuk menghindari kegagalan, begitu pula sebaliknya.
Universitas Sumatera Utara
16
Atkinson dan Feather 1966 menyatakan bahwa persepsi terhadap kemungkinan untuk berprestasi didasarkan atas dua hal yaitu untuk motive to
achieve dan motive to avoid failure takut gagal Motif untuk mencapai keberhasilan didasarkan pada kebutuhan untuk
sukses, persepsi individu tentang kemungkinan untuk berhasil, dan persepsi individu terhadap nilai hasilnya Atkinson Feather, 1966.
Motif untuk menghindari kegagalan didasarkan pada kebutuhan untuk menghindari kegagalan, persepsi individu dari kemungkinan untuk gagal, dan
persepsi individu terhadap efek kegagalan. Persepsi seseorang tentang kemungkinan berprestasi ditentukan oleh
kebutuhan untuk mencapai dan rasa takut terhadap kegagalan. Efek yang dihasilkan memutuskan perilaku nya, apakah akan mencoba atau tidak. Jika
kebutuhan untuk berprestasi lebih kuat dari rasa takut akan kegagalan, ia akan melanjutkan untuk mencoba tugas. Sebaliknya, jika rasa takut akan kegagalan
lebih kuat dari kebutuhan untuk berprestasi, ia akan menghindari tugas Atkinson Feather, 1966. Oleh karena itu, apakah seseorang akan mencoba tugas
ditentukan oleh keseimbangan antara kebutuhan untuk berprestasi dan ketakutan akan kegagalan.
Dalam penelitian Atkinson dan Feather ini 1966, lemparan cincin digunakan untuk mengukur motivasi berprestasi. Tiga pasak berdiri di tanah
dengan jarak yang berbeda: lima kaki, sepuluh kaki, dan lima belas meter. Setiap peserta bisa melempar cincin hanya sekali di salah satu tiga pasak. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa peserta dengan motivasi berprestasi tinggi
Universitas Sumatera Utara
17
melemparkan cincin ke pasak dengan jarak sepuluh kaki Atkinson Feather, 1966. Atkinson dan Feather 1966 menyatakan bahwa individu dengan
kebutuhan berprestasi yang tinggi lebih menyukai tugas dengan kesulitan moderat karena mereka akan berhasil dengan usaha dan hasil keberhasilan akan berharga.
Sebaliknya, individu dengan motif tinggi untuk menghindari kegagalan cenderung untuk memilih baik mudah atau sulit tugas karena kemungkinan kegagalan untuk
tugas-tugas mudah akan sangat rendah dan mereka tidak akan merasa malu banyak ketika gagal dalam tugas-tugas yang sulit Atkinson Feather, 1966.
3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Motivasi Berprestasi Menurut Mc.Clelland 1987 tinggi rendahnya derajat motivasi berprestasi
yang dimiliki individu, dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu : 1. Faktor individual
a. Intelegensi Intelegensi merupakan kecakapan yang bersifat potensial yang dimiliki
individu dan merupakan salah satu unsur penting dalam proses pemecahan masalah yang dihadapi individu.
b. Penilaian tentang diri Faktor lainnya adalah penilaian individu tentang kemampuan dirinya.
Faktor ini merupakan salah satu komponen kepribadian yang dibentuk berdasarkan penilaian atau pandangan orang lain tentang dirinya maupun
penilaian individu sendiri tentang kondisi fisiknya, kemampuan melakukan suatu tugas atau apa yang dirasakannya. Penilaian ini dapat berupa penilaian yang
Universitas Sumatera Utara
18
bersifat positif maupun negatif. Bila individu memiliki penilaian diri yang positif, maka ia akan percaya pada kemampuan diri sendiri, aktif berusaha dan berani
menghadapi tantangan. Dalam berprestasi, individu akan merasa tertantang untuk menyelesaikan tugas yang menuntut keahlian atau kemampuannya serta berusaha
untuk mencapai standar keunggulan yang ditetapkan olehnya. Sebaliknya, seseorang yang memiliki penilaian diri negatif akan tampak kurang percaya diri
dan kurang berani menghadapi tantangan meski ia sebenarnya memiliki kemampuan.
c.
