Aspek Hukum Penggunaan Jasa Asuransi Oleh Bank Sebagai Pengalihan Resiko Dalam Pemberian Kredit(Studi Pada Pt. Bank Sumut Cabang Lima Puluh)
ASPEK HUKUM PENGGUNAAN JASA ASURANSI OLEH BANK SEBAGAI PENGALIHAN RESIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT
(Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH
OCTAVIANA FRANSISKA 110200058
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2014
(2)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh:
OCTAVIANA FRANSISKA 110200058
DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW
Disetujui Oleh:
Ketua Departemen Hukum Keperdataan
Dr. HASIM PURBA, S.H.,M.HUM NIP. 196603031985081001
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Dr.OK. SAIDIN, S.H.,M.HUM ZULFI CHAIRI, S.H.,M.HUM NIP. 196202131990031002 NIP. 197108012001121004
(3)
ii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA : OCTAVIANA FRANSISKA
NIM : 110200058
DEPARTEMEN : HUKUM KEPERDATAAN
JUDUL SKRIPSI : ASPEK HUKUM PENGGUNAAN JASA ASURANSI
OLEH BANK SEBAGAI PENGALIHAN RESIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT (Studi pada PT. BANK SUMUT CABANG LIMA PULUH)
Dengan ini menyatakan :
1. Bahwa isi skripsi yang saya tulis tersebut di atas adalah benar tidak
merupakan ciplakan dari skripsi atau karya ilmiah orang lain.
2. Apabila terbukti di kemudian hari skripsi tersebut adalah ciplakan, maka
segala akibat hukum yang timbul menjadi tanggung jawab saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan atau
tekanan dari pihak manapun.
Medan, Maret 2015
Octaviana Fransiska 110200058
(4)
atas berkat dan karunia-Nya yang tiada berkesudahan dan telah memberikan
penulis kekuatan serta kemampuan untuk menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “ASPEK HUKUM PENGGUNAAN JASA ASURANSI OLEH
BANK SEBAGAI PENGALIHAN RESIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT (Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh).”
Selama penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,
dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara;
2. Prof. Dr. Budiman Ginting, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan I Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara;
3. Bapak Syafruddin Hasibuan, S.H., M.H., DFM., selaku Wakil Dekan II
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
4. Bapak Dr. O.K. Saidin, S.H., M.Hum., selaku Wakil Dekan III Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus merupakan Dosen Pembimbing
I yang telah banyak meluangkan waktu dalam membimbing, memberi nasehat,
dan motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
5. Bapak Dr. Hasim Purba, S.H., M.Hum., selaku Ketua Departemen Hukum
(5)
iv
6. Bapak Syamsul Rizal, S.H., M.Hum., selaku Ketua Program Kekhususan
Hukum Perdata BW;
7. Ibu Rabiatul Syariah, S.H., M.Hum., selaku Sekretaris Departemen Hukum
Perdata Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;
8. Ibu Zulfi Chairi, S.H., M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktu dalam membimbing, memberi nasehat, dan
motivasi kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini;
9. Bapak Affan Mukti, S.H., MS., selaku Dosen Penasehat Akademik penulis;
10.Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara seluruhnya
yang telah mendidik dan membimbing penulis selama tujuh semester dalam
menempuh pendidikan perkuliahan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara;
11.Teristimewa untuk keluarga terkasih penulis yaitu kedua orangtua yang sangat
penulis sayangi yaitu Edi Irianto (Papa) dan Teng Siu Tju (Mama), juga
kepada kakak penulis Juliana Fransiska dan adik penulis Sherina Fransiska
serta keluarga besar penulis, terima kasih atas kasih sayang, motivasi,
kesabaran, pengorbanan, bantuan dan terutama doa kalian semua yang sangat
berarti bagi penulis, khususnya dalam proses penyelesaian skripsi ini;
12.Bapak Agung Santoso, selaku Pimpinan Divisi Sumber Daya Manusia PT.
Bank Sumut yang telah memberikan izin serta kesempatan kepada penulis
melaksanakan riset dan wawancara di PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh
untuk penyelesaian skripsi penulis ini;
(6)
juga kepada seluruh staff/pegawai PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh yang
banyak membantu penulis selama pelaksanaan riset;
14.Sahabat serta teman-teman terbaik penulis, teristimewa Novia, Stella, Intan,
Emma, Kartika, Citra, Imelda, Rurin, Putri, Dyah, Azirah, Nurul, John Willi,
Octria, Angelica, Yolanda dan teman-teman stambuk 2011 serta seluruh
teman-teman penulis lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima
kasih atas doa, saran, bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama ini;
15.Seluruh pihak yang membantu penulis secara langsung maupun tidak
langsung yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan kritik dan
saran dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita
semua. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Maret 2015
OCTAVIANA FRANSISKA 110200058
(7)
vi DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan ……… i
Surat Pernyataan Bebas Plagiat ……… ii
Kata Pengantar ………. iii
Daftar Isi ……….. vi
Abstrak ……… viii
BAB I PENDAHULUAN ……… 1
A. Latar Belakang ……….. 1
B. Perumusan Masalah ………... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ………... 9
D. Metode Penelitian ………... 11
E. Keaslian Penulisan ……… 14
F. Sistematika Penulisan ……… 15
BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ASURANSI DI INDONESIA ………. 18
A. Sejarah Asuransi di Indonesia ………... 18
B. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia ……… 22
C. Subjek dan Objek Asuransi ………... 32
D. Tujuan, Fungsi dan Sifat Asuransi ……… 37
E. Penggolongan Jenis Asuransi ………... 46
F. Berakhirnya Asuransi ……… 48
BAB III TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGALIHAN RESIKO DALAM PERBANKAN ……….. 54
A. Pengertian Resiko dan Pengalihan Resiko ……… 54
B. Klasifikasi Resiko Dalam Perbankan ……… 57
C. Teknik Pengelolaan Resiko ………... 60
D. Karakteristik Resiko yang Dapat Dialihkan Melalui Asuransi ………. 64
E. Bentuk Perjanjian Pengalihan Resiko Melalui Asuransi……… 66
(8)
Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh ………... 71
B. Tanggung Jawab Pihak Asuransi Apabila Debitur Wanprestasi atau Meninggal Sebelum Jangka Waktu Kredit Berakhir Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh ………... 76
C. Kewajiban Pihak Asuransi Dalam Pengembalian Restitusi Kepada Debitur Apabila Kredit Berjalan Lancar Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh ……… 81
D. Pengawasan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Praktik Penggunaan Jasa Asuransi Oleh PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh 83 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……… 87
A. Kesimpulan ……… 87
B. Saran ……….. 88
DAFTAR PUSTAKA ……….. ix
LAMPIRAN
1. Surat Izin Riset
2. Surat Keterangan Riset 3. Hasil Wawancara
4. Perjanjian Kerjasama antara PT. Bank Sumut dengan PT. Asuransi Bangun Askrida Tentang Program Asuransi Kreasi
(9)
viii ABSTRAK Octaviana Fransiska*) Dr.OK.Saidin, S.H.,M.Hum**)
Zulfi Chairi, S.H.,M.Hum***)
Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak pernah lepas dari masalah kredit. Bahkan kegiatan bank sebagai lembaga keuangan, pemberian kredit merupakan kegiatan utamanya. Mengingat pelaksanaan pemberian kredit oleh bank mengandung resiko maka dalam menanggulangi resiko, bank dibantu dengan adanya perusahaan asuransi. Dalam hal ini bank bekerjasama dengan pihak asuransi untuk mengamankan pengembalian dana yang disalurkan kepada masyarakat berupa kredit. Dengan adanya kerjasama tersebut maka bank dapat memberikan kredit kepada debitur secara aman, karena apabila dalam perjalanan perjanjian kredit tersebut terjadi resiko yaitu kredit macet, maka resiko akan diambil alih dan ditanggung oleh pihak asuransi. Namun di sisi lain bank juga memiliki kewajiban yaitu membayar premi sesuai dengan yang diperjanjikan dan besarnya premi biasanya sudah ditentukan oleh pihak asuransi.
Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah adalah penelitian hukum sosiologis atau empiris, yaitu penelitian dilakukan dengan cara meneliti data sekunder yang diperoleh dari bahan pustaka seperti buku-buku, artikel, majalah, dan media elektronik lalu kemudian penelitian dilanjutkan dengan cara meneliti data primer yang diperoleh secara langsung melalui wawancara dengan Pimpinan Kantor Cabang Pembantu pada PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh. Penelitian ini dilaksanakan guna melengkapi penyelesaian penulisan skripsi ini.
Kesimpulan menunjukan bahwa prosedur pelaksanaan perjanjian pengalihan resiko melalui asuransi pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh terdiri dari beberapa tahapan, dimana perjanjian pengalihan resiko tersebut dibuat dalam suatu perjanjian kerjasama antara pihak asuransi dengan PT. Bank Sumut. Dalam perjanjian kerjasama tersebut juga memuat kewajiban pihak asuransi dalam memberikan klaim apabila debitur wanprestasi/meninggal dunia serta kewajiban pengembalian restitusi apabila debitur mampu melunasi kredit sebelum jangka waktu kredit berakhir. Namun, pada pelaksanaannya syarat dan ketentuan berlaku dan berbeda-beda pada tiap-tiap perusahaan asuransi. Mengenai pengawasan OJK terhadap penggunaan asuransi dalam pemberian kredit oleh PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh masih terbatas pada kantor-kantor cabang utama, sehingga belum ada pengawasan yang dilakukan OJK secara langsung terhadap PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh.
Kata kunci: Resiko, Bank, Asuransi
*) Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara **) Dosen Pembimbing I
***) Dosen Pembimbing II
(10)
A. Latar Belakang
Istilah bank tentulah tidak asing lagi di telinga masyarakat yang tinggal di
daerah perkotaan maupun pedesaan. Dewasa ini keberadaan bank sudah
mengalami perkembangan dan menyebar hampir ke semua pelosok negeri baik itu
bank milik pemerintah, bank milik swasta nasional, bank milik asing, serta bank
milik campuran.
Perkembangan perbankan tidak luput dari pengaruh perkembangan
perdagangan di dunia. Perkembangan perdagangan di dunia menyebabkan
perkembangan perbankan di dunia terutama di Indonesia menjadi semakin pesat.
Perkembangan perdagangan bermula dari daratan Eropa yang akhirnya menyebar
ke seluruh benua di dunia seperti Asia, Amerika, dan Afrika.
Keberadaan bank di Indonesia sendiri sudah dimulai sejak zaman
penjajahan Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda yang memperkenalkan
dunia perbankan kepada masyarakat Indonesia. Pada masa itu terdapat beberapa
bank milik Pemerintah Hindia Belanda yang memiliki peranan penting. Oleh
Belanda, bank digunakan sebagai alat untuk memperlancar transaksi perdagangan,
baik untuk negaranya sendiri maupun untuk negara lain. Di samping itu terdapat
pula bank-bank yang dimiliki oleh warga pribumi, China, Jepang, Eropa dan
lainya.
Lalu pada masa setelah kemerdekaan, perkembangan perbankan di
(11)
2
Indonesia yang dikarenakan dilakukannya nasionalisasi terhadap beberapa bank
milik Pemerintah Hindia Belanda oleh Pemerintah Indonesia sebagai upaya
menjadikan bank-bank tersebut menjadi bank milik Indonesia.
Dalam masyarakat, bank ditafrsirkan sebagai salah satu tempat bagi
masyarakat untuk menyimpan uang, meminjam uang ataupun menukar uang.
Sehingga dapat diartikan bahwa bank identik dengan uang. Penafsiran tersebut
tidak dapat disalahkan karena kedudukan bank itu sendiri sebagai lembaga
keuangan. Bank dapat dikatakan sebagai bagian inti dalam sistem keuangan suatu
negara. Hal ini dikarenakan bank merupakan faktor pendukung sistem
perekonomian suatu negara. Bank yang sehat dan berjalan baik serta stabil akan
memberikan pengaruh yang positif bagi perekonomian suatu negara.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, bank diartikan
sebagai:
“Badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.”
Dari pengertian di atas, jelas bahwa bank berfungsi sebagai financial
intermediary dengan usaha utama menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat serta memberikan jasa-jasa lainnya yang lazim dilakukan bank dalam
lalu lintas pembayaran. Kedua fungsi itu tidak bisa dipisahkan. Sebagai badan
usaha, bank akan selalu berusaha mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya
(12)
dari usaha yang dijalankannya. Sebaliknya sebagai lembaga keuangan, bank
mempunyai kewajiban untuk menjaga kestabilan nilai uang, mendorong kegiatan
ekonomi, dan perluasan kesempatan kerja.1
Dalam bahasa sehari-hari kata kredit sering diartikan memperoleh barang
dengan membayar cicilan atau angsuran di kemudian hari atau memperoleh
pinjaman uang yang pembayarannya dilakukan di kemudian hari dengan cicilan
atau angsuran sesuai dengan perjanjian. Jadi, dapat diartikan bahwa kredit dapat
berbentuk barang atau berbentuk uang. Baik kredit berbentuk barang maupun
kredit berbentuk uang dalam hal pembayarannya adalah dengan menggunakan
metode angsuran atau cicilan tertentu. Kredit dalam bentuk uang lebih dikenal
dengan istilah pinjaman.
Peranan bank sebagai lembaga keuangan tidak pernah lepas dari masalah
kredit. Bahkan kegiatan bank sebagai lembaga keuangan, pemberian kredit
merupakan kegiatan utamanya. Kredit bank tersebut bukan hanya digunakan bagi
masyarakat golongan menengah ke bawah saja melainkan oleh semua lapisan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
2
Pengertian kredit diatur dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998 adalah “Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.”
1
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukun Perbankan, Sinar Grafika, Jakarta, 2012, hlm 136.
2
(13)
4
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat
kewajiban pihak debitur/peminjam atas kredit yang diberikan kepadanya yaitu
tidak semata-mata melunasi utangnya melainkan juga membayar bunga sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya antara pihak debitur dan
pihak kreditur. Adapun dari pengertian kredit juga dapat kita temukan beberapa
unsur esensial dari kredit, yaitu:
1. Kepercayaan, yaitu harus ada keyakinan dari kreditur yang memberikan kredit
mengenai kemampuan serta kemauan debitur dalam melunasi kredit tersebut
sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan di antara kedua belah
pihak. Kepercayaan kreditur dalam memberikan fasilitas kredit tersebut
timbul setelah dilakukan penelitian dan penyelidikan yang mendalam
mengenai debitur yang bersangkutan.
2. Jangka waktu, yaitu tenggang suatu waktu antara pemberian kredit oleh
kreditur dengan pelunasannya oleh debitur atau suatu masa dimana debitur
wajib melunasi kredit yang diberikan pihak kreditur dan masa tersebut telah
ditentukan sebelumnya dalam perjanjian kredit.
3. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu baik berupa uang atau tagihan yang dapat
dinilai dengan uang, serta bunga atau imbalan yang telah disepakati oleh para
pihak dan kemudian dicantumkan dalam perjanjian kredit.
4. Resiko, yaitu adanya kemungkinan atas hal-hal yang tidak diinginkan yang
dapat terjadi antara tenggang waktu pemberian kredit dan pelunasan kredit
meskipun terkadang ada resiko yang timbul karena kesengajaan debitur yang
tidak mau melunasi utangnya, seperti debitur wanprestasi atau meninggal
(14)
dunia sebelum jangka waktu kredit berakhir. Oleh karena adanya hal-hal yang
tidak pasti tersebut maka pada praktiknya, pemberian kredit harus
dipersyaratkan adanya jaminan kredit.
