PERAN INGO “SAVE THE CHILDREN” DALAM MENANGANI KASUS EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA TAHUN 2010-2015

(1)

SKRIPSI

PERAN INGO “SAVE THE CHILDREN” DALAM MENANGANI KASUS EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA

TAHUN 2010-2015

The Role of INGO “Save the Children” to Handle the Case of Commercial Sexual Exploitation of Children In Indonesia 2010-2015

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

SRI SUGIHARTI

20130510029

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

ii

PERAN INGO “SAVE THE CHILDREN” DALAM MENANGANI KASUS EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA

TAHUN 2010-2015

The Role of INGO “Save the Children” to Handle the Case of Commercial Sexual Exploitation of Children In Indonesia 2010-2015

SKRIPSI

Disusun Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :

SRI SUGIHARTI

20130510029

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2017


(3)

iii

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul :

PERAN INGO “SAVE THE CHILDREN” DALAM MENANGANI KASUS

EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA TAHUN 2010-2015

The Role of INGO “Save the Children” to Handle the Case of Commercial Sexual Exploitation of Children In Indonesia 2010-2015

SRI SUGIHARTI 20130510029

Telah dipertahankan dalam ujian pendadaran, dinyatakan lulus dan disahkan didepan Tim Penguji Program Studi Ilmu Hubungan Internasional

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Pada :

Hari/Tanggal : Sabtu, 08 April 2017 Pukul : 08.00 WIB - Selesai Tempat : Ruang HI. C

Tim Penguji,

Ali Muhammad, M.A, Ph.D Ketua Penguji

Prof. Dr. Tulus Warsito., M.Si Takdir Ali Mukti, S.Sos., M.Si Penguji I Penguji II


(4)

iv

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya ini asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik sarjana, baik di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta maupun di perguruan tinggi lain.

Dalam skripsi ini tidak terdapat karya atas pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik sesuai aturan yang berlaku di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Yogyakarta, April 2017


(5)

v

MOTO

“Hidup itu butuh perjuangan dan

pengorbanan, jika Anda malas

untuk berjuang, lebih baik Anda

TIDUR”

“Jika kamu melibatkan Allah SWT

disetiap usahamu, percayalah tidak

ada yang tidak mungkin karena

Allah selalu memberikan yang

terbaik untuk hamba-Nya dan

tidak akan memberikan cobaan

diluar batas kemampuan


(6)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tugas akhir dalam perkuliahan Strata Satu ini dapat terselesaikan. Tak lupa pula penulis sampaikan sholawat serta salam kepada Nabi Muhammad SAW yang telah meninggikan derajat manusia dan membawa manusia kepada era pencerahan dari zaman kejahilan.

Skripsi yang penulis susun dengan judul “Peran INGO “Save the Children”

Dalam Menangani Kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia Tahun 2010-2015”. Merupakan salah satu syarat kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1). Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis telah menerima banyak dukungan, bimbingan serta bantuan yang sangat bermakna dari berbagai pihak, sehingga apa yang ditargetkan oleh penulis untuk menyelesaikan tugas akhir dengan cepat dapat tercapai. Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat serta berkontribusi bagi kemajuan bangsa.

Melalui kata pengantar ini penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada berbagai pihak antara lain :

1. Bapak Dr.Ir.Gunawan Budiyanto, M.P selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

2. Bapak. Dr. Ali Muhammad, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Ibu Dr. Nur Azizah selaku Ketua Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada ananda untuk turut serta berkontribusi kepada jurusan.

4. Ibu Siti Muslihati, S.IP., M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta


(7)

vii

5. Bapak Takdir Ali Mukti, S.Sos M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing serta memberikan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi tepat waktu 6. Bapak Ade Marup Wirasenjaya., S.IP., M.A selaku dosen NGO yang telah mencurahkan pikiran dan tenaganya untuk membantu saya diawal pembuatan skripsi.

7. Bapak Ali Muhammad, M.A.,Ph.D selaku Dosen Penguji Skripsi I, terimakasih atas masukan dan saran semoga bisa bermanfaat kedepannya. 8. Bapak Prof. Dr. Tulus Warsito, M.Si selaku Dosen Penguji Skripsi II,

terimakasih untuk segala masukan, saran dan dukungannya dalam menjadikan skripsi penulis menjadi lebih baik.

9. Seluruh Dosen Prodi Ilmu Hubungan Internasional UMY, terima kasih atas ilmu pengetahuannya yang selama ini telah diajarkan kepada saya selama perkuliahan, dan kepada administrasi TU HI pak Jumari, pak Ayyub, dan pak Waluyo yang membantu proses administrasi dijurusan berjalan lancar. 10.Ibu Witrijani dan Ibu Ekandari Sulistyaningsih selaku staff Save the

Children dalam penanganan Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia yang telah meluangkam waktunya untuk memberikan informasi dan pengetahuan tentang Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia. 11.Terimakasih kepada seluruh teman-teman yang tidak bisa sebutkan satu per

satu telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Yogyakarta, April 2017


(8)

viii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tugas akhir yang penuh perjuangan dan pengorbanan ini, Penulis persembahkan kepada :

Allah SWT yang telah memberikan penulis kemudahan dan

kelancaran hingga akhir penulisan skripsi ini .

Kedua Orang Tua

Tercinta Ayah dan Mama

Kakak dan Adik Tercinta yang telah memberikan dukungan penuh baik

moral, materil, maupun doa.

Keluarga besarku yang selalu mendukungku.


(9)

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Tiada henti-hentinya saya ucapkan rasa syukur dan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada ALLAH SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya hingga saat ini.

2. Special Thankyou Kepada orang tua saya Alm. Ayahanda tercinta Kandar Suprapto yang selalu membimbing saya menjadi anak yang patuh kepada Allah SWT semoga Allah selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya untuk ayah di akherat, untuk Mama yang selalu sabar menghadapi saya yang kadang keras kepala dan susah diatur, terimaksih untuk semangat dan doa yang tak henti-hentinya untuk anakmu ini.

3. Untuk kakakku, A Rama dan teh Vita, serta teh Sinta yang selalu memberikan semangat, dukungan moral maupun materil hingga akhir penulisan skripsi ini.

4. Untuk Adikku yang bandel, Afifudin yang selalu memarahi saya untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

5. Untuk keponakanku yang masih dalam kandungan, Insya Allah nanti kita foto bareng ya kalo aunty wisuda S2. Aminnn

6. Sepupuku Megi terimaksih sudah selalu berkenan direpotin dari semester satu hingga semester akhir

7. Keluarga besar bapak Sahuri dan bapak Suratno untuk doa dan semangat yang selalu diberikan selama ini

8. Makasih untuk teman-teman di Cirebon yang terus nyemangatin buat cepet lulus supaya cepet pulang dan main bareng.


(10)

x

9. Teman-teman Kost Nawangsari ( Mbak bleeh Atika, Bleeh Dilla, Nana, Siti, dan Mba Diah) yang ga pernah berhenti ngingetin skripsi dan ngajak refreshing kalo sudah penat.

10. Geng Kost Shavira Satu makasih untuk semua keceriaan dan kehebohan selama satu tahun ini.

11. Teman-Teman maen di Jogya, Hani, Adena, Fitri, Putri, Ismi, Ike yang selalu ngajak maen ketika kejenuhan dateng, makasih buat keceriaannya dan bantuanya selama ini.

12. Untuk Amalia Rizky dan Ismi Fadhilah, my bestfriend makasih buat setiap bantuan, motovasi, dan waktu untuk selalu bertukar pikiran selama 7 semester ini.

13. Teman-teman KKN29 (Adityas, Ines, Dante, Ulfa, Mbenin, Aling, Dilla, Intan, Wahyu, Dimas, Aziz, Roni, Gilang, Alvian) terimaksih untuk satubulan penuh tawa dan semoga silahturahmi tetap terjaga ya ....

14. Teman-teman seperjuangan HI Regular A, makasih buat kebersamaan selama empat tahun ini, selamat berjuang guys... SEE YOU, SEMANGAT SEMUANYA

15. Teman-teman Konsentrasi Non-Governmental Organization makasih untuk kebersamaan disemester 5 dan 6 selamat menghadapi ujian hidup sesungguhnya setelah skripsi guys...

16. Keluarga besar bimbingan bapak Takdir Ali Mukti tahun 2017, semangat yaa bimbinganya buat yang udah lulus see you on top yes...


(11)

xi

17. Keluarga Perpustakaan Mesjid Gedhe Kauman, terimakasih untuk semua ilmu dan pengalamannya selama ini, semoga Perpustakaan Mesjid Gedhe Kauman selalu Jaya dan ramai .

Dan kepada seluruh pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu. Saya menyampaikan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu proses penyelesaian Skripsi saya. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah SWT dengan pahala yang berlipat ganda, Amin Allahuma Amin.


(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

UCAPAN TERIMA KASIH ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

ABSTRAK ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Kerangka Konseptual ... 8

D. Hipotesa ... 15


(13)

xiii

F. Tujuan Penelitian ... 16

G. Jangkauan Penelitian ... 16

H. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II SAVE THE CHILDREN SEBAGAI INTERNATIONAL NON-GOVERNMENTAL ORGANIZATION YANG PEDULI TERHADAP HAK- HAK ANAK ... 18

A. Sejarah Save The Children ... 18

B. Visi, Misi dan Nilai-Nilai Global Save the Children ... 20

C. Pendanaan Save the Children ... 21

D. Program Save the Children Internasional ... 26

E. Save the Children di Indonesia ... 31

BAB III EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA... 39

A. Kondisi Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia ... 39

B. Faktor Penyebab Anak-Anak Berada Dalam Situasi Eksploitasi Seksual Komersial... 48

C. Dampak Eksploitasi Seksual Komersial Terhadap Anak ... 52

BAB IV SAVE THE CHILDREN DAN PENANGANAN KASUS EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA ... 56

A. Alasan Save the Children Turut Serta Dalam Menangani Kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia ... 57


(14)

xiv

B. Memberikan Pelayanan Sosial dan Keterampilan Ekonomi Kepada

Korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak ... 65

1. Kegiatan Outreach (Pendekatan, Penjangkauan dan Pendampingan) ... 69

2. Pelayanan Yang Diberikan Kepada Korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak ... 73

1) Layanan Kesehatan Bagi Para Korban ... 73

2) Layanan Pendidikan ... 75

3) Pelatihan Keterampilan Ekonomi dan Kesempatan Magang ... 76

4) Reintegrasi Anak Korban ESKA kedalam Lingkungan Keluarga ... 80

3. Pencapaian Save the Children Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak... 82

C. Kerjasama Save the Children dan Pemerintah Daerah dalam Penanganan dan Pencegahan Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia ... 85

BAB V KESIMPULAN ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 94


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Wawancara dengan Ibu Witrijani yang merupakan staff Save the Children dan Pelaksana lapangan dalam Kasus ESKA di Indonesia ... 105 Gambar 2. Wawancara dengan Ibu Ekandari Sulistyaningsih yang merupakan staff Save the Children yang melakukan Monitoring and Evaluation Program EXCEED dalam kasus ESKA. ... 106


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Negara-negara Wilayah Kerja Save The Children ... 101

Tabel 2.2. Negara Anggota Save the Children ... 104

Tabel 4.1. EXCEED Project Outputs, Indicators, and Targets ... 67

Tabel 4.2. NGO Lokal Partner Save the Children dalam Menangani ESKA ... 68

Tabel 4.3 Partner Save the Children dalam memberikan pelatihan ekonomi dan kesempatan magang ... 79

Tabel 4.4 Jumlah anak-anak korban ESKA yang berhasil ditarik dan dicegah tahun 2010-2013 ... 83


(17)

(18)

xvii

PERAN INGO ‘‘SAVE THE CHILDREN” DALAM MENANGANI KASUS

EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA TAHUN 2010-2015

Sri Sugiharti 20130510029

Email: srsugiharti@gmail.com

Diajukan Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

ABSTRAK

Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia, dalam hal ini anak-anak yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan hak-haknya dijadikan sebagai objek seksual dan komersial oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan dari hal tersebut.

