Pandangan Masyarakat Dalam Pernikahan Usia Dini Studi Kasus Di Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Universitas Islam Negeri
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Disusun Oleh:
MUHAMMAD NIZAR FAUZI NIM: 208044100016
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVESITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(2)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Disusun Oleh:
MUHAMMAD NIZAR FAUZI NIM: 208044100016
Dibawa Bimbingan
Dr.H Ahmad Mukri Aji, M.A NIP. 195703121985031003
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVESITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
(3)
(4)
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 13 Mei 2014
(5)
i
Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan inayah-Nya dalam memberikan kesehatan, kekuatan dan ketabahan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dan merampungkan skripsi ini. Dengan berbagai rasa yang menjadi satu lelah, kesal, dan sedih bahkan rasa sedikit putus asa yang muncul dibeberapa waktu, namun semuanya berakhir dengan kelegaan dan keharuan sehingga timbul semangat luar biasa. Tidak lupa salam serta shalawat dihaturkan atas baginda besar Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga para sahabat dan para umatnya yang senantiasa istiqomah dijalan-Nya.
Penulis menyadari bahwasanya manusia tidaklah mungkin hidup tanpa bantuan orang lain dan tidaklah mungkin terwujud semua usaha tanpa bantuan orang lain. Dengan ini penulis dalam rangka menyelesaikan tugas, dalam kerendahan hati ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Phil. JM. Muslimin, M.A., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif hidayatullah Jakarta.
2. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., sebagai Ketua Jurusan Peradilan Agama dan Ibu Rosdiana, M.Ag., sebagai Sekretaris Jurusan Peradilan Agama.
3. Dr. Ahmad Yani, M.Ag., sebagai Ketua Koordinator Teknis Program Non Reguler dan Mufidah, S.Hi., sebagai Sekretaris Koordinator Teknis Program Non Reguler.
(6)
ii
dan mengajar penulis selama masa perkuliahan.
6. Pimpinan Perpustakaan beserta seluruh Staff Fakultas Syariah dan Hukum, yang selalu memberikan penulis fasilitas dalam keperluan perkuliahan.
7. Pimpinan Perpustakaan Utama beserta seluruh Staff yang sudah membantu memberikan penulis fasilitas dalam keperluan perkuliahan. 8. Seluruh staf kelurahan desa cikurutug tempat penulis mengadakan
penelitian serta mendapatkan data dan informasi serta wawancara.
9. Yang tercinta dan terkasih kedua orangtua Bpk. H Ma’sum dan Ibu H linah yang telah sabar membimbing dan mendoakan saya,adik adik saya Aji, Naufal, Wildan dan keluarga yang selalu ada waktunya bersama-sama menitih masa perkuliahan dari nol sampai wisuda ini.
10.Teman teman terbaik saya H imam, Agi afrianto, H Dede Hasanudin Ibnu Hadzar, Ahmad Farizi, Abdul Aziz, Hendrik, Rizki Akbar, Dade, Andi Raihan , Iandri atman dll. yang selalu mengingatkan dan membantu secara moril maupun materil.teman teman kosan Lutfi syauki, feri yuniardi, ulumudin, fahrizal, syamsul anwar bang om dll yang sudah menemani saya selama 6 tahun bersama sama saya ucapkan terima kasih
Akhirnya, kepada semua pihak yang telah membantu saya dalam penyelesaian skripsi ini, saya menghanturkan terimakasih banyak atas bantuan semuanya baik yang berupa doa maupun materill yang tidak dapat penulis balas
(7)
iii
Jakarta, Maret 2014 Penulis
(8)
iv
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Batasan Masalah... 7
C. Rumusan Masalah ... 7
D. Tujuan Penelitian ... 7
E. Kegunaan Penelitian... 8
F. Kerangka Pemikiran ... 9
G. Langkah-Langkah Penelitian ... 11
H. Kajian (Review) Studi Terdahulu ... 14
I. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II PERNIKAHAN MENURUT BAHASA, HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF A. Pengertian Pernikahan ... 17
1. Menurut Hukum Islam ... 17
2. Menurut Hukum Positif ... 19
B. Dasar Hukum Pernikahan ... 19
C. Rukun dan Syarat Pernikahan ... 23
1. Menurut Hukum Positif ... 23
(9)
v
BAB III GAMBARAN LAPANGAN PENELITIAN
A. Profil Desa ... 36
B. Sebab Masyarakat Desa cikurutug Melakukan Pernikahan Dini ... 45
C. Pandangan Tokoh Masyarakat Terhadap Pernikahan Dini ... 47
BAB IV PAPARAN DAN PENELITIAN A. Analisis Hukum Pernikahan Dini Di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi ... 48
1. Posisi Kasus ... 48
2. Sebab Akibat Terjadinya Kasus ... 49
3. Analisa Kasus ... 51
B. Perbandingan Dengan Analisa Menurut Hukum Islam Dengan Hukum Perkawinan Di Indonesia ... 54
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 58
B. Saran ... 59
DAFTAR PUSTAKA ... 60
(10)
1
A. Latar Belakang
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab disebut dengan dua kata yaitu, nikah dan zawaj. Kedua kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari bangsa Arab dan banyak terdapat dalam
Al-qur‟an dan hadist nabi. Secara arti kata nikah berarti “bergabung”, “hubungan kelamin” dan juga berati “akad”.1
Akad nikah yang telah dilakukan akan memberikan status kepemilikan bagi kedua belah pihak (suami isteri), di mana status kepemilikan akibat akad tersebut bagi lelaki berhak memperoleh kenikmatan biologis dan segala yang terkait dengan itu secara sendirian tanpa dicampuri orang lainnya yang tertera
dalam term fiqih disebut “milku al-intifa”, yaitu hak memiliki penggunaan
atau pemakaian terhadap suatu benda (isteri), yang digunakan untuk dirinya sendiri. Bagi perempuan (isteri) sebagaimana si suami ia pun berhak memperoleh kenikmatan biologis atas dirinya sendiri, dalam hal ini si isteri boleh menikmati secara biologis atas diri sang suami bersama perempuan lainnya (isteri suami yang lainnya). Sehingga kepemilikan di sini merupakan hak berserikat antara para isteri. Dan jelas bahwa poliandri haram hukumnya dan sebaliknya pologami dibolehkan secara syara‟.2
1
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Antara Fiqh Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2006), h.36
2
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan, (Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), h. 1
(11)
Menurut istilah hukum Islam terdapat beberapa definisi, diantaranya adalah: “Perkawinan menurut syara‟ yaitu akad yang ditetapkan syara‟ untuk
membolehkan bersenang-senang antara laki-laki dan perempuan dan menghalalkan bersenang-senang perempuan dengan laki-laki”.3
Definisi yang dikutip oleh Zakiah Darajat:
“Akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan seksual dengan lafadzh nikah atau tazwij atau semakna dengan keduanya”. Perkawinan adalah suatu yang diperintahkan oleh Allah yang disunnahkan.4 Dan Rasul menjelaskannya dalam hadist yang diriwayatkan Abdullah bin
Mas‟ud muttafaq alaih yang maksudnya:
“Wahai para pemuda, siapa diantaramu telah mempunyai kemampuan
dari segi „al-ba‟ah‟ hendaklah kawin, karena perkawinan itu lebih menutup
mata dari penglihatan yang tidak baik dan lebih menjaga kehormatan. Bila ia tidak mampu untuk kawin hendaklah ia berpuasa; karena berpuasa itu
baginya pengekang hawa nafsu”.
Sementara menurut Hazairin, menyatakan bahwa inti dari sebuah perkawinan adalah hubungan seksual. Menurutnya tidak ada nikah (perkawinan) bila tidak ada hubungan seksual.5
Indonesia termasuk masyarakat yang majemuk, terdiri dari ratusan suku-suku. Oleh karena itu lahirlah banyak pengertian nikah dalam suku-suku tersebut. Dan karena dalam Islam dijelaskan tatacara dan hukum menikah,
3
Muhammad bin Ismail Al-Kahlaniy, Subulu-salam, (Bandung: Dahlan, t.t), Jilid 2, h. 109
4
Zakiah Darajat, Ilmu Fiqh, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), Jilid 2, h. 37
5
(12)
maka dalam masyarakat Indonesia yang terbagi menjadi ratusan suku ada pula tatacaranya, inilah yang sering disebut dengat adat istiadat, karena lahir dari kebiasaan. Kebiasaan inilah yang akhirnya menjadi hukum sendiri dikalangan mereka. Dan hukum adalah masyarakat juga, yang ditelaah dari sudut tertentu, sebagaimana juga halnya dengan politik, ekonomi dan lain sebagainya.6
Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan pada usia yang terlalu muda. Di era modern seperti sekarang ini pernikahan dini masih banyak terjadi di berbagai daerah. Misalnya, fenomena yang terjadi di desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi. Dimana di desa tersebut banyak terjadi pernikahan di bawah umur.
Banyak sekali fenomena-fenomena pernikahan di bawah umur di berbagai daerah di Indonesia. Berbagai macam dampak negatif juga muncul akibat pernikahan di bawah umur tersebut. Di antara dampak-dampak pernikahan di bawah umur selain beberapa hal di atas ialah menurunnya kualitas sumber daya manusia, kekerasan terhadap anak, kemiskinan meningkat, eksploitasi dan seks komersial anak, dan sebagaianya. Di dalam sebuah jurnal juga dikatakan bahwa maraknya trafiking di antaranya dipicu oleh terjadinya pernikahan di bawah umur.7
Terjadinya pernikahan di bawah umur selain menimbulkan dampak-dampak sebagaimana tersebut di atas, juga menimbulkan ketidak patuhan terhadap hukum Negara. Khoirul Hidayah menulis tentang pernikahan dini.
6
Soerjono Soekanto dan Soleman B. Taneko, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 1
7
Syafruddin, Human Trafficking (Perbudakan Modern dan Aspek Hukum dalam penanggulangannya), Al Adalah, Jurnal Kajian Vol. 7, No. 2, Desember 2008.
(13)
Di dalamnya ia menyatakan bahwa pernikahan di bawah umur menjadi pemicu terjadinya pernikahan sirri. Hal itu terjadi karena terdapat dualisme hukum di tengah masyarakat, yaitu antara hukum Islam dan hukum positif. Menurut mereka, melaksanakan hukum Islam lebih mudah dari pada hukum positif yang penuh pertimbangan prosedurial dan administratif.8
Menurut Hilman Hadikusuma, usia perkawinan perlu dibatasi dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pernikahan anak yang masih asyik dengan dunia bermain. Jadi, supaya dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, maka calon mempelai laki-laki dan perempuan harus benar-benar telah siap jiwa dan raganya, serta mampu berfikir dan bersikap dewasa. Selain itu, batasan usia nikah ini juga untuk menghindari terjadinya perceraian dini, supaya melahirkan keturunan yang baik dan sehat, dan tidak mempercepat pertambahan penduduk.9
Rafidah dkk menemukan bahwa tingkat pendidikan yang rendah, baik orang tua maupun anak, serta perekonomian yang lemah menjadi sebab banyaknya kasus pernikahan di bawah umur.10
Pada tahun 2012 ini pernikahan dini terjadi lagi di desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi, yang melangsungkan pernikahan pada bulan Oktober 2012. Meskipun pada kenyataannya pasangan
8
Khoirul Hidayah, Dualisme Hukum Perkawinan di Indonesia (Analisa Sosiologi Hukum Terhadap Praktek Nikah Sirri), Jurnal Hukum , Vol. 8, No.1, Mei 2008.
