HUBUNGAN TRAKEOSTOMI DINI DENGAN PENINGKATAN GLASGOW COMA SCALE DAN PERCEPATAN PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK PADA PASIEN CEDERA OTAK BERAT DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(1)

KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN TRAKEOSTOMI DINI

DENGAN PENINGKATAN GLASGOW COMA SCALE

DAN PERCEPATAN PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK PADA PASIEN CEDERA OTAK BERAT DI RUMAH SAKIT

PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

SHINTA DIAN MAHARANI 20120310213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

DAN PERCEPATAN PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK PADA PASIEN CEDERA OTAK BERAT DI RUMAH SAKIT

PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh

SHINTA DIAN MAHARANI 20120310213

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN KTI

HUBUNGAN TRAKEOSTOMI DINI

DENGAN PENINGKATAN GLASGOW COMA SCALE

DAN PERCEPATAN PENYAPIHAN VENTILATOR MEKANIK PADA PASIEN CEDERA OTAK BERAT DI RUMAH SAKIT

PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

Disusun oleh:

SHINTA DIAN MAHARANI 20120310213

Telah disetujui dan diseminarkan pada tanggal 14 Mei 2016

Dosen pembimbing Dosen Penguji

dr. H. Adnan Abdullah, Sp.THT-KL, M.Kes dr. Asti Widuri, Sp.THT, M.Kes NIK: 1972 1210 2003 1017 3061 Mengetahui,

Kaprodi Pendidikan Dokter FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes NIK: 197110281997173027


(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini,

Nama : Shinta Dian Maharani

NIM : 20120310213

Program Studi : Pendidikan Dokter

Fakultas : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Karya Tulis Ilmiah ini.

Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan Karya Tulis Ilmiah ini hasil jiplakan, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut

Yogyakarta, Mei 2016 Yang membuat pernyataan,


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal karya tulis ilmiah yang

berjudul “Hubungan Trakeostomi Dini Dengan Peningkatan Glasgow Coma Scale

Dan Percepatan Penyapihan Ventilator Mekanik Pada Pasien Cedera Otak Berat Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta”. Kelancaran penyusunan proposal ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan semua pihak, maka dari itu pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. dr. H. Adnan Abdullah, Sp.THT-KL, M.Kes., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, bantuan, nasehat, meluangkan waktu dan tenaga sehingga penulis bisa menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

2. dr. Asti Widuri, Sp.THT., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritikan dan saran yang membangun sehingga membuat karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik.

3. dr. H. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan proposal KTI ini.

4. dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(6)

v

5. Kedua orang tua saya tercinta, H. Marfa’i dan Hj. Dra. Woro Subaningsih, M.Si., serta seluruh keluarga besar yang selalu mendukung dan mendoakan dalam setiap langkah meraih ridho Allah SWT.

6. Sahabat Freaking (Qurata, Ratul, Yunita Dwi, Nadia Nur, Immas, Teh Intan dan Nasya) yang selalu memberi semangat dan dukungan dalam setiap langkah pembuatan karya tulis ini.

7. Sahabat Tutorial Enambelas yang selalu memberi semangat dalam penyelesaian karya tulis ini.

8. Sahabat sepenelitian saya Try Ariditya Utomo, Sofyan Raharjo dan Lhola Novelayang telah berjuang bersama-sama dari awal terbentuknya kelompok penelitian ini, selalu memberikan semangat, berbagi seluruh pengalaman dan ilmu dalam menyelesaikan pembuatan karya tulis ilmiah ini.

9. Official MMSA 2013/2014, rekan-rekan serta senior di MMSA yang telah menjadi rumah sekaligus tempat penulis belajar banyak hal diluar perihal akademik selama menempuh pendidikan di PSPD UMY.

10.Teman-teman sejawat “C12ANIUM” PSPD UMY 2012 yang secara langsung maupun tidak langsung membantu penulis dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.

11.Pihak-pihak lain yang terlibat dalam penyelesaian karya tulis ilmiah yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan baik dalam segi isi maupun penulisan, untuk itu penulis memohon maaf dan demi kebaikan karya tulis ilmiah ini, penulis


(7)

vi

mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhir kata, penulis berharap semoga karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu kedokteran dan kesehatan. Aamiin

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Yogyakarta, Mei 2016


(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Keaslian Penelitian ... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Pustaka ... 7

1. Cedera kepala ... 7

2. Ventilator mekanik ... 11

3. Trakeostomi ... 14

B. Kerangka Konsep ... 21

C. Hipotesis ... 22

BAB III. METODE PENELITIAN ... 23

A. Desain Penelitian... 23

B. Populasi Dan Sampel Penelitian ... 23

1. Populasi ... 23

2. Sampel ... 24

C. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 25

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 26

1. Jenis Variabel ... 25

2. Definisi Operasional ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 26

F. Cara Pengumpulan Data ... 27

1. Persiapan Penelitian ... 27

2. Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 27

G. Kerangka Penelitian ... 28

H. Analisis Data ... 28

G. Etika Penelitian ... 28

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Karakteristik Subyek ... 30

B. Hasil Penelitian ... 31

C. Pembahasan... 35


(9)

viii

A. Kesimpulan ... 39 B. Saran ... 39 DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN ...


(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik Umur Subyek ……… 30 Tabel 2. Karakteristik Jenis Kelamin Subyek ………. 30 Tabel 3. Karakteristik Pekerjaan Subyek ……… 31 Tabel 4. Hasil analisis rata-rata waktu peningkatan Glasgow Coma Scale

pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi

dini dan trakeostomi lambat ……… 31

Tabel 5. Hasil analisis Hasil analisis rata-rata waktu peningkatan

Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat ……… 32 Tabel 6. Hasil analisis rata-rata lama pemakaian ventilator mekanikpada

pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini

dan trakeostomi lambat……….……….. 33

Tabel 7. Hasil analisis perbandingan antara lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat ……… 34


(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Trakea ……….……… 15

Gambar 2. Obstruksi jalur nafas ………..……… 16


(12)

xi ABSTRAK

Latar belakang: Cedera kepala merupakan masalah kesehatan karena dapat menimbulkan trauma pada kepala dan otak bahkan menyebabkan kematian. Pada pasien cedera kepala yang mengalami penurunan kesadaran, kemampuan mempertahankan jalan nafas juga berkurang sehingga pertolongan medis (trakeostomi) sangat dibutuhkan. Trakeostomi bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas atas dengan cara membuka dinding depan trakea. Trakeostomi digolongkan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat.

Tujuan: Mengetahui hubungan antara trakeostomi dini dengan peningkatan

glasgow coma scale dan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.

Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan disain potong lintang (cross sectional). Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.

Sampel yang digunakan sebanyak 67 sampel dengan data diperoleh dari data sekunder berupa rekam medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada Desember 2015–Februari 2016. Data dianalisis dengan uji Mann Whitney Test

dan Fisher’s Exact Test.

Hasil: Dari 67 sampel, 30 sampel dilakukan trakeostomi dini diantaranya 19 sampel dipasang ventilator mekanik dan 30 sampel dilakukan trakeostomi lambat diantaranya 17 sampel dipasang ventilator mekanik. Waktu peningkatan glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat yang dianalisis menggunakan Mann Whitney Test dan Fisher’s

Exact Test menunjukkan p=0,000. Lama pemakaian ventilator mekanikpada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat yang dianalisis menggunakan Mann Whitney Test menunjukkan p=0,000, sedangkan yang dianalisis dengan menggunakan Fisher’s Exact Test menunjukkan p=0,003. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara trakeostomi dini dengan rata-rata waktu peningkatan glasgow coma scale dan lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.


(13)

xii

ABSTRACT

Background: Head injury is a health problem because it can cause trauma to the head and brain with a variety of complications that can even lead to death. In head injury patients who experience a decrease of consciousness, the ability to maintain airway is also reduced so the medical help that can be given is a tracheostomy. Tracheostomy as a medical measures that aim to maintain the airway so that air can get into the lungs and bypasses the upper airway by opening the anterior trachea. Tracheostomy can be classified as early and late tracheostomy.

Aim: To determine the relationship between early tracheostomy with increased glasgow coma scale and acceleration of a mechanical ventilator weaning in patients with severe traumatic brain injury.

Method: This study was an observational analytic study with cross sectional design. Samples are collected with purposive sampling method. There are 67 samples that has been selected through inclusive and exclusive criteria. Data was gathered from medical record at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital within period December 2015 - February 2016. Data was analyzed with Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test.

Results: Of the total 67 samples, early tracheostomy was performed on 30 samples of which 19 samples are given a mechanical ventilator and slow tracheostomy was performed on 30 samples of which 17 samples are given a mechanical ventilator. Time of increased glasgow coma scale in patients with severe traumatic brain injury that has been performed early tracheostomy and slow tracheostomy have been analyzed statistically using Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test showed p value = 0,000. In addition, the duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury that has been performed early and late tracheostomy that have been analyzed statistically using Mann Whitney Test showed p value = 0.000, whereas that have been statistically analyzed using Fisher's Exact Test showed p value = 0,003.

Conclusion: There was a significant correlation between early tracheostomy with the average time of an increase in the glasgow coma scale and duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury.