Pemerintah Indonesia sebagai aktor utama yang memberikan perlindungan kepada anak-anak, berusaha untuk mengatasi masalah ESKA di Indonesia melalui kebijakan mengenai upaya penanganan dan pencegahan ESKA di Indonesia. Pada tahun 2010, Save the Children sebagai International Non-Governmental Organization (INGO) yang peduli terhadap perlindungan dan masalah anak-anak berusaha agar anak-anak yang terlibat dalam ESKA bisa keluar dari situasi tersebut dan mendapatkan kembali hak-hak mereka.

Penelitian ini akan meneliti tentang alasan Save the Children berpartisipasi dalam mengatasi masalah-masalah ESKA di Indonesia dan peran Save the Children dalam kasus Eksploitasi Seksual Anak di Indonesia tahun 2010-2015.


(19)

xviii ABSTRACT

The Commercial Sexual Exploitation Of Children (CSEC) is one of the problems that faced by developing countries including Indonesia, in this case the children who supposed to get protection and their rights are used as sexual objects and commercial by irresponsible parties to get the benefits from it.

The Indonesian government as the main actor who provide protection to children, strive to overcome the problem of CSEC in Indonesia through the policies about the handling and the prevention efforts of CSEC in Indonesia. In 2010, Save the Children as an International Non-Governmental Organization (INGO) who care about the protection and children’s problem strive for the children that involved into CSEC can get out from the CSEC situation and regain their rights.

This thesis will research about the reason Save the Children participated in addressing the problems of CSEC in Indonesia and the role of Save the Children in the case of Commercial Sexual Exploitation of Children in Indonesia from 2010 until 2015.


(20)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Anak merupakan generasi penerus bangsa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya, oleh karena itu anak perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik maupun mental serta tumbuh dan berkembang dilingkungan yang kondusif dan aman serta terlindungi dari segala macam tindakan yang mengancam hak-hak mereka. Menurut Konvensi Hak Anak Pasal 1 yang dimaksud dengan Anak dalam hal ini adalah setiap orang yang berusia dibawah 18 tahun, kecuali berdasarkan undang-undang menetapkan usia dewasa dicapai lebih awal (Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, 2008).

Kurangnya kepedulian terhadap hak-hak anak membuat banyak anak-anak di dunia saat ini menjadi pekerja anak dimana anak-anak tersebut menjadi sasaran bagi pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab untuk dipekerjakan bahkan diperjualbelikan. Anak-anak tersebut bukan hanya dipekerjakan pada sektor industri, pembantu rumah tangga, maupun sektor jasa lainnya, tetapi banyak diantara anak-anak juga dieksploitasi secara seksual untuk dipekerjakan pada pekerjaan seksual komersial maupun untuk tujuan seksual lainnya. Dalam hal ini anak-anak dieksploitasi secara seksual maupun komersial dalam bentuk prostitusi, pornografi ataupun perdagangan anak untuk tujuan seksual. Pada prakteknya


(21)

2

terkadang anak-anak yang menjadi obyek prostitusi juga menjadi obyek pornografi anak sedangkan pariwisata seks merupakan bentuk khusus dari prostitusi anak, prostitusi anak dalam konteks ini dapat diartikan sebagai tindakan menawarkan pelayanan langsung seorang anak untuk melakukan tindakan seksual demi mendapatkan uang atau bentuk imbalan lain dengan seseorang atau kepada siapapun sedangkan pornografi anak dapat diartikan sebagai pertunjukan apapun atau dengan cara apa saja yang melibatkan anak di dalam aktivitas seksual yang nyata atau yang menampilkan bagian tubuh anak demi tujuan-tujuan seksual. Perdagangan anak untuk tujuan seksual dapat diartikan sebagai rekruitmen, pengiriman, pemindahtanganan, penampungan atau penerimaan orang, dengan ancaman atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, dengan penculikan, muslihat, atau tipu daya, dengan penyalahgunaan kekuasaan atau penyalahgunaan posisi rawan atau dengan pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan guna memperoleh persetujuan sadar dari orang yang memegang kontrol atas orang lainnya, untuk tujuan eksploitasi. Eksploitasi meliputi setidak-tidaknya, eksploitasi prostitusi orang lain atau bentuk-bentuk eksploitasi lainnya, kerja atau layanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh (Shalahuddin & Budiyawati, 2011).

Fenomena anak-anak yang dijadikan obyek seksual dan komersial dalam bentuk prostitusi, pornografi maupun perdagangan anak untuk tujuan seksual merupakan tindakan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA). Istilah Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) ini mulai dikenal sejak tahun 1996,


(22)

3

ketika dilangsungkannya Kongres Dunia pertama mengenai Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial terhadap Anak yang berlangsung di Stockholm, Swedia. Kongres ini diselenggarakan atas inisiatif dari ECPAT (End Child

Prostitution, Child Pornography and Trafficking of Children for Sexual Purposes),

UNICEF dan Pemerintah Swedia yang menghasilkan dokumen yang sering disebut sebagai Deklarasi dan Agenda Aksi Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial terhadap Anak (Declaration and Action Against the Commercial Sexual

Exploitation of Children) atau dikenal dengan sebutan Deklarasi dan Agenda Aksi

Stockholm (Shalahuddin & Budiyawati, 2011). Berdasarkan dokumen tersebut Eksploitasi Seksual Komersial terhadap Anak dapat diartikan sebagai sebuah pelanggaran terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak atau orang ketiga atau orang-orang lainnya, anak tersebut diperlakukan sebagai obyek seksual dan sebagai obyek komersial. Namun yang jelas tindakan ESKA tersebut memiliki dampak yang buruk terhadap anak-anak, hal ini dikarenakan anak-anak yang seharusnya mendapatkan kehidupan yang baik harus melakukan pekerjaan yang dapat merusak masa depan mereka.

Anak-anak diseluruh dunia sangat berpotensi menjadi korban kekerasan maupun eksploitasi seksual, hal ini dapat dilihat dari jumlah korban trafficking pada

skala Internasional menurut pemerintah Amerika Serikat pada tahun 2004 yaitu 600.000 - 800.000 orang, 80 persen dari korban perdagangan manusia tersebut adalah perempuan, dimana 50 persennya adalah anak-anak dan 70 persennya ditujukan untuk eksploitasi seksual (Shelley, 2011). Data tentang jumlah anak-anak


(23)

4

yang dieksploitasi secara seksual juga dikeluarkan oleh UNICEF dimana terdapat sekitar 2 juta anak di seluruh dunia yang dieksploitasi secara seksual setiap tahunnya, jumlah ini telah mencakup prostitusi serta pornografi anak di seluruh dunia dan jumlah terbesar anak-anak dan wanita yang diperdagangkan di seluruh dunia berasal dari Asia dimana perkiraannya berkisar dari 250.000 sampai 400.000 (30 persen dari angka perkiraan global) (UNICEF, 2011). Banyaknya kasus perdagangan dan industri seks anak yang terjadi diseluruh dunia dikarenakan kegiatan ini menghasilkan milyaran dolar Amerika Serikat sehingga sangat menguntungkan bagi oknum-oknum tertentu yang menjalankan bisnis tersebut.

Negara berkembang seperti Indonesia juga tidak dapat terhindar dari permasalahan eksploitasi seksual komersial terhadap anak. ECPAT Indonesia pernah melakukan penelitian pada tahun 2011 tentang anak yang menjadi korban ESKA dan ditemukan 30 persen perempuan yang terlibat dalam prostitusi di Indonesia masih berumur dibawah 18 tahun serta 40.000-70.000 anak Indonesia menjadi korban eksploitasi seksual (ECPAT,2013). Data KPAI (Komisi

Perlindungan Anak Indonesia) menunjukan bahwa anak-anak yang menjadi korban

ESKA dari tahun 2010 sampai dengan Maret 2015 yaitu sebanyak 1344 kasus dengan kategori pada kejahatan seksual online, korban pornografi media online, korban trafficking, prostitusi online dan kasus prostitusi lainnya termasuk pariwisata seks di Indonesia (KPAI, 2015).

Melihat banyaknya kasus ESKA yang terjaadi di Indonesia, Pemerintah sejak tahun 2002 telah mengeluarkan kebijakan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak yang kemudian terus berlanjut


(24)

5

dalam Rencana Aksi Nasional Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Komersial Anak Tahun 2009-2014. Hal ini merupakan langkah pemerintah Indonesia untuk menangani kasus ESKA yang ada di Indonesia dimana sebelumnya pemerintah Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi Hak Anak melalui Keputusan Presiden No. 36 tahun 1990 yang berarti Indonesia telah mengikatkan diri secara hukum untuk memenuhi hak-hak anak khususnya untuk melindungi anak dari masalah ESKA dan Indonesia juga memiliki kewajiban untuk melakukan pelarangan bagi siapapun memasuki wilayah Indonesia untuk melakukan aktivitas eksploitasi seksual komersial pada anak.

Pada tahun 1996 Indonesia juga terlibat dalam perumusan dan kesepakatan dalam pertemuan di Stockholm, yang didalamnya melahirkan beberapa agenda yang memberikan pijakan dasar bagi berbagai negara, lembaga Internasional dan nasional dalam menentang ESKA. Selanjutnya dalam aksi nasionalnya, pada tahun 2002 Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang berisi tentang hak-hak anak yang harus dipenuhi oleh negara termasuk perlindungan terhadap anak-anak korban ESKA (Rio Hendra, 2016).

