Siamat, Dahlan. 1993. Manajemen Bank Umum, Intermedia, Jakarta. Soekanto, Soerjono. 2005. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas
Indonesia, Jakarta. Subekti, R. 1999. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut
Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Supramono, Gatot. 1995. Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan
Yuridis, Djambatan, Jakarta. Sutarno, 2003. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, CV.
Alfabeta, Bandung. Tje Aman, Edy Putra. 1989. Kredit Perbankan: Suatu Tinjauan Yuridis,
Liberty, Yogyakarta. Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika,
Jakarta. _______________, 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Untung, Budi. 2000. Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi,
Yogyakarta.
B. Skripsi
Gracia, Natalia. Aspek Hukum yang Harus Dipenuhi dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan Studi
pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah. Universitas Sumatera Utara: Program Sarjana
Fakultas Hukum, 2014. Sitanggang, E. Daylon. Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan
Hak Tanggungan pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang. Universitas
Universitas Sumatera Utara
Sumatera Utara: Program Sarjana Fakultas Hukum, 2012.
Andrina, Novia. Aspek Hukum Perjanjian Terhadap Pemberian Kredit Usaha Mikro Oleh Pihak Bank Kepada Nasabah
Studi Kasus Pada PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk. Universitas Sumatera Utara: Program Sarjana
Fakultas Hukum, 2013.
C. Peraturan Perundang-undangan
Subekti, Tjitrosudibio. 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUH Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUH Dagang, Penerbit Citra Umbara, Bandung.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembaran
Negara Nomor 104 Tahun 1960. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Lembaran Negara Nomor 42
Tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632.
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1992 Tentang Perbankan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357.
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 2369KEPDIR tanggal 28 Februari 1991 Tentang Jaminan Pemberian Kredit.
D. Situs Internet
https:legalbanking.wordpress.commateri-hukumjaminan-dan pengikatan-jaminan
http:ssihab.blogspot.co.id200911aspek-hukum-perjanjian-kredit-bank- dan.html?m=1
E. Kamus
Soemarsono, 2007.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
Universitas Sumatera Utara
BAB III TINJAUAN UMUM JAMINAN
A. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan
1. Pengertian Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada
kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur
terhadap krediturnya.
39
39
Rachmadi Usman 1, Op.cit., hlm. 66.
Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan, “jaminan adalah keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan
pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.” Sehubungan dengan itu, penjelasan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menyatakan sebagai berikut: “Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan
pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi
kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum
Universitas Sumatera Utara
memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.”
Perspektif hukum perbankan, selain istilah jaminan, dikenal juga dengan agunan. Istilah agunan terdapat didalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Agunan adalah: “Jaminan tambahan diserahkan nasabah
debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah.”Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan
tambahan accessoir. Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank. Unsur-unsur agunan,
yaitu:
40
a. Jaminan tambahan;
b. Diserahkan oleh debitur kepada bank;
c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.
Dengan demikian berarti istilah “agunan” sebagai terjemahan dari istilah collateral merupakan bagian dari istilah “jaminan” pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Artinya pengertian jaminan lebih luas daripada pengertian agunan, dimana agunan berkaitan dengan barang sementara
jaminan tidak hanya berkaitan dengan barang tetapi berkaitan pula dengan character, capacity, capital dan condition of economy dari nasabah debitur yang
bersangkutan. Didalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang
40
Ibid., hlm. 67.
Universitas Sumatera Utara
diselenggarakan di Yogyakarta, tanggal 20 s.d. 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah “Menjamin dipenuhinya kewajiban yang
dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.”
Dari perumusan pengertian jaminan diatas, dapat disimpulkan bahwa jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa
kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu
diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sampai
debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk
pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada krediturnya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau
menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.
Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau security of law. Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum
yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.
Unsur-unsur yang tercantum dalam definisi ini adalah adanya kaidah hukum,
Universitas Sumatera Utara
adanya pemberi dan penerima jaminan, adanya jaminan, dan adanya fasilitas kredit.
41
a. Adanya kaidah hukum
Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan
tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan
yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang
dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat
yang dilakukan secara lisan;
b. Adanya pemberi dan penerima jaminan
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak
sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur.
Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan
ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau
lembaga keuangan nonbank;
41
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2014, hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
c. Adanya jaminan
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang
berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan;
d. Adanya fasilitas kredit
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan
nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya
bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga
keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya. Apabila mengacu pada definisi yang dipaparkan diatas, maka dapat
ditelaah objek dan ruang lingkup kajian hukum jaminan. Objek kajian merupakan sasaran didalam penyelidikan atau pengkajian hukum jaminan. Objek itu dibagi
menjadi 2 macam, yaitu objek materiil dan objek forma. Objek materiil, yaitu bahan materiil yang dijadikan sasaran dalam penyelidikannya. Objek materiil
hukum jaminan adalah manusia. Objek forma, yaitu sudut pandang tertentu terhadap objek materiilnya. Jadi objek forma hukum jaminan adalah bagaimana
subjek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau lembaga keuangan nonbank. Pembebanan jaminan merupakan proses, yaitu
menyangkut prosedur dan syarat-syarat didalam pembebanan jaminan.
Universitas Sumatera Utara
Ruang lingkup kajian hukum jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi menjadi 2 macam, yaitu jaminan
kebendaan dan perorangan. Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan tidak bergerak. Yang termasuk dalam jaminan benda bergerak
meliputi: gadai dan fidusia, sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut, dan pesawat
udara. Sedangkan jaminan perorangan meliputi: borg, tanggung-menanggung tanggung renteng, dan garansi bank.
42
2. Dasar Hukum Jaminan
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil ialah
tempat materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan
politik, situasi sosial ekonomi, tradisi pandangan keagamaan dan kesusilaan, hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan geografis.
Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu
berlaku. Yang diakui umum sebagai hukum formal ialah undang-undang, perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.
Sumber hukum formal ini dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu sumber hukum formal tertulis dan tidak tertulis. Analog dengan hal itu, maka
42
Ibid, hlm. 8.
Universitas Sumatera Utara
sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu sumber hukum jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan
tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum jaminan yang berasal dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum jaminan tertulis terdapat didalam
peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan sumber hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum jaminan
yang berasal dari sumber tidak tertulis, seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.
43
a. Buku II KUH Perdata BW
Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis, disajikan berikut ini:
KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tahun 1848.
Diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi. KUH Perdata terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang Orang, Buku II tentang Hukum
Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang masih berlaku dalam Buku II KUH
Perdata hanyalah gadai pand dan hipotek kapal laut, sedangkan hipotek atas tanah tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Gadai diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata. Didalam ketentuan ini diatur
tentang pengertian gadai Pasal 1150 KUH Perdata, bentuk perjanjian gadai Pasal 1151 KUH Perdata, hak-hak para pihak Pasal 1152 sampai
dengan Pasal 1153 KUH Perdata, kewajiban para pihak Pasal 1154
43
Ibid, hlm. 14.
Universitas Sumatera Utara
sampai dengan Pasal 1155 KUH Perdata, wanprestasi Pasal 1156 KUH Perdata, tanggung jawab para pihak Pasal 1157 KUH Perdata, bunga
Pasal 1158 KUH Perdata, debitur tidak berhak untuk menuntut kembali barang gadai, sebelum dilunasi seluruhnya Pasal 1159 KUH Perdata, dan
tidak dapat dibagi-baginya barang gadai Pasal 1160 KUH Perdata. Sedangkan hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan 1232 KUH
Perdata. Ketentuan tentang hipotek atas tanah kini sudah tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan, sedangkan ketentuan yang masih berlaku hanya ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hipotek kapal laut, yang
beratnya 20 m
3
keatas. b.
KUH Dagang KUH Dagang diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23. KUH Dagang terdiri
atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada Umumnya dan Buku II tentang Hak-hak dan Kewajiban yang Timbul dalam Pelayaran.
Sedangkan jumlah Pasalnya sebanyak 754 Pasal. Pasal-pasal yang erat kaitan dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotek
kapal laut. Pasal-pasal yang mengatur hipotek kapal laut adalah Pasal 314 sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang.
c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria. Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal
51 dan Pasal 57 UUPA. Pasal 51 UUPA berbunyi “Hak tanggungan yang
Universitas Sumatera Utara
dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang.
Sedangkan dalam Pasal 57 UUPA berbunyi “Selama undang-undang mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk,
maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hypotheek tersebut dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband
tersebut dalam Stb. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Stb. 1937- 190.
d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas
Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang
diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1908-542 sebagaimana
telah diubah dalam Stb. 1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stb. 1937-190 adalah tidak
sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata perekonomian Indonesia.
e. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Ada 3 pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu :
1 Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha
atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan
Universitas Sumatera Utara
hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan;
2 Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai
saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan
komprehensif; 3
Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta
mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap
mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Undang-undang ini terdiri atas 7
Bab dan 41 Pasal. Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini meliputi pembebanan, pendaftaran, pengalihan, dan hapusnya
jaminan fidusia, hak mendahulu, dan eksekusi jaminan fidusia. f.
Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran
berbunyi: 1
Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek; 2
Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum ada, namun didalam penjelasan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 992
Universitas Sumatera Utara
ditentukan substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang meliputi: syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan
pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
B. Jenis Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Bank
Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di Luar Negeri. Dalam Pasal 24 UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang
Perbankan ditentukan bahwa “Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya jaminan.” Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
44
1. Jaminan materiil kebendaan, yaitu jaminan kebendaan; dan
2. Jaminan imateriil perorangan, yaitu jaminan perorangan.
Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat
melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan perseorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi
hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan Hasil Seminar Badan Pembinaan
Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, tanggal 20 s.d. 30 Juli 1977. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukakan pengertian jaminan
materiil kebendaan dan jaminan perorangan. “Jaminan materiil adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri, mempunyai
44
Ibid., hlm. 23.
Universitas Sumatera Utara
hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Sedangkan jaminan imateriil
perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap
harta kekayaan debitur umumnya.
45
a. Hak mutlak atas suatu benda;
” Dari uraian diatas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum
pada jaminan materiil, yaitu:
b. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu;
c. Dapat dipertahankan terhadap siapapun;
d. Selalu mengikuti bendanya; dan
e. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.
Unsur jaminan perorangan, yaitu: 1
Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu; 2
Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan 3
Terhadap harta kekayaan debitur umumnya. Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu:
a Gadai pand, yang diatur didalam Bab 20 Buku II KUH Perdata;
b Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata;
45
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan Khususnya Fidusia didalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1977, hlm. 46.
Universitas Sumatera Utara
c Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana
telah diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190; d
Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996;
e Jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur didalam Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999. Yang termasuk jaminan perorangan adalah:
1 Penanggung borg adalah orang lain yang dapat ditagih;
2 Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng; dan
3 Perjanjian garansi.
Dari kedelapan jenis jaminan diatas, maka yang masih berlaku adalah: 1
Gadai; 2
Hak tanggungan; 3
Jaminan fidusia; 4
Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara; 5
Borg; 6
Tanggung-menanggung; dan 7
Perjanjian garansi. Pembebanan hak atas tanah yang menggunakan lembaga hipotek dan
credietverband sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut dengan Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1966 tentang Hak Tanggungan, sedangkan pembebanan
Universitas Sumatera Utara
jaminan atas kapal laut dan pesawat udara masih tetap menggunakan lembaga hipotek.
