Studi Tentang Pembelanjaan Usaha Pertanian di Jawa Tengah (Studi Kasus di Desa Larangan dan Desa Puncangrejo)
I
STUD8 TENmlblQ PENIBPLANJAAPI D A L A M U S A H A
PERTANIAN
RAKYAT
Dl JAW&
(STUDI KASUS Q I DEEA LARANQAN
TENGAM
DAN DBSA PUGAHOREJO)
Oleh
BASUKI SUWARDO
L
FAKULTAS PASCA SARJANA
INSTlTUT PERTANIAN
1980
BOGOR
BASUKI SUWARDO.
Studi Tentang Pembelanjaan Dalam Usaha Pertanian Rak
yat Oi Jawa Tengah, Studi Kasus di Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
(Di bawah bimbingan WILLIAM L. COLLIER, sebagai ketua, RUDOLF S. SINA
GA dan M. AMIN AZIS sebagai anggota).
!
Tujuan penelitian ini ialah mengetahui cara bagaimana atau
dari
-
sumber mana saja kebutuhan modal dalam usaha pertanian rakyat dipe
nuhi, seberapa jauh petani berhasil mengelola usaha pertaniannya, ser
ta seberapa jauh kemampuan petani dalam pernbentukan modal.
Daerah pe
nelitian hanya meliputi dua desa dan responden dibatasi hanya pada pz
tani pemilik penggarap dengan dua pola pergiliran tanaman. Yaitu untuk pola pergiliran tanaman padi
- bawang merah di desa Larangan Ka -
bupaten Brebes, dan untuk pola padi
b
- temakau
di desa Pucangrejo Ka -
bupaten Kendal.
Secara umum tidak terdapat banyak perbedaan mengenai kondisi pem
belanjaan dalam usaha pertanian di kedua desa sampel. Pada umumnya
petani tidak mengenal adanya pemisahan antara urusan usaha tani de
-
ngan urusan rumah tangga yang lain, sehingga dalam pengelolaan keuang
an juga tidak dijumpai adanya pemisahan secara khusus. Dana yang tersedia terbuka untuk berbagai tujuan penggunaan, dan secara fleksibel
dibelanjakan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan yang paling mendesak pa
da saat itu. Oleh sebab itu berbagai usaha yang dilakukan oleh anggo
ta rumah tangga petani dalam menyediakan alat-alat pembayaran/dana,
sukar untuk diidentifikasi sebagai untuk satu tujuan penggunaan ter
-
tentu saja, misalnya untuk tujuan usaha tani, untuk kebutuhan rutin
rumah tangga dan sebagainya. Dengan perkataan lain ialah bahwa
dari
segi pembelanjaan, usaha pertanian rakyat ini tidak dapat dipelajari
secara tersendiri sebagai suatu badan usaha terpisah dari rumah tangga petani.
Sehubungan dengan masuknya usaha tanaman perdagangan (bawang merah/tembakau) dalam pola pergiliran tanaman, kebutuhan petani akan mo
dal/dana menjadi lebih besar daripada yang dibutuhkan kalau petani
hanya mengusahakan tanaman pangan (padi).
Untuk usaha tani bawang me
-
rah secara rata-rata petani telah mengeluarkan dana sebesar 3,4 kali
lipat daripada yang diperlukan untuk usaha tani padi di desa Larang an.
-
Sedang untuk usaha tani tembakau di desa Pucangrejo, petani me
ngeluarkan dana sebesar 3,8 kali lipat daripada yang diperlukan untuk
usaha tani padi. Dengan berbagai cara ternyata petani juga mampu meng
usahakan tanaman perdagangan tersebut, bahkan nalaupun pemerintah tidak menyediakan bantuan kredit secara khusus seperti halnya usaha tani padi.
Orientasi petani yang pertama dalam ha1 pembelanjaan pada umum nya ialah pada pendapatan usaha tani dari musim tanam yang terakhir.
Apabila dari sumber ini tidak dapat memenuhi jumlah dana yang diper
-
lukan, maka selanjutnya petani akan berusaha untuk menggali sumber
-
sumber dana yang lain secara lebih intensif. Sumber-sumber dana
dimaksud antara lain ialah
:
yang
kerja sampingan, menjual atau menyewa-
kan aset, dan mencari pinjaman (kredit).
Kebutuhan dana untuk usaha
tani bawang merah atau tembakau ternyata tidak dapat terpenuhi, kalau
petani hanya menggantungkan diri pada pendapatan dari usaha tani yang
mendahuluinya, yaitu usaha tani padi.
-
Maka jelas bahwa untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut petani ter
paksa harus menggali sumber-sumber dana yang lain.
Usaha tersebut
tercermin pula pada pola atau struktur penerimaan dalam pendapatan
rumah tangga petani.
Pada tingkat pendapatan rumah tangga petani
yang rendah, di desa Pucangrejo, penerimaan dari sumber-sumber kre dit menjadi menonjol.
Dari data yang terku~npuldiketahui bahvia jum-
lah kredit yang diterima oleh rumah tangga petani berkorelasi secara
positip dengan luas lahan yang dikuasainya, yaitu di masing-masing
desa dengan koefisien korelasi sebesar 0 , s .
Di samping dari sumber
kredit, ternyata rumah tangga petani rnasih menerima pula tambahan da
na dari hasil kerja rnereka sebagai buruh atau usaha sampingan
yang
lain (di luar usaha taninya sendiri) dan dari hasil penjualan
atau
penyewaan aset.
Mengenai penerimaan pendapatan yang berasal dari lg
ar usaha tani sendiri, data yang ada menunjukkan adanya korelasi secara negatip dengan luas lahan usaha tani yang dikuasai oleh petani,
yaitu di masing-masing desa sampel dengan koefisien korelasi sebesar
-0,L.
Walaupun usaha petani untuk mengusahakan tanaman perdagangan
tersebut kelihatannya melebihi kernampuan petani untuk membiayainya,
namun ternyata bahwa usaha tersebut rnerupakan suatu langkah yang positip dalam rnengejar pendapatan (laba kotor) yang lebih tinggi
lahan pertaniannya.
dari
Secara statistik telah dibuktikan bahwa, dengan
taraf kepercayaan sebesar 99 %, laba kotor yang diterima dari usaha
tani bawang rnerah dan usaha tani tembakau untuk seluruh sampel ada
lah lebih tinggi daripada laba kotor yang diterima dari usaha tani
padi .
-
Ini berarti bahwa dengan usaha tanaman perdagangan tersebut, petani
telah berhasil meningkatkan efisiensi daripada penggunaan lahan pertaniannya.
Dengan memperbandingkan antara jumlah penerimaan pendapatan dan
jumlah belanja rumah tangga petani, dapat diketahui bahwa potensi
pembentukan modal oleh petani adalah sangat terbatas. Bahkan apabila
rumah tangga petani harus melunasi pula tunggakan hutangnya, saldo
anggaran untuk seluruh kelompok petani menunjukkan jumlah yang defisit, kecuali kelompok petani luas di desa Larangan.
Hal ini berarti bahwa pada petani tidak tersedia lagi dana yang da pat dipergunakan sebagai modal kerja untuk usaha tani pada periode
berikutnya, bahkan masih juga mempunyai tunggakan hutang.
Keadaan
ini menunjukkan bahwa petani sudah harus menghadapi dan menyelesai kan problema pembelanjaan, sejak awal daripada tahun anggaran ber
ikutnya.
-
STUD1 TENTANG PEMBELANJAAN DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT
D I JAWA TENGAH
( S T U D I KASUS DI DESA LARANGAN DAN DESA PUCANGREJO)
oleh
BASUKI SUWARDO
T e s i s s e b a g a i s a l a h s a t u s y a r a t untuk rnernperoleh g e l a r
Magister S a i n s
pada
F a k u l t a s Pasca S a r j a n a , I n s t i t u t P e r t a n i a n Bogor
JURUSAN I L M U EKONOMI PERTANIAN
B o g o r
1 9 8 0
Judul tesis
:
S T U D 1 TENTANG PEMBELANJAAN DALAM USAHA PERTANIAN
RAKYAT D I JAWA TENGAH ( S T U D I KASUS D I DESA
LARANGAN DAN DESA PUCANGREJO)
Narna m a h a s i s w a
:
BASUICI SUWARDO
N o r n o r pokok
:
78001
Menyetujui
1.
Kornisi P e n a s e h a t
( D r William L . C o l l i e r )
Ketua
( D r Ir R u d o l f S. S i n a g a )
Anggota
( D r I r M. A r n i n A z i s )
Anggota
Fakultas Pasca Sarjarla
Ir E d i G u h a r d j a )
Tanggal
lulus
:
1 3 N o v e m b e r 1980
P e n u l i s d i l a h i r k a n pada t a n g g a l 1 J a n u a r i 1 9 4 1 d i Sernarang.
Orang t u a n y a a d a l a h S r i A r t a t i d a n R . Soewardo.
Pada t a h u n 1 9 6 1 i a
l u l u s d a r i SMA N e g e r i d i Sernarang.
P e n u l i s mernperoleh g e l a r S a r j a n a dalarn b i d a n g Ilrnu Ekonomi Umurn
d a r i F a k u l t a s Ekonorni U n i v e r s i t a s D i p o n e g o r o , Semarang, pada t a h u n
1968.
Pada t a h u n 1 9 7 5 i a rnengikuti p e n d i d i k a n Purna S a r j a n a Ekonorni
P e r t a n i a n pada F a k u l t a s Ekonorni U n i v e r s i t a s Gadjah Mada, Y o g y a k a r t a .
J a b a t a n p e n u l i s s e k a r a n g a d a l a h s e b a g a i d o s e n t e t a p pada Fakul-
t a s Ekonomi U n i v e r s i t a s D i p o n e g o r o , Semarang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis sangat berterima kasih kepada Dr William L. Collier, penasehat utamanya, atas saran dan bimbingannya selama penelitian.
Kepada anggota penasehat lainnya, Dr Ir Rudolf S. Sinaga dan
Dr Ir M. Amin Azis atas saran dan kritik mereka diucapkan terima ka
-
sih.
Penulis juga sangat berterima kasih kepada pihak "The Agricultur
a1 Development Council, Inc.", atas bantuan keuangan selama pendidikan. Demikian pula kepada isteri penulis, Sri Heriani, dan anak-anak
penulis
:
Bayu, Austa, Boma dan Delta atas dukungan dan dorongannya.
Kepada semua pihak, yang belum disebutkan, yang telah membantu
terlaksananya penelitian penulis diucapkan terima kasih.
Halaman
......................................
I.
PENDAHULUAN .......................................
Latar Belakang ...............................
Tujuan Penelitian ............................
Perumusan Masalah dan Hipotesa ...............
Tinjauan Pustaka .............................
Metodologi ...................................
I1 . GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...................
Lokasi Daerah ................................
DAFTAR TABEL
Mata Pencaharian Penduduk
....................
...........................
I11 . GAMBARAN UMUM PETANI SAMPEL .......................
Keadaan Petani Sempel ........................
Kegiatan Usaha Petani Sampel .................
IV . KEBUTUHAN MODAL DALAM USAHA TAN1 ..................
Penguasaan Modal oleh Petani .................
Kondisi Usaha Tani
Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga dan Non Kelu-
.........................................
Kebutuhan Modal bagi Usaha Tani ..............
Penggunaan Modal Sendiri dan Modal Luar ......
V . PENDAPATAN USAHA TAN1 .............................
Pemilihan Pola Rotasi Tanaman ................
Biaya dan Pendapatan Usaha Tani ..............
arga
Halarnan
F l u k t u a s i Pendapatan Usaha Tani
PENDAPATAN DAN BELANJA RUMAH TANGGA
Surnber Pendapatan Rurnah Tangga
..............
...............
...............
...........
. P o t e n s i Pernbentukan Modal ....................
V I I . KESIMPULAN DAN SARAN ..............................
Kesirnpulan ...................................
Kebutuhan dan B e l a n j a Rurnah Tangga
Saran-saran
..................................
....................................
..........................................
115
121
121
138
147
154
154
160
DAFTAR PUSTAKA
162
LAMPIRAN
163
DAFTAR TABEL
Halaman
Teks
1.
Mata P e n c a h a r i a n Penduduk Desa Larangan dan Desa
Pucangrejo tahun 1979
2.
Luas Tanah Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
3.
Jumlah Sampel P e t a n i d i Desa Larangan dan Desa
Pucangrejo
.....................
...
..............................
4 . Luas M i l i k , J e n i s Lahan, dan Luas Garapan Usaha
Tani d i Desa Larangan t a h u n 1979
..........
5.
Luas M i l i k , J e n i s Lahan, dan Luas Garapan Usaha
Tani d i Desa Pucangrejo tahun 1979
6.
T i n g k a t Pendidikan P e t a n i Sampel d i Desa Laranga n dan Desa Pucangrejo
7.
Jumlah Anggota Keluarga dan Angkatan K e r j a d a r i pada P e t a n i Sampel d i Desa Larangan dan
Pucangrejo
........
....................
................................
8.
N i l a i Aset Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Larangan
( F e b r u a r i 1980)
9.
N i l a i Aset Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Pucangrej o (Maret 1980)
10.
P e r h i t u n g a n Biaya Usaha Tani P a d i , Bawang Merah,
Cabe Merah, dan Tembakau p e r Ha
11.
P e n g e l u a r a n Dana untuk Usaha Tani d i Desa Larang
an
12.
P e n g e l u a r a n Dana untuk Usaha Tani d i Desa Pucang
rejo
13.
Penggunaan Sumber Dana o l e h Rumah Tangga P e t a n i
d i Desa Larangan
14.
Penggunaan Sumber Dana o l e h Rumah Tangga P e t a n i
d i Desa Pucangrejo
15.
Jumlah Sumber Dana b a g i Rumah Tangga P e t a n i d i
Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
...........................
...........................
...........
........................................
......................................
..........................
........................
.........
Teks
16.
17.
F r e k u e n s i Penggunaan Sumber K r e d i t o l e h P e t a n i d i
Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
..........
Tunggakan Hutang pada P e t a n i Sampel d i Desa La rangan dan Desa Pucangrejo .................
18.
F a s i l i t a s P e r k r e d i t a n b a g i P e t a n i d i Desa Laranga n dan Desa Pucangrejo
19.
Pendapatan Kotor Usaha Tani Padi dan Kebutuhan
Dana untuk Usaha Tani Bawang Merah dan Tam
bakau
.....................
-
......................................
20.
Laba Kotor (Gross Margin) d a r i Usaha Tani d i Desa
Larangan
21.
Laba Kotor (Gross Margin) d a r i Usaha Tani d i Desa
Pucangrejo
22.
Pendapatan b a g i Tenaga K e r j a Keluarga d a r i Usaha
Tani d i Desa Larangan dan Desa Pucangrejo ..
23.