Walaupun Indonesia merupakan negara yang meratifikasi Konvensi Hak anak dan memiliki peraturan yang mengatur tentang pemenuhan hak-hak anak termasuk anak-anak korban ESKA, pada tahun 2010 Save the Children sebagai International Non-Governmental Organization yang peduli terhadap kesejahteraan anak diseluruh dunia termasuk di Indonesia turut serta dalam menangani kasus ESKA di Indonesia.


(25)

6

Save the Children merupakan NGO yang berasal dari Inggris dengan slogan

“We save children’s lives. We fight for their rights. We help them fulfill their

potential." Dengan slogan tersebut INGO ini mengupayakan agar anak-anak

diseluruh dunia mendapatkan hak-haknya seperti pendidikan yang layak, akses kesehatan yang mudah dan perlindungan dari kondisi yang berbahaya seperti bencana alam, perang maupun eksploitasi seksual terhadap anak (Save the Children, 2015). Save the Children telah beroperasi di Indonesia sejak tahun 1976, tujuan keberadaannya di Indonesia yaitu untuk mendukung dan mengupayakan pemenuhan hak-hak anak yang memerlukan bantuan karena hal-hal tertentu seperti perlindungan dari kekerasan, eksploitasi seksual dan keadaan darurat bencana agar mencapai kehidupan yang lebih baik dan produktif.

Save the Children mengelola dan mengimplementasikan program-program yang membantu anak-anak dan mengubah kehidupan anak serta keluarga Indonesia dengan meningkatkan kapasitas lokal untuk mencari pemecahan masalah masyarakat yang kurang beruntung. Program-program organisasi ini berupa program-program yang memiliki pengaruh langsung dan penting serta perlindungan strategis jangka panjang serta memberdayakan masyarakat agar dapat menjaga hak-hak anak mereka dan menjamin masa depannya.

Save the Children sebagai International Non-Governmental Organization yang peduli terhadap hak-hak anak memiliki tanggung jawab yang besar untuk memperjuangkan hak-hak anak yang hilang akibat tindakan eksploitasi seksual komersial karena tindakan ini tidak hanya dapat merusak psikologis anak tetapi juga dapat merusak masa depan anak. Dalam menangani kasus ESKA di Indonesia Save


(26)

7

the Children lebih banyak berfokus pada kegiatan prostitusi anak sebab anak-anak yang menjadi obyek prostitusi sangat berpotensi pula menjadi korban pornografi anak maupun perdagangan anak untuk tujuan seksual lainnya, tetapi hal ini tidak membuat Save the Children mengesampingkan anak-anak dari bentuk ESKA yang lainnya dalam penanganannya .

Save the Children dalam menangani kasus ESKA hanya bekerja di empat kota besar di Indonesia yaitu di Pontianak (Kalimantan Barat), Bandar Lampung (Lampung), Bandung (Jawa Barat) dan Surabaya (Jawa Timur). Kota-kota tersebut merupakan kota yang menjadi target Save the Children dikarenakan kota-kota tersebut merupakan wilayah yang rawan dan banyak terdapat praktek prostitusi sehingga berpotensi banyak terjadinya prostitusi, pornografi maupun perdagangan anak untuk tujuan seksual tertentu dimana merupakan tindakan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Sulistyaningsih, 2017).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka muncul permasalahan yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini, yaitu :

1. Mengapa “Save the Children” turut serta dalam menangani kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia?

2. Apa cara yang dilakukan oleh Save the Children dalam Menangani Kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia?


(27)

8

C. Kerangka Konseptual

Kehadiran NGO sebagai aktor baru dalam hubungan Internasional dewasa ini menjadi pertimbangan karena peran mereka yang cukup signifikan dibanding negara, dimana negara terkadang tidak dapat menyelesaikan suatu permasalahan tertentu secara maksimal. Perbedaan NGO ataupun INGO hanya berbeda dalam cakupan area NGO itu, jika NGO tersebut bekerja dalam cakupan area yang melintasi batas negara atau telah bekerja dibeberapa negara lain bisa dikatakan NGO tersebut sebagai INGO.

Dalam menjawab permasalahan dalam rumusan masalah penulis mengunakan konsep peranan NGO menurut Noelen Heyzer, James V.Ryker, dan Antonio B. Quizon untuk melihat alasan Save the Children turut serta dalam menangani kasus ESKA di Indonesia. Penulis juga menggunakan peranan NGO menurut David Lewis dan Nazneen Kanji untuk melihat apa cara yang digunakan Save the Children dalam menangani Kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia.

1. Peranan Non-Governmental Organization Menurut Noelen Heyzer, James V.Ryker, dan Antonio B. Quizon

Kehadiran NGO dalam sebuah masyarakat merupakan kenyataan yang tidak dapat dinafikan. Hal itu terjadi karena bagaimanapun juga, kapasitas pemerintah terbatas. Tidak semua kebutuhan warga masyarakat dapat dipenuhi oleh pemerintah, apalagi di negara-negara yang sedang membangun seperti Indonesia. Karena keterbatasan itu, pemerintah tidak jarang mengambil langkah tertentu untuk


(28)

9

melakukan penghematan (Noeleen, V. Ryker, & B. Quizon, 1995). Melihat keterbatasan yang dimiliki oleh pemerintah, bukan suatu hal yang aneh jika NGO hadir sebagai The Best Provider atau agen penyedia terbaik karena sebagian besar

agenda dan kegiatan pelayanan mereka lebih efisien dan efektif daripada kegiatan ataupun kebijakan yang disediakan oleh pemerintah, dimana pemerintah terkadang tidak efektif dan efisien dalam menjalankan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat.

NGO tidak jarang memiliki kelebihan-kelebihan tertentu dibandingkan dengan lembaga pemerintahan, sebab NGO memiliki kedekatan yang sangat kuat dengan masyarakat kalangan bawah (grassroots) sehingga lebih dipercaya oleh masyarakat ketimbang lembaga pemerintahan, hal ini dapat dilihat sebagai keterbatasan pemerintah dalam menangani suatu permasalahan dinegaranya dan NGO hadir untuk mengisi permasalahan yang tidak dapat diatasi oleh pemerintah itu sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa hadirnya NGO disebabkan NGO memiliki kelebihan yang terkadang tidak dimiliki oleh pemerintah untuk menjangkau masyarakat grassroots ketika program maupun kebijakan pemerintah tidak berjalan dengan efektif dan efisien, dalam hal ini juga menunjukkan bahwa NGO dapat mengatasi suatu permasalahan atau memberikan solusi atas suatu permasalahan yang terjadi disuatu negara karena pemerintah tidak dapat menjalankan kebijakannya dengan efektif ataupun pemerintah mengesampingkan kebijakan tersebut, sehingga NGO dalam hal ini hadir untuk mengganti atau menyediakan pelayanan atau bantuan kepada masyarakat yang seharusnya dapat dijangkau oleh kebijakan pemerintah itu sendiri.


(29)

10

Konsep ini memperlihatkan bahwa kehadiran Save the Children untuk turut serta dalam menangani kasus ESKA di Indonesia karena adanya ketidak efektifan pemerintah dalam kebijakan penangangan ESKA di Indonesia karena keterbatasan-keterbatasan pemerintah dalam menangani kasus tersebut seperti kebijakan pemerintah banyak yang tidak menjelaskan ESKA secara rinci atau bahkan kebijakan pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada anak-anak korban ESKA tidak dapat memenuhi sasaran.

2. Peranan Non-Governmental Organization Menurut David Lewis dan Nazneen Kanji

David Lewis dan Nazneen Kanji mendefiniskan bahwa NGO

(Non-Government Organization) sebagai solusi baru dalam pemecah permasalahan

pemerintah, Non-Governmental Organization juga merupakan pelaku utama sektor ketiga dalam lanskap pembangunan, hak asasi manusia, aksi kemanusian, lingkungan dan area lainnya dalam aksi publik dimana sebuah NGO dapat

didefinisikan sebagai sebuah “voluntary associations” yang memiliki kepedulian untuk merubah sebuah lingkungan tertentu dalam konteks yang lebih baik (Lewis & Kanzi, 2009). David Lewis dan Nazneen Kanji dalam bukunya yang berjudul

“Non-Governmental Organization and Development” mengklasifikasikan peran

NGO menjadi 3 hal yaitu Service Delivery atau Implementer, Catalysis, dan

Partnership . Sebuah NGO bisa hanya melakukan salah satu perannya saja, tetapi

bisa juga melakukan ketiga perannya sekaligus (Lewis & Kanzi, 2009) .

Peran Service Delivery atau Implementer didefinisikan sebagai mobilisasi


(30)

11

program NGO itu sendiri atau pemerintah maupun lembaga donor lainnya. Peran

Service Delivery atau Implementer ini banyak dilakukan oleh NGO melalui

program-program atau proyek-proyek yang dibentuk oleh NGO untuk menyediakan bantuan berupa pelayanan langsung kepada masyarakat yang membutuhkan (seperti perawatan kesehatan, pinjaman maupun bantuan dalam bidang ekonomi lainnya, penyuluhan pertanian, nasihat hukum atau bantuan darurat). Pelayanan bisa dilakukan ataupun diberikan secara langsung kepada masyarakat di mana ketika tidak ada layanan yang disediakan atau di mana layanan yang telah disediakan tidak memadai, banyak NGO yang berperan sebagai

Implementer atau Service Delivery ini memilih untuk bekerja bersama dengan pemerintah untuk memperkuat penyediaan layanan secara keseluruhan. Terkadang bentuk dari pelayanan ini juga diberikan melalui pelatihan-pelatihan baik kepada NGO, pemerintah maupun sektor privat, melalui penelitian serta pemberian input spesialis mengenai pelatihan suatu isu seperti konflik. Dilema dalam peran Service

Delivery adalah apakah Service Delivery yang dilakukan oleh NGO untuk

menjembatani gap yang ada sampai pemerintah mampu mengatasinyasendiri atau

NGO sebagai sektor privat melakukan Service Delivery melalui kontrak dengan

pemerintah (Lewis & Kanzi, 2009).

Peran Catalyst dapat diartikan sebagai kemampuan NGO untuk

menginspirasi dan mengubah kerangka berpikir aktor lain. Dapat diartikan bahwa NGO menjadi agen yang mampu menimbulkan perubahan, baik melalui advokasi maupun inovasi untuk menemukan solusi baru mengenai suatu isu. Peran ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu advokasi, inovasi, serta melalui watchdog.