Sebagai usaha yang penuh resiko, sebelum memberikan kredit, bank
melakukan analisis kredit yang seksama, teliti dan cermat, dengan didasarkan
pada data yang aktual, dan akurat, sehingga bank tidak akan keliru dalam
mengambil keputusannya. Oleh karena itu, setiap pemberian kredit tentunya telah
memenuhi ketentuan perbankan dan sesuai dengan asas perkreditan yang sehat.
Demikian pula pemberian kreditnya juga telah didasarkan pada penilaian
jujur, objektif, dan terlepas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan
dengan pemohon kredit. bank harus meyakini bahwa kredit yang akan
diberikannya tersebut dapat melunasi kembali pada waktunya oleh nasabah dan
tidak akan berkembang menjadi kredit bermasalah atau macet.3
Jaminan kredit yang disetujui dan diterima bank selanjutnya akan
mempunyai beberapa fungsi dan salah satunya adalah untuk mengamankan
pelunasan kredit bila pihak peminjam cidera janji. Bila kredit yang diterima pihak
peminjam tidak dilunasinya sehingga disimpulkan sebagai kredit macet, jaminan Mengingat pelaksanaan pemberian kredit oleh bank mengandung resiko
maka jaminan kredit sangat berperan penting. Terhadap jaminan kredit yang
diajukan kepada bank, maka bank akan melakukan penilaian baik dari aspek
hukum maupun aspek ekonomi sebelum menerimanya berdasarkan peraturan
yang berlaku maupun peraturan intern bank yang bersangkutan.
3
(15)
6
kredit yang diterima bank akan dicairkan untuk pelunasan kredit macet tersebut.
Dengan demikian, jaminan kredit mempunyai peranan penting bagi pengamanan
pengembalian dana bank yang disalurkannnya kepada pihak peminjam melalui
kredit.4
Dalam hal ini bank bekerjasama dengan pihak asuransi untuk
mengamankan pengembalian dana yang disalurkan kepada masyarakat berupa
kredit. Dengan adanya kerjasama tersebut maka bank dapat memberikan kredit
kepada debitur secara aman, karena apabila dalam perjalanan perjanjian kredit
tersebut terjadi resiko yaitu kredit macet, maka resiko akan diambil alih dan
ditanggung oleh pihak asuransi. Namun di sisi lain bank juga memiliki kewajiban Fungsi lainnya ialah untuk meyakinkan bank bahwa debitur mempunyai
kemampuan serta kemauan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya dan
menggunakan dana tersebut secara baik sesuai dengan perjanjian kredit yang telah
disepakati bersama. Hal tersebut diharapkan dapat mengurangi resiko terjadinya
kredit macet ataupun sebagai solusi penyelesaian apabila terjadi kredit macet.
Dalam menanggulangi resiko, bank juga dibantu dengan adanya
perusahaan asuransi. Asuransi merupakan salah satu lembaga keuangan non
perbankan yang berfungsi mengalihkan resiko dan memberikan ganti kerugian
apabila terjadi suatu hal yang bersifat tidak tentu khusunya dalam pelaksanaan
pemberian kredit oleh bank. Karena alasan tersebutlah maka bank menggunakan
jasa asuransi sebagai pengalihan resiko dalam pemberian kredit kepada debitur.
4
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indoesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2012, hlm 4.
(16)
yaitu membayar premi sesuai dengan yang diperjanjikan dan besarnya premi
biasanya sudah ditentukan oleh pihak asuransi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam perjanjian asuransi, pengalihan
resiko dari pihak bank sebagai tertanggung kepada pihak perusahaan asuransi
sebagai penanggung harus diimbangi dengan adanya pembayaran premi oleh
tertanggung, dimana premi yang dibayarkan harus seimbang dengan beratnya
resiko yang dialihkan, meskipun dapat diperjanjikan lain sesuai dengan
kesepakatan yang dicapai antara pihak tertanggung dan pihak penanggung.
Salah satu bank di Indonesia yang menggunakan jasa perusahaan asuransi
sebagai pengalihan resiko dalam pemberian kredit yaitu PT. Bank Sumut. Bank
ini didirikan pada tanggal 4 Nopember 1961 dengan sebutan Bank Pembangunan
Daerah Sumatera Utara (BPDSU). Sesuai dengan ketentuan Pokok Bank
Pembangunan Daerah Tingkat I Sumatera Utara maka pada tahun 1962 bentuk
usaha dirubah menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Lalu pada tahun
1999, bentuk hukum BPDSU dirubah menjadi Perseroan Terbatas dengan nama
PT. Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara atau disingkat PT. Bank Sumut
yang berkedudukan dan berkantor pusat di Medan, JL. Imam Bonjol No. 18
Medan.
Sebagai bank terkemuka di Indonesia, tentulah PT. Bank Sumut memiliki
visi dan misi yang harus dilaksanakan. Visi PT. Bank Sumut adalah menjadi bank
andalan untuk membantu dan mendorong pertumbuhan perekonomian dan
pembangunan daerah di segala bidang serta sebagai salah satu sumber pendapatan
(17)
8
yaitu mengelola dana pemerintah dan masyarakat secara professional yang
didasarkan pada prinsip-prinsip compliance.5
Untuk mencapai visi dan misinya tersebut, PT. Bank Sumut menawarkan
beberapa produk perbankan kepada masyarakat dan salah satunya adalah kredit.
Kredit yang ditawarkan oleh PT. Bank Sumut pun sangat beragam jenisnya, antara
lain yaitu, Kredit Rekening Koran, Kredit Angsuran Lainnya, Kredit SPK, Kredit
Multiguna, Kredit Pensiun, Kredit Kepemilikan Rumah (KPR), serta Kredit
Program.
Oleh karena jenis kredit yang ditawarkan sangat beragam, maka dalam
pelaksanaan pemberiannya akan ada resiko yang ditanggung oleh pihak bank.
Apabila resiko tersebut tidak dapat ditangani oleh pihak bank secara baik tentu
akan menimbulkan kerugian yang besar yang dapat menghambat atau
mengganggu kelancaran pengoperasian PT. Bank Sumut sendiri. Atas alasan
untuk mengalihkan resiko tersebutlah, maka pihak PT. Bank Sumut bekerjasama
dengan perusahaan asuransi. Di sinilah peranan perusahaan asuransi dinilai sangat
penting dan dibutuhkan oleh PT. Bank Sumut.
Sehubungan dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
penulis terdorong untuk menulis skripsi dengan judul:
“ASPEK HUKUM PENGGUNAAN JASA ASURANSI OLEH BANK
SEBAGAI PENGALIHAN RESIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT (Studi
Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh)”.
5
Bank Sumut, Visi dan Misi Bank Sumut. (online). Tersedia di
(18)
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penulis
merumuskan permasalahan yang berkaitan dengan penggunaan jasa asuransi
sebagai pengalihan resiko dalam pemberian kredit oleh PT. Bank Sumut Cabang
Lima Puluh, antara lain sebagai berikut:
1. Bagaimana Prosedur Pelaksanaan Perjanjian Pengalihan Resiko Melalui
Asuransi Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh?
2. Bagaimana Tanggung Jawab Pihak Asuransi Apabila Debitur Wanprestasi
atau Meninggal Sebelum Jangka Waktu Kredit Berakhir Pada PT. Bank
Sumut Cabang Lima Puluh?
3. Adakah Kewajiban Pihak Asuransi Dalam Hal Pengembalian Restitusi
Kepada Debitur Apabila Kredit Berjalan Lancar Pada PT. Bank Sumut
Cabang Lima Puluh?
