BAB II PENGATURAN KEJAHATAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL ANAK DI INDONESIA A. Ekslpoitasi Seksual Komersial Anak - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri)

BAB II
PENGATURAN KEJAHATAN EKSPLOITASI SEKSUAL KOMERSIAL
ANAK DI INDONESIA

A. Ekslpoitasi Seksual Komersial Anak
Anak merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa wajib dilindungi
dan dijaga kehormatan, martabat dan harga dirinya secara wajar, baik secara hukum,
ekonomi, politik, sosial budaya tanpa membedakan suku, agama, ras dan golongan.
Anak adalah generasi penerus bangsa yang akan sangat menentukan nasib dan masa
depan bangsa secara keseluruhan di masa yang akan datang. Anak harus dijamin hak
hidupnya untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah dan kodratnya, oleh
karena itu segala bentuk perlakuan yang menggangu dan merusak hak-hak anak
dalam berbagai bentuk kekerasan, diskriminasi, dan eksploitasi yang tidak
berperikemanusiaan termasuk eksploitasi untuk tujuan seksual komersial. 61
1.

Pengertian Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Eksploitasi seksual komersial anak merupakan sebuah pelanggaran terhadap

hak anak dan mencakup praktek-praktek kriminal yang merendahkan dan mengancam
integritas fisik dan psikososial anak. Agenda Aksi Stokholm mendefinisikan

eksploitasi seksual komersial anak sebagai: 62

61

Lampiran I Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak tanggal 30 Desember 2002
62
Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Loc.Cit

Universitas Sumatera Utara

“Sebuah pelanggaran mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut
terdiri dari kekerasan seksual oleh orang dewasa dan pemberian imbalan
dalam bentuk uang tunai atau barang terhadap anak, atau orang ketiga, atau
orang-orang lainnya. Anak tersebut diperlakukan sebagai sebuah objek
seksual dan sebagai objek komersial. Eksploitasi Seksual Komersial Anak
merupakan sebuah bentuk pemaksaan dan kekerasan terhadap anak, dan
mengarah pada bentuk-bentuk kerja paksa serta perbudakan modern”

Penting untuk memasukkan transaksi-transaksi yang bersifat jasa dan

kebaikan ke dalam definisi eksploitasi seksual komersial anak karena ada
kecenderungan untuk memandang transaksi-transaksi seperti itu sebagai pemberian
izin dari pihak anak. Jika terjadi eksploitasi seksual untuk mendapatkan perlindungan,
tempat tinggal, akses untuk mendapatkan nilai yang lebih tinggi di sekolah atau naik
kelas maka anak tersebut tidak memberikan “izin” atas transaksi tersebut melainkan
korban manipulasi dan penyalahgunaan wewenang dan tanggung jawab yang
dilakukan oleh orang lain yang seharusnya melindungi anak tersebut. 63
End Children Prostitution, Child Pornography, and the Trafficking of
Children for Sexual Purposes International (ECPAT Internasional) memberikan
definisi bahwa eksploitasi seksual komersial anak adalah sebuah pelanggaran
mendasar terhadap hak-hak anak. Pelanggaran tersebut berupa kekerasan seksual oleh
orang dewasa dengan pemberian imbalan kepada anak, atau orang ketiga, atau orangorang lainnya. Sederhananya, anak diperlakukan sebagai objek seksual dan
komersial. Ini adalah perwujudan dari kerja paksa dan perbudakan modern terhadap

63

Ibid.

Universitas Sumatera Utara


anak. Hal ini karena tidak jarang anak-anak yang dipaksa mengalami kekerasan fisik
dan trauma. 64
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
merupakan realisasi dari dari Konvensi Hak Anak tidak ada menyebutkan secara
tegas mengenai definisi eksploitasi seksual komersial anak. Namun, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak memasukkan eskploitasi seksual
komersial anak ke dalam bentuk perlindungan khusus yang diberikan kepada anak. 65
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak
mendefinisikan eksploitasi seksual komersial anak yaitu penggunaan anak untuk
tujuan seksual dengan imbalan tunai atau dalam bentuk lain antara anak, pembeli jasa
seks, perantara atau agen, dan pihak lain yang memperoleh keuntungan dari
perdagangan seksualitas anak tersebut. 66
Dilihat dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa di dalam
eksploitasi seksual komersial anak, seorang anak bukan hanya dijadikan sebuah objek
seksual melainkan juga dijadikan sebagai objek komersial untuk memperoleh imbalan
maupun keuntungan.
Secara umum masyarakat masih mencampuradukkan antara eksploitasi
seksual komersial anak dengan kekerasan seksual terhadap anak. Pada dasarnya,
64


Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Eksploitasi Seksual
Komersial Anak di Indonesia, (Medan: Restu Printing Indonesia, 2008), hal. 6
65
Lihat pada Pasal 1 angka 15 dan Pasal 59 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
66
Lihat Lampiran I Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 tentang
Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak

Universitas Sumatera Utara

ekploitasi seksual komersial anak dan kekerasan seksual anak merupakan istilah yang
memiliki perbedaan yang sangat mendasar meskipun memiliki keterkaitan antara satu
sama lain.
Definisi eksploitasi seksual komersial anak sebagaimana yang telah
dipaparkan sebelumnya merupakan sebuah bentuk pelanggaran terhadap hak anak
dan mencakup praktek-praktek kriminal yang merendahkan dan mengancam
integritas fisik dan psikososial anak. Sedangkan, kekerasan seksual terhadap anak
dapat didefinisikan sebagai hubungan atau interaksi antara seorang anak dengan anak

yang lebih tua atau anak yang lebih nalar atau orang dewasa seperti orang asing,
tetangga, atau sanak keluarga dimana anak tersebut dipergunakan sebagai sebuah
objek pemuas bagi kebutuhan seksual si pelaku. Perbuatan-perbuatan ini dilakukan
dengan menggunakan paksaan, ancaman, suap, tipuan, atau tekanan. 67
Perbedaan mendasar antara eksploitasi seksual komersial anak dan kekerasan
seksual terhadap anak adalah adanya faktor remunerasi. Hak tersebut karena di dalam
kekerasan seksual terhadap anak tidak ada keuntungan komersial bahkan kebaikan
walaupun eksploitasi seksual juga merupakan sebuah kekerasan. Melalui eksploitasi
seksual komersial anak, seorang anak digunakan untuk tujuan-tujuan seksual guna
mendapatkan uang, barang, atau jasa kebaikan bagi pelaku eksploitasi, perantara atau
agen dan orang-orang lain yang mendapatkan keuntungan dari eksploitasi seksual
terhadap anak tersebut. 68

67
68

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Loc.Cit
Ibid, hal. 41

Universitas Sumatera Utara


2.

