Hubungan etos kerja masyarakat pesisir pantai cituis dengan peningkatan kesejahteraan sosial di Desa surya bahari kecamatan pakuhaji kabupaten tangerang

HUBUNGAN ETOS KERJA MASYARAKAT PESISIR PANTAI
CITUIS DENGAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL DI DESA SURYA BAHARI KECAMATAN PAKUHAJI
KABUPATEN TANGERANG

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk
Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :
Yanis Sarohmah
NIM. 106054002058

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H

LEMBAR PERNYATAAN


Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 23 Agustus 2010

Yanis Sarohmah

HUBUNGAN ETOS KERJA MASYARAKAT PESISIR PANTAI
CITUIS DENGAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL DI DESA SURYA BAHARI KECAMATAN PAKUHAJI
KABUPATEN TANGERANG


SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk
Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :
Yanis Sarohmah
NIM. 106054002058

Di bawah bimbingan

Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si
NIP. 19690607 199503 2 003

JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H

ABSTRAK


Yanis Sarohmah
Hubungan Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis Dengan Peningkatan
Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji Kabupaten
Tangerang

Sebagai negara maritim Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di
dunia. Kawasan inilah yang disebut kawasan pesisir yang memiliki potensi dan
Sumber Daya Alam yang berlimpah. Walaupun wilayah pesisir dihuni oleh banyak
orang serta memiliki potensi yang besar, namun banyak orang yang gagal
memanfaatkannya. Maka wilayah pesisir sering dikatakan sebagai kantungkantung kemiskinan yang struktural dan potensial. Masalah kemiskinan ini
sungguh menarik, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya potensi
kelautan Indonesia sangat beragam dan melimpah. Namun mengapa justru para
penduduk pantai khususnya petani dan nelayan tradisional justru terlilit masalah
kemiskinan. Mayoritas masyarakat kita adalah Islam, dan dalam konteks ini
peranan agama menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya membentuk etos
kerja produktif dan mandiri.
Penelitian ini dilakukan di Pesisir Pantai Cituis Desa Surya Bahari
Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang. Dan perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana etos kerja masyarakat pesisir pantai Cituis? serta

bagaimana keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat pesisir
pantai Cituis dengan peningkatan kesejahteraan mereka?
Penelitian ini menggunakan paradigma kuantitatif. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah survai, adapun desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Deskriftif analitis. Yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah penduduk sekitar pesisir pantai Cituis Tangerang yang
berjumlah 204 orang. Adapun penetapan sample dilakukan dengan cara mengundi
unit-unit populasi, sehingga didpat hasil hitung bahwa sample yang diambil 67
responden. Sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisis
yang digunakan adalah rataan, standar deviasi, regresi dan korelasi.
Hasil dari pengolahan data menggambarkan bahwa etos kerja masyarakat
pesisir pantai Cituis berada pada tingkat yang sedang. Selanjutnya hasil uji data
menyatakan bahwa keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat
pesisir pantai Cituis dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut
bernilai sedang, yang dilihat dari angka korelasi sebesar 0,255. Dan angka
signifikan sebesar 0,037. Maka antara etos kerja yang dimiliki masyarakat pesisir
pantai Cituis dengan upaya peningkatan kesejahteraan sosial memiliki hubungan
yang signifikan.

i


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
nikmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Hubungan Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis dengan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji
Kabupaten Tangerang”. Penulis menyadari skripsi ini tidaklah mungkin dapat
terselesaikan tanpa dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada:
1. Almarhumah Ibundaku tercinta, yang mesti sudah tiada namun sosok dan kasih
sayangnya tetap memberikan semangat dan dorongan kepada penulis. Dan
Ayahanda tercinta yang tidak pernah lelah mencurahkan doa dan memberikan
semangat untuk selalu mensuport penulis hingga mampu menyelesaikan
skripsi ini.
2. Dra. Rini Laili Prihatini. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
rela meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis. “Terimakasih Ibu atas kesediaan dan kesabarannya membimbing, serta
memotivasi penulis.” Sehingga karena kebaikan itu smua skripsi ini dapat
penulis selesaikan.

3. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. H. Arief Subhan. M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Wati Nilamsari, M.Si dan Hudri, MA selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam.

ii

6. Segenap Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam di Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi.
7. Seluruh staff dan Karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu
penulis dalam urusan administrasi dan kepustakaan selama perkuliahan dan
proses penelitian skripsi ini.
8. Seluruh staff

Kantor Desa Surya Bahari dan Staff Kantor Kecamatan

Pakuhaji, yang telah membantu penulis dalam memperoleh izin dan data
penelitian.

9. Kakak-kakak dan keponakan-keponakanku sekalian yang tidak henti
memberikan doa dan dukungannya, serta senantiasa menghadirkan keramaian
dikala sepi dan memberikan semangat dikala putus asa.
10. Rifki Indrawan yang telah menemani penulis melewati saat-saat sulit dalam
melakukan penelitian, terimaksih atas pengertian dan kesediannya.
11. Sahabatku yang telah 18 tahun bersama Aulia Nur Hamdiah, yang selalu
berjuang bersama dan berbagi dalam suka dan duka. Terimaksih atas
persahabatan ini.
12. Teman-teman seperjuangan di PMI, khususnya angkatan 2006.
13. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Ika Lestari dan Adila yang tiada
pernah lelah untuk saling mensupport.
14. Teman-teman kost yang selalu menghibur penulis dikala sepi dan senantiasa
memberikan dukungan kepada penulis.
15. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

iii

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya

kepada penulis. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi
segenap keluarga besar Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.

