VIRUS INFLUENZA TINJAUAN PUSTAKA

14 beberapa bulan, dengan demikian reinfeksi akan terus terjadi pada orang dewasa sekalipun. 2 Diagnosis Laboratorium Akibat seringnya terjadi infeksi yang berulang, menimbulkan respon yang heterotipik. Hal ini menyebabkan diagnosis spesifik melalui pengujian serologik menjadi sangat sukar. Diagnosa definitif biasanya mengandalkan isolasi virus dari bahan yang sesuai. 2,3 1. Isolasi dan identifikasi virus. Usap tenggorokan dan hidung serta bilasan hidung merupakan bahan yang baik untuk isolasi virus. Sel ginjal manusia dan kera merupakan sel yang peka untuk isolasi HPIV. Identifikasi langsung antigen virus dapat menggunakan imunofluoresensi atau ELISA dengan mendeteksi sel-sel nasofaring. Namun metode ini kurang sensitif, walaupun metode ini cepat. 2. Serologi. Serodiagnosis harus didasarkan pada serum yang berpasangan. Respon antibodi dapat diukur dengan menggunakan uji Nt, HI, ELISA atau CF. Peningkatan titer sampai empat kali merupakan tanda adanya infeksi dengan HPIV. Epidemiologi HPIV tersebar luas secara geografik. Virus yang paling prevalen adalah tipe 3. Diperkirakan separuh dari semua anak di dunia mendapat infeksi ini selama tahun pertama kehidupannya, 95 mempunyai antibodi terhadap tipe 3 pada umur 6 tahun. 2 Pengobatan dan Pencegahan Sebenarnya tidak ada metode pencegahan dan pengobatan yang spesifik terhadap infeksi virus ini. Namun penggunaan antivirus ribavirin memberikan manfaat bila diberikan melalui aerosol partikel kecil. Vaksin virus mati secara in vitro dapat menginduksi antibodi serum tetapi tidak melindungi terhadap infeksi. 1,2

V. VIRUS INFLUENZA

Ortomiksoviridae virus influenza merupakan determinan utama dari morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh penyakit pernafasan dan wabah infeksi kadang- kadang terjadi epidemi di seluruh dunia. Ada tiga tipe imunologik dari virus influenza yaitu tipe A, B dan C. Influenza tipe A secara antigenik sangat bervariasi dan merupakan 15 penyebab dari sebagian besar kasus epidemi influenza. Perubahan antigenik terus menerus terjadi dalam kelompok tipe A dari virus influenza. Influenza tipe B juga memperlihatkan perubahan-perubahan antigenik dan kadang-kadang menyebabkan epidemi. Sedang virus influenza tipe C bersifat stabil dan hanya menyebabkan penyakit ringan. 2 Strain influenza A juga dikenal pada babi, kuda dan burung. Beberapa strain yang diisolasi dari hewan secara antigenic serupa dengan strain yang beredar pada populasi manusia. 2 Gambar 3. Virus influenza. 9 Struktur Partikel virus biasanya bulat dengan diameter 100 nm. Genom RNA beruntai tunggal, pada virus influenza tipe A dan B terdiri dari delapan segmen terpisah. Sebagian besar dari segmen merupakan sandi untuk protein tunggal. Partikel virus mengandung tujuh protein struktural yang berbeda. Tiga protein besar PB1, PB2, PA terikat pada RNA virus dan merupakan penyebab dari transkripsi dan replikasi RNA. Nukleoprotein berkaitan dengan RNA virus membentuk struktur berdiameter 9 nm yang mengambil bentuk heliks. Protein matriks M yang membentuk suatu lapisan di bawah selubung lipid virus, penting dalam morfogenesis partikel dan merupakan komponen utama dari virion. Selubung lipid mengandung protein hemaglutinin virus HA dan neuraminidase NA, yang merupakan antigen penting yang menentukan variasi genetik dari virus 16 influenza dan imunitas inang. Virus influenza relatif tahan dan dapat disimpan pada suhu 0-4°C selama berminggu-minggu tanpa kehilangan kemampuan untuk hidup. Protein hemaglutinin HA berfungsi mengikat partikel virus pada sel-sel yang rentan dan merupakan antigen utama terhadap antibodi netralisasi. Variabilitas dari protein ini menyebabkan terjadinya evolusi yang berlanjut memunculkan strain baru. HA mempunyai kemampuan untuk mengaglutinasi eritrosit dalam keadaan tertentu. Neuraminidase NA yang terdapat pada permukaan partikel virus influenza, juga penting dalam penentuan subtipe isolat virus influenza. NA berfungsi pada akhir siklus kehidupan virus. Protein ini mempermudah pelepasan partikel virus dari permukaan sel yang terinfeksi selama proses pertunasan dan membantu mencegah agregasi. Gambar 4. Replikasi virus influenza. 