Self-efficacy Self-efficacy, mengacu pada keyakinan individu pada dirinya untuk mampu
mencapai sukses. Semakin tinggi tingkat keyakinan seseorang maka individu akan semakin termotivasi untuk berprestasi.
d. Konsep Diri
Konsep diri adalah penilaian, pandangan, dan perasaan seseorang tentang dirinya. Konsep diri terdiri atas dua aspek, yaitu konsep diri fisik yang tercermin
pada penampilannya, dan konsep diri psikologis yang terinci atas konsep diri akademis dan konsep diri sosial.
e. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi karena laki-laki lebih dilatih untuk aktif, kompetitif, dan mandiri daripada perempuan karena
perempuan lebih pasif, selalu bergantung pada orang lain dan kurang percaya diri.
Universitas Sumatera Utara
19
f. Usia Kualitas motivasi berprestasi mengalami perubahan sesuai dengan usia
individu. Motivasi berprestasi individu tertinggi pada usia 20-30 tahun, dan mengalami penurunan setelah usia pertengahan.
g. Kepribadian Faktor kepribadian juga dapat mempengaruhi motivasi berprestasi seseorang.
Individu yang menganggap keberhasilan adalah karena dirinya akan memiliki motivasi berprestasi yang berbeda pula dengan individu yang menganggap
keberhasilan hanya karena sesuatu diluar dirinya atau karena keberuntungan saja. Individu yang mengalami kecemasan akan semakin termotivasi karena adanya
perasaan takut terhadap kegagalan.
2. Faktor Lingkungan a. Lingkungan keluarga
Suasana keluarga yang harmonis dan hangat akan memberikan rasa aman kepada individu untuk berekspresi secara bebas. Dengan suasana seperti ini,
individu diberi kesempatan untuk mengekspresikan diri dan akan merasa tertantang untuk dapat meraih prestasi yang lebih baik walaupun ia mengalami
kegagalan. b. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial turut mempengaruhi perkembangan motivasi berprestasi, bila lingkungan sosialnya memberi kesempatan pada individu untuk
mengekspresikan kemampuannya, maka individu menjadi lebih percaya diri,
Universitas Sumatera Utara
20
sehingga walaupun ia mengalami kegagalan, ia tetap terdorong untuk mengatasinya dan berusaha lebih baik.
Apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu
mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat untuk
berprestasi tinggi.
B. Masyarakat India 1. Nilai-nilai Sosial Budaya India
Kebudayaaan dan kehidupan orang India sehari-hari ditentukan oleh sistem kepercayaan yang berasal dari agama Hindu. Dalam agama Hindu
tercantum juga etika, bentuk masyarakat, dan juga keseluruhan yang berkaitan dengan etika tersebut. Keseluruhan ini disebut dengan agama Hindu. Jadi agama
Hindu ialah agama orang India dan juga seluruh kebudayaan yang berkaitan dengan orang India Ghonig, 2005.
Karakteristik utama filsafat India adalah kebatinan spiritualnya yaitu, orientasinya ke arah realisasi. Kepribadian orang India ditandai oleh konsep jiva.
Jiva mewakili segala sesuatu mengenai seorang individu. Konsep jiva ini terdiri dari lima lapisan, lapisan terluar adalah tubuh body, lapisan berikutnya adalah
nafas kehidupan mengarah kepada proses fisiologis, lapisan ketiga melibatkan sensasi dan fikiran yang mengkoordinasi fungsi sensoris, lapisan keempat
Universitas Sumatera Utara
21
mewakili aspek kognitif dan yang kelima atau lapisan terdalam adalah atman, suatu asas abadi sebagai representasi Yang Esa Panjpe dalam Berry dkk, 2004.
Etnis India mempercayai ajaran Karmaphala atau hukum karma untuk mempertebal keyakinan agar tidak melakukan tingkah laku yang menyimpang.