(31)

12

Advokasi tersebut juga kemudian dapat berkaitan dengan partnership dimana NGO

dapat melakukan kerjasama langsung dengan pemerintah untuk mengubah paradigma mereka. Advokasi juga merupakan strategi NGO untuk meningkatkan efektivitas dan dampak dari kerjanya di sebuah negara. Sebuah NGO dalam

melakukan advokasi dapat menjadi aktor “Policy Entrepreneur”. Untuk menjadi Policy Entrepreneur, ada tiga tahapan yang dilalui yaitu Agenda Setting, Policy

Development dan Policy Implementation. Agenda Setting adalahpersetujuan yang

dilakukan atas isu dan prioritas yang akan dilakukan, Policy Development

merupakan penyusunan pilihan-pilihan kebijakandari kemungkinan alternatif yang ada dan Policy Implementation adalah bentuk tindakan yang merupakan hasil dari

kebijakan yang dipilih. Sedangkan kemampuan untuk melakukan inovasi sering diklaim sebagai kualitas khusus atau bahkan sebagai bidang keunggulan komparatif. Inovasi yang dilakukan LSM dapat mempermudah masyarakat keluar dari masalah mereka, dari inovasi yang telah ditemukan oleh NGO tersebut, NGO tersebut kemudian mulai bekerja untuk melobi pemerintah dan melatih pemerintah untuk menggunakan serta mengamankan penggunaan dari inovasi baru oleh para pekerja pemerintah diwilayah lainnya untuk memperluas manfaat dari inovasi tersebut

.

Peran sebagai Catalys juga dapat dilakukan melalui Watchdog dimana

NGO bertindak melakukan pengawasan bagi suatu kebijakan pemerintah tertentu agar tetap diimplementasikan (Lewis & Kanzi, 2009).

Peran Partnership dilakukan NGO melalui kerjasamadengan aktor lain baik

pemerintah, donatur ataupun sektor privat dimana kedua belah pihak berbagi keuntungan ataupun risiko dari kerjasama yang terjalin tersebut. Kerjasama yang


(32)

13

terjalin antara NGO dengan pemerintah dapat membantu pemerintah untuk menangani suatu permasalahan tertentu dimana terkadang program ataupun kebijakan pemerintah tersebut tidak berjalan dengan baik. Bentuk Partnership juga

dapat dilihat pada kerjasama antara NGO dengan aktor lain baik individu maupun NGO berupa pembentukan program Capacity Building untuk meningkatkan dan

memperkuat kapabilitas NGO ataupun masyarakat yang menjadi sasarannya (Lewis & Kanzi, 2009).

Berdasarkan konsep peranan NGO menurut David Lewis dan Nazneen Kanji Save The Children sebagai salah satu NGO berskala Internasional menunjukkan peran yang cukup besar dalam memberikan bantuan pemenuhan hak anak yang merupakan korban ESKA, dalam hal ini Save The Children menunjukkan perannya sebagai Service Delivery dan Partnership.

Setelah penarikan para korban ESKA yang dilakukan oleh Save the Children, Save The Children tetap konsisten membantu anak-anak korban ESKA untuk menjalani tahap rehabilitasi. Service Delivery yang dilakukan oleh Save The

Children yaitu dilakukan dengan cara memenuhi beberapa hak anak melalui pelayanan langsung seperti pendidikan, dan kesehatan dan pelayanan lainnya yang bertujuan untuk mencegah mereka untuk kembali kedalam situasi eksploitasi seksual. Service Delivery yang diberikan kepada anak-anak korban ESKA juga

melibatkan pemerintah daerah setempat untuk mempermudah NGO tersebut dalam memberikan pelayanan langsung kepada anak-anak korban ESKA.


(33)

14

Selain memberikan pelayanan langsung kepada anak-anak korban ESKA, Save the Children juga berperan sebagai Partnership dimana dalam hal ini Save the

Children menekankan pada kerjasama dengan pemerintah. Kerjasama yang dilakukan oleh Save the Children dan pemerintah tertuang dalam Memorandum of Understanding ( MoU) pada tahun 1976 dengan Departemen Sosial, MoU tersebut dilaksanakan ketika Save the Children pertama masuk ke Indonesia, dengan adanya MoU tersebut Save the Children menjalin kemitraan dan melibatkan Departemen Sosial disetiap program perlindungan anak Indonesia. Setelah pengesahan tersebut program Save the Children tersebar dibeberapa Provinsi di Indonesia. Komitmen Save the Children terus berlanjut dimana salah satunya dengan menjalin kerjasama dengan pemerintah Indonesia dalam kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak di beberapa wilayah Indonesia yaitu di Bandar Lampung, Bandung, Pontianak dan Surabaya. Banyaknya kasus ESKA diwilayah tersebut membuat Save the Children berinisiatif bersama pemerintah setempat untuk melakukan upaya pencegahan di wilayah tersebut, dengan adanya kerjasama tersebut pemerintah dan Save the Children sama-sama mendapatkan keuntungan dimana pemerintah dapat merealisasikan suatu upaya penanganan dan pencegahan ESKA sedangkan Save the Children dapat memperlihatkan kapasitasnya sebagai International Non-Governmental Organization yang memliki kepedulian tinggi terhadap anak-anak.


(34)

15

D. Hipotesa

Dengan menggunakan kerangka konseptual yang telah disebutkan diatas akhirnya penulis mengambil hipotesa sebagai berikut :

1. Save the Children ikut serta dalam menangani kasus ESKA di Indonesia dikarenakan ketidakefektifan pemerintah dalam menjalankan kebijakan penanganan dan pencegahan ESKA di Indonesia

2. Save the Children menangani ESKA dengan cara memberikan pelayanan langsung kepada anak-anak korban ESKA yang berupa pelayanan sosial dan pelatihan keterampilan ekonomi

3. Save the Children bekerjasama dengan pemerintah daerah sebagai upaya untuk merealisasikan kebijakan mengenai penanganan dan pencegahan ESKA.

E. Metode Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif analisis yaitu menjelaskan dengan menggambarkan suatu fenomena dengan fakta-fakta yang aktual. Dalam teknik pengumpulan data, penulis menggunakan data primer yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak Save the Children dan melalui data sekunder melalui studi pustaka (library reaserch) dengan bahan pustaka seperti buku, jurnal, surat kabar, materi kuliah, media internet, serta segala dokumen tertulis yang memiliki data yang tepat dijadikan sebagai referensi studi kepustakaan.


(35)

16

F. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin penulis capai dari penulisan skripsi ini yaitu :

1. Untuk mengetahui dan menjelaskan peranan Save the Children dalam menangani kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indoenssia 2. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S-1 di Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta.

G. Jangkauan Penelitian

Untuk lebih mempermudah dalam penulisan skripsi dan menghindari ketidakfokusan dalam pembahasannya, penulis hanya berfokus pada Peran Save the Children dalam menangani kasus ESKA diempat kota Indonesia yaitu di Pontianak, Bandar Lampung, Bandung dan Surabaya.

H. Sistematika Penulisan

Bab I ,bab ini merupakan bab pendahuluan yang didalamnya berisikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, kerangka konseptual, hipotesis, metode penelitian, tujuan penulisan, jangkauan penelitian dan sistematika penulisan. Hal tersebut dikarenakan yang tertulis dalam bab ini merupakan dasar atau kerangka pemikiran untuk melakukan langkah selanjutnya dalam penulisan skripsi ini.


(36)

17

Bab II dalam skripsi ini akan membahas tentang gambaran Save the Children yang penulis paparkan mulai dari profil, program-program Save the Children dan beberapa program yang telah berjalan di Indonesia.

Bab III dalam skripsi ini penulis akan memaparkan tentang gambaran kondisi Eksploitasi Seks Komersial Anak di Indonesia secara umum yang kemudian dilanjutkan dengan kondisi Eksploitasi Seks Komersial Anak di empat kota yaitu Bandar Lampung, Bandung, Surabaya dan Pontianak yang merupakan wilayah target Save the Children dalam menangani kasus ESKA. Kemudian memaparkan faktor-faktor penyebab ESKA, dampak dari adanya ESKA bagi para korban dan kebijakan Indonesia dalam menangani kasus ESKA.

Bab IV dalam skripsi ini akan memaparkan tentang alasan Save the Children turut serta dalam menangani kasus ESKA di Indonesia dan menjelaskan tentang cara yang dilakukan oleh Save the Children dalam menangani kasus ESKA di Indonesia yang digambarkan melalui peran Save the Children sebagai Service

Delivery kepada para korban ESKA dan sebagai partner pemerintah dalam

merealisasikan maupun mengimplementasikan kebijakan penanganan dan pencegahan ESKA di tingkat Provinsi maupun Kota.

Bab V pada skripsi ini merupakan akhir dari pembahasan yang akan memaparkan mengenai Kesimpulan dari apa yang telah dikaji dari bab-bab sebelumnya.


(37)

18

BAB II

SAVE THE CHILDREN SEBAGAI INTERNATIONAL

NON-GOVERNMENTAL ORGANIZATION YANG PEDULI TERHADAP HAK- HAK ANAK

Secara umum dalam bab II ini akan membahas dan menjelaskan tentang kiprah Save the Children sebagai International Non-Governmental Organization yang peduli terhadap hak-hak anak, hal tersebut mencakup profile Save the Children secara umum dan program-program global Save the Children. Save the Children sebagai INGO yang beroperasi di Indonesia, maka dalam bab II ini juga akan menjelaskan beberapa program Save the Children yang telah berjalan di Indonesia.

A. Sejarah Save The Children

Save the Children merupakan International Non-Governmental Organization yang memiliki kantor pusat di London, saat ini Save the Children Internasional diketuai oleh Alan Parker sejak tahun 2008. International Non-Governmental Organization ini didirikan oleh Eglantyne Jebb yang merupakan seorang guru dan sosiolog dari Oxford, hal ini berawal dari kepedulian Eglantyne Jebb pada nasib anak-anak di Eropa setelah perang dunia pertama, dimana Inggris pada saat itu terus melanjutkan blokade tanpa memperhatikan nasib para anak-anak di wilayah Eropa seperti Berlin dan Wina yang mengalami kelaparan dan malnutrisi (Save the Children, 2016). Melihat nasib anak-anak yang mengalami kelaparan


(38)

19

membuat Eglantyne Jebb menyebarkan informasi tentang apa yang terjadi di Eropa dengan membagikan selebaran di Trafalgar Square, pada selebaran tersebut memperlihatkan gambar mengejutkan dari anak-anak yang terkena dampak kelaparan di Eropa, selebaran tersebut berjudul: “Our Blockade has caused this –

millions of children are starving to death'’. Tindakannya ini menyebabkan

Eglantyne Jebb ditahan dan diadili tetapi kemudian Eglantyne Jebb bebas karena dalam persidangan Eglantyne Jebb menyampaikan argumen yang meyakinkan tentang pentingnya hak-hak anak yang terabaikan akibat perang dan argumenya tersebut membuat hakim yang menghakiminya saat itu menjadi donor pertama untuk menyelamatkan para anak-anak yang terlantar akibat perang dunia yang pertama. Setelah bebas Eglantyne Jebb memutuskan untuk membentuk suatu organisasi yang memperjuangkan dan melindungi hak-hak anak yang harus dipenuhi akibat hal-hal yang berbahaya yang terjadi disekitar mereka karena Eglantyne Jebb sadar bahwa kampanye yang selama ini dilakukan tidak cukup untuk menyelesaikan masalah tersebut. Maka pada pada bulan Mei 1919, Save the Children resmi didirikan pada pertemuan publik di London Royal Albert Hall.