(14)

(15)

ABSTRAK

Latar belakang: Cedera kepala merupakan masalah kesehatan karena dapat menimbulkan trauma pada kepala dan otak bahkan menyebabkan kematian. Pada pasien cedera kepala yang mengalami penurunan kesadaran, kemampuan mempertahankan jalan nafas juga berkurang sehingga pertolongan medis (trakeostomi) sangat dibutuhkan. Trakeostomi bertujuan untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas atas dengan cara membuka dinding depan trakea. Trakeostomi digolongkan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat.

Tujuan: Mengetahui hubungan antara trakeostomi dini dengan peningkatan

glasgow coma scale dan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.

Metode: Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan disain potong lintang (cross sectional). Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.

Sampel yang digunakan sebanyak 67 sampel dengan data diperoleh dari data sekunder berupa rekam medis di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta pada Desember 2015–Februari 2016. Data dianalisis dengan uji Mann Whitney Test

dan Fisher’s Exact Test.

Hasil: Dari 67 sampel, 30 sampel dilakukan trakeostomi dini diantaranya 19 sampel dipasang ventilator mekanik dan 30 sampel dilakukan trakeostomi lambat diantaranya 17 sampel dipasang ventilator mekanik. Waktu peningkatan glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat yang dianalisis menggunakan Mann Whitney Test dan Fisher’s

Exact Test menunjukkan p=0,000. Lama pemakaian ventilator mekanikpada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat yang dianalisis menggunakan Mann Whitney Test menunjukkan p=0,000, sedangkan yang dianalisis dengan menggunakan Fisher’s Exact Test menunjukkan p=0,003. Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara trakeostomi dini dengan rata-rata waktu peningkatan glasgow coma scale dan lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.


(16)

injury patients who experience a decrease of consciousness, the ability to maintain airway is also reduced so the medical help that can be given is a tracheostomy. Tracheostomy as a medical measures that aim to maintain the airway so that air can get into the lungs and bypasses the upper airway by opening the anterior trachea. Tracheostomy can be classified as early and late tracheostomy.

Aim: To determine the relationship between early tracheostomy with increased glasgow coma scale and acceleration of a mechanical ventilator weaning in patients with severe traumatic brain injury.

Method: This study was an observational analytic study with cross sectional design. Samples are collected with purposive sampling method. There are 67 samples that has been selected through inclusive and exclusive criteria. Data was gathered from medical record at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital within period December 2015 - February 2016. Data was analyzed with Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test.

Results: Of the total 67 samples, early tracheostomy was performed on 30 samples of which 19 samples are given a mechanical ventilator and slow tracheostomy was performed on 30 samples of which 17 samples are given a mechanical ventilator. Time of increased glasgow coma scale in patients with severe traumatic brain injury that has been performed early tracheostomy and slow tracheostomy have been analyzed statistically using Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test showed p value = 0,000. In addition, the duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury that has been performed early and late tracheostomy that have been analyzed statistically using Mann Whitney Test showed p value = 0.000, whereas that have been statistically analyzed using Fisher's Exact Test showed p value = 0,003.

Conclusion: There was a significant correlation between early tracheostomy with the average time of an increase in the glasgow coma scale and duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury.


(17)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai negara berkembang Indonesia ikut merasakan kemajuan teknologi, diantaranya bidang transportasi. Majunya transportasi mengakibatkan mobilitas penduduk ikut meningkat. Namun kemajuan ini juga mempunyai dampak negatif yaitu semakin tingginya angka kecelakaan. Kecelakaan lalu lintas mengakibatkan sebanyak 1,24 juta korban yang meninggal tiap tahunnya di seluruh dunia. Dari seluruh kecelakaan yang ada,

World Health Organization (WHO) mencatat bahwa 90% kecelakaan lalu lintas dengan cedera kepala banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia (WHO, 2013).

Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang menimbulkan trauma dan berbagai komplikasi pada penderitanya, bahkan yang lebih parahnya sampai penderitanya mengalami kematian. Oleh karena itu kecelakaan lalu lintas dengan cedera kepala penting untuk diketahui. Cedera kepala menjadi hampir sebagian penyebab kematian dari keseluruhan angka kematian yang diakibatkan trauma dan merupakan penyebab utama yang paling sering mengakibatkan kecacatan permanen setelah kecelakaan dan kecacatan tersebut dapat terjadi meskipun pada pasien dengan cedera kepala derajat ringan (Selladurai et al, 2007).


(18)

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil, 2006). Di dalam kepala terdapat otak yang mempengaruhi segala aktivitas manusia, bila terjadi kerusakan akan mengganggu semua sistem tubuh. Cedera kepala sebagian besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas sebagai salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif (Mansjoer, 2007).

Cedera otak adalah proses patologis jaringan otak yang bukan bersifat degeneratif ataupun kongenital, melainkan akibat kekuatan mekanis dari luar, yang menyebabkan gangguan fisik, fungsi kognitif, dan psikososial. Gangguan ini dapat bersifat menetap atau sementara dan disertai hilangnya atau berubahnya tingkat kesadaran (Valadka, 1996).

Cedera otak berat mengakibatkan hipoksia otak yang mempunyai andil paling besar dalam kematian (BTF, 2007). Untuk menjamin bebasnya jalan nafas, oksigenasi yang adekuat dan mencegah terjadinya hiperkapnea, pasien cedera otak berat memerlukan intubasi endotrakeal, mesin ventilator dan trakeostomi.

Terdapat banyak cara untuk mengklasifikasikan keparahan dari cedera kepala. Glasgow Coma Scale (GCS) adalah salah satu cara menentukan keparahan dan paling sering digunakan secara klinis. GCS didasarkan pada respon pasien terhadap pembukaan mata, fungsi verbal dan berbagai fungsi atau respon motorik terhadap berbagai stimulus (Bruns & Hauser, 2003). Berdasarkan nilai GCS, cedera kepala dapat dibagi atas: cedera kepala ringan


(19)

3

yang dinyatakan dengan GCS 14-15, cedera kepala sedang yang dinyatakan dengan GCS 9-13, dan cedera kepala berat yang dinyatakan dengan GCS ≤ 8 (Japardi, 2004).

Cedera otak perlu mendapat pertolongan medis untuk membantu meningkatkan kualitas hidup dari pasien yang bersangkutan. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Maidah ayat 32, Allah SWT berfirman:

Artinya: “Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani

Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu

sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.” ( QS.Al-Maidah: 32)


(20)

Dari ayat Al-Qur’an diatas dapat diambil maknanya untuk senantiasa berupaya membantu pasien. Pada pasien cedera otak menyebabkan penurunan kesadaran dan kerusakan pertukaran gas (gagal nafas) atau ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang menyebabkan laju mortalitas tinggi pada pasien cedera otak berat (Smeltzer, 2001). Karena itu dibutuhkan tindakan medis yang efektif untuk menangani pasien dengan indikasi gangguan pernafasan dan penyakit kritis lainnya, yaitu dengan melakukan trakeostomi.

Trakeostomi dapat menyelamatkan jiwa penderita yang mengalami obstruksi saluran nafas diatas trakea dan tidak dapat diatasi dengan cara lain, misalnya intubasi. Saat ini, di berbagai pusat, intubasi dilakukan pada kasus-kasus darurat, jika tuba dianggap dapat dilepaskan dalam satu minggu. Setelah 72 jam apabila tuba masih dibutuhkan barulah dilakukan trakeostomi (Robert, 1997).

Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengatasi pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan pernafasan bagian atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan trakeotomi sedangkan tindakan yang membuat stoma selanjutnya diikuti dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat masuk ke dalam paru-paru dengan menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut dengan trakeostomi (Robert, 1997).


(21)

5

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah :

1. Apakah terdapat hubungan antara trakeostomi dini dengan peningkatan

Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien cedera otak berat?

2. Apakah terdapat hubungan antara trakeostomi dini dengan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat?

C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Dari penelitian ini didapatkan hubungan antara trakeostomi dini dengan peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) dan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Tujuan Khusus

1. Didapatkan waktu peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) mengalami percepatan pada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini. 2. Didapatkan waktu penyapihan ventilator mekanik mengalami percepatan

pada pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi dini.

D. Manfaat Penelitian

1. Dalam bidang akademik, hasil penelitian ini dapat dijadikan sumbangan teori dalam mengungkapkan pengaruh trakeostomi dini terhadap


(22)

percepatan peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) dan terhadap percepatan waktu penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.

2. Dalam bidang pengembangan klinis dapat menyumbangkan saran perbaikan terhadap penanganan pasien cedera otak berat dalam hal penentuan waktu trakeostomi.

3. Dalam bidang pengembangan penelitian, hasil penelitian ini dapat menjadi bahan dasar penelitian lebih lanjut.

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan hasil penelusuran peneliti ditemukan beberapa jurnal yang serupa dengan penelitian ini yaitu:

1. Arabi, Y., et al., 2004. Early tracheostomy in intensive care trauma patients improves resource utilization: a cohort study and literature review, dengan hasil pada trakeostomi dini waku pemakaian ventilator mekanik dan lama rawat intensive care units (ICU) lebih pendek.