Bentuk-Bentuk Eksploitasi Seksual Komersial Anak
Terdapat tiga bentuk eksploitasi seksual komersial anak yaitu pelacuran anak,

pornografi anak dan perdagangan (trafficking) anak untuk tujuan seksual. Pelacuran
anak, pornografi anak dan perdagangan (trafficking) anak untuk tujuan seksual
merupakan tiga fenomena yang saling berkaitan satu sama lain.
Pelacuran anak dan perdagangan anak sangat erat kaitannya. Anak-anak bisa
berakhir dengan dilacurkan karena proses trafficking jika mereka di angkut di dalam
atau melintasi batas negara untuk tujuan eksploitasi seksual. Pelacuran anak juga bisa
menjadi tujuan sebuah proses trafficking. Anak-anak yang dieksploitasi dalam
pelacuran juga bisa dimanfaatkan dalam pembuatan bahan-bahan pornografi atau
semakin

dieksploitasi

dengan


dimanfaatkan

dalam

pertujukan-pertunjukan

pornografi. 69
a.

Pelacuran anak
Pelacuran atau yang sering disebut juga dengan prostitusi atau persundalan

secara umum adalah praktek hubungan seksual sesaat, yang kurang lebih dilakukan
dengan siapa saja, untuk imbalan berupa uang. Tiga unsur utama dalam praktek
pelacuran adalah pembayaran, promiskuitas, dan ketidakacuhan emosional. 70
Ada banyak hukum azasi manusia internasional yang melarang pelacuran
anak. Konvensi Hak Anak meminta negara-negara peserta untuk melindungi anak-

69


Ibid. hal. 58
Thanh-Dam Truong , Seks, Uang dan Kekuasaan, Pariwisatan dan Pelacuran di Asia
Tenggara. (Jakarta: LP3ES, 1992), hal. 15. Lihat juga Bagong Suyanto, Op. Cit, hal. 43
70

Universitas Sumatera Utara

anak dari eksploitasi dalam pelacuran. 71 Tetapi tidak memberikan sebuah definisi
tentang pelacuran anak.
Pasal 34 Konvensi Hak Anak menyebutkan:

“Negara-Negara Peserta berusaha untuk melindungi anak dari semua bentuk
eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual. Untuk tujuan ini, NegaraNegara Peserta khususnya akan mengambil langkah-langkah yang layak,
bilateral dan multilateral untuk mencegah:
a. Bujukan atau paksaan agar anak terlibat dalam setiap kegiatan seksual
yang tidak sah;
b. Penggunaan anak secara eksploitatif dalam pelacuran atau praktekpraktek seksual lain yang tidak sah;
c. Penggunaan anak secara eksploitatif dalam pertunjukkan-pertunjukkan
dan bahan-bahan yang bersifat pornografis. 72


Pelacuran anak adalah tindakan menawarkan pelayanan seorang anak untuk
melakukan tindakan seksual demi uang atau bentuk imbalan lain dengan seseorang
atau kepada siapapun. Para aktivis hak-hak anak pada dasarnya menghindari
penggunaan istilah pelacur anak (child prostitutes) karena cenderung berkonotasi
negatif. Istilah yang digunakan adalah anak-anak yang dilacurkan (prostituted child)
yang menyiratkan kesadaran bahwa kehadiran anak-anak di dalam pelacuran adalah
sebagai korban mengingat anak belum mampu untuk mengambil keputusan memilih
pekerja seks sebagai profesi. 73

71

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, hal 15
Pasal 34 Konvensi Hak Anak, Lihat dalam Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi
Seksual Komersial Anak, Ibid, hal 59
73
Aldnonymous, Pelacuran Anak, http://id.m.wikipedia.org/pelacuran_anak, (diakses 12 Mei
2014)
72

Universitas Sumatera Utara


Ketika istilah pelacur anak atau pekerja seks anak dipergunakan, kesannya
adalah bahwa seorang anak seolah-olah telah memilih pelacuran sebagai sebuah
pekerjaan atau profesi. Garis pemikiran ini menutupi kenyataan bahwa orang-orang
dewasalah yang sebenarnya menciptakan permintaan atas anak-anak sebagai objek
seks dan mereka siap untuk menyalahgunakan kekuasaan dan keinginan mereka
untuk mengambil keuntungan. 74
Pelacuran anak merupakan salah satu bentuk dari eksploitasi seksual
komersial anak. Anak-anak dijadikan objek seks untuk pemuas nafsu orang dewasa.
Masuknya anak-anak dalam dunia pelacuran bukan merupakan pilihan anak, karena
anak tidak dalam kapasitas yang kuat untuk bisa memberikan persetujuan (consent)
untuk menjadikan dirinya sebagai pelacur, tetapi lebih karena adanya tekanan sosial,
ekonomi maupun mental dari orang-orang dewasa. 75 Pelacuran anak terjadi ketika
seseorang mengambil keuntungan dari sebuah transaksi komersial dimana seorang
anak disediakan untuk tujuan-tujuan seksual. Anak-anak tersebut mungkin
dikendalikan oleh seorang perantara yang mengatur dan mengawasi transaksi tersebut
atau oleh seorang pelaku eksploitasi yang bernegosiasi dengan anak tersebut.
Berkaitan dengan konteks pelacuran anak, aktifitas seksual harus dipahami
secara luas untuk memasukkan setiap aktifitas seksual dengan anak yang melibatkan
bentuk upah apa saja, baik uang ataupun tidak. Hubungan seksual harus mencakup

hubungan yang hanya berupa sentuhan dan tanpa memandang jenis kelamin dari
74

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, hal. 57
Ahmad Sofian, Perlindungan Anak Indonesia Dilema dan Solusinya, (Jakarta: P.T
Softmedia, 2012), hal. 124
75

Universitas Sumatera Utara

pihak-pihak yang terlibat. Anak-anak tersebut juga dilibatkan dalam pelacuran ketika
mereka melakukan hubungan seks dengan imbalan kebutuhan-kebutuhan dasar
seperti makanan, tempat tinggal atau keamanan atau bantuan untuk mendapatkan nilai
yang tinggi di sekolah atau uang saku ekstra untuk membeli barang-barang
konsumtif. Pelacuran anak terkadang bukanlah sebuah aktifitas yang terorganisir.
Akan tetapi, terkadang aktifitas ini menjadi aktifitas yang terorganisir baik dalam
skala kecil melalui germo perorangan atau dalam skala besar melalui jaringan
kriminal. 76
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa kadang-kadang anak yang
terlibat dalam pelacuran dengan imbalan kebutuhan-kebutuhan dasar atau kebaikan.
Oleh karena itu, remunerasi atau bentuk upah lain harus memasukkan bentuk hadiah
apapun, baik yang dijanjikan atau diberikan kepada anak tersebut atau pihak ke tiga.
Upah tersebut bisa memasukkan makanan, tempat tinggal, obat-obatan, minuman,
barang-barang konsumen dan sebagainya. Pemasukan bentuk-bentuk remunerasi
tidak langsung seperti itu sangat penting karena sebenarnya banyak anak yang terlibat
dalam pelacuran karena mereka tidak memiliki rumah, lari dari rumah atau
mengalami masalah-masalah kekerasan. Anak-anak menjadi subjek eksploitasi untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar mereka seperti makanan, tempat tinggal, atau
keanggotaan dalam sebuah kelompok orang. 77