Keberadaan jaminan merupakan kebutuhan bagi kreditur atau bank untuk memperkecil resiko dalam menyalurkan kredit, apabila debitur tidak mampu
menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit tersebut. Jaminan walaupun bukan menjadi persoalan yang utama, tetapi memiliki urgensi yang
tinggi. Oleh karenanya jaminan menjadi pelik jika tidak disikapi dengan seksama. Bentuk-bentuk pengikatan jaminan dikelompokkan dalam jaminan
perorangan, jaminan kebendaan untuk benda tetap, benda bergerak dan piutang, dengan lembaganya hak tanggungan, hipotik, gadai, jaminan fidusia, dan
cessiepiutang. Jaminan perorangan pengikatan jaminan dilakukan dengan akta penanggungan borgtocht. Pemberian penanggungan yang dilakukan orang
perorangan dinamakan personal guaranty sedangkan yang dilakukan oleh perusahaan atau badan hukum dinamakan company guaranty. Pengikatan untuk
jaminan kebendaan; Pertama, dengan hak tanggungan dengan jaminan berupa tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Kedua, penjaminan yang
dilakukan untuk benda tidak bergerak selain tanah. Ketiga, gadai merupakan lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak. Keempat, jaminan fidusia, yang
merupakan bentuk lain bagi jaminan atas benda bergerak selain gadai. Kelima, cessie piutang, yang digunakan untuk memperjanjikan pengalihan suatu piutang
atau tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit. Jadi sebenarnya cessiebukanlah
Universitas Sumatera Utara
merupakan lembaga jaminan seperti halnya dengan hipotik, gadai, dan jaminan fidusia.
46
Berkaitan dengan masalah jaminan, perlu disikapi pendapat yang disampaikan oleh G. Thain, antara lain, Transaksi jaminan didefinisikan sebagai
suatu ketetapan suatu pihak baik sebagai individupribadi atau sebagai organisasi bisnis, memberikan pinjaman atau memberikan kredit, kepada pihak lain dengan
harapan bahwa pinjaman tersebut akan dibayar kembali dengan bunga yang sesuai dan jika syarat-syarat dalam transaksi pemberian hutang tersebut tidak terpenuhi,
maka pihak terjamin pihak kepada siapa kewajiban harus dipenuhi akan menuntut haknya atas jaminan. Jaminan adalah sesuatu yang mempunyai nilai
dari debitur yang disertakan dalam transaksi, dalam rangka untuk menjamin hutangnya. Tanpa disertakan jaminan, maka yang terjadi hanya suatu kontrak atas
hutang atau atas piutang dan suatu kewajiban untuk melunasinya. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa tekanannya adalah pada adanya jaminan untuk menjamin
pinjaman dari kreditur dan kondisi tersebut akan menempatkan kreditur pada posisi yang lebih baik.
47
Transaksi jaminan diisyaratkan adanya suatu hutang seorang debitur, seorang kreditur yang menjadi pihak terjamin, harta kekayaan yang menjadi
jaminan barang jaminan dan suatu perjanjian yang menjamin bahwa kreditur akan memiliki kepentingan atas jaminan pada barang jaminan. Maksud dalam
46
Johannes Ibrahim, Cross Default Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Bandung: Refika Aditama,2004, hlm. 87.
47
Gerald G. Thain, Dasar-Dasar Hukum Transaksi Jaminan, dalam makalah yang disampaikan pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ELIPS, Jakarta, 1998, hlm.119.
Universitas Sumatera Utara
persyaratan transaksi jaminan adalah apabila debitur tidak dapat memenuhi syarat- syarat dalam perjanjian maka kreditur akan tetap terjamin, yaitu kreditur akan
mempunyai hak untuk menguasai barang jaminan dan menetapkan barang jaminan sebagai suatu pembayaran atas hutang-hutang debitur.
48
1 Hak untuk memperoleh kembali sejumlah hutangnya dari debitur;
Hak-hak dasar kreditur dalam transaksi jaminan adalah:
2 Hak untuk memperoleh harta kekayaan yang telah disebutkan sebagai
pelunasan hutangnya apabila terjadi kegagalan pembayaran hutangnya oleh debitur.
49
Perjanjian jaminan timbul karena adanya perjanjian pokok. Perjanjian pokoknya berupa perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian kredit, dan tidak
mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya. Perjanjian jaminan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian
pokoknya. Apabila perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian jaminan juga akan hapus. Sifat perjanjian jaminan merupakan perjanjian asesor accessoir.
Perjanjian jaminan merupakan perjanjian khusus yang dibuat oleh kreditur atau bank dengan debitur atau pihak ketiga yang membuat suatu janji dengan
mengikatkan benda tertentu atau kesanggupan pihak ketiga dengan
48
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang “Perbankan”, Pasal 12 A.
49
Gerald G. Thain. Op.cit., hlm. 121.
Universitas Sumatera Utara
tujuanmemberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau pelaksanaan perjanjian pokok.
50
1 Perjanjian Jaminan Perorangan
Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif yaitu hak yang hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat oleh
perjanjian. Perjanjian jaminan perorangan adalah perjanjian jaminan antara kreditur dengan pihak ketiga. Perjanjian ini diadakan untuk kepentingan
debitur. Perjanjian jaminan perorangan dinamakan sebagai penanggungan utang borghtocht.
51
Subekti mengatakan: “Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang kreditur dengan seorang ketiga, yang
menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang debitur. Ia bahkan dapat diadakan diluar tanpa pengetahuan si berhutang tersebut.
52
50
Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya Bakti,
Bandung, 1996, hlm. 236.