2. Mohamed, K.A.E., et al., 2014. Early versus late percutaneous tracheostomy in critically ill adult mechanically ventilated patients,

dengan hasil pada trakeostomi dini waktu pemakaian ventilator mekanik dan waktu tinggal di intensive care units (ICU) lebih pendek.


(23)

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Cedera Kepala 1. Definisi

Cedera kepala merupakan proses dimana terjadi trauma langsung atau deselerasi terhadap kepala yang menyebabkan kerusakan tengkorak dan otak (Pierce & Neil, 2006). Cedera kepala sebagai penyakit neurologi yang serius diantara penyakit neurologi yang disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas (60% kematian yang disebabkan kecelakaan lalu lintas merupakan akibat cedera kepala). Faktor kontribusi terjadinya kecelakaan seringkali adalah konsumsi alkohol (Ginsberg, 2005).

Risiko utama pasien yang mengalami cedera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau pebengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan TIK (Smetlzer & Bare, 2006).

2. Klasifikasi

Cedera kepala digolongkan dengan berbagai macam klasifikasi berdasarkan kepentingannya, namun disini akan dibahas penggolongan menurut patologis yang terjadi dan gambaran cederanya. Terdapat empat klasifikasi cedera kepala, yaitu (Satyanegara et al, 2010):

a. Cedera kepala primer, dapat berupa:


(24)

Merupakan rusaknya kontunuitas tulang tengkorak disebabkan oleh trauma. Fraktur dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Fraktur digolongkan menjadi fraktur terbuka (kerusakan dura) dan fraktur tertutup bila dura tidak rusak (Smetlzer & Bare, 2006).

2) Cedera fokal yang berupa coup dan countercoup, hemato epidural, subdural atau intraserebral. Cedera fokal merupakan akibat kerusakan setempat yang biasanya didapatkan pada kira-kira setengah dari kasus cedera kepala berat (Satyanegara et al, 2010). a) Coup adalah gerakan yang menyebabkan memar pada titik

benturan.

b) Countercoup adalah benturan pada tempat yang jauh dari benturan/ ketika otak membentur permukaan tengkorak yang tidak lentur.

c) Hemato epidural adalah kondisi setelah cedera, dimana darah terkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) di antara tengkorak dan dura (Mallinckrodt Institute of Radiology, 2006).

d) Hemato subdural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar otak.

e) Hemato intraserebral adalah perdarahan yang terdapat di dalam substansi otak.


(25)

9

3) Cedera difus yang berupa konkusi ringan atau klasik atau berupa cedera aksional difusa yang ringan, moderat hingga berat. Cedera difus berkaitan dengan disfungsi otak yang luas, serta biasanya tidak tampak secara makroskopis. Mengingat bahwa kerusakan yang terjadi kebanyakan melibatkan akson-akson, maka cedera ini juga dikenal dengan nama cedera aksonal difusa.

4) Trauma tembak

Merupakan cedera yang timbul karena tembakan/ peluru. b. Kerusakan otak sekunder, dapat berupa:

1) Gangguan sistemik: akibat hipoksia-hipotensi, gangguan metabolisme energi dan kegagalan otoregulasi

2) Hematoma traumatik: epidural, subdural (akut dan kronis), atau intraserebral

c. Edema serebral perifokal generalisata

d. Pergeseran otak (brain shift) - herniasi batang otak 3. Komplikasi

Komplikasi utama trauma kepala adalah perdarahan, infeksi, edema dan herniasi melalui tontronium. Infeksi selalu menjadi ancaman yang berbahaya untuk cedera terbuka dan edema dihubungkan dengan trauma jaringan (Wong, D.L. et al., 2009).

Pada cedera kepala terjadi perdarahan kecil-kecil pada permukaan otak yang tersebar melalui substansi otak daerah tersebut dan bila area


(26)

contusio besar akan menimbulkan efek massa yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (Long, 1996).

Peningkatan tekanan intrakranial menyebabkan aliran darah ke otak menurun dan terjadi henti aliran darah ke otak/ iskemik. Bila terjadi iskemik komplet dan lebih dari 3 sampai 5 menit, otak akan menderita kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Pada iskemik serebral, pusat vasomotor terstimulasi dan tekanan sistemik meningkat untuk mempertahankan aliran darah yang disertai dengan lambatnya denyutan nadi dan pernafasan yang tidak teratur. Dampak terhadap medula oblongata yang merupakan pusat pengatur pernafasan terjadi gangguan pola nafas (Brunner & Suddart, 2002).

4. Manifestasi Klinis

Orang yang mengalami cedera kepala akut memiliki beberapa tanda dan gejala. Dengan mengetahui manifestasi klinis dari cedera kepala, dapat dibedakan antara cedera kepala ringan dan berat (Wong, D.L. et al., 2009).

a. Cedera ringan

Dapat menimbulkan hilang kesadaran, periode konfusi (kebingungan) transien, somnolen, gelisah, iritabilitas, pucat , muntah (satu kali atau lebih).

b. Cedera berat

Tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, perdarahan retina, paralisis ekstraokular (terutama saraf kranial VI), hemiparesis,


(27)

11

kuadriplegia, peningkatan suhu tubuh, cara berjalan yang goyah, dan perdarahan retina.

B.Ventilator Mekanik 1. Definisi

Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan bertekanan positif atau negatif yang menghasilkan aliran udara terkontrol pada jalan nafas pasien sehingga mampu mempertahankan ventilasi dan pemberian oksigen dalam jangka waktu lama. Tujuan pemasangan ventilator mekanik adalah untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik, memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transpor oksigen (Iwan & Saryono, 2010).

2. Klasifikasi

Ventilator mekanik diklasifikasikan berdasarkan cara alat tersebut mendukung ventilasi, dua kategori umum yaitu (Shaila, 2010):

a. Ventilator Tekanan Negatif

Ventilator tekanan negatif mengeluarkan tekanan negatif pada dada eksternal. Dengan mengurangi tekanan intrathoraks selama inspirasi memungkinkan udara mengalir ke dalam paru-paru sehingga memenuhi volumenya. Ventilator jenis ini digunakan terutama pada gagal nafas kronik yang berhubungan dengan kondisi neurovaskular seperti poliomyelitis, distrofimuscular, sklerosisi lateral amiotrifik dan miastenia gravis. Penggunaan tidak sesuai untuk pasien yang tidak stabil atau pasien yang kondisinya membutuhkan perubahan ventilasi sering.


(28)

b. Ventilator Tekanan Positif

Ventilator tekanan positif menggembungkan paru-paru dengan mengeluarkan tekanan positif pada jalan nafas dengan demikian mendorong alveoli untuk mengembang selama inspirasi. Pada ventilator jenis ini diperlukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.

3. Prinsip Kerja

Prinsip utama kerja ventilator dalam memberikan bantuan ventilasi adalah hubungan timbal balik antara volume dan tekanan. Pemberian volume udara ke dalam paru, mengakibatkan pertambahan volume udara serta tekanan di dalam paru, begitupun sebaliknya apabila diberikan tekanan udara ke dalam paru, maka akan mengakibatkan bertambahnya volume dan juga tekanan udara di dalam ruang paru. Bantuan ventilasi yang diberikan oleh mesin ventilator dapat berupa pemberian volume, tekanan (pressure)

atau gabungan keduanya volume dan tekanan. Sesuai dengan prinsip kerja dari ventilator adalah memberikan tekanan positif ke dalam paru yang akan mengakibatkan pengembangan ruang di dalam paru sehingga volume dan tekanan udara di dalam paru pun ikut bertambah (Sinderby & Brander, 2009).

4. Indikasi

a. Pasien dengan gagal nafas. Pasien dengan distres pernafasan gagal nafas, henti nafas (apnu) maupun hipoksemia yang tidak teratasi dengan pemberian oksigen merupakan indikasi ventilasi mekanik. Idealnya pasien telah mendapat intubasi dan pemasangan ventilasi mekanik


(29)

13

sebelum terjadi gagal nafas yang sebenarnya. Distres pernafasan disebabkan ketidakadekuatan ventilasi dan atau oksigenasi.

b. Insufisiensi jantung. Tidak semua pasien dengan ventilasi mekanik memiliki kelainan pernafasan primer. Pada pasien dengan syok kardiogenik dan CHF, peningkatan kebutuhan aliran darah pada sistem pernafasan (sebagai akibat peningkatan kerja nafas dan konsumsi oksigen) dapat mengakibatkan jantung kolaps. Pemberian ventilasi mekanik untuk mengurangi beban kerja sistem pernafasan sehingga beban kerja jantung juga berkurang.

c. Disfungsi neurologis. Pasien dengan GCS ≤8 yang beresiko mengalami apnu berulang juga mendapatkan ventilasi mekanik. Selain itu ventilasi mekanik juga berfungsi untuk menjaga jalan nafas pasien serta memungkinkan pemberian hiperventilasi pada klien dengan peningkatan tekanan intrakranial.

d. Tindakan operasi. Tindakan operasi yang membutuhkan penggunaan anestesi dan sedative sangat terbantu dengan keberadaan alat ini. Resiko terjadinya gagal napas selama operasi akibat pengaruh obat sedative sudah bisa tertangani dengan keberadaan ventilasi mekanik. 5. Perbedaan antara pernapasan normal dengan ventilator

Pada pernapasan normal, udara dapat masuk ke paru disebabkan adanya perbedaan tekanan negatif antara alveolus dengan atmosfir. Tekanan di dalam paru-paru lebih rendah dari pada atmosfir, sehingga udara secara pasif akan bergerak menuju ke dalam paru-paru. Sementara pada ventilator,


(30)

udara masuk menuju paru-paru karena dimasukkan dengan paksa oleh mesin ventilator sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Jumlah disini meliputi besarnya tekanan udara inspirasi, besarnya volume udara (TV dan MV), serta jumlah nafas dalam semenit (F) (Sundana, 2008).