Pendapatan Tenaga K e r j a Keluarga p e r b u l a n d a r i
Usaha Tani d i Desa Larangan dan Pucangrejo
24.
Pendapatan Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Larangan
25.
Pendapatan Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Pucangrejo
26.
Penerimaan Rumah Tangga P e t a n i d a r i Non Usaha Tan i d i Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
27.
Penerimaan Rumah Tangga P e t a n i d a r i Usaha Tani
dan Non Usaha Tani d i Desa Larangan dan Pu
cangrejo
...................................
.................................
.
.
....
-
...................................
28.
B e l a n j a Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Larangan Th
1979
29.
B e l a n j a Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Pucangrejo Th
1979
30.
P r i o r i t a s Usaha Pertama b i l a Panen Gaga1
31.
Anggaran Pendapatan dan B e l a n j a Rumah Tangga Pe t a n i d i Desa Larangan dan Pucangrejo Th 1979
.......................................
.......................................
...
Teks
32.
Modal Kerja Yany Tersedia pada AM1i.r Tahun Anygaran 1979 d i Desa Larangan dan Desa Pu cangrejo
.................................
Nomor
Halaman
Lampiran
1. Pendapatan Usaha Tani dan Pengeluaran Belanja Rumah Tangga Petani di Desa Larangan dan Desa
Pucangrejo tahun 1979 ......................
2.
Pendapatan Non Usaha Tani dan Pengeluaran Dana
untuk Usaha Tani tahun 1979
3.
Bahwa Laba Kotor dari Usaha Tani Bawang Merah
lebih besar daripada Usaha Tani Padi di Desa
Larangan
................
...................................
4. Bahwa Laba Kotor dari Usaha Tani Tembakau lebih
besar daripada Usaha Tani Padi di Desa Pu
cangrejo
-
...................................
5.
Bahwa Pengeluaran Biaya Usaha Tani oleh Petani
Luas lebih besar daripada oleh Petani Sempit
di Desa Larangan ...........................
6. Bahwa Pengeluaran Biaya Usaha Tani oleh Petani
Luas lebih besar daripada oleh Petani Sempit
di Desa Pucangrejo
.........................
7.
Bahwa Laba Kotor daripada Petani Luas lebih besar
daripada Laba Kotor daripada Petani Sempit
di Desa Larangan
...........................
8. Bahwa Laba Kotor daripada Petani Luas lebih besar
daripada Laba Kotor Petani Sempit di Desa
Pucangrejo
.................................
9. Hasil Perhitungan Nilai t daripada Pengeluaran
Biaya Usaha Tani Bawang Merah/Tembakau di bandingkan dengan Pengeluaran Biaya Usaha
Tani Padi per Ha
...........................
10. Perhitungan Koefisien Korelasi daripada Hipotesa
1.3.2.2.
...................................
11.
Perhitungan Koefisien Korelasi daripada Hipotesa
1.3.3.1.
...................................
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil Sensus Penduduk Th 1971 mengungkapkan bahwa
+ 62
% pendu-
duk Indonesia menggantungkan hidupnya dari usaha di bidang produksi
pertanian. Hampir semua usaha yang dilakukan di sektor pertanian
rakyat yang ada diusahakan sebagai usaha perseorangan, yang sebagian
besar adalah bersekala kecil. Diketahui (Sensus Pertanian Th 1973)
bahwa rata-rata luas garapan petani di Indonesia adalah 1,04 Ha, sedangkan di Jawa adalah 0,66 Ha.
+ 69,7 % jumlah petani me
Dan bahwa -
ngusahakan tanah dengan rata-rata luas garapan 0,256 Ha per kepala
keluarga.
Usaha di bidang pertanian seperti halnya jenis usaha yang lain,
memerlukan tersedianya modal secara cukup.
Bagi usaha di bidang per
tanian, tanah merupakan faktor modal utama yang diperlukan selain
modal dalam bentuk uang. Oleh karena itu jumlah modal yang dikuasai
oleh seorang petani sampai pada suatu tingkat tertentu akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterima.
Di samping itu sedi
-
kit banyak juga ikut menentukan status yang dapat dicapainya atau ke
berhasilannya dalam tangga usaha.
Tanpa modal seorang petani kira
nya hanya dapat menempati posisi sebagai petani buruh.
Tetapi de
ngan sedikit modal seorang petani buruh kemungkinan akan dapat ber
-
alih posisi sebagai petani penyakap, penyewa atau sebagai petani pemilik.
Demikian pula bagi petani penggarap modal memegang peranan
penting antara lain dalam ha1 pemilihan pola produksi, sekala usaha
dan dalam pemilihan teknologi.
-
Sehubungan dengan yang terakhir tersebut seorang petani yang keku
rangan modal kemungkinan akan cenderung memilih pola produksi yang
relatif sedikit biayanya, dan lambat dalam mengadopsi teknologi baru
yang pada umumnya intensif modal.
Gejala kekurangan modal seperti
tersebut terakhir, jelas akan merupakan faktor penghambat yang besar
bagi petani kecil untuk memperbaiki tingkat hidupnya.
-
Kebutuhan modal oleh seorang petani dapat dipenuhi dari berba
gai sumber, antara lain dari :
pendapatan sekarang, tabungan
masa yang lalu, pemberian, kredit, warisan, hubungan perkawinan
dari
dan
sebagainya. Menghimpun modal dengan melalui menabung pada umumnya
berjalan dengan sangat lambat, yang sering kali bahkan karena sesuatu ha1 tidak memberikan kemungkinan sama sekali bagi seorang petani
untuk memulai suatu usaha tanpa mendapatkan bantuan keuangan dari pL
hak luar. Namun demikian adanya modal sendiri tetap merupakan sya rat utama yang diperlukan bagi seorang petani untuk masuk pertama kg
li dalam bidang usaha
Penggunaan modal yang semakin meningkat di bidang usaha pertanian,
sebagai suatu akibat daripada kemajuan teknologi, menempatkan kredit
sebagai sumber dana tambahan yang penting setelah tabungan. Dalam
ha1 ini kredit memberikan kesempatan bagi seorang petani untuk ber
-
kembang dengan lebih cepat daripada kalau petani hanya bersandar pada sumber tabungan sendiri saja, walaupun cara ini membawa serta resiko apabila petani tidak rnempunyai kemampuan atau tidak berhasil me
ngelolanya dengan baik.
Dalam suasana pembangunan seperti yang sedang dilaksanakan pada
dewasa ini, para petani didorong untuk meningkatkan produksinya.
3
Untuk dapat berproduksi lebih banyak seorang petani membutuhkan pengeluaran dana yang lebih besar, yaitu untuk :
tambahan input yang
harus dibeli dengan digunakannya teknologi baru yang intensif mo
-
dal, upah bagi tenaga kerja yang disewa dan faktor-faktor produksi
lain yang diperlukan. Sehubungan dengan tujuan tersebut sebagian
petani di Jawa Tengah, seperti halnya di propinsi lain, sejak pelak
-
sanaan Pelita I telah menggunakan jasa kredit dari Pemerintah me
lalui Bank Rakyat Indonesia dalam rangka pelaksanaan program Bimas.
Bantuan kredit tersebut diberikan dengan pertimbangan bahwa sebagian besar petani tidak mempunyai cukup modal untuk membiayai usaha
inkensifikasi yang membutuhkan pengeluaran biaya yang lebih besar.
Dalam pelaksanaan pemberian kredit ini tercatat terjadinya penung
-
gakan dalam pembayaran kembali oleh petani yang semakin bertambah
besar dari tahun ketahun, walaupun jumlah kredit yang diterima
petani sebenarnya relatif kecil.
per
Sebagai sekedar gambaran dapat di
-
kemukakan bahwa tunggakan kredit yang terjadi di Jawa Tengah saja
sejak tahun 1970/71 sampai tahun 1980 adalah sebesar
Rp 15.111.159.000,OO (limabelas milyar rupiah lebih) dan berada
di
tangan 23.812 orang petani .I) Sepintas lalu data ini memberikan petunjuk bahwa keadaan keuangan kebanyakan petani adalah begitu le
-
mah, sehingga mereka tidak mampu membayar kembali kredit walau da
-
lam jumlah kecil sekalipun.
"Keterangan
1980.
Tetapi data lain menunjukkan keadaan
Gubernur Jawa Tengah, Harian Kompas tgl
.
27 Juni
4
yang memberikan kesan yang berbeda, di mana justru pada musim tanam
sesudah tanaman padi oleh petani banyak ditanam tanaman non-padi
(tanaman perdagangan) yang membutuhkan pengeluaran dana yang jauh
lebih tinggi daripada yang dibutuhkan dalam usaha tani padi atau
jumlah kredit yang dihutang.
Sebagai contoh dapat dikemukakan ya -
itu berkembanganya sentra tanaman perdagangan di Jawa Tengah
yang
terjadi sejak tahun tujuh puluhan, yaitu tanaman bawang merah
di
daerah Kabupaten Brebes atau tanaman tembakau di daerah Kabupaten
Kendal, yang juga merupakan areal Bimas pada musim tanam padi.
Dari kedua data tersebut di atas, mengundang timbulnya sekelompok
pertanyaan yang menyelidik antara lain :
a. Apakah petani yang juga mengusahakan tanaman perdagangan terse
-
but termasuk dalam populasi penunggak kredit ?
b. Apabila mereka juga merupakan anggota populasi, maka dengan cara
bagaimana atau dari sumber mana mereka dapat menyediakan kebutuh
an dana yang lebih besar tersebut.
c. Apabila ternyata mereka itu bukan anggota populasi penunggak
kredit, apakah dengan pola tanam padi dan tanaman perdagangan
tersebut petani berada dalam kondisi keuangan yang lebih baik,
sehingga mereka masih mampu melunasi kredit yang diambilnya se
-
kalipun mereka menghadapi kondisi yang sama kurang menguntungkan
dalam memproduksi padi.
Pengetahuan yang mendalam sehubdngan dengan jawaban atas pertanyaan
pertanyaan tersebut di atas, kiranya akan dapat diperoleh melalui
studi tentang pembelanjaan usaha pertanian (agricultural finance)
seperti yang akan dilakukan dalam penelitian ini.
5
Melalui studi ini diharapkan akan diperoleh gambaran secara terpe
-
rinci tentang cara bagaimana para petani menyediakan alat-alat pembayaran yang diperlukan bagi usaha pertaniannya. Dengan pengetahuan tersebut akan diperoleh beberapa petunjuk tentang stabilitas dan
potensi pertumbuhan daripada kehidupan eltonomi petani atas dasar ke
adaan yang ada. Hal ini kiranya akan sangat bermanfaat bagi pemeric
tah dalam menyusun kebijaksanaan di bidang pertanian, sehubungan
dengan usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan go
longan masyarakat petani pada khususnya.
-
6
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum dimaksudkan untuk memperoleh penge-
tahuan secara mendalam tentang :
cara bagaimana atau dari sumber
mana saja kebutuhan petani akan modal dipenuhi dalam pertanian rakyat, seberapa jauh petani berhasil mengelola usaha taninya, serta
seberapa jauh kemampuan petani dalam pembentukan modal.
Disebabkan
oleh adanya keterbatasan dalam faktor biaya dan waktu, maka ruang
e
:
lingkup daripada penelitian ini dibatasi hanya pada petani yang b
gerak dalam bidang usaha tani padi, bawang merah dan ternbakau.
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1.2.1 Mengukur tingkat penggunaan modal dalam usaha tani padi,
bawang merah dan tembakau.
1.2.2
Mengidentifikasi sumber-sumber dana yang dipergunakan oleh
petani dalam usaha tani padi, bawang merah dan tembakau.
1.2.3
Mengukur tingkat efisiensi daripada penggunaan lahan dalam
usaha tani padi, bawang merah dan tembakau.
1.2.4
Mengukur penggunaan dana kredit dalam usaha tani padi, bawang
merah dan tembakau.
1.2.5 Mengidentifikasi potensi pembentukan modal pada kelompok petani dengan pola pergiliran tanaman padi
padi
- tembakau.
- bawang merah dan
7
1.3
Perumusan Masalah dan Hipotesa
Usaha pertanian rakyat merupakan salah satu bidang usaha
yang
masih banyak diliputi/dibayangi oleh falctor ketidak pastian dan resiko, baik dalam segi produksi maupun dalam segi pemasarannya.
Dalam segi produksi faktor-faktor yang banyak menimbulkan ketidak
pastian dan resiko antara lain ialah iklim, bencana alam dan hama
penyakit, sedang dalam segi pemasaran ialah sifat daripada produk
nya dan faktor harga.
Dengan demikian maka pendapatan yang diteri-
ma oleh petani cenderung berubah-ubah naik turun, yang kadang-ka
dang bahkan mendekati no1 atau defisit.
bahwa :
-
-
Berdasarkan pada kenyataan
kebanyakan petani yang ada tergolong petani kecil dengan
lahan pertanian yang relatif sempit, sifat usaha pertanian yang banyak mengandung ketidak pastian dan resiko, serta jumlah tanggungan
beban keluarga petani yang relatif besar, maka dilihat dari segi
pembelanjaan permasalahannya ialah cara bagaimana petani menyedia
-
kan alat-alat pembayaran yang diperlukan bagi usaha pertaniannya
yang dalam perkembangannya membutuhkan kapital yang semakin bertambah besar.
Beberapa kemungkinan jawaban atas pokok permasalahan tersebut
di atas secara hipotetis dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.3.1
Petani mampu menghimpun dana yang diperlukan dari hasil usahataninya.
1.3.2
Petani memiliki sumber pendapatan lain di luar usahatani
yang dapat menjadi sumber dana bagi usaha pertaniannya bila
diperlukan.
8
1.3.3 Tersedia sumber dana kredit bagi petani secara cukup, yang
dapat dipergunakan setiap waktu diperlukan.
Dari hipotesa induk tersebut dapat disusun sejumlah hipotesa kerja
sebagai berikut :
1.3.1.1 Pendapatan kotor yang diterima petani dari kegiatan usaha
tani, dengan pola rotasi tanaman padi
padi
- bawang merah dan
- tembakau, adalah lebih besar daripada pengeluaran
belanja rumah tangga petani selama tahun anggaran yang ber
sangkutan.
1.3.1.2 Laba kotor (gross margin) yang diterima oleh petani
dari
usaha tani bawang merah dan usaha tani tembakau lebih be sar daripada yang diterima dari usaha tani padi.
1.3.1.3 Petani luas dalam usaha tani bawang merah dan usaha
tani
tembakau memerlukan modal kerja untuk per kesatuan luas
usaha tani dalam jumlah yang lebih besar daripada petani
sempit untuk jenis usaha tani yang sama.
1.3.1.4 Petani luas dalam usaha tani bawang merah dan usaha tani
tembakau menerima laba kotor (gross margin) untuk per kesa
tuan luas usaha tani dalam juml.ah yang lebih besar dari
pada yang diterima oleh petani sempit untuk jenis usaha ta
ni yang sama.