76

Ibid. hal. 56
Erick W. Hickey, Sex Crimes and Paraphilia, Pearson Education, 2006, hal. 42. Harus
diingat bahwa ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini secara independen yang
77

Universitas Sumatera Utara

Anak-anak perempuan yang dilacurkan sesungguhnya adalah kelompok anak
rawan (Children in need of special protections) yang teralienasi, menjadi korban
eksploitasi berbagai pihak, menderita, terampas hak-haknya secara sepihak karena
tidak berdaya, baik sebagai perempuan, sebagai anak, maupun sebagai bagian dari
masyarakat marginal yang kerap kali mengalami kesulitan keuangan. 78 Menjadi
pemuas syahwat para lelaki, bagi anak perempuan bukanlah merupakan suatu pilihan,
apalagi sesuatu yang menyenangkan, tetapi harus dipahami sebagai sebuah
keterpaksaan dan akibat dari akumulasi ketidakberdayaan dalam berbagai aspek
kehidupan.
Hubungan sebab akibat berlaku di dalam dunia pelacuran anak. Berdasarkan
survey, ada beberapa sebab yang melatarbelakangi masuknya seorang anak yang
masih belia ke dalam dunia pelacuran. Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain
adalah anak dijadikan bisnis para mucikari, kondisi psikologi, sosial, kultural, dan
ekonomi keluarga. 79
b.

Pornografi anak
Pornografi terhadap anak merupakan penggambaran, penyebarluasan atau

promosi kekerasan atau perlakuan seks terhadap anak termasuk di dalamnya gambar,
video, film, computer, atau bahan cetakan lain. Penampilan atau penayangan kepada

membuat anak-anak terlalu sulit untuk keluar dari situasi mereka. Lihat dalam Koalisi Nasional
Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, hal.61
78
Bagong Suyanto, Op. Cit, hal. 89
79
Ahmad Sofian, Op. Cit, hal. 83

Universitas Sumatera Utara

publik adegan seks atau dengan organ seks anak-anak untuk maksud memberikan
kepada para penontonnya juga termasuk pornografi anak. 80
Pemanfaatan anak-anak sebagai objek kegiatan pornografi masih belum begitu
banyak menjadi perhatian publik, sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran data
secara kuantitatif besaran angkanya. Namun yang jelas, secara kualitatif intensitas
penggunaan anak-anak sebagai objek sudah jelas terlihat dari situs-situs porno
internet.
Pornografi anak, termasuk imajiner kekerasan seksual terhadap anak,
merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak-hak anak. Pornografi anak termasuk
kekerasan seksual maupun eksploitasi seksual komersial anak dan terkait dengan
pelacuran anak dan perdagangan (trafficking) anak untuk tujuan seksual. Pemanfaatan
anak yang paling jelas adalah untuk menimbulkan nafsu seks dan kepuasan seks.
Akan tetapi, pornografi anak juga dipergunakan untuk membenarkan bahwa tingkah
laku dan keyakinan pelaku kekerasan terhadap anak adalah sebagai suatu hal yang
normal, menimbulkan rasa percaya diantara orang-orang yang tertarik dengan
kekerasan terhadap anak, mendapatkan jalan masuk ke dalam klub-klub pribadi dan
untuk memperoleh sebuah keuntungan. Pada tingkat masyarakat, pornografi anakanak yang melibatkan foto asli anak atau foto tiruan anak terus menumbuhkan sebuah
permintaan yang melibatkan kekerasan seksual dan eksploitasi seksual terhadap
anak. 81

80
81

Ibid. hal. 125
Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, hal. 69

Universitas Sumatera Utara

Pornografi anak mengeksploitasi anak-anak dengan berbagai cara antara
lain: 82
1.

Pertama, anak-anak dapat ditipu atau dipaksa untuk terlibat dalam tindakan
seksual untuk pembuatan bahan-bahan pornografi atau mungkin gambar-gambar
tersebut dibuat dalam proses pengeksploitasian seorang anak secara seksual tanpa
sepengetahuan anak tersebut. Gambar-gambar ini kemudian disebarkan, dijual,
atau diperdagangkan;

2.

Kedua, permintaan akan gambar anak-anak tersebut menjadi perangsang untuk
membuat bahan-bahan porno tersebut. Oleh karena itu, orang-orang yang
“mengkonsumsi”

dan/atau

memiliki

gambar

anak-anak

tersebut

terus

mengeksploitasi anak-anak ini.
3.

Ketiga, bahan-bahan pornografi sering dipergunakan oleh para pelaku kekerasan
terhadap anak untuk mengurangi rintangan anak dan untuk memberikan kesan
bahwa seks antara orang dewasa dengan anak-anak adalah sesuatu yang normal,
bisa diterima. ini adalah bagian dari proses grooming yaitu membesarkan atau
menyiapkan.

4.

Keempat, para pembuat pornografi pada umumnya menggunakan “produkproduk” mereka untuk memaksa, mengintimidasi, atau memeras anak-anak yang
dipergunakan dalam membuat bahan-bahan seperti itu.
Saat ini di Indonesia, pornografi anak semakin marak dan semakin

mengkhawatirkan. Kemajuan sistem informasi dan teknologi yang sangat pesat selain
82

Ibid, hal. 70

Universitas Sumatera Utara

memberi manfaat yang cukup besar, ternyata juga memiliki dampak negatif yang
sangat besar pula.
Bukan rahasia umum lagi bahwa pornografi anak sering dibuat dan disebarkan
dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi serta internet. Teknologiteknologi baru dan pertumbuhan internet menciptakan lebih banyak kesempatan bagi
pelaku eksploitasi anak dan pengguna pornografi anak, memfasilitasi perkembangan
serta memperluas jangkauan jaringan penyebaran pornografi anak. Penggunaan
teknologi informasi dan komunikasi juga menfasilitasi terjadinya kekerasan dan
eksploitasi seksual terhadap anak yang terorganisir yang dilakukan oleh jaringan para
pembeli komersial, wisatawan seks, pedofil, dan pelaku trafficking serta berbagai
bentuk pelacuran anak dan remaja. Anak-anak yang menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi dalam kehidupan mereka sehari-hari juga beresiko
terhadap eksploitasi seksual.
Teknologi informasi dan komunikasi serta internet dipergunakan oleh para
pelaku eksploitasi anak untuk mendapatkan akses terhadap pornografi anak dan anakanak secara langsung. Pornografi anak menggunakan network sharing file,
newsgroup, system peer2peer (pertemanan kelompok sebaya) dan teknologiteknologi lain untuk saling bertukar dan menjual pornografi anak dan para pelaku
eksploitasi seks anak menggunakan hand phone dan chatting serta tempat sosial

Universitas Sumatera Utara

online lain untuk memikat dan menyiapkan anak-anak dengan maksud untuk
menyalahgunakan dan mengeksploitasi mereka. 83
c.

Perdagangan (trafficking) anak untuk tujuan seksual
Menurut Protocol to Prevent, Supress and Punish Trafficking in Persons,

Especially Women and Children, supplementing to the United Nations Convention
Againts Transnational Organized Crime

selanjutnya disebut dengan Protokol

Trafficking pada Pasal 3 mendefinisikan trafficking (perdagangan) manusia adalah
sebagai berikut: 84
a.