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul dari penggunaan ventilasi mekanik (Sundana, 2008): atelektasis, infeksi pulmonal, tension pneumothoraks, hipertensi, obstruksi jalan nafas, kelainan fungsi ginjal, kelainan fungsi susunan saraf pusat.

C.Trakeostomi 1. Anatomi trakea

Trakea merupakan tabung berongga yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hyoid (Davies, 1997).


(31)

15

Gambar 1. Anatomi Trakea

Sumber: Lung Disease and Respiratory Health Center, 2014 2. Definisi

Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta et al, 2004).

3. Indikasi

Indikasi trakeostomi termasuk:

a. Mengatasi obstruksi jalan nafas atas seperti laring.

b. Mengurangi ruang rugi (dead air space) di saluran nafas bagian atas seperti daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Dengan adanya stoma maka seluruh seluruh oksigen yang dihirupkan akan masuk ke dalam paru, tidak ada yang tertinggal di ruang rugi itu.


(32)

c. Mempermudah pengisapan sekret dari bronkus pada pasien yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik, misalnya pada pasien dalam koma.

d. Untuk memasang respirator (alat bantu pernafasan).

e. Untuk mengambil benda asing dari subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas untuk bronkoskopi.

f. Cedera parah pada wajah dan leher.

g. Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan untuk menelan sehingga mengakibatkan resiko tinggi terjadinya aspirasi (Robert, 1997).

Gambar 2. Obstruksi jalur nafas

Sumber: Lung Disease and Respiratory Health Center, 2014 4. Pembagian trakeostomi

Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga (Soetjipto, Mangunkusumo, 2001).


(33)

17

The simplified acute physiology score (SAPS II) 12 and the Sequential Organ Failure Assessment score (SOFA) 13, membagi trakeostomi menurut waktu dilakukannya tindakan menjadi tiga kelompok yaitu: 1. early tracheostomy(didefinisikan sebagai trakeostomi yang dilakukan ≤4 hari

setelah intubasi endotrakeal), 2. late tracheostomy ( didefinisikan sebagai trakeostomi yang dilakukan >4 hari setelah intubasi endotrakeal) (Bickenbach, J. et al., 2011).

5. Jenis tindakan trakeostomi

a. Trakeostomi surgical, yaitu tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi. Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.

b. Trakeostomi percutaneous, yaitu tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga. Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih cepat dan tidak meninggalkan skar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga jauh lebih kecil.

c. Trakeostomi mini, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan menggunakan kawat dan dilator (Bradley, 1997).

6. Prosedur trakeostomi

Sebelum dilakukan tindakan trakeostomi, maka alat-alat yang perlu dipersiapkan adalah semprit yang berisi obat analgesia, pisau, pinset


(34)

anatomi, gunting panjang yang tumpul, sepasang pengait tumpul, klem arteri, gunting kecil yang tajam serta kanul trakea dengan ukuran yang sesuai untuk pasien. Pasien atau keluarganya yang akan dilakukan tindakan trakeostomi harus dijelaskan segala resiko tindakan trakeostomi termasuk kematian selama prosedur tindakan.

Posisi pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah 30° untuk menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher. Bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk diekstensikan pada persendian atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan leher.

Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi. Sayatan kulit dapat vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah krikoid sampai fosa suprasternal atau jika membuat sayatan horizontal dilakukan pada pertengahan jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari dari bawah krikoid orang dewasa. Sayatan jangan terlalu sempit, dibuat kira-kira lima sentimeter. Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah


(35)

19

ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral. Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya. Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.

Melakukan aspirasi dengan cara menusukkan jarum pada membran antara cincin trakea dan akan terasa ringan waktu ditarik. Memuat stoma dengan memotong cincin trakea ke tiga dengan gunting yang tajam. Kemudian memasang kanul trakea dengan ukuran yang sesuai. Kanul difiksasi dengan tali pada leher pasien dan luka operasi ditutup dengan kasa. Untuk menghindari terjadinya komplikasi perlu diperhatikan insisi kulit jangan terlalu pendek agar tidak sukar mencari trakea dan mencegah terjadinya emfisema kulit (Hadikawarta et al, 2004).

Gambar 3. Prosedur Trakeostomi

Sumber: Lung Disease and Respiratory Health Center, 2014 7. Komplikasi


(36)

Komplikasi dini yang sering terjadi adalah perdarahan, pneumotoraks terutama pada anak-anak, hilangnya jalan nafas, penempatan kanul yang sulit, laserasi trakea, ruptur balon, henti jantung sebagai rangsangan hipoksia terhadap respirasi dan paralisis saraf rekuren.

Sedangkan komplikasi pasca trakeostomi terdiri atas kematian pasien, perdarahan lanjutan pada arteri inominata, disfagia, aspirasi, pneumotoraks, emfisema, infeksi stoma, hilangnya jalan nafas, fistula trakeoesofagus dan stenosis trakea. Kematian pasien terjadi akibat hilangnya stimulasi hipoksia dari respirasi. Pasien hipoksia berat yang dilakukan tindakan trakeostomi, pada awalnya pasien akan bernafas lalu akan terjadu apnea. Hal ini terjadi akibat deinervasi fisiologis dari kemoreseptor perifer yang dipicu dari peningkatan tekanan oksigen tiba-tiba dari udara pernafasan (Spector & Faw, 1999).


(37)

21

Kerangka Konsep

Kecelakaan Lalu lintas/ Trauma

Cedera Kepala

Ringan Berat

Cedera otak

Ringan Sedang Berat

Jalan nafas tidak adekuat

GCS rendah

Ventilator mekanik + intubasi endotrakeal

Trakeostomi Prolonged ET

dan obstruksi

Trakeostomi Dini

Trakeostomi Lambat

Membaik Memburuk


(38)

Hipotesis

1. Terdapat hubungan yang bermakna antara trakeostomi dini dengan peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien cedera otak berat. 2. Terdapat hubungan yang bermakna antara trakeostomi dini dalam


(39)

23

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional analitik. Pada penelitian observasional peneliti tidak memberikan perlakuan pada subyek penelitian. Penelitian ini termasuk analitik karena peneliti mencoba mencari keterkaitan antara variabel. Rancangan penelitian observasional yang digunakan adalah cross sectional (Sopiyudin, 2009).

B. Populasi Dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi penelitian adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoarmodjo, 2012). Populasi dibagi menjadi dua macam yaitu populasi tidak terjangkau (populasi target) dan populasi terjangkau (sumber) (Riyanto, 2011).

a. Populasi target

Pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi b. Populasi terjangkau

Pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.


(40)

2. Sampel

Sampel penelitian yang digunakan adalah data sekunder berupa rekam medis pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2015.

a. Kriteria inklusi

1) Pasien cedera otak berat, 2) Jalan nafas tidak adekuat, dan

3) Glasgow Coma Scale (GCS) rendah (≤8).

b. Kriteria eksklusi

1) Sampel mengidap tumor saluran pernafasan.

c. Besar Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode

purposive sampling artinya bahwa penentuan sampel dipertimbangkan kriteria-kriteria yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian (Notoarmodjo, 2012).

Penetapan besar sampel pada penelitian ini dihitung dari penelitian sebelumnya. Penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai acuan untuk menentukan besar sampel adalah jurnal dengan judul

“Early tracheostomy in intensive care trauma patients improves resource utilization: a cohort study and literature review”. Jurnal tersebut menyatakan bahwa p= 0,019, sehingga jumlah sampel minimal yang bisa dihitung dalam satu kelompok adalah sebagai berikut:


(41)

25

Jumlah sampel minimal sebanyak 29 rekam medis dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

n = � −α ⁄

d Keterangan:

 n = Besar sampel

 Z1-�/2 = C (confidensi)/ tingkat keyakinan peneliti = 95% = 1,96.  p = Proporsi suatu kasus tertentu terhadap = 0, 019

 q = 1-p = 0, 981

 d = sampling error (kesalahan dalam pengambilan sampel) = 5% = 0,05

Maka:

n = , � , � ,

,

n = ,6 n =

Sehingga jumlah sampel minimal penelitian ini sebanyak 29 sampel.

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta dengan kurun waktu pengambilan data pada bulan Desember 2015


(42)

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Jenis Variabel

a. Variabel independen (bebas) dalam penelitian ini adalah trakeostomi dini, trakeostomi lambat.

b. Variabel dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah Glasgow Coma Scale (GCS), ventilator mekanik.