10 Replikasi a. Perlekatan, penetrasi dan pelepasan selubung. Virus melekat pada asam sialat permukaan sel melalui tempat reseptor yang terletak pada puncak globulus besar dari HA. Influenza C melekat pada reseptor yang berbeda dengan Influenza A dan B. Partikel virus kemudian diinternalisasi di dalam 17 endosom. Lalu terjadi peleburan antara envelop virus dengan selaput sel, dan mengakibatkan pelepasan envelop. Ujung amino HA2, dibangkitkan oleh pembelahan proteolitik polipeptida HA prekursor, yang merupakan hal penting untuk langkah ini. Kemudian nukleokapsid virus dilepaskan ke dalam sitoplasma sel. b. Transkripsi dan Translasi. Mekanisme transkripsi ortomiksovirus sangat berbeda dari transkripsi virus RNA lain, dimana fungsi seluler terlibat secara lebih erat. Transkripsi terjadi di dalam inti. Polimerase-tersandi virus yang mengandung suatu kompleks protein tiga P, merupakan penyebab primer terjadinya transkripsi. Namun, kerjanya harus dilengkapi oleh ujung 5’ termetilasi dan ujung berpenutup yang termakan dari transkrip seluler yang baru disintesis melalui polimerase RNA II seluler. Enam dari segmen genomik menghasilkan mRNA monosistronik yang diterjemahkan dalam sitoplasma menjadi enam protein virus. Dua transkrip lainnya mengalami penyambungan, masing-masing menghasilkan dua mRNA yang diterjemahkan dalam kerangka pembacaan yang berbeda. Glikoprotein HA dan NA, disintesis dan dimodifikasi dengan menggunakan lintasan sekretorik. c.Replikasi virus Langkah pertama replikasi genom adalah memproduksi salinan lengkap untai- positif dari masing-masing segmen. Salinan antigenom ini berbeda dari mRNAs pada kedua ujung; ujung 5’ tidak berpenutup dan ujung 3’ tidak terpoliadenilase. Salinan ini kemudian bertindak sebagai cetakan untuk sintesis salinan sebenarnya untuk RNAs genomik. d. Maturasi. Virus menjadi matang melalui pertunasan dari permukaan puncak sel. Komponen virus tersendiri tiba pada tempat pertunasan dengan jalur yang berbeda. Nukleokapsid terpasang dalam inti dan bergerak ke luar ke permukaan sel. Glikoprotein, HA dan NA, disintesis dalam retikulum endoplasmik, dimodifikasi dan dirangkai menjadi trimer dan tetramer , dan disisipkan ke dalam selaput plasma. Protein matriks yang disintesis dalam sitoplasma, bertinda sebagai jembatan, menghubungkan nukleokapsid dengan ujung sitoplasmik dari glikoprotein. Virion keturunan bertunas ke luar dari sel. Selama rangkaian peristiwa ini, HA dibelah menjadi HA1 dan HA2 jika sel inang memiliki enzim 18 proteolitik ekstraseluler yang sesuai. NA mengangkat asam sialat ujung dari glikoprotein permukaan seluler dan virus, dengan demikian mempermudah pelepasan partikel virus dari sel dan mencegah agregrasi, sehingga masing-masing bertindak sebagai penular terpisah. Siklus pembelahan virus berlangsung dengan cepat. Keturunan virus baru dihasilkan dalam 8-10 jam. Patogenesis Penyebaran virus influenza dari orang ke orang melalui tetesan yang mengudara atau melalui kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi. Beberapa sel epitel pernapasan akan terinfeksi jika partikel virus yang masuk terhindar dari pengeluaran melalui refleks batuk dan lolos dari netralisasi oleh antibodi IgA spesifik yag sudah ada sebelumnya atau inaktivasi oleh inhibitor nonspesifik dalam sekresi mukosa. Virion progeni dihasilkan dengan segera dan tersebar ke sel-sel yang berdekatan , dimana siklus replikatif diulangi. NA virus menurunkan viskositas cairan mukosa dalam saluran pernapasan, membuka reseptor permukaan seluler dan memudahkan penyebaran cairan yang mengandung virus ke saluran napas bagian bawah. Masa inkubasi oleh virus influenza bervariasi, sekitar 1-4 hari, bergantung dari imunitas inang dan ukuran dosis virus. Pelepasan virus dimulai sehari sebelum gejala muncul dan memuncak dalam 24 jam, tetap meningkat selama 1-2 hari, emudian menurun dengan cepat. Interferon dapat dideteksi dalam sekresi pernapasan sekitar 1 hari setelah pelepasan virus dimulai. Virus influenza peka terhadap efek antivirus dari interferon, dan diduga respon interferon mendukung pemulihan inang dari infeksi. Gejala Klinis Gejala infeksi biasanya timbul mendadak, berupa menggigil, sakit kepala, batuk kering, yang diikuti demam tinggi, nyeri otot menyeluruh, malaise dan anoreksia. Gejala pernafasan secara khas dapat berlangsung selama 3-4 hari. Namun dapat pula terjadi gejala ringan atau asimptomatik. Gejala klinis pada anak sama seperti orang dewasa, pada anak biasanya demam