Pengertian Judicial Review TINJAUAN PUSTAKA POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

66 Kemandirian KPUD dipertaruhkan tidak saja karena KPUD diberi kewenangan membuat tata cara pemilihan kepala daerah berdasarkan Peraturan Pemerintah, pertanggungjawaban kepada Pemda dan DPRD, dan pembentukan Panwas oleh DPRD, tetapi juga karena kerentanan KPUD terhadap pengaruh dan intervensi elite lokal yang berkompetisi menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Kerentanan para anggota KPUD, terutama KPU KabupatenKota, timbul karena elite lokal yang bersaing memiliki sumberdaya kekuasaan yang jauh lebih besar daripada yang dimiliki oleh para anggota KPUD. Pengaruh dan intervensi elit lokal dapat terjadi karena faktor hubungan keluarga yang relatif masih kental pada tingkat kabupaten, faktor uang money politics, tekanan mental ataupun ancaman pisik. Akan tetapi bila KPUD sebagai aparat KPU seperti yang terjadi selama ini, maka KPUD dapat mengandalkan KPU sebagai sumberdaya pengaruh untuk mengimbangi elit lokal sehingga penyelenggaraan Pemilu LUBER dan JURDIL dapat ditegakkan.

D. Pengertian Judicial Review

Judicial review pada prinsipnya merupakan upaya pengujian oleh lembaga yudisial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh cabang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Pemberian kewenangan kepada hakim sebagai penerapan prinsip check and balances berdasarkan sistem pemisahan kekuasaan negara dan cita-cita negara hukum-rechstaat maupun rule of law. Jika pengujian tidak dilakukan oleh hakim tetapi lembaga parlemen maka 67 disebut dengan istilah legislative review. Pengujian oleh hakim terhadap produk cabang kekuasaan legislatif dan eksekutif merupakan konsekuensi dianutnya prinsip check and balances dalam sistem pemisahan kekuasaan separation of power. Sedangkan dalam sistem pembagian kekuasaan distribution or division of power yang tidak mengidealkan check and balances dimana kewenangan untuk melakukan pengujian semacam itu berada di tangan lembaga yang membuat aturan itu sendiri. Menurut Moh. Mahfud MD, minimal ada tiga alasan yang mendasari pernyataan pentingnya judicial activision: Pertama, hukum sebagai produk politik senantiasa memiliki watak yang sangat ditentukan oleh konstelasi politik yang melahirkannya. Hal ini memungkinkan bahwa setiap produk hukum akan mencerminkan visi dan kekuatan politik pemegang kekuasaan yang dominan sehingga tidak sesuai dengan hukum-hukum dasarnya atau bertentangan dengan peraturan yang secara hirarkis lebih tinggi. Kedua, karena kemungkinan sering terjadi ketidaksesuaian antara suatu produk peraturan perundangan dengan peraturan-peraturan hukum yang lebih tinggi, maka muncul berbagai alternatif untuk mengantisipasi dan mengatasi hal tersebut melalui pembentukan dan pelembagaan Mahkamah konstitusi, Mahkamah perudang-undangan, Judicial Review, uji material oleh MPR dan lain sebagainya. 68 Ketiga, dari berabagai alternatif yang pernah ditawarkan, pelembagaan judicial review adalah lebih konkret bahkan telah dikristalkan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan kendati cakupannya masih terbatas sehingga sering disebut sebagai judicial review terbatas. Namun, tidak sedikit orang yang mengira bahwa dari penerimaan terbatas terhadap judicial review akan benar-benar dapat dilaksanakan dan telah mendapat akomodasi pengaturan yang cukup. Padahal ketentuan tentang judicial review yang ada di berbagai peraturan perundang-undangan itu memuat kekacauan teoritis yang sangat mendasar sehingga tidak dapat dioperasionalkan. Oleh karena itu diperlukan perombakan total terhadap peraturan mengenai judicial review, termasuk Perma No.1 Tahun 1993. Dalam PERMA No. 1 Tahun 1999 tentang Hak Uji Materiil disebutkan bahwa Penggugat atau Pemohon adalah badan hukum, kelompok masyarakat. Namun tidak dijelaskan lebih lanjut badan hukum atau kelompok masyarakat yang dimaksud dalam PERMA ini seperti apa. Yang seharusnya dapat menjadi pihak memiliki legal standing dalam mengajukan permintaan pengujian UU adalah mereka yang memiliki kepentingan langsung dan mereka yang memiliki kepentingan yang tidak langsung. Rasionya karena sebenarnya UU mengikat semua orang. Jadi sebenarnya semua orang “harus” dianggap berkepentingan atau punya potensi berkepentingan atau suatu UU. Namun bila semua orang punya hak yang sama, ada potensi penyalahgunaan hak yang akhirnya dapat merugikan hak orang lain. Namun karena pengajuan perkara dapat dilakukan 69 oleh individu maka sangat mungkin dampaknya adalah pada menumpuknya jumlah perkara yang masuk. Untuk itu di masa mendatang idealnya dalam pengajuan perkara hak uji materiil maka perlu diperhatikan bahwa yang berhak mengajukan permohonangugatan adalah kelompok masyarakat yang : 1. Berbentuk organisasi kemasyarakatan dan berbadan hukum tertentu. 2. Dalam Anggaran Dasarnya menyebutkan bahwa pencapaian tujuan mereka terhalang oleh perundang-undangan. 3. Yang bersangkutan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan Anggaran Dasarnya. 4. Dalam hal pribadi juga dapat memiliki legal standing, maka ia harus membuktikan bahwa dirinya memiliki concern yang tinggi terhadap suatu bidang tertentu yang terhalang oleh perundang-undangan yang bersangkutan. Beberapa alasan yang dapat dijadikan alasan untuk pengajuan judicial review adalah sebagai berikut : 1. Bertentangan dengan UUD atau peraturan lain yang lebih tinggi. 2. Dikeluarkan oleh institusi yang tidak berwenang untuk mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. 3. Adanya kesalahan dalam proses pembuatan peraturan perundang- undangan yang bersangkutan. 4. Terdapat perbedaan penafsiran terhadap suatu peraturan perundang- 70 undangan. 5. Terdapat ambiguitas atau keragu-raguan dalam penerapan suatu dasar hukum yang perlu diklarifikasi Menurut Y. Sri Pudyatmoko, S.H. dan W. Riawan Tjandra, S.H. dalam bukunya “Peradilan Tata Usaha Negara sebagai Salah Satu Fungsi Kontrol Pemerintah”. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan inspraak atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapatkan bentuknya yang definitif. Jadi perlindungan preventif ini bisa digunakan sebelum adanya suatu keputusan pemerintah. Dengan demikian perlindungan hukum yang preventif ini akan mendorong pemerintah untuk lebih berhati-hati untuk mengambilatau tidak mengambil suatu keputusan. Sebaliknya perlindungan hukum yang bersifat represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Perlindungan hukum ini digunakan bukan pada waktu sebelum dikeluarkan oleh pemerintah, melainkan setelah dikeluarkan keputusan pemerintah, dan keputusan tersebut ternyata mengakibatkan adanya sengketa yang memerlukan penyelesaian. Untuk sarana perlindungan hukum yang bersifat represif, di Indonesia di kenal adanya beberapa badan yang dapat dikelompokkan menjadi : 1. Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara 2. Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum 71 3. Instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi 4. Badan-badan khusus. Fungsi Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk menyelesaikan atau memutus sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sebagai akibat dikeluarkannya KTUN yang dianggap melanggar hak orang atau badan hukum perdata. Kemungkinan timbulnya sengketa tersebut berkaitan dengan peran positif aktif pemerintah dalam kehidupan masyarakat dalam suatu Moderne Rechstaat sebagai implikasi dianutnya model welfare state. Di dalam Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dinyatakan bahwa untuk menyelesaikan sengketa tata usaha negara diwajibkan diselesaikan melalui upaya administrasi terlebih dahulu sebelum melalui gugatan ke Pengadilan. Upaya administrasi merupakan suatu prosedur yang penyelesaian sengketa administrasi yang dilakukan dilingkungan pemerintahan sendiri bukan oleh badan peradilan yang bebas. Upaya Administrasi terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur banding administrasi. Putusan pemerintah maupun tindakan-tindakannya di bidang administratif akan selalu didasarkan pada kaidah-kaidah hukum sesuai dengan “the rule of law”, maka jaminan bagi rakyatwarga negara diwujudkan dalam prosedur yang disebut “due process” maupun melalui 72 kontrol yudisial judicial control on the administration yang lazim disebut sebagai “judicial review” Prosedur “due process” masih berlangsung di dalam lingkungan intern pemerintahan administrasi seperti upaya administrasi yang ada Indonesia, sehingga merupakan suatu control intern internal control. Sedangkan “judicial review” merupakan suatu control ekstern external control, karena dilakukan oleh badan-badan peradilan yang berada di luar struktur pemerintahanadministrasi. Dengan adanya sarana perlindungan hukum bagi masyarakat Administrabelle yang disediakan oleh negara, diharapkan dapat tercipta kepastian hukum bagi masyarakat dan dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