4. Bagaimana Pengawasan Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Praktik Penggunaan Jasa Asuransi Oleh PT. Bank Sumut Cabang Lima
Puluh?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Pada bagian ini diuraikan mengenai hal-hal yang hendak dicapai dalam
penulisan skripsi yang sesuai dengan rumusan masalah yang dibahas. Adapun
tujuan dalam penulisan skripsi ini dapat dibagi dalam dua hal, yaitu:
1. Tujuan Obyektif
(19)
10
b. Mengetahui tanggung jawab pihak asuransi apabila debitur wanprestasi
atau meninggal sebelum jangka waktu kredit berakhir pada PT. Bank
Sumut Cabang Lima Puluh.
c. Mengetahui ada tidaknya kewajiban pihak asuransi dalam hal
pengembalian restitusi kepada debitur apabila kredit berjalan lancar
pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh.
d. Mengetahui bentuk pengawasan lembaga Otoritas Jasa Keuangan
terhadap praktik penggunaan jasa asuransi oleh PT. Bank Sumut
Cabang Lima Puluh
2. Tujuan Subyektif
a. Memperoleh data secara lengkap dan jelas sebagai bahan penulisan
skripsi untuk memenuhi syarat dalam memperoleh gelar sarjana
hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
b. Menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam bidang hukum
perdata khususnya hukum perbankan dan hukum asuransi.
Sedangkan yang menjadi manfaat penulisan skripsi ini adalah:
1. Secara teoritis, penulisan ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
referensi yang dapat digunakan oleh almamater dalam mengembangkan
bahan perkuliahan, memberikan peranan dalam perkembangan ilmu
pengetahuan khusunya ilmu hukum terutama Hukum Perbankan dan
Hukum Asuransi, serta dapat digunakan sebagai pedoman dalam penulisan
skripsi lainnya yang sejenis.
(20)
2. Secara praktis, penulisan skripsi ini diharapkan dalam menjawab
permasalah-permasalahan yang dibahas, sebagai bahan masukan bagi
pihak-pihak yang terkait langsung dengan judul penulisan ini, serta
mengukur kemampuan penulis dalam memahami serta menerapkan ilmu
pengetahuan yang telah diperoleh.
D. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
metode, sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari
satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.6
1. Jenis Penelitian
Untuk
mencari dan menemukan kebenaran secara ilmiah serta memperoleh hasil yang
optimal dalam melengkapi bahan-bahan bagi penulisan skripsi, metode yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Penelitian hukum dapat dibedakan antara penelitian hukum normatif
dengan penelitian hukum sosiologis atau empiris. Biasanya, pada penelitian
hukum normatif yang diteliti hanya bahan pustaka atau data sekunder, yang
mungkin mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tertier. Pada penelitian
hukum sosiologis atau empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data
sekunder, untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di
lapangan, atau terhadap masyarakat.7
6
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2012, hlm 43.
(21)
12
Adapun jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini adalah penelitian hukum sosiologis atau empiris. Oleh karena itu, dalam
memperoleh bahan penulis tidak hanya mengacu pada data-data sekunder tetapi
juga melakukan penelitian langsung ke lapangan yaitu di PT. Bank Sumut Cabang
Lima Puluh.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian yang dilakukan dalam penulisan hukum ini adalah
deskriptif, yaitu mengambarkan serta menguraikan secara jelas dan rinci semua
data yang diperoleh yang berkaitan dengan judul penulisan hukum dan kemudian
menganalisisnya guna menjawab permasalahan yang ada.
3. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif,
dimana penelitian yang digunakan menghasilkan data deskriptif berupa
informasi-informasi yang berasal dari narasumber baik secara lisan maupun tulisan serta
perilaku nyata di lapangan. Yang dimaksud dengan pendekatan kualitatif adalah
suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada
gejala-gejala yang bersiat ilmiah. Karena orientasinya demikian, maka sifatnya
naturalistik dan mendasar atau bersifat kealamiahan serta tidak bisa dilakukan di
laboratorium melainkan harus terjun di lapangan. Oleh sebab itu, penelitian
semacam ini disebut dengan field study.8
8
Muhammad Nazir, Metode Penelitian, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1986, hlm 159.
(22)
4. Jenis Data dan Sumber Data
Jenis data yang penulis pergunakan meliputi data primer, data sekunder,
dan data tertier yaitu data atau informasi hasil penelahan dokumen penelitian
berupa keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung melalui penelitian di
lapangan atau sumber pertama, buku-buku, literatur, artikel internet, maupun
arsip-arsip yang bersesuaian dengan permasalahan yang dibahas. Data-data dalam
penulisan skripsi ini bersumber dari pihak yang terkait langsung dengan
permasalahan yang dibahas yaitu dengan melakukan wawancara dengan pihak PT.
Bank Sumut Cabang Lima Puluh, disamping itu juga bersumber dari
undang-undang, buku-buku, jurnal, kamus dan internet.
5. Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data dalam penulisan ini adalah dengan cara
pengumpulan data primer, sekunder, dan tertier berupa perundang-undangan,
artikel maupun dokumen lainnya serta mengadakan penelitian langsung dengan
melakukan wawancara terhadap Bapak Zulkifli Panggabean selaku Pimpinan
Kantor Cabang Pembantu pada PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan teknik studi pustaka dan studi lapangan pada
PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh untuk mengumpulkan dan menyusun data
yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data sebagai tindak lanjut proses pengolahan data merupakan
(23)
14
secara optimal. Pada tahap analisis data secara nyata kemampuan metodologis
peneliti diuji. Dengan membaca data yang telah terkumpul dam melalui proses
pengolahan data, akhirnya peneliti menentukan analisis yang bagaimana yang
diterapkan.9
E. Keaslian Penulisan
Terhadap data-data yang sudah terkumpul dalam penyusunan
penulisan skripsi ini, penulis menggunakan teknik analisa data kualitatif yaitu
pengumpulan data-data primer tersebut melalui pengamatan dan wawancara,
untuk kemudian dikaitkan dengan data sekunder maupun data lainnya yang
berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.
Penulisan skripsi ini murni didasarkan oleh ide, gagasan maupun
pemikiran penulis serta masukan dari berbagai pihak yang membantu penulisan
skripsi ini dari awal hingga akhir. Berdasarkan pemeriksaan oleh Perpustakaan
Universitas Cabang Fakultas Hukum USU atau Pusat Dokumentasi dan Informasi
Hukum Fakultas Hukum USU, skripsi yang berjudul “Aspek Hukum Penggunaan
Jasa Asuransi Oleh Bank Sebagai Pengalihan Resiko Dalam Pemberian Kredit
(Studi Pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh)” belum pernah dibuat oleh
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sebelumnya, meskipun
terdapat beberapa judul skripsi/tesis yang berkaitan, antara lain:
1. Fungsi Pengawasan Kredit dalam Usaha Untuk Pengamanan dalam
Praktek Pemberian Kredit Oleh Bank (Lindi Dwi Purnomo/ NIM.
900200154)
9
Suratman dan Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, ALFABETA, Bandung, 2013, hlm 144.