9
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan (Hukum Adat dan Hukum Agama), Bandung: Mandar Maju;2007), h. 48.
10
Rafidah dkk, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol.25, No. 2, Juni 2009.
(14)
tersebut belum siap untuk menikah dan menjalani bahtera rumah tangga pada umur yang dibilang masih terlalu muda, pernikahan tetap dilangsungkan.
Terjadinya pernikahan dini di Desa cikurutug ini mempunyai dampak yang tidak baik bagi mereka yang telah melangsungkan pernikahan dini. Dampak dari pernikahan dini akan menimbulkan persoalan dalam rumah tangga, seperti petengkaran, percecokkan, dan bentrokan antara suami dan istri. Emosi yang belum stabil memungkinkan banyaknya pertengkaran dalam berumah tangga. Di dalam rumah tangga pertengkaran atau bentrokan itu hal biasa, namun apabila berkelanjutan bisa mengakibatkan perceraian.
Masalah perceraian umumnya disebabkan masing-masing sudah tidak lagi memegang amanah sebagai istri atau suami, istri sudah tudak menghargai suami sebagai kepala rumah tangga atau suami yang tidak melaksanakan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga. Apabila mereka mempertahankan
ego masing-masing akibatnya adalah perceraian. Namun tidak mungkin dipungkiri bahwa tidak sedikit dari mereka yang telah melangsungkan pernikahan di usia muda dapat mempertahankan dan memelihara keutuhan keluarga sesuai dengan tujuan dari pernikahan itu sendiri.11
Kematangan emosi merupakan aspek yang sangat penting untuk menjaga kelangsungan pernikahan. Keberhasilan rumah tangga sangat banyak ditentukan oleh kematangan emosi, baik suami maupun istri. Dengan dilangsungkannya pernikahan maka status sosialnya dalam kehidupan bermasyarakat diakui sebagai pasangan suami istri dan sah secara hukum.
11
Bakri A. Rahman dan Ahmad Sukardja, Hukum Perkawinan Menurut Islam (Hukum Perkawinan dan Hukum Perdata), (Jakarta: PT Hidakarya Agung, 1981), h. 23-24.
(15)
Batas usia dalam melangsungkan pernikahan adalah sangat penting. Hal ini karena pernikahan menghendaki kematangan psikologis. Usia pernikahan yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga.
Dari penjelasan pernikahan di atas, dapat disimpulkan bahwa kedewasaan ibu baik secara fisik maupun mental sangat penting, karena hal itu akan berpengaruh terhadap perkembangan anak kelak dikemudian hari. Oleh sebab itulah maka sangat penting untuk memperhatikan umur pada anak yang akan menikah. Meskipun batas umur pernikahan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No. 1 tahun 1974, yaitu pernikahan hanya di izinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.12 Namun dalam praktiknya masih banyak di jumpai pernikahan pada usia muda atau dibawah umur. Padahal pernikahan yang sukses membutuhkan kedewasaan tanggung jawab secara fisik maupun mental, untuk bisa mewujudkan harapan yang ideal dalam kehidupan berumah tangga.
Dari latar belakang tersebut penulis berkeinginan meneliti kasus pernikahan dini di Desa Sawarna, yang penulis beri judul “PANDANGAN MASYARAKAT DALAM PERNIKAHAN USIA DINI (STUDI KASUS DI DESA CIKURUTUG KECAMATAN CIREUNGHAS KABUPATEN SUKABUMI)”.
12
Soemiyati, Hukum Perkawinan dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 1999), h. 20.
(16)
B. Batasan Masalah
Agar lingkup bahasannya tidak terlalu luas, maka penulis membatasi penelitian hanya membahas tentang pernikahan usia dini, dampak akibat pernikahan usia dini dan pandangan masyarakat tentang pernikahan usia dini yang terjadi di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi.
C. Rumusan Masalah
Pada dasarnya batas umur pernikahan telah ditetapkan dalam pasal 7 ayat (1) UU No 1 tahun 1974,Yaitu pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 tahun.Namun dalam praktiknya masih banyak di jumpai pernikahan usia dini atau dibawah umur.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dirumuskan permasalahan terhadap objek penelitian ini, permasalahan tersebut adalah:
1. Apa yang mendorong terjadinya pernikahan dini di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi?
2. Apa implikasi pernikahan dini bagi kelangsungan rumah tangga pasangan di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi?
3. Bagaimana pandangan masyarakat tentang pernikahan dini di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hal-hal yang mendorong terjadinya pernikahan dini di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi.
(17)
2. Untuk menjelaskan implikasi pernikahan bagi kelangsungan rumah tangga pasangan pernikahan dini di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi.
3. Untuk mendeskripsikan pandangan masyarakat terhadap pernikahan dini di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi.
E. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian adalah deskripsi tentang pentingnya penelitian terutama bagi pengembangan ilmu atau pembangunan dalam arti luas, dengan arti lain, uraian dalam sub-bab kegunaan penelitian berisi tentang kelayakan atas masalah yang diteliti. Sedangkan kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
a. Menjadi bahan teoritis guna kepentingan penulisan karya ilmiah yang berbentuk skripsi.
b. Dapat dijadikan bahan atau pertimbangan bagi peneliti dan penyusunan karya ilmiah selanjutnya yang ada hubungannya dengan masalah ini khususnya dalam hal pernikahan dini.
2. Secara Praktis:
Bagi masyarakat umum, umtuk memberi pengetahuan kepada masyarakat tentang UU perkawinan, sehingga perkawinan yang akan dilangsungkan sesuai dengan tujuan dari UU No. 1 Tahun 1974 yaitu untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
(18)
F. Kerangka Pemikiran
Sebagai dasar hukum pernikahan yang utama adalah Al-Quran. Banyak ayat-ayat Quran yang berbicara tentang masalah pernikahan. Al-Quran pun sangat memperhatikan masalah pernikahan, hal ini bisa terlihat dengan banyaknya ayat-ayat Quran tentang pernikahan. Disamping Al-Quran, sunnah Rasul pun memberikan penjelasan tentang pernikahan baik menegenai hal-hal yang tidak disinggung dalam Al-Quran secara garis garis besar, sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
“Dari Abdullah bin Mas‟ud: Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada
kami, Wahai kaum muda! Barang siapa yang sudah mampu memberikan nafkah, maka nikalah. Karena sesungguhnya pernikahan itu dapat menjaga pandangan mata dan kehormatan farj. Barang siapa yang tidak mampu, maka
berpuasalah, karena berpuasa merupakan benteng baginya.”
Hadist tersebut merupakan perintah untuk melakukan pernikahan sekaligus memperkuat Al-Quran dalam hal perintah untuk menikah. Namun, disamping memperkuat Al-Quran, hadist ini juga memberikan penjelasan bahwa yang diperintahkan itu adalah orang yang sudah mampu untuk kawin dan bagi orang yang belum mampu memberikan nafkah, ada solusi alternatif yaitu dengan jalan berpuasa.
Banyak lagi hadist dan ayat Al-Quran yang tidak penulis sebutkan satu persatu. Meskipun banyak dari nash Al-Quran dan hadist yang merujuk pada dalil tentang pernikahan, selain dalil nash sebagai dasar hukum pernikahan
(19)
masih diperlukan lagi ijtihad para fuqaha terhadap beberapa masalah yang perlu pemecahan untuk memperoleh ketentuan hukum, misalnya: “bagi orang
yang sudah ingin kawin dan takut akan berbuat zina kalau tidak kawin, maka wajib ia mendahulukan kawin daripada menunaikan ibadah haji. Tetapi kalau ia tidak takut akan melakukan zina, maka ia wajib mendahulukan haji daripada kawin. Juga dalam wajib kifayah yang lain, seperti menuntut ilmu dan jihad, wajib di tunaikan lebih dahulu daripada kawin. Sekiranya tidak
ada kekhawatiran akan terjatuh dalam lembah perzinaan.”13
Masih banyak lagi masalah-masalah yang tidak disinggung dalam Al-Quran dan hadist sehingga memerlukan ijtihad para fuqaha, karena hal yang demikian inilah maka dasar-dasar hukum pernikahan menurut Islam itu meliputi Al-Quran, hadist dan ijtihad para fuqaha.
Undang-undang negara kita telah mengatur batas usia pernikahan. Dalam undang-undang perkawinan BAB II pasal 7 ayat 1 disebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan sudah mencapai umur 16 tahun.14
Kebijakan pemerintah dalam menetapkan batas minimal usia pernikahan ini tentunya melalui proses dan berbagai pertimbangan. Hal ini dimaksudkan agar kedua belah pihak benar-benar siap dan matang dari sisi fisik, psikis dan mental.
Dari sudut pandang kedokteran, pernikahan dini mempunyai dampak negatif baik bagi ibu maupun anak yang dilahirkan. Menurut para sosiolog,
13
Moh. Thalib, Fiqh Sunnah Terjemah, (Bandung: PT Al-Ma‟arif, 1981), h. 22
14
Undang-Undang Perkawinan, lihat di www.depag.go.id, diakses pada tanggal 28 Desember 2012.
(20)
ditinjau dari sisi sosial, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga. Hal ini disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Melihat pernikahan dini dari berbagai aspeknya memang mempunyai banyak dampak negatif. Oleh karenanya, pemerintah hanya mentolerir pernikahan diatas umur 19 tahun untuk pria dan 16 tahun untuk wanita.
Dari ayat diatas jelaslah bahwa hukum pernikahan terhadap pernikahan usia dini tidak dianjurkan baik itu ditinjau dari segi hukum positif maupun hukum Islam, dan adapun aspek-aspek yang penting dalam pernikahan usia dini ialah:
1. Mengarahkan kepada masyarakat agar tidak melakukan atau menganjurkan kepada anak agar melakukan pernikahan usia dini.
2. Berusaha menyelamatkan anak yang akan melakukan pernikahan dini, agar tidak melakukan pernikahan sebelum batas usia pernikahan.