E. Landasan Teori

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Pengelolaan Dana Otonomi Khusus di Provinsi Aceh berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh

1 53 169

Tinjauan Hukum Mengenai Alih Fungsi Bangunan Bersejarah Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya JUNCTO Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang

1 18 86

KONSTRUKSI HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH

0 21 71

PENDAHULUAN POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 3 24

METODE PENELITIAN POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 4 38

PENUTUP POLITIK HUKUM JUDICIAL REVIEW PASAL 256 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAHAN ACEH (UUPA) (SEBUAH STUDI HUKUM MENGENAI KEKISRUHAN PEMILUKADA ACEH 2012).

0 6 8

PENULISAN HUKUM / SKRIPSI TINJAUAN YURIDIS IMPLEMENTASI PASAL 35 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN.

0 3 12

TINJAUAN TENTANG AKIBAT HUKUM JUDICIAL REVIEW UNDANG-UNDANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR DALAM SISTEM PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA.

0 0 2

Keadilan, Kepastian, dan Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 100/PUU-X/2012 Tentang Judicial Review Pasal 96 Undang-Undang Nomor: 13 tahun 2003 Tentang Ketenaga Kerjaan.

6 61 118

Politik Hukum Pembaharuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Kajian Pasal 74 beserta Penjelasannya)

0 1 22