Aspek Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada Bank Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang)

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ali, Zainuddin. 2009. Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Badrulzaman, Mariam Darus. 1994. Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung.

Bahsan, M. 2007. Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. Raja Grafindo, Jakarta.

Fuady, Munir. 1996. Hukum Perkreditan Kontemporer, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung.

G. Thain, Gerald. 1998. Dasar-Dasar Hukum Transaksi Jaminan, Fakultas Hukum UI bekerjasama dengan Elips.

Hasan, Djuhaendah. 1996. Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang Melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Hermansyah, 2006. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada, Jakarta.

H.S, Salim. 2014. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Ibrahim, Johannes. 2004. Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung.

Masjchoen sofwan, Sri soedewi. 1977. Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan didalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta.

________________, 1981. Hukum Benda, Liberty, Yogyakarta.

Rahman, Hasanuddin. 1996. Aspek-Aspek Hukum Perikatan Kredit Perbankan, PT. Citra Aditya bakti, Bandung.


(2)

Siamat, Dahlan. 1993. Manajemen Bank Umum, Intermedia, Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 2005. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Subekti, R. 1999. Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Supramono, Gatot. 1995. Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan

Yuridis, Djambatan, Jakarta.

Sutarno, 2003. Aspek-Aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, CV. Alfabeta, Bandung.

Tje Aman, Edy Putra. 1989. Kredit Perbankan: Suatu Tinjauan Yuridis, Liberty, Yogyakarta.

Usman, Rachmadi. 2009. Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta.

_______________, 2001. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Untung, Budi. 2000. Kredit Perbankan di Indonesia, Penerbit Andi, Yogyakarta.

B. Skripsi

Gracia, Natalia. Aspek Hukum yang Harus Dipenuhi dalam Perjanjian Kredit Bank dengan Jaminan Hak Tanggungan (Studi pada Bank Danamon Simpan Pinjam Unit Petisah). Universitas Sumatera Utara: Program Sarjana Fakultas Hukum, 2014.

Sitanggang, E. Daylon. Pelaksanaan Pemberian Kredit dengan Jaminan Hak Tanggungan pada Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan


(3)

Sumatera Utara: Program Sarjana Fakultas Hukum, 2012.

Andrina, Novia. Aspek Hukum Perjanjian Terhadap Pemberian Kredit Usaha Mikro Oleh Pihak Bank Kepada Nasabah (Studi Kasus Pada PT. Bank Pundi Indonesia, Tbk). Universitas Sumatera Utara: Program Sarjana Fakultas Hukum, 2013.

C. Peraturan Perundang-undangan

Subekti, Tjitrosudibio. 2009. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), PT. Pradnya Paramita, Jakarta.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUH Dagang), Penerbit Citra Umbara, Bandung.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Lembaran Negara Nomor 104 Tahun 1960.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah. Lembaran Negara Nomor 42 Tahun 1996, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3632.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357.


(4)

Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/2/PBI/2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.

Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 Tentang Jaminan Pemberian Kredit.

D. Situs Internet

https://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/jaminan-dan pengikatan-jaminan/

http://ssihab.blogspot.co.id/2009/11/aspek-hukum-perjanjian-kredit-bank-dan.html?m=1

E. Kamus


(5)

BAB III

TINJAUAN UMUM JAMINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan

1. Pengertian Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie,

yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada

kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai

ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur

terhadap krediturnya.39

39 Rachmadi Usman (1), Op.cit., hlm. 66.

Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang

Perbankan, “jaminan adalah keyakinan atas itikad dan kemampuan serta

kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan

pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.” Sehubungan dengan

itu, penjelasan Pasal 8 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998,

menyatakan sebagai berikut: “Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan

pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti

keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi

kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus


(6)

memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap

watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.”

Perspektif hukum perbankan, selain istilah jaminan, dikenal juga dengan

agunan. Istilah agunan terdapat didalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor

10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992

tentang Perbankan. Agunan adalah: “Jaminan tambahan diserahkan nasabah

debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan

berdasarkan prinsip Syariah.”Agunan dalam konstruksi ini merupakan jaminan

tambahan (accessoir). Tujuan agunan adalah untuk mendapatkan fasilitas dari

bank. Jaminan ini diserahkan oleh debitur kepada bank. Unsur-unsur agunan,

yaitu:40

a. Jaminan tambahan;

b. Diserahkan oleh debitur kepada bank;

c. Untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan.

Dengan demikian berarti istilah “agunan” sebagai terjemahan dari istilah

collateral merupakan bagian dari istilah “jaminan” pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Artinya pengertian jaminan lebih luas

daripada pengertian agunan, dimana agunan berkaitan dengan barang sementara

jaminan tidak hanya berkaitan dengan barang tetapi berkaitan pula dengan

character, capacity, capital dan condition of economy dari nasabah debitur yang bersangkutan. Didalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang


(7)

diselenggarakan di Yogyakarta, tanggal 20 s.d. 30 Juli 1977 disimpulkan

pengertian jaminan. Jaminan adalah “Menjamin dipenuhinya kewajiban yang

dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena

itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.”

Dari perumusan pengertian jaminan diatas, dapat disimpulkan bahwa

jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang, yaitu berupa

kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditur sebagai akibat dari

suatu hubungan perjanjian utang piutang atau perjanjian lain. Kebendaan tertentu

diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas

pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sampai

debitur melunasi pinjamannya tersebut. Apabila debitur wanprestasi, kebendaan

tertentu tersebut akan dinilai dengan uang, selanjutnya akan dipergunakan untuk

pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada

krediturnya. Dengan kata lain jaminan disini berfungsi sebagai sarana atau

menjamin pemenuhan pinjaman atau utang debitur seandainya wanprestasi

sebelum sampai jatuh tempo pinjaman atau utangnya berakhir.

Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau

security of law. Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam

kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.


(8)

adanya pemberi dan penerima jaminan, adanya jaminan, dan adanya fasilitas

kredit.41

a. Adanya kaidah hukum

Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi 2

macam, yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan

tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum

yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan

yurisprudensi. Sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah

kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup, dan berkembang

dalam masyarakat. Hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat

yang dilakukan secara lisan;

b. Adanya pemberi dan penerima jaminan

Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang

menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak

sebagai pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang

membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur.

Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang

jaminan dari pemberi jaminan. Yang bertindak sebagai penerima jaminan

ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang

memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau

lembaga keuangan nonbank;

41Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,


(9)

c. Adanya jaminan

Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah

jaminan materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang

berupa hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda

tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan;

d. Adanya fasilitas kredit

Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan

untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan

nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan

kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya

bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan

bunganya. Begitu juga debitur percaya bahwa bank atau lembaga

keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya.

Apabila mengacu pada definisi yang dipaparkan diatas, maka dapat

ditelaah objek dan ruang lingkup kajian hukum jaminan. Objek kajian merupakan

sasaran didalam penyelidikan atau pengkajian hukum jaminan. Objek itu dibagi

menjadi 2 macam, yaitu objek materiil dan objek forma. Objek materiil, yaitu

bahan (materiil) yang dijadikan sasaran dalam penyelidikannya. Objek materiil

hukum jaminan adalah manusia. Objek forma, yaitu sudut pandang tertentu

terhadap objek materiilnya. Jadi objek forma hukum jaminan adalah bagaimana

subjek hukum dapat membebankan jaminannya pada lembaga perbankan atau

lembaga keuangan nonbank. Pembebanan jaminan merupakan proses, yaitu


(10)

Ruang lingkup kajian hukum jaminan meliputi jaminan umum dan

jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi menjadi 2 macam, yaitu jaminan

kebendaan dan perorangan. Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda

bergerak dan tidak bergerak. Yang termasuk dalam jaminan benda bergerak

meliputi: gadai dan fidusia, sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak

tanggungan, fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut, dan pesawat

udara. Sedangkan jaminan perorangan meliputi: borg, tanggung-menanggung

(tanggung renteng), dan garansi bank.42

2. Dasar Hukum Jaminan

Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua macam, yakni

sumber hukum materiil dan sumber hukum formal. Sumber hukum materiil ialah

tempat materi hukum itu diambil. Sumber hukum materiil ini merupakan faktor

yang membantu pembentukan hukum, misalnya hubungan sosial, kekuatan

politik, situasi sosial ekonomi, tradisi (pandangan keagamaan dan kesusilaan),

hasil penelitian ilmiah, perkembangan internasional, dan keadaan geografis.

Sumber hukum formal merupakan tempat memperoleh kekuatan hukum. Ini

berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formal itu

berlaku. Yang diakui umum sebagai hukum formal ialah undang-undang,

perjanjian antar negara, yurisprudensi, dan kebiasaan.

Sumber hukum formal ini dapat digolongkan menjadi 2 macam, yaitu

sumber hukum formal tertulis dan tidak tertulis. Analog dengan hal itu, maka


(11)

sumber hukum jaminan dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu sumber hukum

jaminan tertulis dan tidak tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan

tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah-kaidah hukum jaminan yang berasal

dari sumber tertulis. Umumnya sumber hukum jaminan tertulis terdapat didalam

peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sedangkan sumber

hukum jaminan tidak tertulis adalah tempat ditemukannya kaidah hukum jaminan

yang berasal dari sumber tidak tertulis, seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.43

a. Buku II KUH Perdata (BW)

Adapun yang menjadi sumber hukum jaminan tertulis, disajikan berikut ini:

KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang berasal dari produk

Pemerintah Hindia Belanda, yang diundangkan pada tahun 1848.