Tangerang, 26 Juli 2010

Yanis Sarohmah

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. vii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. viii

BAB I


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ……………………………………. 1
B. Pembatasan Masalah ………………………………………….. 9
C. Perumusan Masalah …………………………………………... 9
D. Tujuan Penelitian ....…………………………………………... 10
E. Manfaat Penelitian ……………………………………………. 10
F. Penelitian Sebelumnya .……………………………………….. 11
G. Sistematika Penulisan ………………………………………… 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja …………………………………….. 14
2. Terbentuknya Etos Kerja Islami ………………………... 16
3. Indikasi-indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi …………. 18
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Etos Kerja ………… 19
5. Karakteristik Etos Kerja dalam Islam ………………….. 22
B. Masyarakat Pesisir
1. Pengertian Masyarakat Pesisir …………………………... 25

2. Karakteristik Masyarakat Pesisir ……………………….. 26
3. Gaya Hidup Nelayan ……………………………………… 27
4. Strategi Pemberdayaan Nelayan ………………………… 29
C. Kesejahteraan Sosial
1. Pengertian Kesejahteraan Sosial ………………………… 32
2. Kesejahteraan Sosial dalam Pembangunan …………….. 33

v

3. Konsep Kesejahteraan Sosial …………………………….. 35
D. Pengembangan Masyarakat
1. Pengertian Pengembangan Masyarakat ………………… 36
2. Model-model Pengembangan Masyarakat ……………… 37

BAB III

BAB IV

BAB V


METODELOGI PENELITIAN
A.

Pendekatan dan Desain Penelitian ………………………… 41

B.

Lokasi Penelitian …………………………………………..... 42

C.

Populasi dan Sampel ………………………………………... 42

D.

Variabel Penelitian …………………………………………. 44

E.

Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ………….... 46

F.

Teknik Pengumpulan Data ………………………………... 50

G.

Uji Validitas ………………………………………………… 51

H.

Uji Realibilitas ……………………………………………… 52

I.

Teknik Analisis Data ………………………………………. 53

TEMUAN DAN ANALISIS
A.

Gambaran Umum Wilayah Desa Surya Bahari …………. 57

B.

Deskrifsi Data Responden …………………………………. 69

C.

Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis …………….. 60

D.

Kesejahteraan Sosial Masyarakat Pesisir Pantai Cituis … 72

PENUTUP
A.

Kesimpulan …………………………………………………. 80

B.

Saran ………………………………………………………… 81

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

vi

DAFTAR TABEL
1.

Tabel 1

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur …… 57

2.

Tabel 2

Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Agama ….. 58

3.

Tabel 3

Lapangan Kerja Penduduk Desa Surya Bahari ………….. 59

4.

Tabel 4

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ……… 60

5.

Tabel 5

Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan …….. 60

6.

Tabel 6

Bekerja keras…………………………………………….. 61

7.

Tabel 7

Percaya diri ……………………………………………… 62

8.

Tabel 8

Disiplin ………………………………………………….. 64

9.

Tabel 9

Kreatif …………………………………………………… 65

10.

Tabel 10

Jujur ………………………………………………………66

11.

Tabel 11

Sehat jasmani dan psikis ……………………………….. . 67

12.

Tabel 12

Visioner …………………………………………………. 68

13.

Tabel 13

Teamwork ……………………………………………….. 70

14.

Tabel 14

Profesional ……………………………………………….. 71

15.

Tabel 15

Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan …… 72

16.

Tabel 16

Kemampuan Ekonomi …………………………………... 73

17.

Tabel 17

Kondisi Kesehatan ……………………………………… 74

18.

Tabel 18

Hubungan etos kerja masyarakat pesisir Pantai Cituis
terhadap upaya peningkatan kesejahteraan social ………. 76

vii

DAFTAR LAMPIRAN

1.

Output Reliabilitas

2.

Table validitas

3.

Tabulasi data penelitian

4.

Surat Permohonan Bimbingan Skirpsi

5.

Surat Izin Penelitian

6.

Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian

viii

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang
Sebagai Negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia,

dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dari 67.439 desa di Indonesia kurang
lebih 9.261 desa dikatagorikan sebagai desa pesisir. Yang sebagian besar
penduduknya miskin. 1
Sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan, kawasan pesisir
merupakan kawasan yang unik ditinjau dari karakteristik ekososio-sistemnya,
yakni: (a) kawasan pesisir merupakan multiple-use zone yang memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi, dan memiliki open access untuk semua yang
berkepentingan, (b) beberapa habitat di kawasan pesisir mempunyai “atribut
ekologis” (spesies endemic, spesies langka, dll) dan “proses-proses ekologis”
(daerah pemijahan, daerah asuhan, alur migrasi biodata, dll) yang menentukan
daya dukung lingkungan kawasan pesisir dalam menunjang pembangunan yang
berkelanjutan, dan (c) seluruh limbah dan sediment yang berasal dari daratan
(kawasan hulu) akan mengalir dan terakumulasi di kawasan pesisir. 2
Jika ditinjau dari fungsinya, ekosistem pesisir memiliki empat fungsi
utama bagi kehidupan manusia, yaitu (a) sebagai penyedia jasa-jasa pendukung
kehidupan, (b) sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan, (c) sebagai penyedia
1
2

Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h-1.
Budi, Wahyu Setiawan, Interaksi Daratan dan Lautan, (Jakarta: LIPI, 2004), h-29

1

2

sumber daya alam, dan (d) sebagai penerima (penyerap) limbah. Sebagai
pendukung eksistensi kehidupan manusia. Wilayah pesisir menyediakan jasa-jasa
pendukung kehidupan seperti udara yang segar, air yang bersih dan juga ruang
bagi berbagai kegiatan manusia. 3
”Wilayah pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan
dan lautan yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia. Wilayah
ini merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik dan problema yang
unik dan kompleks. Unik secara ekonomi karena berkontribusi penting
sebagai sarana pelabuhan dan bisnis komersial lainnya, serta mempunyai
daya tarik yang besar sebagi tujuan wisata dan tujuan lainnya yang dapat
menghasilkan

banyak

keuntungan

financial.

