VIRUS SINSITIAL PERNAPASAN RSV

8 Pencegahan dan Pengobatan Pencegahan dan pengobatan pilek yang disebabkan koronavirus hampir sama dengan penyakit yang disebabkan oleh rhinovirus.

III. VIRUS SINSITIAL PERNAPASAN RSV

Virus sinsitial pernapasan Respiratory Synsitial Virus=RSV merupakan penyebab paling penting dari penyakit saluran napas bagian bawah pada bayi dan anak- anak. Virus ini menyebabkan sekitar separuh kasus bronkiolitis dan seperempat pneumonia pada bayi. Hal ini diperkirakan mengakibatkan sekitar 4500 kematian pertahun di Amerika Serikat. 2 RSV adalah anggota keluarga Paramyxoviridae, genus Pneumovirus. Virus ini memiliki selubung, berukuran sekitar 150-300 nm. Dinamakan virus sinsitial disebabkan karena replikasi virus menyebabkan fusi sel yang bersebelahan membentuk sinsitia besar berinti banyak. Genom RNA beruntai tunggal, dengan enam protein struktural. Keenam protein struktural tersebut analog dengan struktur virus influenza. Tiga protein disatukan dengan RNA virus yaitu nukleoprotein NP atau N yang membentuk nukleokapsid heliks, protein ini merupakan protein internal utama dan dua protein besar disebut P dan L yang kemungkinan terlibat dalam aktivitas polimerase virus yang berfungsi dalam transkripsi dan replikasi RNA. Tiga protein lagi ikut dalam pembentukan envelop virus, yaitu matriks protein M mendasari envelop virus, protein ini mempunyai afinitas terhadap NP dan glikoprotein permukaan virus serta penting dalam perakitan virus. Glikoprotein yang lebih besar HN atau H yang memiliki aktivitas hemaglutinin maupun neuraminidase dan merupakan penyebab perlekatan sel inang. Glikoprotein lain F memperantarai penyatuan selaput dan aktivitas hemolisin. 2 Replikasi a. Perlekatan, penetrasi dan pelepasan selubung virus. Golongan Paramyxovirus melekat pada sel inang melalui glikoprotein hemaglutinin HN. Selanjutnya, selubung menyatu dengan selaput sel melalui kerja dari produk pembelahan F1. Jika prekursor F0 tidak dibelah, maka tidak ada aktivitas penyatuan sehingga tidak terjadi penetrasi virion dan partikel virus tidak mampu memulai infeksi. Penyatuan melalui F1 terjadi pada pH netral di lingkungan ekstraseluler, 9 memungkinkan pelepasan nukleokapsid virus langsung ke dalam sel. Dengan demikian, paramyxovirus mampu memintas internalisasi melalui endosom. b. Transkripsi, Translasi dan Replikasi RNA Paramyxovirus mengandung suatu genom RNA untai-negatif tidak bersegmen. Transkrip RNA dibuat oleh polimerase RNA virus dalam sitoplasma sel. Tidak ada kebutuhan akan primer eksogen dan karena itu tidak ada ketergantungan pada fungsi inti sel. Kelas transkrip yang paling banyak dalam sel terinfeksi adalah dari gen NP, yang terletak paling dekat dengan ujung 3’ genom, sementara transkrip yang paling sedikit adalah dari gen L, pada ujung 5’ Protein virus disintesis dalam sitoplasma, dan jumlah setiap produk gen sesuai dengan kadar transkrip mRNA dari gen tersebut. Kompleks protein polimerase virus protein P dan L juga merupakan penyebab replikasi genom virus. Mekanisme yang mengalihkan proses ini dari transkripsi ke replikasi tidak jelas. c. Pematangan. Virus matang melalui pertunasan dari permukaan sel. Nukleokapsid progeni terbentuk dalam sitoplasma dan bermigrasi ke permukaan sel. Mereka tertarik ke tempat pada selaput yang tertatah dengan duri-duri glikoprotein F dan HN virus. Protein M penting untuk membentuk partikel yang bertindak sebagai penghubung envelop virus dengan nukelokapsid. Selama bertunas, sebagian besar protein inang dikeluarkan dari selaput. Jika ditemukan protease sel inang yang cocok, protein Fo dalam selaput plasma akan diaktivasi melalui pembelahan. Protein fusi teraktivasi kemudian menyebabkan penyatuan selaput sel yang berdekatan, membentuk sinsitia yang besar. d. Nasib sel. Pembentukan sinsitium merupakan respon lazim terhadap infeksi paramyxovirus. Inklusi sitoplasmik asidofilik dibentuk secara teratur. Diduga inklusi tersebut mencerminkan tempat sintesis virus dan mengandung