66
Kemandirian KPUD dipertaruhkan tidak saja karena KPUD diberi kewenangan membuat tata cara pemilihan kepala daerah berdasarkan
Peraturan Pemerintah, pertanggungjawaban kepada Pemda dan DPRD, dan pembentukan Panwas oleh DPRD, tetapi juga karena kerentanan KPUD
terhadap pengaruh dan intervensi elite lokal yang berkompetisi menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kerentanan para anggota KPUD, terutama
KPU KabupatenKota, timbul karena elite lokal yang bersaing memiliki sumberdaya kekuasaan yang jauh lebih besar daripada yang dimiliki oleh para
anggota KPUD. Pengaruh dan intervensi elit lokal dapat terjadi karena faktor hubungan keluarga yang relatif masih kental pada tingkat kabupaten, faktor
uang money politics, tekanan mental ataupun ancaman pisik. Akan tetapi bila KPUD sebagai aparat KPU seperti yang terjadi selama ini, maka KPUD dapat
mengandalkan KPU sebagai sumberdaya pengaruh untuk mengimbangi elit lokal sehingga penyelenggaraan Pemilu LUBER dan JURDIL dapat
ditegakkan.
D. Pengertian Judicial Review
Judicial review pada prinsipnya merupakan upaya pengujian oleh lembaga yudisial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh cabang kekuasaan
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pemberian kewenangan kepada hakim sebagai penerapan prinsip check and balances berdasarkan sistem pemisahan
kekuasaan negara dan cita-cita negara hukum-rechstaat maupun rule of law. Jika pengujian tidak dilakukan oleh hakim tetapi lembaga parlemen maka
67
disebut dengan istilah legislative review. Pengujian oleh hakim terhadap produk cabang kekuasaan legislatif dan
eksekutif merupakan konsekuensi dianutnya prinsip check and balances dalam sistem pemisahan kekuasaan separation of power. Sedangkan dalam sistem
pembagian kekuasaan distribution or division of power yang tidak mengidealkan check and balances dimana kewenangan untuk melakukan
pengujian semacam itu berada di tangan lembaga yang membuat aturan itu sendiri.
Menurut Moh. Mahfud MD, minimal ada tiga alasan yang mendasari pernyataan pentingnya judicial activision:
Pertama, hukum sebagai produk politik senantiasa memiliki watak
yang sangat ditentukan oleh konstelasi politik yang melahirkannya. Hal ini memungkinkan bahwa setiap produk hukum akan mencerminkan visi dan
kekuatan politik pemegang kekuasaan yang dominan sehingga tidak sesuai dengan hukum-hukum dasarnya atau bertentangan dengan peraturan yang
secara hirarkis lebih tinggi.
Kedua, karena kemungkinan sering terjadi ketidaksesuaian antara
suatu produk peraturan perundangan dengan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi, maka muncul berbagai alternatif untuk mengantisipasi dan
mengatasi hal tersebut melalui pembentukan dan pelembagaan Mahkamah konstitusi, Mahkamah perudang-undangan, Judicial Review, uji material oleh
MPR dan lain sebagainya.
68
Ketiga, dari berabagai alternatif yang pernah ditawarkan, pelembagaan
judicial review adalah lebih konkret bahkan telah dikristalkan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan kendati cakupannya masih terbatas
sehingga sering disebut sebagai judicial review terbatas. Namun, tidak sedikit orang yang mengira bahwa dari penerimaan terbatas terhadap judicial review
akan benar-benar dapat dilaksanakan dan telah mendapat akomodasi pengaturan yang cukup. Padahal ketentuan tentang judicial review yang ada di
berbagai peraturan perundang-undangan itu memuat kekacauan teoritis yang sangat mendasar sehingga tidak dapat dioperasionalkan. Oleh karena itu
diperlukan perombakan total terhadap peraturan mengenai judicial review, termasuk Perma No.1 Tahun 1993.
Dalam PERMA No. 1 Tahun 1999 tentang Hak Uji Materiil disebutkan bahwa Penggugat atau Pemohon adalah badan hukum, kelompok
masyarakat. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut badan hukum atau kelompok masyarakat yang dimaksud dalam PERMA ini seperti apa. Yang seharusnya
dapat menjadi pihak memiliki legal standing dalam mengajukan permintaan pengujian UU adalah mereka yang memiliki kepentingan langsung dan
mereka yang memiliki kepentingan yang tidak langsung. Rasionya karena sebenarnya UU mengikat semua orang.