51
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1820 KUH Perdata
52
R. Subekti, Op.cit., hlm. 17.
Ketentuan penanggungan dalam Pasal 1820 KUH Perdata tidak terlepas dari ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata. Ketentuan ini
menunjukkan bahwa penanggungan adalah suatu perjanjian asesor, yaitu eksistensi atau adanya penanggungan itu tergantung dari adanya suatu
perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang pemenuhannya ditanggung atau dijamin dengan perjanjian penanggungan itu.
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian jaminan perorangan personal guaranty yang diikat adalah kesanggupan dari pihak ketiga untuk melunasi hutang debitur. Dalam
perjanjian jaminan perorangan tidak jelas benar apa atau yang mana milik pihak ketiga yang akan menjadi jaminan, sehingga akan berlaku ketentuan
seperti dalam jaminan umum yang lahir karena undang-undang dan hanya memberikan kedudukan yang sama terhadap para kreditur yaitu sebagai
kreditur konkuren saja.
53
Penjamin atau pihak ketiga mempunyai hak-hak istimewa sebagaimana tercantum dalam Pasal 1831 KUH Perdata. Ketentuan ini
oleh pihak kreditur dapat ditiadakan dengan membuat suatu perjanjian Meskipun demikian, dengan adanya perjanjian jaminan perorangan,
kreditur akan merasa lebih aman daripada tidak ada jaminan sama sekali, karena dengan adanya jaminan pihak ketiga berarti kreditur dapat menagih
tidak hanya kepada debitur tetapi juga kepada pihak ketiga yang kadang- kadang juga pihak ketiga ini dapat terdiri dari beberapa orang.
Dimungkinkan pula penjaminan terhadap penjamin debitur yaitu jaminan terhadap pihak ketiga bahwa penjamin akan melaksanakan kewajibannya
yaitu melunasi hutang debitur sub borg. Seorang borgpihak ketiga atau guarantor tidak dapat mengikatkan diri untuk jumlah lebih atau lebih berat
daripada perikatannya debitur. Sedangkan penanggungan atau penjaminan itu boleh hanya untuk sebagian atau dengan syarat yang kurang dari
hutang debitur berdasarkan kesanggupan penjamin.
53
Djuhaendah Hasan, Op.cit., hlm. 239.
Universitas Sumatera Utara
yang didalam praktik biasanya pihak bank selalu meminta agar penjamin yaitu pihak ketiga melepaskan hak istimewanya, sehingga dengan
demikian kreditur dapat langsung menagih kepada penjamin pihak ketiga.
2 Perjanjian Jaminan Kebendaan
Subekti memberikan pengertian bahwa menjaminkan suatu benda berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas benda tersebut. Kekuasaan
yang dilepaskan tersebut adalah kekuasaan untuk mengalihkan hak milik dengan cara apapun baik dengan cara menjual, menukar atau
menghibahkan. Sedangkan pengertian tentang perjanjian jaminan kebendaan adalah
selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan pembayaran
kewajiban hutang seorang debitur. Bahwa kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan debitur sendiri atau kekayaan pihak ketiga yang
mengikatkan diri dalam perjanjian antara debitur dengan kreditur atau bank. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan debitur sendiri atau
kekayaan seorang ketiga. Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu diperuntukkan bagi keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah
memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan secara khusus itu, bagian dari kekayaan tadi, seperti halnya seluruh kekayaan si
debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran semua hutang si debitur. Dengan demikian maka pemberian jaminan kebendaan kepada seorang
Universitas Sumatera Utara
kreditur tertentu memberikan kepada kreditur tersebut suatu privelege atau kedudukan istimewa terhadap para kreditur lainnya.
Pasal 1133 KUH Perdata, hak kebendaan yang memiliki hak preferensi hanya disebutkan bagi gadai dan hipotik saja, namun dalam
hukum jaminan dikenal lembaga lain yang diatur diluar KUH Perdata yaitu kreditverban creditverband dan fidusia fiduciary yang tumbuh
dalam perkembangan masyarakat. Objek-objek jaminan kebendaan terdiri atas: tanah dan bangunan,
kapal, kendaraan bermotor, mesin-mesin, stockbarang, deposito, tagihan piutang atau anjak piutang factoring, dan saham. Yang dimaksud
dengan tagihan adalah suatu piutang yang dimiliki oleh debitur terhadap pihak ketiga dalam jangka waktu tertentu piutang tersebut akan dibayar
oleh pihak ketiga. Umumnya tagihan debitur kepada pihak ketiga dalam bentuk surat-surat berharga, seperti cek, bilyet giro, promes, dan saham.
Harus jelas nama perusahaannya, tahun disahkannya perusahaan sebagai badan hukum, apakah PT terbuka atau tertutup, jumlah sahamnya,
nilainya, dan identifikasi lainnya. Dalam praktik perbankan surat-surat berharga dialihkan ketangan bank dan bank akan mencairkan kredit
berdasarkan marjin jaminan yang dipersyaratkan oleh bank. Dikarenakan jaminan kredit berupa tagihan atau anjak piutang serta saham berisiko
tinggi, bank umumnya tidak hanya dijaminkan oleh piutang saja, akan tetapi jaminan-jaminan yang secured dan marketable. Jaminan ini sifatnya
Universitas Sumatera Utara
pelengkap dan bank harus memantau secara seksama hasil pencairan tagihan untuk penurunan pagu atau plafond kredit.
C. Fungsi Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Bank
Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh
debitur atau oleh penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil resiko bank dalam menyalurkan kredit. Walaupun secara
prinsip jaminan bukan persyaratan utama, bank memprioritaskan dari kelayakan usaha yang dibiayai sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai
dengan jadwal yang disepakati bersama. Jaminan utama dalam perjanjian kredit adalah merupakan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur
untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Jaminan merupakan alternatif terakhir, jika kelayakan usaha atau prospek bisnis debitur tidak mendukung lagi untuk pengembalian kredit dalam langkah
menarik kembali dana yang telah disalurkan. Sebagai langkah antisipatif dalam menarik kembali dana yang telah disalurkan kepada debitur, terhadap jaminan
hendaknya dipertimbangkan 2 faktor, yaitu:
a. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis
formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki
kekuatan. b.
Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.
Universitas Sumatera Utara
Dengan mempertimbangkan kedua faktor diatas, jaminan yang diterima oleh pihak bank dapat meminimalisir resiko dalam penyaluran kredit sesuai
dengan prinsip kehati-hatian prudential banking. Secara normatif sarana perlindungan bagi kreditur tercantum dalam
berbagai ketentuan perundang-undangan. Antara lain dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan secara
umum atau jaminan yang lahir dari undang-undang. Dalam hal ini undang-undang memberikan perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama atau
berlaku asas paritas creditorum, yang pembayaran atau pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara berimbang ponds-ponds gewijs. Dengan demikian para
kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren yang bersaing dalam pemenuhan piutangnya, kecuali apabila ada yang memberikan kedudukan
preferen, kedudukan yang didahulukan kepada para kreditur tersebut.
54
Selanjutnya hak untuk didahulukan dan hak istimewa tercantum dalam Pasal 1131 dan Pasal 1134 KUH Perdata. Hak untuk didahulukan bagi seorang
kreditur dikarenakan kedudukan yang berimbang tidak memberikan kepastian akan terjaminnya pengembalian kreditnya. Kreditur tidak mengetahui akan adanya
kreditur-kreditur lainnya yang kemungkinan muncul dikemudian hari. Makin banyak kreditur dari debitur yang bersangkutan, akan semakin kecil peluang bagi
Hak untuk didahulukan bagi seorang kreditur terhadap kreditur-kreditur lainnya timbul dari
hak istimewa, Gadai dan Hipotik.
54
Sri Sudewi Masychun Sofwan, Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta, 1981, hlm. 32.
Universitas Sumatera Utara
kreditur terhadap kemungkinan pengembalian kredit jika debitur berada dalam keadaan insolvensi tidak mampu membayar hutang-hutangnya.
55
Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas
Ketentuan khusus tentang perundang-undangan perbankan, tidak menjelaskan tentang kedudukan dari para kreditur. Ketentuan-ketentuan yang
mengatur tentang jaminan kredit tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 8 dan penjelasannya serta Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 8 dan penjelasannya. Dalam memberikan kredit
atau pembiayaan, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah
debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan yang diperjanjikan.
Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah
debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank.
Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,
agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.
55
Johannes Ibrahim, Op.cit., hlm. 73 .
Universitas Sumatera Utara
kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis
dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim
dikenal dengan agunan tambahan. Selain itu, bank dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan AMDAL bagi perusahaan yang berskala besar dan atau beresiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Sehubungan dalam pemberian kredit yang menjadi prioritas adalah keyakinan atas kemampuan debitur, sehingga bank dalam memberikan kredit
harus menganalisis kredit secara seksama dengan mempertimbangkan faktor- faktor: watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur.
Agunan hanya sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan
debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Agunan merupakan
solusi terakhir bagi bank, jika debitur tidak dapat menyelesaikan kredit yang diperolehnya berdasarkan kelayakan usaha atau terjadi sebab-sebab lainnya diluar
yang diperhitungkan, baik yang disebabkan kondisi perekonomian secara makro atau kesalahan manajemen perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
Jaminan ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Jaminan yang merupakan jaminan umum atau jaminan yang lahir dari undang-undang
bersumber pada Pasal 1131 KUH Perdata yang objeknya adalah semua harta kekayaan atau benda-benda yang dimiliki debitur seluruhnya baik yang ada
sekarang maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi pelunasan hutang debitur kepada kreditur. Dalam hal ini undang-undang
memberikan perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama atau berlaku asas paritas creditorium, yaitu pelunasan hutang kepada kreditur
dilakukan secara berimbang. Dengan demikian para kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren yang bersaing dalam pemenuhan piutangnya, kecuali
apabila ada yang memberikan kedudukan yang lebih didahulukan kepada para kreditur tersebut.
56
Jaminan khusus yang lahir karena ada perjanjian antara kreditur dan debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan atau jaminan bersifat
perorangan. Hak untuk didahulukan bagi seorang kreditur terhadap
kreditur-kreditur lainnya timbul dari hak istimewa, gadai, dan hipotik.
57
56
Sri Sudewi Masychun Sofwan, Op.cit., hlm. 32.
57
Sutarno, Op.cit., hlm. 146.
Jaminan yang bersifat kebendaan adalah adanya benda-benda tertentu yang disediakan debitur sebagai jaminan, misalnya tanah, tanah berikut
bangunan, mobil, mesin-mesin, surat berharga seperti saham dan lain-lain. Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan adalah debitur menyediakan pihak
ketiga yang menyanggupi untuk melunasi hutang debitur manakala debitur cidera janji.
Universitas Sumatera Utara
Pemberian kredit oleh bank, bank wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan
yang diperjanjikan. Oleh karena kredit yang diberikan oleh bank mengandung resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas
perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk
melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum
memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Mengingat
bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan
debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib
meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.
D. Tata Cara Penilaian Jaminan Kredit Bank
Terhadap setiap objek jaminan kredit yang diajukan calon peminjam debitur dilakukan penilaian oleh bank yang menerimanya, terhadap objek
jaminan kredit tersebut seharusnya dilakukan penilaian secara hukum dan secara
ekonomi.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum kedua cara penilaian tersebut dilakukan, bank terlebih dahulu telah melakukan penelitian untuk memastikan sejauh mana objek jaminan kredit
yang diajukan pemohon kredit merupakan jaminan yang dapat dipertimbangkannya sesuai dengan kebijakan bank. Selain kepastian tentang
jenisnya, juga mengenai kondisi dan keberadaannya, dalam hal ini bank perlu memperoleh dokumen yang berkaitan dengan objek jaminan kredit dan
melakukan pula peninjauan atau melihat fisiknya.