Trafficking (perdagangan) manusia adalah rekruitmen, transportasi, transfer,
penampungan atau penerimaan orang, dengan ancaman atau penggunaan
kekuatan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan,
pemerdayaan, penyalahgunaan kekuasaan atau ketergantungan atau dengan
pemberian atau penerimaan pembayaran atau imbalan lain dalam memperoleh
persetujuan dari seseorang yang memiliki kendali atas orang lainnya, untuk
tujuan eksploitasi. Eksploitasi setidak-tidaknya akan meliputi eksploitasi dalam
bentuk pemelacuran orang lain atau dalam bentuk-bentuk eksploitasi seksual

83

Ibid. hal. 71
Protokol untuk Mencegah, Menekan dan Menghukum Perdagangan Manusia, Khususnya
Perempuan dan Anak, suplemen Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisir,
Pasal 3 (a), mulai berlaku pada tanggal 25 Desember 2003 dalam Koalisi Nasional Penghapusan
Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, hal 43. Lihat juga pada Lampiran I Keputusan Presiden
Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Eksploitasi
Seksual Komersial Anak. Definisi ini juga dipakai di dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang dan Undang-Undang No. 14 Tahun 2009
tentang Pengesahan Protokol untuk Mencegah, Menindak dan Menghukum Perdagangan Orang
Terutama Perempuan dan Anak-Anak.
84

Universitas Sumatera Utara

lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang
menyerupai perbudakan, penghambaan dan pengambilan organ tubuh.
b.

Rekruitmen, transportasi, transfer, penampungan atau penerimaan seorang anak
untuk tujuan eksploitasi akan dianggap sebagai “trafficking (perdagangan)
manusia, bahkan apabila hal tersebut tidak melibatkan cara-cara sebagaimana
dipaparkan dalam subparagraph (a) dalam pasal ini.

c.

Anak berarti setiap orang yang umurnya belum mencapai delapan belas tahun.
Dilihat dari ketentuan pasal di atas, sudah bisa dikategorikan sebagai

trafficking (perdagangan) anak untuk tujuan seksual apabila terdapat unsur-unsur:
1.

Rekruitmen, transportasi, transfer, penampungan atau penerimaan atas seseorang
yang umurnya belum mencapai tujuh belas tahun; dan

2.

Untuk tujuan eksploitasi dengan menjerumuskan ke dalam prostitusi atau dalam
bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya.

Walaupun tidak selalu terkandung unsur-unsur ancaman atau penggunaan kekuatan
atau bentuk-bentuk pemaksaan lainnya, penculikan, penipuan dan pemerdayaan.
Menurut

protokol

trafficking

tersebut,

ciri-ciri

utama

dari

definisi

internasional adalah seperti yang tertera di bawah ini: 85
1.

Protokol trafficking tersebut secara jelas menyebutkan sejumlah aktifitas dalam
rantai trafficking yang harus dikriminalkan menurut hukum nasional dimana
tujuan terakhirnya adalah eksploitasi.

85

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, hal 44-46

Universitas Sumatera Utara

Hal yang termasuk aktifitas-aktifitas ini yaitu perekrutan, pengangkutan,
pemindahan, penampungan, atau penerimaan orang dewasa atau anak-anak. Dalam
Protokol Trafficking aktifitas-aktifitas di atas dapat ditafsirkan sebagai berikut:
a.

Perekrutan ditafsirkan terkait dengan pencarian dan pengerahan fisik satu anak
atau lebih dengan tujuan utama trafficking untuk eksploitasi.

b.

Pengangkutan

ditafsirkan

terkait

dengan

cara-cara

dimana

anak-anak

dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain.
c.

Pemindahan ditafsirkan mengacu pada proses pemindahan anak-anak dari satu
tempat ke tempat yang lain. Pemindahan tersebut tidak harus menggunakan alat
transportasi.

d.

Penampungan ditafsirkan terkait dengan proses penyembunyian anak-anak yang
menjadi korban trafficking (biasanya dalam jangka waktu yang pendek) oleh
seseorang atau orang-orang sampai dibuat kesepakatan untuk pemindahan atau
pengangkutan para korban tersebut oleh orang lain.

e.

Penerimaan ditafsirkan mengacu pada tindakan dimana seseorang menjadi
pemilik dari seorang anak yang diperdagangkan.

2.

Definisi dalam Protokol Traffiking yang menggambarkan proses yang mengarah
pada eksploitasi sangat penting (walaupun eksploitasi akhir yang direncanakan
tersebut tidak terjadi).
Penting untuk membuktikan maksud eksploitasi yang sekecil-kecilnya guna

melakukan sebuah penuntutan atas perdagangan manusia. Oleh karena itu,
perundang-undangan yang dirancang sesuai dengan syarat-syarat Protokol Trafficking

Universitas Sumatera Utara

tersebut memungkinkan fleksibilitas dalam melakukan maksud tersebut. Bahkan jika
tidak ada eksploitasi aktual yang dapat ditetapkan, maka semua orang yang berada
dalam rantai trafficking tersebut akan masuk dalam aksesoris kejahatan mereka.
Penting agar definisi eksploitasi tersebut setidaknya memasukkan eksploitasi
seksual. Ketika anak-anak diperdagangkan, mereka bisa menjadi korban berbagai
bentuk eksploitasi, termasuk perburuhan anak, jeratan hutang, pekerjaan rumah
tangga,

mengemis,

keterlibatan

dalam

aktifitas-aktifitas

terlarang

(seperti

perdagangan dan obat-obatan), adopsi illegal, perkawinan dan perdagangan organorgan

tubuh.

Bentuk-bentuk

eksploitasi

tersebut

cenderung

mencerminkan

perubahan-perubahan dalam permintaan dan kesempatan. Oleh sebab itu, undangundang harus mempertimbangkan berbagai bentuk eksploitasi yang berbeda-beda
yang dialami oleh para korban tersebut, termasuk eksploitasi seksual.
3.

Protokol Trafficking tersebut mempertimbangkan anak-anak sebagai korban
trafficking pada saat mereka mulai direkrut, diangkut, dipindahkan, ditampung
atau diterima untuk tujuan eksploitasi.
Hal tersebut meskipun untuk kasus seseorang yang telah dewasa definisi

trafficking internasional tersebut membutuhkan penggunaan kebohongan atau
penipuan, tetapi hal ini tidak berlaku jika korban tersebut adalah seorang anak yang
berusia dibawah 18 tahun. Izin dari anak atau cara yang dipakai untuk mendapatkan
izin tersebut, dianggap tidak relevan sepanjang tujuan umum operasi tersebut adalah
untuk mengeksploitasi anak tersebut.

Universitas Sumatera Utara

4.