3. Mencari jalan keluar akan baiknya pernikahan dilakukan.
4. Menentukan batasan-batasan usia pernikahan yang menjadi dasar syarat pernikahan.
G. Metodologi Penelitian
Berikut hal-hal yang berkaitan dengan penelitian: 1. Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini adalah Kualitatif sebab tidak bisa diselidiki secara langsung.
(21)
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah hal-hal yang berhubungan hukum pernikahan yang terdapat dalam buku hukum pernikahan yang merupakan sumber pokok dalam penelitian ini.
Adapun sumber lainnya yang dipakai dalam penelitian ini buku-buku yang membahas pernikahan seperti Fiqh Sunnah, dan perundang-undangan pernikahan.
2. Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Ada 3 teknik yang digunakan peneliti dalam pengumpulan data penelitian, yaitu:
a. Teknik Wawancara
Interview adalah suatu cara pengumpulan data dengan cara komunikasi langsung antara peneliti dan objek penelitian. Interview adalah proses tanya jawab antara dua orang atau lebih dalam upaya untuk memperoleh informasi yang satu memberi pertanyaan dan yang satumenjawab atas pertanyaan itu.
b. Teknik Observasi
Observasi disebut pula dengan pengamatan meliputi penglihatan, penciuman, pendengaran, peraba dan pengecap. Metode observasi merupakan suatu teknik penelitian dalam pemgumpulan data dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti, baik pengamatan itu dilaksanakan dalam situasi yang sebenarnya maupun situasi buatan yang diadakan. Dengan teknik ini diharapkan peneliti dapat memperoleh datalengkap dan rinci tentang pernikahan dini di Desa cikurutug kecamatan cirenghas.
(22)
c. Teknik Dokumentasi
Di dalam melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah, artikel dari internet maupun dari media cetak yang berkaitan dengan judul skripsi. Dokumentasi ini memudahkan penulis dalam mencari teori-teori yang berkaitan dengan judul skripsi.
Analisis penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode secara kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang mengasilkan data deskriptif-analisis, yakni apa yang dinyatakan secara tertulis atau lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti sebagia sesuatu yang utuh. Sehingga dengan menggunakan metode kualitatif, penulis diharapkan dalam melakukan penelitian bertujuan untuk mengerti dan memahami gejala yang ditelitinya.15
3. Analisis Data
Secara rinci langkah-langkah dalam penelitian ini adalah:
a. Menyajikan deskripsi tentang pernikahan yang meliputi: pengertian pernikahan, hukum nikah menurut Islam dan perundang-undangan. b. Menginventarisasi ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadist yang berkenaan
dengan masalah yang dibahas.
c. Menganalisa data yang telah didapat berdasarkan ilmu pernikahan. d. Merumuskan teknik analisa data, sebagai berikut:
15
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press), 2008), h. 32
(23)
1) Secara Induktif, yaitu penelusuran fakta dari khusus samapai fakta yang bersifat umum.
2) Secara dedukatif, yaitu penelususran fakta dari umum menuju fakta yang bersifat khusus.
e. Menyimpulkan pemahaman dari ayat Al-Quran dan Al-Hadist serta menurut perundang-undangan pernikahan dan pendapat para tokoh pendidikan Islam untuk memperoleh pemahaman yang sedang dikaji dalam penelitian ini.
H. Kajian (Review) Studi Terdahulu
Dalam penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku, serta skripsi-skripsi ataupun penelitian-penelitian yang pernah membahas seputar pandangan masyarakat dalam pernikahan usia dini. Buku-buku yang digunakan diantaranya “Dualisme Hukum Perkawinan di Indonesia (Analisis
Sosiologi Hukum Terhadap Praktek Nikah Sirri” karangan Khoirul Hidayah.
“Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan” karangan
Soemiyati.
Adapun skripsi yang pernah membahas seputar pandangan masyarakat dalam pernikahan usia dini adalah:
1. Pernikahan Dini di Kecamatan Limo Depok (Studi kasus pernikahan dini di Kecamatan Limo Depok). Penulis Fari Oka Lestari dari fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Islam Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2011. Pada skripsi ini penulis memaparkan tentang sebab akibat pernikahan dini di Kecamatan Limo Depok.
(24)
2. Pernikahan Usia Dini Terhadap Pembentukan Keluarga Sakinah. Penulis Ahmad Hidayat dari Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2008. Pada skripsi ini penulis memaparkan tentang apakah pembentukkan keluarga sakinah berpengaruh pada adanya pernikahan usia dini.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa skripsi yang penulis ajukan tidak sama sekali dengan skripsi diatas. Pada skripsi ini penulis meneliti tentang bagaimana pandangan masyarakat dalam masalah pernikahan usia dini dan memberi pemahaman kepada masyarakat di Desa cikurutug tentang aturan-aturan atau perundang-undangan tentang pernikahan atau tentang batas usia pernikahan serta dampak sebab akibat terjadinya pernikahan dini.
I. Sistematika Penulisan
Untuk lebih mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini lebih fokus dan sistematis, maka penulis mengklasifikasikan permasalahan dalam beberapa bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan yang memberikan gambaran umum dan menyeluruh tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode pembahasan, serta sistematika penyusunan.
BAB II: Merupakan bab yang membahas kajian teoritis, yang menjelaskan tentang pengertian terdahulu, pengertian tentang pernikahan menurut bahasa, islam serta hukum positif, dasar
(25)
menurut hokum pernikahan, rukun dan syarat pernikahan, tujuan pernikahan dan hikmah pernikahan.
BAB III: Bab ini membahas dan menguraikan mengenai metode penelitian yang memuat tentang lokasi penelitian, sebab masyarakat Desa Cikurutug melakukan pernikahan usia dini, pandangan tokoh masyarakat setempat terhadap pernikahan dini.
BAB IV: Bab ini menguraikan dan menganalisa apa yang tejadi di lapangan penelitian tentang pernikahan dini di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi dan memaparkan yang meliputi hasil penelitian yang berupa data-data yang didapat dari hasil penelitian.
BAB V: Merupakan bab terakhir yang berisi tentang penutup. Bab ini terdiri dari dua pembahasan yaitu kesimpulan dari hasil proses penelitian yang dilakukan mulai dari awal penelitian judul sampai penentuan akhir yaitu kesimpulan serta berisi tentang saran-saran konstruktif kepada pihak yang berkaitan dengan penelitian.
(26)
17
A. Pengertian Pernikahan 1. Menurut Hukum Islam
Di dalam literatur fiqh yang berbahasa arab Perkawinan atau Pernikahan disebut dengan kata, yaitu nikah ( اكنلا) dan zawaj (جاوز). Kata-kata tersebut sangat erat sekali dengan kehidupan sehari-hari dari orang Arab dan juga banyak terdapat dalam Al-qur‟an dan hadits nabi.16 Sedangkan kata na- ka-ha banyak terdapat dalam Al-qur‟an dengan arti kawin, seperti dalam surat An-Nisa ayat 3:
ل ڋَماَتَيْٶال ِِلاڊ ُٖ ِسْٯُܓل اََألْ ُُْ٬ِܭل ْنِإَو
ل
ل َنْثَملِءا َسِڃٶال َپِملْ َُُٶل َ اَطلاَملاڊُحِٴْځاَف
ل
ۑلَع ََ ُ َول َ ََُثَو
ل
لَأل ْܒَٴَلَملاَمل ْوَألً َِܱحاَڊَفلاڊُٶِْܱعَܓل اََألْ ُُْ٬ِܭل ْنِإَف
ۚلْ ُُُځاَٽْي
لل َ
ل َ ِِ
ل َنْ َأ
ل
لاڊُٶڊُعَܓل اََأ
ل
Artinya: “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap anak yatim maka kawinilah perempuan-perempuan lain yang kamu senangi dua, tiga, atau empat orang, dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil, cukup satu orang” (QS.An-Nisa‟/4: 3)
Karena arti kata nikah berarti “bergabung” (عم لا(, “hubungan kelamin” )عاتمتسإا( dan juga berarti “akad” jadi adanya dua kemungkinan arti ini karena kata nikah yang terdapat dalam Al-Qur‟an memang mengandung dua arti tersebut.17 Seperti kata nikah yang terdapat dalam surat An-Nur ayat 32:
16
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan Undang- Undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 35
17
(27)
لاڊُفَ اَعَتِٶل َٵِئاَبَٮَول ًَڊُع ُشلْ ُُاَڂْلَعَجَول ََْٿُأَول ٍَܳكَ ل ْپِملْ ُُاَڄْٯَلَܮل اِّإل ُ ااڂٶالاَ هَّأل ََ
لْڂِعلْ َُُمَْܳكَألانِإ
لٌيِبَܭلٌمِلَعل َ اّالانِإلْ ُُاَٯْܓَألِ اّالَܱ
ل
Artinya: “Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki- laki seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal…” (QS. An-Nur/24:32)
Pengertian pernikahan menurut imam madzhab memiliki pandangan masing-masing,antara lain sebagai berikut
a. Imam Abu Hanifah:
لْٯَعلُچاٿِ َِل ُ ََِڂٶا
لَٮل ََـْٿلُأْ َِلَِܑعْتُمال َ ِْْمل ُْܱيِ٬ُيلٌܱ
اًܱ ْص
Artinya : “Nikah adalah suatu akad dengan tujuan memiliki kesenangan secara sengaja.”
b. Imam Maliki :
لَِِلِ ُ ََاتٶالَِܑعاُّملِ اَܳجُمل َََعلٌْܱٯَعلُچاٿَأِبل ُ ََِڂٶَا
لْلِم
لَيلِܑ
للَغ
لِْي
للُم
لْڊ
لِج
لَب
للِٮلَي
لَٽلَِت
لا
لِبلَبلِي
لَڄلِܑ
للَٮلْب
لَُل
للَغ
لُْي
ل
Artinya: “Nikah adalah suatu akad yang mengandung ketentuan hukum semata-mata untuk membolehkan watha‟,bersenang-senang dan menikmati apa saja yang ada pada diri seorang perempuan yang boleh dinikahinya”.
c. Imam Syafi‟i :
لَولََܑح ََِإل ُپاٽ َضَتَيلٌْܱٯَعل ُ ََِڂٶا
لِچِتَ َََْܳتل ْوَألٍجِوْزَتل ْوَألٍ ََْځِإلِْٗ٬َلِبلٍء ْط
Artinya : “Nikah adalah suatu akad yang mengandung pemilikan
”wathi” dengan menggunakan kata menikahkan atau mengawinkan
atau kata lain yang menjadi sinonimnya”.
d. Imam Hambali :
لَعَڊُڇل ُ َاڂٶا
لِعاتْٽِت ْ سل ِألْالَِܑعَ٬َّْمل َََعلِܬْيِوْزِتْوَألِ ََْځِإلُِٗ٬لِبلٌِܱٯ
Artinya : “ Nikah adalah suatu akad dengan menggunakan lafdz-lafadz inkah atau tazwij untuk manfaat (menikmati) kesenangan”.