1.3.2.1
Pendapatan rumah tangga petani yang berasal dari usaha
di
luar usaha tani selama satu tahun anggaran adalah lebih be
sar daripada jumlah modal yang diperlukan untuk usaha ta
ninya
.
-
9
1.3.2.2
Bagian pendapatan rumah tangga petani yang berasal
usaha di luar usaha tani
dari
berkorelasi secara negatip de
-
ngan luas lahan usaha tani yang dikuasainya.
1.3.3.1
Bagian pendapatan rumah tangga petani yang berasal dari
sumber kredit berkorelasi secara positip dengan luas lahan
usaha tani yang dikuasainya.
1.4
Tinjauan Pustaka
Dalam usaha pertanian moderen, seperti juga halnya di bidang
usaha yang lain, sebagai kunci untuk memperoleh tingkat pendapatan
yang memuaskan ialah dapat terciptanya kombinasi yang baik daripada
aktiva produktif seperti :
tanah, ternak dan mesin-mesin dengan te
-
naga kerja dan kemampuan manajerial yang ada. 1)
Untuk mendapatkan aktiva produktif tersebut, maka modal merupakan
sesuatu yang sangat penting untuk keberhasilannya. Besarnya modal
yang dapat dikuasai oleh suatu keluarga petani untuk tujuan usaha
tani, sampai suatu tingkat tertentu akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang dapat dicapai oleh keluarga yang bersangkutan.
Modal dalam arti luas meliputi semua aktiva yang ada pada su
-
atu saat tertentu, yaitu sumber-sumber yang mampu menghasilkan ba
-
rang dan jasa pada suatu waktu yang akan datang.
Dalam pengertian
tersebut meliputi modal sebagai aktiva produktif, modal yang berupa
dana untuk investasi dan pengetahuan teknis serta ketrampilan
2)
Pada pembicaraan selanjutnya akan lebih banyak dipergunakan istilah
modal dalam arti yang lebih sempit yaitu modal dalam bentuk dana
atau modal kerja yang diperlukan untuk membiayai suatu kegiatan us2
ha tani.
Dengan menguasai modal yang lebih besar seorang petani sebagai
1). W.G. Murray & A.G. Nelson : "Agricultural Finance", The
Iowa State University Press, Ames, Iowa, Fourth Ed., 1963, p 3.
2). R. Firth & B.S Yamey : "Capital, Saving and Credit in
Peasant Societies", Aldine Pub.Co., Chicago, 1964, p. 18.
manajer yang sekaligus juga pekerja dalam usaha pertaniannya, akan
memperoleh kesempatan untuk meningkatkan pendapatannya. Diketahui
bahwa peningkatan pendapatan petani secara teoritis terjadi karena
meningkatnya produktivitas daripada tenaga kerja petani, yaitu me
-
lalui penggunaan lahan usaha tani yang lebih luas, penggunaan bibit
unggul, peningkatan kesuburan tanah, pencegahan kerusakan produksi
dari gangguan hama dan penyakit tanaman serta tindakan-tindakan lainnya yang hanya dapat dilakukan asalkan tersedia modal yang lehih
Dalam teori pembangunan ekonomi juga dikemukakan bahwa un
-
tuk tersedianya modal yang lebih besar dituntut adanya tingkat ta
-
besar.
bungan yang lebih besar pula. Sedangkan untuk terjadinya tingkat
tabungan yang lebih besar disyaratkan lebih dahulu tingkat pendapat
an riil yang lebih tinggi.
Di muka telah disebutkan bahwa tingkat
pendapatan riil yang lebih tinggi akan terjadi apabila produktivi tas petani meningkat, yaitu melalui penggunaan modal yang lebih besar. Di sini kita bertemu dengan lingkaran yang tidak berujung
pangkal (vicious circle) yang pernah dikemukakan oleh Ragnar R.
Nurkse 3), yang mengetengahkan terjadinya lingkaran kemiskinan da
lam masyarakat negara-negara yang sedang berkembang. Jadi di
-
dalam
lingkaran kemiskinan tersebut terdapat empat variabel yang masing masing sukar untuk diidentifikasikan sebagai sebab pertama daripada
terjadinya lingkaran tersebut, demikian pula sukar diketahui variabe1 mana yang merupakan produk terakhir.
3). Ragnar R. Nurkse : "Problems of Capital Formation in
Under-Developed Countries", terjemahan H.S. Hutagalung, Bratara
Jakarta, 1963, hal. 14.
12
Maka untuk meningkatkan pendapatan riil, usaha yang perlu dilakukan
ialah mematahkan lingkaran pada salah satu bagian di mana saja yang
-
diperkirakan akan dapat memberikan hasil secara memuaskan. Mening
katkan tabungan dengan cara menekan tingkat konsumsi pada umumnya
sukar untuk dilaksanakan, berhubung dengan tingkat konsumsi sudah
-
cukup rendah atau karena adanya kesukaran dalam mengatasi efek de
monstratif daripada pola konsumsi baru yang semakin meningkat.
Ca-
ra lain yang dapat dilakukan ialah dengan memasukkan dana kredit ke
dalam lingkaran tersebut, yang akan berfungsi memperbesar jumlah
modal yang ada. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa bantuan kredit mempunyai potensi yang cukup besar untuk mematahkan lingkaran
kemiskinan tersebut.
Cara ini juga sudah banyak dicobakan terhadap
kelompok petani untuk memecahkan masalah kekurangan modal yang di
hadapinya.
-
Oleh karena i-tutidaklah mengherankan kalau dunia per -
kreditan memperoleh perhatian yang besar pula di dalam studi ten
-
tang pembelanjaan di bidang usaha pertanian (agricultural finance).
Penggunaan modal dari luar (kredit) akan dapat rneningkatkan
pendapatan riil dan tabungan hanya apabila petani berhasil mening
-
katkan "margin" dan atau "capital turn-over'' nya, sehingga tingkat
laba yang dkperoleh lebih tinggi daripada tingkat bunga yang harus
dibayar.
Setiap kegagalan yang terjadi dalarn penggunaan modal, ba-
ik yang berasal dari dalam maupun dari luar, akan berakibat menurur
nya jumlah modal yang dioperasikan dalam usaha pertanian pada periode berikutnya. Apabila ha1 itu benar-benar terjadi maka petani
akan terlempar ke dalam lingkaran kemiskinan yang lebih dalam lagi,
dan mereka akan mengalami masalah kekurangan modal yang lebih besar
pula.
Dalam ha1 demikian maka problema pembelanjaan usaha tani men
-
jadi lebih serius bagi petani yang bersangkutan. Keadaan seperti
tersebut terakhir dalam praktek banyak dijumpai pula pada usaha per
-
tanian rakyat yang bercirikan penguasaan lahan pertanian yang sem
pit dan dengan tujuan usaha untuk memperoleh pendapatan yang sebe sar-besarnya(
J
Dengan ciri-ciri khusus yang demikian maka seluk be-
luk dalam pembelanjaan usaha pertanian rakyat sudah barang tentu
akan berbeda dengan yang terjadi dalam usaha pertanian yang komer siil.
Jumlah petani yang mempunyai atau memenuhi ciri-ciri sebagai
petani komersiil di Indonesia diperkirakan hanya sebanyak 2 32 %
.
jumlah petani yang ada 4)
Sesuai dengan pokok permasalahan yang sedang dibahas serta kon
disinya, maka kiranya cukup memadai apabila dalam studi ini dipergs
nakan pendekatan anggaran (budgeting approach).
mempelajari kejadian-kejadian yang bersangkut
Yaitu dengan cara
pa~.tdengan aktivi
-
tas pemasukan dan pengeluaran dana yang dilakukan oleh petani, baik
untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan usaha pertanian
nya.
Sedang untuk mengukur tingkat efisiensi daripada penggunaan
lahan usaha tani dalam usaha pertanian dipergunakan konsep "gross
margin" (laba kotor) sebagai standard perhitungan
5)
4). Lihat Sajogyo. 1976. Dalam Kata Pengantar terjemahan buku
Involusi Pertanian (C. Geertz)., Bhratara K S. Jakarta. hal. xxiv.
5). Diangkat dari C.A. Robertson : "An Introduction to
Agricultural Production Economics and Farm-Management". Tata Mc
Graw-Hill Pub. Co. Ltd. India. 1971. p. 94.
14
Perhitungan "gross margin" bertolak dari pembagian biaya suatu usaha tani dalam dua kelompok yang berbeda, yaitu biaya tetap (fixed
costs) yang pada umumnya tidak tergantung pada tingkat "output",
dan biaya variabel (variable costs) yang secara langsung berhubungan dengan tingkat "output". Adapun "gross margin" (laba kotor) me
-
rupakan selisih aritara "gross output" dengan "variable costs". Be
-
saran "gross margin" inilah yang biasanya tertinggal di tangan pe
-
tani untuk menutup "fixed costs" dan "profit" yang diharapkan oleh
petani.
Karena "fixed costs" per definisi adalah konstan, maka se-
makin besar "gross margin" yang diterima berarti "profit" yang di
terima petani akan menjadi semakin besar pula.
-
Dengan cara menghi-
tung dan membandingkan "gross margin" dari beberapa jenis usaha tani, maka akan diperoleh petunjuk tentang tingkat efisiensi daripada penggunaan lahan usaha tani pada tingkat pengetahuan teknik, kemampuan manajemen dan kondisi pasar tertentu. Atas dasar konsep
perhitungan ini tenaga kerja petani beserta keluarganya tidak ter
masuk dalam kelompok biaya variabel.
-
Hal ini kiranya sesuai dengan
cara berpikir petani yang menyerahkan harga daripada tenaga kerja
mereka pada hasil yang dapat diperoleh dari usaha taninya. 'Petani
dengan lahan usaha taninya adalah merupakan satu kesatuan yang
ti-
dak dapat dipisahkan, dimana lahan usaha tani merupakan suatu tem
-
pat bagi petani dan keluarganya untuk menjual tenaga kerja mereka.
Sehingga setiap pencurahan modal yang dilakukan atas suatu usaha ta
ni, bagi petani adalah tidak lain daripada ksuatu usaha untuk me
-
ningkatkan harga daripada tenaga kerja mereka, dan bukan semata-ma-
ta u~itukmengejar laba yang setinggi-tingginya seperti yang biasa
dikejar oleh para penanam modal dalam dunia usaha moderen.
Dengan
kata lain dapat dikemukakan bahwa tujuan utama daripada usaha perta
nian rakyat ialah mengejar pendapatan keluarga yang sebesar-besar
-
nya dan bukan laba yang sebesar-besarnya seperti yang dituju oleh
pertanian komersiil 6 ) .
Adapun pengertian daripada pendapatan ke
-
luarga yang sebesar-besarnya tersebut tidak lain adalah "gross
margin" yang sebesar-besarnya, yang di dalamnya mengandung unsur
nilai sewa tanah dan pendapatan tenaga kerja keluarga petani.
Melalui pendekatan anggaran akan dapat diketahui secara menyeluruh mengenai :
jumlah dan pola penerimaan rumah tangga petani se
lama satu siklus produksi, serta jumlah dan pola pengeluaran rumah
tangga petani dalam periode yang sama.
Dari sini akan dapat dikaji
lebih lanjut tentang pengaruhnya terhadap kelangsungan penyediaan
dana bagi kegiatan usaha tani pada periode selanjutnya.
6). Mubyarto : "Pengantar Ekonomi Pertanian", Lembaga Peneli
tian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta, 1973
hal. 18.
-
1.5
Metodologi
1.5.1
Kerangka Sampel
Kelompok petani yang menjadi sasaran penelitian ialah ke-
lompk petani yang mengikuti pola rotasi tanaman :
bakau, padi
padi
- tem-
- bawang merah dan padi - padi.
Untuk pola rotasi tanaman padi
- tembakau, dipilih daerah Ka -
bupaten Kendal yang merupakan daerah sentra tanaman tembakau
dataran rendah yang terbesar di propinsi Jawa Tengah.
kan untuk pola rotasi tanaman padi
Sedang-
- bawang merah, dipilih dae
-
rah Kabupaten Brebes yang merupakan daerah sentra tanaman ba
wang merah.
Pada masing-masing daerah sentra tanaman tersebut dipilih satu
Kecamatan yang mempunyai w e a l tanaman paling luas pada musim
tanam terakhir. Maka sebagai Kecamatan terpilih masing-masing
ialah Kecamatan Gemuh untuk jenis usaha tani tembakau, dan Kecamatan Larangan untuk jenis usaha tani bawang merah.
Dengan menggunakan kriteria yang sama selanjutnya terpilih desa Pucangrejo dan desa Larangan, masing-masing sebagai daerah
sampel terkecil untuk usaha tani tembakau dan usaha tani ba
wang merah.
-
Adapun sebagai daerah penelitian untuk pola rota-
si tanaman padi
-
padi direncanakan sama dengan dua pola
yang
lain. Namun dalam pelaksanaan penelitian pola rotasi yang ketiga
tersebut tidak diketemukan populasinya, sehingga selan
-
jutnya penelitian hanya dilakukan atas kelompok petani dengan
pola rotasi tanaman padi
- tembakau dan padi - bawang merah.
17
1.5.2 Cara Pemilihan dan Jumlah Sampel Petani
Atas dasar pola rotasi tanaman yang ada, maka populasi pe
tani pada desa sampel dibedakan dalam dua kelompok yaitu :
Kelompok 1 :
petani dengan pola rotasi tanaman padi
- bawang
merah/tembakau.
Kelompok 2 :
petani dengan pola rotasi tanaman yang lain.
Dalam penelitian ini hanya kelompok satu yang menjadi sasaran.
Pada tahap berikutnya sub-populasi petani kelompok satu diklasifikasikan lagi dalam 3 sub-kelompok atas dasar luas pemilikan lahan usaha tani, yaitu :
petani luas.
petani sempit, petani sedang dan
Adapun kriteria yang dipergunakan dalam pengelot?
pokan tersebut ialah sesuai dengan persepsi daripada masyara kat petani atas peristilahan tersebut, yaitu :
Petani sempit
:
memiliki lahan usaha tani seluas
< 0,3550
Ha.
Petani sedang
:
memiliki lahan usaha tani seluas
>
Petani luas
:
0,3550 -
<
0,7100 Ha.
memiliki lahan usaha tani seluas
3
0,7100 Ha.
Di sini luas 0,7100 hektar adalah merupakan hasil konversi dari pada satuan ukuran lokal untuk luas 1 bau.
0,3550 hektar adalah untuk luas
pit, yang berikutnya ialah
2 bau
t
Selanjutnya
bau atau disebut juga selu
-
atau disebut juga siring, dan
1/8 bau atau disebut juga separon.
Yang dapat dipilih sebagai sampel responden terbatas hanya pe-
18
tani pemilik penggarap yang mencurahkan sebagian besar daripa
da waktu kerjanya pada usaha dibidang pertanian.