Protokol Trafficking tersebut walaupun tidak secara ekspresif membuat poin ini
jelas, tetapi harus dipahami bahwa baik trafficking internasional maupun
trafficking internal masuk dalam ruang lingkup perjanjian ini.
Protokol trafficking tersebut telah ditafsirkan hanya berlaku untuk kejahatan

transnasional dan dilakukan oleh sebuah jaringan kriminal internasional. Dampak
terbesar langsung dari penafsiran yang sempit ini adalah bahwa trafficking internal
tidak selalu dianggap masuk dalam ruang lingkup tersebut.
5.

Definisi yang ada dalam Protokol Traffiking tersebut mengklarifikasi perbedaan
antara trafficking dan penyelundupan migrant karena penyelundupan migrant
tersebut diatur dalam sebuah protokol terpisah untuk konvensi tersebut.
Bagi orang yang telah dewasa, trafficking melibatkan elemen-elemen seperti

paksaan, penipuan, kekerasan dan kekerasan fisik dan/atau kekerasan psikologis
terhadap orang-orang yang tidak pernah memberikan izin atau, jika pada awalnya
mereka memberikan izin, sehingga izin tersebut diperoleh dengan cara penipuan.
Sebaliknya penyelundupan melibatkan para migran yang telah memberikan izin untuk
diangkut ke negara lain. Perbedaannya adalah jika penyelundupan adalah sebuah isu
imigrasi sedangkan trafficking adalah sebuah isu hak asasi manusia. Akan tetapi,
kerentanan

anak-anak

yang

diselundupkan

sering

menyebabkan

mereka

diperdagangkan. Jika diselundupkan lintas batas, maka mereka bisa menemukan diri
mereka diselundupkan ke dalam sebuah jaringan trafficking, tidak bisa lari dan tidak
memiliki akses terhadap nasihat atau perlindungan hukum.

Universitas Sumatera Utara

3.

Kondisi Eksploitasi Seksual Komersial Anak

a.

Kondisi eksploitasi seksual komersial anak di Indonesia
Masalah eksploitasi seksual komersial anak di Indonesia sudah menjadi isu

yang mendapat perhatian pemerintah Indonesia melalui Kementrian Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Anak, namun sayangnya penanggulangan eksploitasi
seksual komersial anak di Indonesia masih belum terarah dan terkordinasi dengan
baik, Indonesia sebagai satu negara yang sudah meratifikasi Konvensi Hak Anak
Tahun 1990 berkewajiban melindungi anak dari eksploitasi seksual komersial anak.. 86
Menurut Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak,
daerah-daerah di Indonesia sangat potensial untuk terjadinya eksploitasi seksual
komersial anak. Bentuk Indonesia yang merupakan negara kepulauan yang strategis,
memperbesar kemungkinan anak-anak menjadi korban eksploitasi seksual komersial
anak. Daerah-daerah berikut ini adalah daerah-daerah yang rawan, bukan saja
berpotensi sebagai daerah asal anak-anak yang dieksploitasi untuk tujuan seksual
komersial, tetapi juga daerah transit dan daerah tujuan antara lain: 87
1) Indramayu
Indramayu, tidak hanya menjadi kota dimana banyak terjadi praktek
eksploitasi seksual komersial anak, namun juga termasuk kota pemasok atau daerah
asal dimana anak-anak korban eksploitasi seksual komersial anak berasal. Di daerah
ini, masyarakat lokal menyebut pelacuran sebagai “luruh duit”. Artinya, mencari uang
86

Wawancara dengan Azmiati Zuliah, Kordinator PUSPA-PKPA (Pusat Pengaduan AnakPusat Kajian dan Perlindungan Anak), pada senin, 22 Juni 2014
87
Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, Hal 10-25

Universitas Sumatera Utara

dengan jalan menjadi “telembuk” atau pelacur. Kata “luruh duit” ini juga dipakai
untuk pekerjaan lain yang terkait dengan “telembuk” seperti tenaga kerja wanita
(TKW) plus pelacur, dan pelayan warung atau cafe. Sebab kedua pekerjaan ini
hanyalah langkah awal menjadi telembuk.
Konsep local “luruh duit” ini telah menyebabkan anak-anak terlibat ke dalam
3 jenis eksploitasi seksual komersial anak, yaitu pelacuran anak, perdagangan anak
untuk tujuan pelacuran, dan pornografi anak. Anak-anak yang menjadi korban
pornografi anak ini biasanya bekerja sebagai pekerja seks komersial juga. Bahkan ada
indikasi terjadinya pernikahan anak (early marriage). Kebanyakan anak-anak di
daerah ini dinikahkan di usia dini untuk melepaskan tanggung jawab orang tua
terhadap anak. Malah sebagian setelah menikah, anak diceraikan agar bisa luruh duit.
2) Manado
Manado, sebagai daerah tujuan wisata sangat berpotensi untuk terjadinya
eksploitasi seksual komersial anak. Pelacuran anak adalah bentuk eksploitasi seksual
komersial anak yang paling banyak dialami anak-anak di manado. 88% anak
responden penelitian adalah korban pelacuran dan 12% adalah korban perdagangan
anak untuk tujuan pelacuran. Anak-anak korban eksploitasi seksual komersial anak di
kota Manado ini terbiasa menggunakan nama samaran. Umumnya nama mereka akan
berbeda di tiap tempat hiburan. Walaupun begitu, lokasi tempat transaksi adalah
daerah seputar Jalan Boulevard.
Agar menjamin transaksi mereka dengan pelanggan tetap ada, para supir taksi
dan ojek banyak berperan. Mereka sering berperan sebagai broker, sebab kebanyakan

Universitas Sumatera Utara

supir taksi dan ojek yang biasa mangkal di tempat hiburan malam dan hotel ini
mengetahui tempat tinggal para pekerja seks komersial anak. Kerahasiaan nama
pekerja seks komersial ini terjamin oleh pemilik hotel. Kebiasaan anak-anak korban
eksploitasi seksual komersial anak di kota Manado ini adalah penampilan yang lebih
berani dibanding dengan pekerja seks komersial dewasa. Para pekerja seks komersial
anak ini menggunakan kode-kode sebagai bahasa khusus, misalnya tindikan anting
pada telinga kiri yang lebih dari dua tindikan, gelang pada kaki kiri, atau cincin pada
jari telunjuk dan ibu jari. Para pelanggan pengguna jasa pekerja seks komersial anak
sebanyak 37% melakukan transaksi seks ditempat hiburan atau pub, dan berlanjut di
hotel kota Manado, 4 % di luar kota Manado, dan 7% di penginapan.
3) Medan
Kota Medan, pelacuran anak sudah menjadi fenomena yang menyedihkan
sejak lama, bahkan sudah tercatat sejak tahun 1970-an. Di era tahun 1970-an mencuat
istilah “gongli”, “perek”, “cewek baskom” dan lain-lain. Tahun 1998, fenomena
anak-anak yang dilacurkan mulai marak di medan. Menurut kompensasi yang
diterima dari “konsumen”, para pelacur anak dapat dibagi menjadi dua kategori yang
essensial, yaitu pertama apa yang disebut dengan “bonsai” dan yang kedua adalah
“sewa” atau “barges”. Belakangan ini muncul istilah baru yaitu “bispak” atau
“bronces”. Dhina Prekasha Yodeha dalam artikel mengenai pelacuran di sejumlah
kota di Indonesia menyebutkan “bronces” atau “onces” itu adalah panggilan khusus