Ajaran ini mengajarkan tentang hubungan antara perbuatan atau tingkah laku manusia itu sendiri. Apabila berbuat jahat atau berfikiran jahat maka akibat buruk
yang didapat dan sebaliknya apabila berbuat baik maka kebaikan yang akan didapat. Etnis India juga percaya bahwa keharmonisan diri dengan alam dan
lingkungan sekitar merupakan bagian dari keagamaan yang harus dilaksanakan. Karena manusia tidak dapat hidup sendri dan tidak dapat hidup tanpa alam sekitar,
jadi harus adanya hubungan yang harmonis antara manusia dengan alam dan manusia dengan sesamanya Nuriah, 1990.
2. Sistem Pelapisan Sosial Etnis India Di India diterapkan lapisan sosial tertutup. Lapisan Sosial ini terwujud
dalam bentuk kasta. Di dalam seluruh kebudayaan India, sifat yang paling kuat ialah susunan kasta. Sistem kasta ini telah ada sejak berabad-abad yang lalu, yang
disebut Yati, sedangkan sistemnya disebut Varna. Satu-satunya jalan untuk menjadi anggota yaitu melalui kelahiran atau keturunan. Kasta pada masyarakat
India tersusun dari atas ke bawah, yaitu sebagai berikut : a. Brahmana, yaitu kasta para pendeta agama Hindu, yang merupakan
lapisan tertinggi pada masyarakat
Universitas Sumatera Utara
22
b. Ksatria , yaitu kasta para bangsawan dan tentara c. Waisya, yaitu kasta para pedagang. Kasta ini dianggap sebagai kelompok
lapisan menengah pada masyarakat d. Sudra , yaitu kasta yang dimiliki oleh orang kebanyakan atau rakyat jelata
e. Di dalam sistem kasta ini terdapat kelompok masyarakat yang tidak memiliki kasta atau budak. Adapun mereka yang tidak berkasta disebut
kaum Paria.
Kasta pada masyarakat India ini mempunyai ciri -ciri sebagai berikut : 1. Keanggotaan pada kasta diperoleh karena keturunan warisan
2. Keanggotaan yang diwariskan berlaku seumur hidup karena seseorang tidak mungkin mengubah kedudukannya, kecuali bila ia dikeluarkan
dari kastanya 3. Perkawinan bersifat endogam, artinya harus menikah dengan orang
yang sekasta 4. Hubungan dengan kelompok-kelompok sosial lainnya bersifat terbatas
5. Kesadaran pada keanggotaan suatu kasta tertentu, terutama nyata dari nama kasta
6. Kasta diikat oleh kedudukan yang secara tradisional telah ditetapkan 7. Prestise suatu kasta benar-benar diperhatikan
Susunan kasta tersebut kedudukannya sangat kompleks dan sampai sekarang masih tetap dipertahankan walaupun masyarakat India sendiri terkadang
tidak mengakuinya. Lapisan sosial bersifat tertutup ini lebih bersifat statis,
Universitas Sumatera Utara
23
terutama mereka yang berada pada lapisan bawah jarang memiliki cita-cita yang tinggi karena masyarakat akan melecehkannya atau terkadang keberhasilan yang
ditempuh seseorang tidak diakui. Dengan demikian, kedudukan yang dimiliki setiap individu sebagai anggota masyarakat relatif bersifat permanen. Begitu pula
hubungan yang dilakukan dengan sesama anggota masyarakat yang berlainan lapisan harus dibatasi sesuai dengan kedudukan sosial yang dimiliki. Sistem
lapisan sosial tertutup ini sering disebut sebagai sistem yang kaku atau ekstrim. Sebagai akibatnya, kemampuan pribadi tidak diperhitungkan dalam menentukan
tinggi rendah kedudukan seseorang dalam masyarakat Waluya, 2007. 3. Karakteristik Etnis India
Karakter orang India adalah ulet dan pekerja keras Oentoro 2010. Orang India mementingkan hal yang bersifat universal, mengecilkan arti individualitas,
memandang segala sesuatu sebagai kesatuan statik, menganggap kepribadian manusia dari segi subektif, tunduk kepada hal universal, terasing dari dunia nyata,
serta suka kepada pemikiran introspektif dan metafisik Habib, 2004. Orang India cukup santai terhadap waktu dan ketepatan waktu. Oleh
karena hierarki di masyarakat India yang kaku, keputusan hanya dilakukan oleh eksekutif tingkat atas Cateora, 2007. Bangsa India karakternya, jiwanya, dan
corak jiwanya religius Soekarno, 2006 . Orang India menjunjung tinggi intuisi, sikap subjektivitas, sifat samar, sikap lepas bebas dan mengupayakan penindasan
keinginan Bahm,2003.