Setelah pembentukannya Save the Children berkembang menjadi organisasi yang telah menyelamatkan ribuan nyawa anak-anak diseluruh dunia setiap tahunnya dan hingga saat ini Save the Children telah bergerak di 120 negara didunia dan memiliki 29 negara anggota (Lihat Lampiran 1) untuk melindungi hak-hak anak di seluruh dunia terutama dinegara-negara berkembang. Pada tahun 1923, Save the Children merubah pandangan dunia terhadap anak-anak dengan menuliskan Deklarasi Hak Anak untuk pertama kali yang kemudian diadopsi oleh PBB dan


(39)

20

menjadi hukum internasional pada tahun 1990 dan dikenal sebagai Konvensi PBB tentang Hak Anak / United Nations Convention on the Rights of the Child (UNCRC).

B. Visi, Misi dan Nilai-Nilai Global Save the Children

Save the Children sebagai International Non-Governmental Organization yang mengupayakan perlindungan kepada anak-anak di seluruh dunia, International Non-Governmental Organization ini memiliki visi untuk menciptakan dunia di mana setiap anak mendapatkan pemenuhan hak atas kelangsungan hidup, perlindungan, pengembangan dan partisipasi, sedangkan misi organisasi ini yaitu untuk menginspirasi terjadinya terobosan-terobosan baru tentang bagaimana dunia memperlakukan anak-anak dan untuk mencapai perubahan langsung dan berkesinambungan dalam hidup mereka (Save the Children Indonesia, 2015). Save the Children juga memiliki nilai-nilai global untuk mencapai visi dan misi yang terkandung dalam organisasi ini. Nilai-nilai tersebut yaitu :

a. Akuntabilitas

Nilai ini menggambarkan bahwa Save the Children bertanggung jawab secara pribadi untuk menggunakan sumber daya secara efisien, mencapai hasil yang terukur dan bertanggung jawab kepada para mitra pendukung dan yang paling penting bertanggung jawab pada pemenuhan hak-hak anak.


(40)

21 b. Ambisi

Save the Children memiliki tujuan dan komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kualitas dari segala kegiatan yang dilakukan untuk kehidupan anak-anak yang lebih baik.

c. Kolaborasi

Save the Children dalam mengembangkan dan menjalankan program-programnya berupaya untuk selalu menghormati keberagaman, menghargai satu sama lain dan bekerja dengan partner untuk memanfaatkan kekuatan global agar menciptakan keadaan yang lebih baik untuk anak-anak.

d. Kreativitas

Save the Children selalu terbuka untuk ide-ide baru, merangkul perubahan, dan mengambil resiko untuk mengembangkan solusi berkelanjutan untuk anak-anak.

e. Integritas

Save the Children berupaya untuk dapat bekerja dengan kejujuran dan bertindak dengan standar tertinggi, Save the Children selalu melakukan dan mengupayakan hal-hal yang terbaik untuk anak-anak di seluruh dunia.

C. Pendanaan Save the Children

Dalam menjalankan setiap kegiatannya, Save the Children tidak dapat selalu bergantung dari donor yang berasal dari negara anggotanya sehingga Save the Children melakukan kegiatan fundraising untuk membiayai setiap kegiatannya.


(41)

22

fundraising diantaranya yaitu: strategi Face to Face Fundraising, Corporate

Fundraising, dan Multichannel Fundraising (Rachmasari, Nulhaqim, & Apsari,

2015). Pada awalnya, Save the Children menggunakan satu strategi saja yaitu; strategi face to face. Namun, Save the Children melihat perkembangan dalam

kegiatan fundraising, seperti perkembangan donatur, teknologi maupun organisasi

pelayanan sosial serupa yang melakukan kegiatan penggalangan dana karena strategi penggalangan dana setiap organisasi bervariasi tergantung apa yang mereka capai dan disesuaikan dengan keadaannya.

Beberapa strategi fundraising Save the Children diantaranya yaitu :

a. Strategi Face to Face Fundraising (Dialogue Fundraising)

Strategi face to face fundraising ini dilakukan oleh Save the Childrenkarena

merupakan strategi yang efektif dalam memperkenalkan Save the Children dalam memperoleh dana. Save the Children sering menyebut strategi face to face

fundraising dengan sebutan strategi dialogue fundraising karena Save the Children

memperkenalkan kepada masyarakat terkait profil, program dan kegiatan yang dilakukan oleh Save the Children. Melalui strategi dialogue fundraising ini, Save

the Children berupaya untuk mensosialisasikan profil dan program kegiatan Save the Children melalui kampanye terkait isu-isu anak (Rachmasari, Nulhaqim, & Apsari, 2015).

Kegiatan dialogue fundraising Save the Children biasanya dilakukan di mall

atau pusat perbelanjaan, alasan pemilihan tempat di pusat perbelanjaan atau mall karena selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat. Dalam hal ini, juga memudahkan masyarakat yang ingin berdonasi tetapi tidak sempat datang langsung dan bingung


(42)

23

untuk menyalurkan donasinya. Oleh karena itu, Save the Children membuka booth

di tempat umum yaitu di mall atau di pusat perbelanjaan untuk memudahkan donatur untuk berdonasi. Strategi bertatap muka tersebut dilakukan di pusat perbelanjaan karena target donor potensial menurut Save the Children yaitu

masyarakat dari kelas menengah agar dapat menjadi donatur dalam jangka panjang. Selain itu, minimal berusia 21 tahun, memiliki penghasilan tetap, kartu kredit atau buku tabungan dan memiliki ketertarikan dalam kampanye dan program Save the Children. Jenis dan target donatur yang telah ditentukan sebelumnya oleh Save the Childrendalam strategi ini bertujuan untuk memudahkan Save the Childrendalam melakukan pendekatan kepada masyarakat (Rachmasari, Nulhaqim, & Apsari, 2015).

b. Strategi Corporate Fundraising

Strategi corporate fundraising yang dilakukan oleh Save the Children

bertujuan untuk dapat mengembangkan sumber pendanaan dan keberlanjutan program pelayanan dalam jangka panjang dalam membangun jaringan kemitraan dengan perusahaan. Melalui strategi ini Save the Children membangun jaringan kemitraan dengan perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mempercepat kemajuan terhadap kampanye isu-isu yang terkait dengan anak, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun perlindungan terhadap anak-anak. Selain itu, kegiatan penggalangan dana dengan menggunakan strategi corporate fundraising

ini bertujuan untuk menindaklanjuti program-program yang telah disusun bersama antara Save the Childrendengan perusahaan yang menjadi mitra Save the Children


(43)

24

agar dapat saling bersinergi satu sama lain yang disesuaikan dengan kebutuhan bersama.

Save the Children melakukan kerjasama dengan perusahaan-perusahaan Internasional seperti IKEA, Accenture, Bulgari, C&A Foundation, Reckitt Benkisser, Hyundai, Prudential, Unilever, Accenture, GlaxoSmithKline (GSK),

Mondelēz International Foundation andMondelēz Cocoa Life, Procter & Gamble, RB and TOMS (Save the Children , 2017). Perusahaan Internasional seperti IKEA melakukan kerjasama dengan Save the Children dalam program pengembangan melawan pekerja anak. Dalam hal ini, IKEA memproduksi soft toys (mainan

anak-anak) untuk kampanye terkait pendidikan. Untuk setiap pembelian mainan, uang tersebut disumbangkan untuk membantu dan mendanai program Save the Children sejak tahun 2013 di seluruh dunia, termasuk program perlindungan anak-anak di Indonesia. Selanjutnya, terdapat Unilever yang berkomitmen selama tiga tahun untuk mendukung kampanye global dari Save the Children: EVERY ONE (Unilever, 2013). Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kehidupan 2 juta anak-anak dan ibu mereka dengan memberikan akses ke tenaga kesehatan, nutrisi dasar, dan intervensi penyelamatan hidup. Save the Children juga melakukan kerjasama dengan perusahaan Accenture dalam membantu remaja-remaja di negara-negara seperti Indonesia, mesir, Filipina, Vietnam, Bangladesh dan Cina dalam keterampilan dan keahlian untuk mendapatkan pekerjaan atau memulai usaha. Terdapat pula Prudential yang berkomitmen selama tiga tahun bersama Save the Children untuk mendukung program dan kegiatan Save the Children di


(44)

25

Indonesia, Filipina, Kamboja dan Vietnam yang berfokus pada pengasuhan dan pendidikan usia dini (Chandra, 2007).

Save the Children juga pernah melakukan pendekatan berdasarkan Cause

Related Marketing (CRM). Pendekatan CRM yang dilakukan oleh Save the

Children yaitu dengan perusahaan Dettol. Perusahaan Dettol tersebut menjual sabun cuci tangan yang kemudian di kemasan sabun cuci tangan tersebut di tambahkan stiker #savechild sehingga masyarakat yang membeli sabun cuci tangan

Dettol telah ikut berdonasi sebesar 10% dari pembelian sabun Dettol tersebut, dalam kerjasama tersebut Dettol dan Save The Children global telah mengkampanyekan kesehatan anak dan kebersihan .

c. Strategi Multichannel Fundraising

Save the Childrenberupaya mengembang-kan strategi lainnya yaitu dengan strategi multichannel fundraising karena strategi ini bertujuan untuk memperbesar

sumber pendanaan yang diperoleh dan sebagai langkah antisipasi bila salah satu strategi lainnya tidak berfungsi secara efektif.

Variasi dari strategi multichannel fundraising yang dilakukan oleh Save the

Children diantaranya yaitu dengan online fundraising atau digital fundraising ini

terkait dengan aktivitas fundraising yang dilakukan secara online. Masyarakat

dapat berdonasi melalui website Save the Children secara online, kemudian sign up

dan setelah itu baru melakukan donasi. Donasi online memberikan pilihan cara cepat dan mudah bagi masyarakat yang aktif dengan internet dan ingin mendukung program-program perlindungan anak Save The Children, dalam hal ini Save the Children memanfaatkan website untuk mempermudah masyarakat yang ingin


(45)

26

berdonasi dandonasi online yang disediakan oleh Save the Children hanya dapat dilakukan bagi masyarakat yang menggunakan kartu kredit (Rachmasari, Nulhaqim, & Apsari, 2015) .