2. Definisi Operasional

a. Trakeostomi dini didefinisikan sebagai trakeostomi yang dilakukan ≤4 hari setelah intubasi endotrakeal (Bickenbach, J. et al., 2011).

b. Trakeostomi lambatdidefinisikan sebagai trakeostomi yang dilakukan >4 hari setelah intubasi endotrakeal (Bickenbach, J. et al., 2011). c. Angka Glasgow Coma Scale (GCS) pasien cedera kepala berat ≤8

Rosjidi (2007).

d. Ventilator mekanik merupakan alat bantu pernapasan yang bertujuan untuk mempertahankan ventilasi alveolar secara optimal dalam rangka memenuhi kebutuhan metabolik, memperbaiki hipoksemia, dan memaksimalkan transpor oksigen (Iwan & Saryono, 2010).

E. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder berupa rekam medis pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi (bulan Januari 2012 – bulan Desember 2015) di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.


(43)

27

F. Cara Pengumpulan Data 1. Persiapan penelitian

2. Pengumpulan dan pengolahan data

Studi Pendahuluan

Mengurus izin penelitian Seminar Proposal Penyusunan Proposal

Observasi Masalah

Kesimpulan dan pelaporan Mengolah data

Memisahkan data pasien yang dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat Mencatat data pasien cedera otak berat yang

dilakukan trakeostomi


(44)

G. Kerangka Penelitian

H. Analisis Data

Data yang diperoleh akan dideskripsikan dalam bentuk tabel yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pekerjaan, angka Glasgow Coma Scale, waktu dilakukan trakeostomi serta lama penyapihan ventilator mekanik. Data akan dianalisis menggunakan perhitungan statistik Chi-Square dan T-Test

menggunakan software SPSS versi 22.0 for windows.

I. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti telah mempertimbangkan prinsip-prinsip etika dalam penelitian antara lain:

Populasi Penelitian

Inklusi Eksklusi

Sampel Penelitian

Trakeostomi dini Trakeostomi lambat

Waktu peningkatan

GCS

Waktu penyapihan

ventilator

Waktu peningkatan

GCS

Waktu penyapihan


(45)

29

1. Ethical Clearance

Penelitian ini telah mengajukan permohonan pengujian etik kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta karena menggunakan subjek data sekunder berupa data rekam medis pasien.

2. Perizinan

Penelitian dilakukan atas izin yang diajukan oleh peneliti kepada pihak terkait di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Anonymity (tanpa nama)

Anonimity merupakan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden. 3. Confidentiality (kerahasiaan)

Confidentiality merupakan jaminan kerahasiaan hasil penelitian. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan dan tidak disebarluaskan.


(46)

30

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data sekunder dari rekam medis pasien cedera otak berat yang dilakukan trakeostomi di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta periode Januari 2012 – Desember 2015. Dalam penelitian ini didapatkan total sebanyak 82 sampel dan yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 67 sampel.

A. Karakteristik Subyek Tabel 1. Karakteristik Umur Subyek

Umur Jumlah %

<20 11 16,42

21-40 24 35,82

40-60 23 34,33

>60 9 13,43

Total 67 100

Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Pada tabel 1 dapat diketahui distribusi umur dari sampel yang ada. Distribusi umur paling banyak nampak pada kelompok umur 21-40 sebanyak 24 orang (35,82%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur >60 tahun yakni sebanyak 9 orang (13,43%).

Tabel 2. Karakteristik Jenis Kelamin Subyek

Jenis Kelamin Jumlah %

Pria 38 56,72

43,28

Wanita 29

Total 67 100


(47)

31

Pada tabel 2 tentang distribusi jenis kelamin pada 67 sampel menunjukkan jumlah responden berjenis kelamin pria sebanyak 38 orang (56,72%) dan berjenis kelamin wanita sebanyak 29 orang (43,28%).

Tabel 3. Karakteristik Pekerjaan Subyek

Pekerjaan Jumlah %

PNS 13 19,40

Pegawai Swasta 17 25,37

Buruh 22 25,37

Pelajar 6 32,84

Lain-Lain 9 8,96

Total 67 13,43

Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Pada tabel 3 dapat diketahui distribusi pekerjaan dari sampel yang ada. Distribusi pekerjaan paling banyak nampak pada kelompok buruh sebanyak 22 orang (32,84%) dan yang paling sedikit pada kelompok pelajar yakni sebanyak 6 orang (8,96%).

B.Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan data yang akan dilakukan pengolahan serta analisis dengan hasil sebagai berikut: Tabel 4. Hasil analisis rata-rata waktu peningkatan glasgow coma scale pada

pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat

Rata-rata p

Trakeostomi Dini 8,0 ± 2,67

0,000 Trakeostomi Lambat 14,8 ± 2,04


(48)

Tabel 4 menunjukkan analisis rata-rata waktu peningkatan glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan lambat menggunakan uji data numerik Mann Whitney Test.

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan rata-rata waktu peningkatan

glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini adalah 8,0 ± 2,67 hari dan rata-rata waktu peningkatan

glasgow coma scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi lambat adalah 14,8 ± 2,04 hari. Hasil analisis secara statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05), dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata waktu peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dengan trakeostomi lambat.

Tabel 5. Hasil analisis perbandingan antara waktu peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat

Waktu peningkatan

Glasgow Coma Scale

Trakeostomi

p

Dini Lambat

N % N %

Cepat 7 100 0 0

0,000

Sedang 23 95,8 1 4,2

Lambat 7 19,4 29 80,6

Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tabel 5 menunjukkan analisis perbandingan antara waktu peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat menggunakan uji data kategorikal Fisher’s Exact Test.


(49)

33

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan 100% pasien trakeostomi dini dengan kategori cepat sejumlah 7 pasien, 95,8% pasien trakeostomi dini dengan kategori kategori sedang sejumlah 23 pasien dan 19,4% pasien trakeostomi dini dengan kategori lambat sejumlah 7 pasien sedangkan pada pasien trakeostomi lambat tidak terdapat pasien yang memiliki kategori cepat, 4,2% pasien trakeostomi lambat dengan kategori sedang sejumlah 1 pasien dan 80,6 pasien trakeostomi dini dengan kategori lambat sejumlah 29 pasien. Hasil analisis secara statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05), dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan antara waktu peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat.

Tabel 6. Hasil analisis rata-rata lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat

Rata-rata p

Trakeostomi Dini 5,7 ± 1,34

0,000 Trakeostomi Lambat 15,4 ± 3,24

Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tabel 6 menunjukkan analisis rata-rata lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomilambat menggunakan uji data numerik Mann Whitney Test.

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan rata-rata lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini adalah 5,7 ± 1,34 hari dan rata-rata lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan


(50)

trakeostomi lambat adalah 15,4 ± 3,24 hari. Hasil analisis secara statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,000 (p<0,05), dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dengan trakeostomi lambat.

Tabel 7. Hasil analisis perbandingan antara lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat

Lama pemakaian ventilator mekanik setelah

di trakeostomi

Trakeostomi

p

Dini Lambat

N % N %

Cepat 8 100 0 0

0,003

Lambat 11 39,3 17 60,7

Sumber: rekam medis RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Tabel 7 menunjukkan analisis perbandingan antara lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat menggunakan uji data kategorikal

Fisher’s Exact Test.

Berdasarkan tabel diatas, didapatkan 100% pasien trakeostomi dini dengan kategori cepat sejumlah 8 pasien dan 39,3% pasien trakeostomi dini dengan kategori kategori lambat sejumlah 11 pasien sedangkan pada pasien trakeostomi lambat tidak terdapat pasien yang memiliki kategori cepat dan 60,7% pasien trakeostomi lambat dengan kategori lambat sejumlah 17 pasien. Hasil analisis secara statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,003 (p<0,05), dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan antara lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat.


(51)

35

C. Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan hubungan antara trakeostomi dini dengan peningkatan glasgow coma scale (GCS) dan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Berdasarkan analisis menggunakan software SPSS versi 22.0 for windows, pada penelitian ini trakeostomi dini terbukti benar lebih baik dibandingkan dengan trakeostomi lambat yang dilakukan pada pasien cedera otak berat dengan nilai p<0,05 untuk waktu peningkatan glasgow coma scale dan lama pemakaian ventilator mekanikpada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dengan trakeostomi lambat. Dari total 67 sampel, 30 sampel dilakukan trakeostomi dini yang diantaranya 19 sampel dipasang ventilator mekanik dan 30 sampel dilakukan trakeostomi lambat yang diantaranya dipasang ventilator mekanik sebanyak 17 sampel.

Arabi, pada tahun 2004, juga melaporkan bahwa trakeostomi merupakan salah satu faktor penting dalam penyapihan ventilator mekanik. Dengan trakeostomi dini waku pemakaian ventilator mekanik lebih pendek dibandingkan dengan yang dilakukan trakeostomi lambat dengan rata-rata 9.6±1.2 hari dan 18.7±1.3 hari, dengan nilai p<0,0001. Penelitian Arabi juga menemukan bahwa trakeostomi lambat adalah sebagai prediktor independen dari tinggal yang berkepanjangan di intensive care units (ICU).


(52)

Mohamed, pada tahun 2014, juga melaporkan bahwa dengan trakeostomi dini waktu pemakaian ventilator mekanik dan waktu tinggal di

intensive care units (ICU) lebih pendek. Disamping hal tersebut pada trakeostomi dini dan trakeostomi lambat tidak terdapat perbedaan signifikan pada kejadian komplikasi seperti pneumothorak (p=0,548), sepsis (p=0,490) dan pneumonia terkait ventilasi mekanik (p= 0,167).