Universitas Sumatera Utara
24
4. Pembagian Suku Etnis India India memiliki bermacam-macam hal yang berkaitan dengan ras, etnis,
agama dan bahasa yang sangat berbeda. Sulit untuk membuat suatu pengelompokan yang sederhana untuk semua penduduk. Suatu penelitian yang
dilaksanakan pada tahun 1991 menemukan adanya 4.635 masyarakat atau suku. India Utara dan tengah terdapat beragam suku seperti Hindi, Marath, Bengal,
Urdu, Bhojpurbihar, Gujarat, Oriya, Punjab, Sindhi, RajasthanMawar, Assam, Nepal, Kasmir, LambadGypsy, Konkan dan Bagri. India Selatan terdapat orang
Dravida. Dravida sendiri terbagi atas 4 suku yakni, Tamil, Telugu, Kannada, dan Malayalam Cahyono, 2003.
Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi, Tamil, Sindhi, Telegu, Gujarat. Kelompok India Tamil yang berasal dari India
Selatan merupakan etnis India terbesar di kota Medan. Orang India lainnya yang terdapat di Medan adalah Punjabi. Suku bangsa Punjabi adalah kelompok suku
bangsa Indo-Arya dari Asia Selatan yang berasal dari India Utara Waspada, Juni 2011.
5. Masyarakat India di Kota Medan a. Komunitas Tamil
Komunitas Tamil merupakan komunitas yang berasal dari India. Menurut sejarahnya, mereka adalah pendatang yang pada awalnya sebagai kuli di
perkebunan Deli. Mereka pertama kali dibawa masuk ke Indonesia oleh pemerintah Belanda pada abab ke 19, mereka umumnya dibawa sebagai pekerja
pada sejumlah perkebunan di kota Medan, pulau Sumatera. Sebagian besar berasal
Universitas Sumatera Utara
25
dari India bagian selatan, namun tidak sedikit pula yang berasal dari India bagian utara Sinar, 2001
Umumnya etnis Tamil berasal dari kerajaan Drawidia di India Selatan, sebagian besar dari mereka berasal dari kelas atau status sosial ekonomi rendah
dan tidak terpelajar. Mereka dibujuk untuk datang ke tanah Deli dengan cerita tentang kekayaan dan kesuburan Tanah Deli serta dijanjikan akan mendapatkan
pekerjaan mudah dengan bayaran tinggi pada industri perkebunan yang berkembang pada masa itu Sinar, 2001.
Etnis Tamil yang masuk ke Indonesia kebanyakan dipekerjakan di perusahaan perkebunan Belanda yang bernama Deli Maatschappij. Pada
kenyataannya mereka tidak mendapatkan seperti apa yang dijanjikan. Mereka dipekerjakan sebagai buruh kasar dengan beban kerja yang sangat berat tetapi gaji
yang diperoleh rendah. Mereka juga menempati perumahan yang tidak layak. Mereka banyak diasosiasikan dengan pekerjaan kasar, seperti kuli perkebunan,
kuli pembuat jalan, penarik kereta lembu, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang lebih mengandalkan otot. Hal ini terkait dengan latar belakang orang Tamil yang
datang ke Medan, yaitu mereka yang berasal dari golongan rendah di India, yang tentu saja memiliki tingkat pendidikan yang amat rendah pula Sinar, 2001.
Etnis tamil tidak hanya tersebar di Sumatera Utara, tetapi juga mereka banyak menetap di Jakarta dan di Sigli, Aceh. Kebanyakan dari masyarakat Tamil
beragama Hindu, namun tidak sedikit pula yang beragama Islam dan Kristen. Istilah “keling” di Sumatera Utara digunakan untk menyebut orang India yang
Universitas Sumatera Utara
26
identik dengan kulit gelap, khususnya masyarakat Tamil dan julukan ini cenderung memiliki konotasi negatif. Padahal sebenar
nya istilah kata “keling” ini digunakan untuk orang Jawa yang berasal dari kerajaan Kalingga di Jawa Tengah.