Penilaian secara hukum dilakukan dengan merujuk kepada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang legalitas objek jaminan
utang dan penggunaannya sebagai jaminan kredit. Dari penilaian secara hukum diharapkan dapat disimpulkan mengenai penerimaan objek jaminan yang
bersangkutan sebagai layak atau tidak layak dari segi hukum. Penilaian secara ekonomi dilakukan dengan memerhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan
nilai ekonomi dari objek dari jaminan kredit. Dari penilaian secara ekonomi diharapkan dapat disimpulkan besarnya nilai harga dari objek jaminan kredit.
Penilaian ekonomi sebaiknya dilakukan setelah diketahui kelayakan objek jaminan kredit secara hukum. Hal ini perlu diperhatikan karena sering kali nilai
dari suatu barang sangat terkait dengan kelayakannya dari segi hukum.
58
Akan tetapi, dalam praktik perbankan seringkali mengenai penilaian hukum terhadap objek jaminan kredit tidak atau tidak sepenuhnya dilakukan dan
bank hanya memerhatikan kondisi fisik dan nilainya secara ekonomi. Keadaan
58
M. Bahsan, Op.cit., hlm. 111.
Universitas Sumatera Utara
yang demikian ternyata telah merugikan bank pada saat jaminan kredit yang
bersangkutan dieksekusi karena bermasalah.
1. Penilaian Secara Hukum atas Objek Jaminan Kredit
Penilaian secara hukum atas jaminan kredit dilakukan sesuai dengan jenis dan bentuk jaminan kredit yang diajukan diserahkan oleh calon
peminjam debitur. Masing-masing barang mempunyai legalitas dan aspek hukum jaminan yang berbeda. Walaupun demikian, mengenai
penilaian secara hukum atas jaminan kredit secara umum meliputi hal-hal sebagai berikut:
59
a. Legalitas Objek Jaminan Kredit
Beberapa objek jaminan kredit, baik yang termasuk barang bergerak, barang tidak bergerak maupun yang berupa penanggungan
utang, diatur oleh suatu peraturan perundang-undangan. Dengan merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya akan
diketahui legalitas dari objek jaminan kredit yang bersangkutan. Berdasarkan dokumen dari objek jaminan kredit akan dapat
diketahui berbagai data dan informasi seperti misalnya mengenai nama pemilik, domisili pemilik, letak barang, harga dari barang, ukuran atau
spesifikasi barang, dan sebagainya untuk dinilai lebih lanjut kebenarannya. Bila terhadap semua hal yang berkaitan dengan
keabsahan dokumen dan kebenaran data yang tercantum didalam
59
Ibid, hlm. 112.
Universitas Sumatera Utara
dokumen sudah dilakukan penilaiannya terutama dari segi hukumnya, akan diketahui legalitasnya.
b. Keabsahan Penggunaan Objek Jaminan Kredit
Dari dokumen barang yang dijadikan sebagai objek jaminan kredit akan dapat diketahui apakah barang tersebut milik calon peminjam
debitur atau pihak lain. Bila barang yang dijadikan sebagai objek jaminan kredit milik pemohon kredit tentunya akan lebih mudah
dipertimbangkan bank. Akan tetapi, bila objek jaminan kredit merupakan milik pihak orang lain, maka bank perlu meneliti
keabsahan penggunaannya sebagai jaminan kredit kepada bank oleh pemohon kredit. Bank perlu meneliti keabsahan penggunaan barang
milik pihak lain yang diajukan oleh pemohon kredit sebagai jaminan kredit, yaitu dasar hukum bagi pemohon kredit untuk menjaminkannya
kepada bank. Salah satu dasar hukum tersebut adalah berupa surat kuasa dari pemilik barang kepada pemohon kredit untuk menggunakan
barang miliknya sebagai jaminan kredit kepada bank dengan memerhatikan kecakapan hukum atau kewenangan yang bersangkutan
untuk mengeluarkan surat kuasa. c.
Penggunaan Dokumen yang Sah Dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan objek jaminan kredit
atau kewenangan pemohon untuk menjaminkannya perlu diteliti dan dinilai oleh bank. Walaupun terhadap dokumen yang dipalsukan akan
dapat dikenakan sanksi pidana, sementara bank mungkin sudah
Universitas Sumatera Utara
dirugikan. Penilaian perlu dilakukan terhadap semua dokumen yang berkaitan dengan penilaian permohonan kredit agar dapat diketahui
tentang keabsahannya. Penilaian tersebut sebagaimana telah dikemukakan terdahulu dilakukan antara lain dengan menelitinya
merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, melakukan pengecekan kepada instansi yang berwenang menerbitkan
dokumen dan wawancara dengan pemilik jaminan kredit. Bank seharusnya mempertimbangkan penerimaan suatu objek
jaminan kredit berdasarkan dokumen asli yang sah. Dokumen-dokumen yang sah merupakan suatu alat bukti yang berharga untuk membuktikan
legalitas jaminan kredit dan penggunaannya sebagai jaminan kredit. d.