(24)
2. Tinjauan Yuridis dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit (Studi Pada BRI
Cabang Tebing Tinggi) (Parlin H. Harahap/ NIM. 920200169)
3. Aspek Hukum Jaminan dalam Perjanjian Pemberian Kredit Pada Bank
Rakyat Indonesia Cabang Pematang Siantar Ditinjau dari Undang-Undang
Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 (Lando Pustaha/ NIM. 920200129)
4. Resiko yang Dihadapi Oleh PT. Askrindo Sebagai Lembaga Asuransi
Jaminan Kredit dalam Pemberian Kredit Perbankan (Partahlan Hendryk S/
NIM. 980221022)
Dengan demikian, tulisan ini bukanlah hasil ciplakan atau pengandaan
karya tulis orang lain. Oleh karena itu, penulis menjamin penulisan skripsi ini
sebagai karya tulis ilmiah yang asli (original). Kalaupun terdapat pendapat atau
kutipan dalam penulisan skripsi ini semata-mata adalah faktor pendukung dan
pelengkap dalam usaha menyempurnakan dan menyelesaikan skripsi ini. Apabila
ternyata terdapat skripsi terdahulu yang sama dengan skripsi ini, maka penulis
siap bertanggung jawab sepenuhnya.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai isi dari skripsi
ini maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan. Sistematika penulisan
ini terdiri dari 5 (lima) bab, dimana tiap-tiap bab tersebut terbagi lagi ke dalam
beberapa sub bagian yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman terhadap
keseluruhan isi skripsi ini. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah
(25)
16
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan
penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian, keaslian
penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ASURANSI DI
INDONESIA
Bab ini memuat sejarah singkat asuransi di Indonesia, pengertian,
dasar hukum asuransi di Indonesia, subjek dan objek asuransi,
tujuan, fungsi, dan sifat asuransi, penggolongan jenis asuransi
serta berakhirnya asuransi.
BAB III : TINJAUAN UMUM MENGENAI PENGALIHAN RESIKO
DALAM PERBANKAN
Adapun yang dibahas dalam bab ini adalah pengertian resiko dan
pengalihan resiko, klasifikasi resiko dalam perbankan, teknik
pengelolaan asuransi, karakteristik resiko yang dapat dialihkan
melalui asuransi, dan juga mengenai bentuk perjanjian pengalihan
resiko melalui asuransi.
BAB IV : ASPEK HUKUM PENGGUNAAN JASA ASURANSI
SEBAGAI PENGALIHAN RESIKO DALAM PEMBERIAN
KREDIT OLEH PT. BANK SUMUT CABANG LIMA PULUH
Bab ini berisikan permasalahan yang ditemukan di lapangan yaitu
pada PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh, antara lain yaitu
mengenai prosedur pelaksanaan perjanjian pengalihan resiko
(26)
melalui asuransi, tanggung jawab pihak asuransi apabila debitur
wanprestasi/ meninggal dunia sebelum jangka waktu kredit
berakhir, kewajiban pihak asuransi dalam pengembalian restitusi
kepada debitur apabila kredit berjalan lancar, termasuk juga
mengenai pengawasan lembaga Otoritas Jasa Keuangan terhadap
praktik penggunaan jasa asuransi oleh bank.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran yang menjadi
pokok-pokok pikiran penulis mengenai keseluruhan skripsi berdasarkan
(27)
18 BAB II
TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM ASURANSI DI INDONESIA
A. Sejarah Asuransi di Indonesia
Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia. Seperti
telah dimaklumi, bahwa dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini, manusia
selalu dihadapkan kepada sesuatu yang tidak pasti, yang mungkin
menguntungkan, tetapi mungkin pula sebaliknya. Manusia mengharapkan
keamanan atas harta benda mereka, mengharapkan kesehatan dan kesejahteraan
tidak kurang sesuatu apa pun, namun manusia hanya dapat berusaha, tetapi Tuhan
Yang Maha Kuasa yang menentukan segalanya. Oleh karena itu, setiap insan
tanpa kecuali di alam fana ini selalu menghadapi berbagai resiko yang merupakan
sifat hakiki manusia yang menunjukkan ketidakberdayaannya dibandingkan Sang
Maha Pencipta. Kemungkinan menderita kerugian yang dimaksud sebagai
resiko.10
Sejarah mencatat bahwa masuknya kegiatan asuransi di Indonesia
mengikuti keberhasilan bangsa Belanda dalam sektor perkebunan dan
perdagangan di negeri jajahannya yaitu Indonesia. Pada awalnya, kegiatan
asuransi memiliki tujuan yang terbatas yaitu untuk melindungi kepentingan
Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya yang melakukan kegiatan
perdagangan dan perkebunan di Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan jaminan
terhadap keberlangsungan usahanya, tentu diperlukan adanya asuransi.
10
Man S. Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga, Alumni, Cetakan ke- 1, Bandung, 1997, hlm 1-2.
(28)
Perkembangan kegiatan asuransi di Indonesia terbagi dalam 3 (tiga) kurun
waktu yaitu masa penjajahan, masa setelah Perang Dunia II, dan masa setelah
kemerdekaan. Pada masa penjajahan Belanda, dengan sistem monopoli yang
diterapkan mengakibatkan perkembangan kegiatan asuransi terbatas pada kegiatan
dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya.
Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh
masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang paling berkembang pada waktu itu masih
sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan
pengangkutan.
Pada masa penjajahan Jepang, kegiatan asuransi sama sekali tidak
mengalami perkembangan. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan
perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya
perusahaan-perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris. Setelah Perang Dunia
II berakhir, perusahaan-perusahaan asuransi Belanda dan Inggris kembali
beroperasi di Indonesia dengan mendirikan suatu badan usaha asuransi kolektif
yang bernama Bataviasche Verzekerings Unie (BVU). Setelah kemerdekaan RI,
pemerintah melakukan nasionalisasi atas sejumlah asuransi termasuk Assurantie
Maatshappij De Nederlandern, sebuah perusahaan asuransi umum milik kolonial Belanda dan Bloom Vander milik Inggris yang diubah menjadi PT. Umum
Internasional Underwriters (UIU) dan PT. Asuransi Bendasraya.
Kedua perusahaan hasil tindak lanjut nasionalisasi ini bertujuan untuk
memberikan manfaat yang maksimal kepada masyarakat dan memperkokoh
(29)
20
dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 86 tahun 1958 tentang
Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda yang berada di dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Melalui Keputusan Menteri
Keuangan No.764/MK/IV/12/1972 tertanggal 9 Desember 1972, pemerintah
Indonesia memutuskan untuk melakukan merger antara PT. Asuransi Bendasraya
dan PT. Umum Internasional Underwriters (UIU) menjadi PT Asuransi Jasa
Indonesia sebagai sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di
bidang usaha Asuransi Umum.11
Peristiwa penting lainnya yang terjadi dalam sejarah asuransi di Indonesia
pada masa setelah kemerdekaan antara lain adalah diselenggarakannya Kongres
Asuransi Nasional Seluruh Indonesia (KANSI) yang pertama pada tanggal 25-30 Kemudian pada tahun 1953, berdirilah suatu perusahaan reasuransi
profesional swasta bernama Maskapai Reasuransi Indonesia (Marein) yang
disusul dengan berdirinya PT. Reasuransi Umum Indonesia (IndoRe) sebagai
perusahaan reasuransi milik pemerintah. Pada awal pemerintahan Orde Baru,
pemerintah Indonesia memberikan izin pengoperasian kembali kepada
perusahaan-perusahaan asuransi asing, yang meninggalkan Indonesia ketika
terjadinya aksi pembebasan Irian Barat (sekarang Papua) serta konfrontasi
terhadap Malaysia. Akan tetapi, hal ini hanya terbatas pada 12 perusahaan asing
dalam bidang asuransi umum, sedangkan perusahaan asuransi jiwa tetap dilarang
beroperasi di Indonesia.
11
Jasindo, Riwayat Singkat. (online). Tersedia di http://jasindo.co.id/content/company-profile/riwayat. (diakses pada tanggal 18 Nopember 2014, pukul 16.00 WIB)
(30)
Nopember 1956 di Bogor. Kongres tersebut bertujuan untuk menyumbangkan
pendapat yang bermanfaat bagi perekonomian nasional, mengatasi sistem
perekonomian peninggalan kolonial, realisasi konkrit dari pembatalan Perjanjian
Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meningkatkan kesadaran berasuransi. Hasil
Kongres tersebut melahirkan kesepakatan untuk mendirikan Dewan Asuransi
Nasional (DAI) pada tanggal 01 Pebruari 1957.