Direncana
-
kan jumlah sampel adalah sebanyak 30 orang petani pemilik
penggarap untuk masing-masing desa, atau sebanyak 10 orang pe
tani untuk setiap sub kelompok yang dipilih secara acak.
De-
ngan demikian jumlah sampel petani yang diteliti seluruhnya
sebanyak 60 orang petani pemil-ik penggarap, yaitu sebanyak 30
orang petani di desa Larangan dan sebanyak 30 orang petani
yang lain dari desa Pucangrejo.
1.5.3 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data hanya dilakukan satu kali dan meliputi
peristiwa yang terjadi selama dua musim tanam terakhir, yaitu
musim penghujan tahun 1978/1979 dan musim kemarau tahun 1979.
Data yang bersangkut paut dengan kegiatan rumah tangga petani
dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan para petani
sampel, yang dibantu dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
sudah dipersiapkan.
Untuk data yang lebih bersifat umum, se
-
perti kondisi umum usaha tani dan kondisi pemasaran, dikumpulkan dari sumber-sumber yang dipandang dapat memberikan informs
si yang diperlukan.
Yaitu antara lain pamong desa, dan peja
bat dari Dinas Pertanian Rakyat.
Cara observasi dipergunakan
pula sebagai pelengkap terhadap cara wawancara sepanjang di
perlukan
.
-
-
19
1.5.4
Macam Variabel dan Definisi.
Data yang dikumpulkan meliputi data yang menyangkut va
-
riabel-variabel sebagai berikut :
- harta kekayaan rumah tangga petani
- pendapatan dari usaha tani selama satu siklus produksi
- penerimaan rumah tangga petani untuk jangka waktu satu ta hun
- pengeluaran dana untuk biaya usaha tani selama satu siklus
produksi
.
- pengeluaran belanja rumah tangga petani untuk jangka waktu
satu tahun
- penggunaan modal dari luar (kredit)
- fluktuasi pendapatan usaha tani.
Untuk memperoleh keseragaman pengertian, maka atas bebe
-
rapa istilah penting yang dipakai di sini diajukan batasan sebagai berikut :
Pembelanjaan :
sebagai suatu usaha untuk menyediakan alatalat pembayaran yang diperlukan.
Pertanian rakyat :
yaitu usaha pertanian keluarga di mana dipro
-
duksi bahan makanan seperti beras, palawija
(jagung, kacang-kacangan, dan ubi-ubian)
dan
tanaman hortikultura seperti sayuran dan buahbuahan.
20
Laba kotor (gross margin) = Pendapatan kotor
= Sewa tanah
- Biaya variabel
+ balas jasa bagi tenaga kerja keluarga.
Pendapatan kotor = Hasil produksi yang diterima dikalikan dengan harga produk per kesatuan berat.
Biaya variabel meliputi sejumlah dana yang dibayarkan untuk
mendapatkan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan),
tenaga kerja non keluarga dan bunga modal.
111. GAMBARAN UMUM PETIWI SAMPEL
3.1
Keadaan Petani Sampel
Petani sampel dipilih dari sub-populasi petani pemilik pengga
-
rap yang mencurahkan sebagian besar daripada waktu kerjanya pada bidang usaha tani yang dikelolanya. Dengan demikian petani-petani lain yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok petani pedagang, petani
pengusaha, petani pegawai, petani penyakap, petani penyewa dan sebagainya tidak tercakup dalam kelompok petani yang sedang dipelajari.
Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk memperoleh keseragaman sampel
petani dilihat dari segi pembelanjaan, yang juga dihubungkan dengan
motivasi berusaha tani seperti yang telah disebutkan pada bab
yang
terdahulu. Yaitu sebagai kelompok petani yang tidak memenuhi ciri
-
ciri sebagai petani komersiil, yang seperti diketahui meliputi sebagian besar daripada jumlah petani yang ada.
Atas dasar cara pemilihan sampel seperti yang telah ditetapkan dalam
metodologi yang dipergunakan, maka jumlah sampel petani yang terpi
lih di kedua desa sampel adalah seperti tercantum pada tabel 3.
-
Tabel 3. Jumlah Sampel Petani Di Desa
Larangan dan Pucangrejo
!
!
Jumlah Sampel
!
No.
1
Kelompok Petani
!
Larangan
!
Pucangrejo !
Luas
I
12
!
9
!
Seluruh Sampel
!
30
!
30
!
!
!
! 1
!
Sernpit
! 2
!
Sedang
! 3
!
! 4
!
!
!
I
I
!
!
!
Catatan : Jumlah sampel untuk setiap kelompok petani tidak sesuai
dengan yang direncanakan, antara lain disebabkan oleh
adanya perbedaan antara luas penguasaan lahan oleh petani menurut Buku Induk di Kelurahan ( ~ a n gmenjadi dasar
daripada pemilihan sampel) dengan luas penguasaan efek tif pada saat penelitian dilakukan.
Petani sampel tersebut seluruhnya memiliki lahan pertanian sa
wah serta pekarangan, dan sebagian kecil di antaranya juga memiliki tanah tegalan.
Data mengenai luas pemilikan rata-rata lahan
pertanian daripada kelompok petani sampel dapat dilihat pada tabel
4 dan tabel 5.
Sebagai petani ternyata bahwa luas tanah garapan mereka setiap wak
tu tidak selalu sama dengan luas lahan yang dikuasainya. Kelompok
petani sempit kebanyakan masih juga berusaha untuk memperluas gargp
annya dengan cara menyewa atau menyakap, sepanjang tenaga kerja ke
luarga yang ada masih mampu mengerjakannya.
42
Sedang kelompok petani luas di pihak lain akan berusaha untuk menye
suaikan luas garapannya dengan tenaga kerja keluarga yang tersedia
dan kemampuan keuangannya, terutama untuk memperoleh tambahan tenaga kerja yang diperlukan dan sarana produksi yang harus dibelinya.
Dalam usaha penyesuaian ini petani luas menempuh berbagai cara, antara lain dengan mempersempit tanah garapannya baik dengan menyewakan sebagian daripada lahan pertanian yang dikuasainya atau dengan
menyakapkannya. Mereka akan rnenyewakannya apabila sedang menghadapi
kebutuhan dana yang besar, baik untuk tujuan mengolah lahan usaha
taninya maupun untuk tujuan yang lain.
Tindakan menyakapkan diam -
bil antara lain karena didorong oleh rasa kekeluargaan, sedikitnya
tenaga kerja keluarga sedang nilai sewa tanah di pandang terlalu
rendah atau memang tidak ada orang lain yang mau menyewanya.
Tabel 4. Luas Milik, Jenis Lahan, dan Luas Garapan
Usaha Tani di Desa Larangan
Tahun 1979
!
.I
I
Kelompok '
!No' ! Petani !
! 1 ! Sempit
!
!
!
!
Sumber
Catatan
I
'
I
!
!
Luas
Tegalan
Pekarangan
Milik
Ha
!
Ha
!
Ha
Luas Garapan
! M.H./Ha.
!
1
0,37167 !
(0,04083)
!
6
!
0
!
!
! 0,0900
!
! 0,22418 ! 0,2770
(0,09844) (0,09844) (0,1405)
!
11
!
12
!
12
(0,02829
12
2 ! Sedang
! 3 ! Luas
!
! 0,17355
!
!
Sawah
Ha
(0)
6
! 0,06285
0,05462 ! 0,42457 ! 0,3410
(0,03927) (0,06459) (0,0866)
!
6
!
6
!
6
! 2,32458
! 0,1800
! 0,16529 ! 2,50614 ! 1,5230
(1,61257) (0,12728) (0,25766) !(1,78587) (0,9169)
!
12
!
2
I
11
!
12
!
12
: Data Primer.
: Di dalam tanda kurung adalah angka standard deviasi.
1
! M.K./Ha
Tabel 5.
!
!
! No. !
I
Kelompok'
Petani !
Sawah
Ha
I
'
!
Luas Milik, Jenis Lahan dan Luas Garapan
Usaha Tani di Desa Pucangrejo Tahun 1979
Tegalan
Ha
I
'
!
1
Luas
Pekarangan
Milik
Ha
!
Ha
!
Luas Garapan
! M.H./Ha. ! M.K./Ha.
I
!
I
!
I
3 ! Luas
0,6550
! 0,56429 ! 0,06469 ! 1,15744 ! 0,8700
! 0,8700 !
(0,23393) (0,32305) (0,03831) (0,45510) (0,4390) (0,4390)
!
9
!
7
!
9
I
9
I
9
!
9
!
!
!
4 ! 5. Sampel! 0,40466 ! 0,37875 ! 0,04804 ! 0,63926 ! 0,5960
! 0,5960 !
(0,23614) (0,27773) (0,03546) (0,43841) (0,3820) (0,3820)
!
!
!
30
!
16
!
29
!
30
!
30
!
30
!
!
Sumber
Catatan
:
:
Data Primer.
Di dalam tanda kurung adalah angka Standard Deviasi.
Dilihat dari segi pendidikan, diketahui bahwa tingkat pendidik
an formil yang dicapai oleh sebagian besar daripada petani sampel
adalah rendah.
Jumlah mereka yang buta huruf cukup besar, yaitu di
desa Larangan sebanyak 10 % dan di desa Pucangrejo sebanyak 23 % da
ri jumlah sampel. Sedang yang berkesempatan mencapai pendidikan di
atas sekolah dasar di desa Larangan hanya sebanyak 14 % dan di desa
Pucangrejo sebanyak 7 % dari jumlah sampel. Data mengenai tingkat
pendidikan petani sampel dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Petani Sampel
di Desa Larangan dan Pucangrejo
I
!
!
!
Kelompok
Petani
! Buta Hrf! SD 3 th.! SD 6 th.!
SLTP
!
SLTA
!
! Lr ! PC ! Lr ! PC ! Lr ! PC ! Lr ! PC ! Lr ! PC !
l ! Sempit
!
2 !
2 !
4 !
3 !
5
!
l !
l !
O !
O !
O !
! 2! Sedang
!
l !
5
!
2 !
6 !
2 !
3 !
l !
l !
O !
O !
! 3! Luas
!
O !
O !
7 !
2 !
3 !
6 ! O !
l !
2 !
O !
!
Sumber : Data Primer
Tingkat pendidikan daripada petani sampel tersebut kiranya akan me;
punyai pengaruh pula terhadap kemampuan dan intensitas usahanya dalam mencegah atau mengatasi problema pembelanjaan.
46
Diketahui bahwa usaha pertanian rakyat yang sering disebut pula sebagai usaha tani keluarga, banyak mengandalkan pada tenaga ker
ja keluarga sebagai modal kedua setelah lahan usaha tani yang di
kuasainya yang disebut sebagai modal utama.
-
Jumlah tenaga kerja ke
-
luarga yang tersedia dalam suatu rumah tangga petani banyak diper
-
gunakan sebagai alat ukur pertama untuk menentukan luas garapan
atau skala usaha tani bagi suatu keluarga. Semakin banyak tenaga
kerja tersedia dalam suatu keluarga, berarti bahwa kemampuannya untuk mengerjakan lahan usaha tani juga akan menjadi semakin besar.
Dengan catatan bahwa tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja
laki-laki.
Adapun data mengenai besarnya jumlah anggota keluarga
dan tenaga kerja keluarga daripada petani sampel dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7 .
!
lNo.
Jurnlah Anggota Keluarga dan Angkatan Kerja
d a r i p a d a P e t a n i Sarnpel d i Desa Larangan
dan Desa Pucangrejo
Larangan
!
I
!
Kelompok
Petani
!
Anggota !
Keluarga
! 1 ! Sernpit
!
4,67
(1,79)
!
! 2 ! Sedang
!
5,17
(2,401
!
! 3 ! Luas
!
5,75
(2,081
!
! 4 ! Seluruh
!
5,20
(2,lO)
!
Sarnpel
Sumber :
Catatan :
!
Pucangrej o
Angkatan ! Anggota
Kerja
Keluarga
!
Angkatan
Kerja
Data Primer.
- Anggota Keluarga r n e l i p u t i semua orang yang berternpat
t i n g g a l d i dalarn s a t u rurnah dan a t a u sepenuhnya rnenjad i tanggung jawab Kepala Keluarga.
- Angkatan K e r j a t e r d i r i d a r i rnereka yang sudah rnasuk
dalarn u s i a k e r j a ( d i a t a s 10 t a h u n ) dan a k t i f b e k e r j a
a t a u membantu mencari pendapatan b a g i rumah t a n g g a .
- Angka d i dalarn t a n d a kurung a d a l a h angka S t a n d a r d De viasi
.
D a r i t a b e l 7 d a p a t d i k e t a h u i bahwa jurnlah anggota k e l u a r g a dan jurnl a h angkatan k e r j a s e c a r a r a t a - r a t a t i d a k jauh berbeda a n t a r a ke
dua d e s a sarnpel.
-
Demikian p u l a perbedaan dalarn jurnlah angkatan key
j a a n t a r a kelompok p e t a n i sernpit dengan kelornpok p e t a n i l u a s d i kedua d e s a sarnpel, hampir t i d a k b e r a r t i k a l a u dibandingkan dengan
t i n g k a t perbedaan dalam l u a s m i l i k l a h a n usaha t a n i yang nampak be-
48
3.2
Kegiatan Usaha Petani Sampel
Kegiatan usaha pertanian secara intensif hanya dilakukan di ta
-
nah sawah serta tegalan. Sedang pada tanah pekarangan sebagian besar dipergunakan untuk mendirikan bangunan tempat tinggal.
Tanaman
di tanah pekarangan pada umumnya hanya berupa tanaman kitri tahun
seperti tanaman kelapa dan buah-buahan (sebagian besar pohon pi
sang), yang ditanam di sekeliling bangunan rumah.
-
Walaupun tanaman
tersebut pada umumnya belum diusahakan secara intensif, namun pada
saat-saat tertentu dirasakan banyak membantu petani dalam mengatasi
problema pembelanjaan yang dihadapinya.
Dengan tingkat pendidikan seperti tertera pada tabel 6 , diketahui
bahwa usaha sampingan yang dilakukan oleh sebagian besar petani sap!
pel adalah terbatas pada kegiatan berburuh tani saja.
Hanya tiga
orang petani saja di desa Larangan yang mengaku mempunyai usaha sap!
pingan selain berburuh tani, yaitu sebagai pedagang perantarahsaha
jasa, tengkulak padi dan sebagai tukang kayu.
Sedang di desa Pu
-
cangrejo juga terdapat tiga orang petani yang mengaku mempuny
STUD8 TENmlblQ PENIBPLANJAAPI D A L A M U S A H A
PERTANIAN
RAKYAT
Dl JAW&
(STUDI KASUS Q I DEEA LARANQAN
TENGAM
DAN DBSA PUGAHOREJO)
Oleh
BASUKI SUWARDO
L
FAKULTAS PASCA SARJANA
INSTlTUT PERTANIAN
1980
BOGOR
BASUKI SUWARDO.
Studi Tentang Pembelanjaan Dalam Usaha Pertanian Rak
yat Oi Jawa Tengah, Studi Kasus di Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
(Di bawah bimbingan WILLIAM L. COLLIER, sebagai ketua, RUDOLF S. SINA
GA dan M. AMIN AZIS sebagai anggota).
!
Tujuan penelitian ini ialah mengetahui cara bagaimana atau
dari
-
sumber mana saja kebutuhan modal dalam usaha pertanian rakyat dipe
nuhi, seberapa jauh petani berhasil mengelola usaha pertaniannya, ser
ta seberapa jauh kemampuan petani dalam pernbentukan modal.
Daerah pe
nelitian hanya meliputi dua desa dan responden dibatasi hanya pada pz
tani pemilik penggarap dengan dua pola pergiliran tanaman. Yaitu untuk pola pergiliran tanaman padi
- bawang merah di desa Larangan Ka -
bupaten Brebes, dan untuk pola padi
b
- temakau
di desa Pucangrejo Ka -
bupaten Kendal.
Secara umum tidak terdapat banyak perbedaan mengenai kondisi pem
belanjaan dalam usaha pertanian di kedua desa sampel. Pada umumnya
petani tidak mengenal adanya pemisahan antara urusan usaha tani de
-
ngan urusan rumah tangga yang lain, sehingga dalam pengelolaan keuang
an juga tidak dijumpai adanya pemisahan secara khusus. Dana yang tersedia terbuka untuk berbagai tujuan penggunaan, dan secara fleksibel
dibelanjakan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan yang paling mendesak pa
da saat itu. Oleh sebab itu berbagai usaha yang dilakukan oleh anggo
ta rumah tangga petani dalam menyediakan alat-alat pembayaran/dana,
sukar untuk diidentifikasi sebagai untuk satu tujuan penggunaan ter
-
tentu saja, misalnya untuk tujuan usaha tani, untuk kebutuhan rutin
rumah tangga dan sebagainya. Dengan perkataan lain ialah bahwa
dari
segi pembelanjaan, usaha pertanian rakyat ini tidak dapat dipelajari
secara tersendiri sebagai suatu badan usaha terpisah dari rumah tangga petani.
Sehubungan dengan masuknya usaha tanaman perdagangan (bawang merah/tembakau) dalam pola pergiliran tanaman, kebutuhan petani akan mo
dal/dana menjadi lebih besar daripada yang dibutuhkan kalau petani
hanya mengusahakan tanaman pangan (padi).
Untuk usaha tani bawang me
-
rah secara rata-rata petani telah mengeluarkan dana sebesar 3,4 kali
lipat daripada yang diperlukan untuk usaha tani padi di desa Larang an.
-
Sedang untuk usaha tani tembakau di desa Pucangrejo, petani me
ngeluarkan dana sebesar 3,8 kali lipat daripada yang diperlukan untuk
usaha tani padi. Dengan berbagai cara ternyata petani juga mampu meng
usahakan tanaman perdagangan tersebut, bahkan nalaupun pemerintah tidak menyediakan bantuan kredit secara khusus seperti halnya usaha tani padi.
Orientasi petani yang pertama dalam ha1 pembelanjaan pada umum nya ialah pada pendapatan usaha tani dari musim tanam yang terakhir.
Apabila dari sumber ini tidak dapat memenuhi jumlah dana yang diper
-
lukan, maka selanjutnya petani akan berusaha untuk menggali sumber
-
sumber dana yang lain secara lebih intensif. Sumber-sumber dana
dimaksud antara lain ialah
:
yang
kerja sampingan, menjual atau menyewa-
kan aset, dan mencari pinjaman (kredit).
Kebutuhan dana untuk usaha
tani bawang merah atau tembakau ternyata tidak dapat terpenuhi, kalau
petani hanya menggantungkan diri pada pendapatan dari usaha tani yang
mendahuluinya, yaitu usaha tani padi.
-
Maka jelas bahwa untuk memenuhi kebutuhan dana tersebut petani ter
paksa harus menggali sumber-sumber dana yang lain.
Usaha tersebut
tercermin pula pada pola atau struktur penerimaan dalam pendapatan
rumah tangga petani.
Pada tingkat pendapatan rumah tangga petani
yang rendah, di desa Pucangrejo, penerimaan dari sumber-sumber kre dit menjadi menonjol.
Dari data yang terku~npuldiketahui bahvia jum-
lah kredit yang diterima oleh rumah tangga petani berkorelasi secara
positip dengan luas lahan yang dikuasainya, yaitu di masing-masing
desa dengan koefisien korelasi sebesar 0 , s .
Di samping dari sumber
kredit, ternyata rumah tangga petani rnasih menerima pula tambahan da
na dari hasil kerja rnereka sebagai buruh atau usaha sampingan
yang
lain (di luar usaha taninya sendiri) dan dari hasil penjualan
atau
penyewaan aset.
Mengenai penerimaan pendapatan yang berasal dari lg
ar usaha tani sendiri, data yang ada menunjukkan adanya korelasi secara negatip dengan luas lahan usaha tani yang dikuasai oleh petani,
yaitu di masing-masing desa sampel dengan koefisien korelasi sebesar
-0,L.
Walaupun usaha petani untuk mengusahakan tanaman perdagangan
tersebut kelihatannya melebihi kernampuan petani untuk membiayainya,
namun ternyata bahwa usaha tersebut rnerupakan suatu langkah yang positip dalam rnengejar pendapatan (laba kotor) yang lebih tinggi
lahan pertaniannya.
dari
Secara statistik telah dibuktikan bahwa, dengan
taraf kepercayaan sebesar 99 %, laba kotor yang diterima dari usaha
tani bawang rnerah dan usaha tani tembakau untuk seluruh sampel ada
lah lebih tinggi daripada laba kotor yang diterima dari usaha tani
padi .
-
Ini berarti bahwa dengan usaha tanaman perdagangan tersebut, petani
telah berhasil meningkatkan efisiensi daripada penggunaan lahan pertaniannya.
Dengan memperbandingkan antara jumlah penerimaan pendapatan dan
jumlah belanja rumah tangga petani, dapat diketahui bahwa potensi
pembentukan modal oleh petani adalah sangat terbatas. Bahkan apabila
rumah tangga petani harus melunasi pula tunggakan hutangnya, saldo
anggaran untuk seluruh kelompok petani menunjukkan jumlah yang defisit, kecuali kelompok petani luas di desa Larangan.
Hal ini berarti bahwa pada petani tidak tersedia lagi dana yang da pat dipergunakan sebagai modal kerja untuk usaha tani pada periode
berikutnya, bahkan masih juga mempunyai tunggakan hutang.
Keadaan
ini menunjukkan bahwa petani sudah harus menghadapi dan menyelesai kan problema pembelanjaan, sejak awal daripada tahun anggaran ber
ikutnya.
-
STUD1 TENTANG PEMBELANJAAN DALAM USAHA PERTANIAN RAKYAT
D I JAWA TENGAH
( S T U D I KASUS DI DESA LARANGAN DAN DESA PUCANGREJO)
oleh
BASUKI SUWARDO
T e s i s s e b a g a i s a l a h s a t u s y a r a t untuk rnernperoleh g e l a r
Magister S a i n s
pada
F a k u l t a s Pasca S a r j a n a , I n s t i t u t P e r t a n i a n Bogor
JURUSAN I L M U EKONOMI PERTANIAN
B o g o r
1 9 8 0
Judul tesis
:
S T U D 1 TENTANG PEMBELANJAAN DALAM USAHA PERTANIAN
RAKYAT D I JAWA TENGAH ( S T U D I KASUS D I DESA
LARANGAN DAN DESA PUCANGREJO)
Narna m a h a s i s w a
:
BASUICI SUWARDO
N o r n o r pokok
:
78001
Menyetujui
1.
Kornisi P e n a s e h a t
( D r William L . C o l l i e r )
Ketua
( D r Ir R u d o l f S. S i n a g a )
Anggota
( D r I r M. A r n i n A z i s )
Anggota
Fakultas Pasca Sarjarla
Ir E d i G u h a r d j a )
Tanggal
lulus
:
1 3 N o v e m b e r 1980
P e n u l i s d i l a h i r k a n pada t a n g g a l 1 J a n u a r i 1 9 4 1 d i Sernarang.
Orang t u a n y a a d a l a h S r i A r t a t i d a n R . Soewardo.
Pada t a h u n 1 9 6 1 i a
l u l u s d a r i SMA N e g e r i d i Sernarang.
P e n u l i s mernperoleh g e l a r S a r j a n a dalarn b i d a n g Ilrnu Ekonomi Umurn
d a r i F a k u l t a s Ekonorni U n i v e r s i t a s D i p o n e g o r o , Semarang, pada t a h u n
1968.
Pada t a h u n 1 9 7 5 i a rnengikuti p e n d i d i k a n Purna S a r j a n a Ekonorni
P e r t a n i a n pada F a k u l t a s Ekonorni U n i v e r s i t a s Gadjah Mada, Y o g y a k a r t a .
J a b a t a n p e n u l i s s e k a r a n g a d a l a h s e b a g a i d o s e n t e t a p pada Fakul-
t a s Ekonomi U n i v e r s i t a s D i p o n e g o r o , Semarang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis sangat berterima kasih kepada Dr William L. Collier, penasehat utamanya, atas saran dan bimbingannya selama penelitian.
Kepada anggota penasehat lainnya, Dr Ir Rudolf S. Sinaga dan
Dr Ir M. Amin Azis atas saran dan kritik mereka diucapkan terima ka
-
sih.
Penulis juga sangat berterima kasih kepada pihak "The Agricultur
a1 Development Council, Inc.", atas bantuan keuangan selama pendidikan. Demikian pula kepada isteri penulis, Sri Heriani, dan anak-anak
penulis
:
Bayu, Austa, Boma dan Delta atas dukungan dan dorongannya.
Kepada semua pihak, yang belum disebutkan, yang telah membantu
terlaksananya penelitian penulis diucapkan terima kasih.
Halaman
......................................
I.
PENDAHULUAN .......................................
Latar Belakang ...............................
Tujuan Penelitian ............................
Perumusan Masalah dan Hipotesa ...............
Tinjauan Pustaka .............................
Metodologi ...................................
I1 . GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ...................
Lokasi Daerah ................................
DAFTAR TABEL
Mata Pencaharian Penduduk
....................
...........................
I11 . GAMBARAN UMUM PETANI SAMPEL .......................
Keadaan Petani Sempel ........................
Kegiatan Usaha Petani Sampel .................
IV . KEBUTUHAN MODAL DALAM USAHA TAN1 ..................
Penguasaan Modal oleh Petani .................
Kondisi Usaha Tani
Penggunaan Tenaga Kerja Keluarga dan Non Kelu-
.........................................
Kebutuhan Modal bagi Usaha Tani ..............
Penggunaan Modal Sendiri dan Modal Luar ......
V . PENDAPATAN USAHA TAN1 .............................
Pemilihan Pola Rotasi Tanaman ................
Biaya dan Pendapatan Usaha Tani ..............
arga
Halarnan
F l u k t u a s i Pendapatan Usaha Tani
PENDAPATAN DAN BELANJA RUMAH TANGGA
Surnber Pendapatan Rurnah Tangga
..............
...............
...............
...........
. P o t e n s i Pernbentukan Modal ....................
V I I . KESIMPULAN DAN SARAN ..............................
Kesirnpulan ...................................
Kebutuhan dan B e l a n j a Rurnah Tangga
Saran-saran
..................................
....................................
..........................................
115
121
121
138
147
154
154
160
DAFTAR PUSTAKA
162
LAMPIRAN
163
DAFTAR TABEL
Halaman
Teks
1.
Mata P e n c a h a r i a n Penduduk Desa Larangan dan Desa
Pucangrejo tahun 1979
2.
Luas Tanah Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
3.
Jumlah Sampel P e t a n i d i Desa Larangan dan Desa
Pucangrejo
.....................
...
..............................
4 . Luas M i l i k , J e n i s Lahan, dan Luas Garapan Usaha
Tani d i Desa Larangan t a h u n 1979
..........
5.
Luas M i l i k , J e n i s Lahan, dan Luas Garapan Usaha
Tani d i Desa Pucangrejo tahun 1979
6.
T i n g k a t Pendidikan P e t a n i Sampel d i Desa Laranga n dan Desa Pucangrejo
7.
Jumlah Anggota Keluarga dan Angkatan K e r j a d a r i pada P e t a n i Sampel d i Desa Larangan dan
Pucangrejo
........
....................
................................
8.
N i l a i Aset Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Larangan
( F e b r u a r i 1980)
9.
N i l a i Aset Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Pucangrej o (Maret 1980)
10.
P e r h i t u n g a n Biaya Usaha Tani P a d i , Bawang Merah,
Cabe Merah, dan Tembakau p e r Ha
11.
P e n g e l u a r a n Dana untuk Usaha Tani d i Desa Larang
an
12.
P e n g e l u a r a n Dana untuk Usaha Tani d i Desa Pucang
rejo
13.
Penggunaan Sumber Dana o l e h Rumah Tangga P e t a n i
d i Desa Larangan
14.
Penggunaan Sumber Dana o l e h Rumah Tangga P e t a n i
d i Desa Pucangrejo
15.
Jumlah Sumber Dana b a g i Rumah Tangga P e t a n i d i
Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
...........................
...........................
...........
........................................
......................................
..........................
........................
.........
Teks
16.
17.
F r e k u e n s i Penggunaan Sumber K r e d i t o l e h P e t a n i d i
Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
..........
Tunggakan Hutang pada P e t a n i Sampel d i Desa La rangan dan Desa Pucangrejo .................
18.
F a s i l i t a s P e r k r e d i t a n b a g i P e t a n i d i Desa Laranga n dan Desa Pucangrejo
19.
Pendapatan Kotor Usaha Tani Padi dan Kebutuhan
Dana untuk Usaha Tani Bawang Merah dan Tam
bakau
.....................
-
......................................
20.
Laba Kotor (Gross Margin) d a r i Usaha Tani d i Desa
Larangan
21.
Laba Kotor (Gross Margin) d a r i Usaha Tani d i Desa
Pucangrejo
22.
Pendapatan b a g i Tenaga K e r j a Keluarga d a r i Usaha
Tani d i Desa Larangan dan Desa Pucangrejo ..
23.
Pendapatan Tenaga K e r j a Keluarga p e r b u l a n d a r i
Usaha Tani d i Desa Larangan dan Pucangrejo
24.
Pendapatan Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Larangan
25.
Pendapatan Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Pucangrejo
26.
Penerimaan Rumah Tangga P e t a n i d a r i Non Usaha Tan i d i Desa Larangan dan Desa Pucangrejo
27.