Namun orang Belanda membuat kesalahan pengucapan kata Kalingga sehingga menjadi kata keling. Hal ini juga berdampak pada penyebutan nama daerah yang
sampai saat ini merupakan salah satu pusat kebudayaan dan pengembangan etnis Tamil yaitu Kampung Keling Bates, 2001.
Dari segi ekonomi mayoritas orang-orang India Tamil bermata pencaharian sebagai pedagang. Orang India Tamil umumnya berjualan makanan
seperti martabak, burger, mie goreng, sate, nasi goreng, mie balap, bubur candil dan lain-lain. Tidak jarang juga orang-orang India Tamil bermata pencaharian dari
hasil Salon, Laundry dan ada juga yang hanya sebagai tukang parkir Florence, 2008.
Dalam sistem kasta, orang Tamil menduduki golongan kasta Sudra. Hal ini sesuai dengan kasta mereka ketika didatangkan sebagai buruh di perkebunan Deli.
Falsafah hidup orang India Tamil berbunyi “ Yathum Ure, Yawerum Kellir “ yang artinya bahwa mereka harus menjaga budaya dan tingkah laku dalam
bermasyarakat dimanapun mereka berada. Solidaritas kelompok diantara orang Tamil masih kuat yakni berupa sistem tolong menolong atau yang disebut dengan
“Uthewi Sheitel”. Solidaritas mereka diwujudkan pada saat mengadakan kegiatan perkawinan, rangkaian upacara kematian dan acara hari-hari besar mereka. Sistem
tolong menolong ini memiliki prinsip timbal balik, orang yang pernah ditolong
Universitas Sumatera Utara
27
harus membantu mereka ketika membutuhkan dan demikian pula sebaliknya Florence, 2008.
b. Komunitas Punjabi Orang Punjabi menganut Agama Sikh. Ajaran Sikh merupakan bagian dari
agama Hindu yang didirikan pada abad ke-16 di Punjab. Guru Nanak merupakan pembawa ajaran sikh. Guru Nanak mengambil yang terbaik dari agama Hindu dan
Islam selanjutnya menggabungkan kedua agama tersebut, sehingga terbentuk ajaran sikh. Dari kedua agama tersebut, ajaran sikh mengikuti sisi teologi dari
agama Islam yaitu tentang keyakinan satu Tuhan serta percaya kepada Allah Yang Maha Esa dan melarang penggunaan berhala. Selain itu, ajaran Sikh mengikuti
sisi ritual dari agama Hindu yaitu pengaruh tradisi Hindu yang sangat kental Veneta, 1998.
Dalam sistem kasta, orang India Punjabi menduduki kasta Ksatria. Komunitas ini masih memegang teguh sistem kasta. Mereka ditekankan untuk
menikah dengan sesama kasta dan mereka lebih mengutamakan satu etnik yang kastanya sama baik untuk dipekerjakan di usaha mereka maupun untuk ditolong
pada saat kesulitan Florence, 2008. Orang Punjabi diajarkan bahwa dalam hidup harus taat pada aturan agama
dan budaya mereka. Ada tiga prinsip utama dalam agama Sikh, Kiri Kero, Nam Japo, dan Wand Shako. Kiri Kero artinya setiap orang Sikh harus bekerja mencari
nafkah dengan jalan halal. Nam Japo artinya di sepanjang hari harus menyebut nama Tuhan yang Maha Esa. Wand Shako artinya harus memberi sedekah kepada
sesama manusia Florence, 2008.
Universitas Sumatera Utara
28
Orang Punjabi yang beragama Sikh sudah hadir di Sumatera Utara sejak awal perkebunan tembakau dibuka. Asal-usul mereka dapat ditelusuri ke Amritsar
atau Jullundur di kawasan Punjab, India. Mereka biasanya datang ke Deli untuk beberapa tahun dan kembali ke India untuk menikah, lalu membawa isterinya
kembali ke Sumatera. Di Sumatera Utara mereka banyak bermukim di kota Medan, Binjai, dan Pematang Siantar. Pada umumnya dulu mereka bekerja
sebagai pengawas dan pengantar surat di perkebunan, serta memelihara ternak sapi Mani, 1980.