Pada awalnya anggota DAI terbatas pada perusahaan-perusahaan nasional
saja. Dinamika politik nasional membuat kegiatan DAI dibekukan dengan
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1963 dan aktif kembali
pada 13 Juli 1967. Pada tahun 1971 DAI berubah menjadi organisasi tunggal bagi
semua perusahaan asuransi dan reasuransi di Indonesia. Pada tahun 2002, DAI
berubah menjadi Federasi Asosiasi Perasuransian Indonesia (FAPI) yang
menaungi semua asosiasi usaha perasuransian di Indonesia menyusul pendirian
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia
(AAJI), Asosiasi Asuransi Jaminan Sosial Indonesia (AAJSI), Asosiasi Asuransi
Syariah Indonesia (AASI), dan bergabungnya Asosiasi Pialang Asuransi dan
Reasuransi Indonesia (ABAI) serta Asosiasi Adjuster Asuransi Indonesia (AAAI)
ke dalam FAPI. Di samping itu, ke-6 anggota tersebut, Asosiasi Ahli Manajemen
Asuransi Indonesia (AAMAI) dan Ikatan Eksekutif Asuransi Indonesia (ISEA)
(31)
22
dalam pengesahan Anggaran Dasar FAPI, nama FAPI diganti kembali menjadi
Dewan Asuransi Indonesia (DAI). 12
B. Pengertian dan Dasar Hukum Asuransi di Indonesia
Di Indonesia, asuransi sebagai sebuah bisnis pertama kali diatur dalam
Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.
Undang-Undang ini menggantikan Ordonnantie op het Levensverzekering bedrijf
(Staatsblad Tahun 1941 Nomor 101). Pelaksanaan Undang-Undang Usaha
Perasuransian ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 yang
kemudian diubah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun
1999. Setelah itu, dilakukan perubahan kedua kalinya dengan diberlakukannya
Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2008 dan terakhir pemerintah
mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan
Ketiga Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992. Peraturan Pemerintah
tersebut diikuti oleh berbagai peraturan lain dibawahnya yang mengatur
pengelolaan, pembinaan, dan pengawasan bisnis asuransi di Indonesia.
Asuransi berasal dari kata verzekering (Belanda) yang berarti
pertanggungan atau asuransi. Istilah pertanggungan umum dipakai dalam literatur
hukum dan kurikulum perguruan tinggi ilmu hukum di Indonesia. Sedangkan
istilah asuransi yang berasal dari istilah assurantie (Belanda) atau insurance
(Inggris) banyak dipakai dalam praktik dunia bisnis. Bagi yang memakai istilah
Verzekering, maka perusahaan sebagai pihak penanggung disebut “verzekeraar”
12
Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika, Cetakan ke2, Jakarta, 2013, hlm 37.
(32)
dan tertanggung disebut “verzekerde”. Sedangkan bagi yang menggunakan istilah
Insurance, maka pihak penanggung disebut “the insurer” dan pihak tertanggung disebut “ the insured”.
Dari istilah-istilah tersebut lahirlah istilah hukum pertanggungan atau
hukum asuransi. Dalam bahasa Belanda disebut Verzekering Recht dan dalam
bahasa Inggris disebut Insurance Law. Pada praktiknya di masyarakat istilah
asuransi lebih populer dan lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan
istilah pertanggungan. Dengan menyebutkan asuransi masyarakat dapat langsung
mengerti apa maksud dari istilah tersebut, sedangkan istilah pertanggungan masih
memerlukan penjelasan lebih lanjut agar masyarakat awam paham akan istilah
yang dimaksud.
Dalam membicarakan asuransi, maka terdapat beraneka ragam pendapat
para sarjana. Menurut Wirjono Prodjodikoro, asuransi berarti pertanggungan.
Dalam asuransi terlibat dua pihak, yang satu sanggup akan menanggung atau
menjamin, bahwa pihak lain akan mendapat penggantian dari suatu kerugian,
yang mungkin akan diderita selaku akibat dari suatu peristiwa, yang semula belum
tentu akan terjadinya atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya.13
Selanjutnya, D. Sutanto mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan
asuransi adalah peniadaan resiko kerugian yang datangnya tak terduga
sebelumnya yang menimpa seseorang dengan cara menggabungkan sejumlah
besar orang atau manusia yang menghadapi resiko yang sama dan mereka itu
13
(33)
24
membayar premi yang besarnya cukup untuk menutup kerugian yang mungkin
menimpa orang diantara mereka.14
Masih mengenai pengertian asuransi, Santoso Poejosubroto memberikan
definisi asuransi pada umumnya adalah perjanjian timbal balik dalam mana pihak
penanggung dengan mana menerima premi, mengikatkan dirinya untuk
memberikan pembayaran kepada pengambil asuransi atau orang yang di tunjuk,
karena terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti disebutkan dalam perjanjian
baik karena pengambil asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang
disebabkan oleh peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validitet seorang
penanggung.15
1. Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD)
Pengertian asuransi beserta pengaturannya diatur dalam beberapa
peraturan yang merupakan dasar hukum pelaksanaan asuransi di Indonesia, antara
lain yaitu:
Pengaturan mengenai asuransi pada umumnya dalam KUHD terdapat di
dalam Buku I Bab 9 dan Bab 10, dan Buku II Bab 9 dan Bab 10 yang
pengaturannya sebagai berikut:16
14
D. Sutanto, Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi Jiwa, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912, Jakarta, 1995, hlm. 1.
15
Santoso Poejosubroto, Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, Barata, Jakarta, 1969, hlm. 82.
16
Abdul Muis, Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Cetakan ke-2, Medan, 2005, hlm 5.
Buku I Bab 9 : mengatur tentang Asuransi pada umumnya.
Buku I Bab 10 : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran, terhadap
(34)
bahaya yang mengancam hasil pertanian di sawah dan
tentang asuransi jiwa.
Buku I Bab 10 ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu :
− Bagian pertama : mengatur asuransi terhadap bahaya kebakaran.
− Bagian kedua : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya yang mengancam hasil- hasil pertanian di sawah.
− Bagian ketiga : mengatur asuransi jiwa.
Buku II Bab 9 : mengatur asuransi terhadap bahaya-bahaya laut dan bahaya-
bahaya perbudakan.
Buku II Bab 9 ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu :
− Bagian pertama : mengatur tentang bentuk dan isi asuransi.
− Bagian kedua : mengatur tentang anggaran dari barang-barang yang diasuransikan.
− Bagian ketiga : mengatur tentang awal dan akhir bahaya.
−Bagian keempat : mengatur tentang hak dan kewajiban-kewajiban penanggung dan tertanggung.
− Bagian kelima : mengatur tentang abandonnemen.
− Bagian keenam : mengatur tentang kewajiban-kewajiban dan hak-hak makelar di dalam asuransi laut.
Buku II Bab 10 : mengatur tentang asuransi terhadap bahaya-bahaya
pengangkutan di darat dan sungai-sungai serta perairan
(35)
26
Dalam Pasal 246 KUHD disebutkan bahwa asuransi atau pertanggungan
adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri
kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan
penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu
peristiwa yang tidak pasti.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa asuransi merupakan suatu
perikatan timbal balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan dengan
tertanggung yang memberikan imbalan pembayaran premi asuransi. Pengertian
dalam Pasal 246 KUHD tersebut hanya mengatur penggantian kerugian kepada
tertanggung dimana objeknya adalah harta kekayaan sehingga asuransi jiwa
tidaklah termasuk dalam rumusan Pasal 246 KUHD, karena jiwa manusia
bukanlah harta kekayaan. Pengaturan asuransi dalam KUHD meliputi hal-hal
berikut ini:
a. Asas-asas asuransi
b. Perjanjian asuransi
c. Unsur-unsur asuransi
d. Syarat-syarat asuransi
e. Jenis-jenis asuransi
2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 memberikan pengertian asuransi
secara lengkap, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 yang
menyatakan bahwa:
(36)
“Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara 2 (dua)
pihak atau lebih, dengan nama pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung, karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul
dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu
pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang
yang dipertanggungkan.”
Rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 ternyata
lebih luas jika dibandingkan dengan rumusan Pasal 246 KUHD karena tidak
hanya melingkupi asuransi kerugian, tetapi juga asuransi jiwa. Dengan demikian,
objek asuransi tidak hanya meliputi harta kekayaan, tetapi juga jiwa/raga manusia.
Untuk memahami lebih lanjut , berikut ini disajikan perbandingan antara rumusan
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 dan Pasal 246 KUHD : 17
1. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi asuransi
kerugian dan asuransi jiwa. Asuransi kerugian dibuktikan oleh kalimat
“penggantian karena kerugian, kerusakan, kehilangan keuntungan yang
diharapkan. Asuransi jiwa dibuktikan oleh bagian kalimat “memberikan
pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang”.
Bagian ini tidak ada dalam definisi Pasal 246 KUHD.
17
(37)
28
2. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 secara eksplisit
meliputi juga asuransi untuk kepentingan pihak ketiga. Hal ini terdapat
dalam bagian kalimat “ tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga”.
Bagian ini tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD.
3. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi objek
asuransi berupa benda, kepentingan yang melekat atas benda, sejumlah
uang dan jiwa manusia. Objek asuransi berupa jiwa manusia tidak terdapat
dalam definisi Pasal 246 KUHD.
4. Definisi dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 meliputi evenemen
berupa peristiwa yang menimbulkan kerugian pada benda objek asuransi
dan peristiwa meninggalnya seseorang. Peristiwa meninggalnya seseorang
tidak terdapat dalam definisi Pasal 246 KUHD.
Pengaturan usaha perasuransian dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
1992 terdiri dari 13 (tiga belas) bab dan 28 (dua puluh delapan) pasal dengan
rincian substansi sebagai berikut :18
a. Bidang usaha perasuransian meliputi kegiatan:
1) Usaha asuransi, dan
2) Usaha penunjang asuransi.
b. Jenis usaha perasuransian sebagai meliputi:
1) Usaha asuransi terdiri dari: asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan
reasuransi.
18
Ibid, hlm 18-19.
(38)
2) Usaha penunjang asuransi terdiri dari: pialang asuransi, pialang
reasuransi, penilai kerugian asuransi, konsultan aktuaria, dan agen
asuransi.
c. Perusahaan Perasuransian meliputi:
1) Perusahaan Asuransi Kerugian.
2) Perusahaan Asuransi Jiwa.
3) Perusahaan Reasuransi.
4) Perusahaan Pialang Asuransi.
5) Perusahaan Pialang Reasuransi.
6) Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.
7) Perusahaan Konsultan Aktuaria.
8) Perusahaan Agen Asuransi.
d. Bentuk hukum usaha perasuransian terdiri dari:
1) Perusahaan Perseroan (Persero).
2) Koperasi.
3) Perseroan Terbatas.
4) Usaha Bersama (mutual).
e. Kepemilikan Perusahaan Perasuransian oleh:
1) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia.
2) Warga Negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia bersama
dengan perusahaan perasuransian yang tunduk pada hukum asing.
(39)
30
g. Pembinaan dan pengawasan terhadap usaha perasuransian oleh Menteri
Keuangan mengenai:
1) Kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan
Asuransi Jiwa, dan Perusahaan Reasuransi.
2) Penyelenggaraan usaha perasuransian dan modal usaha.
h. Kepailitan dan likuidasi Perusahaan Asuransi melalui keputusan
Pengadilan Niaga.
i. Ketentuan sanksi pidana dan sanksi administratif meliputi:
1) Sanksi pidana karena kejahatan: menjalankan usaha perasuransian
tanpa izin, menggelapkan premi asuransi, menggelapkan kekayaan
Perusahaan Asuransi dan Reasuransi, menerima atau menadah atau
membeli kekayaan Perusahaan Asuransi hasil penggelapan, pemalsuan
dokumen Perusahaan Asuransi, Reasuransi.
2) Sanksi administratif berupa: ganti kerugian, denda administratif,
peringatan, pembatasan kegiatan usaha, pencabutan izin usaha
perusahaan.
3. Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Menurut KUHPerdata, perjanjian asuransi diklasifikasi sebagai
perjanjian untung-untungan, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1774 sebagai
berikut: Suatu perjanjian untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya
mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak,
bergantung dari suatu kejadian yang belum tentu.
Demikian adalah:
(40)
Perjanjian pertanggungan;
Bunga cagak hidup;
Perjudian dan pertaruhan,
Perjanjian yang pertama diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Meskipun asuransi dan perjudian ditempatkan dalam pasal yang sama
sebagai perjanjian untung-untungan, namun antara kedua perbuatan itu terdapat
perbedaan yang prinsipil. Menurut Sri Rejeki Hartono, penggolongan perjanjian
asuransi secara umum oleh KUHPerdata sebagai salah satu bentuk perjanjian
sama sekali tidak tepat dan bertentangan dengan prinsip-prinsip perjanjian
asuransi. Alasannya yaitu karakteristik perjanjian untung-untungan adalah
berdasarkan kemungkinan yang sangat bersifat spekulatif dengan tujuan utama
hanya kepentingan keuangan, sementara perjanjian asuransi pada dasarnya
mempunyai tujuan yang lebih pasti, yaitu memperalihkan resiko yang sudah ada
yang berkaitan pada kemanfaatan ekonomi tertentu sehingga tetap berada dalam
posisi yang sama. 19
Dapat dikatakan bahwa asuransi yang pada dasarnya berisikan hak dan
kewajiban para pihak sebagai akibat dari perjanjian pengalihan dan penerimaan
resiko oleh para pihak, merupakan objek hukum perdata. Namun apabila tidak
ditentukan lain dalam KUHD sebagai suatu ketentuan yang bersifat khusus, maka
asuransi sebagai sebuah perjanjian harus tunduk kepada KUHPerdata.
19
(41)
32
4. Peraturan Perundang-Undangan Lain
Di samping ketiga peraturan di atas, asuransi juga diatur dalam beberapa
perauran perundang-undangan lainnya, antara lain yaitu:
a) Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga
Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 Tentang Penyelenggaraan
Usaha Perasuransian
b) Keputusan Presiden Nomor 40 Tahun 1988 Tentang Usaha di Bidang
Asuransi Kerugian.
c) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1249 Tahun 1988 Tentang
Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Usaha di Bidang Asuransi
Kerugian.
d) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423 Tahun 2003 Tentang
Pemeriksaan Perusahaan Perasuransian.
e) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 425 Tahun 2003 Tentang Perizinan
dan Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Penunjang Usaha Asuransi.
f) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 426 Tahun 2003 Tentang Perizinan
Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi.
C. Subjek dan Objek Asuransi
1. Subjek Asuransi
Untuk mengetahui subjek hukum asuransi atau pihak-pihak yang terlibat
dalam asuransi, maka perlu diketahui terlebih dahulu pengertian dari subjek
hukum itu sendiri sebab asuransi juga sama halnya dengan perjanjian lainnya
(42)
dimana salah satu sahnya perjanjian tersebut harus dibuat oleh pihak–pihak yang
memenuhi kriteria sebagai subjek hukum yaitu cakap hukum.