D. Program Save the Children Internasional

Save the Children sebagai International Non-Governmental Organization yang mengupayakan hak-hak anak di seluruh dunia berusaha untuk menciptakan program-program yang menjangkau kebutuhan dasar anak-anak diseluruh dunia, dimana program-program tersebut mempunyai dampak jangka panjang yang dapat melindungi dan menguntungkan bagi anak-anak . Program-program kerja yang merupakan jangkauan Save the Children yaitu :

1. Kesehatan dan gizi

Save the Children adalah organisasi global yang salah satu tujuan dari kegiatannya di seluruh dunia yaitu untuk meningkatkan kesehatan anak-anak. Dalam menjalankan program kesehatan dan gizi, Save the Children telah melakukan pelatihan kepada para tenaga kerja kesehatan dan memberikan bantuan agar anak-anak diseluruh dunia terutama di negara berkembang untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang baik dan bantuan pengobatan kepada para anak-anak yang membutuhkan bantuan medis maupun pemenuhan gizi. Tujuan dari program kesehatan dan gizi Save the Children yaitu agar anak-anak di seluruh dunia mendapatkan kesehatan dan gizi yang baik serta terhindar dari kelaparan.

Sejak tahun 2010, Save the Children telah melatih hampir 400.000 tenaga kesehatan dan pada tahun 2013 program-program Save the Children telah


(46)

27

menjangkau lebih dari 50 juta anak-anak dan ibu-ibu melalui kesehatan, gizi, dan program HIV dan AIDS. Sedangkan pada tahun 2015 Save the Children telah mendukung dan memberikan pelatihan kepada 116.000 tenaga kesehatan di seluruh dunia (Save the Children, 2015).

Save the Children juga telah mendukung pengobatan 5,8 juta kasus diare, pneumonia, malaria dan malnutrisi pada anak di bawah usia lima tahun. Save the Children juga mengurangi dampak HIV dan AIDS dengan meningkatkan kesadaran dan membantu keluarga yang anggota keluarganya terkena HIV maupun AIDS dengan melakukan konseling tentang kesehatan. Pada tahun 2013, program HIV dan AIDS Save the Children telah menjangkau 13,5 juta anak-anak dan orang dewasa secara langsung (Save the Children, 2015).

2. Perlindungan Anak

Perlindungan anak merupakan program utama dari program-program yang dijalankan oleh Save the Children, dimana Save the Children berusaha untuk menyelamatkan dan melindungi anak-anak yang berisiko mendapatkan perlakuan pelecehan, eksploitasi seksual maupun penelantaran yang dilakukan oleh keluarga (Save the Children, 2015). Save the Children dalam menjalan program-program perlindungan anak bekerja sama dengan pemerintah dinegara Save the Children beroperasi, hal ini bertujuan untuk mengembangkan dan memperkuat sistem perlindungan anak di negara tersebut dengan tujuan agar anak-anak diseluruh dunia mendapatkan hak-hak mereka termasuk hak untuk dapat hidup dalam lingkungan yang aman dan kondusif. Sedangkan dalam keadaan darurat, Save the Children


(47)

28

mendirikan tempat yang aman untuk membantu anak-anak yang mengalami trauma dari situasi buruk yang telah mereka alami seperti dalam situasi bencana alam maupun perang yang terjadi di negaranya.

Pada tahun 2014, Save the Children telah bekerja di 15 negara untuk menyatukan kembali anak yang terpisah dari anggota keluarganya selama krisis kemanusiaan dan pada tahun 2015 program perlindungan anak Save the Children telah membantu 383.000 anak-anak untuk dapat hidup dalam lingkungan yang aman dan kondusif (Save the Children, 2015).

3. Pendidikan

Setiap anak diseluruh dunia memiliki hak atas pendidikan, tetapi pada kenyataanya 61 juta anak-anak di seluruh dunia tidak dapat mendapatkan haknya untuk dapat bersekolah (Save the Children, 2015). Hal ini diantaranya disebabkan oleh kondisi negaranya yang sedang mengalami krisis kemanusiaan, keadaan darurat atau konflik bersenjata, bahkan kemiskinan yang terjadi di negara-negara berkembang juga menyebabkan anak-anak tidak dapat bersekolah dan mendapatkan pendidikan yang layak. Dengan keadaan yang seperti ini, Save the Children mengimplementasikan program pendidikan untuk meningkatkan pembelajaran di sekolah dan di masyarakat, Save the Children juga berusaha untuk mempengaruhi kebijakan global dan nasional untuk meningkatkan akses anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas. Save the Children juga bekerja untuk memastikan bahwa setiap anak diseluruh dunia menerima pendidikan dengan


(48)

29

kualitas yang baik, memberikan pelatihan maupun pengembangan keterampilan dan pengetahuan yang mereka butuhkan di era globalisasi.

Anak-anak yang berada di negara berkembang terkadang tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan berkualitas sehingga banyak diantara anak-anak tersebut tidak mempunyai kemampuan dasar pendidikan seperti membaca. Untuk mengatasi hal ini Save the Children membuat program Literasi dengan tujuan untuk mendukung kemampuan dasar membaca di kalangan anak-anak. Program literasi ini telah berhasil dilaksanakan di Malawi, Nepal, Mozambik dan Pakistan, dengan keberhasilan tersebut Save the Children memperluas program tersebut ke negara-negara berkembang lainnya sehingga anak-anak diseluruh dunia memiliki kemampuan dasar untuk dapat membaca (Save the Children, 2015).

Pada tahun 2013, 77% dari program pendidikan Save the Children di seluruh dunia telah memberikan pelatihan kepada anak-anak remaja diseluruh dunia tentang keterampilan berpikir, linguistik (kemampuan bahasa), kebutuhan fisik maupun psikososial (emosional dan sosial) (Save the Children, 2015).

4. Respon Tanggap darurat

Beberapa tahun terakhir ini banyak terjadi konflik disuatu negara yang menyebabkan banyak terjadinya krisis kemanusiaan disuatu negara, pada saat seperti ini terkadang banyak negara-negara yang tidak memperhatikan nasib anak-anak di negara mereka sehingga banyak dari anak-anak-anak-anak tersebut mendapatkan dampak buruk dari konflik tersebut seperti terekrut menjadi anggota bersenjata


(49)

30

maupun hidup dalam kondisi yang berbahaya yang dapat mengancam hidup mereka. Krisis apapun yang terjadi diseluruh dunia, anak-anak selalu menjadi bagian yang paling rentan mendapatkan dampak buruk dari konflik tersebut, oleh karena itu Save the Childrem memberikan pertolongan dan memastikan bahwa anak-anak yang terkena dampak banjir, kelaparan, gempa bumi, wabah penyakit dan konflik bersenjata mendapatkan bantuan medis, tempat tinggal, makanan dan air bersih (Save the Children, 2015). Save the Children juga bekerja dalam kondisi darurat untuk membantu anak-anak untuk sembuh dari krisis dengan memberikan dukungan emosional dan tempat-tempat yang aman untuk belajar dan bermain. Beberapa aksi tanggap darurat yang telah dilaksanakan Save the Children diantaranya yaitu :

• Pada kasus Ebola yang menyerang Sierra Leone, Guinea dan Liberia Save the Children telah membantu lebih dari 867.000 orang dengan perawatan yang menyelamatkan hidup mereka, peningkatan kesadaran dan perlengkapan kebersihan.

• Pada bencana gempa bumi yang melanda Nepal Save the Children memberikan tanggapan dengan segera berkolaborasi dengan pemerintah Nepal dan mencapai tempat yang paling sulit diakses seperti Gorkha yang paling parah mendapatkan dampak dari gempa bumi tersebut dan sangat membutuhkan bantuan, dimana pada saat itu tim Save the Children diterbangkan ke 16.000 penampungan darurat untuk memberikan perawatan primer untuk masyarakat yang mendapatkan dampak dari gempa bumi tersebut.


(50)

31

• Pada konflik Suriah yang terjadi sejak tahun 2011, Save the Children berupaya untuk memberikan bantuan kepada para pengungsi Suriah di Yordania, Lebanon, Irak dan Mesir dengan memberikan kebutuhan dasar mereka, termasuk makanan, pakaian dan tempat tinggal bagi anak-anak dan keluarga yang menghadapi kondisi yang sangat sulit.

E. Save the Children di Indonesia

Save the Children sebagai International Non-Governmental Organization yang telah aktif dalam memenuhi hak-hak anak di Indonesia sejak tahun 1976, secara langsung Save the Children mendukung anak-anak serta keluarganya dalam hal pendidikan anak, kesehatan, dan perlindungan anak, juga membantu anak-anak yang terkena dampak keadaan darurat. Save the Children mempunyai kantor pusat di Indonesia yang terletak di Jakarta dan Save the Children di Indonesia diketuai oleh Ibu Selina Patta Sumbung.

Save the Children telah menjalan programnya di 12 provinsi di seluruh Indonesia yaitu di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Lampung, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Barat, Jakarta, Banten, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan (Save the Children Indonesia, 2015). Pada tahun 2014, Save the Children berhasil menjangkau lebih dari 3,6 juta anak Indonesia serta keluarga mereka dan secara langsung mengubah kehidupan 545.521 orang (Save the Children Indonesia, 2015).


(51)

32

Program-program yang dijalankan oleh Save the Children di Indonesia telah berhasil menjangkau anak-anak yang memerlukan bantuan dan mengupayakan agar hak-hak anak dapat terpenuhi, beberapa program Save the Children yang telah berjalan di Indonesia diantaranya sebagai berikut :

1. Kesehatan dan Gizi

a. Saving Newborn Lives

Setiap tahunnya di Indonesia, 1 dari 210 ibu di Indonesia meninggal saat melahirkan, melihat kondisi ini Save the Children mengimplementasikan program

Saving Newborn lives. Program ini bertujuan untuk memberikan layanan kesehatan

dan gizi bagi para ibu, bayi dan anak-anak agar dapat hidup dengan sehat dan semua ibu dapat melahirkan di fasilitas kesehatan yang memadai dengan bantuan staf yang terlatih. Save the Children melatih lebih banyak lagi pekerja kesehatan untuk memberikan layanan kesehatan kepada para ibu dan bayi selama masa kehamilan, melahirkan dan masa-masa awal setelah bayi dilahirkan serta memberikan kepada para pekerja kesehatan peralatan yang diperlukan untuk mendiagnosa dan mengobati berbagai penyakit yang mematikan dan kekurangan gizi di klinik kesehatan setempat. Save the Children juga menangani masalah kesehatan di sekolah dengan mengajarkan para siswa mengenai kebersihan rutin, seperti mencuci tangan dan menyikat gigi. Beberapa siswa juga diajarkan pertolongan pertama pada kecelakaan dan cara berbagi pengetahuan tentang kesehatan kepada teman dan keluarga mereka (Save the Children Indonesia, 2015).