Universitas Sumatera Utara

untuk pelacur anak di kota Medan, di kalangan “onces” pun memberikan istilah
sendiri kepada pelanggannya dengan istilah “tubang”. 88
Hal yang paling mengejutkan adalah temuan banyaknya anak-anak sekolah
yang telah terjerumus dalam eksploitasi seksual komersial anak dan terlibat transaksi
seks dengan para pelanggan. Dari 50 responden yang berhasil diwawancarai secara
mendalam 41 di antaranya berstatus pelajar dan 5 di antaranya berstatus siswi SMP
dan 26 berstatus pelajar SMA/SMK (3 tercatat telah putus pada saat menempuh
jenjang pendidikan SMA). 89
4) Semarang
Semarang juga tidak luput dari praktek eksploitasi seksual komersial anak.
Eksploitasi seksual komersial anak di kota Semarang maupun anak-anak dari luar
kota yang menjadi korban di Semarang. Bentuk eksploitasi seksual komersial anak
yang sangat menonjol di kota Semarang adalah prostitusi anak. Ada sebutan khusus
untuk anak-anak korban prostitusi ini, seperti halnya dengan beberapa daerah lain di
Yogyakarta disebut “rendan” atau “kere dandan”, di Indramayu “luruh duit” atau
“telembuk”, di kota Semarang disebut dengan “ciblek”. Metafora dari sejenis burung
kecil yang lincah dan senang berkicau. “Ciblek” juga menjadi kependekan dari “cilikcilik betah melek” (kecil-kecil suka begadang). Kemudian, muncul kepanjangan lain
yaitu “cilik-cilik isa digemblak” (kecil-kecil bisa menjadi simpanan).

88
89

Dhina Prekasha Yodeha, Pelacuran di Sejumlah Kota di Indonesia, dalam Ibid, hal. 14
Ahmad Sofyan dan Rinaldi, Bisnis Pelacur Anak, Harian Waspada, 12 Februari 1998,

dalam Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Bentuk eksploitasi seksual komersial anak lain terjadi di Semarang adalah
pornografi anak, walaupun masih dibutuhkan penelitian yang lebih mendalam.
Bentuk pornografi anak yang paling banyak dijumpai adalah warnet-warnet yang
menyediakan folder-folder pornografi di folder-folder komputer tanpa perlu
mengakses internet. Kasus yang pernah ditemui adalah rekaman film porno oleh
seorang anak melalui handphone telah diedarkan oleh pacarnya sendiri. Seorang anak
jalanan perempuan mengaku bersama temannya (15 tahun) difoto telanjang oleh
orang asing yang tidak bisa berbahasa Indonesia. Mereka difoto dan diberi imbalan
Rp. 200.000.
Bentuk eksploitasi seksual komersial lain yang terjadi di Semarang adalah
perdagangan anak untuk tujuan seksual. Kasus ini sudah lama terjadi. Kasus pertama
ditemukan di Yayasan Setara saat meneliti tentang anak jalanan perempuan di
Semarang pada tahun 1999. Seorang anak jalanan perempuan diperdagangkan ke
wilayah Batam. Pada tahun berikutnya, Yayasan Setara menemukan 10 anak jalanan
perempuan menjadi korban perdagangan anak untuk tujuan seksual. Pada tahun 2003,
Yayasan setara mencatat ada 14 anak jalanan perempuan yang diperdagangkan.
5) Solo
Solo cenderung marak dengan perdagangan anak untuk tujuan seksual.
Penelitian tentang eksploitasi seksual komersial anak di daerah ini menghasilkan
sebuah kesimpulan, bahwa kasus eksploitasi seksual komersial anak yang terjadi di
Solo adalah perdagangan anak untuk tujuan seksual sebanyak 27 kasus. 7 kasus
adalah korban prostitusi dan 4 kasus mengindikasi kasus pornografi anak.

Universitas Sumatera Utara

6) Surabaya
Surabaya tercatat sebagai kota dengan kasus eksploitasi seksual komersial
anak yang cukup tinggi. Eksploitasi seksual komersial anak di Surabaya terbilang
besar. Salah satu lokalisasi yang sudah santer terdengar, dikenal secara nasional
adalah lokalisasi Dolly. 90 Anak-anak korban eksploitasi seksual komersial anak,
terutama prostitusi anak dan trafficking untuk tujuan seksual sebagian besar berada di
lokalisasi ini.
Jenis eksploitasi seksual komersial anak yang ditemukan terjadi di Surabaya
adalah prostitusi anak, trafficking untuk tujuan pelacuran, dan pornografi anak. Anakanak korban trafficking sebagian besar berasal dari daerah-daerah sekitar Surabaya.
Mereka adalah anak-anak kampung yang dieksploitasi, diangkut dari desa dengan
iming-iming pekerjaan yang menghasilkan banyak uang. Anak-anak ini adalah
korban penipuan. Ada yang berasal dari Bojonegoro, Jember, Jombang, Malang,
Probolinggo, Situbondo, Jombang, bahkan ada yang berasal dari Nusa Tenggara
Barat.
Anak-anak korban prostitusi sebagian besar adalah anak-anak asli Surabaya.
Sebagian besar dari mereka adalah pelajar yang terlibat prostitusi karena ajakan
teman sekolah atau teman bergaulnya. Walaupun ada juga yang berasal dari luar
daerah Surabaya. Sebagian pula karena masyarakat mereka terbiasa dengan pekerjaan
90

Pada hari rabu, tanggal 18 Juni 2014, Walikota Surabaya Tri Rismaharini resmi menutup
lokalisasi pekerja seks komersial Dolly. Sebagaimana diketahui bahwa Dolly yang merupakan
lokalisasi yang berada di Surabaya merupakan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Fitri Sartina Dewi,
DPR Apresiasi Pemkot Surabaya Tutup Lokalisasi Dolly, http://m.bisnis.com/quicknews/read/20140618/78237030/dpr-apresiasi-pemkot-surabaya-tutup-lokalisasi-dolly, (diakses 12 Mei
2014)

Universitas Sumatera Utara

sebagai pekerja seks komersial. Seperti penuturan responden yang mengaku menjadi
pelacur karena ibu dan kakaknya juga telah menjadi pelacur. Sedangkan, pornografi
anak yang terjadi di Surabaya ini lebih kepada pornografi di warung internet dan
pornografi rekaman di ponsel.
b.