Karena

itu

tidaklah

mengherankan jika wilayah pesisir dihuni oleh lebih dari setengah
penduduk dunia.” 4
Berdasarkan pada potensi wilayah tersebut, sumber daya kelautan akan
menjadi tumpuan harapan bangsa di masa depan. Di dalam wilayah laut dan
pesisir tersebut terkandung sejumlah potensi pembangunan yang besar dan
beragam, antara lain sumber daya yang bisa diperbaharui, sumber daya yang tidak
bisa diperbaharui, environmental service, dan lagi temuan benda-benda berharga
asal muatan kapal yang tenggelam dibawah permukaan laut yang memiliki nilai
ekonomi dan sejarah yang tinggi. 5

3

Budi, Wahyu Setiawan, Interaksi Daratan dan Lautan, (Jakarta: LIPI, 2004), h.27
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang Kewirausahaan
Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-13.
5
Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2005), h.133.
4

3

Atas dasar potensi dan sumber daya kelautan yang telah dibahas diatas,
prospek pembangunan kelautan dimasa depan diharapkan semakin cerah. Namun
semua ini juga menyisakan beragam permasalahan yang besar dan mengancam
kesinambungan pembangunan. Permasalahan tersebut antara lain berupa
pencemaran, penangkapan yang berlebihan (overfishing), degradasi fisik habitat
pesisir (mangrove, trumbu karang, padang lamun, estoria), konflik penggunaan
ruang dan sumber daya, pencurian ikan dan pembuangan limbah, secara ilegal
oleh pihak asing, serta kemiskinan yang masih melilit sebagian besar penduduk
pesisir pantai khususnya petani dan nelayan tradisional. 6
Sebagaimana yang kita ketahui pesisir sebagai suatu wilayah peralihan
antara daratan dan lautan yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia.
Wilayah ini adalah kawasan yang mempunyai karakteristik dan problema yang
unik dan kompleks. Unik secara ekonomi karena berkontribusi penting sebagai
sarana pelabuhan dan bisnis komersial lainnya, serta mempunyai daya tarik yang
besar sebagi tujuan wisata dan tujuan lainnya yang dapat menghasilkan banyak
keuntungan finansial. Karena itu tidaklah mengherankan jika wilayah pesisir
dihuni oleh lebih dari setengah penduduk dunia. 7
Mereka yang menghuni wilayah pesisir disebut sebagai masyarakat pesisir.
Masyarakat pesisir diartikan sebagai kelompok orang yang bermukim di wilayah
pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa
lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan, pedagang,
pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau

6

Ibid, h.134.
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-13.

7

4

pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri
maritim misalnya galangan kapal, dan coastal and engineering. 8
Walaupun di wilayah pesisir dihuni oleh banyak orang serta memiliki
potensi

yang

sangat

besar,

namun

tidak

sedikit

orang

yang

gagal

memanfaatkannya. Sebagi contoh masyarakat pesisir nelayan kecil, umumnya
masih sangat miskin, dengan tingkat pendapatan rendah, posisi tawar mereka
sangat rendah dan permasalahan hidup lainnya. 9
Oleh karena banyak orang yang gagal memanfaatkan wilayah pesisir maka
wilayah pesisir sering di katakan sebagai kantong-kantong kemiskinan struktural
yang potensial. Pada dasarnya pengelolaan sosial dalam masyarakat nelayan dapat
ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari segi penguasaan alat-alat produksi
atau peralatan tangkap, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori
nelayan pemilik (alat produksi) dan nelayan buruh. Dalam kegiatan produksi
nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dan memperoleh hak-hak
yang sangat terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya,
struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan besar dan nelayan
kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam
usaha perikanan relatif banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya.
Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan,
masyarakat nelayan terbagi dalam nelayan modern dan nelayan tradisional.
Jumlah nelayan modern relatif kecil dibandingkan nelayan tradisional. 10

8

Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-14
9
Ibid, h-14
10
Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h-1.

5

Dalam masa-masa sepi penghasilan, biasanya istri dan anak-anak nelayan
buruh harus berjuang keras ikut mencari nafkah dengan melakukan segala
pekerjaan yang mendatangkan penghasilan. Demikian juga ketika sedang tidak
melaut, nelayan buruh dapat bekerja apa saja di darat untuk memperoleh
penghasilan sehingga kelangsungan hidup rumah tanagganya dapat terjamin.
Akan tetapi, sejauh mana peluang-peluang kerja tersebut bisa diperoleh anggotaanggota rumah tangga nelayan buruh sangat ditentukan juga oleh karakteristik
struktur sumber ekonomi desa setempat. 11
Oleh sebab itu keadaan seperti ini akan mengakibatkan keadaan mereka
menjadi terpuruk. Sebagai mana yang dikatakan oleh Yussuf Solichien
Martadiningrat Ketua Umum DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)
di Medan, Sumatra Utara, belum lama ini, data yang ia miliki menyatakan bahwa
sedikitnya 14,58 juta atau sekitar 90 persen dari 16,2 juta nelayan di Indonesia
hidup di bawah garis kemiskinan. 12
Sedangkan

kemiskinan

sendiri

menurut

Parsudi

Suparlan

dapat

didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu suatu tingkat
kekuranagan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan umum yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. 13
Masalah kemiskinan ini sungguh menjadi menarik, karena sebagaimana
yang telah diketahui bahwasanya potensi kelautan Indonesia sangat beragam dan
melimpah. Namun mengapa justru para penduduk pesisir pantai khususnya petani
dan nelayan tradisional justru terlilit masalah kemiskinan.
11