lebih tinggi dan gejala gastrointestinal menonjol. Virus influenza dapat menimbulkan komplikasi berupa pneumonia, terutama pada pasien usia lanjut dan lemah, khususnya penderita kardiopulmoner dan penyakit kronik 19 lain. Pneumonia ini dapat disebabkan oleh virus, bakteri sekunder atau kedua-duanya. Peningkatan sekresi mukosa membantu membawa kuman masuk ke dalam saluran pernapasan bagian bawah. Infeksi influenza meningkatkan kerentanan penderita terhadap infeksi sekunder. Hal ini disebabkan karena hilangnya muosiliar di sepanjang saluran napas, gangguan fungsi sel-sel fagosit dan tersedianya medium pertumbuhan bakteri yang aya eksudat alveolar. Bateri patogen yang sering menyertai virus influenza adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan Haemophilus influenzae. Sindrom Reye merupakan komplikasi lain yang disebabkan oleh infeksi virus influenza terutama tipe B. Sindrom Reye merupakan ensefalopati akut pada anak-anak dan remaja, biasanya yang terkena berumur sekitar 2-16 tahun. Diduga sindrom ini ada hubungannya dengan penggunaan aspirin dalam mengatasi influenza pada anak. Imunitas Antibodi terhadap HA dan NA penting dalam imunitas terhadap influenza, sementara antibodi terhadap protein tersandi-virus tidak bersifat melindungi. Resistensi terhadap infeksi awal berhubungan dengan antibodi terhadap HA, sementara penurunan beratnya penyakit dan penurunan kemampuan penularan virus berhubungan dengan antibodi yang ditujukan terhadap NA. Antibodi terhadap ribonukleoprotein adalah spesifik untuk menentukan tipe isolat virus. Perlindungan berkaitan dengan antibodi serum dan antibodi IgA sekretorik dalam sekret nasal. Antibodi sekretorik berperanan penting dalam mencegah infeksi. Antibodi juga memperngaruhi perjalanan penyakit. Tiga tipe virus influenza secara antigenik tidak berhubungan, oleh karena itu tidak menimbulkan perlindungan silang. Diagnosis Laboratorium a. Isolasi dan Identifikasi virus. Yang terbaik sebagai bahan pemeriksaan adalah bilasan hidung dan usapan tenggorokan, yang didapat dalam 3 hari sejak timbulnya gejala. Sampel harus dipertahankan pada suhu 4°C hingga inokulasi ke dalam biakan sel. Metode isolasi pilihan menggunakan telur yang diembrionasi dan sel ginjal monyet primer. Baru-baru ini dipilih ginjal caninus MDCK atau ginjal kera rhesus LLC-MK-2. Biakan sel diinokulasi, diinkubasi tanpa adanya serum dan ditambahkan tripsin yang mampu mengaktifkan HA sehingga virus bereplikasi ke seluruh biakan. Setelah 7 hari, cairan biakan diperiksa terhadap 20 virus melalui hemaglutinasi. Jika hasilnya negatif, maka dilakukan penanaman ke dalam media segar. Isolat virus diidentifikasi melalui penghambatan hemaglutinasi, CF dan uji imunofluoresensi menggunakan antisera spesifik untuk protein NP atau M. b. Serologi. Uji serodiagnosis rutin yang digunakan saat ini didasari pada penghambatan hemaglutinasi, fiksasi komplemen, ELISA dan RIA. Pada ELISA dan RIA antigen yang dimurnikan semakin mudah didapat. Epidemiologi Insiden influenza memuncak selama musim dingin. Wabah yang paling luas dan berat disebabkan oleh virus influenza tipe A. Influenza tipe B menyebabkan wabah yang biasanya kurang meluas. Influenza tipe C jarang dihubungkan dengan penyakit pada manusia, meskipun prevalensi antibodi serum terhadap tipe C tersebar luas. Pencegahan dan Pengobatan Amantadin hidrokhlorida dan salah satu analognya, rimantadin, merupakan obat antivirus untuk penggunaan sistemik dalam mencegah influenza A, obat ini menghalangi pelepasan selubung virus infuenza A dalam sel inang dan mencegah replikasi virus. Namun, obat ini tidak efektif untuk influenza B dan C. Obat ini juga tidak efektif untuk melindungi kontak rumah tangga dari influenza dan timbulnya mutan virus yang resisten obat dan menyebar. Amantadin dapat mempengaruhi keparahan influenza A jika dimulai pemberiannya dalam waktu 24-48 jam setelah timbulnya penyakit. Penggunaan aspirin dapat meredakan gejala sakit kepala, myalgia dan demam pada sindrom influenza. Namun tidak boleh diberikan pada anak di bawah usia 16 tahun karena berhubungan dengan timbulnya sindrom Reye. Vaksin virus yang diinaktivasi merupakan cara primer penegahan influenza di Amerika Serikat. Namun karakteristik tertentu dari virus influenza, menyulitkan pencegahan dan pengendalian penyakit melalui imunisasi.

VI. ADENOVIRUS