Jadi sebenarnya semua orang “harus” dianggap berkepentingan atau punya potensi berkepentingan atau suatu UU. Namun bila semua orang punya
hak yang sama, ada potensi penyalahgunaan hak yang akhirnya dapat merugikan hak orang lain. Namun karena pengajuan perkara dapat dilakukan
69
oleh individu maka sangat mungkin dampaknya adalah pada menumpuknya jumlah perkara yang masuk.
Untuk itu di masa mendatang idealnya dalam pengajuan perkara hak uji materiil maka perlu diperhatikan bahwa yang berhak mengajukan
permohonangugatan adalah kelompok masyarakat yang : 1. Berbentuk organisasi kemasyarakatan dan berbadan hukum tertentu.
2. Dalam Anggaran Dasarnya menyebutkan bahwa pencapaian tujuan mereka terhalang oleh perundang-undangan.
3. Yang bersangkutan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan Anggaran Dasarnya.
4. Dalam hal pribadi juga dapat memiliki legal standing, maka ia harus membuktikan bahwa dirinya memiliki concern yang tinggi terhadap
suatu bidang tertentu yang terhalang oleh perundang-undangan yang bersangkutan.
Beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan untuk pengajuan judicial review adalah sebagai berikut :
1. Bertentangan dengan UUD atau peraturan lain yang lebih tinggi. 2. Dikeluarkan oleh institusi yang tidak berwenang untuk mengeluarkan
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. 3. Adanya kesalahan dalam proses pembuatan peraturan perundang-
undangan yang bersangkutan. 4. Terdapat perbedaan penafsiran terhadap suatu peraturan perundang-
70
undangan. 5. Terdapat ambiguitas atau keragu-raguan dalam penerapan suatu dasar
hukum yang perlu diklarifikasi
Menurut Y. Sri Pudyatmoko, S.H. dan W. Riawan Tjandra, S.H. dalam bukunya “Peradilan Tata Usaha Negara sebagai Salah Satu Fungsi
Kontrol Pemerintah”. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan inspraak atau
pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapatkan bentuknya yang definitif. Jadi perlindungan preventif ini bisa digunakan sebelum
adanya suatu keputusan pemerintah. Dengan demikian perlindungan hukum yang preventif ini akan mendorong pemerintah untuk lebih berhati-hati
untuk mengambilatau tidak mengambil suatu keputusan. Sebaliknya perlindungan hukum yang bersifat represif bertujuan untuk menyelesaikan
sengketa. Perlindungan hukum ini digunakan bukan pada waktu sebelum dikeluarkan oleh pemerintah, melainkan setelah dikeluarkan keputusan
pemerintah, dan keputusan tersebut ternyata mengakibatkan adanya sengketa yang memerlukan penyelesaian.
Untuk sarana perlindungan hukum yang bersifat represif, di Indonesia di kenal adanya beberapa badan yang dapat dikelompokkan
menjadi : 1. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
2. Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum
71
3. Instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi 4. Badan-badan khusus.
Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan atau memutus sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara
orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya KTUN yang dianggap melanggar hak
orang atau badan hukum perdata. Kemungkinan timbulnya sengketa tersebut berkaitan dengan peran positif aktif pemerintah dalam kehidupan
masyarakat dalam suatu Moderne Rechstaat sebagai implikasi dianutnya model welfare state.
Di dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dinyatakan bahwa untuk menyelesaikan sengketa tata usaha
negara diwajibkan diselesaikan melalui upaya administrasi terlebih dahulu sebelum melalui gugatan ke Pengadilan. Upaya administrasi merupakan
suatu prosedur yang penyelesaian sengketa administrasi yang dilakukan dilingkungan pemerintahan sendiri bukan oleh badan peradilan yang
bebas. Upaya Administrasi terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur banding administrasi.
Putusan pemerintah maupun tindakan-tindakannya di bidang administratif akan selalu didasarkan pada kaidah-kaidah hukum sesuai
dengan “the rule of law”, maka jaminan bagi rakyatwarga negara diwujudkan dalam prosedur yang disebut “due process” maupun melalui
72
kontrol yudisial judicial control on the administration yang lazim disebut sebagai “judicial review” Prosedur “due process” masih berlangsung di
dalam lingkungan intern pemerintahan administrasi seperti upaya administrasi yang ada Indonesia, sehingga merupakan suatu control intern
internal control. Sedangkan “judicial review” merupakan suatu control ekstern external control, karena dilakukan oleh badan-badan peradilan
yang berada di luar struktur pemerintahanadministrasi. Dengan adanya sarana perlindungan hukum bagi masyarakat
Administrabelle yang disediakan oleh negara, diharapkan dapat tercipta kepastian hukum bagi masyarakat dan dapat mewujudkan pemerintahan
yang bersih dan berwibawa.
E. Landasan Teori