nukleokapsid serta protein virus lain yang dapat dikenali. Patogenesis RSV ditularkan melalui tetesan berukuran besar, dengan demikian penyebaran dapat terjadi kontak dengan tangan atau permukaan yang terkontaminasi. Replikasi virus 10 pada awalnya terjadi pada sel epitel nasofaring, kemudian virus dapat menyebar ke saluran pernapasan bagian bawah, yang kemungkinan dibawa melalui sekresi. Masa inkubasi berkisar antara 4-5 hari. Pelepasan virus dapat menetap selama 1-3 minggu. Sistem imun individu merupakan faktor penting untuk mengatasi infeksi oleh virus ini, bila seorang penderita mengalami gangguan sistem imun maka infeksi akan menetap sampai berbulan-bulan dan dapat menyebar ke luar dari sel epitel prnapasan misalnya penyebaran ke ginjal, hati dan miokardium. 4 Gambaran Klinis Umumnya virus ini akan menimbulkan gejala mulai dari batuk pilek terutama pada orang dewasa, bronkitis demam pada bayi dan anak-anak, serta pneumonia bayi hingga bronkiolitis pada bayi yang lebih muda. 25-40 infeksi RSV melibatkan saluran napas bagian bawah. Selain itu virus ini merupakan penyebab penting dari otitis media. 2,4 Reinfeksi lazim terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Walaupun reinfeksi dapat terjadi pada semua umur dan bersifat simptomatik, namun biasanya hanya terbatas pada saluran pernapasan bagian atas saja. 1 Imunitas Pada dua bulan pertama kehidupan bayi biasanya dia terlindung oleh antibodi maternalnya, oleh karena itu penyakit sinsitial pernapasan biasanya mulai berat pada bayi diatas 2 bulan, dimana antibodi ibu sudah menurun. Antibodi serum dan sekretorik timbul sebagai respon terhadap infeksi virus sinsitial pernapasan. IgA sekretorik dalam sekresi hidung bertanggung jawab dalam perlindungan terhadap reinfeksi dan imunitas seluler. 1 Diagnosis Laboratorium Virus sinsitial pernapasan tidak memiliki hemaglutinin, itulah yang membedakan virus ini dengan virus paramyxovirus yang lain, oleh karena itu virus ini tidak dapat diperiksa menggunakan metode hemaglutinasi atau hemadsorpsi. a. Isolasi dan identifikasi dari virus. Bahan pemeriksaan biasanya diambil dari usap nasofaring atau bilasan hidung. Virus sinsitial pernapasan sangat labil , sehingga harus segera diinokulasi ke dalam biakan sel. Jalur sel heteroploid HeLa dan Hep-2 manusia merupakan isolasi virus yang paling peka. Adanya virus 11 sinsitial pernapasan biasanya dikenali dengan melihat perkembangan sel raksasa dan sinsitia dalam biakan terinokulasi. Diperlukan waktu 10 hari untu menimbulkan efek sitopatik. Diagnosa pasti dengan mengidentifikasi antigen virus pada sel yang terinfeksi menggunakan uji immunofluoresensi atau menggunakan ELISA. 2,4 b. Serologi. Antibodi serum dapat diperiksa dengan metode immunofluoresensi, ELISA, CF dan Nt. Epidemiologi Virus sinsitia pernapasan merupakan patogen utama pada saluran pernapasan anak-anak. Bronkiolitis atau pneumonia yang serius paling mudah terjadi pada bayi antar umur 2 bulan sampai 6 bulan. Selain dapat menimbulkan pneumonia pada anak-anak di bawah 5 tahun, virus sinsitia pernapasan juga mampu menimbulkan pneumonia pada manula dan orang-orang dengan gangguan sistem imun. Sering terjadi reinfeksi, namun gejala yang muncul biasanya ringan hanya berupa batuk pilek. 2 Infeksi saluran pernapasan akibat virus sinsitia pernapasan biasanya meningkat pada musim dingin atau musim hujan di negara tropis. Virus sinsitia pernapasan merupakan penyebab infeksi nosokomial di bangsal pediatri rumah sakit atau di tempat- tempat penitipan anak. Penularan biasanya melalui tangan petugas medis yang terkontaminasi dengan virus ini. 1 Pengobatan Pengobatan pada infeksi yang serius terutama bergantung pada perawatan suportif. Pemberian ribavirin aerosol selama 3-6 hari dapat mengurangi simptom. Pemberian globulin imun dengan titer antibodi yang tinggi terhadap virus sinsitia pernapasan pernah dilaporkan bermanfaat dalam rangka mencegah infeksi yang serius pada bayi dan anak. 2

IV. VIRUS PARAINFLUENZA HPIV