(52)

33

b. Medan Food Security and Nutrition Program

Program Save the Children lainnya dalam bidang kesehatan dan gizi yaitu program Medan Food Security and Nutrition Program (Program Pengamanan

Pangan dan Gizi Medan). Program ini bertujuan mengurangi kelaparan dan kekurangan Gizi pada tingkat masyarakat terutama bagi bayi dan anak balita melalui program praktek pemberian ASI dan perawatan anak, peningkatan kebersihan dan peningkatan penyediaan layanan kesehatan dan sanitasi lingkungan. Program ini menggunakan strategi Food for Work (FFW) untuk melaksanakan kegiatan pekerjaan umum untuk meningkatkan akses, ketersediaan dan kualitas fasilitas kebersihan dan kesehatan (Chandra, 2007). Proyek-proyek FFW bertujuan mengurangi resiko kesehatan lingkungan dengan membangun dan merehabilitasi fasilitas MCK dan tempat-tempat cuci tangan disekolah dasar, membuang sampah dan membersihkan saluran air kotor di lingkungan rumah tangga. Wilayah Kerja program ini hanya menjangkau Provinsi Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.

2. Perlindungan Anak

a. Child and Family Support

Kemiskinan yang terjadi di negara berkembang termasuk di Indonesia, merupakan alasan utama mengapa orangtua menempatkan anak mereka di lembaga penitipan anak, lembaga-lembaga tersebut bertujuan untuk merawat anak-anak yatim piatu dan anak-anak yang dibuang oleh orangtua mereka. Namun sebagian besar dari anak- anak tersebut berasal dari keluarga miskin dengan harapan setelah


(53)

34

mereka menempatkan anak tersebut di lembaga penitipan anak, anak tersebut akan mendapatkan masa depan yang lebih baik karena pendidikan mereka terjamin. Untuk mencegah para orangtua menempatkan anak-anak mereka ke lembaga penitipan anak, Save the Children membuat Child and Family Support (Pusat

Layanan Dukungan Anak dan Keluarga), dimana dalam hal ini Save the Children bekerja dengan para keluarga untuk membantu mereka menemukan solusi agar dapat menjaga anak mereka di rumah tanpa harus menempatkan anak tersebut kedalam lembaga penitipan anak. Solusi yang diberikan oleh Save the Children yaitu seperti opsi mata pencaharian, pelatihan keterampilan kejuruan dan menerapkan program-program transfer uang tunai, dengan adanya program ini pada tahun 2015 Save the Childrentelah membantu 4.500 anak dilembaga penitipan anak untuk kembali pulang ke rumah keluarga mereka (Save the Children Indonesia, 2015).

b. Enabling Communities to Combat Child Trafficking (ENABLE)

Program perlindungan anak lainnya yang telah berjalan di Indonesia yautu

Enabling Communities to Combat Child Trafficking (ENABLE), program

ENABLE ini bekerja sama dengan 39 NGO di pulau Jawa untuk memaksimalkan berjalanya program tersebut di pulau Jawa (Chandra, 2007). Tujuan dari program ini yaitu untuk memberdayakan masyarakat dalam memerangi perdagangan anak, program ini pertama kali diresmikan dan dilaksanakan di Indonesia pada bulan Oktober 2005 sampai tahun 2009. Program ini merupakan program pencegahan


(54)

35

anak-anak dari perdagangan anak yang akan menyebabkan anak-anak dieksploitasi untuk bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang berbahaya.

c. Program Perlindungan Anak Aceh

Setelah terjadinya tsunami, Intervensi Save the Children terhadap perlindungan anak difokuskan untuk merespons masalah-masalah mendesak yang dihadapi anak yang terkena bencana tsunami di Pidie, Bireun, Lhokseumawe dan distrik BASAB (Banda Aceh, Sabang, Aceh Besar). Upaya ini meliputi pencarian anggota keluarga hilang dan mengembalikan kepada keluarganya, pembentukan area bermain yang aman untuk implementasi berbagai kegiatan psiko-sosial dan rekreasi dan kegiatan pengembangan anak-anak usia dini yang ditujukan bagi kebutuhan pengembangan anak. Fokus selanjutnya program ini adalah meningkatkan kualitas penanganan di institusi-institusi dan menerapkan kebijakan-kebijakan untuk memastikan pencapaiannya, memperkuat akses anak-anak mendapatkan bantuan hukum dalam kasus-kasus perwalian anak, meningkatkan pengetahuan dan akses sistem bantuan perlindungan, meningkatkan kebijakan sosial dan lingkungan yang mendukung perlindungan anak dan menciptakan kesempatan bagi anak-anak dan remaja ikut memberikan suara dalam keputusan-keputusan yang dibuat yang berpengaruh bagi mereka.


(55)

36 3. Pendidikan

a. Early Childhood Care Education (ECCE)

Program pendidikan yang di implementasikan Save the Children di Indonesia lebih bertujuan agar anak-anak di Indonesia mendapatkan pendidikan dasar, program tersebut yaitu Early Childhood Care Education (ECCE). Program

ini merupakan salah satu program pendidikan pra-sekolah dasar tidak wajib di Indonesia, program ini diimplementasikan oleh Save the Children karena lebih dari dua pertiga anak di bawah usia enam tahun di beberapa wilayah tertentu tidak memiliki akses terhadap pendidikan pra-sekolah dasar. Sejak tahun 2009, Save the Children telah melengkapi peralatan permainan edukatif dan guru-guru telah terlatih dengan topik-topik yang relevan termasuk tahap-tahap awal perkembangan anak, metodologi pembelajaran aktif, dan evaluasi individual. Save the Children lebih memfokuskan pada kesehatan, gizi, perkembangan motorik kasar untuk anak yang lebih muda dan pengembangan motorik halus, sosial dan kognitif bagi anak-anak usia pra-sekolah.

Save the Children dalam program Early Childhood Care Education (ECCE)

juga menyediakan bahan-bahan pelajaran yang menginspirasi agar mereka tergerak untuk belajar lebih banyak lagi. Dalam program ini Save the Children juga membantu agar anak-anak di Indonesia benar-benar mampu membaca dengan baik ketika duduk di kelas 1-3 sekolah dasar, tetapi pada kenyataannya di Indonesia hanya 38% anak-anak usia dini yang bersekolah, oleh karena itu Save the Children membangun lebih banyak pusat pendidikan usia dini di beberapa wilayah di


(56)

37

Indonesia dan membantu meningkatkan kualitas pendidikan. Program ini telah diimplementasikan dibeberapa daerah di Indonesia yaitu Sumatera Utara, Aceh, Jawa barat, Jawa tengah, Maluku, NTT, dan Sulawesi Selatan (Save the Children Indonesia, 2014).

b. Decentralized Basic Education

Program Decentralized Basic Education merupakan program peningkatan

relevansi pendidikan sekolah menengah dan non-formal terhadap pengembangan keterampilan diri, program ini bekerja sama dengan sekolah menengah pertama keagamaan dan umum, pusat pembelajaran masyarakat, NGO, pemerintah pusat dan daerah dalam meningkatkan pendidikan dasar dan mengembangkan ketrampilan diri bagi anak-anak dan remaja yang putus sekolah berusia di bawah 18 tahun (Chandra, 2007). Keterampilan ini akan menyiapkan remaja untuk memasuki dunia kerja, dan berpartisipasi dalam pengembangan masyarakat. Program ini melibatkan partisipasi dari masyarakat dan sektor swasta dan dipusatkan pada pembangunan keterampilan diri remaja melalui kurikulum, kegiatan ekstrakulikuler untuk mengembangkan keterampilan praktis, menekan angka putus sekolah dengan meningkatkan transisi dan penyelesaian sekolah menengah pertama dan meningkatkan kualitas pendidikan non-formal dengan mengembangkan pendekatan yang dapat meningkatkan manajemen penyedia pendidikan non-formal dan relevansi materi pembelajaran pendidikan normal dengan pasar kerja di daerah itu.


(57)

38 4. Respon Tanggap darurat

a. Disaster Risk Reduction (Pengurangan Resiko Bencana)

Indonesia adalah salah satu negara paling rawan bencana di dunia, mengalami kebanjiran, gempa bumi dan gunung berapi dan dalam setiap krisis maupun bencana, anak-anak adalah yang paling rentan mendapatkan dampak buruk dari krisis maupun bencana tersebut. Saat terjadi bencana banjir di Jakarta, gempa bumi di Aceh atau gunung berapi di Pulau Jawa, Save the Children selalu mengutamakan anak-anak.Ketika terjadi bencana disuatu daerah di Indonesia, Save the Children menyediakan apa saja yang dibutuhkan oleh para keluarga seperti tempat berlindung, akses ke air bersih, perawatan kesehatan atau barang-barang non-pangan yang diperlukan, Save the Children juga menyediakan Ruangan Ramah Anak/Child Friendly Spaces dan Ruangan Belajar Sementara / Temporary Learning

Spaces agar anak-anak memiliki area yang aman untuk bermain dan belajar,

sementara orangtua mereka fokus pada pemulihan setelah bencana (Save the Children, 2015). Program ini berusaha mengurangi beban masyarakat miskin dan yang paling rentan terkena dampak bencana serta meningkatkan kemampuan masyarakat tersebut untuk bertahan hidup. Ini dapat dilakukan melalui pengusulan beberapa aktifitas pada tingkatan masyarakat, dan beberapa seminar maupun pertemuan untuk pengkoordinasian serta menghubungkan program nasional dan berbagi pengetahuan yang didapat berkaitan Pengurangan Resiko Bencana


(58)

39

BAB III

EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA

Secara umum dalam bab III ini akan membahas dan menjelaskan tentang gambaran umum Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia yang penulis mulai dari memaparkan seberapa besar kasus ESKA yang telah terjadi di Indonesia dan di empat kota yang merupakan wilayah target Save the Children dalam menangani ESKA di Indonesia. Banyaknya kasus ESKA di Indonesia juga tidak dapat terlepas dari faktor-faktor pendorong yang menyebabkan anak-anak berada dalam situasi ESKA, maka dalam bab ini penulis juga memaparkan tentang faktor-faktor pendorong yang menyebabkan anak-anak berada dalam situasi ESKA serta dampak ESKA terhadap anak-anak dan kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menangani ESKA.