(28)
Dilihat dari beberapa pengertian yang telah diberikan oleh para Imam diatas, dapat disimpulkan bahwa nikah adalah diizinkannya seorang suami bersenang-senang atau memanfaatkan apa yang ada pada diri istrinya, karena sudah menjadi halal baginya kehormatan dan keseluruhan dari apapun yang dimiliki oleh seorang istri untuk suaminya dan begitupun sebaliknya, karena hal tersebut sudah sesuai dengan Syara atau ketentuan yang berlaku, hal ini dapat terjadi tidak terlepas dari sudah adanya suatu aqad atau ikatan legal baik menurut hukum agama ataupun hukum negara yang telah mereka lakukan.
2. Menurut Hukum Positif
Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974, pasal 1; “Pernikahan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Adapun pengertian menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
sebagai berikut, “Perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan, yaitu
akad yang sangat kuat atau mitsaqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah
dan melaksanakannya merupakan ibadah”.18
B. Dasar Hukum Pernikahan
Menurut para jumhur ulama hukum pernikahan atau perkawinan itu adalah sunnah, hal ini didasari dari banyaknya perintah allah dalam Al-Qur‟an
18
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992 ), h. 14
(29)
dan juga hadits-hadits nabi yang beberapa diantaranya berisi anjuran untuk melangsungkan pernikahan.19
Seperti Firman Allah berikut ini :
ل ڋَم َََ ْأالاڊُحِٴْځَأَو
ل
لْ ُُِ اَبِعل ْپِمل َنِܫِٶا اصٶاَولْ ُُْڄِم
ۚلْ ُُِئاَمِإَو
ل
لُمِ ِِْغُيلَءاََܳٯُفلاڊُٿڊُٴَيل ْنِإ
ےلِ ِل ْضَفل ْپِمل ُ اّا
ل
لٌمِلَعلٌع ِساَول ُاّاَو
ل
Artinya: “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak ( untuk kawin ) di antara hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memberikan kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya ( QS. An-Nur/24: 32).
Sedangkan kenapa nikah menurut Rasul adalah sunnah, karena beliau sendiri sudah melaksanakan hal tersebut, dan beliau menginginkan para umatnya menjalankan apa yang beliau sendiri telah jalani dan beliau lakukan. Seperti salah satu hadits rasulullah :
لِپَع
ل
ل َّأل اپِٴٶ:َلاَٮل َاَ َسَولِچْيالَعلهل َٵ َصل َ ِِاڂٶال انَأل ُچْڂَعلهل َ ِِ َ ل ِ ِِاَمل ِپْبا
ل انِمل َسْيلَفل َِِڃ ُسل ْپَعل َبِغَ ل ْپَملَءا َسِڃٶال َ َوَزاځَول ُܳ ِْٖفَأَولُمْڊ ُصَأَولَم اَّأَول َ اَ َصأ
او (
څل
)َسم
Artinya: “Dari Anas bin Malik ra., bahwasanya nabi SAW memuji Allah dan menyanjung-Nya, beliau berkata ; Akan tetapi aku sholat, aku tidur, aku berpuasa, aku makan dan aku mengawini perempuan ; “barang siapa yang tidak suka dengan perbuatanku, maka bukanlah dia dari golonganku”. (H. R.
Muslilm)20
Sedangkan asal hukum nikah itu sendiri adalah Mubah.21 13 Hukum tersebut bisa berubah sesuai dengan keadaan seseorang yang akan melakukan
19
Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islan di Indonesia. Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 43
20
Imam Abdhul Ghani,Umdatul Ahkam
21
(30)
pernikahan, hukum itu bisa menjadi wajib, sunnah, haram atau makruh.22 14 Berikut adalah definisinya :
1. Wajib
Apabila seseorang sudah mampu untuk…menikah, kebutuhan biologisnya sudah mendesak dan dia takut atau khawatir akan menuju ke hal yang diharamkan oleh agama (berzina) maka diwajibkanlah untuk orang yang seperti itu menikah, karena untuk menjauhkan diri dari hal yang haram adalah suatu hal yang wajib, dan tidak ada jalan lain kecuali menikah.23
Seperti firman Allah berikut :
ل اَِحلاًح ََِځلَنوََُِܱل ََلَپيِ اَال ِفِ٬ْعَت ْ سَيْٶَو
ل
لِِل ْضَفل ْپِمل ُ اّالُمُ ََِڂْغُي
...
ل
Artinya: “ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah mereka menjaga kesucian ( diri ) nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia- Nya... “ .( QS. An-Nur/24:33 )
2. Sunnah
Seseorang yang telah di sunnnatkan untuk menikah adalah seseorang yang sudah mempunyai kesanggupan untuk menikah dan sudah mampu untuk memelihara diri sendiri dari segala perbuatan yang terlarang. Karena sudah jelas, pernikahan adalah suatu hal yang bagus dan baik bagi dirinya, dan juga Rasulullah melarang seseorang hidup sendirian tanpa menikah.24
Sesuai dengan sabdanya yang artinya:
1994), h. 198
22
Ibid., h. 5
23
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Beirut : Dar al-Fikr, 1992) Jilid 2, Juz 6, h.13
24
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h.16
(31)
“Bersumber dari Ibnu Syihab, sesungguhnya dia berkata: “Sa‟id bin Al Musyyab bercerita kepadaku, bahwa dia pernah mendengar Sa‟ad bin Abu
Waqqash mengatakan: “Ustman bin Madh‟un bermaksud akan membujang
terus, namun kemudian Rasulullah SAW melarangnya. Seandainya beliau merestuinya niscaya kami akan melakukan pengkibirian”. (HR. Bukhori).25
3. Makruh
Seseorang yang dianggap makruh untuk melakukan pernikahan adalah Seseorang yang belum pantas untuk menikah, belum mempunyai keinginan pernikahan. Namun ada juga orang yang telah mempunyai bekal untuk menikah, namun fisiknya mengalami cacat, seperti impoten, usia lanjut berpenyakit tetap, dan kekurangan fisik lainnya.26
4. Haram
Seseorang diharamkan untuk menikah, alasannya adalah orang tersebut ebenarnya mempunyai kesanggupan untuk menikah akan tetapi apabila ia melakukan pernikahan ia akan menimbulkan atau memberikan kemudharatan kepada pasangannya27, seperti contoh, orang gila, orang yang suka membunuh, atau mempunyai sifat-sifat yang dapat membahayakan pasangannya ataupun orang-orang di sekitarnya, atau juga orang yang tidak mampu memenuhi nafkah lahir batin pasangannya, serta
25
Al-Imam Muslim dan Imam Nawawi, Shahih Muslim, Muslim Abu Husein, (Beirut: Dar al-Fikr, 1983)
26
Amir Syarifuddin, Hukum Pernikahan Islan di Indonesia. Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 43-44
27
(32)
kebutuhan biologisnya tidak mendesak, maka orang tersebut haram untuk menikah.28
Dari beberapa definisi yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu hukum pernikahan dapat berubah sewaktu-waktu sesuai dengan keadaan orang yang akan melakukan pernikahan tersebut, sesuai dengan penjelasan sebelumnya. Apabila dia sudah memenuhi kriteria dengan beberapa hukum di atas, maka dia harus melaksanakannya, karena dalam islam, pernikahan merupakan sesuatu yang sakral dan juga merupakan suatu bentuk pengamalan ibadah kita kepada Allah SWT.
C. Rukun dan Syarat Pernikahan 1. Menurut Hukum Positif
Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, pasal 2 ayat
1 menyatakan : “Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut
Hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu”.
Dalam pasal lain Undang-Undang Perkawinan menetapkan beberapa syarat, yaitu dalam pasal 6 disebutkan :
a. Perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai. b. Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai
umur 21 ( dua puluh satu ) tahun harus mendapat izin kedua orang tua. c. Dalam hal salah seorang dari kedua orang tua telah meninggal dunia
atau dalam keadaan tidak mampu menyatakan kehendaknya, maka izin
28
(33)
dimaksud ayat (2) pasal ini cukup di peroleh dari orang tua yang masih hidup atau dari orang tua yang mampu menyatakan kehendaknya. d. Dalam hal kedua orang tua telah meninggal dunia atau dalam keadaan
tidak mampu untuk menyatakan kehendaknya maka izin di peroleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan, lurus ke atas selama mereka masih hidup dan dalam keadaan dapat menyatakan kehendaknya. e. Dalam hal ada perbedaan pendapat antara orang-orang yang disebut
dalam ayat (2),(3) dan (4) pasal ini, atau salah seorang atau lebih diantara mereka tidak menyatakan pendapatnya, maka pengadilan dalam daerah hukum tempat tinggal orang yang akan melangsungkan perkawinan atas permintaan orang tersebut dapat memberikan izin setelah lebih dahulu mendengar orang-orang tersebut dalam ayat (2), (3) dan (4) pasal ini.
Selanjutnya dalam pasal 7 disebutkan : Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun.
Dalam Kompilasi Hukum Islam bab IV pasal 14, yang berisi tentang rukun dan syarat perkawinan adalah sebagai berikut:29
Selanjutnya dalam Kompilasi Hukum Islam BAB II pasal 5 dan pasal 6 yang berisikan tentang dasar-dasar perkawinan adalah calon suami,calon istri,wali nikah,dua orang saksi,dan ijab kabul.
29
Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama, 1992), h. 18
(34)
Pasal 5
(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.
(2) Pencatatan perkawinan tersebut apada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.22 Tahun 1946 jo Undang-undang No. 32 Tahun 1954.
Pasal 6
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5, setiap perkawinan harus dilangsungkan dihadapkan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat nikah.
(2) Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan Hukum.30
2. Menurut Hukum Islam
Dalam Islam, rukun dan syarat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya, karena kebanyakan dari setiap aktivitas ibadah yang ada dalam agama islam, senantiasa ada yang namanya rukun dan syarat, sehingga bisa dibedakan dari pengertian keduanya adalah syarat yang merupakan suatu hal yang harus ada dan terpenuhi sebelum melakukan suatu perbuatan, sedangkan rukun merupakan suatu hal yang harus ada atau terpenuhi pada saat perbuatan dilaksanakan. Kaitannya dengan perkawinan adalah bahwa rukun perkawinan merupakan sebagian dari hakikat perkawinan,
30
(35)
seperti harus adanya calon pengantin laki-laki dan perempuan, wali, akad nikah dan saksi. Semua itu adalah sebagian dari hakikat perkawinan dan tidak dapat terjadi suatu perkawinan kalau tidak ada salah satu dari rukun perkawinan di atas. Maka yang demikian itu dinamakan Perkawinan.31
Adapun Syarat merupakan suatu yang mesti ada dalam perkawinan dan merupakan salah satu bagian hakikat perkawinan tersebut, misalnya saja syarat bahwa wali itu laki-laki, baligh, berakal ( tidak gila ), seorang muslim, tidak sedang ihram, dan harus adil, ini menjadi penting karena disini selain menjadi saksi pernikahan, wali mempunyai posisi atau hak penuh untuk mengizinkan kedua mempelai itu boleh menikah atau tidak.