Penerimaan Rumah Tangga P e t a n i d a r i Usaha Tani
dan Non Usaha Tani d i Desa Larangan dan Pu
cangrejo
...................................
.................................
.
.
....
-
...................................
28.
B e l a n j a Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Larangan Th
1979
29.
B e l a n j a Rumah Tangga P e t a n i d i Desa Pucangrejo Th
1979
30.
P r i o r i t a s Usaha Pertama b i l a Panen Gaga1
31.
Anggaran Pendapatan dan B e l a n j a Rumah Tangga Pe t a n i d i Desa Larangan dan Pucangrejo Th 1979
.......................................
.......................................
...
Teks
32.
Modal Kerja Yany Tersedia pada AM1i.r Tahun Anygaran 1979 d i Desa Larangan dan Desa Pu cangrejo
.................................
Nomor
Halaman
Lampiran
1. Pendapatan Usaha Tani dan Pengeluaran Belanja Rumah Tangga Petani di Desa Larangan dan Desa
Pucangrejo tahun 1979 ......................
2.
Pendapatan Non Usaha Tani dan Pengeluaran Dana
untuk Usaha Tani tahun 1979
3.
Bahwa Laba Kotor dari Usaha Tani Bawang Merah
lebih besar daripada Usaha Tani Padi di Desa
Larangan
................
...................................
4. Bahwa Laba Kotor dari Usaha Tani Tembakau lebih
besar daripada Usaha Tani Padi di Desa Pu
cangrejo
-
...................................
5.
Bahwa Pengeluaran Biaya Usaha Tani oleh Petani
Luas lebih besar daripada oleh Petani Sempit
di Desa Larangan ...........................
6. Bahwa Pengeluaran Biaya Usaha Tani oleh Petani
Luas lebih besar daripada oleh Petani Sempit
di Desa Pucangrejo
.........................
7.
Bahwa Laba Kotor daripada Petani Luas lebih besar
daripada Laba Kotor daripada Petani Sempit
di Desa Larangan
...........................
8. Bahwa Laba Kotor daripada Petani Luas lebih besar
daripada Laba Kotor Petani Sempit di Desa
Pucangrejo
.................................
9. Hasil Perhitungan Nilai t daripada Pengeluaran
Biaya Usaha Tani Bawang Merah/Tembakau di bandingkan dengan Pengeluaran Biaya Usaha
Tani Padi per Ha
...........................
10. Perhitungan Koefisien Korelasi daripada Hipotesa
1.3.2.2.
...................................
11.
Perhitungan Koefisien Korelasi daripada Hipotesa
1.3.3.1.
...................................
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hasil Sensus Penduduk Th 1971 mengungkapkan bahwa
+ 62
% pendu-
duk Indonesia menggantungkan hidupnya dari usaha di bidang produksi
pertanian. Hampir semua usaha yang dilakukan di sektor pertanian
rakyat yang ada diusahakan sebagai usaha perseorangan, yang sebagian
besar adalah bersekala kecil. Diketahui (Sensus Pertanian Th 1973)
bahwa rata-rata luas garapan petani di Indonesia adalah 1,04 Ha, sedangkan di Jawa adalah 0,66 Ha.
+ 69,7 % jumlah petani me
Dan bahwa -
ngusahakan tanah dengan rata-rata luas garapan 0,256 Ha per kepala
keluarga.
Usaha di bidang pertanian seperti halnya jenis usaha yang lain,
memerlukan tersedianya modal secara cukup.
Bagi usaha di bidang per
tanian, tanah merupakan faktor modal utama yang diperlukan selain
modal dalam bentuk uang. Oleh karena itu jumlah modal yang dikuasai
oleh seorang petani sampai pada suatu tingkat tertentu akan berpengaruh terhadap besar pendapatan yang diterima.
Di samping itu sedi
-
kit banyak juga ikut menentukan status yang dapat dicapainya atau ke
berhasilannya dalam tangga usaha.
Tanpa modal seorang petani kira
nya hanya dapat menempati posisi sebagai petani buruh.
Tetapi de
ngan sedikit modal seorang petani buruh kemungkinan akan dapat ber
-
alih posisi sebagai petani penyakap, penyewa atau sebagai petani pemilik.
Demikian pula bagi petani penggarap modal memegang peranan
penting antara lain dalam ha1 pemilihan pola produksi, sekala usaha
dan dalam pemilihan teknologi.
-
Sehubungan dengan yang terakhir tersebut seorang petani yang keku
rangan modal kemungkinan akan cenderung memilih pola produksi yang
relatif sedikit biayanya, dan lambat dalam mengadopsi teknologi baru
yang pada umumnya intensif modal.
Gejala kekurangan modal seperti
tersebut terakhir, jelas akan merupakan faktor penghambat yang besar
bagi petani kecil untuk memperbaiki tingkat hidupnya.
-
Kebutuhan modal oleh seorang petani dapat dipenuhi dari berba
gai sumber, antara lain dari :
pendapatan sekarang, tabungan
masa yang lalu, pemberian, kredit, warisan, hubungan perkawinan
dari
dan
sebagainya. Menghimpun modal dengan melalui menabung pada umumnya
berjalan dengan sangat lambat, yang sering kali bahkan karena sesuatu ha1 tidak memberikan kemungkinan sama sekali bagi seorang petani
untuk memulai suatu usaha tanpa mendapatkan bantuan keuangan dari pL
hak luar. Namun demikian adanya modal sendiri tetap merupakan sya rat utama yang diperlukan bagi seorang petani untuk masuk pertama kg
li dalam bidang usaha
Penggunaan modal yang semakin meningkat di bidang usaha pertanian,
sebagai suatu akibat daripada kemajuan teknologi, menempatkan kredit
sebagai sumber dana tambahan yang penting setelah tabungan. Dalam
ha1 ini kredit memberikan kesempatan bagi seorang petani untuk ber
-
kembang dengan lebih cepat daripada kalau petani hanya bersandar pada sumber tabungan sendiri saja, walaupun cara ini membawa serta resiko apabila petani tidak rnempunyai kemampuan atau tidak berhasil me
ngelolanya dengan baik.
Dalam suasana pembangunan seperti yang sedang dilaksanakan pada
dewasa ini, para petani didorong untuk meningkatkan produksinya.
3
Untuk dapat berproduksi lebih banyak seorang petani membutuhkan pengeluaran dana yang lebih besar, yaitu untuk :
tambahan input yang
harus dibeli dengan digunakannya teknologi baru yang intensif mo
-
dal, upah bagi tenaga kerja yang disewa dan faktor-faktor produksi
lain yang diperlukan. Sehubungan dengan tujuan tersebut sebagian
petani di Jawa Tengah, seperti halnya di propinsi lain, sejak pelak
-
sanaan Pelita I telah menggunakan jasa kredit dari Pemerintah me
lalui Bank Rakyat Indonesia dalam rangka pelaksanaan program Bimas.
Bantuan kredit tersebut diberikan dengan pertimbangan bahwa sebagian besar petani tidak mempunyai cukup modal untuk membiayai usaha
inkensifikasi yang membutuhkan pengeluaran biaya yang lebih besar.
Dalam pelaksanaan pemberian kredit ini tercatat terjadinya penung
-
gakan dalam pembayaran kembali oleh petani yang semakin bertambah
besar dari tahun ketahun, walaupun jumlah kredit yang diterima
petani sebenarnya relatif kecil.
per
Sebagai sekedar gambaran dapat di
-
kemukakan bahwa tunggakan kredit yang terjadi di Jawa Tengah saja
sejak tahun 1970/71 sampai tahun 1980 adalah sebesar
Rp 15.111.159.000,OO (limabelas milyar rupiah lebih) dan berada
di
tangan 23.812 orang petani .I) Sepintas lalu data ini memberikan petunjuk bahwa keadaan keuangan kebanyakan petani adalah begitu le
-
mah, sehingga mereka tidak mampu membayar kembali kredit walau da
-
lam jumlah kecil sekalipun.
"Keterangan
1980.
Tetapi data lain menunjukkan keadaan
Gubernur Jawa Tengah, Harian Kompas tgl
.
27 Juni
4
yang memberikan kesan yang berbeda, di mana justru pada musim tanam
sesudah tanaman padi oleh petani banyak ditanam tanaman non-padi
(tanaman perdagangan) yang membutuhkan pengeluaran dana yang jauh
lebih tinggi daripada yang dibutuhkan dalam usaha tani padi atau
jumlah kredit yang dihutang.
Sebagai contoh dapat dikemukakan ya -
itu berkembanganya sentra tanaman perdagangan di Jawa Tengah
yang
terjadi sejak tahun tujuh puluhan, yaitu tanaman bawang merah
di
daerah Kabupaten Brebes atau tanaman tembakau di daerah Kabupaten
Kendal, yang juga merupakan areal Bimas pada musim tanam padi.
Dari kedua data tersebut di atas, mengundang timbulnya sekelompok
pertanyaan yang menyelidik antara lain :
a. Apakah petani yang juga mengusahakan tanaman perdagangan terse
-
but termasuk dalam populasi penunggak kredit ?
b. Apabila mereka juga merupakan anggota populasi, maka dengan cara
bagaimana atau dari sumber mana mereka dapat menyediakan kebutuh
an dana yang lebih besar tersebut.
c. Apabila ternyata mereka itu bukan anggota populasi penunggak
kredit, apakah dengan pola tanam padi dan tanaman perdagangan
tersebut petani berada dalam kondisi keuangan yang lebih baik,
sehingga mereka masih mampu melunasi kredit yang diambilnya se
-
kalipun mereka menghadapi kondisi yang sama kurang menguntungkan
dalam memproduksi padi.
Pengetahuan yang mendalam sehubdngan dengan jawaban atas pertanyaan
pertanyaan tersebut di atas, kiranya akan dapat diperoleh melalui
studi tentang pembelanjaan usaha pertanian (agricultural finance)
seperti yang akan dilakukan dalam penelitian ini.
5
Melalui studi ini diharapkan akan diperoleh gambaran secara terpe
-
rinci tentang cara bagaimana para petani menyediakan alat-alat pembayaran yang diperlukan bagi usaha pertaniannya. Dengan pengetahuan tersebut akan diperoleh beberapa petunjuk tentang stabilitas dan
potensi pertumbuhan daripada kehidupan eltonomi petani atas dasar ke
adaan yang ada. Hal ini kiranya akan sangat bermanfaat bagi pemeric
tah dalam menyusun kebijaksanaan di bidang pertanian, sehubungan
dengan usaha untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan go
longan masyarakat petani pada khususnya.
-
6
1.2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum dimaksudkan untuk memperoleh penge-
tahuan secara mendalam tentang :
cara bagaimana atau dari sumber
mana saja kebutuhan petani akan modal dipenuhi dalam pertanian rakyat, seberapa jauh petani berhasil mengelola usaha taninya, serta
seberapa jauh kemampuan petani dalam pembentukan modal.
Disebabkan
oleh adanya keterbatasan dalam faktor biaya dan waktu, maka ruang
e
:
lingkup daripada penelitian ini dibatasi hanya pada petani yang b
gerak dalam bidang usaha tani padi, bawang merah dan ternbakau.
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1.2.1 Mengukur tingkat penggunaan modal dalam usaha tani padi,
bawang merah dan tembakau.
1.2.2
Mengidentifikasi sumber-sumber dana yang dipergunakan oleh
petani dalam usaha tani padi, bawang merah dan tembakau.
1.2.3
Mengukur tingkat efisiensi daripada penggunaan lahan dalam
usaha tani padi, bawang merah dan tembakau.
1.2.4
Mengukur penggunaan dana kredit dalam usaha tani padi, bawang
merah dan tembakau.
1.2.5 Mengidentifikasi potensi pembentukan modal pada kelompok petani dengan pola pergiliran tanaman padi
padi
- tembakau.
- bawang merah dan
7
1.3
Perumusan Masalah dan Hipotesa
Usaha pertanian rakyat merupakan salah satu bidang usaha
yang
masih banyak diliputi/dibayangi oleh falctor ketidak pastian dan resiko, baik dalam segi produksi maupun dalam segi pemasarannya.
Dalam segi produksi faktor-faktor yang banyak menimbulkan ketidak
pastian dan resiko antara lain ialah iklim, bencana alam dan hama
penyakit, sedang dalam segi pemasaran ialah sifat daripada produk
nya dan faktor harga.
Dengan demikian maka pendapatan yang diteri-
ma oleh petani cenderung berubah-ubah naik turun, yang kadang-ka
dang bahkan mendekati no1 atau defisit.
bahwa :
-
-
Berdasarkan pada kenyataan
kebanyakan petani yang ada tergolong petani kecil dengan
lahan pertanian yang relatif sempit, sifat usaha pertanian yang banyak mengandung ketidak pastian dan resiko, serta jumlah tanggungan
beban keluarga petani yang relatif besar, maka dilihat dari segi
pembelanjaan permasalahannya ialah cara bagaimana petani menyedia
-
kan alat-alat pembayaran yang diperlukan bagi usaha pertaniannya
yang dalam perkembangannya membutuhkan kapital yang semakin bertambah besar.
Beberapa kemungkinan jawaban atas pokok permasalahan tersebut
di atas secara hipotetis dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.3.1
Petani mampu menghimpun dana yang diperlukan dari hasil usahataninya.
1.3.2
Petani memiliki sumber pendapatan lain di luar usahatani
yang dapat menjadi sumber dana bagi usaha pertaniannya bila
diperlukan.
8
1.3.3 Tersedia sumber dana kredit bagi petani secara cukup, yang
dapat dipergunakan setiap waktu diperlukan.
Dari hipotesa induk tersebut dapat disusun sejumlah hipotesa kerja
sebagai berikut :
1.3.1.1 Pendapatan kotor yang diterima petani dari kegiatan usaha
tani, dengan pola rotasi tanaman padi
padi
- bawang merah dan
- tembakau, adalah lebih besar daripada pengeluaran
belanja rumah tangga petani selama tahun anggaran yang ber
sangkutan.
1.3.1.2 Laba kotor (gross margin) yang diterima oleh petani
dari
usaha tani bawang merah dan usaha tani tembakau lebih be sar daripada yang diterima dari usaha tani padi.
1.3.1.3 Petani luas dalam usaha tani bawang merah dan usaha
tani
tembakau memerlukan modal kerja untuk per kesatuan luas
usaha tani dalam jumlah yang lebih besar daripada petani
sempit untuk jenis usaha tani yang sama.
1.3.1.4 Petani luas dalam usaha tani bawang merah dan usaha tani
tembakau menerima laba kotor (gross margin) untuk per kesa
tuan luas usaha tani dalam juml.ah yang lebih besar dari
pada yang diterima oleh petani sempit untuk jenis usaha ta
ni yang sama.
1.3.2.1
Pendapatan rumah tangga petani yang berasal dari usaha
di
luar usaha tani selama satu tahun anggaran adalah lebih be
sar daripada jumlah modal yang diperlukan untuk usaha ta
ninya
.
-
9
1.3.2.2
Bagian pendapatan rumah tangga petani yang berasal
usaha di luar usaha tani
dari
berkorelasi secara negatip de
-
ngan luas lahan usaha tani yang dikuasainya.
1.3.3.1
Bagian pendapatan rumah tangga petani yang berasal dari
sumber kredit berkorelasi secara positip dengan luas lahan
usaha tani yang dikuasainya.
1.4
Tinjauan Pustaka
Dalam usaha pertanian moderen, seperti juga halnya di bidang
usaha yang lain, sebagai kunci untuk memperoleh tingkat pendapatan
yang memuaskan ialah dapat terciptanya kombinasi yang baik daripada
aktiva produktif seperti :
tanah, ternak dan mesin-mesin dengan te
-
naga kerja dan kemampuan manajerial yang ada. 1)
Untuk mendapatkan aktiva produktif tersebut, maka modal merupakan
sesuatu yang sangat penting untuk keberhasilannya. Besarnya modal
yang dapat dikuasai oleh suatu keluarga petani untuk tujuan usaha
tani, sampai suatu tingkat tertentu akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang dapat dicapai oleh keluarga yang bersangkutan.
Modal dalam arti luas meliputi semua aktiva yang ada pada su
-
atu saat tertentu, yaitu sumber-sumber yang mampu menghasilkan ba
-
rang dan jasa pada suatu waktu yang akan datang.
Dalam pengertian
tersebut meliputi modal sebagai aktiva produktif, modal yang berupa
dana untuk investasi dan pengetahuan teknis serta ketrampilan
2)
Pada pembicaraan selanjutnya akan lebih banyak dipergunakan istilah
modal dalam arti yang lebih sempit yaitu modal dalam bentuk dana
atau modal kerja yang diperlukan untuk membiayai suatu kegiatan us2
ha tani.
Dengan menguasai modal yang lebih besar seorang petani sebagai
1). W.G. Murray & A.G. Nelson : "Agricultural Finance", The
Iowa State University Press, Ames, Iowa, Fourth Ed., 1963, p 3.
2). R. Firth & B.S Yamey : "Capital, Saving and Credit in
Peasant Societies", Aldine Pub.Co., Chicago, 1964, p. 18.
manajer yang sekaligus juga pekerja dalam usaha pertaniannya, akan
memperoleh kesempatan untuk meningkatkan pendapatannya. Diketahui
bahwa peningkatan pendapatan petani secara teoritis terjadi karena
meningkatnya produktivitas daripada tenaga kerja petani, yaitu me
-
lalui penggunaan lahan usaha tani yang lebih luas, penggunaan bibit
unggul, peningkatan kesuburan tanah, pencegahan kerusakan produksi
dari gangguan hama dan penyakit tanaman serta tindakan-tindakan lainnya yang hanya dapat dilakukan asalkan tersedia modal yang lehih
Dalam teori pembangunan ekonomi juga dikemukakan bahwa un
-
tuk tersedianya modal yang lebih besar dituntut adanya tingkat ta
-
besar.
bungan yang lebih besar pula. Sedangkan untuk terjadinya tingkat
tabungan yang lebih besar disyaratkan lebih dahulu tingkat pendapat
an riil yang lebih tinggi.
Di muka telah disebutkan bahwa tingkat
pendapatan riil yang lebih tinggi akan terjadi apabila produktivi tas petani meningkat, yaitu melalui penggunaan modal yang lebih besar. Di sini kita bertemu dengan lingkaran yang tidak berujung
pangkal (vicious circle) yang pernah dikemukakan oleh Ragnar R.
Nurkse 3), yang mengetengahkan terjadinya lingkaran kemiskinan da
lam masyarakat negara-negara yang sedang berkembang. Jadi di
-
dalam
lingkaran kemiskinan tersebut terdapat empat variabel yang masing masing sukar untuk diidentifikasikan sebagai sebab pertama daripada
terjadinya lingkaran tersebut, demikian pula sukar diketahui variabe1 mana yang merupakan produk terakhir.
3). Ragnar R. Nurkse : "Problems of Capital Formation in
Under-Developed Countries", terjemahan H.S. Hutagalung, Bratara
Jakarta, 1963, hal. 14.
12
Maka untuk meningkatkan pendapatan riil, usaha yang perlu dilakukan
ialah mematahkan lingkaran pada salah satu bagian di mana saja yang
-
diperkirakan akan dapat memberikan hasil secara memuaskan. Mening
katkan tabungan dengan cara menekan tingkat konsumsi pada umumnya
sukar untuk dilaksanakan, berhubung dengan tingkat konsumsi sudah
-
cukup rendah atau karena adanya kesukaran dalam mengatasi efek de
monstratif daripada pola konsumsi baru yang semakin meningkat.
Ca-
ra lain yang dapat dilakukan ialah dengan memasukkan dana kredit ke
dalam lingkaran tersebut, yang akan berfungsi memperbesar jumlah
modal yang ada. Banyak pendapat yang menyatakan bahwa bantuan kredit mempunyai potensi yang cukup besar untuk mematahkan lingkaran
kemiskinan tersebut.
Cara ini juga sudah banyak dicobakan terhadap
kelompok petani untuk memecahkan masalah kekurangan modal yang di
hadapinya.
-
Oleh karena i-tutidaklah mengherankan kalau dunia per -
kreditan memperoleh perhatian yang besar pula di dalam studi ten
-
tang pembelanjaan di bidang usaha pertanian (agricultural finance).
Penggunaan modal dari luar (kredit) akan dapat rneningkatkan
pendapatan riil dan tabungan hanya apabila petani berhasil mening
-
katkan "margin" dan atau "capital turn-over'' nya, sehingga tingkat
laba yang dkperoleh lebih tinggi daripada tingkat bunga yang harus
dibayar.
Setiap kegagalan yang terjadi dalarn penggunaan modal, ba-
ik yang berasal dari dalam maupun dari luar, akan berakibat menurur
nya jumlah modal yang dioperasikan dalam usaha pertanian pada periode berikutnya. Apabila ha1 itu benar-benar terjadi maka petani
akan terlempar ke dalam lingkaran kemiskinan yang lebih dalam lagi,
dan mereka akan mengalami masalah kekurangan modal yang lebih besar
pula.
Dalam ha1 demikian maka problema pembelanjaan usaha tani men
-
jadi lebih serius bagi petani yang bersangkutan. Keadaan seperti
tersebut terakhir dalam praktek banyak dijumpai pula pada usaha per
-
tanian rakyat yang bercirikan penguasaan lahan pertanian yang sem
pit dan dengan tujuan usaha untuk memperoleh pendapatan yang sebe sar-besarnya(
J
Dengan ciri-ciri khusus yang demikian maka seluk be-
luk dalam pembelanjaan usaha pertanian rakyat sudah barang tentu
akan berbeda dengan yang terjadi dalam usaha pertanian yang komer siil.
Jumlah petani yang mempunyai atau memenuhi ciri-ciri sebagai
petani komersiil di Indonesia diperkirakan hanya sebanyak 2 32 %
.
jumlah petani yang ada 4)
Sesuai dengan pokok permasalahan yang sedang dibahas serta kon
disinya, maka kiranya cukup memadai apabila dalam studi ini dipergs
nakan pendekatan anggaran (budgeting approach).
mempelajari kejadian-kejadian yang bersangkut
Yaitu dengan cara
pa~.tdengan aktivi
-
tas pemasukan dan pengeluaran dana yang dilakukan oleh petani, baik
untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan usaha pertanian
nya.
Sedang untuk mengukur tingkat efisiensi daripada penggunaan
lahan usaha tani dalam usaha pertanian dipergunakan konsep "gross
margin" (laba kotor) sebagai standard perhitungan
5)
4). Lihat Sajogyo. 1976. Dalam Kata Pengantar terjemahan buku
Involusi Pertanian (C. Geertz)., Bhratara K S. Jakarta. hal. xxiv.
5). Diangkat dari C.A. Robertson : "An Introduction to
Agricultural Production Economics and Farm-Management". Tata Mc
Graw-Hill Pub. Co. Ltd. India. 1971. p. 94.
14
Perhitungan "gross margin" bertolak dari pembagian biaya suatu usaha tani dalam dua kelompok yang berbeda, yaitu biaya tetap (fixed
costs) yang pada umumnya tidak tergantung pada tingkat "output",
dan biaya variabel (variable costs) yang secara langsung berhubungan dengan tingkat "output". Adapun "gross margin" (laba kotor) me
-
rupakan selisih aritara "gross output" dengan "variable costs". Be
-
saran "gross margin" inilah yang biasanya tertinggal di tangan pe
-
tani untuk menutup "fixed costs" dan "profit" yang diharapkan oleh
petani.
Karena "fixed costs" per definisi adalah konstan, maka se-
makin besar "gross margin" yang diterima berarti "profit" yang di
terima petani akan menjadi semakin besar pula.
-
Dengan cara menghi-
tung dan membandingkan "gross margin" dari beberapa jenis usaha tani, maka akan diperoleh petunjuk tentang tingkat efisiensi daripada penggunaan lahan usaha tani pada tingkat pengetahuan teknik, kemampuan manajemen dan kondisi pasar tertentu. Atas dasar konsep
perhitungan ini tenaga kerja petani beserta keluarganya tidak ter
masuk dalam kelompok biaya variabel.
-
Hal ini kiranya sesuai dengan
cara berpikir petani yang menyerahkan harga daripada tenaga kerja
mereka pada hasil yang dapat diperoleh dari usaha taninya. 'Petani
dengan lahan usaha taninya adalah merupakan satu kesatuan yang
ti-
dak dapat dipisahkan, dimana lahan usaha tani merupakan suatu tem
-
pat bagi petani dan keluarganya untuk menjual tenaga kerja mereka.
Sehingga setiap pencurahan modal yang dilakukan atas suatu usaha ta
ni, bagi petani adalah tidak lain daripada ksuatu usaha untuk me
-
ningkatkan harga daripada tenaga kerja mereka, dan bukan semata-ma-
ta u~itukmengejar laba yang setinggi-tingginya seperti yang biasa
dikejar oleh para penanam modal dalam dunia usaha moderen.
Dengan
kata lain dapat dikemukakan bahwa tujuan utama daripada usaha perta
nian rakyat ialah mengejar pendapatan keluarga yang sebesar-besar
-
nya dan bukan laba yang sebesar-besarnya seperti yang dituju oleh
pertanian komersiil 6 ) .
Adapun pengertian daripada pendapatan ke
-
luarga yang sebesar-besarnya tersebut tidak lain adalah "gross
margin" yang sebesar-besarnya, yang di dalamnya mengandung unsur
nilai sewa tanah dan pendapatan tenaga kerja keluarga petani.
Melalui pendekatan anggaran akan dapat diketahui secara menyeluruh mengenai :
jumlah dan pola penerimaan rumah tangga petani se
lama satu siklus produksi, serta jumlah dan pola pengeluaran rumah
tangga petani dalam periode yang sama.
Dari sini akan dapat dikaji
lebih lanjut tentang pengaruhnya terhadap kelangsungan penyediaan
dana bagi kegiatan usaha tani pada periode selanjutnya.
6). Mubyarto : "Pengantar Ekonomi Pertanian", Lembaga Peneli
tian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial, Jakarta, 1973
hal. 18.
-
1.5
Metodologi
1.5.1
Kerangka Sampel
Kelompok petani yang menjadi sasaran penelitian ialah ke-
lompk petani yang mengikuti pola rotasi tanaman :
bakau, padi
padi
- tem-
- bawang merah dan padi - padi.
Untuk pola rotasi tanaman padi
- tembakau, dipilih daerah Ka -
bupaten Kendal yang merupakan daerah sentra tanaman tembakau
dataran rendah yang terbesar di propinsi Jawa Tengah.
kan untuk pola rotasi tanaman padi
Sedang-
- bawang merah, dipilih dae
-
rah Kabupaten Brebes yang merupakan daerah sentra tanaman ba
wang merah.
Pada masing-masing daerah sentra tanaman tersebut dipilih satu
Kecamatan yang mempunyai w e a l tanaman paling luas pada musim
tanam terakhir. Maka sebagai Kecamatan terpilih masing-masing
ialah Kecamatan Gemuh untuk jenis usaha tani tembakau, dan Kecamatan Larangan untuk jenis usaha tani bawang merah.
Dengan menggunakan kriteria yang sama selanjutnya terpilih desa Pucangrejo dan desa Larangan, masing-masing sebagai daerah
sampel terkecil untuk usaha tani tembakau dan usaha tani ba
wang merah.
-
Adapun sebagai daerah penelitian untuk pola rota-
si tanaman padi
-
padi direncanakan sama dengan dua pola
yang
lain. Namun dalam pelaksanaan penelitian pola rotasi yang ketiga
tersebut tidak diketemukan populasinya, sehingga selan
-
jutnya penelitian hanya dilakukan atas kelompok petani dengan
pola rotasi tanaman padi
- tembakau dan padi - bawang merah.
17
1.5.2 Cara Pemilihan dan Jumlah Sampel Petani
Atas dasar pola rotasi tanaman yang ada, maka populasi pe
tani pada desa sampel dibedakan dalam dua kelompok yaitu :
Kelompok 1 :
petani dengan pola rotasi tanaman padi
- bawang
merah/tembakau.
Kelompok 2 :
petani dengan pola rotasi tanaman yang lain.
Dalam penelitian ini hanya kelompok satu yang menjadi sasaran.
Pada tahap berikutnya sub-populasi petani kelompok satu diklasifikasikan lagi dalam 3 sub-kelompok atas dasar luas pemilikan lahan usaha tani, yaitu :
petani luas.
petani sempit, petani sedang dan
Adapun kriteria yang dipergunakan dalam pengelot?
pokan tersebut ialah sesuai dengan persepsi daripada masyara kat petani atas peristilahan tersebut, yaitu :
Petani sempit
:
memiliki lahan usaha tani seluas
< 0,3550
Ha.
Petani sedang
:
memiliki lahan usaha tani seluas
>
Petani luas
:
0,3550 -
<
0,7100 Ha.
memiliki lahan usaha tani seluas
3
0,7100 Ha.
Di sini luas 0,7100 hektar adalah merupakan hasil konversi dari pada satuan ukuran lokal untuk luas 1 bau.
0,3550 hektar adalah untuk luas
pit, yang berikutnya ialah
2 bau
t
Selanjutnya
bau atau disebut juga selu
-
atau disebut juga siring, dan
1/8 bau atau disebut juga separon.
Yang dapat dipilih sebagai sampel responden terbatas hanya pe-
18
tani pemilik penggarap yang mencurahkan sebagian besar daripa
da waktu kerjanya pada usaha dibidang pertanian.