A. Kondisi Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Indonesia

Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat terhindar dari permasalahan Eksploitasi Seksual Komersial Anak dan anak-anak di Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak, hal ini dapat dilihat dari data Koalisi Nasional Penghapusan ESKA dimana terdapat 150.000 anak Indonesia dilacurkan dan diperdagangkan untuk tujuan seksual (ECPAT, 2014). Bahkan sejak tahun 2005 sampai 2014, International Organization


(59)

40

ke wilayah-wilayah Indonesia sebanyak 7.193 dari jumlah itu ditemukan sebanyak 82% adalah perempuan dan 16% dari total tersebut adalah anak-anak yang merupakan anak-anak korban perdagangan untuk tujuan seksual seperti prostitusi anak dan pornografi anak (Rio Hendra, 2016), data-data ini menunjukkan bahwa semakin maraknya tindak pidana seksual komersial anak di Indonesia. Sedangkan dalam kasus pornografi anak di Indonesia sejak tahun 2011 jumlah anak korban pornografi dan kejahatan online semakin meningkat dan mencapai 1.022 anak hingga tahun 2014. Anak yang menjadi korban pornografi secara offline sebanyak 28%, pornografi anak online 21%, prostitusi anak online 20%, dan anak korban kekerasan seksual online 11% (KPAI, 2015). Anak-anak yang menjadi korban prostitusi serta pornografi merupakan hal yang berbahaya dikarenakan pelibatan anak di dalam prostitusi maupun pornografi berarti sama dengan mengeksploitasi anak bekerja dalam bentuk pekerjaan terburuk dan membiarkan anak mengakses pornografi akan sangat berdampak pada proses tumbuh kembang anak.

Daerah-daerah di Indonesia sangat berpotensi sebagai wilayah yang rawan terhadap kasus ESKA, tidak dapat dipungkiri beberapa wilayah Indonesia memiliki kegiatan prostitusi yang aktif, dimana anak-anak yang berada dalam kegiatan prostitusi lebih mudah dijangkau dibandingkan dengan anak-anak pada bentuk ESKA yang lainnya. Beberapa wilayah Indonesia seperti Bandung, Surabaya, Pontianak dan Lampung merupakan wilayah yang rawan terhadap kasus prostitusi, sehingga anak-anak berpotensi untuk terekrut menjadi bagian dari kegiatan tersebut. Daerah-daerah tersebut juga merupakan daerah target Save the Children dalam menangani kasus ESKA dan anak-anak yang terlibat di dalam kasus


(60)

41

prostitusi sebagai salah satu bentuk ESKA di empat kota tersebut pada umumnya merupakan anak-anak yang berasal dari dalam kota tersebut maupun berasal dari luar kota tersebut yang dibawa oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab dan dipekerjakan pada pekerjaan seksual komersial.

Beberapa gambaran kondisi ESKA di empat wilayah tersebut yaitu : 1. Pontianak

Kota Pontianak adalah ibukota Provinsi Kalimantan Barat, dengan luas mencapai 107,82 KM 2 atau hanya 0,07 % dari luas Kalimantan Barat. Secara administrasi kota Pontianak di bagi menjadi 5 (lima) Kecamatan dan 27 kelurahan. Pontianak dikenal sebagai kota yang tidak pernah memiliki tempat Rehabilitasi Sosial (Resos) bagi para Pekerja Seksual Komersial tetapi praktek prostitusi banyak dijumpai di berbagai tempat, baik yang bersifat terbuka ataupun tertutup dalam praktek prostitusi terselubung berkedok bisnis dan yang bersifat freelance. Praktek prostitusi anak di Pontianak tersebar di 12 titik di 6 kecamatan, dimana pola penyebaran kegiatan transaksi ESKA di sini sudah tersusun dan tersistem dengan sangat rapi sehingga sulit untuk ditangani oleh pemerintah setempat (TribunNews, 2011).

Tempat-tempat yang diidentifikasikan sebagai tempat praktik prostitusi termasuk prostitusi anak antara lain ditempat terbuka seperti kawasan alun-alun Kapuas atau masyarakat Pontianak mengenalnya sebagai korem, lorong pasar, dan pelabuhan. Praktek prostitusi termasuk protitusi anak di Pontianak terdapat juga ditempat tertutup seperti hotel-hotel tertentu, panti pijat dan spa, cafe dan karaoke.


(61)

42

Mengenai tempat praktek prostitusi, hal yang membedakan antara Pontianak dengan kota-kota lain yang menjadi wilayah target Save the Children adalah ditemukannya hotel-hotel yang menjadi tempat praktik prostitusi. Para Pekerja Seksual Komersial (PSK), termasuk anak-anak yang dilacurkan telah menyewa kamar-kamar hotel untuk waktu tertentu. Dalam hal ini anak-anak bekerja dengan diawasi oleh para mucikari yang berada di tempat tersebut.

2. Bandar Lampung

Bandar Lampung merupakan ibukota Provinsi Lampung. Provinsi ini terletak di bagian paling selatan dari pulau Sumatra. Wilayah ini merupakan salah satu daerah tujuan bagi kebijakan transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia untuk masyarakat dari Jawa, Bali dan Sulawesi. Lampung merupakan daerah pengirim, transit dan penerima untuk perdagangan perempuan dan anak. Perempuan dan anak dari Lampung diperdagangkan untuk eksploitasi seksual domestik, dan secara internasional untuk menjadi pekerja seks atau pembantu rumah tangga di luar negeri (Shalahuddin & Budiyawati, 2011).

Diidentifikasikan bahwa Kecamatan Pringsewu, Tangumuas, Pulau Pahawang, Kecamatan Kedondong Selatan dan Lampung Selatan dikenal sebagai daerah pengiriman pekerja seks komersial (juga pekerja anak dan pekerja rumah tangga). Sebagai daerah tujuan, perempuan dan anak yang diperdagangkan ke Lampung untuk dijadikan pekerja seks seringkali dikirim dari Jawa dengan kapal. Sedangkan sebagai daerah transit, Provinsi ini menjadi tempat persinggahan para korban yang berasal dari Bali, NTB dan Sulawesi untuk diberangkatkan ke Batam,


(1)

103

No. Nama Negara No. Nama Negara

85. Panama 106. Syria

86. Papua New Guinea 107. Tajikistan

87. Peru 108. Tanzania

88. Philippines 109. Thailand

89. Romania 110. The Gambia

90. Russia 111. Togo

91. Rwanda 112. Turkey

92. Senegal 113. Uganda

93. Serbia 114. Ukraine

94. Sierra Leone 115. United Kingdom

95. Singapore 116. United States

96. Solomon Islands 117. Uruguay

97. Somalia 118. Vanuatu

98. South Africa 119 Venezuela

99. South Sudan 120 Vietnam

100. Spain 121. Yemen

101. Sri Lanka 122. Zambia

102. Sudan 123. Zimbabwe

103. Swaziland

104. Sweden


(2)

104

Tabel 2.2. Negara Anggota Save The Children (Save the Children, 2013)

No. Nama Negara No. Nama Negara

1. Australia 16. Korea

2. Canada 17. Lithuania

3. Denmark 18. Mexico

4. Dominican Republic 19. Netherlands

5. Fiji 20. New Zealand

6. Finland 21. Norway

7. Germany 22. Romania

8. Guatemala 23. South Africa

9. Honduras 24. Spain

10. HongKong 25 Swaziland

11. Iceland 26. Sweden

12. India 27. Switzerland

13. Italy 28. United Kingdom

14. Japan 29. United States


(3)

105

Gambar 1. Wawancara dengan Ibu Witrijani yang merupakan staff Save the Children dan Pelaksana lapangan dalam menangani Kasus ESKA di Indonesia

LAMPIRAN 2 :


(4)

106

Gambar 2. Wawancara dengan Ibu Ekandari Sulistyaningsih yang merupakan staff Save the Children yang melakukan Monitoring and Evaluation Program EXCEED dalam kasus ESKA di empat wilayah Indonesia ( BandarLampung, Bandung, Surabaya dan Pontianak).


(5)

107 LAMPIRAN 3 :

Pertanyaan Wawancara

1. Bagaimana kondisi ESKA di Indonesia?

2. Dalam menangani ESKA apakah hanya di empat wilayah

(BandarLampung, Bandung, Surabaya dan Pontianak) atau ada diwilayah lainnya?

3. Dalam menangani ESKA di Indonesia, apakah Save the Children

bekerjasama dengan pemerintah atau hanya dengan NGO Lokal saja? 4. Dalam menangani ESKA di Indonesia kenapa Save the Children hanya

berfokus terhadap pelayanan kepada anak-anak?

5. Dalam menangani kasus ESKA apakah Save the Children hanya berfokus

pada prostitusi atau pada bentuk ESKA yang laiinya juga?

6. Apa tujuan awal program EXCEED terutama dalam menangani ESKA di

Indonesia?

7. Dalam menangani kasus ESKA, sejak kapan program tersebut dilaksanakan

dan kapan program tersebut berakhir?

8. Kenapa pihak Save the Children dalam hal ini mengimplementasikan progam EXCEED dalam menangani kasus ESKA, apakah dalam menangani kasus ESKA pemerintah kurang memberikan perhatian?

9. Apa kontribusi pemerintah dalam program ini?

10.Bagaimana respon pemerintah terhadap program EXCEED yang dilakukan

oleh pihak Save the Children?


(6)

108

durasi yang diberikan oleh Save the Children dalam menangani anak-anak korban ESKA?

13.Faktor-faktor apa saja yang membuat anak-anak berada dalam situasi ESKA?

14.Dalam menjalankan program EXCEED, apa perbedaan pelayanan yang

diberikan oleh Save the Children kepada anak ESKA dengan anak-anak dalam pekerjaan buruk laiinya?

15.Bagaimana pencapaian dari program EXCEED dalam memberikan

pelayanan sosial maupun keterampilan ekonomi kepada anak-anak korban ESKA?

16.Keberlanjutan program EXCEED di Indonesia, apakah ketika program ini

program ini berdampak kepada pemerintah?

17.Bagaimana hambatan pihak Save the Children dalam memberikan

pelayanan kepada anak-anak korban ESKA dan dalam menangani kasus ESKA di Indonesia?

18.Dalam kasus ESKA, apakah hanya sebatas memberikan pelayanan kepada

anak-anak korban ESKA atau ada bentuk kerjasama lain dengan pemerintah dalam upaya penanganan atauppun pencegahan ESKA di Indonesia? 19.Bagaimana pencapaian dari gugus trafficking yang dibentuk oleh Save the

Children dan pemerintah ?