Kondisi dan data kasus eksploitasi seksual komersial anak di Sumatera Utara
Kondisi eksploitasi seksual komersial anak di Sumatera Utara lebih mengarah

kepada bentuk trafficking anak untuk tujuan eksploitasi seksual dan pelacuran anak.
Di Sumatera Utara, penjualan anak yang beberapa kali ditemukan diketahui bahwa
pelakunya adalah pacar anak tersebut. Modus kejahatan yang biasa terjadi yaitu
pelaku berpacaran dengan korban. Lantas, pacar korban menyerahkan korban tersebut
kepada orang lain untuk mendapat imbalan. Biasanya kasus eksploitasi seksual
komersial anak ditangani berdasarkan hasil rujukan dari kepolisian, keluarga korban
yang melapor dan ada pula kasus tersebut muncul karena telah diangkat oleh media.
Selain pacar, pelaku eksploitasi seksual komersial anak di Sumatera Utara
adalah orang yang dekat dengan anak tersebut yaitu teman. Kasus eksploitasi seksual
komersial anak yang dilakukan oleh teman adalah pelacuran anak. Pada kasus
pelacuran anak yang dilakukan oleh teman, biasanya bukan merupakan kejahatan
yang terorganisir. Teman pada dasarnya tidak berfikir untuk menjual anak, akan
tetapi teman biasanya lebih bersifat persuasif dalam mengajak anak tersebut untuk
masuk ke dalam pelacuran tanpa mengambil keuntungan dari korban. Beberapa kasus
teman mendapatkan uang dari anak tersebut. Namun, itu bukanlah tujuan dari teman
korban. Pada tahun 2013, orang tua yang menjadi pelaku dari eksploitasi seksual

Universitas Sumatera Utara

komersial anak. Anak dijual oleh orang tuanya dalam hal ini adalah bapak korban.
Untuk sekali melakukan pelacuran, pelaku memperoleh uang sebanyak Rp. 20.000. 91
Menurut Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak
modus baru yang dipakai dalam bisnis seks di kalangan anak remaja di Medan yang
sebagaian besar berstatus pelajar, yaitu pulang sekolah tidak langsung pulang ke
rumah tetapi dibawa ke hotel. Untuk menyakinkan orang tua maka teman-temannya
ikut meminta izin dengan dalih belajar bersama atau jalan-jalan sehingga orang tua
mereka tidak curiga. Modus operandi yang digunakan untuk menjebak anak-anak
masuk ke dalam dunia pelacuran di kota medan umumnya diajak oleh teman lebih
dahulu masuk ke dunia tersebut dan memperkenalkan dengan tamu. Selanjutnya anak
tersebut sendiri yang mencari tamu dengan cara ke diskotik atau langsung
menghubungi tamu tersebut. 92
Sumatera Utara telah memiliki Perda tentang Penghapusan Tindak Pidana
Perdagangan Orang yaitu Perda No. 6 Tahun 2004. Hal tersebut dikarenakan di
Sumatera Utara tidak lagi semata-mata memiliki posisi sebagai transit perdagangan
anak untuk selanjutnya diperdagangkan ke luar negeri seperti Malaysia maupun ke
daerah-daerah lain di dalam negeri seperti Batam, Tanjung Balai Karimun, Jakarta,

91

Wawancara dengan Mitra Lubis, Staf Divisi Perempuan dan Anak Yayasan Pusaka
Indonesia di Kantor Yayasan Pusaka Indonesia, pada Senin, 16 Juni 2014
92
Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, Hal 15

Universitas Sumatera Utara

dan daerah lain, akan tetapi lebih jauh telah menjadi daerah penyuplai maupun daerah
tujuan akhir dari perdagangan anak. 93
Pada kasus perdagangan (trafficking) yang terjadi pada tahun 2010 di
Sumatera Utara sudah termasuk kategori terorganisir. Pada kasus tersebut, sebanyak 4
orang anak perempuan yang menjadi korban dikirim dari Pulau Jawa. Korban
ditumpangkan pada sebuah bus antar provinsi. Di dalam bus ini ke empat korban
tidak boleh turun selama di perjalanan kecuali ke toilet dan mereka ditempatkan
duduk di samping supir. Setelah tiba di kota Medan, di terminal bus telah ada pihak
yang menjeput mereka. Korban langsung di bawa ke lokalisasi di Bandar Baru.
Dalam kasus ini dapat disimpulkan bahwa modus kejahatannya telah terorganisir. 94
Pada tahun 2012 kasus eksploitasi seksual komersial anak yang terjadi di
Sumatera Utara menurut laporan dari Yayasan Pusaka Indonesia, kasus perdagangan
(trafficking) anak untuk tujuan seksual berjumlah 3 kasus. Sedangkan pada tahun
2013 terdapat 1 kasus perdagangan (trafficking) anak untuk tujuan seksual. 95
Kasus eksploitasi seksual komersial anak yang terjadi di Sumatera Utara yang
ditangani oleh Pusat Kajian dan Perlindungan Anak pada tahun 2010 berjumlah 4
kasus. Pada tahun 2011 meningkat menjadi 13 kasus. Pada tahun 2012 terdapat 4
kasus eksploitasi seksual komersial anak. Pada tahun 2013 terdapat 39 kasus
eksploitasi seksual komersial anak dan pada tahun 2014 terdapat 20 kasus eksploitasi
93

Wawancara dengan Azmiati Zuliah, Kordinator PUSPA-PKPA (Pusat Pengaduan AnakPusat Kajian dan Perlindungan Anak), di Kantor PKPA Medan pada senin, 22 Juni 2014
94
Wawancara dengan Marjoko, Kordinator Divisi Pengembangan Komunitas Yayasan
Pusaka Indonesia, di Kantor Yayasan Pusaka Indonesia pada Senin, 16 Juni 2014
95
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

seksual komersial anak yang terjadi di Sumatera Utara. Beberapa kasus eksploitasi
seksual komersial anak telah divonis di pengadilan. Untuk tahun 2013 terdapat 2
kasus yang divonis, dimana pada kasus pertama pelaku divonis 3,5 tahun dan kasus
kedua pelaku dikembalikan kepada keluarga karena pelaku masih anak. 96
Data yang diperoleh dari Komisi Perlindungan Anak Daerah Provinsi
Sumatera Utara menunjukkan bahwa dari berbagai jenis kasus pengaduan yang
diterima oleh Komisi Perlindungan Anak Daerah Provinsi Sumatera Utara terdapat
kasus eksploitasi seksual komersial anak.
Tabel 1
Daftar Kasus Pengaduan Eksploitasi Seksual Komersial Anak Komisi Perlindungan
Anak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014 97
NO

TAHUN

1.

2010

2.

2011

JENIS KASUS

KORBAN

JUMLAH

LAKI-LAKI

PEREMPUAN

Trafficking

1

2

3

Dugaan Trafficking

1

1

2

Trafficking

-

2

2

Dugaan Trafficking

-

1

1

Eksploitasi Seksual

-

1

1

Trafficking

1

6

7

Eksploitasi Seksual

-

1

1

(Pelacuran Anak)
3.

2012

96

Berdasarkan data kasus eksploitasi seksual komersial anak yang terjadi di Sumatera Utara
yang diperoleh dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA)
97
Berdasarkan kasus pengaduan yang diterima dari Komisi Perlindungan Anak Daerah
Provinsi Sumatera Utara tahun 2010-Juni 2014. Dengan perubahan seperlunya.

Universitas Sumatera Utara

Komersial Anak
4.

2013

5.