Direncana
-
kan jumlah sampel adalah sebanyak 30 orang petani pemilik
penggarap untuk masing-masing desa, atau sebanyak 10 orang pe
tani untuk setiap sub kelompok yang dipilih secara acak.
De-
ngan demikian jumlah sampel petani yang diteliti seluruhnya
sebanyak 60 orang petani pemil-ik penggarap, yaitu sebanyak 30
orang petani di desa Larangan dan sebanyak 30 orang petani
yang lain dari desa Pucangrejo.
1.5.3 Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data hanya dilakukan satu kali dan meliputi
peristiwa yang terjadi selama dua musim tanam terakhir, yaitu
musim penghujan tahun 1978/1979 dan musim kemarau tahun 1979.
Data yang bersangkut paut dengan kegiatan rumah tangga petani
dikumpulkan dengan cara wawancara langsung dengan para petani
sampel, yang dibantu dengan menggunakan daftar pertanyaan yang
sudah dipersiapkan.
Untuk data yang lebih bersifat umum, se
-
perti kondisi umum usaha tani dan kondisi pemasaran, dikumpulkan dari sumber-sumber yang dipandang dapat memberikan informs
si yang diperlukan.
Yaitu antara lain pamong desa, dan peja
bat dari Dinas Pertanian Rakyat.
Cara observasi dipergunakan
pula sebagai pelengkap terhadap cara wawancara sepanjang di
perlukan
.
-
-
19
1.5.4
Macam Variabel dan Definisi.
Data yang dikumpulkan meliputi data yang menyangkut va
-
riabel-variabel sebagai berikut :
- harta kekayaan rumah tangga petani
- pendapatan dari usaha tani selama satu siklus produksi
- penerimaan rumah tangga petani untuk jangka waktu satu ta hun
- pengeluaran dana untuk biaya usaha tani selama satu siklus
produksi
.
- pengeluaran belanja rumah tangga petani untuk jangka waktu
satu tahun
- penggunaan modal dari luar (kredit)
- fluktuasi pendapatan usaha tani.
Untuk memperoleh keseragaman pengertian, maka atas bebe
-
rapa istilah penting yang dipakai di sini diajukan batasan sebagai berikut :
Pembelanjaan :
sebagai suatu usaha untuk menyediakan alatalat pembayaran yang diperlukan.
Pertanian rakyat :
yaitu usaha pertanian keluarga di mana dipro
-
duksi bahan makanan seperti beras, palawija
(jagung, kacang-kacangan, dan ubi-ubian)
dan
tanaman hortikultura seperti sayuran dan buahbuahan.
20
Laba kotor (gross margin) = Pendapatan kotor
= Sewa tanah
- Biaya variabel
+ balas jasa bagi tenaga kerja keluarga.
Pendapatan kotor = Hasil produksi yang diterima dikalikan dengan harga produk per kesatuan berat.
Biaya variabel meliputi sejumlah dana yang dibayarkan untuk
mendapatkan sarana produksi (bibit, pupuk dan obat-obatan),
tenaga kerja non keluarga dan bunga modal.
111. GAMBARAN UMUM PETIWI SAMPEL
3.1
Keadaan Petani Sampel
Petani sampel dipilih dari sub-populasi petani pemilik pengga
-
rap yang mencurahkan sebagian besar daripada waktu kerjanya pada bidang usaha tani yang dikelolanya. Dengan demikian petani-petani lain yang dapat dimasukkan ke dalam kelompok petani pedagang, petani
pengusaha, petani pegawai, petani penyakap, petani penyewa dan sebagainya tidak tercakup dalam kelompok petani yang sedang dipelajari.
Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk memperoleh keseragaman sampel
petani dilihat dari segi pembelanjaan, yang juga dihubungkan dengan
motivasi berusaha tani seperti yang telah disebutkan pada bab
yang
terdahulu. Yaitu sebagai kelompok petani yang tidak memenuhi ciri
-
ciri sebagai petani komersiil, yang seperti diketahui meliputi sebagian besar daripada jumlah petani yang ada.
Atas dasar cara pemilihan sampel seperti yang telah ditetapkan dalam
metodologi yang dipergunakan, maka jumlah sampel petani yang terpi
lih di kedua desa sampel adalah seperti tercantum pada tabel 3.
-
Tabel 3. Jumlah Sampel Petani Di Desa
Larangan dan Pucangrejo
!
!
Jumlah Sampel
!
No.
1
Kelompok Petani
!
Larangan
!
Pucangrejo !
Luas
I
12
!
9
!
Seluruh Sampel
!
30
!
30
!
!
!
! 1
!
Sernpit
! 2
!
Sedang
! 3
!
! 4
!
!
!
I
I
!
!
!
Catatan : Jumlah sampel untuk setiap kelompok petani tidak sesuai
dengan yang direncanakan, antara lain disebabkan oleh
adanya perbedaan antara luas penguasaan lahan oleh petani menurut Buku Induk di Kelurahan ( ~ a n gmenjadi dasar
daripada pemilihan sampel) dengan luas penguasaan efek tif pada saat penelitian dilakukan.
Petani sampel tersebut seluruhnya memiliki lahan pertanian sa
wah serta pekarangan, dan sebagian kecil di antaranya juga memiliki tanah tegalan.
Data mengenai luas pemilikan rata-rata lahan
pertanian daripada kelompok petani sampel dapat dilihat pada tabel
4 dan tabel 5.
Sebagai petani ternyata bahwa luas tanah garapan mereka setiap wak
tu tidak selalu sama dengan luas lahan yang dikuasainya. Kelompok
petani sempit kebanyakan masih juga berusaha untuk memperluas gargp
annya dengan cara menyewa atau menyakap, sepanjang tenaga kerja ke
luarga yang ada masih mampu mengerjakannya.
42
Sedang kelompok petani luas di pihak lain akan berusaha untuk menye
suaikan luas garapannya dengan tenaga kerja keluarga yang tersedia
dan kemampuan keuangannya, terutama untuk memperoleh tambahan tenaga kerja yang diperlukan dan sarana produksi yang harus dibelinya.
Dalam usaha penyesuaian ini petani luas menempuh berbagai cara, antara lain dengan mempersempit tanah garapannya baik dengan menyewakan sebagian daripada lahan pertanian yang dikuasainya atau dengan
menyakapkannya. Mereka akan rnenyewakannya apabila sedang menghadapi
kebutuhan dana yang besar, baik untuk tujuan mengolah lahan usaha
taninya maupun untuk tujuan yang lain.
Tindakan menyakapkan diam -
bil antara lain karena didorong oleh rasa kekeluargaan, sedikitnya
tenaga kerja keluarga sedang nilai sewa tanah di pandang terlalu
rendah atau memang tidak ada orang lain yang mau menyewanya.
Tabel 4. Luas Milik, Jenis Lahan, dan Luas Garapan
Usaha Tani di Desa Larangan
Tahun 1979
!
.I
I
Kelompok '
!No' ! Petani !
! 1 ! Sempit
!
!
!
!
Sumber
Catatan
I
'
I
!
!
Luas
Tegalan
Pekarangan
Milik
Ha
!
Ha
!
Ha
Luas Garapan
! M.H./Ha.
!
1
0,37167 !
(0,04083)
!
6
!
0
!
!
! 0,0900
!
! 0,22418 ! 0,2770
(0,09844) (0,09844) (0,1405)
!
11
!
12
!
12
(0,02829
12
2 ! Sedang
! 3 ! Luas
!
! 0,17355
!
!
Sawah
Ha
(0)
6
! 0,06285
0,05462 ! 0,42457 ! 0,3410
(0,03927) (0,06459) (0,0866)
!
6
!
6
!
6
! 2,32458
! 0,1800
! 0,16529 ! 2,50614 ! 1,5230
(1,61257) (0,12728) (0,25766) !(1,78587) (0,9169)
!
12
!
2
I
11
!
12
!
12
: Data Primer.
: Di dalam tanda kurung adalah angka standard deviasi.
1
! M.K./Ha
Tabel 5.
!
!
! No. !
I
Kelompok'
Petani !
Sawah
Ha
I
'
!
Luas Milik, Jenis Lahan dan Luas Garapan
Usaha Tani di Desa Pucangrejo Tahun 1979
Tegalan
Ha
I
'
!
1
Luas
Pekarangan
Milik
Ha
!
Ha
!
Luas Garapan
! M.H./Ha. ! M.K./Ha.
I
!
I
!
I
3 ! Luas
0,6550
! 0,56429 ! 0,06469 ! 1,15744 ! 0,8700
! 0,8700 !
(0,23393) (0,32305) (0,03831) (0,45510) (0,4390) (0,4390)
!
9
!
7
!
9
I
9
I
9
!
9
!
!
!
4 ! 5. Sampel! 0,40466 ! 0,37875 ! 0,04804 ! 0,63926 ! 0,5960
! 0,5960 !
(0,23614) (0,27773) (0,03546) (0,43841) (0,3820) (0,3820)
!
!
!
30
!
16
!
29
!
30
!
30
!
30
!
!
Sumber
Catatan
:
:
Data Primer.
Di dalam tanda kurung adalah angka Standard Deviasi.
Dilihat dari segi pendidikan, diketahui bahwa tingkat pendidik
an formil yang dicapai oleh sebagian besar daripada petani sampel
adalah rendah.
Jumlah mereka yang buta huruf cukup besar, yaitu di
desa Larangan sebanyak 10 % dan di desa Pucangrejo sebanyak 23 % da
ri jumlah sampel. Sedang yang berkesempatan mencapai pendidikan di
atas sekolah dasar di desa Larangan hanya sebanyak 14 % dan di desa
Pucangrejo sebanyak 7 % dari jumlah sampel. Data mengenai tingkat
pendidikan petani sampel dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Tingkat Pendidikan Petani Sampel
di Desa Larangan dan Pucangrejo
I
!
!
!
Kelompok
Petani
! Buta Hrf! SD 3 th.! SD 6 th.!
SLTP
!
SLTA
!
! Lr ! PC ! Lr ! PC ! Lr ! PC ! Lr ! PC ! Lr ! PC !
l ! Sempit
!
2 !
2 !
4 !
3 !
5
!
l !
l !
O !
O !
O !
! 2! Sedang
!
l !
5
!
2 !
6 !
2 !
3 !
l !
l !
O !
O !
! 3! Luas
!
O !
O !
7 !
2 !
3 !
6 ! O !
l !
2 !
O !
!
Sumber : Data Primer
Tingkat pendidikan daripada petani sampel tersebut kiranya akan me;
punyai pengaruh pula terhadap kemampuan dan intensitas usahanya dalam mencegah atau mengatasi problema pembelanjaan.
46
Diketahui bahwa usaha pertanian rakyat yang sering disebut pula sebagai usaha tani keluarga, banyak mengandalkan pada tenaga ker
ja keluarga sebagai modal kedua setelah lahan usaha tani yang di
kuasainya yang disebut sebagai modal utama.
-
Jumlah tenaga kerja ke
-
luarga yang tersedia dalam suatu rumah tangga petani banyak diper
-
gunakan sebagai alat ukur pertama untuk menentukan luas garapan
atau skala usaha tani bagi suatu keluarga. Semakin banyak tenaga
kerja tersedia dalam suatu keluarga, berarti bahwa kemampuannya untuk mengerjakan lahan usaha tani juga akan menjadi semakin besar.
Dengan catatan bahwa tenaga kerja yang dimaksud adalah tenaga kerja
laki-laki.
Adapun data mengenai besarnya jumlah anggota keluarga
dan tenaga kerja keluarga daripada petani sampel dapat dilihat pada
tabel 7.
Tabel 7 .
!
lNo.
Jurnlah Anggota Keluarga dan Angkatan Kerja
d a r i p a d a P e t a n i Sarnpel d i Desa Larangan
dan Desa Pucangrejo
Larangan
!
I
!
Kelompok
Petani
!
Anggota !
Keluarga
! 1 ! Sernpit
!
4,67
(1,79)
!
! 2 ! Sedang
!
5,17
(2,401
!
! 3 ! Luas
!
5,75
(2,081
!
! 4 ! Seluruh
!
5,20
(2,lO)
!
Sarnpel
Sumber :
Catatan :
!
Pucangrej o
Angkatan ! Anggota
Kerja
Keluarga
!
Angkatan
Kerja
Data Primer.
- Anggota Keluarga r n e l i p u t i semua orang yang berternpat
t i n g g a l d i dalarn s a t u rurnah dan a t a u sepenuhnya rnenjad i tanggung jawab Kepala Keluarga.
- Angkatan K e r j a t e r d i r i d a r i rnereka yang sudah rnasuk
dalarn u s i a k e r j a ( d i a t a s 10 t a h u n ) dan a k t i f b e k e r j a
a t a u membantu mencari pendapatan b a g i rumah t a n g g a .
- Angka d i dalarn t a n d a kurung a d a l a h angka S t a n d a r d De viasi
.
D a r i t a b e l 7 d a p a t d i k e t a h u i bahwa jurnlah anggota k e l u a r g a dan jurnl a h angkatan k e r j a s e c a r a r a t a - r a t a t i d a k jauh berbeda a n t a r a ke
dua d e s a sarnpel.
-
Demikian p u l a perbedaan dalarn jurnlah angkatan key
j a a n t a r a kelompok p e t a n i sernpit dengan kelornpok p e t a n i l u a s d i kedua d e s a sarnpel, hampir t i d a k b e r a r t i k a l a u dibandingkan dengan
t i n g k a t perbedaan dalam l u a s m i l i k l a h a n usaha t a n i yang nampak be-
48
3.2
Kegiatan Usaha Petani Sampel
Kegiatan usaha pertanian secara intensif hanya dilakukan di ta
-
nah sawah serta tegalan. Sedang pada tanah pekarangan sebagian besar dipergunakan untuk mendirikan bangunan tempat tinggal.
Tanaman
di tanah pekarangan pada umumnya hanya berupa tanaman kitri tahun
seperti tanaman kelapa dan buah-buahan (sebagian besar pohon pi
sang), yang ditanam di sekeliling bangunan rumah.
-
Walaupun tanaman
tersebut pada umumnya belum diusahakan secara intensif, namun pada
saat-saat tertentu dirasakan banyak membantu petani dalam mengatasi
problema pembelanjaan yang dihadapinya.
Dengan tingkat pendidikan seperti tertera pada tabel 6 , diketahui
bahwa usaha sampingan yang dilakukan oleh sebagian besar petani sap!
pel adalah terbatas pada kegiatan berburuh tani saja.
Hanya tiga
orang petani saja di desa Larangan yang mengaku mempunyai usaha sap!
pingan selain berburuh tani, yaitu sebagai pedagang perantarahsaha
jasa, tengkulak padi dan sebagai tukang kayu.
Sedang di desa Pu
-
cangrejo juga terdapat tiga orang petani yang mengaku mempuny