Kusnadi, MA, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h.7.
http://www.menkokesra.go.id/content/view/9794/39/
13
Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), cet 1, h-12.
12

6

Mayoritas masyarakat kita adalah Islam, dan dalam konteks ini peranan
agama menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya membentuk suatu etos
kerja produktif dan mandiri. Jika agama dipahami secara sempit dan kemudian
menegaskan bahwa kemiskinan adalah ketentuan (takdir) dari Tuhan kepada
umatnya maka kemiskinan tidak akan bisa diubah karena hanya Tuhan sendiri
yang dapat mengubahnya. 14
Dalam Al-Quran ar-Ra’d: 11







Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767].
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Dan secara normatif mestinya Islam mampu menjadi sumber motivasi
yang kuat dalam mewujudkan etos kerja. Dr. Mustaq Ahmad dalam bukunya yang
berjudul “Etika Bisnis Dalam Islam” menggambarkan bahwa Islam memberikan

14

Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2005), h.38.

7

ruang yang demikian luas dan memandang penting semua bentuk kerja yang
produktif. 15
Dalam QS. AT-Taubah:105





Artinya:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.
Sebagaimana yang yang dikemukakan oleh Isa Abduh dalam perspektif
Islam, kerja merupakan kodrat hidup manusia sekaligus cara memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kerja juga menjadi jalan utama mendekatkan
diri kepada Tuhan. Kedudukannya dalam Islam amat tinggi, yakni menempati
peringkat kedua setelah iman. Kerja juga dapat menghapus dosa. Jadi setiap kerja
yang mendapat ridha Allah, mestinya diposisikan sebagai ibadah dan menjadi
bagian tidak terpisahkan dari karakteristik sikap hidup muslim dan muslimah.
Disamping itu bekerja dan meningkatkan penghasilan adalah ibadah, bahkan
termasuk ibadah yang punya nilai tambah diantara beberapa jenis ibadah. Dengan

15

Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Pers, 2004),
h.vii.

8

demikian Islam memandang amat tinggi terhadap usaha dan kerja yang halal
dalam rangka memperoleh rizki atau harta yang digunakan untuk amal kebaikan. 16
Dengan demikian etos kerja Islam pada hakikatnya merupakan bagian dari
konsep Islam tentang manusia karena etos kerja adalah bagian dari proses
eksistensi diri manusia dalam lapangan kehidupannya yang amat luas dan
kompleks. 17
Atas dasar hal-hal yang telah dibahas maka sepertinya menjadi penting
bagi kita untuk mengetahui sudahkah etos kerja diterapkan oleh masyarakat dalam
meningkatkan taraf kesejahteraannya, yang khususnya dalam hal ini adalah
masyarakat pesisir.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti bagaimana etos kerja
yang diterapkan oleh masyarakat pesisir serta bagaimana kaitannya dengan
peningkatan taraf kesejahteraannya. Untuk itu penulis memilih judul “Hubungan
Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis dengan Peningkatan
Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji Kabupaten
Tangerang”.

B.

Pembatasan Masalah
Bekerja merupakan cara manusia untuk mengubah keadaan menjadi lebih

baik. Untuk mencapai hal itu maka diperlukan sikap yang baik terhadap
pekerjaan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitan tentang etos kerja yang
16

Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Pers, 2004), h.
7.
17
Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2005), h.35.

9

dimiliki masyarakat, terutama pada masyarakat pesisir yang wilayahnya
merupakan peralihan antara daratan dan lautan yang kaya akan sumber daya
potensial, serta mempunyai karakteristik yang unik dan kompleks. Menjadi
penting untuk melihat taraf kesejahteraan social masyarakat tersebut, karena
kesejahteraan sosial yang meliputi bidang ekonomi, penddidikan, kesehatan, serta
cara interaksi mereka dengan masyarakat sekitar bisa dijadikan gambaran
keberhasilan kerja mereka.
Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis membatasi permasalahan
yang akan diteliti ini pada bagaiman etos kerja yang dimiliki oleh masyarakat
pesisir pantai Cituis dan keterkaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan
social.

C.

Perumusan Masalah
Berdasarkan pada permasalahan yang dipaparkan pada latar belakang

diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana etos kerja masyarakat pesisir di Pantai Cituis?
2. Bagaimana keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat
pesisir Pantai Cituis tersebut dengan Peningkatan Kesejahteraan mereka?

D.

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

10

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana etos kerja yang dimiliki
oleh masyarakat pesisir Pantai Cituis.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis keterkaitan antara etos kerja yang
sudah dimiliki masyarakat pesisir Pantai Cituis tersebut dengan
Peningkatan Kesejahteraan mereka?

E.

Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan
pengetahuan, baik bagi para pembacanya maupun bagi para praktisi
pengembangan masyarakat, khususnya yang membidangi ilmu social.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi
universitas yang membidangi ilmu social, khususnya jurusan
pengembangan masyarakat, dalam rangka menciptakan program
pendidikan, kurikulum, serta network untuk pendidikan.
3. Serta bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau LSM yang ahli
dibidang ini, dan bagi pemerintah dalam rangka memperbaiki nasib
masyarakat miskin serta untuk pengambilan keputusan dan merancang
program-program atau kegiatan secara tepat, efisien dan efektif yang
berkaitan
masyarakat

dengan
miskin

kegiatan
hingga

peningkatan
menghasilkan

kesejahteraan bagi masyarakat miskin tersebut.

kesejahteraan
peningkatan

social
taraf

11

F.

Tinjauan Pustaka
Sebelumnya pernah ada penulis yang melakukan penelitian serupa dengan

judul penelitian “Upaya Pemulung Terhadap Etos Kerja dan Pengamatan Agama
Dalam Meningkatkan kualitas Hidup Dikelurahan Jurang Mangu Barat Pondok
Aren Tangerang”, yang dilakukan oleh Gatot Subroto. Dalam pembahasan
tersebut penelitinya lebih mengarah kepada pengkajian tentang pengetahuan
agama masyarakat pemulung serta perjuangan pemulung dalam bekerja keras
untuk memperoleh perbaikan ekonomi. 18
Dan penelitian dari Asis Muslimin, Fakultas Psikologi Universitas
Muhamadiyah Surakarta. Dengan judul penelitian “Hubungan Antara Etos Kerja
dengan Ketaatan Terhadap Protan K3 Pada Profesi Perawat”. Dalam kajiannya
skripsi tersebut lebih mengarah kepada pengkajian etos kerja perawat dalam
menjalankan tugasnya yang diatur oleh suatu mekanisme yang ditetapkan untuk
kelancaran dan keefektifan kerja ayang kemudian mekanismenya disebut Protan
atau Prosedur Tetap yang mengatur urutan-urutan kerja baik dalam tindakan
medik ataupun tindakan non medik. 19
Serta penelitian yang dilakukan oleh Puri Rahayu, Fakultas Psikologi
Universitas

Muhamadiyah

Surakarta,

yang

berjudul

“Hubungan

Antara

Karakteristik Pekerjaan dengan Etos Kerja”. Dalam penelitiannya ia mengkaji
pemahaman perusahaan dan karyawan tentang karakteristik pekerjaan yang harus
dikuasai dengan benar oleh suatu perusahaan bila ingin dikatakan berhasil.
Perbedaan etos kerja disebabkan oleh perbedaan karakteristik pekerjaan.
18

Skripsi Gatot Subroto, Upaya Pemulung Terhadap Etos Kerja dan Pengamatan Agama dalam
Meningkatkan Kualitas Hidup Dikelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang.
19
Skripsi Asis Muslimin, Hubungan Antara Etos Kerja dengan Ketaatan Terhadap Protan K3 Pada
Profesi Perawat, Fakultas Psikologi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.

12

Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk lebih
bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif
karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan lebih
berarti, dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari kebosanan. 20
Sedangkan penelitian yang penulis lakukan ini meneliti tentang hubungan
etos kerja masyarakat pesisir dengan peningkatan kesejahteraan hidup mereka.
Adapun output yang dihasilkan

dalam penelitian ini adalah mengetahui

bagaimana etos kerja yang dimiliki masyarakat pesisir Pantai Cituis serta
keterkaitannya dengan upaya peningkatkan kesejahteraan sosial mereka.

G.

Sistematika Penulisan
Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, setiap bab dirinci

dalam beberapa sub bab sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis, yang meliputi pengertian etos kerja, terbentuknya etos
kerja Islami, indikasi-indikasi orang beretos kerja tinggi, factor-faktor
yang mempengaruhi etos kerja, karakteristik etos kerja dalam Islam,
pengertian masyarakat pesisir, karakteristik masyarakat pesisir, gaya hidup
masyarakat

pesisir,

strategi

pemberdayaan

nelayan,

pengertian

kesejahteraan sosial, kesejahteraan sosial dalam pembangunan, focus
20

Skripsi Puri Rahatyu, Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan dengan Etos Kerja, Fakultas
Psikologi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.

13

pembangunan kesejahteraan social, pengertian pengembangan masyarakat
dan model-model pengembangan masyarakat.
BAB III Metodelogi Penelitian, yang meliputi pendekatan dan desain penelitian,
lokasi penelitian, populasi dan sample, variable penelitian, devinisi
operasional dan indikator penelitian, teknik pengumpulan data, uji
validitas, uji realibilitas, dan teknik analisis data.
BAB IV Temuan dan Hasil, meliputi gambaran umum desa Surya Bahari, batas
wilayah, kependudukan, deskrifsi data responden, deskrifsi etos kerja
masyarakat pesisir pantai cituis, deskripsi kesejahteraan masyarakat pesisir
pantai cituis, analisis hubungan etos kerja masyarakat pesisir pantai Cituis
dengan peningkatan kesejahteraan.
BAB V Penutup, meliputi kesimpulan dan saran.

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.

Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
a.

Pengertian Etos
Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti

sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Etos
dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta system nilai
yang diyakininya. 1
Menurut Nurcholis Madjid, etos berasal dari bahasa Yunani
(ethos), artinya watak atau karakter. Secara etos adalah karater dan sikap,
kebiasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tantang
seorang individu atau sekelompok manusia. 2
Sedangkan menerut Geertz, etos suatu bangsa adalah sifat, watak,
kualitas kehidupan mereka, moral, gaya, estetis, dan suasana-suasana hati
mereka. Etos adalah sikap mendasar terhadap diri mereka dan terhadap
dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupan. 3
Berdasarkan definisi etos diatas, maka peneliti mendefinisikan etos
sebagi sikap atau pola prilaku seseorang terhadap sesuatu.
1

K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.15.
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004),
h. 26.
3
Kusnadi, Jaminan Sosial Nelayan, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007), h.102.
2

14

15

b.

Pengertian Kerja
Adapun kerja, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya

kegiatan melakukan sesuatu yang dilakukan (diperbuat); sesuatu yang
dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian. 4
Dalam buku Membudayakan Etos Kerja Islami, makna bekerja
bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan seluruh asset, pikir, dan zkirnya untuk mengaktualisasikan
atau menampakan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus
menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat juga
kita katakana bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan
dirinya. 5
Berdasarkan defini kerja diatas, maka peneliti mendefinisikan kerja
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengerahkan tenaga,
pikiran, dan kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan.
c.

Pengertian Etos Kerja
Etos kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai

sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja; ciri-ciri atau sifatsifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok
manusia atau suatu bangsa. 6

4

Hoetomo, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.266.
K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.25.
6
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004),
h. 27.

5

16

Sedangkan dalam buku Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, etos
kerja pada hakikatnya dibentuk dan dipengaruhi oleh system nilai-nilai
yang dianut oleh seseorang dalam bekerja, yang kemudian membentuk
semangat yang membedakannya, antara yang satu dan yang lainnya. 7
Dengan demikian etos kerja Islam merupakan refleksi pribadi
seorang khalifah yang bekerja dengan bertumpu pada kemampuan
konseptual yang dimilikinya, bersifat kreatif dan inovatif. 8
Sedangkan etos kerja nelayan sendiri diartikan sebagai sifat, nilai,
semangat, atau sikap nelayan terhadap pekerjaan mereka. 9
Berdasarkan

definisi

etos

kerja

diatas,

maka

peneliti

mendefinisikan etos kerja sebagi suatu sikap atau cara kerja seseorang
dalam mencapai tujuannya.

2. Terbentuknya Etos Kerja Islami
Manusia bukan entitas homogen, melainkan suatu realitas
heterogen yang tidak jarang merupakan carut-marut yang tak teratur.
Menurut Hanna Djumhana Bastaman (seorang psikolog yang serius
mengkaji keterkaitan psikologi dengan Islam) ciri manusia antara lain, ia
merupakan kesatuan dari empat dimensi, yakni: fisik-biologis, mentalpsikis, sosio-kultural, dan spiritual. Sehingga untuk memahami tingkah

7

Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2005), h.35.
8
Ibid, h.35.
9
Kusnadi, Jaminan Sosial Nelayan, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007), h.103.

17

laku seseorang perlu dipertimbangkan perasaan, keinginan, harapan dan
aspirasinya. 10
Sehingga penelitian dan pembahasan cara terbentuknya etos kerja
manusia tidak boleh tidak boleh mengabaikan kenyataan-kenyataan seperti
tersebut diatas. Salah satu karakteristik yang melekat pada etos kerja
manusia, ia merupakan pancaran dari sikap hidup mendasar pemiliknya
terhadap kerja. Dikarenakan latar belakang keyakinan dan motivasi
berlainan, maka cara terbentuknya etos kerja yang tidak bersangkut paut
dengan agama (non agama) dengan sendirinya mengandung perbedaan
dengan cara terbentuknya etos kerja yang berbasis ajaran agama, dalam hal
ini etos kerja islami. Tentang bagaimana etos kerja dapat diaktualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari, kenyataannya bukan sesuatu yang mudah.
Sebab, realitas kehidupan manusia bersifat dinamis, majemuk, berubahubah, dan antara satu dengan lainnya punya latar belakang, kondisi social
dan lingkungan yang berbeda. Perubahan sosial-ekonomi seseorang dalam
hal ini juga dapat mempengaruhi etos kerjanya. Disamping terpengaruh
oleh faktor ekstern yang amat beraneka ragam, meliputi faktor fisik,
lingkungan, pendidikan dan latihan, ekonomi dan imbalan, ternyata etos
kerja juga sangat dipengaruhi oleh faktor intern bersifat psikis yang begitu
dinamis dan sebagian diantaranya merupakan dorongan alamiah seperti
basic needs dengan berbagai hambatannya. Ringkasnya, etos kerja
seseorang tidak terentuk oleh hanya satu dua variable. Proses terbentuknya
etos kerja (termasuk etos kerja islami), seiring dengan kompleksitas
10

Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004),
h. 29.

18

manusia yang bersifat kodrati, melibatkan kondisi, prakondisi dan faktorfaktor yang banyak: fisik biologis, mental-psikis, sosio-kultural dan
mungkin spiritual transendental. Jadi, etos kerja bersifat kompleks serta
dinamis. 11
Lebih dari itu perlu dijadikan catatan penting bahwa manusia
adalah makhluk biologis, sosial, intelektual, spiritual dan pencari Tuhan. Ia
berjiwa dinamis. Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya termasuk
dalam

kehidupan

kerjanya

sering

mengalami

kesukaran

untuk

membebaskan diri dari pengaruh faktor-faktor tertentu, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Yang bersifat internal timbul dari faktor psikis
misalnya dari dorongan kebutuhan, frustasi, suka atau tidak suka, persepsi,
emosi, kemalasan, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat eksternal,
datangnya dari luar seperti factor fisik, lingkungan alam, pergaulan,
budaya, pendidikan, pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi,
imbalan kerja, serta janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran agama.
Serta kesehatan pun memainkan peranan amat penting. 12

3. Indikasi-indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi
Indikasi-indikasi etos kerja yang terefleksi dari pendapat-pendapat
para ahli yang dikemukakan berdasarkan konteks daerah, isme, atau
Negara-negara

tertentu,

namun

secara

universal

kiranya

cukup

menggambarkan etos kerja yang baik pada manusia, bersumber dari

11
12

Ibid, h.30-31.
Ibid, h. 32-33.

19

kualitas diri, diwujudkan berdaasarkan tata nilai sebagai etos kerja yang
diaktualisasikan dalam aktivitas kerja. Adapun indikasi-indikasi orang
beretos kerja tinggi pada umumnya meliputi sifat-sifat: 13
1)

Aktif dan suka bekerja keras

2)

Bersemangat dan hemat

3)

Tekun dan professional

4)

Efisien dan kreatif

5)

Jujur, disiplin, dan bertanggung jawab

6)

Mandiri

7)

Rasional serta mempunyai visi yang jauh kedepan

8)

Percaya diri namun mampu bekerjasama dengan orang lain

9)

Sederhana, tabah dan ulet

10)

Sehat jasmani dan rohani 14

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Factor-faktor yang potensial mempengaruhi proses terbentuknya
etos kerja selain banyak, tidak jarang dilatarbelakangi oleh kausalitas
plural yang kompleks hingga memunculkan berbagai kemungkinan. Maka,
tidak aneh kalau sejumlah pakar lalu menampilkan teori bertolak dari
tinjauan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dapat

13

Ibid, h.35-38.

20

ditambahkan kiranya teori iklim yang dikemukakan oleh sejumlah pakar
ilmu social. Mereka berpendapat iklim berpengaruh terhadap etos kerja
penduduk. Negara yang berlokasi didaerah subtropik mempunyai iklim
yang merangsang warganya untuk bekerja lebih giat. Sebaliknya Negaranegara yang terletak di sekitar khatulistiwa, karena iklimnya panas,
menyebabkan warga negaranya kurang giat bekerja dan lebih cepat lelah.
David C. McCelland menyatakan teori ini mengandung banyak
kelemahan. Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa negara-negara
yang iklimnya relative tidak berbeda, ternyata pertumbuhan ekonominya
berbeda. Kalau dianalisis lebih cermat, pendapat Miller dan Form,
mungkin mengandung kebenaran maskipun tidak seluruhnya. Apa yang
dikemukakan McCellend juga serupa itu. Karena faktor-faktor yang
melatarbelakangi manusia giat bekerja atau sebaliknya, hakikatnya tidak
terbatas pada hanya satu, dua, atau tiga factor. Demikian pula berkenaan
dengan teori-teori lain yang menonjolkan factor ras, penyebaran budaya,
dan sebagainya. Masing-masing tidak ada yang menjadi factor satusatunya penyebab, tetapi sangat mungkin masing-masing ikut memberikan
pengaruh dan ikut berperan dalam rangka terbentuknya etos kerja. 15
Manusia memang makhluk yang sangat kompleks. Ia memiliki rasa
suka, benci, marah, gembira, sedih, berani, takut, dan lain-lain. Ia juga
mempunyai kebutuhan, kemauan, cita-cita, dan angan-angan. Manusia
mempunyai dorongan hidup tertentu, pikiran dan pertimbanganpertimbangan dalam menentukan sikap dan pendirian. Selain itu, ia juga

15

Ibid , h. 40-41.

21

mempunyai lingkungan pergaulan dirumah atau tempat kerjanya. Realitas
sebagaimana tersebut diatas tentu mempengaruhi dinamika kerjanya secara
langsung atau tidak. Sebagai missal rasa benci yang terdapat pada seorang
pekerja, ketidak cocokan terhadap atasan atau teman satu tim, keadaan
seperti itu sangat potensial untuk menimbulkan dampak negatif pada
semangat, konszentrasi, dan stabilitas kerja orang bersangkutan.
Sebaliknya rasa suka pada pekerjaan, kehidupan keluarga yang harmonis,
keadaan sosio kultural, sosial ekonomi dan kesehatan yang baik, akan
sangat mendukung kegairahan dan aktivitas kerja. Orang yang bekerja
sesuai dengan bidang dan cita-cita dibandingkan dengan orang yang
bekerja diluar bidang dan kehendak mereka, niscaya tidak sama dalam
antusias dan ketekunan kerja masing-masing. 16
Disamping itu faktor lingkungan alam berperan bila keadaan alam,
iklim dan sebagainya berpengaruh terhadap sikap kerja orang itu,.
Sedangkan dimensi transendental adalah dimensi yang melampaui batasbatas nilai materi yang mendasari etos kerja manusia hingga pada dimensi
ini kerja dipandang sebagai ibadah. Jalaludin secara lebih tegas
mengemukakan agama dapat menjadi sumber motivasi kerja, karena
didorong oleh rasa ketaatan dan kesadaran ibadah. Etos kerja terpancar
dari sikap hidup mendasar manusia terhadap kerja. Konsekuensinya
pandangan hidup yang bernilai transenden juga dapat menjadi sumber
motivasi yang berpengaruh serta ikut berperan dalam proses terbentuknya
sikap

16

Ibid, h. 41-42.

itu.

Nilai-nilai

transenden

akan

menjadi

landasan

bagi

22

berkembangnya spiritualitas sebagai salah satu factor yang efektif
membentuk kepribadian. Etos kerja tidak terbentuk oleh kualitas
pendidikan dan kemampuan semata. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan inner life, suasana batin dan semangat hidup yang terpancar dari
keyakinan dan keimanan ikut menentukan pula. Oleh karena itu, agama
(Islam) jelas dapat menjadi sumber nilai dan sumber motivasi yang
mendasari aktivitas hidup, termasuk etos kerja pemeluknya. 17

5. Karakteristik Etos Kerja dalam Islam
a)

Kerja Merupakan Penjabaran Aqidah
Ajaran agama merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi

sebab timbulnya keyakinan, pandangan serta sikap hidup mendasar yang
menyebabkan etos kerja tinggi manusia terwujud. Maka etoskerja dalam
Islam merupakan pancaran keyakinan orang muslim dan muslimah bahwa
kerja berkaitan dengan tujuan mencari ridha Allah, yakni dalam rangka
ibadah. Dan bahwasanya untuk mendekatkan diri serta memperoleh ridha
Allah, seorang hamba harus melakukan amal saleh yang dikerjakan
dengan ikhlas hanya karena Dia, yakni dengan memurnikan tauhid.
Definisi ibadah mencakup perkataan dan perbuatan apa saja yang disukai
dan di ridhai oleh Allah SWT baik yang bersifat lahir maupun batin. Yang
bersifat lahir atau nampak misalnya pengamalan rukun Islam, berbicara
benar, menunaikan amanah, dan silaturahmi. Adapun yang bersifat batin
seperti ikhlas, sabar, bersyukur tawakal berusaha mencintai keadilan dan
17

Ibid, h. 42-43.

23

kebenaran, dan kegiatan-kegiatan batin lain yang disukai dan mendapat
ridha Allah. Maka kerja dan perbuatan positif yang (pada mulanya)
bernilai sekuler dan bersifat duniawi belaka dapat berubah menjadi
bernilai ibadah seperti kegiatan dibidang pertanian, bisnis, pekerjaan
rumah tangga, dan olah raga yang dilakukan secara baik-baik, dengan
syarat didasari niat, motivasi, atau komitmen ibadah. 18
b)

Kerja Dilandasi Ilmu
Tanpa iman kerja hanya dapat berorientasi pada pengejaran materi.

Kemungkinan besar hal itu akan melahirkan keserakahan, sikap terlalu
mementingkan diri sendiri, merugikan diri sendiri dan orang lain. Kerja
tanpa iman dapat mendorong prilaku manusia tidak sesuai dengan nilai
kemanusiaan dan melahirkan alienated man. Oleh karena itu, tanpa ilmu
iman mudah menjadi salah arah dan tergelincir, karena dilandasi
pemahaman yang tidak proporsional. Keadaan begitu akan mengakibatkan
keyakinan dan sikap keliru pada orang yang bersangkutan. Jadi iman, ilmu
dan kerja dalam rangka mewujudkan amal ibadah, ternyata masing-masing
memegang memainkan peranan urgen bagi yang lain. Keistimewaan
sekaligus

kelebihan

manusia

terutama

bertolak

dari

akal

yang

dianugrahkan Tuhan kepadanya. Dan karena mempunyai akallah, manusia
berhasil

menguasai

ilmu

pengetahuan

dan

teknologi,

mencapai

kebudayaan dan peradaban tinggi. Karenanya, manusia juga dapat

18

Ibid, h.104-109.

24

mengatur dan memanfaatkan alam sekitar bagi kesejahteraannya baik
untuk masa kini maupun mendatang. 19
c)

Kerja Dengan Meneladani Sifat-sifat Ilahi Serta Mengikuti
Petunjuk-petunjukNya
Kalau dikaji lebih jauh, memang banyak sifat-sifat manusia yang

mempunyai nama, sebutan, bahkan indikasi yang serupa dengan al-Asma’
ul-Husna dan sifat-sifat Allah. Namun demikian, tentu saja dalam bentuk
serta kualitas yang sangat jauh berbeda karena tidak ada satupun yang bisa
menyerupaiNya. Namun dari meneladani sifat-sifat Ilahi dapat digali sikap
kerja aktif, kreatif, tekun, konsekuen, adil, kerja didukung ilmu
pengetahuan dan teknologi, visioner, berusaha efektif dan efisien, percaya
diri, dan mandiri. Allah menunjuk betapa Dia memiliki sifat Maha
sempurna dalam bekerja. Maka, manusia juga dapat mengembangkan
aktivitas dan prestasinya sampai tingkat tinggi menurut ukuran manusiawi,
kalau dia berusaha sungguh-sungguh. Manusia punya potensi untuk
mengembangkan karakteristik etos kerja tinggi seperti aktif, berencana,
efisien, efektif, disiplin, professional, ilmiah, kritis konstruktif, dan
indikasi-indikasi etos kerja tinggi lainnya. Allah Maha Kuasa (al-Malik)
dengan kekuasaan tak terbatas dan Maha Pengatur (al-Mudabbir), manusia
juga punya potensi untuk menguasai memimpin, dan mengembangkan
manajemen di bidang usaha, politik, sosial, dan lain-lain. 20

19
20

Ibid, h. 112-113.
Ibid, h. 119-129.

25

B.

Masyarakat Pesisir
1. Pengertian Masyarakat Pesisir
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, masyarakat diartikan: pergaulan
hidup manusia; sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu
tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu, orang banyak; khlayak
ramai. 21
Sedangkan pesisir diartikan sebagai tanah dasar berpasir dipantai
ditepi laut. 22
Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di
wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan
jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan,
pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan
laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir,
pemilik atau pekerja industri maritime misalnya galangan kapal, dan
coastal and engineering. 23
Berdasarkan definisi masyarakat pesisir diatas, maka peneliti
mendefinisikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan orang yang
bertempat tinggal di tepi pantai dan bermatapencaharian dari sumber daya
laut dan pantai tersebut.

21

Hoetomo, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.336.
Ibid, h.384.
23
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-14.
22

26

2. Karakteristik Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di
wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam atau
jasa-jasa lingkungan pesisir laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan,
pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan
laut, pemilik atau pekerja pertambangan di wilayah pesisir, pemilik atau
pekerja industri maritim misalnya galangan kapal, dan coastal and ocean
engineering. Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi
oleh jenis kegiatan mereka. Menurut Fachrudin (I997) bahwa masyarakat
pesisir berbeda dengan masyarakat lainnya. Perbedaan tersebut terletak
pada karakteristik aktivitas ekonomi masyarakat pesisir dari latar belakang
budaya mereka. Sifat dan karakteristik nelayan berbeda dengan pedagang.
Nelayan memiliki dinamika kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan,
musim dan pasar, sehingga kehidupannya tidak menentu. 24
Pada dasarnya pengelolaan sosial dalam masyarakat nelayan dapat
ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama dari segi penguasaan alat-alat
produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan perlengkapan yang
lain). Struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan pemilik
(alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alatalat produksi. Dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh
hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang
sangat terbatas.

Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal

usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan
24

Ibid, h.14-16.

27

besar dan nelayan kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang
diinvestasikan dalam usaha perikanan relative banyak, sedangkan pada
nelayan kecil justru sebaliknya. Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi
peralatan tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi dalam
katagori nelayan modern dan nelayan traditional. . 25
Yang

dimaksud

nelayan

tradisional

adalah

nelayan

yang

memanfaatkan sumber daya perika