Para ulama sepakat bahwa rukun dan syarat perkawinan itu terdiri dari beberapa bagian, seperti:
a. Rukun Pernikahan 1) Adanya calon suami 2) Adanya calon istri
Seperti yang sudah penulis utarakan sebelumnya bahwa sudah menjadi ketetapan Allah bahwa manusia diciptakan di dunia ini berpasang- pasangan, maksudnya adalah sebagai makhluk sosial, manusia jelas membutuhkan teman hidup dalam masyarakat yang diawali dengan membentuk keluarga sebagai unsur masyarakat terkecil. Seperti fiman Allah SWT dalam surat Adz Dzariyat 51:49 yang berbunyi :
31
Mahmud Yunus, Hukum Perkawinan dalam Islam, (Jakarta: PT.Hidakarya Agung, 1996), h. 34
(36)
ل َنو ُܳاكََܲܓلْ ُُالَعَٶل ِ ْنَج ْوَ لاَڄْٯَلَܮلٍء ْ ََلِ ُلل ْپِمَو
Artinya : “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah“(QS. Adz Dzariyat/51:
49)
3) Adanya wali dari pihak calon perempuan
Aqad nikah dianggap sah apabila ada seorang wali atau wakilnya yang akan menikahkan sang mempelai, karena wali mempunyai peranan penting dalam pernikahan tersebut.
4) Adanya dua orang saksi
Pelaksanaan aqad nikah akan sah apabila ada dua orang yang menyaksikan aqad nikah tersebut, sebagaimana Hadits Rasulullah
S.A.W, yang diriwayatkan oleh ad Daruquthny dari „ Aisyah, bahwa
Rasulullah S.A.W bersabda:32
لَعلىَِܱڇلا َشَولا َيَڊِبلَأِال َ ََِځلَأ
)نٖٮ ادالڅاو (لل ْܱ
Artinya : “Tidak sah perkawinan kecuali dengan wali dan dua orang saksi yang adil” (HR.Daruquthny)
5) Sighat akad nikah, yaitu ijab qabul yang diucapkan oleh wali atau wakilnya dari pihak wanita, dan dijawab oleh calon pengantin pria. Ini menunjukkan betapa penting dan berartinya kehadiran seorang wali atau wakilnya, karena tanpa adanya wali atau wakilnya maka tidak akan bisa berlangsung suatu pernikahan.
Kaitannya dengan pernyataan diatas, penulis ingin memaparkan tentang adanya beberapa definisi wali yang ada dan fungsi dari wali-wali tersebut:
32
(37)
1) Wali Mujbir
Merupakan wali yang dapat memaksakan suatu pernikahan kepada anaknya, karena wali mujbir merupakan ayah,kakek atau seterusnya yang masih berhubungan satu garis darah dengan pengantin wanita. 2) Wali Nasab
Merupakan seorang pria yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan pengantin wanita yang masih satu garis darah dengan ayah dari pengantin wanita (saudara laki-laki sebapak beserta keturunannya yang laki-laki dan paman (kandung/sebapak) beserta \keturunannya)
3) Wali Hakim
Merupakan orang yang ditunjuk untuk menjadi wali dengan persetujuan dari kedua belah pihak, bisa dari KUA ataupun yang lainnya, selama itu sudah disetujui oleh kedua belah pihak.
b. Syarat-syarat Pernikahan
Selain adanya lima rukun nikah yang sudah dijabarkan oleh penulis, perkawinan juga mempunyai syarat yang harus dipenuhi oleh kedua calon mempelai agar perkawinan itu sah dan tidak ada pihak yang merasa dirugikan.
Syarat-syarat sah perkawinan bagi mempelai laki-laki adalah:Calon istrinya ini bukan mahramnya,tidak beristri empat, tidak dipaksa, orang baik-baik, seorang laki-laki (tidak banci), mengetahui calon istrinya sedang tidak melaksanakan ihram dan Seorang muslim.33
33
(38)
Dan adapun Syarat bagi mempelai wanita adalah calon suaminya itu bukan mahramnya baik karena sepertalian darah (nasab) maupun karena sepersusuan dan hubungan kekeluargaan, Tidak atau bukan isteri orang lain,Tidak dalam masa iddah dari suaminya, Tidak dipaksa, Seorang muslimah atau seorang ahli kitab (perempuan Nasrani atau Yahudi), Jelas ia seorang perempuan,Tertentu orangnya dan Ia sedang tidak mengerjakan ihram.34
Syarat untuk menjadi wali nikah adalah Baligh, Berakal (tidak gila), Laki-laki, Seorang muslim, tidak sedang ihram dan Harus adil.35
Syarat-syarat menjadi saksi pernikahan adalah baligh, seorang muslim, laki-laki, merdeka, adil, tidak tuli, tidak buta, tidak bisu, mengerti maksud ijab qobul, tidak ghafil (pikun), berakal baik (tidak gila) dan tidak ditentukan jadi wali.36
Berikut firman Allah tentang betapa pentingnya kehadiran seorang saksi dalam sebuah pernikahan:
ۑلْ ُُِٶاَجِ ل ْپِمل ِپْيَܱيِڈ َشلاوُِܱڈ ْشَت ْساَو
ل
ل ِن َََأَْܳماَول ٌٵُجََܳفل ِ ْنَلُجَ ل َّڊُٴَيل ْمَٶل ْنِإَف
ءاََܱڈ هشٶال َپِمل َن ْڊ َضَْܳتل ْپاٽِم
ل
Artinya: “Dan adakanlah dua orang saksi dari saksi laki-laki kalanganmu, jika tidak ada dua orang laki-laki, maka cukup seorang laki-laki dan dua orang perempuan yang kamu sukai untuk menjadi saksi”. (Q.S. Al-Baqarah/2:282).
34
Asmin, Status Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PT. Dian Karya, 1986), h. 32
35
Ahmad Rafiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 71
36
(39)
D. Tujuan Pernikahan
Tujuan dari sebuah perkawinan atau pernikahan adalah terciptanya suatu keadaan bersatunya dua insan yang berbeda yang tidak pernah mengenal satu sama lainnya namun dapat bertemu dan bersatu dalam sebuah ikatan yang disebut pernikahan, yang tentunya sesuai dengan perintah Allah yaitu untuk membina sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah serta dapat melahirkan putra atau putri yang shalih atau shalihah dan berguna bagi bangsa dan agamanya, serta mendapatkan rizqi yang berlimpah, karena sesuai dengan firman Allah SWT:
لَڄَٯْٶاَولَنِڂَبْٶاَولِءا َسِڃٶالَپِمل ِ اَڊَڈ اشٶال هبُحل ِ ااڂلِٷلَپِيُ
....لِ ََْٖܳڄَٯُٽْٶالِيِطا
لللل
Artinya: “Dijadikan indah pada ( pandangan ) manusia kecintaan kepada apa- apa yang diinggini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak...” ( Q.S. Ali Imran/3:14 )
Dalam Undang-Undang No.1 tahun 1974 bahwa tujuan dari perkawinan adalah untuk membentuk keluarga ( rumah tangga ) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam ( KHI ), tujuan dari perkawinan adalah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah.
Tujuan lain dari perkawinan dalam Islam ialah untuk memenuhi tuntutan hajat tabiat kemanusiaan yaitu berhubungannya antara laki-laki dan wanita dalam rangka mewujudkan suatu keluarga yang bahagia dengan rasa cinta kasih sayang untuk memperoleh keturunan yang sah dalam masyarakat
dengan mengikuti ketentuan syara‟.37
Ada beberapa tujuan dari disyariatkannya perkawinan atas umat Islam.
37
Moh.Idris Romulya, Hukum Perkawinan Islam : Suatu Analisis dari Undang-Undang no.1 tahun 1974 dan KHI, (Jakarta, Bumi Aksara, 1996), h. 27
(40)
Diantaranhya adalah: 1. Beribadah kepada Allah SWT.
2. Melahirkan atau mendapatkan keturunan-keturunan yang sah yang mampu melahirkan generasi yang akan datang yang mampu berguna bagi bangsa dan agamanya.38 Hal ini tercantum dalam surat Al-Nisa ayat 1:
اَ ََ ْوَ لاَ ِِْمل َ٭َلَܮَولٍ َِܱحاَول ٍسْ٬َٿل ْپِملْ َُُٯَلَܮليِ اَالُ ُُابَ لاڊُٯاܓال ُ ااڂٶالاَ هَّأل ََ
ل
لُِِْمل اَّبَو
لَجِ لاَٽ
لًءا َسِڀَولاًيِثَكل ًَا
ل
Artinya : “ Wahai sekalian manusia bertakwalah kepada Tuhan mu yang menjadikan kamu dari diri yang satu dari pada Allah menjadikan istri-istri dari keduanya Allah menjadikan anak keturunan yang banyak, laki-laki dan perempuan”. (QS. Al-Nisa/4:1)
Keinginan untuk melanjutkan keturunan merupakan naluri atau garizah umat manusia bahkan juga garizah bagi makhluk hidup yang diciptakan Allah. Untuk maksud itu Allah menciptakan bagi manusia nafsu Syahwat yang dapat mendorongnya untuk mencari pasangan hidupnya untuk menyalurkan nafsu syahwat tersebut. Dan untuk menyalurkan nafsu syahwat tersebut secara sah dan legal adalah melalui lembaga perkawinan, karena Allah akan sangat membenci apabila ada manusia yang melakukan penyaluran syahwatnya secara tidak legal atau tidak sah baik menurut agama maupun negara, atau yang biasa disebut atau dikenal dengan nama zina atau berzina.
3. Untuk mendapatkan keluarga bahagia yang penuh ketenangan hidup dan rasa kasih sayang, serta menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warrahmah, baik itu di dunia maupun di akhirat.
38
(41)
4. Untuk menjaga diri dari pandangan mata dari segala sesuatu yang berbau maksiat dan sebagainya, juga mencegah terjadinya perzinahan yang sangat dibenci oleh Allah SWT.