Sengketa yang Dapat Melekat pada Jaminan Kredit Perbankan Suatu objek jaminan kredit sering pula mempunyai keadaan yang
berpotensi sengketa yang untuk penyelesaiannya perlu merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara umum sengketa
yang dapat melekat pada suatu jaminan kredit dapat berupa sebagai berikut:
1 Terdapatnya pembebanan utang lain atas objek jaminan kredit
2 Terdapatnya sengketa atas objek jaminan kredit
e. Peruntukan dan atau Perizinan Penggunaan Objek Jaminan Kredit
Suatu objek jaminan kredit sering terkait dengan peruntukan dan atau perizinan penggunaannya sebagaimana yang diatur oleh sesuatu
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
Sebagaimana diketahui terdapat berbagai ketentuan hukum yang mengatur mengenai peruntukan dan atau perizinan penggunaan suatu
barang. Bila barang tersebut diajukan pemohon kredit sebagai objek jaminan kredit, maka ketentuan hukumnya perlu diperhatikan oleh bank
dalam rangka menilainya. f.
Kemungkinan Pengikatan Objek Jaminan Kredit Bank perlu melakukan penilaian sejauh mana terhadap objek
jaminan kredit yang diterimanya akan dapat diikat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Terhadap suatu perjajian utang piutang sering disertai dengan perjanjian pengikatan jaminan utang. Demikian pula dalam hal
pemberian kredit selain dibuat perjanjian kreditnya, hendaknya segera diikuti pula dengan pembuatan perjanjian pengikatan objek jaminan
kredit. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa dalam praktik perbankan tidak selamanya dibuat perjanjian pengikatan jaminan kredit yang
berupa perjanjian terpisah sebagai perjanjian accessoir dengan berbagai pertimbangan dari pihak bank atau atas permintaan debitur yang
disetujui oleh bank. Sering kali terjadi mengenai penyerahan jaminan kredit hanya dicantumkan dalam salah satu klausul perjanjian kredit
yang disertai dengan tanda terima penerimaan jaminan kredit. Hal yang demikian sebenarnya tidak dapat disebut sebagai pengikatan jaminan
kredit.
60
60
Ibid., hlm. 119.
Universitas Sumatera Utara
2. Penilaian secara ekonomi terhadap objek jaminan kredit
Dalam rangka pemberian kreditnya, sebaiknya bank melakukan penilaian ekonomi atas objek jaminan kredit yang sebelumnya telah
dilakukan penilaian hukum dan disimpulkan kelayakannya secara hukum. Bila berdasarkan penilaian hukum disimpulkan bahwa objek jaminan
kredit tersebut tidak layak maka sebaiknya dipertimbangkan dulu sebelum diteruskan kepada penilaian ekonominya. Dalam hal ini sejauh mana
tingkat ketidaklayakan tersebut dapat diatasi atau sebaliknya. Dengan demikian, penilaian ekonomi dilakukan setelah penilaian hukum diperoleh
bank. Penilaian ekonomi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana objek
jaminan kredit mempunyai nilai atau harga menurut perhitungan ekonomi. Dalam hal ini terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, antara lain
sebagai berikut:
61
a. Jenis dan bentuk jaminan;
b. Kondisi objek jaminan kredit;
c. Kemudahan pengalihan kepemilikan objek jaminan kredit;
d. Tingkat harga yang jelas dan prospek pemasaran;
e. Penggunaan objek jaminan kredit.
61
Ibid., hlm. 124.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA
PT. BANK SUMUT CABANG PEMBANTU PASAR SIDIKALANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR
10 TAHUN 1998
A. Jenis Lembaga Jaminanpengikatan Jaminan yang Dibebankan Atas Benda Jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar
Sidikalang
Pemberian jaminan oleh debitur kepada kreditur semata-mata hanya sebagai jaminan dalam pengembalian fasilitas kredit yang telah dinikmati oleh
debitur apabila debitur wanprestasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mengambil hasil dari penjualan barang jaminan tersebut, sehingga konsep dasar
pemberian jaminan oleh debitur adalah bukan untuk dimiliki oleh kreditur, namun untuk menjamin pengembalian kredit yang diberikan oleh kreditur.
Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang jenis jaminan atau pengikatan yang dibebankan kepada debitur adalah Jaminan kebendaan yang
berupa Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,
untukpelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Ini menunjukkan
bahwa pada prinsipnya hak tanggungan adalah hak yang dibebankan pada hak
Universitas Sumatera Utara
atas tanah beserta benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah. Benda-benda lain tersebut berupa bangunan dan tanaman yang melekat secara
tetap pada tanah tersebut.
62
1. Hak Milik HM yang diatur dalam Pasal 25 UUPA;
Saat ini ketentuan khusus mengenai Hak Tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Undang-Undang ini berhubungan dengan
Undang-Undang Pokok Agraria UUPA yang merupakan dasar hukumnya. Menurut Pasal 51 UUPA, yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
Hak Tanggungan adalah:
2. Hak Guna Bangunan HGB yang diatur dalam Pasal 33 UUPA;
3. Hak Guna Usaha HGU yang diatur dalam Pasal 39 UUPA.
Hak atas tanah sebagaimana tersebut diatas dapat dibebani Hak Tanggungan karena memenuhi syarat, yaitu terdaftar dalam buku tanah di Kantor
Pertanahan memenuhi asas publisitas dan dapat dipindah tangankan.
63
62
Hasil wawancara dengan Bapak Abdi Satria Sembiring bidang admisnistrasi kredit PT. Bank SUMUT Cabang Pembantu Pasar Sidikalang, tanggal 14 juni 2016.
63
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Pasal 13 angka 1.
Ciri-ciri Hak Tanggunganselalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek
tersebut berada droit de suite, memenuhi asas spesialitas dan publisitas, mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya, tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika
diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT, bersifat
Universitas Sumatera Utara
accessoiratau merupakan ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang-piutang.
64
Ada 2 syarat yang harus dipenuhi dalam menerapkan Pasal 4 ayat 4 UUHT tersebut, yaitu:
Obyek Hak Tanggungan selain yang tersebut diatas, juga membuka kemungkinan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan dan
tanaman yang ada diatasnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat 4 UUHT, yaitu: “Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah
berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau yang akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik
pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan didalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT yang bersangkutan”.