-Juni

Trafficking

-

3

3

Eksploitasi Anak

-

1

1

Trafficking

-

3

3

2014
Total

24

Sumber: Daftar Kasus Eksploitasi Seksual Komersial Anak Komisi Perlindungan
Anak Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2010-2014
Berdasarkan data Komisi Perlindungan Anak Daerah Provinsi Sumatera Utara
jumlah pengaduan yang diterima dari tahun 2010 sampai dengan Juni 2014 berjumlah
24 kasus pengaduan. Dari jumlah pengaduan kasus eksloitasi seksual komersial anak,
maka korban yang paling banyak adalah anak perempuan dengan jumlah 21 kasus
sedangkan korban anak laki-laki berjumlah 3 kasus. Kasus eksploitasi seksual
komersial anak yang paling banyak terjadi di Sumatera Utara adalah kasus trafficking
dan prostitusi. Sedangkan, untuk kasus pornografi anak tidak ada pengaduan ke
Komisi Perlindungan Anak Daerah Provinsi Sumatera Utara. 98
c.

Faktor yang menyebabkan peningkatan kejahatan eksploitasi seksual komersial
anak di Sumatera Utara
Menurut Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak,

ada 3 faktor penyebab para pelajar yang dikenal sebagai anak rumahan oleh orang
tuanya terjebak dalam eksploitasi seksual komersial anak. Faktor pertama yang
menjadi pemicu adalah gaya pacaran yang tidak sehat, yakni gaya berpacaran di luar
98

Wawancara dengan Muslim Harahap, Ketua Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara, pada Senin, 16 Juni 2014

Universitas Sumatera Utara

batas sehingga tidak perawan lagi atau dikecewakan pacar. Faktor kedua adalah
konsumerisme yaitu ingin ikut gaya hidup mewah, akan tetapi kemampuan ekonomi
tidak memadai seperti ingin memiliki gadget baru atau memiliki baju baru dan lain
sebagainya. Faktor yang ketiga adalah pengaruh teman bergaul. 99
Pada dasarnya, faktor ekonomi dapat dikatakan sebagai faktor pendorong
terbesar bagi anak untuk masuk ke dalam eksploitasi seksual komersial anak. Akan
tetapi, untuk kasus eksploitasi seksual komersial anak yang ada di sumatera utara
faktor ekonomi hanyalah salah satu dari faktor yang menyebabkan ekploitasi seksual
komersial anak meningkat dari tahun ke tahun. Faktor terbesar yang menyebabkan
anak terlibat eksploitasi seksual komersial anak di Sumatera Utara adalah faktor
sosial. Terkadang, seorang anak dapat dikatakan baik, namun lingkungan sosial dapat
mempengaruhinya.

Dengan

adanya

peluang

dari

lingkungan

sosial

yang

mempengaruhi anak tersebut misalnya teman sekolah mengajak anak tersebut dan
membujuk anak untuk memiliki barang-barang mewah dan bagus, apabila anak
tersebut mulai berfikir bagaimana cara mendapatkannya, maka anak tersebut sudah
dapat dikatakan terpengaruh. 100
Menurut Pusat Kajian dan Perlindungan Anak, yang menyebabkan eksploitasi
seksual komersial anak meningkat dari tahun ke tahun antara lain: 101

99

Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Komersial Anak, Op. Cit, Hal 26
Wawancara dengan Kordinator Divisi Pengembangan Komunitas Yayasan Pusaka
Indonesia Marjoko, Loc. Cit.
101
Wawancara dengan Kordinator PUSPA-PKPA (Pusat Pengaduan Anak-Pusat Kajian dan
Perlindungan Anak), Azmiati Zuliah, Loc.Cit.
100

Universitas Sumatera Utara

1) Semakin meningkatnya keinginan pasar terhadap anak yang menganggap bahwa
anak masih terbebas dari penyakit seksual dan anggapan awet muda bila
menggunakan anak dalam komoditi seks;
2) Minimnya pemahaman masyarakat bahwa melakukan seks di usia dini sangat
membahayakan kesehatan reproduksi anak.
3) Sulitnya mendapatkan pekerjaan dan membutuhkan uang;
4) Hubungan seks bebas anak yang sudah tidak perawan lagi sehingga anak-anak
terus menikmati pekerjaan menjajakan seks sebagai pilihan dalam memenuhi
kehidupannya;
5) Maraknya lokalisasi-lokalisasi prostitusi di Indonesia seperti cafe, atau lokasi
hiburan lainnya;
6) Lemahnya pengawasan dari aparat penegak hukum.

B. Undang-Undang yang Mengatur Kejahatan Eksploitasi Seksual Komersial
Anak di Indonesia
1.

Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pada Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,

kejahatan eksploitasi seksual komersial anak termasuk ke dalam bentuk Perlindungan
Khusus sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 59 Undang-undang No. 23 Tahun
2002 yaitu:
Pasal 59:

Universitas Sumatera Utara

Pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat,
anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan
terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, anak yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan,
penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan
penelantaran.
Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau
seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan kewajiban dan tanggung
jawab pemerintah dan masyarakat. Hal tersebut sebagaimana yang diatur dalam Pasal
66 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak yang
menyebutkan:
Pasal 66:
(1) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi
dan/atau seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
(2) Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan melalui :
a. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi
secara ekonomi dan/atau seksual;
b. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan
c. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja,
lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan
eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.
(3) Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh
melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Perlindungan

khusus

bagi

anak

korban

penculikan,

penjualan

dan

perdagangan anak dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan,

Universitas Sumatera Utara

perawatan dan rehabilitasi yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat
sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 68 Undang-undang No. 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan anak yaitu:
Pasal 68:
Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan, dan
perdagangan anak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dilakukan melalui
upaya pengawasan, perlindungan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi
oleh pemerintah dan masyarakat.
Se

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Kejahatan Eksploitasi Seksual Komersial Anak (Studi Putusan Pengadilan Negeri)

0 114 211

Penanggulangan dan Perlindungan Hukum Terhadap Anak Sebagai Korban Eksploitasi Seks Komersial Anak (ESKA)

3 69 104

Tindak Pidana Eksploitasi Seksual (Perkosaan) Oleh Orang Tua Tiri Terhadap Anak Dibawah Umur (Studi Putusan No. 1599/Pid.B/2007/PN Medan)

1 53 82

Harmonisasi Hukum Tindak Pidana Eksploitasi Seksual Anak Pasca Diratifikasinya Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak 2.1.1 Definisi Anak - Peranan Yayasan Pusaka Indonesia Dalam Proses Pendampingan Korban Eksploitasi Seksual Pada Anak

0 1 36

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN TINDAK PIDANA HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH A. Undang-Undang No. 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana - Perlindungan Hukum terhadap Anak Korban Tindak Pidana Hubungan Seksual Sedarah (Studi Kasus

0 0 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 16

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum Di Dalam Kuhp (Studi Putusan Ma No. 1914/K/Pid/2012)

0 1 33

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA TERORISME YANG DILAKUKAN OLEH ANAK - Penjatuhan Sanksi Pidana Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Terorisme (Studi Putusan Pengadilan Negeri Klaten Nomor : 19 /Pid.Sus /11/PN.Klt )

0 0 45