Sebagai mana hadist yang diriwayatkan oleh Muslim:39
:َلاَٮلَاَ َسَولِچْيالَعلهلَٵ َصل َ ِِاڂٶالانَألُچْڂَعلهل َ ِِ َ ل ِ ِِاَملِپْبالِپَع
ل
ل َ ََْعَم ََ
ل ُڅَءاَبْٶَالُ ُُاڄِملَعا َُٖت ْ سال ِپَمل ِ اَب ا شٶا
ل ُپ َصُحَأَول َ َََبْلِٷل هَّغَأل ُچاٿِأَفل ْ اوَ َْْيلَف
لْڊ اصٶَلُچْيلَعَفلْع َِٖت ْ سَيلْمَٶل ْپَمولِ ِْܳ٬ْلِٷ
(لٌءاَجِولُهلُچاٿِاَفلِم
)َسمو اܰبٶا
Artinya : “Dari Abdullah bin Masud r.a ia berkata : Rasulullah bersabda
kepada kami : “ hai kaum pemuda, apabila diantara kaum kuasa untuk kawin, hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan : dan barang siapa tidak kuasa hendaklah ia berpuasa, karena berpuasa itu penjaga baginya. (HR.Bukhori dan Muslim)
Sedangkan menurut M.Yunus, yang menjadi tujuan dari sebuah perkawinan adalah menuruti perintah Allah untuk memperoleh ketentraman yang sah dalam masyarakat dengan mendirikan rumah tangga yang damai dan teratur.40
E. Hikmah Pernikahan
Sayyid Sabiq menyatakan ada beberapa hikmah yang bisa di dapatkan dari sebuah pernikahan, antara lain sebagai berikut:41
1. Menikah merupakan jalan terbaik untuk menciptakan anak-anak menjadi mulia, memperbanyak keturunan, melestarikan hidup manusia serta memelihara nasab yang oleh Islam sangat diperhatikan.
39
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram,Hadist no:993
40
M.Yunus, Hukum Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: CV. Al-Hidayah, 1964), h.48
41
M.Thalib, 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami, (Bandung: Irsyad Baitus Salam (IBS), 1995), h. 34-36
(42)
2. Naluri kebapaan dan keibuan akan tumbuh saling melengkapi dalam suasana hidup dengan anak-anak dan akan tumbuh pula perasaan ramah, cinta dan sayang yang merupakan sifat-sifat baik yang menyempurnakan kemanusiaan seseorang.
3. Menimbulkan rasa tanggung jawab di antara suami isteri, baik sebagai pasangan ataupun sebagai orang tua.
4. Mempererat tali kekeluargaan, memperteguh kelanggengan rasa cinta di antara keluarga.
5. Naluri seks merupakan naluri yang paling kuat yang selamanya menuntut jalan keluar. Bilamana jalan keluar tidak dapat memuaskannya maka banyaklah manusia yang mengalami goncangan dan kekacauan serta mengambil jalan pintas (kejahatan). Dengan menikah merupakan jalan terbaik untuk melampiaskan naluri tersebut, dan membuat diri memiliki pribadi yang baik, jiwa yang tenang, mata terpelihara, dan perasaan tenang.
Sedangkan Ali Ahmad Al-Jurjawi mempunyai pendapat bahwa sebenarnya hikmah-hikmah perkawinan ini banyak sekali, diantaranya sebagai berikut.42
1. Untuk memperoleh ketentraman dan ketertiban hidup.
2. Untuk memberi kehidupan yang lebih layak, lebih makmur pada kehidupan masing-masing, karena laki-laki dan perempuan adalah dua
42
Ali Ahad Al –Jurjawi, Hikmah Al-Tasyri Wa Falsafatuh (Falsafah dan Hikmah Hukum Islam), penerjemah: Hadi Mulyo dan Sobahus Surur, (Semarang: CV. Asy-Syifa, 1992), h. 256-258
(43)
sekutu yang berfungsi memakmurkan dunia masing-masing dengan ciri khasnya berbuat dengan berbagai macam pekerjaan.
3. Sesuai dengan tabiatnya, manusia itu cenderung mengasihi orang yang dikasihi. Adanya istri bisa menghilangkan kesedihan dan ketakutan. Istri berfungsi sebagai teman dalam suka dan penolong dalam mengatur kehidupan. Istri berfungsi untuk mengatur rumah tangga yang merupakan sendi penting bagi kesejahteraannya. Seperti firman Allah dalam surat
al-A‟raf ayat 189:
لاَ ََ ْوَ لاَ ِِْمل َ٭َلَܮَولٍ َِܱحاَول ٍسْ٬َٿل ْپِملْ َُُٯَلَܮليِ اَالُ ُُابَ لاڊُٯاܓال ُ ااڂٶالاَ هَّأل ََ
..ًءا َسِڀَولاًيِثَكل ًَاَجِ لاَٽُ ِِْمل اَّبَو
..
ل
Artinya : “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya….”(QS. Al-A‟raf/7:189)
Dari firman Allah tersebut, membenarkan firman atau ayat-ayat dari yang telah penulis uraikan sebelumnya, bahwa memang benar sudah menjadi ketetapan Allah kepada manusia atau para umatnya bahwa di bumi ini mereka memang diciptakan secara berpasang-pasangan, ini dibuktikan dengan diciptakannya Siti Hawa dari tulang rusuk Nabi Adam yang mengartikan bahwa pasangan suami istri bukan hanya untuk melengkapi satu sama lain namun juga merupakan pasangan jiwa yang kekal dan abadi, walaupun kadang ada yang sudah menikah bertahun-tahun namun pada akhirnya mereka bercerai, banyak hal yang dapat menyebabkan sebuah perceraian, mulai dari sudah tidak adanya kecocokan antar pasangan, atau ada juga pasangan yang mengatakan bahwa jodoh
(44)
mereka sudah habis, alasan tersebut masuk diakal karena seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa jodoh, rezeki dan usia ( mati ) yang mengetahui semua itu hanyalah Allah semata, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebuah landasan dibolehkannya sebuah perceraian, karena Allah sendiri sangat membenci perceraian
Kesimpulannya adalah kesadaran untuk menjaga sebuah pernikahan tidak hanya bergantung dengan istilah yang mengatakan bahwa si pasangan adalah jodoh saya atau jodohnya sudah habis, karena selain campur tangan Allah yang mempertemukan mereka, dibutuhkan kesadaran penuh pada diri pasangan- pasangan tersebut bahwa dengan dipertemukannya mereka ada rencana indah Allah untuk menyatukan mereka dan mereka wajib untuk menjaga rencana indah tersebut dengan segenap hati dan jiwa mereka hingga mereka bisa membangun keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah sampai akhir hayat, dan dapat memberikan atau melahirkan putra dan putri yang shalih dan shalihah, yang dapat mensyiarkan agama Allah kepada generasi-generasi yang akan datang, menjadi suri tauladan yang baik, dan dapat berguna bagi bangsa dan terutama adalah agamanya.
(45)
36
A. Kondisi Geografis dan Sosial
Desa cikurutug berada di Kabupaten Sukabumi Jawa Barat, yang memiliki landskap lereng dan berada di punggung bukit dengan topografi yang datar. Dengan jumlah wilayah luas 656 Ha/M2, luas wilayah ini terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya luas pemukiman dengan luas 22 Ha/M2. luas persawahan 157 Ha/M2, luas perkebunan 459 Ha/M2, luas pekuburan 2,5 Ha/M2, luas pekarangan 3,5 Ha/M2, luas taman 3,5 Ha/M2, luas perkantoran 6,5 Ha/M2, luas prasarana lainnya 6,5 Ha/M2. Jadi dapat diakatan Desa Cikurutug ini yang paling banyak luas wilayahnya adalah dari sektor perkebunan.43
Jumlah penduduk Desa Cikurug ini sekitar 4589 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1326 KK, perincian laki-laki sebanyak 2304 jiwa, serta perempuan dewasa berjumlah 2285 jiwa, masyarakat di Desa ini mayoritas pekerjaannya adalah petani sebanyak 612 kk, buruh tani 150 KK, buruh harian lepas 489 Jiwa/orang, PNS 10 Jiwa/orang, pengrajin 18 KK, pedagang 42 KK, peternak 4 KK, sisanya merupakan pengangguran atau dengan pekerjaan tidak tetap, serta masih dalam tahap pendidikan.44
Masyarakat desa Cikurutug ini merupakan etnis Sunda yang termasuk dalam wilayah Jawa Barat dengan lebih dikenal julukan orang Sunda. Dari
43
Lihat Data Diambil dari Profil Desa
44
(46)
segi pendidikan, masyarakat desa Cikurutug ini kurang memiliki kesadaran untuk menempuh jenjang pendidikan yang tinggi melihat dari profil desa Cikurutug ini terbukti dari lulusan sarjan tingkat setrata 1 atau S1 hanya 15 orang dari jumlah penduduk sikitar 656 jiwa, sementara tingkat diploma 3 (D3) hanya 4 jiwa, tingkat diploma 1 (D1) hanya 2 jiwa, sedangkan tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) sebanyak 262 jiwa, tingkat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sebanyak 443 jiwa45, sedangkan tamatan tingkat Sekolah Dasar (SD) sisanya Sekolah Dasar dan juga yang tidak sekolah sama sekali. Bisa dilihat dari profil desa Cikurutug, masyarakat disini dalam hal pendidikan sangat tidak terlalu diprioritaskan, lulusan tingkat SLTA saja hanya 262 orang dari jumlah penduduk. Dari segi Agama, hamper mayoritas semua penduduk di desa Cikurutug adalah Agama Islam 656 jiwa, Kristen 0 jiwa, Protestan 0 jiwa, Hindu 0 jiwa dan Budha 0 jiwa.
Potensi Umum
I. POTENSI SUMBER DAYA MANUSIA
SUMBER DAYA MANUSIA
Jumlah Penduduk 4589 Jiwa/Orang
Jumlah Penduduk Laki-laki 2304 Jiwa/Orang
Jumlah Penduduk Perempuan
2285 Jiwa/Orang
Jumlah Kepala Keluarga (KK)
1326 KK
45
(47)
Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
0-5 Tahun 325 Jiwa
6-10 Tahun 450 Jiwa
11-15 Tahun 468 Jiwa
16-20 Tahun 495 Jiwa
21-25 Tahun 398 Jiwa
26-30 Tahun 358 Jiwa
31-35 Tahun 354 Jiwa
36-40 Tahun 330 Jiwa
41-45 Tahun 312 Jiwa
46-50 Tahun 314 Jiwa
51-55 Tahun 224 Jiwa
56-60 Tahun 197 Jiwa
61-65 Tahun 93 Jiwa
65 Keatas 188 Jiwa
Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur
Tamat SD 2536 Jiwa/Orang
Tamat SLTP 443 Jiwa/Orang
Tamat SLTA 262 Jiwa/Orang
Tamat D1 2 Jiwa/Orang
Tamat D2 4 Jiwa/Orang
Tamat S1 15 Jiwa/Orang
Tamat S2 - Jiwa/Orang
Tamat S3 - Jiwa/Orang
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
(48)
Buruh Tani 150 KK
Buruh Harian Lepas 489 Jiwa/Orang
PNS 10 Jiwa/Orang
Pengrajin 18 KK
Pedagang 42 KK
Peternak 4 KK
Nelayan 0 Jiwa/Orang
Montir 2 Jiwa/Orang
Dokter 0 Jiwa/Orang
Bidan 2 Jiwa/Orang
Perwat 0 Jiwa/Orang
TNI 0 Jiwa/Orang
POLRI 2 Jiwa/Orang
Pengacara 0 Jiwa/Orang
Notaris 0 Jiwa/Orang
Lain-lain -
Jumlah Penduduk Menurut Agana
Islam 4589 Jiwa/Orang
Kristen - Jiwa/Orang
Katolik - Jiwa/Orang
Hindu - Jiwa/Orang
Budha - Jiwa/Orang
Jumlah Penduduk Menurut Usia Tenaga Kerja
Jumlah Penduduk Usia 18-56 Tahun yang Bekerja
2168 Jiwa/Orang
Laki-laki 2019 Jiwa/Orang
(49)
Jumlah Penduduk Usia 18-56 Tahun yang Belum Bekerja
330 Jiwa/Orang
Laki-laki 149 Jiwa/Orang
Perempuan 191 Jiwa/Orang
Jumlah Penduduk Menurut Usia Angkatann Kerja
Penduduk Usia 18-56 yang tdk Tamat SD
15 Jiwa/Orang
Penduduk Usia 18-56 yang tdk Tamat SLTP
- Jiwa/Orang
Penduduk Usia 18-56 yang Tamat SD
1849 Jiwa/Orang
Penduduk Usia 18-56 yang Tamat SLTP
336 Jiwa/Orang
PRASARANA ENERGI DAN PENERANGAN
Listik 1204 KK
Disel - KK
L. Minyak 122 KK
Tanpa Penerangan - KK
V. POTENSI EKONOMI EKONOMI
MASYARAKAT
Pegguran Orang
KK Miskin 536 KK
(50)
Keluarga Pra Sejahtera 122 KK
Keluarga Sejahtera 1 414 K
Keluarga Sejahtera 2 256 KK
Keluarga Sejahtera 3 0 KK
Data Kesehatan Selama 1 Tahun Terakhir
Kesehatan 0 Orang
Bayi Lahir 80 Orang
Bayi Mati 18 Orang
Ibu Melahirkan 80 Orang
Ibu Melahirkan Mati 0 Orang
Imunisasi DPT 1 0 Orang
Imunisasi Polio 3 0 Orang
Balita Gizi Buruk 3 Orang
Balita Gizi Baik 5 Orang
Tingkat Pendidikan Aparat Desa
Kepala Desa/Lurah SLTA
Sekdes SLTA
Bendahara SLTA
Staf Umum SLTA
Kaur Pem SMP
Kaur Ekbang S1
Kaur Kesra SLTA
Kaur Umum SLTA
Kadus SLTA
Kadus SD
(51)
Kadus SD
Tingkat Pendidikan BPD
Ketua SLTA
Wakil Ketua SLTA
Sekretaris SLTP
Anggota SLTP
Anggota SLTP
Anggota SLTP
Anggota SLTP
Anggota SLTP
Anggota SLTP
Anggota SLTP
Anggota SLTP
PENDIDIKAN FORMAL (NEGERI)
Taman Kanak-kanak (TK)
Gedung/Bangunan Ada
Guru 6 Orang
Murid 53 Orang
Sekolah Dasar (SD)
Gedung/Bangunan Ada
Guru 20 Orang
Murid 439 Orang
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
(52)
Guru - Orang
Murid - Orang
Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA)
Gedung/Bangunan - Ada/Tdk Ada
Guru - Orang
Murid - Orang
Akademi
Gedung/Bangunan - Ada/Tdk Ada
Guru - Orang
Murid - Orang
Perguruan Tinggi
Gedung/Bangunan - Ada/Tdk Ada
Guru - Orang
Murid - Orang
PENDIDIKAN FORMAL (SWASTA)
Taman Kanak-kanak (TK)
Gedung/Bangunan Ada
Guru 6 Orang
Murid 53 Orang
Sekolah Dasar (SD)
Gedung/Bangunan Ada
Guru 6 Orang
Murid 84 Orang
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
(53)
Guru 9 Orang
Murid 75 Orang
Sekolah Lanjut Tingkat Atas (SLTA)
Gedung/Bangunan - Ada/Tdk Ada
Guru - Orang
Murid - Orang
Akademi
Gedung/Bangunan - Ada/Tdk Ada
Guru - Orang
Murid - Orang
Perguruan Tinggi
Gedung/Bangunan - Ada/Tdk Ada
Guru - Orang
Murid - Orang
PENDIDIKAN KHUSUS Ponpes
Gedung/Bangunan Ada
Guru 7 Orang
Murid 162 Orang
Madrasah
Gedung/Bangunan Ada
Guru 16 Orang
Murid 340 Orang
SLB
Gedung/Bangunan - Ada/Tdk Ada
Guru - Orang
Murid - Orang
(54)
Gedung/Bangunan - Ada/Tdk Ada
Guru - Orang
Murid - Orang
An. Kepala Desa Cikurutug Sekdes
( Muhamad Ripai )
B. Sebab Masyarakat Desa cikurutug Melakukan Pernikahan Dini.
Melihat dari tabel diatas dan hasil wawancara penulis terhadap pejabat Desa Sawarna. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi warga Desa Sawarna melakukan pernikahan usia dini, diantaranya:
1. Kurangnya Sosialisasi Dari Pemerintah Setempat
Dari tabel Profil dijelaskan bahwa jarak pemukiman warga ke Pemerintahan sangat jauh, didalam tabel dijelaskan untuk warga yang ingin pergi ke tingkat Kabupaten membutuhkan waktu 3,5 jam dengan jarak tempuh 75km.
Selain jarak tempuh yang menjadi kendala tidak adanya usaha lembaga lembaga pemeritah terdekat (KUA) untuk mensosialisasikan bahayanya dampak dari pernikahan usia dini tersebut dan tidak ada usaha pemerintah untuk mensosialisasikan manfaat tentang manfaat pencatatan pernikahan 46
46
(55)
2. Tradisi Orangtua yang Menikahkan Anaknya di Usia Dini.
Berdasarkan tabel dijelaskan terjadi kenaikan jumlah Kepala Keluarga (KK) di tahun 2011 sampai 2013, dan bertambahnya jumlah populasi penduduk yang cukup meningkat dari tahun tersebut.
Dalam pernikahan usia dini didesa cikurutug desa cirenghas kabuaten sukabumi faktor orang tua sangatlah berpengaruh, karena dari sekian banyak terjadinya pernikahan usia dini adalah faktor desakan dari orang tua. Sebagian besar orang tua di desa tersebut pempunyai gagasan pemikiran bahwa sanya anak perempuan hanya bertugas sebagai ibu rumah tangga dan akan dibawa oleh suaminya jadi tidak harus mengenyam pendidikan yang lebih tinggi hal itu yang menjadi pendorong terjadinya pernikahan dini.47
3. Lemahnya Perekonomian Warga Desa cikurutug.
Berdasarkan tabel dijelaskan tingkat pengangguran di Desa Cikurutug sangatlah tinggi, hal ini dapat dilihat dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2012 tingkat pengangguran warga Desa cikurutug mencapai ± 1000 warga. Dalam hal ini di faktori oleh tingkat pendidikan merekea yang rata-rata atau kebanyakan hanya mengenyam Sekolah Lanjut Tingkat Pertama (SLTP).
Dari paparan diatas dapat terlihat bahwa faktor lemahnya perekonomian orang tua yang tidak dapat membiayai secara pendidikan
47
(56)
terhadap anaknya hingga jenjang pendidikan yang layank menjadi faktor utama terjadinya pernikahan dini.48
C. Pandangan Tokoh Masyarakat Terhadap Pernikahan Dini.
Menurut hasil penelitian penulis di lapangan terdapat perbedaan pemikiran antara pejabat Desa dengan tokoh masyarakat sekitar.
Menurut hasil dari penelitian di desa tersebut bahwasanya pemerintah atau tokoh desa tersebut menganggap pernikahan yang sah menurut agama adalah pernikahan yang sah. Tetapi pada dasarnya mereka tidak setuju dengan terjadinya pernikahan di bawah umur di desa cikurutug kabupaten sukabumi tersebut karena dapat menurunkan kualitas SDA di desa tersebut dan menghambat upaya pemerintah dan tokoh masyarakat untuk menciptakan regenerasi yang berkualitas dan berpotensi menghambat usaha pemerintah untuk memajukan dan membangun desa.49
48
Hasil Wawancara Dengan Sekretaris Desa cikurutug.
49
(57)
48
A. Analisis Hukum Pernikahan Dini Di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi
1. Posisi Kasus
Pernikahan usia dini, memiliki catatan sejarah yang cukup beragam di Negeri ini. Hampir di setiap daerah di Indonesia memiliki mengenai pernikahan di usia dini, dengan tata cara yang berbeda pula. Itulah sepenggal realitas sosial yang dihadapi masyarakat saat ini. Dorongan seksual remaja yang tinggi karena dorongan oleh lingkungan yang mulai permisif dan nyaris tanpa batas. Pada akhirnya, secara fisik anak bisa lebih cepat matang dan dewasa, namun psikis, ekonomi, Agama, sosial, maupun bentuk kemandirian lainnya belum tentu mampu membangun komunitas baru bernama keluarga.50
Pernikahan di usia dini yang terjadi di Desa Cikurutug merupakan pernikahan yang hanya memenuhi syarat pernikahan menurut hukum Islam saja, karena pernikahan tersebut tidak tercatat dalam Kantor Urusan Agama (KUA) maupun Kantor Catatan Sipil sehingga pernikahan yang terjadi di Desa Cikurutug bisa dikatakan pernikahan sirri yaitu pernikahan yang telah memenuhi semua rukun dan syarat yang ditetapkan dalam fikih yakni hukum Islam, namun tanpa pencatatan resmi di instansi berwenang
50
Dian Luthfiyati, "Pernikahan Dini Pada Keluarga Kalangan Remaja 15-19 Tahun". dalam www.Blogspot.com. Diakses tanggal 30 Desember 2013.
(58)
sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Sebab Akibat Terjadinya Kasus
Masalah pernikahan di usia muda atau dini, memang sudah lama menjadi fenomena atau tradisi di kalangan masyarakat Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi. Salah satu kebiasaan dalam masyarkat Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi pada umumnya di masa silam, yaitu menikahkan anak-anaknya di saat usia anak-anaknya masih dibawah umur, kejadian ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Sudah menjadi tradisi bagi orangtua untuk menikahkan anak-anaknya pada usia dini;
Menurut hasil penelitian penulis, di Desa Cikurutug menikahkan anak-anaknya di bawah umur sudah menjadi tradisi bagi warga setempat. Hal ini dikarenakan, ada beberapa faktor yang orangtua tersebut menikahkan anak-anaknya di usia dini salah satunya:
a) Faktor Ketakutan atau faktor tradisi; b) Faktor Pendidikan;
c) Faktor Ekonomi;
b. Lemahnya perekonomian warga Desa Cikurutug dan menjadi ketakutan bagi orangtua tidak bisa menafkahi anak-anaknya;
Di Desa Cikurutug tingkat perekonomian mereka sangatlah minim, walaupun terdapat home industri, sawah lading yang luas dan
(59)
tempat perkebunan. Hal ini tidak bisa mengangkat perekonomian warga Desa Cikurutug. Dan ini disebabkan karena kurangnya pendidikan, menurut hasil penelitian penulis dilapangan warga Desa Cikurutug hanya mengenyam pendidikan sampai SLTP (lihat di tabel). Hasil ini didapat dari hasil pendataan dari Pemerintah Desa Cikurutug.
c. Kurangnya penyuluhan dari pemerintah setempat tentang dampak negatif pernikahan dini dan kurang pahamnya masyarakat tentang pencatatan pernikahan:
Menurut hasil penelitian penulis di lapangan dan hasil wawancara dengan pejabat Desa, dijelaskan bahwa terjadinya pernikahan dini di Desa mereka salah satunya kurang penyuluhan dari pemerintah setempat, ini di mungkinkan jarak antara pemukiman Desa ke kantor pemerintahan dalam hal ini Kabupaten sangatlah jauh. Menurut data yang diporeh (lihat di tabel), apabila warga ingin melakukan pengurusan harus menempuh jarak 1-4 jam perjalanan. Dan ini dipertegas dari hasil wawancara kepada pejabat Desa.bila dibandingkan dengan masyarakat di Kota sukabumi masyarakat di Kota sukabumi lebih mengerti tentang maanfaat pencatatan pernikahan terbuki adanya putusan dispensasi pernikahan usia dini di Kota sukabumi (bisa dilihat di lampiran) artinya masyarakat Desa Cikurutg kurang paham tentang pentingnya pencatatan pernikahan.
(1)
fiqh munakahat yang selama ini dijalankan dalam mengatur perkawinan umat Islam Indonesia yang tidak diatur dalam UU Perkawinan.55
Ketiga: dari sisi fiqh munakahat itu meskipun menggunakan satu mazhab tertentu yaitu Syafi'iyah, sudah ditemukan pendapat yang berbeda di kalangan ulama Syafi'iy sendiri. Apalagi kalau diperluas keluar mazhab Syafi'iy hampir dalam seluruh materinya terdapat pandangan ulama yang berbeda. Mengeluarkan pendapat yang berbeda dalam fatwa masih dimungkinkan, namun memutuskan perkara dengan pendapat yang berbeda sangat menyulitkan dan menyebabkan ketidakpastian hukum.56
Berdasarkan pertimbangan diatas, maka dirasa perlu melahirkan sebuah perangkat peraturan yang diramu dari pendapat fiqh yang berbeda dengan melengkapinya dengan hukum yang hidup dan secara nyata dihadapi oleh hakim di Pengadilan Agama selami ini. Materinya meskipun masih banyak mengambil dari fiqh munakahat menurut mazhab Syafi'iyah, namun telah terbuka untuk mazhab-mazhab lainnya, sehingga memudahkan mengakomodasi hukum lain yang berkembang selama ini. Dengan demikian, KHI itu adalah fiqh munakahat ditambah dan dilengkapi dengan sumber lainnya yang tidak bertentangan dengan fiqh tersebut.57
Hubungan dengan pernikahan dini yang terjadi di Desa Cikurutug adalah warga disana beranggapan bahwa hukum Islam lah yang masih diatas
55
Ibid., h. 20-22.
56
Ibid., h. 20-23.
57
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,(Jakarta: Kencana, 2006), Ed. I, Cet. 1, h. 20-22.
(2)
57
segala-galanya, mereka beranggapan ketika pernikahan dini dilaksanakan yang terpenting adalah sudah menunaikan syarat dan rukun sahnya perkawinan, selain itu orang tua sudah menunaikan kewajibannya menikahkan anaknya. Akan tetapi warga Desa Cikurutug tidak melihat dari segi hukum positif yang berlaku di Indonesia, seharusnya ini menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah setempat pada khususnya dengan masyarakat yang masih memberlakukan pernikahan di usia dini. Dan selain itu juga, warga disana masih adanya ketakutan ketika faktor ekonomi tidak bisa menunjang kehidupan anak-anaknya, mereka lebih memilih anak-anaknya supaya untuk dinikahkan sesegera mungkin sehingga hilanglah rasa ketakutan tersebut.
(3)
58 A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang dilakukan serta diperkuat dengan dat-data yang ditemukan dilapangan terhadap penelitian yang menyangkut masalah pernikahan dini di Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pelaksanaan pernikahan di usia dini yang terjadi dalam kehidupan warga Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi sebenarnya banyak terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor, yakni faktor ketakutan orangtua atau juga faktor tradisi warga setempat yang menikahkan anak-anaknya di usia dini, faktor selanjutnya adalah pendidikan, factor ketidak pahaman tentang pentingnya pernikahan usia dini dan yang terakhir adalah faktor ekonomi.
2. Warga Desa Cikurutug pada umumnya memandang pernikahan di usia muda atau dini dengan pandangan yang sah, yaitu dalam artian pernikahan di usia muda atau dini memberikan solusi yang solutif terhadap kehidupan bermasyarakat. Dalam hal tersebut, orangtua tidak perlu ketakutan dengan perekonomian yang minim di karenakan mereka sudah menunaikan kewajiban mereka dengan cara menikahkan anak-anaknya walaupun belum sampai umur yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan. 3. Pernikahan di usia muda atau dini tampaknya sudah menjadi jalan keluar
bagi orangtua di masyarakat Desa Cikurutug , ini di karenakan mereka sudah keluar dari faktor-faktor yang disebutkan diatas.
(4)
59
B. Saran
Untuk meminimalisir terjadisnya pernikahan dini, berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, maka seharusnya dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan rasa percaya diri kepada orangtua dan menghilangkan rasa ketakutannya yang selama ini menaunginya.
2. Perlu adanya peran aktif para pemerintah setempat dan menjalin kerja sama dengan para tokoh masyarakat tentang dampak negatif dari pernikahan di usia dini atau muda. Di sini juga diperlukan keseriusan dari pihak-pihak terkait untuk menampung semua permasalahan yang setiap kali muncul permasalahan dalam masyarakat, sehingga masyarakat merasa tenang apabila punya tempat untuk memecahkan permasalahannya.
3. Perlu dibukanya lapangan pekerjaan yang luas, supaya ketakutan warga Desa Cikurutug akan pengaruh perekonomian di keluarganya tercukupi sehingga ketakutan akan salah satu faktor yang telah dijelaskan diatas dapat terpecahkan, dan ini akan meminimalisir pernikahan di usia dini, sehingga anak-anaknya dapat melanjutkan pendidikannya yang lebih tinggi.
(5)
60
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 2002.
Asmin. Status Perkawinan Antar Agama. Jakarta: PT. Dian Karya. 1986.
Asqalani-Al, Al-Hafidh Ibnu Hajar. Bulughul Maram, terj. H. Moh. Rifai dan Al-Quasasy Misbah. Wicaksono. 1989.
Daaruquthny. Sunan Daruquthuny. Beirut: Dar al- Fikr. 1994.
Dep.Dikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. 1994. Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Departemen Agama. Kompilasi
Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama. 1992.
Gazali, Abd Rahman. Fiqih Munakahat. Bogor: Kencana. 2003.
Hadi, Sutrisno. Metodologi Reseach II. Yogyakarta: Andi Offset. 1987.
Hadikusuma, Hilman Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan (Hukum Adat dan Hukum Agama). Bandung: Mandar Maju: 2007.
Hidayah, Khoirul. Dualisme Hukum Perkawinan di Indonesia (Analisa Sosiologi Hukum Terhadap Praktek Nikah Sirri), Jurnal Hukum , Vol. 8, No.1, Mei 2008.
Idris, Abdul Fatah dan Abu Ahmadi. Fiqih Islam Lengkap. Jakarta: Rineka Cipta. 1994.
Jaziri-Al, Abdurrahman. Kitab Fiqh Al-Mazahib Al-Arba‟ah. Mishr : tp, t.th. Jurjawi-Al, Ali. Ahad Hikmah Al-Tasyri Wa Falsafatuh. Falsafah dan Hikmah
Hukum Islam. Penerjemah: Hadi Mulyo dan Sobahus Surur. Semarang: CV. Asy-Syifa. 1992.
Mukhtar, Kamal. Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang. 1993.
Muslim, Al-Imam dan Imam Nawawi. Shahih Muslim, Muslim Abu Husein. Beirut: Dar al-Fikr. 1983.
(6)
61
Rafidah dkk, Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pernikahan Usia Dini di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol.25, No. 2, Juni 2009.
Rafiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1998.
Rahman, Bakri A. dan Ahmad Sukardja. Hukum Perkawinan Menurut Islam (Hukum Perkawinan dan Hukum Perdata). Jakarta: PT Hidakarya Agung. 1981.
Romulya, Moh. Idris. Hukum Perkawinan Islam : Suatu Analisis dari Undang-Undang no.1 tahun 1974 dan KHI. Jakarta: Bumi Aksara. 1996.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah Beirut : Dar al-Fikr. 1992.Undang-undang Perkawinan, lihat di www.depag.go.id, diakses pada tanggal 28-29 Desember 2012.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press). 2008.
Soemiyati. Hukum Perkawinan dan Undang-Undang Perkawinan. Yogyakarta: Liberty. 1999.
Syafruddin, Human Trafficking (Perbudakan Modern dan Aspek Hukum dalam penanggulangannya), Al Adalah, Jurnal Kajian Vol. 7, No. 2, Desember 2008.
Syarifuddin, Amir. Hukum Pernikahan Islan di Indonesia. Antara Fiqih Munakahat dan Undang-undang Perkawinan. Jakarta: Kencana. 2006. Thalib, M. 40 Petunjuk Menuju Perkawinan Islami. Bandung: Irsyad Baitus
Salam (IBS). 1995.
Thalib, Moh. Fiqh Sunnah Terjemah. Bandung: PT Al-Ma‟arif. 1981. Wawancara dengan Sekretaris Desa cikurutug
Wawancara Dengan Tokoh Masyarakat Desa cikurutug
Yunus, Mahmud. Hukum Perkawinan dalam Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung. 1996.