Diberlakukan di Indonesia berdasarkan asas konkordansi. KUH Perdata

terdiri atas 4 buku, yaitu Buku I tentang Orang, Buku II tentang Hukum

Benda, Buku III tentang Perikatan, dan Buku IV tentang Pembuktian dan

Kadaluarsa. Jaminan-jaminan yang masih berlaku dalam Buku II KUH

Perdata hanyalah gadai (pand) dan hipotek kapal laut, sedangkan hipotek

atas tanah tidak berlaku lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Gadai diatur dalam Pasal

1150 sampai dengan 1160 KUH Perdata. Didalam ketentuan ini diatur

tentang pengertian gadai (Pasal 1150 KUH Perdata), bentuk perjanjian

gadai (Pasal 1151 KUH Perdata), hak-hak para pihak (Pasal 1152 sampai

dengan Pasal 1153 KUH Perdata), kewajiban para pihak (Pasal 1154

43


(12)

sampai dengan Pasal 1155 KUH Perdata), wanprestasi (Pasal 1156 KUH

Perdata), tanggung jawab para pihak (Pasal 1157 KUH Perdata), bunga

(Pasal 1158 KUH Perdata), debitur tidak berhak untuk menuntut kembali

barang gadai, sebelum dilunasi seluruhnya (Pasal 1159 KUH Perdata), dan

tidak dapat dibagi-baginya barang gadai (Pasal 1160 KUH Perdata).

Sedangkan hipotek diatur dalam Pasal 1162 sampai dengan 1232 KUH

Perdata). Ketentuan tentang hipotek atas tanah kini sudah tidak berlaku

lagi karena telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan, sedangkan ketentuan yang masih berlaku hanya

ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan hipotek kapal laut, yang

beratnya 20 m3 keatas.

b. KUH Dagang

KUH Dagang diatur dalam Stb. 1847 Nomor 23. KUH Dagang terdiri

atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada Umumnya dan Buku II

tentang Hak-hak dan Kewajiban yang Timbul dalam Pelayaran.

Sedangkan jumlah Pasalnya sebanyak 754 Pasal. Pasal-pasal yang erat

kaitan dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan hipotek

kapal laut. Pasal-pasal yang mengatur hipotek kapal laut adalah Pasal 314

sampai dengan Pasal 316 KUH Dagang.

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar

Pokok-Pokok Agraria.

Ketentuan-ketentuan yang erat kaitannya dengan jaminan adalah Pasal


(13)

dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha dan hak guna bangunan

tersebut dalam Pasal 25, 33, dan 39 diatur dengan undang-undang.

Sedangkan dalam Pasal 57 UUPA berbunyi “Selama undang-undang

mengenai Hak Tanggungan tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk,

maka yang berlaku adalah ketentuan-ketentuan hypotheek tersebut dalam

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia dan Credietverband

tersebut dalam Stb. 1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Stb.

1937-190.

d. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas

Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Undang-undang ini mencabut berlakunya hipotek sebagaimana yang

diatur dalam Buku II KUH Perdata, sepanjang mengenai tanah dan

ketentuan mengenai Credietverband dalam Stb. 1908-542 sebagaimana

telah diubah dalam Stb. 1937-190. Tujuan pencabutan ketentuan yang

tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan Stb. 1937-190 adalah tidak

sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan perkreditan, sehubungan dengan

perkembangan tata perekonomian Indonesia.

e. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Ada 3 pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999,

yaitu :

1) Kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha


(14)

hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga

jaminan;

2) Jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai

saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur

dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan

komprehensif;

3) Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu

pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta

mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang

berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap

mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan

pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Undang-undang ini terdiri atas 7

Bab dan 41 Pasal. Hal-hal yang diatur dalam undang-undang ini

meliputi pembebanan, pendaftaran, pengalihan, dan hapusnya

jaminan fidusia, hak mendahulu, dan eksekusi jaminan fidusia.

f. Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.

Pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran

berbunyi:

1) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani hipotek;

2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih

lanjut dalam Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah tentang penjabaran pasal ini sampai saat ini belum


(15)

ditentukan substansi yang diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang

meliputi: syarat dan tata cara pembebanan hipotek. Sedangkan pelaksanaan

pembebanan hipotek atas kapal dilaksanakan sesuai dengan peraturan

perundang-undangan.

B. Jenis Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Bank

Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan

yang berlaku di Luar Negeri. Dalam Pasal 24 UU Nomor 14 Tahun 1967 tentang

Perbankan ditentukan bahwa “Bank tidak akan memberikan kredit tanpa adanya

jaminan.” Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:44

1. Jaminan materiil (kebendaan), yaitu jaminan kebendaan; dan

2. Jaminan imateriil (perorangan), yaitu jaminan perorangan.

Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti

memberikan hak mendahului diatas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat

melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan. Sedangkan jaminan

perseorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi

hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin

pemenuhan perikatan yang bersangkutan (Hasil Seminar Badan Pembinaan

Hukum Nasional yang diselenggarakan di Yogyakarta, tanggal 20 s.d. 30 Juli

1977). Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, mengemukakan pengertian jaminan

materiil (kebendaan) dan jaminan perorangan. “Jaminan materiil adalah jaminan

yang berupa hak mutlak atas suatu benda, yang mempunyai ciri-ciri, mempunyai


(16)

hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun,

selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Sedangkan jaminan imateriil

(perorangan) adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada

perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap

harta kekayaan debitur umumnya.45

a. Hak mutlak atas suatu benda; ”

Dari uraian diatas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum

pada jaminan materiil, yaitu:

b. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu;

c. Dapat dipertahankan terhadap siapapun;

d. Selalu mengikuti bendanya; dan

e. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.

Unsur jaminan perorangan, yaitu:

1) Mempunyai hubungan langsung pada orang tertentu;

2) Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu; dan

3) Terhadap harta kekayaan debitur umumnya.

Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam, yaitu:

a) Gadai (pand), yang diatur didalam Bab 20 Buku II KUH Perdata;

b) Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata;

45

Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan

Khususnya Fidusia didalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum


(17)

c) Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana

telah diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190;

d) Hak tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor

4 Tahun 1996;

e) Jaminan fidusia, sebagaimana yang diatur didalam Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999.

Yang termasuk jaminan perorangan adalah:

1) Penanggung (borg) adalah orang lain yang dapat ditagih;

2) Tanggung-menanggung, yang serupa dengan tanggung renteng; dan

3) Perjanjian garansi.

Dari kedelapan jenis jaminan diatas, maka yang masih berlaku adalah:

1) Gadai;

2) Hak tanggungan;

3) Jaminan fidusia;

4) Hipotek atas kapal laut dan pesawat udara;

5) Borg;

6) Tanggung-menanggung; dan

7) Perjanjian garansi.

Pembebanan hak atas tanah yang menggunakan lembaga hipotek dan

credietverband sudah tidak berlaku lagi karena telah dicabut dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1966 tentang Hak Tanggungan, sedangkan pembebanan


(18)

jaminan atas kapal laut dan pesawat udara masih tetap menggunakan lembaga

hipotek.

Keberadaan jaminan merupakan kebutuhan bagi kreditur atau bank untuk

memperkecil resiko dalam menyalurkan kredit, apabila debitur tidak mampu

menyelesaikan segala kewajiban yang berkenaan dengan kredit tersebut. Jaminan

walaupun bukan menjadi persoalan yang utama, tetapi memiliki urgensi yang

tinggi. Oleh karenanya jaminan menjadi pelik jika tidak disikapi dengan seksama.

Bentuk-bentuk pengikatan jaminan dikelompokkan dalam jaminan

perorangan, jaminan kebendaan untuk benda tetap, benda bergerak dan piutang,

dengan lembaganya hak tanggungan, hipotik, gadai, jaminan fidusia, dan

cessiepiutang. Jaminan perorangan pengikatan jaminan dilakukan dengan akta penanggungan (borgtocht). Pemberian penanggungan yang dilakukan orang

perorangan dinamakan personal guaranty sedangkan yang dilakukan oleh

perusahaan atau badan hukum dinamakan company guaranty. Pengikatan untuk

jaminan kebendaan; Pertama, dengan hak tanggungan dengan jaminan berupa

tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah. Kedua, penjaminan yang

dilakukan untuk benda tidak bergerak selain tanah. Ketiga, gadai merupakan

lembaga jaminan kebendaan bagi benda bergerak. Keempat, jaminan fidusia, yang

merupakan bentuk lain bagi jaminan atas benda bergerak selain gadai. Kelima,

cessie piutang, yang digunakan untuk memperjanjikan pengalihan suatu piutang atau tagihan yang dijadikan jaminan suatu kredit. Jadi sebenarnya cessiebukanlah


(19)

merupakan lembaga jaminan seperti halnya dengan hipotik, gadai, dan jaminan

fidusia.46

Berkaitan dengan masalah jaminan, perlu disikapi pendapat yang

disampaikan oleh G. Thain, antara lain, Transaksi jaminan didefinisikan sebagai

suatu ketetapan suatu pihak baik sebagai individu/pribadi atau sebagai organisasi

bisnis, memberikan pinjaman atau memberikan kredit, kepada pihak lain dengan

harapan bahwa pinjaman tersebut akan dibayar kembali dengan bunga yang sesuai

dan jika syarat-syarat dalam transaksi pemberian hutang tersebut tidak terpenuhi,

maka pihak terjamin (pihak kepada siapa kewajiban harus dipenuhi) akan

menuntut haknya atas jaminan. Jaminan adalah sesuatu yang mempunyai nilai

dari debitur yang disertakan dalam transaksi, dalam rangka untuk menjamin

hutangnya. Tanpa disertakan jaminan, maka yang terjadi hanya suatu kontrak atas

hutang atau atas piutang dan suatu kewajiban untuk melunasinya. Tak dapat

dipungkiri lagi bahwa tekanannya adalah pada adanya jaminan untuk menjamin

pinjaman dari kreditur dan kondisi tersebut akan menempatkan kreditur pada

posisi yang lebih baik.47

Transaksi jaminan diisyaratkan adanya suatu hutang seorang debitur,

seorang kreditur yang menjadi pihak terjamin, harta kekayaan yang menjadi

jaminan (barang jaminan) dan suatu perjanjian yang menjamin bahwa kreditur

akan memiliki kepentingan atas jaminan pada barang jaminan. Maksud dalam

46

Johannes Ibrahim, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian

Kredit Bermasalah, (Bandung: Refika Aditama,2004), hlm. 87.

47 Gerald G. Thain, Dasar-Dasar Hukum Transaksi Jaminan, dalam makalah yang


(20)

persyaratan transaksi jaminan adalah apabila debitur tidak dapat memenuhi

syarat-syarat dalam perjanjian maka kreditur akan tetap terjamin, yaitu kreditur akan

mempunyai hak untuk menguasai barang jaminan dan menetapkan barang

jaminan sebagai suatu pembayaran atas hutang-hutang debitur.48

1) Hak untuk memperoleh kembali sejumlah hutangnya dari debitur; Hak-hak dasar kreditur dalam transaksi jaminan adalah:

2) Hak untuk memperoleh harta kekayaan yang telah disebutkan sebagai

pelunasan hutangnya apabila terjadi kegagalan pembayaran hutangnya

oleh debitur.49

Perjanjian jaminan timbul karena adanya perjanjian pokok. Perjanjian

pokoknya berupa perjanjian pinjam meminjam atau perjanjian kredit, dan tidak

mungkin ada perjanjian jaminan tanpa ada perjanjian pokoknya. Perjanjian

jaminan tidak dapat berdiri sendiri, melainkan selalu mengikuti perjanjian

pokoknya. Apabila perjanjian pokok berakhir, maka perjanjian jaminan juga akan

hapus. Sifat perjanjian jaminan merupakan perjanjian asesor (accessoir).

Perjanjian jaminan merupakan perjanjian khusus yang dibuat oleh kreditur atau

bank dengan debitur atau pihak ketiga yang membuat suatu janji dengan

mengikatkan benda tertentu atau kesanggupan pihak ketiga dengan

48

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang “Perbankan”, Pasal 12 A.

49


(21)

tujuanmemberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau

pelaksanaan perjanjian pokok.50

1) Perjanjian Jaminan Perorangan

Perjanjian jaminan perorangan merupakan hak relatif yaitu hak yang

hanya dapat dipertahankan terhadap orang tertentu yang terikat oleh

perjanjian. Perjanjian jaminan perorangan adalah perjanjian jaminan antara

kreditur dengan pihak ketiga. Perjanjian ini diadakan untuk kepentingan

debitur. Perjanjian jaminan perorangan dinamakan sebagai penanggungan

utang (borghtocht). 51

Subekti mengatakan: “Jaminan perorangan adalah suatu perjanjian

antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang

menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat

diadakan diluar (tanpa) pengetahuan si berhutang tersebut.52

50 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain yang

Melekat pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, Citra Aditya Bakti,

Bandung, 1996, hlm. 236.

51 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pasal 1820 KUH Perdata 52 R. Subekti, Op.cit., hlm. 17.

Ketentuan penanggungan dalam Pasal 1820 KUH Perdata tidak

terlepas dari ketentuan Pasal 1821 KUH Perdata. Ketentuan ini

menunjukkan bahwa penanggungan adalah suatu perjanjian asesor, yaitu

eksistensi atau adanya penanggungan itu tergantung dari adanya suatu

perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang pemenuhannya ditanggung atau


(22)

Perjanjian jaminan perorangan (personal guaranty) yang diikat adalah

kesanggupan dari pihak ketiga untuk melunasi hutang debitur. Dalam

perjanjian jaminan perorangan tidak jelas benar apa atau yang mana milik

pihak ketiga yang akan menjadi jaminan, sehingga akan berlaku ketentuan

seperti dalam jaminan umum yang lahir karena undang-undang dan hanya

memberikan kedudukan yang sama terhadap para kreditur yaitu sebagai

kreditur konkuren saja.53

Penjamin atau pihak ketiga mempunyai hak-hak istimewa

sebagaimana tercantum dalam Pasal 1831 KUH Perdata. Ketentuan ini

oleh pihak kreditur dapat ditiadakan dengan membuat suatu perjanjian Meskipun demikian, dengan adanya perjanjian jaminan perorangan,

kreditur akan merasa lebih aman daripada tidak ada jaminan sama sekali,

karena dengan adanya jaminan pihak ketiga berarti kreditur dapat menagih

tidak hanya kepada debitur tetapi juga kepada pihak ketiga yang

kadang-kadang juga pihak ketiga ini dapat terdiri dari beberapa orang.

Dimungkinkan pula penjaminan terhadap penjamin debitur yaitu jaminan

terhadap pihak ketiga bahwa penjamin akan melaksanakan kewajibannya

yaitu melunasi hutang debitur (sub borg). Seorang borg(pihak ketiga) atau

guarantor tidak dapat mengikatkan diri untuk jumlah lebih atau lebih berat daripada perikatannya debitur. Sedangkan penanggungan atau penjaminan

itu boleh hanya untuk sebagian atau dengan syarat yang kurang dari

hutang debitur berdasarkan kesanggupan penjamin.


(23)

yang didalam praktik biasanya (pihak bank) selalu meminta agar penjamin

yaitu pihak ketiga melepaskan hak istimewanya, sehingga dengan

demikian kreditur dapat langsung menagih kepada penjamin (pihak

ketiga).

2) Perjanjian Jaminan Kebendaan

Subekti memberikan pengertian bahwa menjaminkan suatu benda

berarti melepaskan sebagian kekuasaan atas benda tersebut. Kekuasaan

yang dilepaskan tersebut adalah kekuasaan untuk mengalihkan hak milik

dengan cara apapun baik dengan cara menjual, menukar atau

menghibahkan.

Sedangkan pengertian tentang perjanjian jaminan kebendaan adalah

selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si

pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran)

kewajiban (hutang) seorang debitur. Bahwa kekayaan tersebut dapat

berupa kekayaan debitur sendiri atau kekayaan pihak ketiga yang

mengikatkan diri dalam perjanjian antara debitur dengan kreditur atau

bank. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan debitur sendiri atau

kekayaan seorang ketiga. Penyendirian atau penyediaan secara khusus itu

diperuntukkan bagi keuntungan seorang kreditur tertentu yang telah

memintanya, karena bila tidak ada penyendirian atau penyediaan secara

khusus itu, bagian dari kekayaan tadi, seperti halnya seluruh kekayaan si

debitur dijadikan jaminan untuk pembayaran semua hutang si debitur.


(24)

kreditur tertentu memberikan kepada kreditur tersebut suatu privelege atau

kedudukan istimewa terhadap para kreditur lainnya.

Pasal 1133 KUH Perdata, hak kebendaan yang memiliki hak

preferensi hanya disebutkan bagi gadai dan hipotik saja, namun dalam

hukum jaminan dikenal lembaga lain yang diatur diluar KUH Perdata

yaitu kreditverban (creditverband) dan fidusia (fiduciary) yang tumbuh

dalam perkembangan masyarakat.

Objek-objek jaminan kebendaan terdiri atas: tanah dan bangunan,

kapal, kendaraan bermotor, mesin-mesin, stockbarang, deposito, tagihan

(piutang) atau anjak piutang (factoring), dan saham. Yang dimaksud

dengan tagihan adalah suatu piutang yang dimiliki oleh debitur terhadap

pihak ketiga dalam jangka waktu tertentu piutang tersebut akan dibayar

oleh pihak ketiga. Umumnya tagihan debitur kepada pihak ketiga dalam

bentuk surat-surat berharga, seperti cek, bilyet giro, promes, dan saham.

Harus jelas nama perusahaannya, tahun disahkannya perusahaan sebagai

badan hukum, apakah PT terbuka atau tertutup, jumlah sahamnya,

nilainya, dan identifikasi lainnya. Dalam praktik perbankan surat-surat

berharga dialihkan ketangan bank dan bank akan mencairkan kredit

berdasarkan marjin jaminan yang dipersyaratkan oleh bank. Dikarenakan

jaminan kredit berupa tagihan atau anjak piutang serta saham berisiko

tinggi, bank umumnya tidak hanya dijaminkan oleh piutang saja, akan


(25)

pelengkap dan bank harus memantau secara seksama hasil pencairan

tagihan untuk penurunan pagu atau plafond kredit.

C. Fungsi Jaminan Dalam Perjanjian Kredit Bank

Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu

kepastian atas pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh

debitur atau oleh penjamin debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan

untuk memperkecil resiko bank dalam menyalurkan kredit. Walaupun secara

prinsip jaminan bukan persyaratan utama, bank memprioritaskan dari kelayakan

usaha yang dibiayai sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai

dengan jadwal yang disepakati bersama. Jaminan utama dalam perjanjian kredit

adalah merupakan keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur

untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Jaminan merupakan alternatif terakhir, jika kelayakan usaha atau prospek

bisnis debitur tidak mendukung lagi untuk pengembalian kredit dalam langkah

menarik kembali dana yang telah disalurkan. Sebagai langkah antisipatif dalam

menarik kembali dana yang telah disalurkan kepada debitur, terhadap jaminan

hendaknya dipertimbangkan 2 faktor, yaitu:

a. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis

formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika

dikemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki

kekuatan.

b. Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera


(26)

Dengan mempertimbangkan kedua faktor diatas, jaminan yang diterima

oleh pihak bank dapat meminimalisir resiko dalam penyaluran kredit sesuai

dengan prinsip kehati-hatian (prudential banking).

Secara normatif sarana perlindungan bagi kreditur tercantum dalam

berbagai ketentuan perundang-undangan. Antara lain dalam Pasal 1131 dan 1132

KUH Perdata. Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan jaminan secara

umum atau jaminan yang lahir dari undang-undang. Dalam hal ini undang-undang

memberikan perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama atau

berlaku asas paritas creditorum, yang pembayaran atau pelunasan hutang kepada

kreditur dilakukan secara berimbang (ponds-ponds gewijs). Dengan demikian para

kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren yang bersaing dalam

pemenuhan piutangnya, kecuali apabila ada yang memberikan kedudukan

preferen, kedudukan yang didahulukan kepada para kreditur tersebut.54

Selanjutnya hak untuk didahulukan dan hak istimewa tercantum dalam

Pasal 1131 dan Pasal 1134 KUH Perdata. Hak untuk didahulukan bagi seorang

kreditur dikarenakan kedudukan yang berimbang tidak memberikan kepastian

akan terjaminnya pengembalian kreditnya. Kreditur tidak mengetahui akan adanya

kreditur-kreditur lainnya yang kemungkinan muncul dikemudian hari. Makin

banyak kreditur dari debitur yang bersangkutan, akan semakin kecil peluang bagi Hak untuk

didahulukan bagi seorang kreditur terhadap kreditur-kreditur lainnya timbul dari

hak istimewa, Gadai dan Hipotik.


(27)

kreditur terhadap kemungkinan pengembalian kredit jika debitur berada dalam

keadaan insolvensi (tidak mampu membayar hutang-hutangnya).55

Mengingat bahwa agunan sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka

apabila berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas Ketentuan khusus tentang perundang-undangan perbankan, tidak

menjelaskan tentang kedudukan dari para kreditur. Ketentuan-ketentuan yang

mengatur tentang jaminan kredit tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, Pasal 8 dan penjelasannya serta Undang-Undang

Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun

1992 tentang Perbankan, Pasal 8 dan penjelasannya. Dalam memberikan kredit

atau pembiayaan, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis

yang mendalam atas iktikad baik dan kemampuan serta kesanggupan nasabah

debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan sesuai dengan

yang diperjanjikan.

Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau

pembiayaan dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah

debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan

merupakan faktor yang harus diperhatikan oleh bank.

Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank

harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal,

agunan, dan prospek usaha dari nasabah debitur.


(28)

kemampuan nasabah debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya

berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang

bersangkutan. Tanah yang kepemilikannya didasarkan pada hukum adat yaitu

tanah yang bukti kepemilikannya berupa girik, petuk, dan lain-lain yang sejenis

dapat digunakan sebagai agunan. Bank tidak wajib meminta agunan berupa

barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai, yang lazim

dikenal dengan agunan tambahan. Selain itu, bank dalam memberikan kredit atau

pembiayaan berdasarkan harus pula memperhatikan hasil Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan yang berskala besar dan atau

beresiko tinggi agar proyek yang dibiayai tetap menjaga kelestarian lingkungan.

Sehubungan dalam pemberian kredit yang menjadi prioritas adalah

keyakinan atas kemampuan debitur, sehingga bank dalam memberikan kredit

harus menganalisis kredit secara seksama dengan mempertimbangkan

faktor-faktor: watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur.

Agunan hanya sebagai salah satu unsur pemberian kredit, maka apabila

berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan

debitur mengembalikan utangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek atau

hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Agunan merupakan

solusi terakhir bagi bank, jika debitur tidak dapat menyelesaikan kredit yang

diperolehnya berdasarkan kelayakan usaha atau terjadi sebab-sebab lainnya diluar

yang diperhitungkan, baik yang disebabkan kondisi perekonomian secara makro


(29)

Jaminan ada yang bersifat umum dan ada yang bersifat khusus. Jaminan

yang merupakan jaminan umum atau jaminan yang lahir dari undang-undang

bersumber pada Pasal 1131 KUH Perdata yang objeknya adalah semua harta

kekayaan atau benda-benda yang dimiliki debitur seluruhnya baik yang ada

sekarang maupun yang akan ada dikemudian hari, menjadi jaminan bagi

pelunasan hutang debitur kepada kreditur. Dalam hal ini undang-undang

memberikan perlindungan bagi semua kreditur dalam kedudukan yang sama atau

berlaku asas paritas creditorium, yaitu pelunasan hutang kepada kreditur

dilakukan secara berimbang. Dengan demikian para kreditur hanya berkedudukan

sebagai kreditur konkuren yang bersaing dalam pemenuhan piutangnya, kecuali

apabila ada yang memberikan kedudukan yang lebih didahulukan kepada para

kreditur tersebut.56

Jaminan khusus yang lahir karena ada perjanjian antara kreditur dan

debitur yang dapat berupa jaminan yang bersifat kebendaan atau jaminan bersifat

perorangan.

Hak untuk didahulukan bagi seorang kreditur terhadap

kreditur-kreditur lainnya timbul dari hak istimewa, gadai, dan hipotik.

57

56 Sri Sudewi Masychun Sofwan, Op.cit., hlm. 32. 57 Sutarno, Op.cit., hlm. 146.

Jaminan yang bersifat kebendaan adalah adanya benda-benda

tertentu yang disediakan debitur sebagai jaminan, misalnya tanah, tanah berikut

bangunan, mobil, mesin-mesin, surat berharga seperti saham dan lain-lain.

Sedangkan jaminan yang bersifat perorangan adalah debitur menyediakan pihak

ketiga yang menyanggupi untuk melunasi hutang debitur manakala debitur cidera


(30)

Pemberian kredit oleh bank, bank wajib mempunyai keyakinan atas

kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan

yang diperjanjikan. Oleh karena kredit yang diberikan oleh bank mengandung

resiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas

perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian

kredit dalam arti keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk

melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor yang

harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum

memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap

watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha dari debitur. Mengingat

bahwa agunan menjadi salah satu unsur jaminan pemberian kredit, maka apabila

berdasarkan unsur-unsur lain telah dapat diperoleh keyakinan atas kemampuan

debitur mengembalikan hutangnya, agunan dapat hanya berupa barang, proyek

atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan. Bank tidak wajib

meminta agunan berupa barang yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang

dibiayai, yang lazim dikenal dengan agunan tambahan.

D. Tata Cara Penilaian Jaminan Kredit Bank

Terhadap setiap objek jaminan kredit yang diajukan calon peminjam

(debitur) dilakukan penilaian oleh bank yang menerimanya, terhadap objek

jaminan kredit tersebut seharusnya dilakukan penilaian secara hukum dan secara


(31)

Sebelum kedua cara penilaian tersebut dilakukan, bank terlebih dahulu

telah melakukan penelitian untuk memastikan sejauh mana objek jaminan kredit

yang diajukan pemohon kredit merupakan jaminan yang dapat

dipertimbangkannya sesuai dengan kebijakan bank. Selain kepastian tentang

jenisnya, juga mengenai kondisi dan keberadaannya, dalam hal ini bank perlu

memperoleh dokumen yang berkaitan dengan objek jaminan kredit dan

melakukan pula peninjauan atau melihat fisiknya.

Penilaian secara hukum dilakukan dengan merujuk kepada ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang legalitas objek jaminan

utang dan penggunaannya sebagai jaminan kredit. Dari penilaian secara hukum

diharapkan dapat disimpulkan mengenai penerimaan objek jaminan yang

bersangkutan sebagai layak atau tidak layak dari segi hukum. Penilaian secara

ekonomi dilakukan dengan memerhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan

nilai ekonomi dari objek dari jaminan kredit. Dari penilaian secara ekonomi

diharapkan dapat disimpulkan besarnya nilai (harga) dari objek jaminan kredit.

Penilaian ekonomi sebaiknya dilakukan setelah diketahui kelayakan objek

jaminan kredit secara hukum. Hal ini perlu diperhatikan karena sering kali nilai

dari suatu barang sangat terkait dengan kelayakannya dari segi hukum.58

Akan tetapi, dalam praktik perbankan seringkali mengenai penilaian

hukum terhadap objek jaminan kredit tidak atau tidak sepenuhnya dilakukan dan

bank hanya memerhatikan kondisi fisik dan nilainya secara ekonomi. Keadaan


(32)

yang demikian ternyata telah merugikan bank pada saat jaminan kredit yang

bersangkutan dieksekusi karena bermasalah.

1. Penilaian Secara Hukum atas Objek Jaminan Kredit

Penilaian secara hukum atas jaminan kredit dilakukan sesuai dengan

jenis dan bentuk jaminan kredit yang diajukan (diserahkan) oleh calon

peminjam (debitur). Masing-masing barang mempunyai legalitas dan

aspek hukum jaminan yang berbeda. Walaupun demikian, mengenai

penilaian secara hukum atas jaminan kredit secara umum meliputi hal-hal

sebagai berikut:59

a. Legalitas Objek Jaminan Kredit

Beberapa objek jaminan kredit, baik yang termasuk barang

bergerak, barang tidak bergerak maupun yang berupa penanggungan

utang, diatur oleh suatu peraturan perundang-undangan. Dengan

merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang mengaturnya akan

diketahui legalitas dari objek jaminan kredit yang bersangkutan.

Berdasarkan dokumen dari objek jaminan kredit akan dapat

diketahui berbagai data dan informasi seperti misalnya mengenai nama

pemilik, domisili pemilik, letak barang, harga dari barang, ukuran atau

spesifikasi barang, dan sebagainya untuk dinilai lebih lanjut

kebenarannya. Bila terhadap semua hal yang berkaitan dengan

keabsahan dokumen dan kebenaran data yang tercantum didalam


(33)

dokumen sudah dilakukan penilaiannya terutama dari segi hukumnya,

akan diketahui legalitasnya.

b. Keabsahan Penggunaan Objek Jaminan Kredit

Dari dokumen barang yang dijadikan sebagai objek jaminan kredit

akan dapat diketahui apakah barang tersebut milik calon peminjam

(debitur) atau pihak lain. Bila barang yang dijadikan sebagai objek

jaminan kredit milik pemohon kredit tentunya akan lebih mudah

dipertimbangkan bank. Akan tetapi, bila objek jaminan kredit

merupakan milik pihak (orang) lain, maka bank perlu meneliti

keabsahan penggunaannya sebagai jaminan kredit kepada bank oleh

pemohon kredit. Bank perlu meneliti keabsahan penggunaan barang

milik pihak lain yang diajukan oleh pemohon kredit sebagai jaminan

kredit, yaitu dasar hukum bagi pemohon kredit untuk menjaminkannya

kepada bank. Salah satu dasar hukum tersebut adalah berupa surat

kuasa dari pemilik barang kepada pemohon kredit untuk menggunakan

barang miliknya sebagai jaminan kredit kepada bank dengan

memerhatikan kecakapan hukum atau kewenangan yang bersangkutan

untuk mengeluarkan surat kuasa.

c. Penggunaan Dokumen yang Sah

Dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan objek jaminan kredit

atau kewenangan pemohon untuk menjaminkannya perlu diteliti dan

dinilai oleh bank. Walaupun terhadap dokumen yang dipalsukan akan


(34)

dirugikan. Penilaian perlu dilakukan terhadap semua dokumen yang

berkaitan dengan penilaian permohonan kredit agar dapat diketahui

tentang keabsahannya. Penilaian tersebut sebagaimana telah

dikemukakan terdahulu dilakukan antara lain dengan menelitinya

merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku,

melakukan pengecekan kepada instansi yang berwenang menerbitkan

dokumen dan wawancara dengan pemilik jaminan kredit.

Bank seharusnya mempertimbangkan penerimaan suatu objek

jaminan kredit berdasarkan dokumen asli yang sah. Dokumen-dokumen

yang sah merupakan suatu alat bukti yang berharga untuk membuktikan

legalitas jaminan kredit dan penggunaannya sebagai jaminan kredit.

d. Sengketa yang Dapat Melekat pada Jaminan Kredit Perbankan

Suatu objek jaminan kredit sering pula mempunyai keadaan yang

berpotensi sengketa yang untuk penyelesaiannya perlu merujuk kepada

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Secara umum sengketa

yang dapat melekat pada suatu jaminan kredit dapat berupa sebagai

berikut:

1) Terdapatnya pembebanan utang lain atas objek jaminan kredit

2) Terdapatnya sengketa atas objek jaminan kredit

e. Peruntukan dan atau Perizinan Penggunaan Objek Jaminan Kredit

Suatu objek jaminan kredit sering terkait dengan peruntukan dan

atau perizinan penggunaannya sebagaimana yang diatur oleh sesuatu


(35)

Sebagaimana diketahui terdapat berbagai ketentuan hukum yang

mengatur mengenai peruntukan dan atau perizinan penggunaan suatu

barang. Bila barang tersebut diajukan pemohon kredit sebagai objek

jaminan kredit, maka ketentuan hukumnya perlu diperhatikan oleh bank

dalam rangka menilainya.

f. Kemungkinan Pengikatan Objek Jaminan Kredit

Bank perlu melakukan penilaian sejauh mana terhadap objek

jaminan kredit yang diterimanya akan dapat diikat secara sah sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Terhadap suatu perjajian utang piutang sering disertai dengan

perjanjian pengikatan jaminan utang. Demikian pula dalam hal

pemberian kredit selain dibuat perjanjian kreditnya, hendaknya segera

diikuti pula dengan pembuatan perjanjian pengikatan objek jaminan

kredit. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa dalam praktik perbankan

tidak selamanya dibuat perjanjian pengikatan jaminan kredit yang

berupa perjanjian terpisah sebagai perjanjian accessoir dengan berbagai

pertimbangan dari pihak bank atau atas permintaan debitur yang

disetujui oleh bank. Sering kali terjadi mengenai penyerahan jaminan

kredit hanya dicantumkan dalam salah satu klausul perjanjian kredit

yang disertai dengan tanda terima penerimaan jaminan kredit. Hal yang

demikian sebenarnya tidak dapat disebut sebagai pengikatan jaminan

kredit.60

60


(36)

2. Penilaian secara ekonomi terhadap objek jaminan kredit

Dalam rangka pemberian kreditnya, sebaiknya bank melakukan

penilaian ekonomi atas objek jaminan kredit yang sebelumnya telah

dilakukan penilaian hukum dan disimpulkan kelayakannya secara hukum.

Bila berdasarkan penilaian hukum disimpulkan bahwa objek jaminan

kredit tersebut tidak layak maka sebaiknya dipertimbangkan dulu sebelum

diteruskan kepada penilaian ekonominya. Dalam hal ini sejauh mana

tingkat ketidaklayakan tersebut dapat diatasi atau sebaliknya. Dengan

demikian, penilaian ekonomi dilakukan setelah penilaian hukum diperoleh

bank.

Penilaian ekonomi dilakukan untuk mengetahui sejauh mana objek

jaminan kredit mempunyai nilai atau harga menurut perhitungan ekonomi.

Dalam hal ini terdapat beberapa aspek yang perlu diperhatikan, antara lain

sebagai berikut:61

a. Jenis dan bentuk jaminan;

b. Kondisi objek jaminan kredit;

c. Kemudahan pengalihan kepemilikan objek jaminan kredit;

d. Tingkat harga yang jelas dan prospek pemasaran;

e. Penggunaan objek jaminan kredit.


(37)

BAB IV

ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK SUMUT CABANG PEMBANTU PASAR SIDIKALANG

DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998

A. Jenis Lembaga Jaminan/pengikatan Jaminan yang Dibebankan Atas Benda Jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang

Pemberian jaminan oleh debitur kepada kreditur semata-mata hanya

sebagai jaminan dalam pengembalian fasilitas kredit yang telah dinikmati oleh

debitur apabila debitur wanprestasi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan

mengambil hasil dari penjualan barang jaminan tersebut, sehingga konsep dasar

pemberian jaminan oleh debitur adalah bukan untuk dimiliki oleh kreditur, namun

untuk menjamin pengembalian kredit yang diberikan oleh kreditur.

Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang jenis jaminan

atau pengikatan yang dibebankan kepada debitur adalah Jaminan kebendaan yang

berupa Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan

pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak

berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu,

untukpelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan

kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Ini menunjukkan


(38)

atas tanah beserta benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah.

Benda-benda lain tersebut berupa bangunan dan tanaman yang melekat secara

tetap pada tanah tersebut.62

1. Hak Milik (HM) yang diatur dalam Pasal 25 UUPA;

Saat ini ketentuan khusus mengenai Hak Tanggungan diatur dalam

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996. Undang-Undang ini berhubungan dengan

Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang merupakan dasar hukumnya.

Menurut Pasal 51 UUPA, yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani

Hak Tanggungan adalah:

2. Hak Guna Bangunan (HGB) yang diatur dalam Pasal 33 UUPA;

3. Hak Guna Usaha (HGU) yang diatur dalam Pasal 39 UUPA.

Hak atas tanah sebagaimana tersebut diatas dapat dibebani Hak

Tanggungan karena memenuhi syarat, yaitu terdaftar dalam buku tanah di Kantor

Pertanahan (memenuhi asas publisitas) dan dapat dipindah tangankan.63

62

Hasil wawancara dengan Bapak Abdi Satria Sembiring (bidang admisnistrasi kredit) PT. Bank SUMUT Cabang Pembantu Pasar Sidikalang, tanggal 14 juni 2016.

63Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah, Pasal 13 angka 1.

Ciri-ciri

Hak Tanggunganselalu mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek

tersebut berada (droit de suite), memenuhi asas spesialitas dan publisitas, mudah

dan pasti pelaksanaan eksekusinya, tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika


(39)

accessoiratau merupakan ikatan pada perjanjian pokok yakni perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum hutang-piutang.64

Ada 2 syarat yang harus dipenuhi dalam menerapkan Pasal 4 ayat (4)

UUHT tersebut, yaitu:

Obyek Hak Tanggungan selain yang tersebut diatas, juga membuka

kemungkinan pembebanan Hak Tanggungan atas tanah berikut bangunan dan

tanaman yang ada diatasnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 ayat (4)

UUHT, yaitu: “Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah

berikut bangunan, tanaman dan hasil karya yang telah ada atau yang akan ada

yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik

pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan didalam

Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang bersangkutan”.

65

a. Bangunan dan tanah yang bersangkutan merupakan satu kesatuan dengan

tanahnya atau bangunan tersebut melekat pada tanah yang bersangkutan;

b. Pembebanan Hak Tanggungan dinyatakan dengan tegas oleh pihak-pihak

yang bersangkutan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) atau

dengan kata lain jika tidak ditegaskan dalam APHT maka yang dijadikan

jaminan atau yang dibebani Hak Tanggungan hanya tanahnya saja.

Pengikatan jaminan Hak Tanggungan yang dilakukan dalam perjanjian

kredit pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang adalah melalui

proses pembebanan hak tanggungan sebagaimana juga telah ditentukan dalam

UUHT yaitu melalui 2 (dua) tahap berupa:

64M. Bahsan, Op.cit., hlm. 23.

65Habib Adjie, Hak Tanggungan sebagai Lembaga Hak Jaminan Atas Tanah, CV.


(40)

1. Tahap pemberian hak tanggungan yang dilakukan dihadapan PPAT;

2. Tahap pendaftaran hak tanggungan yang dilakukan di Kantor Pertanahan

kabupaten atau kota setempat, yang merupakan saat lahirnya hak tanggunan.

Menurut Pasal 1 angka 4 UUHT disebutkan bahwa PPAT adalah pejabat

umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah,

akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa pembebanan hak

tanggungan. Dalam penjelasan umum angka 7 dijelaskan pula bahwa dalam

kedudukan sebagaimana tersebut dalam Pasal 1 angka 4, maka akta yang dibuat

oleh PPAT merupakan akta otentik.

Sesuai dengan sifat Accecoirdari hak tanggungan, maka pembebanan hak

tanggungan didahului dengan perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum

hutang piutang yang dijamin pelunasannya, yang merupakan perjanjian pokoknya.

Hal ini adalah sebagaimana tersebut dalam Pasal 10 ayat (1) UUHT yang

menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk

memberikan Hak Tanggungan sebagaimana jaminan pelunasan hutang tertentu

yang dituangkan didalam dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari perjanjian

hutang piutang yang bersangkutan.

Ketentuan pemberian hak tanggungan yang wajib dihadiri oleh pemberi

hak tanggungan, pemegang hak tanggungan dan 2 orang saksi, dilakukan dengan

pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT sesuai peraturan perundang-undangan

yang berlaku. APHT yang dibuat oleh PPAT tersebut merupakan akta otentik.


(41)

hak lama yang telah memenuhi syarat didaftarkan akan tetapi pendaftarannya

belum dilakukan, artinya hak atas tanah tersebut belum bersertifikat, pemberian

hak tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas

tanah yang bersangkutan. Hak lama yang dimaksud disini adalah hak yang

kepemilikan atas tanah menurut hukum adat yang telah ada akan tetapi proses

administrasi dalam konversinya belum selesai dilaksanakan menurut peraturan

perundang-undangan yang berlaku.66

1) Nama dan identitas pemberi dan pemegang hak tanggungan;

Terhadap objek Hak Tanggungan yang terdiri lebih dari satu bidang tanah

dan diantaranya ada yang letaknya diluar daerah kerjanya, untuk pembuatan

pemberian APHT yang bersangkutan PPAT memerlukan izin dari Kepala Kantor

Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) Propinsi. Dengan ketentuan bahwa

bidang-bidang tanah tersebut harus terletak dalam satu daerah kerja Kantor

Pertanahan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Undang-Undang menetapkan isi yang

sifatnya wajib untuk sahnya APHT. Dengan tidak mencantumkannya secara

lengkap hal-hal yang wajib disebut dalam APHT, maka mengakibatkan akta yang

bersangkutan menjadi batal demi hukum. Dalam Pasal 11 ayat (1) UUHT

disebutkan hal-hal yang wajib dicantumkan dalam APHT, yaitu:

2) Domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada angka 1, dan apabila

diantara mereka ada yang berdomisili diluar Indonesia, baginya harus pula

dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia. Apabila domisili pilihan


(42)

itu tidak dicantumkan dalam APHT maka Kantor PPAT tempat pembuatan

APHT dianggab sebagai domisili yang dipilih;

3) Penunjukan secara jelas hutang-hutang yang dijamin pelunasannya dengan

hak tanggungan dan meliputi juga nama dan identitas debitur yang

bersangkutan;

4) Nilai tanggungan;

5) Uraian yang jelas mengenai objek hak tanggungan, yakni meliputi rincian

mengenai sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan, atau bagi tanah yang

belum terdaftar sekurang-kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan,

letak, batas-batas, dan luas tanah.

Pemberian hak tanggungan wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan

selambat-lambatnya 7 hari kerja setelah penandatanganan APHT. PPAT wajib

mengirimkan APHT yang bersangkutan dan berkas lainnya yang diperlukan

kepada Kantor Pertanahan. Berkas lain yang dimaksud disini adalah meliputi

surat-surat bukti yang berkaitan dengan objek hak tanggungan, dan identitas

pihak-pihak yang bersangkutan, termasuk didalamnya sertifikat hak atas tanah

dan/atau surat-surat keterangan mengenai objek hak tanggungan. PPAT wajib

melaksanakan ketentuan tersebut karena jabatannya. Sanksi atas pelanggarannya

akan ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur jabatan

PPAT.

Pendaftaran hak tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan atas dasar

data didalam APHT serta berkas pendaftaran yang diterimanya dari PPAT,


(43)

tanggungan telah ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria. Dengan

dibuatnya buku tanah tersebut, hak tanggungan lahir dan kreditur menjadi kreditur

pemegang hak tanggungan, dengan kedudukan mendahului dari kreditur-kreditur

lain.

Untuk memberikan kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan

hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sertifikat Hak

Tanggungan diberi irah-irah dengan membubuhkan pada sampulnya kalimat

“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

(Pasal 14 ayat (2) dan (3) UUHT). Dengan pencantuman irah-irah tersebut pada

sertifikat hak tanggungan, maka untuk itu dapat dipergunakan Lembaga Eksekusi.

Setelah sertifikat hak tanggungan selesai dibuat, kemudian sertifikat hak

tanggugan tersebut diserahkan kepada pemegang hak tanggungan yang

bersangkutan.

B. Prosedur Pemberian Kredit dengan Jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang

Undang-Undang Perbankan yang berlaku pada saat ini masih sangat

menekankan pada arti pentingnya jaminan (collateral) sebagai salah satu sumber

pemberian kredit dalam rangka pendistribusian dana nasabah dan penggerak

perekonomian. Bank tidak akan memberikan kredit kepada debitur tanpa adanya

jaminan yang diserahkan terhadap bank. Jaminan adalah keyakinan atas itikad dan

kemampuan serta kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya atau


(44)

Bank sebagai kreditur tentunya tidak dengan begitu saja memberikan dana

yang diminta oleh calon debitur, meskipun calon debitur tersebut dalam keadaan

mampu memberikan jaminan. Bank harus tetap menjalankan prosedur pemberian

kredit dengan jaminan kepada debitur dan memperhatikan tujuan dari pemberian

kredit kepada calon nasabah itu seperti apa, agar sasaran dari pemberian fasilitas

kredit itu dapat tercapai dengan maksimal.

Agar pemberian kredit tersebut sehat dan cara pembayarannya lancar pada

saat nasabah menyampaikan atau mengajukan usul permohonan pinjamannya,

pihak bank dalam hal ini PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang

melakukan prosedur (tata cara) dalam pemberian kredit dengan jaminan hak

tanggungan, adapun prosedur yang dilaksanakan oleh pihak bank antara lain:67

1. Pihak bank (PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang) dalam

memberikan kredit berdasarkan pada prinsip kehati-hatian. Sebagai

lembaga keuangan yang melepaskan uang kepada masyarakat, pihak bank

harus berhati-hati dalam menentukan siapa yang patut untuk diberikan

kredit dan berapa besarnya jumlah kredit yang akan diberikan kepada

debitur, serta mengetahui apa jaminan yang diberikan oleh calon debitur.

Selain itu juga harus memperhatikan bahwa perjanjian yang dibuat dengan

calon debitur tidak cacat dan memenuhi syarat-syarat sahnya suatu

perjanjian. Apabila sejak dini bank sudah teliti dalam hal pemberian kredit,

kiranya kredit yang diberikan kepada debitur nantinya terjamin dalam

67

Hasil wawancara dengan Bapak Abdi Satria Sembiring (bidang admisnistrasi kredit) PT. Bank SUMUT Cabang Pembantu Pasar Sidikalang, tanggal 14 juni 2016.


(45)

pengembaliannya, dan pengembaliannyapun tepat pada waktu yang telah

diperjanjikan.

Dalam mengajukan permohonan kredit perlu diperhitungkan tentang

adanya penyimpangan atau hal-hal yang tidak diinginkan terhadap barang

jaminan. Untuk menyikapi hal ini pihak bank mengadakan “Survey on the spot”

atau peninjauan tempat dimana barang jaminan berada. Dari hasil peninjauan

tersebut, pihak bank dapat membuat laporan penilaian jaminan kredit yang

kemudian diserahkan kepada direksi.

Syarat calon nasabah (debitur) yang akan mengajukan kredit antara lain:

a. Tahap Persiapan

Tahap ini merupakan persyaratan awal yang harus dipenuhi nasabah yang

hendak mengajukan kredit antara lain:

1) Nasabah membuat syarat permohonan kredit atau mengisi daftar

permohonan kredit dengan melampirkan:

a) KTP/SIM dan fotocopy KTP/SIM atau surat keterangan dari

Lurah/Kepala Desa serta ikut melampirkan fotocopy kartu

keluarga;

b) Surat izin usaha bagi pemohon pinjaman;

c) NPWP bagi pemohon pinjaman sebesar Rp. 50 juta keatas;

d) Bukti pemilikan agunan atau jaminan (asli dan fotocopy);

e) Surat keterangan dari Kepala Desa/Lurah setempat yang


(46)

tanah dan diatas tanah itu berdiri sebuah bangunan rumah tempat

tinggal dan pada saat diagunkan sebagai jaminan kredit, tanah dan

bangunan tersebut tidak diagunkan, tidak dirobohkan dan tidak ada

silang sengketa.

2) Mengadakan wawancara (pertanyaan) yang dilakukan oleh petugas

yang ditunjuk mengenai tujuan kredit yang dimohonkan tersebut, tujuan

kredit itu terdiri dari:

a) Kredit investasi yaitu kredit yang digunakan untuk pengembalian

barang-barang modal atau aktiva tetap;

b) Kredit modal kerja yaitu kredit yang digunakan untuk membiayai

kebutuhan modal kerja. Pada umumnya habis dalam satu atau

beberapa proses produksi;

c) Kredit konsumsi yaitu kredit yang digunakan untuk pembelian

barang-barang atau jasa-jasa untuk kebutuhannya secara langsung,

biasanya untuk calon peminjam yang berpenghasilan tetap.

b. Tahap penilaian

Untuk memutuskan suatu permohonan kredit ditolak atau dipertimbangkan

dapat didasarkan kepada:

1) Pemeriksaan terhadap character (watak, kepribadian) si pemohon

pinjaman;

2) Pemeriksaan terhadap capacity (kemampuan, kesanggupan);


(47)

4) Pemeriksaan terhadap condition of economi (kondisi keuangan) si calon

pemohon kredit;

5) Pemeriksaan terhadap collateral (jaminan).

Selain syarat tersebut calon debitur juga harus melengkapi syarat sebagai berikut:

1) Formulir tanda penerimaan jaminan yang berisi tentang barang yang

akan dijadikan jaminan, apabila barang jaminan berupa hak atas tanah

maka terlebih dahulu harus dibuat SKMHT (Surat Keterangan

Membebankan Hak Tanggungan) atau APHT (Akta Pemberian Hak

Tanggungan) pada Notaris yang ditunjuk;

a) Formulir penyerahan hak milik jaminan.

Formulir ini berisi daftar barang-barang jaminan. Selanjutnya yang

menerangkan sebagai kuasa adalah PT. Bank Sumut Cabang

Pembantu Pasar Sidikalang dan surat ini dikuatkan oleh pihak yang

berwenang;

b) Surat kuasa menjual, yaitu surat yang menerangkan kesanggupan

calon debitur apabila ia tidak dapat melunasi hutangnya setelah

jatuh tempo maka barang yang dijadikan jaminan tersebut menjadi

milik pihak bank, yang kemudian jaminan tersebut dapat dilelang

secara umum. Dari hasil pelelangan tersebut, digunakan untuk

melunasi biaya pokok kredit dan kelebihannya dikembalikan


(48)

Pada saat pengambilan kredit oleh debitur tidak dapat dikuasakan

kepada orang lain namun harus secara langsung oleh yang bersangkutan

dan harus menunjukkan identitas diri. Jika ingin mengajukan tambahan

kredit maka debitur harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Pinjaman kredit yang terdahulu telah lunas;

2) Angsuran kredit yang terdahulu baik, lancar, dan pengembaliannya

sesuai jangka waktu yang telah diperjanjikan;

3) Usaha yang dilakukan debitur mengalami perkembangan dengan

pemberian kredit yang terdahulu.

Didalam pelaksanaan perjanjian kredit tersebut menimbulkan hak

dan kewajiban masing-masing pihak yaitu kreditur dan debitur,

beberapa hak dan kewajiban yang terikat wajib dipenuhi guna

menjamin rasa saling percaya oleh para pihak serta kegiatan perkreditan

dapat dilaksanakan dengan lancar. Beberapa hak dan kewajiban tersebut

antara lain sebagai berikut:

1) Hak Kreditur

a) Menerima bunga sesuai dengan ketentuan yang telah

disepakati;

b) Menegur atau memperingatkan apabila dalam pembayaran

angsuran kredit dinyatakan kurang lancar atau diragukan;

c) Menerima administrasi dan provisi.


(49)

a) Menerima kredit yang diberikan oleh kreditur;

b) Menerima tabungan diakhir pelunasan;

c) Debitur diasuransikan, artinya kredit ditanggung oleh pihak

asuransi. Yang dijaminkan adalah jumlah plafon kreditnya.

Apabila debitur meninggal dunia sebelum jatuh tempo

pembayaran kredit maka kredit dapat diklaim oleh pihak

asuransi.

3) Kewajiban Kreditur

a) Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada debitur;

b) Memberikan informasi mengenai kredit;

c) Mematuhi segala ketentuan yang termuat didalam perjanjian

kredit.

4) Kewajiban Debitur

a) Membayar kredit dengan tertib;

b) Membayar kredit tepat waktu sesuai dengan ketentuan yang

telah diperjanjikan;

c) Mematuhi segala ketentuan yang termuat didalam perjanjian

kredit.

2. Pembuatan Akta Pemberian Pemberian Hak Tanggungan (APHT)

Bagi debitur yang melakukan kredit di PT. Bank Sumut Cabang

Pembantu Pasar Sidikalang, jaminan hak tanggungan yang berupa hak atas

tanah harus dibuatkan APHT pada notaris. Dalam hal ini subjek dari Hak


(50)

membuat APHT kepada pejabat yang berwenang yaitu PPAT. Subjek hak

tanggungan yaitu pemilik hak atas tanah yang mendaftarkan objek hak

tanggungannya yakni berupa tanah. Didalam mendaftarkan tanah wajib

dilakukan sendiri oleh pemilik hak atas tanah kecuali yang bersangkutan

tidak dapat hadir pada penandatanganan APHT, maka oleh pemilik hak

atas tanah dibut Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT)

secara otentik.

3. Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan

Setelah kredit debitur disetujui oleh pihak bank dengan syarat yang

telah ditentukan, maka pihak bank bersama-sama dengan debitur

mengadakan penandatangan perjanjian kredit yang mencantumkan

mengenai:

a. Jumlah kredit yang diberikan;

b. Addendum kredit yang berisi tentang perubahan kredit, penambahan

kredit, dan nomor perjanjian;

c. Jangka waktu kredit;

d. Agunan yang diserahkan yang meliputi tempat dan siapa pemiliknya

guna pengikatan barang jaminan. Setelah semua berkas-berkas telah

lengkap, maka dikeluarkanlah APHT. APHT ini dibuat dihadapan

PPAT dimana tanah tersebut berada.

Pada umumnya pemberian hak tanggungan oleh debitur atau orang

yang memberikan jaminan hak tanggungan kepada debitur atau bank


(51)

bahwa nasabah layak diberi kredit dan dilain pihak untuk menjamin

pelunasan kredit tersebut nasabah menyerahkan agunan berupa tanah

beserta benda yang melekat diatasnya. Pembuatan Akta Pemberian Hak

Tanggungan bertujuan untuk mendaftarkan hak atas tanah yang dibebani

hak tanggungan agar kepastian hukumnya terjamin, baik itu meliputi

kepastian tentang subjek haknya maupun objek haknya.

Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan dimaksudkan untuk

mendapatkan kepastian hukum antara pihak kreditur sebagai pemegang

hak tanggungan dan pihak debitur sebagai pemberi hak tanggungan serta

mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya.

c. Tahap Pemutusan

Keputusan adalah setiap tindakan pejabat yang berdasarkan kewenangan

haknya dalam mengambil keputusan, biasanya persetujuan awal dari

petugas analisis kredit yang kemudian diteruskan kepada seksi pemasaran,

pemutusan kredit ini dilakukan oleh pimpinan cabang Bank Sumut (Cabang

Pembantu Pasar Sidikalang) dengan wewenang yang dimilikinya setelah

semua laporan penilaian sehubungan dengan permohonan kredit yang

dimohonkan lengkap maka bagian pemasaran menambahkan lagi mengenai:

1) Character nasabah;

2) Kemampuan atau pengalaman pemohon pinjaman dalam menjalankan

usahanya;

3) Aktivitas usaha nasabah yaitu sektor ekonomi yang diusahakan


(52)

4) Berkas-berkas di perkara dan dipertimbangkan, semua informasi yang

disampaikan bagian pemasaran, dan setelah itu pimpinan cabang yang

memutuskan permohonan kredit tersebut disetujui atau ditolak.

d. Tahap Realisasi atau Tahap Pelaksanaan

Bila suatu permohonan pinjaman telah disetujui oleh pimpinan cabang maka

sebelum diadakan pelaksanaan langkah-langkah yang diambil oleh bank

adalah:

1) Pemberian secara tertulis yang merupakan keputusan dari pimpinan

cabang yaitu merupakan syarat-syarat dari pinjaman tersebut yang

terdiri dari:

a) Maksimum kredit yang diputuskan;

b) Provisi pinjaman;

c) Bunga pinjaman;

d) Tujuan kredit;

e) Bentuk kredit;

f) Jangka waktu kredit;

g) Agunan.

2) Apabila si pemohon setuju dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh

bank maka langkah-langkah selanjutnya adalah:

a) Pemohon menandatangani surat penegasan kredit;

b) Debitur menandatangani kwitansi;

c) Debitur menandatangani formulir bukti realisasi;


(53)

e) Menandatangani berkas oleh pimpinan cabang;

f) Pemeriksaan yang sudah diperiksa pimpinan cabang diserahkan

kepada administrasi kredit untuk mengadakan pengisian secara

lengkap dan benar;

g) Setelah selesai diperiksa, maka berkas tersebut diperiksa kembali

oleh bagian pemasaran dan menyerahkan kembali pada pimpinan

cabang pembantu untuk menandatangani berkas-berkas yang perlu.

e. Tahap Penatausahaan

1) Mengisi register realisasi pinjaman;

2) Setelah pencairan kredit terlaksana maka bukti-bukti kas tersebut

dimasukkan kartu pinjaman;

3) Administrasi mencatat transaksi tersebut ke dalam buku register

pinjaman.

C. Upaya yang Dilakukan PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar

Sidikalang Apabila Terjadi Wanprestasi (Cedera Janji) dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemberian Kredit

Didalam pelaksanaan suatu perjanjian pemberian kredit oleh pihak bank

kepada nasabah, tidaklah selalu berjalan dengan lancar. Hal ini dapat disebabkan

karena adanya halangan ataupun masalah-masalah yang timbul pada saat

perjanjian pemberian kredit itu sedang berjalan. Salah satu masalah yang sering

timbul pada saat perjanjian pemberian kredit itu sedang berjalan adalah terjadinya


(54)

Wanprestasi (cidera janji) ini dapat terjadi apabila salah satu dari pihak yang terlibat didalam perjanjian pemberian kredit baik itu dari pihak bank sendiri

maupun dari pihak nasabah debitor melakukan kesalahan ataupun pelanggaran

terhadap isi dari perjanjian pemberian kredit yang telah ditemukan. Namun dalam

hal ini, pihak yang paling sering melakukan kesalahan ataupun pelanggaran

terhadap isi perjanjian pemberian kredit adalah pihak nasabah debitur.

Untuk mengatasi terjadinya wanprestasi (cidera janji) tersebut, pihak bank

sebagai kreditur tentu saja memiliki alternatif penyelesaian terhadap terjadinya

masalah wanprestasi (cidera janji) tersebut yang meliputi:68

1. Melalui Musyawarah

a. Tahap Pertama

Pihak bank sebagai kreditur akan mengadakan pendekatan persuasif

kepada nasabah debitur. Pendekatan tersebut dilaksanakan oleh pihak

bank dengan cara menelepon pihak nasabah debitur untuk menanyakan

alasan atau sebab-sebab nasabah debitur tidak melaksanakan atau

memenuhi kewajibannya dan sekaligus mengingatkan kepada nasabah

debitur untuk membayar kewajibannya yaitu angsuran pokok dan bunga

yang telah ditentukan didalam perjanjian pemberian kredit. Jika adanya

keterlambatan pembayaran, maka nasabah debitur wajib menyertakan

pembayaran denda sebesar yang telah ditentukan didalam perjanjian

pemberian kredit tersebut. Apabila pihak bank telah beberapa kali

68

Hasil wawancara dengan Bapak Abdi Satria Sembiring (bidang admisnistrasi kredit) PT. Bank SUMUT Cabang Pembantu Pasar Sidikalang, tanggal 14 juni 2016.


(55)

melakukan usaha tersebut namun tidak mendapat tanggapan dari pihak

nasabah debitur, maka pihak bank akan melakukan pendekatan lain yaitu

dengan cara membuat surat panggilan yang ditujukan kepada pihak

nasabah debitur yang bersangkutan agar pada hari, tanggal, dan waktu

yang telah ditentukan untuk datang ke tempat pihak bank yang

bersangkutan. Hal ini bertujuan untuk membicarakan masalah-masalah

atau kesulitan-kesulitan yang sedang dihadapi oleh pihak nasabah debitur

yang menyebabkan nasabah debitur tidak dapat melaksanakan

kewajibannya sesuai dengan yang telah disepakati sebelumnya didalam

perjanjian pemberian kredit tersebut dan berusaha mencari jalan keluar

agar kredit yang dijalankan oleh pihak nasabah debitur dapat kembali

berjalan lancar.

b. Tahap Kedua

Apabila langkah pendekatan secara persuasif yang telah dilakukan oleh

pihak bank seperti yang telah dilakukan diatas tidak membuahkan hasil,

maka pihak bank selaku kreditur akan memberikan surat peringatan

(somasi) kepada nasabah debitur yang isinya permintaan dari pihak bank

kepada pihak nasabah debitur untuk segera membayar angsuran pokok

beserta bunganya yang telah jatuh tempo. Apabila pihak bank telah

mengirimkan suatu peringatan (somasi) pertama kepada pihak nasabah

debitur namun tidak mendapat tanggapan dari pihak nasabah debitur,

maka selanjutnya pihak bank akan memasukkan nama nasabah debitur


(56)

diajukan pada Divisi Penyelamatan Kredit (DPK) yang ada pada bank

tersebut. Dalam masalah terjadinya kredit macet, biasanya pihak bank

akan berusaha mencari jalan keluar agar pihak nasabah debitur tetap

dapat membayar angsuran kreditnya dan dengan kata lain kredit tersebut

tidak putus di tengah jalan. Namun jika pihak nasabah debitur sama

sekali tidak dapat meneruskan kewajibannya kepada pihak bank sebagai

kreditur, maka pihak bank akan mengambil tindakan lain yaitu

penyelesaian wanprestasi (cidera janji), barang jaminan yang digunakan

sebagai jaminan kredit akan dilelang secara umum oleh PT. Bank Sumut

Cabang Pembantu Pasar Sidikalang sebagai pengganti pelunasan kredit

dan sisa dari hasil pelelangan tersebut dikembalikan kepada debitur.

Sebelum pelelangan dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemberitahuan

mengenai pelelangan terhadap barang jaminan debitur, seperti yang telah

diperjanjikan pada perjanjian kredit. Dalam pelelangan tersebut debitur

ikut serta dalam pelaksanaan lelang.

Akan tetapi sebelum melakukan upaya tersebut diatas, terlebih

dahulu PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang mengadakan

penyelidikan terhadap sebab-sebab terjadinya kemacetan kredit tersebut.

Jika penyebabnya adalah faktor eksternal seperti debitur tertimpa musibah

bencana alam, maka PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang

tidak perlu lagi melakukan analisis. Yang perlu dilakukan adalah


(57)

asuransi dan menawarkan apakah debitur masih menghendaki berjalannya

usaha atau debitur menutup kredit yang masih tersisa.

Apabila sebab terjadinya kemacetan kredit dikarenakan faktor

internal, misalnya debitur pailit, maka PT. Bank Sumut Cabang Pembantu

Pasar Sidikalang masih dapat mencarikan jalan keluar untuk

menormalisasikan keadaan sehingga usaha yang dijalankan oleh debitur

dapat stabil dan PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang

melakukan restrukturisasi kredit terhadap kredit debitur yang bersangkutan

dengan catatan usaha yang dijalankan oleh debitur produktif dan

berkembang dengan baik. Dengan dilakukannya upaya-upaya tersebut

diharapkan debitur dapat memenuhi kewajibannya dalam membayar

kreditnya.

2. Melalui Jalur Pengadilan

Didalam perjanjian pemberian kredit antara pihak bank dengan pihak

nasabah debitur, terdapat ketentuan bahwa seandainya cara penyelesaian

perselisihan melalui musyawarah tidak dapat menghasilkan jalan keluar

seperti yang diharapkan maka para pihak yang terlibat didalam perjanjian

pemberian kredit tersebut sepakat untuk menyelesaikan perselisihan tersebut

melalui jalur pengadilan. Para pihak sepakat untuk memilih tempat

kedudukan hukum yang tetap dan seumumnya di Kantor Kepaniteraan

Pengadilan Negeri. Namun tidak mengurangi hak dan wewenang dari pihak

bank untuk memohon pelaksanaan eksekusi atau mengajukan gugatan


(1)

9. Ibu Rosmalinda, S.H., L.L.M selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis selama perkuliahan.

10.Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah banyak memberikan didikan dan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara serta kepada seluruh staff pegawai-pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11.Bapak Erwin S.M. Naibaho, Pemimpin Cabang Pembantu pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang.

12.Bapak Rahmat Khairul, Pemimpin Divisi Sumber Daya Manusia pada PT. Bank Sumut.

13.Bapak Abdi Satria Sembiring, pegawai di bidang Administrasi Kredit serta seluruh pegawai pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini, terimakasih telah banyak membantu penulis dalam memperoleh informasi serta data-data yang dibutuhkan guna penyempurnaan skripsi ini.

14.Yang terkasih Ayahanda J. Berutu dan Ibunda N. Tumanggor. Terimakasih atas doa, dukungan, motivasi dan kasih tiada batas yang diberikan sepanjang hidup penulis.


(2)

16.Sahabat-sahabatku Grup R 5 (Roni, Roby, Riyandi alias William, Ramotan alias Paulus) terimakasih buat kebersamaan, doa, dan dukungan serta semangat yang telah kalian berikan, sukses buat kita semua.

17.Sahabat-sahabatku Grup Futsal SAMAPA, Futsal Hore-hore, dan UKM Sepakbola Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

18.Rekan-rekan stambuk 2012 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 19.Rekan-rekan se-almamater Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 20.Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam berbagai hal

yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran serta bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan masyarakat.

Medan, Juli 2016

Penulis,

Rawady Mart Berutu NIM. 120200504


(3)

ABSTRAK Rawady Mart Berutu*)

Hasim Purba**) Mulhadi***)

Pemberian kredit kepada nasabah dengan jaminan lazim digunakan oleh pihak-pihak bank dalam hal permohonan kredit yang diajukan oleh calon debitur. jaminan sebagai keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Adapun yang menjadi masalah dalam penulisan skripsi ini adalah Pertama, Apa jenis jaminan/pengikatan jaminan yang dibebankan atas benda jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang, Kedua, bagaimana prosedur pemberian kredit dengan jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang, serta Ketigaapa upaya yang dapat dilakukan PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang apabila terjadi wanprestasi (cidera janji) dalam pelaksanaan perjanjian pemberian kredit tersebut.

Penulisan Skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang menggunakan data sekunder yaitu dengan menggunakan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Alat pengumpulan data dilakukan dengan penelitian-penelitian kepustakaan (library research) yang didukung dengan data yang diperoleh dengan melakukan studi pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang. Dalam penelitian kepustakaan (library research) dilakukan dengan menganalisis data sekunder dari buku-buku dan bahan-bahan hukum sekunder lainnya, sedangkan dari penelitian lapangan (field research) diperoleh langsung dari hasil riset berupa data-data mengenai perihal jaminan kredit.

Hasil dari penelitian ini disimpulkan bahwa jenis jaminan atau pengikatan yang dibebankan kepada debitur pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang adalah jaminan kebendaan yang berupa Hak Tanggungan. Pemberian hak tanggunganwajib dihadiri oleh pemberi hak tanggungan, pemegang hak tanggungan dan 2 orang saksi, dilakukan dengan pembuatan APHT yang dibuat oleh PPAT guna untuk menjamin kepastian hukum. Prosedur ataupun tata cara pemberian kredit dengan jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang yakni sebelum pihak bank menyetujui permohonan kredit yang diajukan debitur,pihak bank wajib menilai atau mempertimbangkan prinsip 5 C, prosedur ini diupayakan untuk menjalankan prinsip kehati-hatian perkreditan yang sehat yang merupakan asas dalam dunia perbankan Indonesia. Upaya yang dilakukan oleh PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang apabila terjadi wanprestasi (cidera janji) adalah menyelesaikan permasalahan tersebut


(4)

Kata Kunci: Jaminan kredit, Pemberian kredit.

*) Peneliti, Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ________________________

**) Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ***) Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara


(5)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... v

DAFTAR ISI ... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penulisan ... 9

D. Manfaat Penulisan ... 9

E. Metode Penelitian ... 10

F. Keaslian Penulisan ... 14

G. Sistematika Penulisan ... 16

BAB II TINJAUAN UMUM KREDIT DAN PERJANJIAN KREDIT BANK A. Pengertian dan Dasar Hukum Kredit ... 18

B. Jenis Kredit ... 24

C. Perjanjian Kredit Bank ... 26


(6)

BAB III TINJAUAN UMUM JAMINAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Jaminan ... 40

B. Jenis Jaminan dalam Perjanjian Kredit Bank ... 50

C. Fungsi Jaminan dalam Perjanjian Kredit Bank ... 60

D. Tata Cara Penilaian Jaminan Kredit Bank ... 65

BAB IV ASPEK HUKUM JAMINAN DALAM PEMBERIAN KREDIT PADA PT. BANK SUMUT CABANG PEMBANTU PASAR SIDIKALANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 A. Jenis Jaminan/Pengikatan Jaminan yang Dibebankan atasbenda jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang ... 72

B. Prosedur Pemberian Kredit dengan Jaminan pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang ... 78

C. Upaya yang Dilakukan PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang Apabila Terjadi Wanprestasi (Cidera Janji) dalam Pelaksanaan Perjanjian Pemberian Kredit ... 88

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 94

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA


Dokumen yang terkait

Aspek Hukum Penggunaan Jasa Asuransi Oleh Bank Sebagai Pengalihan Resiko Dalam Pemberian Kredit(Studi Pada Pt. Bank Sumut Cabang Lima Puluh)

2 108 103

Analisa Prosedur Pemberian Kredit Pada Pt Bank Sumut Cabang Pembantu Usu Medan

22 171 71

Pelaksanaan Lelang Barang Jaminan Kredit Pada Bank Melalui Balai Lelang Swasta (Studi Kasus Pada Bank Swasta)

4 126 136

Tanggung Jawab Bank Dalam Pemberian Kredit Dengan Jaminan Tanah Dihubungkan Dengan Prinsip Kehati-hatian Didasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Dan Undang-undang Nomor 4 Tahun

0 0 20

Aspek Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada Bank Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang)

0 0 11

Aspek Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada Bank Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang)

0 0 2

Aspek Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada Bank Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang)

0 0 17

Aspek Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada Bank Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang)

1 1 22

Aspek Hukum Jaminan Dalam Pemberian Kredit Pada Bank Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan (Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Pembantu Pasar Sidikalang)

0 0 4

Tipologi Kejahatan Perbankan Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan - POLSRI REPOSITORY

0 0 9