Pada penelitian ini, didapatkan waktu peningkatan Glasgow Coma Scale yang lebih cepat dalam sampel adalah pada pasien yang dilakukan trakeostomi dini rata-rata 8,0 ± 2,67 hari, sedangkan pada pasien yang dilakukan trakeostomi lambat rata-rata 14,8 ± 2,04 hari dengan nilai p sebesar 0,000. Pasien trakeostomi dini kategori lambat sebanyak 7 pasien, kategori sedang sebanyak 23 pasien dan kategori cepat sebanyak 7 orang. Sedangkan pada trakeostomi lambat kategori lambat sebanyak 29 pasien, kategori sedang 1 pasien dan tidak didapatkan pasien dalam kategori cepat dengan nilai p sebesar 0,000. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Mohamed yaitu pada trakeostomi dini waktu tinggal di intensive care units

(ICU) lebih pendek dibandingkan dengan yang dilakukan trakeostomi lambat.

Pada penelitian ini, didapatkan waktu penyapihan ventlator mekanik yanglebih cepat dalam sampel adalah pada pasien yang dilakukan trakeostomi dini rata-rata 5,7 ± 1,34 hari, sedangkan pada pasien yang dilakukan trakeostomi lambat rata-rata 15,4 ± 3,24 hari dengan nilai p sebesar 0,000. Pasien trakeostomi dini kategori lambat sebanyak 11 pasien


(53)

37

dan kategori cepat sebanyak 8 orang. Sedangkan pada trakeostomi lambat kategori lambat sebanyak 17 pasien dan tidak didapatkan pasien dalam kategori cepat, dengan nilai p sebesar 0,003. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Arabi yaitu pada trakeostomi dini waku pemakaian ventilator mekanik lebih pendek dibandingkan dengan yang dilakukan trakeostomi lambat.

Sehingga dengan mempertimbangkan hal tersebut, pada titik ini tindakan trakeostomi dini dapat menjadi pertimbangan yang besar dalam pemilihan waktu dilakukannya trakeostomi karena terdapat perbedaan signifikan antara peningkatan GCS dan lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi terdapat manfaat yang signifikan. Trakeostomi akan memfasilitasi penyapihan dengan mengurangi dead space dan menurunkan resistensi saluran nafas dengan cara meningkatkan pembersihan sekret, menurunkan kebutuhan sedasi dan menurunkan resiko aspirasi. Bukti yang ada menyatakan bahwa

dead space dan resistensi saluran nafas berkurang, walaupun informasi observasi klinis mengenai pengaruh besarnya penurunan ini terhadap kecepatan penyapihan setelah trakeostomi masih belum pasti (Sugerman et al, 1997).

Trakeostomi memintas laring dan saluran napas bagian atas, sehingga dapat mengurangi tahanan terhadap aliran udara terutama bila telah terjadi proses patologik yang menyebabkan penyempitan di daerah


(54)

glotis. Trakeostomi dilakukan untuk mempertahankan jalan nafas yang penting bagi penderita dengan volume tidal yang sangat terbatas, dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirup akan masuk ke dalam paru-paru sehingga dapat mengurangi ruang rugi (dead space) di saluran nafas bagian atas hingga 150 ml atau 50 % (Pritchard, 1994). Anatomi dari saluran nafas atas terdiri dari daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring. Pernafasan adalah sistem vital dari tubuh manusia, terdapat obstruksi dapat menyebabkan komplikasi bahkan henti nafas yang berujung pada kematian. Sehingga apabila ditemukan pasien dengan obstruksi jalan nafas harus segera dilakukan tindakan pertolongan pada pasien. Pada pasien koma yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik juga harus dilakukan tindakan pertolongan. Tindakan trakeostomi dengan bantuan selang endotrakea mempermudah pengisapan sekret dari bronkus, dimana apabila sekret sebagai salah satu penyebab obstruksi saluran nafas harus segera dihilangkan sehingga pernafasan dapat lancar kembali dan oksigenasi ke seluruh tubuh dapat terpenuhi.

Pada perjalanannya, terdapat beberapa hambatan yang penulis temui dalam melakukan penelitian ini. Pertama, penelitian ini tidak mencapai jumlah sampel minimal karena angka kejadian kasus di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta cukup sedikit. Kedua, kurangnya informasi untuk sampel dikarenakan tidak tersedianya data pada rekam medis pasien sehingga variabel yang diteliti tidaklah luas untuk menggambarkan lebih lanjut keadaan dari pasien setelah dilakukan trakeostomi.


(55)

39 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara trakeostomi dinidengan peningkatan Glasgow Coma Scale (GCS) pada pasien cedera otak berat. 2. Terdapat hubungan yang bermakna (p<0,05) antara trakeostomi dini dengan

percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat.

B. Saran

Beberapa hal yang dapat dilakukan baik untuk perbaikan dalam penelitian selanjutnya maupun bagi pihak rumah sakit adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan trakeostomi dini

dengan peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat, 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan trakeostomi dini

dengan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat,

3. Populasi yang digunakan terlalu sempit, sehingga dibutuhkan populasi yang lebih besar yaitu dengan menggunakan lebih dari satu rumah sakit sebagai tempat penelitian demi terpenuhinya sampel,


(56)

4. Data rekam medis sebaiknya ditulis selengkap mungkin, sehingga apabila akan dilakukan penelitian kedepannya yang menggunalan rekam medis sebagai sumber data, data yang dibutuhkan tersedia.


(57)

41

DAFTAR PUSTAKA

Ballenger, John Jacob. Penyakit-penyakit Laring. Dalam: Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi XIII Jilid I. Jakarta: Bina Rupa Aksara. 1994. Hal. 451, 454-460.

Bickenbach, J., et al., 2011. Impact of early vs. late tracheostomy on weaning: a retrospective analysis. Jerman. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21617598 diakses pada tanggal 14 Maret 2015

Brain Trauma Foundation. Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury. BTF. 2007;24:S1-S106.

Bradley, P.J., 1997. Management of Obstucted Airway and Tracheostomy in Laryngology and Head and Neck Surgery, Scott-Brown’s Otolaryngology, Volume 5, 6th Edition. London, Butterworth-Heinemann: 7 – 18.

Brunner & Suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medikal bedah, Edisi 8., Jakarta: EGC. Burns, J.Jr., and Hauser, W.A., 2003. The Epidemiology of Traumatic Brain Injury : A

Review. Epilepsia, Suppl 10 : 2-10

Dahlan, M. Sopiyudin, 2009. Langkah-langkah membuat poposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Sagung Seto.

Davies, J. 1997. Embriology and Anatomy of The Larynx, Respiratory Apparatus, Diaphragma and Esophagus. In: Paparella, Shumrick (eds). Otolaryngology. Volume 1. Philadelphia: 52-58.

Endean et al., 2003. Tracheostomy. In: Logan Turner., Diseases of the nose, throat and ear. 5th ed. Bristol, John Wright and Sons: 1567-1573.

Feliciano DV, Mattox KL, Moore EE, 2008. Trauma Sixth Edition. New York: McGraw - Hill.

Fletcher, J. M., Cobbs, L. E., Miner, M. E., Levin, H. S., & Eisenberg, H. M., 1990. Behavioral changes after closed head injury in children. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 58, 93-98

Ginsberg, L., 2010. Lecture Notes : Neurology 9th edition. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd.

Hadikawarta, A., Rusmarjono, Soepardi, E., 2004. Penanggulangan Sumbatan Laring Dalam Soepardi E.A, Iskandar N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, dan Kepala – Leher. Edisi Kelima. Jakarta, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 201-212


(58)

Japardi, I.,2004. Cedera Kepala. Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer. Jennet, B., 2005.

Kenneth, C.Y., 2004. Airway Management and Tracheostomy in Current Diagnosis and Treatment in Otolaryngology-Head and Neck Surgery, 5th Edition. Boston, McGraw-Hill: 541–548.

Lameshow, S. & David W. H. Jr, 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan (terjemahan). Yogyakarta: Gadjahmada University Press

Latief, S. et al., 2007. Petunjuk praktis anestesiologi. Edisi ke 2. Jakarta: bagian anestesiologi dan terapi intensif FK UI ;p 70-73

Long, Barbara, Carolyn., 1996. Perawatan medikal bedah 2: Suatu pendekatan proses keperawatan. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran. Bandung. Lung Disease and Respiratory Health Center, 2014. Human Anatomy

http://www.webmd.com/lung/picture-of-the-trachea diakses pada tanggal 09 April 2015

Mallinckrodt Institute of Radiology, 2006. Epidural hematoma. http://www.mir.wustl.edu/neurorad/internal.asp?NavID=89 diakses pada tanggal 01 April 2015

Notoarmodjo, S., 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pierce A. Grace & Neil R. Borley. At A Glance Ilmu Bedah. ed 3, 2006. p 91 Pritchard A, (1994), "Tracheostomy", Care of the Critically Ill, 10:(2), pp 66-68.

Robert H, Maisel, 1997. Trakeostomi. In:Boies Buku Ajar Penyakit THT. 6th ed. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. p; 473-485

Rosjidi, C. H. 2007. Asuhan Keperawatan Klien dengan Cedera Kepala. Yogyakarta. Ardana Media.

Satyanegara et al., 2010. Ilmu Bedah Saraf Ed.IV. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.Pp: 191-2; 198

Selladurai B, Reilly P. Epidemiology of Acute Head Injury. in : Initial Management of Head Injury, a Comprehensive guide. Australia : McGraw Hill, 2007:3-7

Shaila S., 2010. Practical Application of Mechanical Ventilation. New York: The McGraw-Hill. p.149

Sinderby C, Brander L, Beck J., 2009. Bedside monitoring of diaphragma electrical activity during mechanical ventilation. In: Vincent Jled. 2009 Yearbook of Intensive Care and Emergency Medicine. Berlin: Springer. p 385

Smeltzer, S. C., & Bare, B. G., 2006. Brunner & Suddarth’s textbook of medicalsurgical


(59)

43

Soetjipto D dan Mangunkusomu E, 2001. Penanggulan sumbatan laring. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala, dan Leher. Edisi kelima. Balai Penerbit FK UI, Jakarta: 261-266.

Spector, G.J., and Faw, K.D., 1999. Insufisiensi Pernapasan dan Trakeostomi dalam Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher, Ballenger JJ, Alih Bahasa Bagian THT – KL RSCM-FKUI, Jilid I. Edisi ke-13. Jakarta, Binarupa Aksara: 435 – 462

Sugerman HJ, Wolfe L, Pasquale MD, Rogers FB, O’Malley KF, Knudson M, et al. Multicenter, randomized, prospective trial of early tracheostomy. J Trauma 1997;43(5):741–747.

Sundana, K., 2008. Ventilator Pendekatan Praktis di Unit Perawatan Kritis Edisi ke 1. Bandung: CICU RSHS. p 42-52

Valadka AB, Narayan RK., 1996. Emergency room management of the head-injured patient. Neurotrauma, 119-135

Verive, M. J., Stock, A., Singh, J., Corden, T. E., Cantwell, G. P., Barry, E. J, & Windle, M. L. (2013, Juni 10). Pediatric head trauma. 22 Juli 2013. http://emedicine.medscape.com/article/907273-overview#aw2aab6b2b4

WHO, 2013. Global Status Report on Road Safety. World Health Organization. Global Health Observatory (GHO) Data: http://www.who.int/gho/road_safety/en/ diakses pada tanggal 07 Maret 2015

Wong, D. L., Hockenberry, M., Wilson, D., Winkelstein, L. M., & Schwartz, P., 2009. Buku ajar keperawatan pediatrik Wong (6th ed.). (E. K. Yudha, D. Yulianti, N. B. Subekti, E. Wahyuningsih, M. Ester, Penyunt., & N. J. Agus Sutarna, Penerjemah). Jakarta: EGC.


(60)

Descriptive Test

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Tests of Normality

.133 67 .005 .961 67 .035

Waktu Peningkatan GCS (hari)

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Signific ance Correction a.

Descriptive Statistics

37 8.0000 2.66667 .43840

30 14.8333 2.03560 .37165

Trakeostomi Trakeostomi Dini Trakeostomi Lambat Waktu Peningkatan

GCS (hari)

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Ranks

37 19.68 728.00

30 51.67 1550.00

67 Trakeostomi Trakeostomi Dini Trakeostomi Lambat Total Waktu Peningkatan GCS (hari)

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsa

25.000 728.000 -6.710 .000 Mann-Whitney U Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed)

Waktu Peningkatan

GCS (hari)

Grouping Variable: Trakeostomi a.


(61)

Explore

Descriptive Test

NPar Tests

Mann-Whitney Test

Tests of Normality

.225 36 .000 .893 36 .002

Lama Pemakaian Ventilator Mekanik (hari)

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Lilliefors Significance Correction a.

Descriptive Statistics

19 5.6842 1.33552 .30639

17 15.4118 3.24150 .78618

Trakeostomi Trakeostomi Dini Trakeostomi Lambat Lama Pemakaian

Ventilator Mekanik (hari)

N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean

Ranks

19 10.00 190.00

17 28.00 476.00

36 Trakeostomi Trakeostomi Dini Trakeostomi Lambat Total Lama Pemakaian Ventilator Mekanik (hari)

N Mean Rank Sum of Ranks

Test Statisticsb

.000 190.000 -5.140 .000 .000a Mann-Whitney U Wilcoxon W Z

Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]

Lama Pemakaian

Ventilator Mekanik (hari)

Not corrected for ties. a.

Grouping Variable: Trakeostomi b.


(62)

7 0 7

100.0% .0% 100.0%

18.9% .0% 10.4%

10.4% .0% 10.4%

23 1 24

95.8% 4.2% 100.0%

62.2% 3.3% 35.8%

34.3% 1.5% 35.8%

7 29 36

19.4% 80.6% 100.0%

18.9% 96.7% 53.7%

10.4% 43.3% 53.7%

37 30 67

55.2% 44.8% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

55.2% 44.8% 100.0%

Count

% within Waktu Peningkatan GCS % within Trakeostomi % of Total

Count

% within Waktu Peningkatan GCS % within Trakeostomi % of Total

Count

% within Waktu Peningkatan GCS % within Trakeostomi % of Total

Count

% within Waktu Peningkatan GCS % within Trakeostomi % of Total

Cepat Sedang Lambat Waktu Peningkatan GCS Total Trakeostomi Dini Trakeostomi Lambat Total Chi-Square Tests

40.320a 2 .000 .000

48.368 2 .000 .000

43.881 .000

33.558b 1 .000 .000 .000 .000

67 Pearson Chi-Square

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Assoc iation N of Valid Cases

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.13. a.

The standardized statistic is 5.793. b.


(63)

Crosstabs

Lama Pemakaian Ventilator Mekanik * Trakeostomi Crosstabulation

8 0 8

100.0% .0% 100.0%

42.1% .0% 22.2%

22.2% .0% 22.2%

11 17 28

39.3% 60.7% 100.0%

57.9% 100.0% 77.8%

30.6% 47.2% 77.8%

19 17 36

52.8% 47.2% 100.0%

100.0% 100.0% 100.0%

52.8% 47.2% 100.0%

Count % within Lama Pemakaian Ventilator Mekanik

% within Trakeostomi % of Total

Count % within Lama Pemakaian Ventilator Mekanik

% within Trakeostomi % of Total

Count % within Lama Pemakaian Ventilator Mekanik

% within Trakeostomi % of Total

Cepat Lambat Lama Pemakaian Ventilator Mekanik Total Trakeostomi Dini Trakeostomi Lambat Trakeostomi Total Chi-Square Tests

9.203b 1 .002 .003 .002

6.928 1 .008

12.275 1 .000 .003 .002

.003 .002

8.947c 1 .003 .003 .002 .002

36 Pearson Chi-Square

Continuity Correctiona

Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Assoc iation N of Valid Cases

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided) Point Probability

Computed only for a 2x2 table a.

2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.78. b.

The standardized statistic is 2.991. c.


(64)

(65)

(66)

Hubungan Trakeostomi Dini Dengan Peningkatan Glasgow Coma Scale Dan Percepatan Penyapihan Ventilator Mekanik Pada Pasien Cedera Otak Berat Di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta

Shinta Dian Maharani1, dr. H. Adnan Abdullah, Sp.THT-KL, M.Kes.2 1Mahasiswa pendidikan dokter FKIK UMY

2Bagian THT FKIK UMY

Abstract

Head injury is a health problem because it can cause head and brain trauma. In head injury patients who experience a decrease of consciousness, the ability to maintain airway is also reduced so the medical help that can be given is a tracheostomy. Tracheostomy to maintain the airway by bypasses the upper airway. Tracheostomy can be classified early and late. The purpose of this study was to determine the correlation between early tracheostomy with increased glasgow coma scale and acceleration of a mechanical ventilator weaning in patients with severe traumatic brain injury.

This study was an observational analytic study with cross sectional design. Samples are collected with purposive sampling method. There are 67 samples, early tracheostomy was performed on 30 samples of which 19 samples are given a mechanical ventilator and late tracheostomy was performed on 30 samples of which 17 samples are given a mechanical ventilator. Data was gathered from medical record at PKU Muhammadiyah Yogyakarta Hospital within period December 2015-February 2016. Data was analyzed with Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test.

Time of increased glasgow coma scale that has been performed early and late tracheostomy have been analyzed statistically using Mann Whitney Test and Fisher's Exact Test showed p value <0,05 (p=0,000). In addition, the duration of use mechanical ventilation that has been performed early and late tracheostomy that have been analyzed statistically using Mann Whitney Test showed p value <0,05 (p=0,000), whereas that have been statistically analyzed using Fisher's Exact Test showed p value <0,05 (p=0,003).

So, there was a significant correlation between the average time of an increase the glasgow coma scale and duration of use mechanical ventilation in patients with severe traumatic brain injury has that been performed early and late tracheostomy.


(1)

trakeostomi dini dan trakeostomi lambat menggunakan uji data kategorikal Fisher’s Exact Test.

Berdasarkan tabel 7, didapatkan 100% pasien trakeostomi dini dengan kategori cepat sejumlah 8 pasien dan 39,3% pasien trakeostomi dini dengan kategori kategori lambat sejumlah 11 pasien sedangkan pada pasien trakeostomi lambat tidak terdapat pasien yang memiliki kategori cepat dan 60,7% pasien trakeostomi lambat dengan kategori lambat sejumlah 17 pasien. Hasil analisis secara statistik menunjukkan nilai p sebesar 0,003 (p<0,05), dapat disimpulkan terdapat perbedaan signifikan antara lama pemakaian ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat.

Diskusi

Dari total 67 sampel, 30 sampel dilakukan trakeostomi dini yang diantaranya 19 sampel dipasang ventilator mekanik dan 30 sampel dilakukan trakeostomi lambat yang diantaranya dipasang ventilator mekanik sebanyak 17 sampel.

Arabi, pada tahun 2004, juga melaporkan bahwa trakeostomi merupakan salah satu faktor penting dalam penyapihan ventilator mekanik. Dengan trakeostomi dini waku pemakaian ventilator mekanik lebih pendek dibandingkan dengan yang dilakukan trakeostomi lambat dengan rata-rata 9.6±1.2 hari dan 18.7±1.3 hari, dengan nilai p<0,0001. Penelitian Arabi juga menemukan bahwa trakeostomi lambat adalah sebagai prediktor independen dari tinggal yang


(2)

berkepanjangan di intensive care units (ICU).

Mohamed, pada tahun 2014, juga melaporkan bahwa dengan trakeostomi dini waktu pemakaian ventilator mekanik dan waktu tinggal di intensive care units (ICU) lebih pendek. Disamping hal tersebut pada trakeostomi dini dan trakeostomi lambat tidak terdapat perbedaan signifikan pada kejadian komplikasi seperti pneumothorak (p==0.548), sepsis (p=0.490) dan pneumonia terkait ventilasi mekanik (p= 0.167).

Pada penelitian ini, didapatkan waktu peningkatan Glasgow Coma Scale yang lebih cepat dalam sampel adalah pada pasien yang dilakukan trakeostomi dini rata-rata 8,0 ± 2,67 hari, sedangkan pada pasien yang dilakukan trakeostomi lambat rata-rata 14,8 ± 2,04 hari dengan nilai p

sebesar 0,000. Pasien trakeostomi dini kategori lambat sebanyak 7 pasien, kategori sedang sebanyak 23 pasien dan kategori cepat sebanyak 7 orang. Sedangkan pada trakeostomi lambat kategori lambat sebanyak 29 pasien, kategori sedang 1 pasien dan tidak didapatkan pasien dalam kategori cepat dengan nilai p sebesar 0,000. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Mohamed yaitu pada trakeostomi dini waktu tinggal di intensive care units (ICU) lebih pendek dibandingkan dengan yang dilakukan trakeostomi lambat.

Pada penelitian ini, didapatkan waktu penyapihan ventlator mekanik yang lebih cepat dalam sampel adalah pada pasien yang dilakukan trakeostomi dini rata-rata 5,7 ± 1,34 hari, sedangkan pada pasien yang dilakukan trakeostomi lambat rata-rata


(3)

15,4 ± 3,24 hari dengan nilai p sebesar 0,000. Pasien trakeostomi dini kategori lambat sebanyak 11 pasien dan kategori cepat sebanyak 8 orang. Sedangkan pada trakeostomi lambat kategori lambat sebanyak 17 pasien dan tidak didapatkan pasien dalam kategori cepat, dengan nilai p sebesar 0,003. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Arabi yaitu pada trakeostomi dini waku pemakaian ventilator mekanik lebih pendek dibandingkan dengan yang dilakukan trakeostomi lambat.

Sehingga dengan

mempertimbangkan hal tersebut, pada titik ini tindakan trakeostomi dini dapat menjadi pertimbangan yang besar dalam pemilihan waktu dilakukannya trakeostomi karena terdapat perbedaan signifikan antara peningkatan Glasgow Coma Scale dan lama pemakaian

ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat yang telah dilakukan trakeostomi dini dan trakeostomi lambat. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi terdapat manfaat yang signifikan. Trakeostomi akan memfasilitasi penyapihan dengan mengurangi dead space dan menurunkan resistensi saluran nafas dengan cara meningkatkan pembersihan sekret, menurunkan kebutuhan sedasi dan menurunkan resiko aspirasi. Bukti yang ada menyatakan bahwa dead space dan resistensi saluran nafas berkurang, walaupun informasi observasi klinis mengenai pengaruh besarnya penurunan ini terhadap kecepatan penyapihan setelah trakeostomi masih belum pasti (Sugerman et al, 1997).

Trakeostomi memintas laring dan saluran napas bagian atas, sehingga


(4)

dapat mengurangi tahanan terhadap aliran udara terutama bila telah terjadi proses patologik yang menyebabkan penyempitan di daerah glotis. Trakeostomi dilakukan untuk mempertahankan jalan nafas yang penting bagi penderita dengan volume tidal yang sangat terbatas, dengan adanya stoma maka seluruh oksigen yang dihirup akan masuk ke dalam paru-paru sehingga dapat mengurangi ruang rugi (dead space) di saluran nafas bagian atas hingga 150 ml atau 50 % (Pritchard, 1994). Anatomi dari saluran nafas atas terdiri dari daerah rongga mulut, sekitar lidah dan faring.

Pernafasan adalah sistem vital dari tubuh manusia, terdapat obstruksi dapat menyebabkan komplikasi bahkan henti nafas yang berujung pada kematian. Sehingga apabila ditemukan

pasien dengan obstruksi jalan nafas harus segera dilakukan tindakan pertolongan pada pasien. Pada pasien koma yang tidak dapat mengeluarkan sekret secara fisiologik juga harus dilakukan tindakan pertolongan. Tindakan trakeostomi dengan bantuan selang endotrakea mempermudah pengisapan sekret dari bronkus, dimana apabila sekret sebagai salah satu penyebab obstruksi saluran nafas harus segera dihilangkan sehingga pernafasan dapat lancar kembali dan oksigenasi ke seluruh tubuh dapat terpenuhi.

Pada perjalanannya, terdapat beberapa hambatan yang penulis temui dalam melakukan penelitian ini. Pertama, penelitian ini tidak mencapai jumlah sampel minimal karena angka kejadian kasus di rumah sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta cukup sedikit. Kedua, kurangnya informasi


(5)

untuk sampel dikarenakan tidak tersedianya data yang terdapat pada rekam medis pasien sehingga variabel yang diteliti tidaklah luas untuk menggambarkan lebih lanjut keadaan dari pasien setelah dilakukan trakeostomi.

Kesimpulan

Hasil Penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan antara traekostomi dini dan trakeostomi lambat dalam waktu peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat dengan hasil yang bermakna untuk trakeostomi dini. Dengan nilai signifikansi 0,000 yang berarti p<0,05

2. Terdapat perbedaan antara trakeostomi dini dan trakeostomi lambat dalam waktu penyapihan ventilator mekanik pada pasien

cedera otak berat dengan hasil yang bermakna untuk trakeostomi dini. Dengan nilai signifikansi 0,000 yang berarti p<0,05

Saran

Beberapa hal yang dapat dilakukan baik untuk perbaikan dalam penelitian selanjutnya maupun bagi pihak rumah sakit adalah sebagai berikut:

1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan trakeostomi dini dengan peningkatan Glasgow Coma Scale pada pasien cedera otak berat,

2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan trakeostomi dini dengan percepatan penyapihan ventilator mekanik pada pasien cedera otak berat,

3. Populasi yang digunakan terlalu sempit, sehingga dibutuhkan populasi yang lebih besar yaitu


(6)

dengan menggunakan lebih dari satu rumah sakit sebagai tempat penelitian demi terpenuhinya sampel,

4. Data rekam medis sebaiknya ditulis selengkap mungkin, sehingga apabila akan dilakukan penelitian kedepannya yang menggunalan relam medis sebagai sumber data, data yang dibutuhkan tersedia.

Daftar Pustaka

1. Arabi, Y., et al., 2004. Early tracheostomy in intensive care trauma patients improves resource utilization: a cohort study and literature review,

2. Brain Trauma Foundation. Guidelines for the Management of Severe Traumatic Brain Injury. BTF. 2007;24:S1-S106.

3. Mohamed, K.A.E., et al., 2014. Early versus late percutaneous

tracheostomy in critically ill adult mechanically ventilated patients, 4. Pritchard A, (1994),

"Tracheostomy", Care of the Critically Ill, 10:(2), pp 66-68. 5. Selladurai B, Reilly P.

Epidemiology of Acute Head Injury. in: Initial Management of Head Injury, a Comprehensive guide. Australia: McGraw Hill, 2007:3-7

6. Sugerman HJ, Wolfe L, Pasquale

MD, Rogers FB, O’Malley KF,

Knudson M, et al. Multicenter, randomized, prospective trial of early tracheostomy. J Trauma 1997;43(5):741–747.

7. WHO, 2013. Global Status Report on Road Safety. World Health Organization. Global Health Observatory (GHO) Data: http://www.who.int/gho/road_safe ty/en/ diakses pada tanggal 07 Maret 2015