Berbeda dengan orang Tamil yang bermukim di suatu tempat yang relatif menyatu dan mudah dikenali menurut nama-namanya, orang Punjabi tidak
bermukim di suatu tempat yang demikian. Mereka tersebar di kota maupun di pinggiran kota berbaur dengan pemukiman penduduk lainnya. Biasanya mereka
bertempat tinggal dekat dengan lokasi usaha, misalnya di sekitar pusat perdagangan, dan juga di bagian pinggiran kota di mana mereka bisa memelihara
sapi. Tidak diketahui dengan jelas berapa jumlah mereka saat ini di kota Medan. Diperkirakan jumlah mereka lebih dari 5000 orang termasuk yang berada di
Pematang Siantar dan Binjai Lubis, 2005. Berbeda dengan orang Tamil yang sebagian dipekerjakan sebagai kuli di
perkebunan pada masa kolonial, orang-orang Punjabi pada umumnya bekerja sebagai petugas jaga malam, pengawal, maupun sebagai upas. Dengan bekal
pendidikan mereka yang relatif lebih baik, orang-orang Punjabi dapat mengisi berbagai lowongan pekerjaan administratif di kantor-kantor perusahaan yang ada
di Medan ketika itu Lubis, 2005.
Universitas Sumatera Utara
29
Pekerjaan yang ditekuni oleh orang-orang Punjabi berada di seputar triple S, yaitu susu, sport, dan sekolah pendidikan. Pada masa sekarang boleh
dikatakan mereka yang menguasai bisnis tersebut, meskipun banyak juga di antara orang-orang Punjabi yang sudah menggeluti profesi lain seperti dokter, dosen,
manajer, akuntan, dan lain sebagainya. Jenis usaha lain yang banyak digeluti bahkan jaringan bisnisnya dikuasai oleh orang-orang Punjabi adalah bisnis alat-
alat olah raga dan musik, yang di Medan dikenal dengan sebutan toko sport. Diperkirakan usaha toko sport ini sudah berkembang di Medan sejak tahun 1930-
an Veneta 1998.
C. Perbedaan Motivasi Berprestasi India Tamil dan Punjabi di Kota Medan Masyarakat India di Indonesia mempunyai sub kelompok yakni Punjabi,
Tamil, Sindhi, Telegu, dan Gujarat. Kelompok India Tamil yang berasal dari India Selatan merupakan etnis India terbesar di kota Medan . Orang India lainnya yang
terdapat di Medan adalah Punjabi yang berasal dari India Utara Waspada, Juni 2011.
India Punjabi yang ada di kota Medan tergolong tekun dan sukses menjalankan bisnis mereka dibandingkan dengan etnis India Tamil, sehingga baik
secara ekonomi maupun tingkat pendidikan, Punjabi terlihat lebih mapan dibandingkan suku-suku India lain yang menetap di Sumatera Utara Lubis,
2005. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh salah seorang tokoh India Tamil,
Mose Allegessen, bahwa tidak sedikit wanita India Tamil yang ke Malaysia
Universitas Sumatera Utara
30
sebagai TKI. Tidak adanya orang Tamil yang diterima menjadi pegawai negeri sipil dan juga wilayah kampung Madras seluas 10 hektar yang sebetulnya area
yang penuh dengan peluang kerja namun ternyata di tempat seperti itu tidak ada orang Tamil yang diterima bekerja Waspada, Juni 2011.
Di dalam seluruh kebudayaan India sifat yang paling kuat ialah susunan kasta Waluya, 2007. Dalam sistem kasta, India Tamil ditempatkan pada kasta
yang lebih rendah daripada India Punjabi. India Tamil menduduki kasta Sudra sedangkan India Punjabi menduduki kasta Ksatria Florence, 2008.
LeVine dalam Martaniah, 1998 menyatakan bahwa kebudayaan akan mempengaruhi motif sosial. Maka dapat diperkirakan bahwa budaya kasta pada
etnis India akan mempengaruhi motif sosial mereka. Motif sosial merupakan motif yang mendasari aktifitas yang dilakukan individu dalam reaksinya terhadap
orang lain Borkowitz dalam Martaniah, 1998. Motif sosial terdiri dari motivasi afiliasi, berprestasi dan berkuasa.
Sistem kasta telah dihapuskan sejak tahun 1950, tetapi dampaknya pada persepsi masyarakat India tetap bertahan. Kasta yang rendah mempersepsikan
dirinya dan dipersepsikan oleh masyarakat sebagai inferior dalam domain tugas dan tugas kognitif lainnya. Secara umum stigma kasta mereka menandai mereka
tidak mampu. Persepsi individu terhadap dirinya mempengaruhi motivasi berprestasi Hoff dan Pandey, 2006.
Apabila individu memandang positif terhadap kemampuan dirinya maka individu tersebut akan berusaha mencapai apa yang diinginkannya, begitu juga
sebaliknya apabila individu memandang negatif terhadap kemampuan dirinya
Universitas Sumatera Utara
31
maka seseorang tersebut akan merasa bahwa dirinya tidak mampu untuk mencapai suatu prestasi sehingga dalam dirinya kurang memiliki motivasi untuk meraih
sesuatu Fernald dan Fernald, 1999. Penelitian Hoff dan Pandey 2008 menunjukkan perbedaan motivasi
berprestasi antara siswa yang berasal kasta tinggi dan kasta rendah. Mereka yang berasal dari kasta yang tinggi memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kasta rendah. Menurut Hoff dan Pandey 2008 hal ini dikarenakan mereka yang berasal dari kasta tinggi
termotivasi oleh lingkungan sosial mereka. Hal ini sejalan dengan penelitian Florence 2008 yang menyebutkan
bahwa budaya dalam bentuk kasta telah menyebabkan perbedaan ekonomi antara India Tamil dan Punjabi. Budaya kasta telah mempengaruhi motivasi kerja dan
moral ekonomi komunitas Tamil dalam berdagang sehingga sulit berkembang. Pada umumnya komunitas Tamil hanya memiliki usaha yang lebih kecil seperti
pedagang kaki lima, warung kecil, dan tukang parkir sedangkan komunitas Punjabi memiliki toko dalam mengembangkan usaha mereka.
Latar belakang budaya tempat seseorang dibesarkan juga mempengaruhi motivasi berprestasi individu, apabila dibesarkan dalam budaya yang menekankan
pada pentingnya keuletan, kerja keras, sikap inisiatif dan kompetitif, serta suasana yang selalu mendorong individu untuk memecahkan masalah secara mandiri tanpa
dihantui perasaan takut gagal, maka dalam diri seseorang akan berkembang hasrat untuk berprestasi tinggi Hill Shelton dalam Martaniah, 1998.
Universitas Sumatera Utara
32
Menurut McClelland 1987 salah satu faktor keberhasilankesuksesan individu adalah motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan konsep
personal yang merupakan faktor pendorong untuk meraih atau mencapai sesuatu yang diinginkannya dengan kesuksesan keberhasilan.
Terdapat suatu penelitian yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi memiliki hubungan yang selaras dengan tingkat ekonomi seseorang Laurier
dalam Hariyono, 2006. Motivasi berprestasi juga dapat menjelaskan mengapa suatu kelompok dapat lebih sukses secara ekonomi daripada kelompok lain.
Motivasi yang tinggi sering diasosiasikan dengan kesuksesan dalam materi dan karir. McClelland 1987 menjelaskan bahwa hal yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan ekonomi suatu negara ataupun suatu kelompok adalah motivasi berprestasi. Perkembangan ekonomi India Punjabi yang lebih baik
daripada India Tamil di Kota Medan dikarenakan India Punjabi memiliki motivasi berprestasi yang lebih tinggi daripada India Tamil di kota Medan.
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan kerangka berpikir yang diajukan di atas, maka hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah India Punjabi memiliki motivasi
berprestasi yang lebih tinggi daripada India Tamil di kota Medan .
Universitas Sumatera Utara
33
BAB III METODE PENELITIAN