65
a. Bangunan dan tanah yang bersangkutan merupakan satu kesatuan dengan
tanahnya atau bangunan tersebut melekat pada tanah yang bersangkutan; b.
Pembebanan Hak Tanggungan dinyatakan dengan tegas oleh pihak-pihak yang bersangkutan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT atau
dengan kata lain jika tidak ditegaskan dalam APHT maka yang dijadikan jaminan atau yang dibebani Hak Tanggungan hanya tanahnya saja.
Pengikatan jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan dalam perjanjian kredit pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang adalah melalui
proses pembebanan hak tanggungan sebagaimana juga telah ditentukan dalam UUHT yaitu melalui 2 dua tahap berupa:
64
M. Bahsan, Op.cit., hlm. 23.
65
Habib Adjie, Hak Tanggungan sebagai Lembaga Hak Jaminan Atas Tanah, CV. Mandar Maju, Bandung, 1999, hlm. 6.
Universitas Sumatera Utara
1. Tahap pemberian hak tanggungan yang dilakukan dihadapan PPAT;
2. Tahap pendaftaran hak tanggungan yang dilakukan di Kantor Pertanahan
kabupaten atau kota setempat, yang merupakan saat lahirnya hak tanggunan. Menurut Pasal 1 angka 4 UUHT disebutkan bahwa PPAT adalah pejabat
umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan hak
tanggungan. Dalam penjelasan umum angka 7 dijelaskan pula bahwa dalam kedudukan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 4, maka akta yang dibuat
oleh PPAT merupakan akta otentik. Sesuai dengan sifat Accecoirdari hak tanggungan, maka pembebanan hak
tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya.
Hal ini adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 10 ayat 1 UUHT yang menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagaimana jaminan pelunasan hutang tertentu yang dituangkan didalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian
hutang piutang yang bersangkutan. Ketentuan pemberian hak tanggungan yang wajib dihadiri oleh pemberi
hak tanggungan, pemegang hak tanggungan dan 2 orang saksi, dilakukan dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT sesuai peraturan perundang-undangan
yang berlaku. APHT yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan akta otentik. Terhadap objek hak tanggungan berupa hak atas tanah yang berasal dari konversi
Universitas Sumatera Utara
hak lama yang telah memenuhi syarat didaftarkan akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, artinya hak atas tanah tersebut belum bersertifikat, pemberian
hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. Hak lama yang dimaksud disini adalah hak yang
kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
66
1 Nama dan identitas pemberi dan pemegang hak tanggungan;
Terhadap objek Hak Tanggungan yang terdiri lebih dari satu bidang tanah dan diantaranya ada yang letaknya diluar daerah kerjanya, untuk pembuatan
pemberian APHT yang bersangkutan PPAT memerlukan izin dari Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional BPN Propinsi. Dengan ketentuan bahwa
bidang-bidang tanah tersebut harus terletak dalam satu daerah kerja Kantor Pertanahan KabupatenKota. Selanjutnya Undang-Undang menetapkan isi yang
sifatnya wajib untuk sahnya APHT. Dengan tidak mencantumkannya secara lengkap hal-hal yang wajib disebut dalam APHT, maka mengakibatkan akta yang
bersangkutan menjadi batal demi hukum. Dalam Pasal 11 ayat 1 UUHT disebutkan hal-hal yang wajib dicantumkan dalam APHT, yaitu:
2 Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1, dan apabila
diantara mereka ada yang berdomisili diluar Indonesia, baginya harus pula dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia. Apabila domisili pilihan
66
M. Bahsan, Op.cit., hlm. 31.
Universitas Sumatera Utara
itu tidak dicantumkan dalam APHT maka Kantor PPAT tempat pembuatan APHT dianggab sebagai domisili yang dipilih;
3 Penunjukan secara jelas hutang-hutang yang dijamin pelunasannya dengan
hak tanggungan dan meliputi juga nama dan identitas debitur yang bersangkutan;
4 Nilai tanggungan;
5 Uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan, yakni meliputi rincian
mengenai sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan, atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan,
letak, batas-batas, dan luas tanah. Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan
selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penandatanganan APHT. PPAT wajib mengirimkan APHT yang bersangkutan dan berkas lainnya yang diperlukan
kepada Kantor Pertanahan. Berkas lain yang dimaksud disini adalah meliputi surat-surat bukti yang berkaitan dengan objek hak tanggungan, dan identitas
pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk didalamnya sertifikat hak atas tanah danatau surat-surat keterangan mengenai objek hak tanggungan. PPAT wajib
melaksanakan ketentuan tersebut karena jabatannya. Sanksi atas pelanggarannya akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan
PPAT. Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan atas dasar
data didalam APHT serta berkas pendaftaran yang diterimanya dari PPAT, dengan dibuatkan buku tanah hak tanggungan. Bentuk dan isi buku tanah hak
Universitas Sumatera Utara
tanggungan telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria. Dengan dibuatnya buku tanah tersebut, hak tanggungan lahir dan kreditur menjadi kreditur
pemegang hak tanggungan, dengan kedudukan mendahului dari kreditur-kreditur lain.
Untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sertifikat Hak
Tanggungan diberi irah-irah dengan membubuhkan pada sampulnya kalimat “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pasal 14 ayat 2 dan 3 UUHT. Dengan pencantuman irah-irah tersebut pada sertifikat hak tanggungan, maka untuk itu dapat dipergunakan Lembaga Eksekusi.
Setelah sertifikat hak tanggungan selesai dibuat, kemudian sertifikat hak tanggugan tersebut diserahkan kepada pemegang hak tanggungan yang
bersangkutan.
B. Prosedur Pemberian Kredit dengan Jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang