Pemilihan Bahasa Oleh Masyarakat India Tamil Di Kota Medan

(1)

PEMILIHAN BAHASA OLEH MASYARAKAT INDIA

TAMIL DI KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

A. ZEBAR

087009001/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PEMILIHAN BAHASA OLEH MASYARAKAT INDIA

TAMIL DI KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora

dalam Program Studi Linguistik Pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

A.

ZEBAR

087009001/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Tesis : PEMILIHAN BAHASA OLEH MASYARAKAT INDIA TAMIL DI KOTA MEDAN

Nama Mahasiswa : A. Zebar Nomor Pokok : 087009001 Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.) (Dr. Drs. Eddy Setia, M.Ed. TESP) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa, B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 14 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. Anggota : 1. Dr. Eddy Setia, M.Ed.,TESP.

2. Dr. Syahron Lubis, M.A. 3. Dr. Dwi Widayati, M.Hum.


(5)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Pemilihan Bahasa oleh Masyarakat India Tamil di Kota Medan” ini merupakan penelitian sosiolinguistik yang menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian yang dilakukan ini hanya memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini juga diartikan untuk melukiskan variable demi variable, satu demi satu. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, dan juga tidak menguji. Jadi dalam pemerolehan dan penganalisisan data digunakan metode kualitatif untuk memperoleh persentase pemilihan bahasa berdasarkan ranah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan pada domain lingkungan keluarga, sekolah, pesta, dan lingkungan kuil.

Populasi penelitian ini adalah masyarakat/suku India Tamil yang berdomisili di Kota Medan pada 5 (lima) kecamatan yang mana di lima kecamatan inilah masyarakat Tamil banyak tinggal yaitu; Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Petisah dan Kecamatan Medan Selayang. Jumlah responden adalah sebanyak 200 orang.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden pada dasarnya adalah bilingual dan menggunakan bahasa tersebut secara bebas yaitu bahasa Tamil dan Indonesia. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi pemilihan bahasa terhadap suku Tamil terutama untuk kelompok atau golongan orang tua Tingkat pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh pada pemilihan bahasa Tamil baik pada ranah keluarga maupun pada ranah yang lain.

Adapun pemilihan bahasa oleh masyarakat India Tamil adalah Bahasa Indonesia. Ranah yang paling banyak menggunakan bahasa Indonesia adalah ranah Pendidikan. Ranah yang paling sedikit menggunakan bahasa Indonesia adalah ranah Rumah. Untuk pemilihan bahasa Tamil yang paling banyak dilakukan pada ranah Agama.

Kata kunci: Pemilihan Bahasa, Masyarakat Tamil, Bilingual, Bahasa Tamil, Bahasa Indonesia, Ranah.


(6)

ABSTRACT

The research of “Language Choice by the Ethnic Group of Tamil India in Medan” was a sociolinguistic research using qualitative descriptive method. The method used in getting and analyzing data was to describe the situation or something happened. This research also meant to describe from one variable to the other variable. This research did not try to find out or to explain the relation, and it did not examine either. Therefore, in getting and analyzing the data the method used was qualitative in order to get the percentage of language choice related to the age, sex, education, occupation in the domain of family (at home), wedding party, temple and school.

The population of this research was the member of Tamil ethnic group who live in Medan at 5 (five) capital town of districts, the place where most of the Tamil live are: the Districts of Medan Polonia, Medan Timur, Medan Barat, Medan Petisah and Medan Selayang. The amount of the respondents was 200 (two hundred) people.

The result of this research showed that most of the Tamil were bilingual basically and they used the languages freely (as they liked), that is; Tamil and Indonesian languages. It shows that the age and sex influenced the language choice towards the Tamil ethnic group. The education and occupation did not influence the Tamil language choice both in the domain of family and the other domain.

The language chosen by the member of Tamil ethnic group was Bahasa Indonesia (Indonesian Language). The domain where most of the people used bahasa Indonesia was educational domain. The domain where fewest of the people used bahasa Indonesia was house domain. The domain where most of the people used bahasa Tamil (Tamil Language) was religious domain.

Key words: Language Choice, The ethnic group of Tamil, Bilingual, Tamil Language, Bahasa Indonesia, Domain.


(7)

KATA PENGANTAR

Tesis ini berjudul “ Pemilihan Bahasa oleh Masyarakat India Tamil di Kota Medan.”.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti sebagai bahan rujukan penelitian teks selanjutnya khususnya yang berhubungan dengan pemilihan bahasa pada masyarakat India Tamil di Kota Medan. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi pakar dan pendidik bahasa dalam hal memperkaya khasanah kepustakaan linguistik bahasa India Tamil sebagai salah satu bahasa asing yang berada di Indonesia. Serta dapat bermanfaat bagi pihak – pihak tertentu sebagai bahan pertimbangan dalam rangka upaya pembinaan dan pelestarian bahasa India Tamil.

Seandainya ada kesalahan maupun kekurangan dalam penulisan tesis ini, penulis mengharapkan masukan maupun saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnahan tesis ini.

Medan, 14 Agustus 2010


(8)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah S.W.T. atas rahmad dan hidayahNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari tesis ini tidak akan terwujud seperti ini tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, dengan tulus dan sepenuh hati penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya terutama kepada orang tua penulis serta keluarga.

Dalam penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan dari Pembimbing I, Bapak Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. dan Pembimbing II, Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed., TESP. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih, semoga jasa baik tersebut menjadi amal ibadah sepanjang hayat.

Selanjutnya penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, baik moril maupun material dalam menyelesaikan skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H,M.Sc,(CTM), Sp.A(K). selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pascasarjana. 3. Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. dan Bapak Drs. Umar Mono, M.Hum.

selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara.

4. Semua Dosen Program Studi Linguistik USU yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis sejak awal memasuki bangku kuliah sampai tahap penyelesaian tesis ini yaitu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D, Prof.Dr. Robert Sibarani,MS. Dr. Eddy Setia, M.Ed, TESP, Drs. Rustam Effendi, M.A,Ph.D, Prof. Amrin Saragih, M.A, Ph.D, Prof. Dr. Khairil Ansari, Prof.. Bahren Umar Siregar, M.A, Ph.D, Prof. Dr. Aron Meko Mbete, Prof. Mangantar Simanjuntak, MA,Ph.D,


(9)

Dr. Syahron Lubis, M.A, Dr. Dwi Widayati, M.Hum, Drs. Sari Saja, M.A, Drs. Umar Mono, M. Hum.

5. Kepada seluruh staf administrasi pada Sekolah Pascasarjana USU yang telah membantu penulis dalam penyelesaian administrasi terutama kakanda Rabullah, Nila, Kar, Riska, Yuni dan Arif.

6. Tidak luput penulis ucapkan terimakasih kepada para informan dan yang mengawani penulis dalam pengumpulan data dan wawancara yaitu; Ridwan, Murya, Darma, Mohan Raj, Maliga, Malini, Kasturi, Anand,Wellu, Naran Sami, Selwa Kumar, dan lain-lain.

7. Rekan-rekan seperjuangan, Mahasiswa/i Sekolah Pascasarjana angkatan 2008/2009, yang telah memberikan ketulusan dalam berbagi rasa dan saling membantu selama dalam proses belajar bersama.. khususnya Ita Khairani, Rehan dan Halimatsussakdi’ah, Nurismilida, Ade Kurniawan, Earliana Siregar, Dewi Sukhrani, Dewi Kumala Sari, Buang Agus, Ricky Manik, Yusradi Usman, Helmita, Nelvita, Ines, Bima Prana Citra, Citayana, Ferdianto Yusuf, Nurilam Harianja. Semoga Tuhan tetap mempersatukan kita,

8. Pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan rasa terimakasih penulis secara khusus kepada abang angkat penulis Mas Eddy Setia yang terus setia membantu penulis sejak penulis masuk ke Fakultas Sastra USU sampai saat ini yang tidak bosan-bosannya membantu penulis dalam segala hal.

9. Paman-paman maupun macik-macik penulis yang sangat berjasa terhadap penulis terutama H. Muhammad Salim yang telah begitu banyak menolong keluarga penulis, Abdul Gafar, H. Sudiro Siregar, H. Abdul Hamid, H. Rafiq Ahmad, H. Abdul Aziz, Hj. Tumi, Hj. Salmi, Hj. Rafika, Hj. Sadika dan yang lainnya.

10.Keluarga sekaligus orang yang sering menjadi inspirasi penulis terutama dr. Kol. (Purn) H. Mukhtar L. Munawar, Sp.P, dan H. Iryadi Arifin, M.M, H.M. Rusli, SH, Syamsul Bahri, SE, dr. Zainal, Mukhlis, SE, dr. Djoefri Star, Hj. Yusmaniar, Hj. Lizuardi, Hj. Zulfaridah. dr. Hj. Syamsuniar, Hj. Asnidar.


(10)

11.Saudara-saudara penulis tercinta Yusuf, Khairul Amri, Anita Ridarni, M. Syofyan, Hasnah Siregar, H. Hasian Siregar, M. Indra, M. Irfan, M. Zainuddin M. Ardiansyah Lubis, Hendrik, Herman, Syahmatnoor Ritonga, Firman Alamsyah, Nanda, Icha, Reza, Rusdi dan yang lainnya.

12.Teman-teman organisasi dan pergaulan penulis; H. M. Dahli, H. Abdul Rashid, H. M. Deen, Baginta Sembiring, Syamsuddin Lubis, Amir Salim, M. Yusuf, Makmur Lubis, Syahputra, Syaiful Bahri, Ronald Simare-mare, Ali Husin, Rocky Firmansyah, Dian Novriandi, Nasrul Fuad H. Marsimin, H. Fadiya Harri Satwiko, H. Handri A.S, Wan Ahyar, Vathria Al Faj’r, Fitrianda, Jenal Asri, Al Furqon, H. Harry Madya, Irwansyah Putra, Hadi Purwanto, Esto Tumanggor, Bambang S, M. Khoiruddin Harahap, A.Hamid Harahap, Novariansyah, Joefri J. Bahroemi, Daudsyah Siregar, Rahmadsyah, Rusdiono, Eddy Setia, Umar Mono, Bahagia Tarigan, Pardamen Perangin-angin, Suwanto, Suradi Pramana, Ucok Suar, Sukhbir, Salwinder Singh, Helentina, Faizal BPS. J.F. Siahaan, dan lain-lain. 13.Akhir kata untuk yang teristimewa Ibunda Penulis Hj. Kesuma dan Ayahnda

(Alm. Ishak) yang jasa-jasa mereka tidak akan pernah bisa terbalas dengan apapun dan sampai kapanpun. Hanya do’a yang dapat penulis panjatkan semoga segala yang telah dilakukan mendapat ridho dan berkat dari Tuhan YME. Begitu juga terhadap istri tercinta penulis Dra. Basrita dan anak yang sangat disayangi beliau Atika Permatasari Z. yang telah banyak berjasa dan penuh pengertian terhadap penulis terutama selama menjalani pendidikan sehingga menyita waktu dan kurangnya perhatian penulis terhadap mereka begitu juga dengan pendapatan (income) yang berkurang karena biaya pendidikan untuk itu penulis mengucapkan terimakasih atas pengertiannya.


(11)

Akhirnya, semoga segala bantuan, dukungan,dan budi baik yang telah diberikan oleh berbagai pihak tersebut kepada penulis mendapat ganjaran yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Amin ya rabbal alamin.

Medan, 14 Agustus 2010 Penulis,


(12)

RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi

Nama : Drs. A. Zebar

Tempat/Tgl Lahir : Rantau Prapat, 5th May 1965. Jenis Kelamin : Laki-laki

Tinggi Badan : 1.75 M Berat Badan : 73 kg Status Perkawinan : Kawin Warga Negara : Indonesia

Agama : Islam

Hobby : Berenang

Alamat : Jl. SM. Raja gg. Keluarga No. 17 Medan No.HP/Tel. Rumah : 081396157417, 061-7346750

Pendidikan Formal

- SD Muhammadiyah Rantau Prapat Tamat tahun 1980

- SMP NEGERI 2 Rantau Prapat Tamat tahun 1983

- SMA Swasta Karya Dharma Medan Tamat tahun 1986 - Diploma III Fakultas Sastra USU Medan Tamat tahun 1989 - Strata 1 Fakultas Sastra Unika ST.Thomas Medan Tamat tahun 1992


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Pembatasan Masalah ... 6

1.4 Perumusan Masalah ... 7

1.5 Tujuan Penelitian ... 7

1.6 Kegunaan/Manfaat Penelitian ... 8

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ... 9

2.1 Geografi Kota Medan... 9

2.2 Sejarah Singkat Kota Medan... 12


(14)

2.2.2 Kampung Medan dan Tembakau Deli ... 13

2.2.3 Legenda Kota Medan ... 17

2.2.4 Penjajahan Belanda di Tanah Deli ... 19

2.2.5 Kota Medan Masa Penjajahan Jepang... 22

2.2.6 Kota Medan Menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia ... 24

2.3 Pemerintahan Kota Medan... 27

2.4 Penduduk dan Tenaga Kerja Kota Medan ... 28

BAB III MASYARAKAT/SUKU INDIA... 33

3.1 Sejarah Kedatangan Orang India ke Indonesia ... 33

3.2 Contoh Warga Indonesia Keturunan India... 39

3.3 Rumpun Bahasa ... 44

3.4 Masa Kedatangan Tentara Sekutu dan Masa Awal Kemerdekaan R.I 48 3.5 Isi Surat Selebaran Tertuju Kepada Tentara India ... 52

3.6 Warisan India di Indonesia... 53

BAB IV KAJIAN PUSTAKA ... 55

4.1 Kerangka Teori... 55

4.1.1 Konsep dan Kategori Pemilihan Bahasa ... 57

4.1.2 Faktor Pemilihan Bahasa ... 60

4.1.3 Pendekatan Kajian Pemilihan Bahasa... 62

4.1.4 Kedwibahasaan dan Diglosia ... 66


(15)

BAB V METODOLOGI PENELITIAN ... 78

5.1 Metodologi dan Langkah Kerja ... 78

5.2 Populasi dan Sampel ... 81

5.2.1 Beberapa Definisi Remaja... 82

5.3 Teknik dan Prosedur Penelitian ... 84

BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 86

6.1 Hasil Penelitian ... 86

6.1.1 Pendahuluan ... 86

6.1.2 Identitas Sosial Informan ... 87

6.1.2.1 Jumlah Informan Berdasarkan Jenis Kelamin... 87

6.1.2.2 Jumlah Informan Berdasarkan Usia ... 88

6.1.2.3 Jumlah Informan Berdasarkan Pendidikan ... 89

6.1.2.4 Jumlah Informan Berdasarkan Pekerjaan... 90

6.1.3 Penggunaan Bahasa Berdasarkan Ranah ... 91

6.1.4 Wawancara ... 96

6.2 Pembahasan... 96

6.2.1 Pembahasan Berdasarkan Jenis Kelamin ... 97

6.2.2 Pembahasan Berdasarkan Usia ... 97

6.2.3 Pembahasan Berdasarkan Pendidikan... 98

6.2.4 Pembahasan Berdasarkan Pekerjaan ... 98


(16)

6.3 Hasil Wawancara ... 102

6.4 Alasan Menggunakan Bahasa Yang Dipilih ... 103

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 113

7.1 Simpulan ... 113

7.2 Saran... 117


(17)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

1 Banyaknya Kelurahan dan Lingkungan Menurut Kecamatan di

Kota Medan...28

2 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin 2007 ...29

3 Persentase Penduduk Menurut Suku Bangsa ...31

4 Bahasa Resmi yang Diterapkan di India ...47

5 Kosa Kata Bahasa Punjabi dan Tamil...48

6 Kalimat Sederhana Bahasa Punjabi dan Tamil ...48

7 Jumlah Informan Berdasarkan Usia...89

8 Jumlah Informan Berdasarkan Pendidikan ...89

9 Jumlah Informan Berdasarkan Pekerjaan ...91


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1 Gambar Peta Kota Medan ...11 2 Gambar Bagan Pengumpulan Data………... ...85


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Surat Keterangan Permohonan Izin Penelitian ...123

2 Data Informan………... ...124

3 Angket Wawancara………… ...127

4 Jawaban Angket………. ...131


(20)

ABSTRAK

Penelitian tentang “Pemilihan Bahasa oleh Masyarakat India Tamil di Kota Medan” ini merupakan penelitian sosiolinguistik yang menggunakan metode deskriptif kualitatif. Metode penelitian yang dilakukan ini hanya memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini juga diartikan untuk melukiskan variable demi variable, satu demi satu. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, dan juga tidak menguji. Jadi dalam pemerolehan dan penganalisisan data digunakan metode kualitatif untuk memperoleh persentase pemilihan bahasa berdasarkan ranah usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan pada domain lingkungan keluarga, sekolah, pesta, dan lingkungan kuil.

Populasi penelitian ini adalah masyarakat/suku India Tamil yang berdomisili di Kota Medan pada 5 (lima) kecamatan yang mana di lima kecamatan inilah masyarakat Tamil banyak tinggal yaitu; Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Petisah dan Kecamatan Medan Selayang. Jumlah responden adalah sebanyak 200 orang.

Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata responden pada dasarnya adalah bilingual dan menggunakan bahasa tersebut secara bebas yaitu bahasa Tamil dan Indonesia. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa jenis kelamin mempengaruhi pemilihan bahasa terhadap suku Tamil terutama untuk kelompok atau golongan orang tua Tingkat pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh pada pemilihan bahasa Tamil baik pada ranah keluarga maupun pada ranah yang lain.

Adapun pemilihan bahasa oleh masyarakat India Tamil adalah Bahasa Indonesia. Ranah yang paling banyak menggunakan bahasa Indonesia adalah ranah Pendidikan. Ranah yang paling sedikit menggunakan bahasa Indonesia adalah ranah Rumah. Untuk pemilihan bahasa Tamil yang paling banyak dilakukan pada ranah Agama.

Kata kunci: Pemilihan Bahasa, Masyarakat Tamil, Bilingual, Bahasa Tamil, Bahasa Indonesia, Ranah.


(21)

ABSTRACT

The research of “Language Choice by the Ethnic Group of Tamil India in Medan” was a sociolinguistic research using qualitative descriptive method. The method used in getting and analyzing data was to describe the situation or something happened. This research also meant to describe from one variable to the other variable. This research did not try to find out or to explain the relation, and it did not examine either. Therefore, in getting and analyzing the data the method used was qualitative in order to get the percentage of language choice related to the age, sex, education, occupation in the domain of family (at home), wedding party, temple and school.

The population of this research was the member of Tamil ethnic group who live in Medan at 5 (five) capital town of districts, the place where most of the Tamil live are: the Districts of Medan Polonia, Medan Timur, Medan Barat, Medan Petisah and Medan Selayang. The amount of the respondents was 200 (two hundred) people.

The result of this research showed that most of the Tamil were bilingual basically and they used the languages freely (as they liked), that is; Tamil and Indonesian languages. It shows that the age and sex influenced the language choice towards the Tamil ethnic group. The education and occupation did not influence the Tamil language choice both in the domain of family and the other domain.

The language chosen by the member of Tamil ethnic group was Bahasa Indonesia (Indonesian Language). The domain where most of the people used bahasa Indonesia was educational domain. The domain where fewest of the people used bahasa Indonesia was house domain. The domain where most of the people used bahasa Tamil (Tamil Language) was religious domain.

Key words: Language Choice, The ethnic group of Tamil, Bilingual, Tamil Language, Bahasa Indonesia, Domain.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia dapat saling berkomunikasi dan berinteraksi dengan berbagai macam cara. Salah satunya adalah dengan menggunakan ekspresi verbal yang disebut bahasa. Bahasa dapat dijadikan sebagai alat komunikasi ataupun alat untuk mengungkapkan perasaannya sehingga manusia mampu menghasilkan tradisi dan budaya yang sangat tinggi.

Bahasa adalah satu sistem kognitif manusia (diatur oleh kaidah-kaidah) yang unik yang dapat dimanipulasi oleh manusia, untuk menghasilkan (menerbitkan) sejumlah ayat-ayat yang tidak terbatas, berdasarkan unsur-unsur yang terbatas untuk dipakai oleh manusia itu sebagai alat berkomunikasi dan mengakumulasi ilmu pengetahuan (Simanjuntak: 2008 :17).

Bahasa dapat menggantikan peristiwa/kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh individu/kelompok. Dengan bahasa seseorang individu/kelompok dapat meminta individu/kelompok lain untuk melakukan suatu pekerjaan. Kalimat yang diucapkan oleh seseorang individu kepada individu lain bersifat individual.


(23)

Seseorang yang telah mempelajari linguistik dan ahli dalam ilmu itu dinamai linguis (ahli linguistik). Jadi seorang linguis tidaklah mempelajari bahasa agar dapat bertutur dalam bahasa itu, tetapi menganalisis bahasa itu untuk mengetahui bagian-bagiannya, dengan demikian mengetahui struktur dan hakekat bahasa itu. Seseorang yang dapat bertutur atau berbicara dalam beberapa bahasa dengan lancar belum tentu seorang linguis (ahli linguistik), dia dinamai seorang poliglot. Seorang linguis boleh juga disebut seorang poliglot, apabila dia dapat bertutur dalam beberapa bahasa dan ahli dalam menganalisis bahasa menurut cara-cara linguistik.

Masyarakat bahasa pada awalnya adalah ekabahasawan (monolingual). Semua keperluan komunikasi dapat dilayani oleh satu bahasa saja. Sejalan berkembangnya masyarakat tersebut, maka bahasa itupun secara otomatis ikut berkembang. Dahulunya masyarakat dapat dilayani dengan satu bahasa saja, namun karena semakin lama semakin banyak masyarakat maupun bangsa lain maka semakin bervariasi bahasa tersebut. Sehingga yang semula monolingual menjadi bilingual.

Kota Medan merupakan kota besar yang sangat strategis untuk perdagangan. Dalam sejarah, Masuknya bangsa lain ke Indonesia khususnya Kota Medan melalui jalur perdagangan. Sehingga berbagai suku maupun bangsa terdapat di Kota Medan seperti Cina, India, Pakistan Arab dan lain-lain. Masuknya bangsa lain ke Kota Medan menyebabkan adanya multietnik (keragaman etnik). Keragaman etnik membuat suatu bangsa memilih bahasa


(24)

dalam percakapan sehari-hari. Adapun bahasa yang dipergunakan sehari-hari untuk berkomunikasi adalah dengan menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Daerah.

Keragaman kelompok etnik di Kota Medan sebagian besar tidak membentuk komunitas sendiri. Di Kota Medan terdapat pembauran antar kelompok etnik baik dalam lingkungan sekolah, dan rumah. Dari pengamatan sepintas kelompok etnik India sebagai WNI keturunan tidak menutup diri dengan warga pribumi. Pembauran yang terjadi memungkinkan etnik India untuk memilih bahasa yang digunakan dalam berinteraksi.

Berdasarkan sejarah datangnya orang India ke Indonesia yang telah disurvei oleh peneliti dengan menanyakan beberapa orang suku India Tamil. Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Narain Sami, SH mengatakan kemungkinan suku India pertama sekali datang ke Sumatera Utara sekitar tahun 1602, tapi beliau juga tidak begitu pasti.

Namun berdasarkan amatan yang dilakukan oleh Sinar, yang ditulis dan diterbitkan pada tahun 2008, mereka sudah berada di Indonesia sejak tahun 717 M. Kedatangan berbagai etnis India ke pantai Timur Sumatera dan pantai Barat Sumatera Utara sudah lama sekali sebelum Masehi. Pada awalnya mereka membawa agama Hindu dan yang terakhir mereka membawa agama Budha, terutama masa arus angin dari India ke Barus pada bulan Nopember dan Desember. Coomalaswamy menulis bahwa Sumatera yang mula-mula sekali sejak sebelum Masehi menerima pendatang Hindu-India.


(25)

Sejak abad ke-3 M, transportasi perdagangan di kepulauan Nusantara di tangan orang Cola.

Untuk lebih rincinya penulis akan memaparkan tentang keberadaan suku bangsa ini berdasarkan kutipan dari buku karangan beliau dan dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas pada bab tersendiri.

Lamanya orang India di Indonesia terutama di wilayah Deli dapat memungkinkan terjadinya perubahan pemakaian bahasa atau yang disebut dengan pilihan bahasa. Perubahan pemakaian bahasa akan terjadi dalam masyarakat yang multietnik. Karena multietniknya suatu masyarakat akan mengakibatkan bilingual atau mulitilingual. Pemakaian bahasa akan senantiasa menyesuaikan situasi atau konteksnya di mana seseorang berada.

Dilihat dari keanekaragaman di atas, terdapat dua interaksi sosiolinguistik di tengah-tengah masyarakat Medan. Interaksi sosiolinguistik tersebut adalah interaksi intrakelompok (masyarakat itu sendiri) dan interaksi antarkelompok (masyarakat yang berbeda). Hal itu menyebabkan kendala terhadap pola penggunaan bahasa dan sikap bahasa masyarakat tersebut. Interaksi intrakelompok melibatkan anggota-anggota kelompok masyarakat yang sama dan pola komunikasi verbal di dalamnya cenderung menggunakan bahasa masyarakat itu atau bahasa daerah. Sebaliknya interaksi antarkelompok melibatkan anggota kelompok masyarakat yang berbeda. Pola komunikasi yang melibatkan masyarakat yang antarkelompok ini akan ditandai oleh penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.


(26)

Pentingnya bahasa kini makin disadari oleh masyarakat di dunia. Hal ini dipicu oleh kenyataan bahwa banyak bahasa yang ada di dunia ini, terutama bahasa ibu atau bahasa daerah yang mengalami pergeseran dan bahkan keberadaannya terancam punah.

Banyak yang telah melakukan penelitian tentang bahasa-bahasa daerah baik dari kajian fonologi, morfologi, sintaksis maupun semantik, namun sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang secara khusus meneliti Bahasa India terutama dari disiplin ilmu sosiolinguistik. Padahal kalau dilihat dari sejarah kedatangan orang Tamil ke Indonesia mereka sudah cukup lama tinggal bahkan ikut memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Tidak hanya itu, banyak juga kata-kata yang diambil dari bahasa Tamil yang diserap menjadi bahasa Indonesia.

Sebagai contoh bahasa Tamil yang sudah menjadi bahagian Bahasa Melayu adalah sebagai berikut:

Melayu Tamil - onde

- besi - talam - badai - dahaga - ragam

- undi - wesi - talam - badai - dagam - iragam


(27)

- santri - peti - pinggan - kawal - kedai - kuil

- dan lain-lain

- santiri - peti - pinggan - kaawal - kadai - koil

1.2 Identifikasi Masalah

Banyak kajian sosiolinguistik yang dapat dilakukan dalam rangka mengembangkan atau memperluas ilmu pengetahuan kebahasaan. Kalau tidak didentifikasi masalah tersebut maka akan sangat sulit dan rumit jadinya. Untuk itu perlu adanya pemberian identifikasi masalah yang ada yaitu Bahasa yang digunakan pada saat bertemu dengan penutur yang berasal dari suku lain dan pada saat bertemu dengan sesama masyarakat Tamil di lingkungan keluarga, pesta, kuil dan di lingkungan sekolah.

1.3 Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya kajian sosiolinguistik dan beranekaragamnya masyarakat India seperti Punjabi, Banggali, Gujrat, Sindhi, Tamil dan


(28)

lain-lain yang tersebar di 21 kecamatan di Kotamadya Medan, maka penelitian ini dibatasi pada:

Pemilihan Bahasa oleh Masyarakat India Tamil di Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Petisah dan Kecamatan Medan Selayang.

1.4 Perumusan Masalah

1. Bahasa apakah yang digunakan/dipilih oleh masyarakat Tamil dalam berkomunikasi di lingkungan keluarga, pesta, kuil dan lingkungan sekolah di Kecamatan Medan Polonia, Kecamatan Medan Timur, Kecamatan Medan Barat, Kecamatan Medan Petisah dan Kecamatan Medan Selayang?

2. Mengapa menggunakan pilihan bahasa tersebut?

1.5 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang dilakukan ini adalah sebagai berikut 1. Untuk mengetahui bahasa yang digunakan/dipilih oleh masyarakat Tamil

dalam berkomunikasi di lingkungan rumah, pesta, kuil dan lingkungan sekolah di kelima Kecamatan tersebut.


(29)

1.6 Kegunaan/Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik manfaat teoretis atau akademis maupun manfaat praktis bagi masyarakat bahasa Tamil khususnya dan bagi bangsa Indonesia umumnya.

Adapun manfaat teoretis atau manfaat bagi dunia akademis yang diharapkan adalah agar hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangan sebagai pemerkaya khasanah ilmu kebahasaan terutama dalam membekali penelitian kebahasaan yang lebih luas lagi dalam kajian sosiolinguistik.

Manfaat praktis penelitian ini adalah setelah diketahui pemilihan bahasa masyarakat Tamil, diharapkan agar bahasa Tamil tersebut dapat dipertahankan sebagai salah satu bahasa penanda suku yang terdapat di Indonesia umumnya dan di Medan khususnya, baik dalam peran sosial dan alat komunikasi maupun sebagai bahasa pemerkaya khasanah perbendaharaan kosakata.bahasa Indonesia.


(30)

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Seluruh penjabaran/penjelasan pada bab II diambil dari katalog BPS : 1102001.1275/1403.1275 Medan Dalam Angka 2008 dan Buku Saku Data Pokok Statistik Kota Medan 2008 yang telah disederhanakan.

2.1 Geografi Kota Medan

Secara geografis Kota Medan terletak antara 2.27’ - 2.47’ Lintang Utara dan 98.35’ - 98.44’ Bujur Timur. Kota Medan terletak antara 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Sebelah Utara, Selatan, Barat dan Timur Kota Medan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang.

Kota Medan merupakan salah satu dari 26 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 Km². Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatas langsung dengan Kabupaten Deli Serdang. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli.

Kota Medan mempunyai iklim tropis dengan suhu minimum menurut Stasiun Polonia pada tahun 2007 berkisar antara 23,2 C – 24,2 C dan suhu maksimum berkisar antara 30,4 C – 33,6 C serta menurut Stasiun Sampali suhu


(31)

minimumnya berkisar antara 31,6 C – 35,8 C dan suhu maksimum berkisar antara 29,1C – 32,9C. Selanjutnya mengenai kelembaban udara di wilayah Kota Medan rata-rata 79% - 93,5%. dan sebesar 1,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 3,81 mm. hari hujan di Kota Medan pada tahun 2007 rata-rata per bulan 17 hari dengan rata-rata curah hujan menurut Stasiun Sampali perbulannya 227,67 mm dan pada Stasiun Polonia perbulannya 209,42 mm.


(32)

Peta Kota Medan


(33)

2.2 Sejarah Singkat Kota Medan 2.2.1 Medan Tanah Deli

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintas Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera.

Pada mulanya yang membuka perkampungan Medan adalah Guru Patimpus lokasinya terletak di Tanah Deli, maka sejak zaman penjajahan orang selalu merangkaikan Medan dengan Deli (Medan- Deli). Setelah zaman kemerdekaan lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular. Dahulu orang menamakan Tanah Deli mulai dari Sungai Ular (Deli Serdang) sampai ke Sungai Wampu di Langkat sedangkan Kesultanan Deli yang berkuasa pada waktu itu wilayah kekuasaan tidak mencakup daerah di antara kedua sungai tersebut.

Secara keseluruhan jenis tanah di wilayah Deli terdiri atas tanah lihat, tanah pasir, tanah campuran, tanah hitam, tanah coklat dan tanah merah. Hal ini merupakan penelitian dari Van Hissink tahun 1900 yang dilanjutkan oleh penelitian Vriens tahun 1910 bahwa di samping jenis


(34)

tanah seperti tadi ada lagi ditemukan jenis tanah liat yang spesifik. Tanah liat inilah pada waktu penjajahan Belanda di tempat yang bernama Bakaran Batu (sekarang Medan Tenggara atau Menteng) orang membakar batu bata yang berkualitas tinggi dan salah satu pabrik batu bata pada zaman itu adalah Deli Klei.

Mengenai curah hujan di Tanah Deli digolongkan dua macam yakni Maksima Utama dan Maksima Tambahan. Maksima Utama terjadi pada bulan-bulan Oktober s/d bulan Desember sedangkan Maksima Tambahan antara bulan Januari s/d September secara rinci curah hujan di Medan rata-rata 2000 pertahun dengan intensitas rata-rata 4,4 mm/jam. Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan di sana sini terutama di muara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan Semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintah dan prekonomian di Sumatera Utara.

2.2.2 Kampung Medan dan Tembakau Deli

Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama “Medan Putri”. Perkembangan kampung “Medan Putri” tidak


(35)

terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan Sungai Deli dan Sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung “Medan Putri” yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.

Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke kampung ini dari isteri Guru Patimpus yang mendirikan kampung medan melahirkan anaknya yang pertama seorang laki-laki dan dinamai si Kolok. Mata pencarian orang di kampung Medan yang mereka namai dengan si Sepuluh dua Kuta adalah bertani menanam lada. Tidak lama kemudian lahirlah anak kedua Guru Patimpus dan anak ini pun laki-laki dinamakan si kecik. Pada zaman itu, Guru Patimpus tergolong orang yang berpikiran maju. Hal ini terbukti dengan menyuruh anaknya berguru (menuntut ilmu) membaca Alqur’an kepada Datuk Kota Bangun kemudian memperdalam tentang agama Islam ke Aceh.

Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli In Woord en Beeld ditulis oleh N. Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu kala Kampung Medan ini merupakan Benteng dan sisanya masih ada terdiri dari dinding dua


(36)

lapis berbentuk bundaran yang terdapat di pertemuan antara dua sungai yakni Sungai Deli dan Sungai Babura. Rumah Administrateur terletak di seberang sungai dari Kampung Medan. Kalau kita lihat bahwa letak dari Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.

Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaanya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara. Dengan tampilan Gocah Pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.


(37)

Gocah Pahlawan wafat pada tahun 1653 dan digantikan oleh puteranya Tuanku Panglima Perunggit, yang kemudian memproklamirkan kemerdekaan Kesultanan Deli dari Kesultanan Aceh pada tahun 1669, dengan ibukotanya di Labuhan, kira-kira 20 km dari Medan.

Jhon Anderson seorang yang berkebangsaan Inggris melakukan kunjungan ke Kampung Medan tahun 1823 dan mencatat dalam bukunya Mission to the East Coast of Sumatera bahwa penduduk Kampung Medan pada waktu itu masih berjumlah 200 orang tapi dia hanya melihat penduduk yang berdiam di pertemuan antara dua sungai tersebut. Anderson menyebutkan dalam bukunya “Mission to the East Coast of Sumatera” (terbitan Edinburg 1826) bahwa sepanjang sungai Deli hingga ke dinding tembok mesjid Kampung Medan dibangun dengan batu-batu granit berbentuk bujur sangkar. Batu-batu ini diambil dari sebuah Candi Hindu Kuno di Jawa.

Pesatnya perkembangan Kampung “Medan Putri”, juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Nienhuys Van der Falk dan Eliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas 4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20


(38)

tahun di Tanjung Sepasi, dekat Labuhan. Contoh tembakau Deli. Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.

Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Ninhuys mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Kelumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. mengigat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung “Medan Putri”, dengan demikian “Kampung Medan Putri” menjadi semakin ramai dan selanjuntnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai “Kota Medan”.

2.2.3 Legenda Kota Medan

Menurut legenda di zaman dahulu kala pernah hidup di Kesultanan Deli lama kira-kira 10 km dari kampung Medan yakni di Deli Tua sekarang seorang Putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan Putri ini tersohor kemana-mana mulai dari Aceh sampai ke ujung Utara Pulau Jawa.


(39)

Sultan Aceh jatuh cinta pada Putri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Lamaran Sultan Aceh itu ditolak oleh saudara kedua laki-laki Putri Hijau. Sultan Aceh sangat marah karena penolakan itu dianggapnya sebagai penghinaan terhadap dirinya. Maka pecahlah perang antara Kesultanan Aceh dengan kesultanan Deli.

Menurut legenda yang tersebut di atas, dengan menggunakan kekuatan gaib seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan seorang lagi menjadi sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya. Kesultanan Deli lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa Putra Mahkota yang menjelma menjadi meriam itu meledak sebagian, bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya ke dataran tinggi Karo kira-kira 5 Km dari Kabanjahe. Putri Hijau ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, Putri Hijau mohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, harus diserahkan padanya sejumlah beras dan beribu-ribu telur dan permohonan tuan Putri dikabulkan. Tetapi baru saja upacara dimulai tiba-tiba berhembuslah angin ribut yang maha dahsyat disusul gelombang-gelombang yang sangat tinggi.


(40)

Dari dalam laut muncullah abangnya yang telah menjelma menjadi ular naga itu dan dengan menggunakan rahangnya yang besar itu diambilnya peti tempat adiknya dikurung, lalu dibawanya masuk ke dalam laut.

Legenda ini sampai sekarang masih terkenal di kalangan masyarakat Deli dan malahan juga dalam masyarakat Melayu di Malaysia. Di Deli Tua masih terdapat reruntuhan Benteng dan Puri yang berasal dari zaman Putri Hijau, sedang sisa meriam penjelmaan abang Putri Hijau itu dapat dilihat di halaman Istana Maimun Medan.

2.2.4 Penjajahan Belanda di Tanah Deli

Belanda yang menjajah Nusantara kurang lebih setengah abad namun untuk menguasai Tanah Deli mereka sangat banyak mengalami tantangan yang tidak sedikit. Mereka mengalami perang di Jawa dengan Pangeran Diponegoro sekitar tahun 1825-1830. Belanda sangat banyak mengalami kerugian sedangkan untuk menguasai Sumatera, Belanda juga berperang melawan Aceh, Minangkabau dan Sisingamangaraja di daerah Tapanuli. Jadi untuk menguasai Tanah Deli Belanda hanya kurang lebih 78 tahun mulai dari tahun 1864 sampai 1942. Setelah perang Jawa berakhir barulah Gubernur Jendral Belanda J. Van den Bosch mengerahkan pasukannya ke Sumatera dan


(41)

dia memperkirakan untuk menguasai Sumatera secara keseluruhan diperlukan waktu 25 tahun. Penaklukan Belanda atas Sumatera ini terhenti di tengah jalan karena Menteri Jajahan Belanda waktu itu J.C. Baud menyuruh mundur pasukan Belanda di Sumatera walaupun mereka telah mengalahkan Minangkabau yang dikenal dengan nama perang paderi (1821-1837). Sultan Ismail yang berkuasa di Riau secara tiba-tiba diserang oleh gerombolan Inggris dengan pimpinannya bernama Adam Wilson. Berhubung pada waktu itu kekuatannya terbatas maka Sultan Ismail meminta perlindungan pada Belanda. Sejak saat itu terbukalah kesempatan bagi Belanda untuk menguasai Kerajaan Siak Sri Indrapura yang rajanya adalah Sultan Ismail. Pada tanggal 1 Februari 1858 Belanda mendesak Sultan Ismail untuk menandatagani perjanjian agar daerah taklukan kerajaan Siak Sri Indrapura termasuk Deli, Langkat dan Serdang di Sumatera Timur masuk kekuasaan Belanda. Karena daerah Deli telah masuk kekuasaan Belanda otomatis kampung Medan menjadi jajahan Belanda, tapi kehadiran Belanda belum secara fisik menguasai Tanah Deli.

Pada tahun 1858 juga Elisa Netscher diangkat menjadi Residen Wilayah Riau dan sejak itu pula dia mengangkat dirinya menjadi pembela Sultan Ismail yang berkuasa di kerajaan Siak. Tujuan Netscher itu adalah dengan duduknya dia sebagai pembela Sultan


(42)

Ismail secara politis tentunya akan mudah bagi Netscher menguasai daerah taklukan kerajaan Siak yakni Deli yang di dalamnya termasuk Kampung Medan Putri. Perkembangan Medan Putri menjadi pusat perdagangan telah mendorongnya menjadi pusat pemerintahan. Tahun 1879, Ibukota Asisten Residen Deli dipindahkan dari Labuhan ke Medan, 1 Maret 1887, Ibukota Residen Sumatera Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.

Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gementen (Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan “Act Van Schenking” (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeent Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kota Praja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.


(43)

Pada tahun 1918 penduduk Medan tercatat sebanyak 43,826 jiwa yang terdiri dari Eropa 409 orang, Indonesia 35.009 orang, Cina 8.269 orang dan Timur Asing lainnya 139 orang. Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas dibangun. Beberapa di antaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di Kampung Baru (1919), sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M. Yamin sekarang (1923), Mingguan Soematra (1924), Perkumpulan Renang Medan (1924), Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga Kebun Bunga (1929).

Secara historis perkembangan Kota Medan, sejak awal telah memposisikan menjadi pusat perdagangan (ekspor-impor) sejak masa lalu. Sedang dijadikannya Medan sebagai ibukota Deli juga telah menjadikannya Kota Medan berkembang menjadi pusat pemerintah. Sampai saat ini di samping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota propinsi Sumatera Utara.

2.2.5 Kota Medan Masa Penjajahan Jepang

Tahun 1942 penjajahan Belanda berakhir di Sumatera yang ketika itu Jepang mendarat di beberapa wilayah seperti Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan khusus di Sumatera Jepang mendarat di Sumatera Timur. Tentara jepang yang mendarat di Sumatera adalah


(44)

tentara XXV yang berpangkalan di Shonanto yang lebih dikenal dengan nama Singapore, tempatnya mereka mendarat tanggal 11 malam 12 Maret 1942. Pasukan ini terdiri dari Divisi Garda Kamaharajaan ke-2 ditambah dengan Divisi ke-18 dipimpin langsung oleh Letjend. Nishimura. Ada empat tempat pendaratan mereka ini yakin Sabang, Ulele, Kuala Bungak (dekat Peurlak Aceh Timur sekarang) dan Tanjung Tiram (kawasan Batubarar skarang).

Pasukan tentara Jepang yang mendarat di kawasan TanjungTiram inilah yang masuk ke Kota Medan, mereka menaiki sepeda yang mereka beli dari rakyat di sekitar secara barter. Mereka bersemboyan bahwa mereka membantu orang Asia karena mereka adalah saudara Tua orang-orang Asia sehingga mereka dielu-elukan menyambut kedatangannya. Ketika peralihan kekuasaan Belanda kepada Jepang Kota Medan kacau balau, orang pribumi mempergunakan kesempatan ini membalas dendam terhadap orang Belanda. Keadaan ini segera ditertibkan oleh tentara Jepang dengan mengerahkan pasukannya yang bernama “ Kempetai” (Polisi Militer Jepang). Dengan masuknya Jepang di Kota Medan keadaan segera berubah terutama pemerintahan sipilnya yang zaman Belanda disebut “Gemeente Bestuur” oleh Jepang dirobah menjadi “Medan Sico” (Pemerintahan Kota Praja). Yang menjabat pemerintahan sipil di


(45)

tingkat Kota Praja Kota Medan ketika itu hingga berakhirnya kekuasaan Jepang bernama Hoyasakhi. Untuk tingkat keresidenan di Sumatera Timur karena masyarakat heterogen disebut Syucokan yang ketika itu dijabat oleh T. Nakashima, pembantu Residen disebut dengan Gunseibu.

Penguasaan jepang semakin merajalela di Kota Medan mereka membuat masyarakat semakin papa, karena dengan kondisi demikianlah menurut mereka semakin mudah menguasai seluruh Nusantara, semboyan saudara Tua hanyalah semboyan saja. Di sebelah Timur Kota Medan yakni Marindal sekarang dibangun kengrohositai sejenis pertanian kolektif di kawasan Titi Kuning Medan Johor sekarang tidak jauh dari lapangan terbang Polonia sekarang mereka membangun landasan pesawat tempur Jepang.

2.2.6 Kota Medan Menyambut Kemerdekaan Republik Indonesia

Di mana-mana di seluruh Indonesia menjelang tahun 1945 bergema persiapan Proklamasi demikian juga di Kota Medan juga tidak ketinggalan para tokoh pemudanya melakukan berbagai macam persiapan. Mereka mendengar bahwa bom atom telah jatuh melanda Kota Hiroshima, berarti kekuatan Jepang sudah lumpuh. Sedangkan tentara sekutu kembali untuk menduduki Indonesia. Khususnya di


(46)

kawasan Kota Medan dan sekitarnya, ketika penguasa Jepang menyadari kekalahannya segera menghentikan segala kegiatannya, terutama yang berhubungan dengan pembinaan dan pengarahan pemuda. Apa yang selama ini mereka lakukan untuk merekrut massa pemuda seperti Heiho, Romusha, Gyu Gun dan Talapeta mereka bubarkan atau kembali kepada masyarakat, secara resmi kegiatan ini dibubarkan pada tanggal 20 Agustus1945 karena pada hari itu pula penguasa Jepang di Sumatera Timur yang disebut Tetsuzo Nakashima mengumumkan kekalahan Jepang. Beliau juga menyampaikan bahwa tugas pasukan mereka di bekas pendudukan untuk menjaga setatus quo sebelum diserah-terimakan pada pasukan sekutu. Sebagian besar anggota pasukan bekas Heiho, Romusha, Talapeta dan latihan Gyu Gun merasa Bingung karena kehidupan mereka terhimpit di mana mereka hanya diberikan uang saku yang terbatas, sehingga mereka kelihatan berlalu lalang dengan serangan coklat di tengah kota.

Beberapa tokoh pemuda melihat hal demikian mengambil inisiatif untuk menanggulanginya. Terutama bekas perwira Gyu Gun di antaranya Letnan Achmad Tahir mendirikan suatu kepanitiaan untuk menaggulangi para bekas Heiho, Romusha yang Famili/saudaranya tidak ada di Kota Medan panitia ini dinamai dengan


(47)

“Panitia Penolong Pengangguran Eks Gyu Gun” yang berkantor di Jl. Istana No. 17 (Gedung Pemuda Sekarang).

Tanggal 17 Angustus 1945 gema kemerdekaan telah sampai ke Kota Medan walaupun dengan agak tersendat-sendat karena keadaan komunikasi pada waktu itu sangat sederhana sekali. Kantor Berita Jepang “Domei” sudah ada perwakilannya di Medan namun mereka tidak mau menyiarkan berita kemerdekaan tersebut, akibatnya masyarakat tambah bingung. Sekelompok kecil tentara sekutu tepatnya tanggal 1 September 1945 yang dipimpin Letnan I Pelaut Brodgeest tiba di Kota Medan dan berkantor di Hotel De Boer (sekarang Hotel Darma Deli). Tugasnya adalah mempersiapkan pengambilalihan kekuasaan dari Jepang. Pada ketika itu pula tentara Belanda yang dipimpin oleh Westerling didampingi perwira penghubung sekutu bernama Mayor Yacobs dan Letnan Brondgeest berhasil membentuk kepolisian Belanda untuk kawasan Sumatera Timur yang anggotanya diambil dari Eks KNIL dan Polisi Jepang yang pro Blanda. Akhirnya dengan perjalanan yang berliku-liku para pemuda mengadakan berbagai aksi agar bagaimanapun kemerdekan harus ditegakkan di Indonesia demikian juga di Kota Medan yang menjadi bagiannya. Mereka itu adalah Achmad Tahir, Amir Bachrum Nasution,


(48)

Edisaputra, Rustam Efendy, Gazali Ibrahim, Roos Lila, A.Malik Munir, Bahrum Djamil, Marzuki Lubis dan Muhammad Kasim Jusni.

2.3 Pemerintahan Kota Medan

Administrasi pemerintahan Kota Medan yang dipimpin oleh seorang Walikota pada saat ini terdiri atas 21 kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam 2000 lingkungan (berdasarkan BPS tahun 2008 tapi sekarang sudah 2001 lingkungan).

Untuk mengetahui banyaknya kelurahan dan lingkungan menurut kecamatan di kota Medan dapat dilihat pada tabel berikut.


(49)

Tabel 1 Banyaknya Kelurahan dan Lingkungan Menurut Kecamatan di Kota Medan

Tahun/Kecamatan Year/Districts Kelurahan Kelurahan (Village) Lingkungan Administrative Units

(1) (2) (3)

2004 2005 2006

2007

1. Medan Tuntungan 2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun 8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10. Medan Selayang 11. Medan Sunggal 12. Medan Helvetia 13. Medan Petisah 14. Medan Barat 15. Medan Timur 16. Medan Perjuangan 17. Medan Tembung 18. Medan Deli 19. Medan Labuhan 20. Medan Marelan 21. Medan Belawan

151 151 151 9 6 8 6 12 12 6 5 6 6 6 7 7 6 11 9 7 6 6 5 6 2 000 2 000 2 000 Kota Medan Medan City 151

Sumber : Bagian Tata Pemerintahan Setda Kota Medan

2.4 Penduduk dan Tenaga Kerja Kota Medan

Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan pelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan persebaran penduduk tercapai optimal.

Mobilitas dan persebaran penduduk yang optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan daya dukung dan daya


(50)

tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak didukung oleh lingkungan dam pembangunan akan menimbulkan masalah sosial yang kompleks, di mana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun sebaliknya.

Pada tahun 2007, diproyeksikan penduduk Kota Medan mencapai 2.083.156 jiwa. Dibanding hasil sensus penduduk 2000, terjadi pertumbuhan penduduk 2000-2007 sebesar 1.28% pertahun. Dengan luas wilayah mencapai 265,10 km², kepadatan penduduk mencapai 7858 jiwa/km².

Tabel 2 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin 2007 Kecamatan Districts Laki-laki Male Perempuan Female Jumlah Total

(1) (2) (3) (4)

1. Medan Tuntungan 2. Medan Johor 3. Medan Amplas 4. Medan Denai 5. Medan Area 6. Medan Kota 7. Medan Maimun 8. Medan Polonia 9. Medan Baru 10. Medan Selayang 11. Medan Sunggal 12. Medan Helvetia 13. Medan Petisah 14. Medan Barat 15. Medan Timur 16. Medan Perjuangan 17. Medan Tembung 18. Medan Deli 19. Medan Labuhan 20. Medan Marelan 21. Medan Belawan

33,673 56,686 56,323 68,765 53,109 40,717 27,815 26,018 20,530 41,837 53,686 70,705 32,333 37,971 55,411 51,024 69,635 74,188 52,769 63,281 48,220 35,144 57,457 56,776 68,678 54,191 42,066 29,006 26,454 22,889 42,311 55,002 72,072 34,563 39,709 56,428 52,785 69,621 73,215 52,246 61,088 46,759 68,817 114,143 113,099 137,443 107,300 82,783 56,821 52,472 43,419 84,148 108,688 142,777 66,896 77,680 111,839 103,809 139,256 147,403 105,015 124,369 94,979 Kota Medan Medan City

1,034,696 1,048,460 2,083,156 Sumber : Proyeksi Penduduk 2000 – 2010


(51)

Human Development Report (Laporan Pembangunan Manusia) yang

pertama, pada tahun 1990, mendefenisikan pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk membuat manusia mampu memiliki lebih banyak pilihan.

Pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak anti terhadap pertumbuhan. Dalam perspektif pembangunan manusia, pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan akhir. Pertumbuhan ekonomi adalah alat untuk mencapai tujuan akhir, yaitu memperluas pilihan-pilihan bagi manusia. Kalaupun demikian, tidak ada hubungan yang otomatis antara pertumbuhan ekonomi dengan kemajuan pembangunan manusia. Perkembangan indeks Pembangunan Indonesia (IPM) Kota Medan menunjukan gambaran yang mengembirakan. Pada tahun 2002, IPM Kota Medan mencapai 73,4. Dibandingkan dengan 26 daerah Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara, Kota Medan menempati urutan 2 setelah Kota Pematang Siantar. Kemudian tahun 2006, IPM Kota Medan meningkat hingga mencapai 75,6.

Meningkatnya nilai IPM Kota medan tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan pemerintah Kota Medan. Dengan motto “Bekerja sama dan sama-sama bekerja demi kemajuan dan kemakmuran Medan Kota Metropolitan, Pemerintah Kota Medan menggandeng berbagai pihak untuk memberi sumbangsih nyata bagi pembangunan Kota”.


(52)

Hal ini, antara lain, terlihat dari besarnya peranan pihak swasta di dalam penyediaan fasilitas Pendidikan Dasar (SD sebesar 409 unit dari 810 unit), pendidikan menengah pertama (308 unit dari 353 unit) dan pendidikan menengah atas (306 unit dari 339 unit).

Tabel 3 Persentase Penduduk Menurut Suku Bangsa Suku Bangsa Etnic Kota Medan Medan City Provinsi Sumatera Utara

(1) (2) (3)

1. Melayu 2. Karo 3. Simalungun 4. Tapanuli/Toba 5. Mandailing 6. Pakpak 7. Nias 8. Jawa 9. Minang 10. Cina 11. Aceh 12. Lainnya 6.59 4.10 0.69 19.21 9.36 0.34 0.69 33.03 8.60 10.65 2.78 3.59 5.86 5.09 2.04 25.62 11.27 0.73 6.36 33.40 2.66 2.71 0.97 3.29

Jumlah 100.00 100.00


(53)

Keterangan : - Melayu mencakup semua suku Melayu di pulau Sumatera (Melayu Deli), Melayu Langkat, Melayu Asahan, Melayu Riau dan lain-lain

- Mendailing Mencakup suku Mandailing dan Angkola - Termasuk dalam suku Jawa adalah suku lain yang ada di pulau Jawa Betawi, Banten, Sunda, Jawa dan Madura, - Warga Negara asing tercakup dalam lainnya.

- Dari tabel di atas “ Buku Saku Data Pokok Statistik Kota Medan (2008:29) tidak ada tercatat suku India secara khusus, kemungkinan suku India dimasukkan ke dalam


(54)

BAB III

MASYARAKAT/SUKU INDIA

3.1 Sejarah Kedatangan Orang India ke Indonesia

Kapan dan bagaimana pertama sekali orang India pindah ke Indonesia tidak diketahui dengan pasti. Hal ini telah disurvei oleh peneliti dengan menanyakan beberapa orang suku India Tamil. Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, Narain Sami, SH mengatakan kemungkinan suku Tamil pertama sekali datang ke Sumatera Utara sekitar tahun 1602, tapi beliau juga tidak begitu pasti. Namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Sinar (2008), mereka sudah berada di Indonesia sejak tahun 717 M. Untuk lebih rincinya penulis akan menulis berdasarkan kutipan dari buku karangan beliau dan dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas.

Pernyataan berikut ini yaitu halaman 30 s/d 35 adalah hasil dari ringkasan yang dibuat peneliti yang diambil dari Sinar (2008 : 1-17), menyebutkan kedatangan berbagai etnis India ke pantai Timur Sumatera dan pantai Barat Sumatera Utara sudah lama sekali sebelum Masehi. Pada awalnya mereka membawa agama Hindu dan yang terakhir mereka membawa agama Budha, terutama masa arus angin dari India ke Barus pada bulan Nopember dan Desember. Coomalaswamy menulis bahwa Sumatera yang mula-mula sekali sejak sebelum Masehi menerima pendatang Hindu-India.


(55)

Sejak abad ke-3 M, transportasi perdagangan di kepulauan Nusantara di tangan orang Cola. Pusat di Tamilakam yang awalnya diambil alih oleh orang Pallava akhirnya dapat direbut kembali oleh orang Cola pada abad ke-9 M. Orang Pallava dulunya beragama Budha, tetapi menjadi Hindu kembali. Asal mereka dari India Utara dan simbol mereka adalah “makara” dan “lembu Shiwa” dan mengganggap bahwa mereka bukan dari Matahari atau Bulan melainkan dari “Asswattaman” yaitu pahlawan dari cerita Mahabharata. Ibu Kota Cola direbut oleh mereka pada tahun 280 M dan lambang raja-raja Cola adalah Harimau yang dicap pada benderanya. Pendeta Tamil Wajabodhi membawa aliran Tantrisme Mahayana Budha ke Malayu pada tahun 717 M. Hal ini dapat dilihat dari candi yang terdapat di Padang Lawas dan patung Adytiawarman di Pagarruyung. Kedatangan mereka ini sangat berdampak terhadap perdagangan dan adat budaya masyarakat di pantai Barat Sumatera Utara dan mereka membawa aksara Pallawa. Peranan etnis India dari Malabar (Malabari) dapat ditelusuri dari hikayat tentang masuknya Islam ke Sumatera. Adapun Islam yang terdapat di Malabar adalah bermazhab Syafei..

Di Lobu Tua (Barus) pantai Barat Provinsi Sumatera Utara telah ditemukan Batu Bersurat, tetapi atas perintah pembesar Belanda kepada Raja Barus Sutan Mara Pangkat sebahagian telah dihancurkan. Adapun sisa-sisa dari pecahan batu prasasti itu ada disimpan di bagian Arkeologi Museum


(56)

tersebut oleh Prof. Dr. K.A. Nilakanta Sastri dari Universitas Madras pada tahun 1931, diketahui bahwa prasasti itu dibuat di tahun Saka1010 (=1088 M) yaitu pada masa pemerintahan Raja Cola, Kerajaan yang diperintah oleh Kulotunggadewa-I yang menguasai wilayah Tamil di India Selatan.

Memasuki abad ke-16 dari catatan Portugis misalnya orang “Benggali” (dari provinsi Bengal), “Kling” (dari kerajaan Kalingga = Tamil) dan Gujarat ramai sekali berdagang ke Sumatera dan kawin mengawin dengan penduduk Sumatera. Di dalam prasasti Tanjore, ada ditulis negeri-negeri yang ditaklukkan oleh Indra Coladewa –I seperti Kerajaan Panai (Pannai) di Padang Lawas. Negeri itu dicatat sebagai “water in its bathing gats” (bahasa Tamil ‘Pannai’ artinya lapangan yang diairi sungai-sungai). Di dalam penggalian yang dilakukan DR. Schnitger di tahun 1930-han, terdapat banyak biara sekte Budha Tantrik Bhairawa (abad ke-11 s/d 14 M) dan bahasa dari inskripsi di sana bahasa Melayu Tua bercampur Sangsekerta, sebagai contohnya inskripsi Gunung Tua (1024 M) ada kalimat : “Juru pandai Surya

barbwat Bhatara Lokanantha”.

Pedagang asal turunan Tamil-Batak itu banyak mendatangkan kuda-kuda dari pantai Barat untuk diekspor ke pantai Timur Sumatera. Marga “Kudadiri” mungkin sekali berasal dari nenek moyang mereka pedagang kuda. Kuda Batak sangat digemari karena badannya sangat kokoh.


(57)

Tetapi kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar dan hingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai bagian wilayah Sumatera timur dan khususnya Medan baru terjadi sejak pertengahan abad ke-19, yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli. Menurut catatan Sinar (2001) di dalam tahun 1874 sudah dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa Cina 4.476 orang, kuli Tamil 459 orang dan orang Jawa 316 orang. Perkembangan jumlah kuli semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yang terbanyak adalah kuli Cina (53.806 orang pada 1890 dan 58.516 orang pada 1900) dan kuli Jawa (14.847 orang pada 1890 dan 25.224 orang pada 1900); sementara kuli Tamil bertambah menjadi 2.460 orang pada 1890 dan 3.270 orang pada 1900.

Dari berbagai riwayat kerajaan Melayu di pantai Timur Sumatera dan Malaya banyak sekali menceritakan mengenai hubungan dengan India Selatan (Malabar) seperti dalam “Hikayat Raja-Raja Pasai”, “Sejarah Melayu” dan lain-lain.

Asal dari Raja Deli (Tuanku Sri Paduka Gocah Pahlawan), juga panglima Sultan Iskandar Muda Aceh berasal dari India. Di dalam bahasa Melayu dan budaya Melayu umumnya, banyak sekali terdapat kata-kata asal Tamil dan makanan asal Tamil. Sebagai contoh bahasa Tamil yang sudah menjadi bahagian Bahasa Melayu adalah sebagai berikut :


(58)

Bahasa Melayu Bahasa Tamil - apem - onde - besi - talam - badai - bagai - belenggu - berniaga - dahaga - ragam - cerutu - santri - peti - pinggan - kawal - kedai - kendi - kodi - kuil - apam - undi - wesi - talam - badai - bagai - wilanggu - veniaga - dagam - iragam - suruttu - santiri - peti - pinggan - kaawal - kadai - kundi - kodi - koil


(59)

- gurindam - logam - macam - materai - mempelai - nilam - tirai - segala - kapal - kuli - modal - nelayan - dan lain-lain

- kirandam - ulogam - maccam - muttirai - marapilai - nilam - tirai - sagala - kappal - kuli - mudal - nulaiyan

Bahasa Tamil memberikan banyak pengaruh kepada Bahasa setempat. Hubungan orang Tamil dengan Melayu sudah lebih 1000 tahun. Bahkan banyak orang Tamil yang keturunannya memeluk agama Islam, menjadi Raja Melayu atau menjadi Orang Besar Melayu seperti Manipurindam yang menjadi Bendahara Kerajaan Melaka (turunannya antara lain adalah Bendahara Tun Sri Lanang, editor “Sejarah Melayu”). Juga nenek moyang Sultan Deli dan Sultan Serdang dan beberapa dinasti Raja Pasai, Asal India.


(60)

Orang Tamil yang Islam di Malaysia disebut “Orang Mamak”. Nenek dari mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun DR. Mahathir, juga keturunan Tamil.

Masyarakat Tamil Islam di Sumatera Timur banyak yang kawin dengan wanita Indonesia Islam setempat sehingga berbaur menjadi masyarakat Melayu atau etnis Indonesia Islam lainnya di Sumatera. Mereka banyak yang berasal dari Uttar Pradesh dan Madras. Mesjid tua yang ada di Medan ialah Mesjid yang terletak di jalan Zainul Arifin (dulu bernama jalan Calcutta) Kampung Keling (dulu namanya kampung Madras dan sekarang sudah diganti kembali namanya seperti dulu oleh Gubernur Sumatera Utara bapak H. Syamsul Arifin, SE. yaitu Kampung Madras) dan satu lagi terletak di Jl. Gajah Medan.

3.2 Contoh Warga Indonesia Keturunan India

Penjelasan poin 3.2 berikut ini adalah yang dikutip dari

http://id.wikipedia.org/wiki/India-Indonesia yang telah diringkas.

Ada beberapa kelompok suku India-Indonesia yang telah lama menetap di Indonesia. Kelompok suku masyarakat Tamil dari India Selatan banyak terdapat di daerah Sumatera Utara (Medan, Pematang Siantar, dan lain-lain). Banyak dari mereka yang didatangkan oleh pemerintah kolonial Inggris untuk bekerja di perkebunan-perkebunan yang dibuka di daerah


(61)

tersebut. Marimutu Sinivasan adalah seorang pengusaha India-Indonesia yang berasal dari suku Tamil, yang dilahirkan di Sumatera Utara.

Di Jakarta, masyarakat Tamil-Indonesia mempunyai organisasi yang bernama Indonesia Tamil Tamram yang bergerak dalam pelestarian bahasa dan budaya Tamil, membangun saling pengertian antara orang India dan Indonesia, dan memberikan kesempatan belajar bagi anak-anak Tamil di Indonesia untuk belajar bahasa ibu mereka.

Untuk maksud tersebut, organisasi ini mengadakan kursus bahasa dan budaya, membagikan literatur dalam bahasa Tamil, menyelenggarakan berbagai kegiatan terkait, seperti debat, drama, tarian, dan musik, mendatangkan artis-artis terkenal dari India dalam bidang tari, musik, drama, dan lain-lain.

Namun sayangnya di Medan organisasi suku Tamil ini tidak aktif lagi seperti yang diharapkan oleh para kaum yang sudah tua (50 tahun ke atas). Dulunya terdapat sekolah Tamil namun pada tahun 1980 sekolah ini ditutup. Begitu juga dengan pelajaran bahasa Tamil. Sebelumnya suku Tamil ini memberikan kesempatan kepada anak-anak untuk belajar bahasa Tamil di berbagai tempat ibadah secara geratis, namun sekarang sudah tidak begitu aktif lagi anak-anak itu belajar sehingga banyak mereka yang sudah tidak bisa membaca dan menulis bahasa Tamil. Sebenarnya banyak orang-orang tua


(62)

yang sangat menyesalkan hal ini dan mereka sangat berharap agar generasi muda mereka tetap mempertahankan bahasa maupun kebudayaan mereka. Adapun ciri-ciri masyrakat Tamil adalah berkulit hitam.

Kelompok suku masyarakat Punjabi dari India Utara banyak terdapat di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, dan lain-lain. dan pada umumnya mereka hidup sebagai pedagang. Banyak dari mereka yang beragama Sikh. Beberapa tokoh terkemuka dari masyarakat ini misalnya adalah Raam Punjabi, raja sinetron Indonesia dan istrinya, Rakhee Punjabi, H.S. Dillon, pakar ekonomi pertanian.

Seorang tokoh Punjabi-Indonesia yang sering terlupakan adalah Gurnam Singh, pelari maraton pada era 1960-an yang menjadi pelari tercepat Asia pada Asian Games 1962 di Jakarta. Gurnam Singh juga berasal dari Sumatera Utara.

Ciri-ciri masyarakat Punjabi adalah berkulit putih atau kuning langsat. Kalau lelaki di akhir nama memakai Singh dan perempuan memakai Kaur. Adapun suku Punjabi yang dikenal juga dengan istilah umat Sikh adalah sebagai berikut :

1. Memakai sorban (untuk pria)

2. Memakai khera (atau gelang baja berwarna putih) sebagai tanda bahwa umat Sikh tidak dapat dipecah belah bagai baja


(63)

3. Membawa kirpan atau pedang untuk membela diri (mirip budaya Melayu Palembang)

4. Mesh (yaitu umat Sikh sangat tidak dianjurkan memotong rambut atau satu helai pun bulu di tubuhnya) dan

5. Membawa kanga (sisir untuk merapikan rambut).

Sebenarnya banyak orang yang salah tafsir atau pengertian terhadap suku Punjabi ini. Banyak orang beranggapan bahwa suku Punjabi ini adalah suku Benggali yaitu orang-orang yang menjual susu. Benggali (Bangla) adalah orang Bangladesh yang mana mereka adalah suku Pakistan yaitu Pakistan Timur. Jadi sangat jahu perbedaannya baik dari sisi agama maupun bahasa.

Selain itu, di Indonesia ada pula kelompok suku masyarakat Sindhi yang juga banyak berperan dalam dunia perdagangan di Indonesia. Mereka umumnya bergerak di bidang industri garmen dan tekstil, makanan dan pertanian, perfilman, intan, permata dan batu-batu mulia. Masyarakat Sindhi di Indonesia mempunyai organisasi sosial yang bernama Gandhi Seva Loka yang banyak memberikan bantuan kepada komunitas mereka sendiri, serta menyelenggarakan program orang tua asuh secara teratur. Organisasi ini juga menolong kaum fakir-miskin di kalangan masyarakat yang lebih luas,


(64)

khususnya ketika ekonomi negara dilanda krisis yang berkepanjangan. Di Medan suku Sindhi ini adalah orang-orang yang jualan di toko sport.

Di dalam aktifitas sosialnya, masyarakat India-Indonesia mendirikan sekolah Gandhi International School di Jakarta. Selain itu, ada pula beberapa Gurdwara, tempat ibadah masyarakat Sikh, dan kuil Hindu untuk mereka yang beragama Hindu.

Berbagai kelompok masyarakat dari anak benua India telah datang ke kepulauan Indonesia sejak masa pra-sejarah. Di Bali, misalnya, berbagai sisa keramik sejak abad pertama Masehi telah ditemukan. Malah nama Indonesia sendiri berasal dari bahasa Latin Indus "India" dan bahasa Yunani nêsos "pulau" yang secara harafiah berarti 'Kepulauan India'.

Sejak abada ke-4 dan ke-5, pengaruh budaya India menjadi semakin jelas. Bahasa Sansekerta digunakan dalam berbagai prasasti. Namun sejak abad ke-7, huruf India semakin sering dipergunakan untuk menulis bahasa-bahasa setempat yang kini sudah mengandung banyak kata pinjaman bukan saja dari bahasa Sansekerta, tetapi juga dari berbagai bahasa Prakerta dan bahasa-bahasa Dravida.


(65)

Selain itu, masyarakat pribumi Indonesia pun mulai memeluk agama-agama India, khususnya Siwaisme dan Buddhisme. Namun ada pula pemeluk Wisnuisme dan Tantrisme.

Belakangan, dengan bangkitnya Islam, agama Islam pun dibawa ke Indonesia oleh orang-orang Gujarat sejak abad ke-11, bukan untuk menggantikan sistem-sistem keagamaan yang sudah ada, melainkan untuk melengkapinya.

3.3 Rumpun Bahasa

Republik India adalah sebuah negara di Asia yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak kedua di dunia, dengan populasi lebih dari satu milyar jiwa, dan adalah negara terbesar ketujuh berdasarkan ukuran wilayah geografis. Jumlah penduduk India tumbuh pesat sejak pertengahan 1980-an. Ekonomi India adalah terbesar keempat di dunia dalam PDB, diukur dari segi paritas daya beli (PPP), dan salah satu pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia. India, negara dengan sistem demokrasi liberal terbesar di dunia, juga adalah muncul sebagai kekuatan regional yang penting, memiliki kekuatan militer terbesar dan mempunyai kemampuan senjata nuklir.

Terletak di Asia Selatan dengan garis pantai sepanjang 7.000 km, dan bagian dari anak benua India, India merupakan bagian dari rute perdagangan


(66)

penting dan bersejarah. Dia membagi perbatasan dengan Pakistan, Republik Rakyat Cina, Myanmar. Banglades, Nepal, Bhutan, dan Afganistan. Sri Lanka, Maladewa, dan Indonesia adalah negara kepulauan yang bersebelahan.

Negara bagian dan wilayah India: 1. Andhra Pradesh

2. Arunachal Pradesh 3. Assam 4. Bihar 5. Chhattisgarh 6. Goa 7. Gujarat 8. Haryana

9. Himachal Pradesh 10.Jammu dan Kashmir 11.Jharkhand

12.Karnataka 13.Kerala

14.Madhya Pradesh

15.Maharashtra 16.Manipur 17.Meghalaya 18.Mizoram 19.Nagaland 20.Orissa 21.Punjab 22.Rajasthan 23.Sikkim 24.Tamil Nadu 25.Tripura 26.Uttaranchal 27.Uttar Pradesh 28.Bengal Barat

Katzhner (1997 : 10) mendeskripsikan rumpun bahasa Indo-Eropa merupakan bahasa dunia terluas yang meliputi bahasa Eropa, Amerika dan Asia. Termasuk dua bahasa klasik yang antik yaitu bahasa Latin dan Yunani; bahasa-bahasa Jermanik seperti bahasa Inggris, Jerman, Belanda, dan Swedia; bahasa-bahasa Romania seperti Itali, Francis, Spanyol dan Portugis; bahasa-bahasa Celtik, seperti Geilik dan Welsh; bahasa-bahasa Slavik seperti Rusia, Polish, Czech, dan Serbo-Croatian; bahasa-bahasa Baltic seperti Lithuani dan Latvini; bahasa-bahasa Iranian seperti Persi dan Pashto; bahasa-bahasa Indic seperti Sansakerta dan Hindi dan banyak lagi


(67)

bahasa campuran lainnya seperti Albania dan Armenia. Sedang yang tidak termasuk rumpun Eropa adalah Basque, Finnish, Hungaria dan Turki.

Bahasa Indic dikenal juga sebagai bahasa Indo-Arya; yang tersebar luas di 2/3 (dua pertiga) India bagian Utara termasuk Pakistan, Banglades, Sri Lanka dan Nepal. Di India bahasa Indic yang paling dominan adalah Hindi, Urdu (sangat mirip dengan bahasa Hindi), Bengali, Punjabi, Marathi, Gujarat, Oriya dan Assam. Bahasa Urdu, dan Punjabi begitu juga Sindhi digunakan juga di Pakistan sementara Bengali juga merupakan bahasa Banglades. Bahasa Indic yang lainnya adalah Sinhales, yaitu bahasa utama di Sri Lanka, sementara bahasa Nepal digunakan di Nepal, bahasa Kasmir digunakan di Kasmir, Roma bahasa orang-orang Gypsi termasuk dalam rumpun Indic.

Bahasa Dravida pada umumnya terdapat di.India Selatan walaupun ada juga di Sri Lanka dan di Pakistan. Terdapat lebih kurang 30 bahasa Dravida. Berikut adalah bahasa daerah yang digunakan di India sebagai bahasa resmi (bahasa Nasional);


(68)

Tabel 4 Bahasa Resmi Yang Diterapkan di India

Bahasa Keluarga/Rumpun Negara

Assam Indo-Arya, Timur Assam

Benggala Indo-Arya, Timur Andaman & Nicobar Islands , Tripura , West

Bengal

Bodo Tibeto-Burman Assam

Dogri Indo-Arya, Utara Jammu dan Kashmir

Gujarati Indo-Arya, Barat Dadra dan Nagar Haveli , Daman dan Diu ,

Gujarat

Hindi berbagai Indo-Arya,

Kepulauan Andaman dan Nikobar , Arunachal Pradesh , Bihar , Chandigarh , Chhattisgarh, Haryana , Himachal Pradesh , Jharkhand , Madhya Pradesh , Rajasthan , Uttar Pradesh dan Uttarakhand

Kannada Dravida, Selatan Karnataka .

Kashmir Dardic Jammu dan Kashmir

Konkani Indo-Arya, Selatan Goa , Karnataka , Maharashtra , Kerala

Maithili Indo-Arya, Timur Bihar

Malayalam Dravida, Selatan Kerala , Andaman dan Nikobar , Lakshadweep

, Puducherry

Manipuri Tibeto-Burman Manipur

Marathi Indo-Arya, Selatan Maharashtra , Goa , Dadra & Nagar Haveli ,

Daman dan Diu , Madhya Pradesh , Karnataka

Nepal Indo-Arya, Utara Sikkim , West Bengal , Assam

Oriya Indo-Arya, Timur Orissa

Punjabi Indo-Arya Chandigarh , Delhi , Haryana , Punjab

Sansekerta Indo-Arya Non-bahasa daerah.

Santhali Munda

Santhal suku-suku dari Chota Nagpur Dataran Tinggi (terdiri dari negara bagian Bihar , Chattisgarh , Jharkhand , Orissa )

Sindhi Indo-Arya,

Northwestern Bahasa non daerah.

Tamil Dravida, Selatan Tamil Nadu , Andaman & Nicobar Islands ,

Puducherry ;

Telugu Dravida,

Selatan-Tengah

Andaman & Nicobar Islands , Andhra Pradesh , Puducherry ;

Urdu Indo-Arya, Tengah Jammu dan Kashmir , Andhra Pradesh , Delhi ,

Bihar , Uttar Pradesh

Berikut adalah contoh bahasa Punjabi dan Tamil baik dalam bentuk kosa kata maupun dalam bentuk kalimat yang sederhana.


(69)

Tabel 5 Kosa Kata Bahasa Punjabi Dan Tamil Bahasa

No

Indonesia Punjabi Tamil

1 mata akha kane

2 kaki per kale

3 ayam murgi koli

4 anjing kutta nai

5 cabe merca mollowa

6 kentang alu kellende

7 makan khana sappede

8 mandi nala kulli

9 cantik soni allege

10 hitam kala karrepe

Tabel 6 Kalimat Sederhana Bahasa Punjabi dan Tamil Bahasa

No

Indonesia Punjabi Tamil

1 Apa kabar? Kya hal hai? Yenna sedi?

2 Mau kemana? Kithe jana? Ingge porengge?

3 Terimakasih Meherbani Nandri

4 Siapa namamu? Tera ki naam? O pere yenna?

5 Salam Sasrikal Wanekem

6 Aku suka kamu Me tumshe pyar karta hoon Nan o melle phireyu 7 Aku tidak tahu Mujhe nahi peta Yenneke teriyade

3.4 Masa Kedatangan Tentara Sekutu Dan Masa Awal Kemerdekaan R.I Pada tanggal 17-8-1945 Bung Karno memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia. Di Medan dan Residensi Sumatera Timur terjadi banyak kesimpangsiuran karena terputusnya hubungan Jawa - Sumatera sejak zaman Jepang.


(70)

Delegasi Sumtera Timur, Mr. Teuku Hasan dan Dr. M. Amir, anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan, pulang dari Jakarta tidak bertindak apa-apa. Sebaliknya timbul isu bahwa Tengku Dr. Mansyur memimpin pihak raja-raja untuk mempersiapkan “Komite Van Ontvangst” (Panitia Penyambutan) kedatangan Belanda kembali terutama ketika Kapten Turked Westerling cs. Mendarat di Polonia Medan tanggal 12 September 1945 dan membentuk secara tergesa-gesa pasukan NICA Belanda dari bekas tawanan Jepang Medan. Pada tanggal 30 September 1945 para pemuda Indonesia terutama bekas Gyugun dan Heiho pimpinan Ahmad Tahir mulai membentuk Badan Pemuda Indonesia dan Lahirlah berbagai kesatuan bersenjata dari kalangan bangsa Indonesia.

Pada tanggal 10 Oktober – 5 Nopember 1945 berbagai unit tentara Inggeris/Sekutu dari Divisi ke-26 yang didatangkan dari front Burma mendarat di Belawan. Divisi itu sepenuhnya terdiri dari bangsa India dan kekuatan ini ditambah lagi mendarat pada tanggal 5 Januari 1946 dengan beberapa resimen dari India langsung. Terjadilah bentrokan setiap hari antara Tentara sekutu/India Inggeris ini melawan laskar-laskar rakyat Indonesia di front Medan Area. Tentara sekutu yang diwakili oleh Devisi ke 26 India – Inggeris yang masuk ke Belawan tanggal 10 Oktober 1945 sebanyak 5000 yang dikepalai oleh Brig. Jendral . T.D.E Kelly terdiri atas:


(71)

Antara tanggal 10 Oktober dan 5 Nopember 1945 telah didaratkan di Belawan berbagai unit dari Tentara India – Inggeris dari Devisi ke 26 yaitu : 1. Headquarters Royal Artillery

2. 6SWB (ditempatkan di Berastagi)

3. Administrative Unit

4. 8/8 Punjab Regiment

5. 2 Frontier Force Rifles (ditempatkan di Binjai)

Kekuatan itu kemudian ditambah lagi pada tanggal 5 Januari 1946, berhubungan meningkatnya perlawanan rakyat di Medan Area. Pasukan yang langsung didatangkan dari India itu ialah:

1. 7 India Field Regiment

2. 1 India Anti-Tank Regiment

3. 6 Raiputana Rifles

4. Machine Gun Batalion Frontier Force Rifles

5. “A” Squadron 146 Royal Amoured Corp (pasuka kereta kebal)

6. 2 Patiala Infantry

Banyaklah anggota tentara Inggeris bangsa India (terutama yang Islam) yang menyeberang ke pihak Indonesia dengan membawa senjata mereka. Mereka digabung di dalam laskar unit bangsa India yang dipimpin oleh seorang bekas petinju, Young Sattar. Tetapi sayangnya di India sendiri terjadi pertempuran hebat antara yang beragama Islam yang amat mengingini


(72)

pemisahan yang membentuk Negara Pakistan dengan bangsa India beragama Hindu. Effeknya banyaklah orang-orang India di perkebunan di Binjai/Siantar/Serdang/Medan minta perlindungan kepada Tentara India-Inggeris itu. Sebagian kuli-kuli Tamil Pengungsi dari luar kota itu ditempatkan di dalam berbagai tenda besar di dekat lapangan terbang Polonia Medan (“Pondok Terpal”).

Ketika tahun 1946 itu Kota Medan diduduki Tentara India-Inggeris Divisi ke-26, maka banyaklah pasukan yang beragama Islam menyatakan diri mereka golongan “Pakistan” bergabung dengan pasukan bersenjata bangsa Indonesia. Sering terjadi insiden antara mereka dengan orang Tamil Hindu di luar Kota Medan, sehingga banyaklah orang asal India Non-Muslim itu berlindung kepada Tentara Sekutu di Medan.

Sekitar bulan Agustus 1946 ada sekitar 4000 orang Tamil Hindu yang pulang dengan kapal lansung ke India atau ke Malaya. Kebanyakan dari mereka yang masih tinggal di Medan menjadi warga negara Indonesia berpencar mencari nafkah ke berbagai tempat Sumatera dan Jawa.

Banyak wanita Tamil tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga, tetapi bagaimanapun mereka masih menjadi sumber adat serta agama dan penyelenggaraan adat perkawinan di antara orang Tamil banyak berserah kepada kaum ibu.


(1)

7.2 Saran

Peneliti sangat mengharapkan agar bahasa Tamil ini dapat dipertahankan untuk itu dianjurkan khususnya kepada masyarakat Tamil agar lebih berusaha untuk mempertahankan bahasa maupun kebudayaan Tamil dengan membuka kursus bahasa Tamil lagi dan mempraktekkan bahasa tersebut di berbagai ranah.

Diharapkan adanya kesadaran para remaja atau pemuda untuk menggunakan bahasa Tamil apabila berjumpa dengan antarsuku agar bahasa Tamil tidak akan punah dalam waktu 10 atau 20 tahun lagi sebagaimana perkiraan peneliti maupun dari orang-orang tua di mana kemungkinan besar hal ini akan terjadi seandainya tidak segera diantisipasi.

Dengan punahnya bahasa Tamil ini maka akan berkurang pula salah satu bahasa daerah di Indonesia dan Medan khususnya.

Para orang tua suku Tamil diharapkan agar memaksa anak mereka untuk menggunakan bahasa Tamil sejak dari bayi sebagaimana yang diterapkan oleh suku Cina.

Diharapkan bagi para suku Tamil yang sudah mapan dalam ekonomi supaya mau menyumbangkan dana atau sebagai donator agar rencana untuk membangkitkan bahasa Tamil ini melalui pendidikan gratis.

Keterlibatan suku non Tamil sangat diharapkan untuk memberi motivasi terhadap anak-anak maupun para remaja akan pentingya mengetahui


(2)

adalah “Apa manfaat belajar bahasa Tamil”? Mereka menganggap bahwa mempelajari bahasa Tamil tidak ada gunanya maupun manfaatnya terhadap dunia kerja.

Peneliti juga mengharapkan agar adanya perhatian dari pemerintah Indonesia khususnya Badan Pusat Statistik Kota Medan untuk lebih memperhatikan suku India karena begitu minimnya informasi yang dapat diperoleh mengenai suku India ini bahkan dalam Buku Saku Data Pokok Statistik Kota Medan (Badan Pusat Statistik Kota Medan), suku India tidak tercantum. Untuk itu sangat diharapkan agar selesai sensus tahun 2010 ini keberadaan suku India sudah terdaftar di BPS kota Medan.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Appel, Rene & Pieter Musyken 1986. Language Contact and Bilingualism, Amsterdam, Edward Arnold.

Badan Pusat Statistik Kota Medan 2008. Buku Saku Data Pokok Statistik Kota Medan. Badan Pusat Statistik Kota Medan.

Badan Pusat Statistik Kota Medan 2008. Medan Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kota Medan.

Blom, JP & Gumperz, J. (1972). Social Meaning in Linguistic Structures. Holt New York : Rinehart & Winston.

Blommfield, Leonard 1933. Language. New York : Rinehart & Winston.

Bogdan, Robert C & S.K. Biklen. 1982. Qualitative Research For Education: An Introduction To Theory and Methods. London: Allyn and Bacon Inc.

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta : Kencana Prenada MediaGroup. Ditmarr, Norbert 1978. Language in Society. Cambridge : Cambridge University

Press.

Edwards, John. 1994. Multilingualism. England: Penguin Books.

Evin-Tripp, Susan M. 1972 “Sociolinguistic Rules of Address”. Dalam John B Pride & Janet.

Holmes 1993. Sociolinguistics. Harmondsworth: Penguin.

Fasold, Ralph 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford : Blackwell.

Ferguson, C.A. 1959. Diglossia, Language and Social Context. (Ed). Giglioli, P. P. Harmonds-worth: Penguin,

Fishman, Joshua A. 1968. Reading in The Sociology of Language. Paris: Mouton Haque.


(4)

Fishman, Joshua A. 1971. Advances in The Sociology of Language Volume I Mouton & Co. N.V Publishers, The Hague Netherlands

Fishman, Joshua A. 1972. Advances in The Sociology of Language Volume II Mouton & Co. N.V Publishers, The Hague Netherlands

Gal, Susan. 1979. Language Shift: Social Determinants of Linguistic Change in Bilingual Austria. New York: Academic Press

Giles, Howard, (Ed.) 1977. Language, Ethnicity, and Intergroup Relations. London: Academik Press.

Groesjean, Fracois. 1982. Life with Two Languages. Cambridge: Harvard University Press.

Gumperz, John J & Delly Hymes 1972, Directions in Sociolinguistics; The Ethnography of Communication Printed in the United States of America.

Haugen, Einar 1972. The Ecology of Language. Stanford, California: Stanford University Press.

Kartomihardjo, Soeseno. 1988. Bahasa Cermin Kehidupan Masyarakat. Jakarta: Depdikbud.

Katzner, Kenneth 1997. The Languages of The World, Third Edition, London and New York : Routledge.

Mukhamdanah 2005. Pemertahanan Dan Sikap Bahasa di Kalangan Mahasiswa WNI Keturunan Cina di Medan dalam Konteks Kedwibahasaan Balai Bahasa Medan Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Nababan, P.W.J, 1978. Sosiolinguistik. Suatu Pengantar. Jakarta : Gramedia.

Ohoiwutun, Paul 1997. Sosiolinguistik; Memahami Bahasa dalam Konteks Masyarakat dan Kebudayaan penerbit Jakarta : Kesaint Blank.

Polili, Andi Wete. 2001. Perilaku Pilih Bahasa dan Alih Kode di Kalangan Mahasiswa Program Studi Bahasa Perancis FBS Universitas Negeri Medan (Tesis). Medan: Program Pasca Sarjana USU


(5)

Pride, J.B. & Janet Holmes1974, Sociolinguistics. Great Britain : Hazell Watson & Viney.

Reyfield, J.R 1970. The Language of Bilingual Community. Mouton : The Hague Saville-Troike, Muriel 1982. The Ethnography of Communication. Southampton The

Camelot Press.

Sibarani, Robert. 2004. Antropolinguistik. Medan: Penerbit Poda

Sigiro, Elisten Paruian. 2009. Fenomina Diglosia dan Sikap Kebahasaan Penutur Bahasa Simalungun di Kota Pematang Siantar (Tesis). Medan: Program Pasca Sarjana USU.

Simanjutak, Mangantar. 2008. Pemerolehan Bahasa dan Gramatika Generatif. Medan: Program Studi Magister Linguistik USU.

Sinar Barsyah-II, Luckman 2008. Orang India di Sumatera Utara penerbit FORKALA -Sumut

Siregar, Bahren Umar 1995. Language Choice: Linguistic Diversity in Bilingual Indonesian Speech Behaviour. Medan: USU Press.

Siregar, Bahren Umar 1996. Code Alternation in Bilingual Speech Behaviour; Bahasa Indonesia-English Language Mixing USU Press.

Siregar, Bahren Umar dkk. 1998. Pemertahanan Bahasa dan Sikap Bahasa Kasus Masyarakat Bilingual di Medan. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Soeparto, Sri Hartini. 2001. Kemampuan Orang Jawa Medan dalam Menggunakan Ragam Bahasa Jawa (Tesis). Medan: Program Pasca Sarjana USU

Subroto, Edi. 2007. Pengantar Metode Penelitian : Linguistik Struktural. Surakarta: UNS Press

http://id.wikipedia.org/wiki/India-Indonesia; diunduh tanggal 16 Maret 2010 jam 23:15

http://ceria.bkkbn.go.id/referensi/substansi/detail/19; diunduh tanggal 28 Juli 2010 jam 01:20


(6)

http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20100309202703AAeyQPM; diunduh tanggal 28 Juli 2010 jam 01:30

http://episentrum.com/artikel-psikologi/psikologi-remaja-karakteristik-dan-permasalahannya/#more-190; diunduh tanggal 28 Juli 2010 jam 01:43 http://sekolah.8k.com/rich_text_3.html; diunduh tanggal 29 Juli 2010 jam 15:33