Subjek hukum itu sendiri adalah segala sesuatu pendukung hak dan
kewajiban yang terdiri dari manusia dan badan hukum. Jadi, setiap subjek hukum
mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan perbuatan hukum, salah satunya
ialah mengadakan perjanjian. Pada dasarnya, manusia dikatakan sebagai subjek
hukum pada saat ia dilahirkan dan berakhir pada saat ia meninggal dunia. Bahkan
seorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya dapat dikatakan
sebagai subjek hukum bilamana kepentingannya mengkehendaki.20
Walaupun menurut hukum, setiap orang tiada terkecuali dapat memiliki
hak-hak, akan tetapi di dalam hukum tidaklah semua orang diperbolehkan
bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya itu. Ada beberapa golongan
orang yang oleh hukum telah dinyatakan “tidak cakap” atau “kurang cakap” untuk
bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum (mereka disebut
handelingsonbekwaam), tetapi mereka harus diwakili atau dibantu orang lain.21
a. Orang yang masih di bawah umur (belum dewasa) atau belum mencapai
usia 21 tahun.
Mereka yang oleh hukum dinyatakan tidak cakap hukum atau tidak cakap
bertindak di dalam hukum yaitu:
b. Orang yang tidak sehat pikirannya, pemabuk dan pemboros yaitu mereka
yang berada di bawah pengampuan.
20
Lihat Pasal 2 KUHPerdata 21
(43)
34
Menurut Pasal 246 KUHD, salah satu unsur asuransi yang termuat dalam
definisi asuransi yaitu adanya subjek asuransi. Adapun pihak-pihak yang
berkedudukan sebagai subjek asuransi yang dimaksud dalam Pasal 246 KUHD
tersebut, antara lain yaitu:
a. Pihak Tertanggung
Pihak Tertanggung sebagai orang–orang yang berkepentingan
mengadakan perjanjian asuransi adalah sebagai pihak yang berkewajiban
untuk membayar premi kepada penanggung, sekaligus atau berangsur–
angsur, dengan tujuan akan mendapat penggantian atas kerugian yang
mungkin akan dideritanya akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu
akan terjadi.
b. Pihak Penanggung
Pihak Penanggung adalah pihak terhadapnya resiko tersebut dialihkan,
yang seharusnya dipikul sendiri oleh tertanggung karena menderita suatu
kerugian atas suatu peristiwa yang tidak tentu. Resiko ini hanya dialihkan
kepada penanggung bila adanya premi yang diberikan oleh tertanggung.
Jadi, dengan adanya premi ini, pihak penanggung mengikatkan dirinya
untu menanggung resiko yang seharusnya ditanggung oleh pihak
tertanggung.
Namun, dari defenisi asuransi yang diberikan oleh KUHD dan
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, terdapat perbedaan yaitu KUHD menyebutkan
bahwa asuransi hanyalah melibatkan 2 pihak saja yaitu penanggung (perusahaan
asuransi) dan juga pihak tertanggung (yang membayar premi asuransi).
(44)
Sedangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 menyebutkan bahwa perjanjian
asuransi tidak hanya melibatkan 2 pihak saja (penanggung dan tertangung) tetapi
juga melibatkan pihak ketiga dalam hal pertanggungjawaban hukum.
Lebih lanjut dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1992 disebutkan bahwa usaha perasuransian hanya dapat dilakukan oleh badan
hukum yang berbentuk:
a. Perusahaan Perseroan (Persero)
b. Koperasi
c. Perseroan Terbatas (PT)
d. Usaha Bersama (Mutual)
Dengan kata lain, bahwa penanggung harus berstatus badan hukum yang
berbentuk Perusahaan Perseroan (Persero), Koperasi, Perseroan Terbatas (PT)
atau Usaha Bersama (Mutual). Sedangkan tertanggung dapat berstatus
perseorangan, persekutuan atau badan hukum, baik sebagai perusahaan maupun
bukan perusahaan. Tertanggung berstatus sebagai pemilik atau pihak yang
berkepentingan atas harta benda yang diasuransikan.
2. Objek Asuransi
Benda asuransi adalah benda yang menjadi objek perjanjian asuransi
(object of insurance). Benda asuransi adalah harta kekayaan yang mepunyai nilai
ekonomi, yang dapat dihargai dengan sejumlah uang. Benda asuransi selalu
berwujud, misalnya gedung pertokoan, rumah, kapal. Benda asuransi selalu
(45)
36
mungkin terjadi yang mengakibatkan benda asuransi dapat rusak, hilang, musnah
atau berkurang nilainya.22
22
Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm 87.
Objek asuransi diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2
Tahun 1992. Undang-undang ini menyebutkan bahwa objek asuransi adalah benda
dan jasa, jiwa dan raga, kesehatan manusia, tanggung jawab hukum serta semua
kepentingan lainnnya yang dapat hilang, rusak, rugi, dan atau berkurang nilainya.
Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa objek asuransi tidak
selamanya harus berwujud, tetapi ada juga objek asuransi jumlah yang bukan
berupa benda melainkan jiwa atau raga manusia yang terancam peristiwa
penyebab kematian atau kecelakaan.
Objek asuransi jumlah tersebut tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi
sejumlah uang diberikan oleh penanggung sebagai santunan apabila peristiwa
yang mengancam jiwa dan raga tertanggung terjadi. Penetapan sejumlah uang
santunan tersebut hanya untuk tujuan praktis, yaitu untuk memudahkan
perhitungan pembayaran santunan yang jumlahnya sudah diatur sebelumnya
dalam perjanjian asuransi tersebut ataupun dalam undang-undang.
Objek asuransi dikenal pula dengan sebutan “kepentingan”. Kepentingan
merupakan unsur penting dalam perjanjian asuransi sesuai dengan yang telah
diatur dalam Pasal 250 KUHD, dimana disebutkan bahwa apabila pada waktu
diadakannya pertanggungan, seorang tertanggung tidak mempunyai suatu
kepentingan atas benda yang dipertanggungkan itu, maka penanggung tidak
berkewajiban memberi ganti rugi.
(46)
Mengingat pentingnya unsur kepentingan sebagai objek dalam suatu
perjanjian asuransi, maka dalam Pasal 268 KUHD juga mengatur mengenai
kriteria dari kepentingan dalam suatu perjanjian asuransi, Kriteria tersebut antara
lain:
a. Harus ada dalam setiap asuransi (sebagaimana dimaksud dalam Pasal
250);
b. Harus dapat dinilai dengan uang;
c. Harus diancam oleh bahaya;
d. Harus tidak dikecualikan oleh undang-undang, artinya tidak bertentangan
dengan ketertiban umum atau kesusilaan.
Tidak adanya kepentingan dapat mengakibatkan tertanggung tidak
berhak menuntut penanggung atas pembayaran ganti rugi apabila peristiwa yang
diperjanjikan terjadi, walaupun tertanggung telah membayar premi kepada
penanggung. Dengan kata lain, setiap asuransi yang diadakan tanpa adanya
kepentingan tertanggung dianggap tidak pernah ada sehingga tidak ada hak dan
kewajiban yang ditimbulkan oleh asuransi tersebut.
D. Tujuan, Fungsi dan Sifat Asuransi
1. Tujuan Asuransi
Tujuan dari semua asuransi ialah menutup semua kerugian diderita selaku
akibat dari suatu peristiwa yang bersangkutan dan yang belum dapat ditentukan
semula akan terjadi atau tidak. 23
23
(47)
38
Menurut Abdulkadir Muhammad, tujuan asuransi secara umum antara
lain sebagai berikut: 24
a. Teori Pengalihan Resiko
Menurut teori pengalihan resiko (risk transfer theory), tertanggung
menyadari bahwa ada ancaman bahaya terhadap harta kekayaan miliknya
atau terhadap jiwanya. Tertanggung sebagai pihak yang terancam bahaya
merasa berat memikul beban resiko yang sewaktu-waktu dapat terjadi.
Untuk mengurangi atau menghilangkan beban resiko tersebut, pihak
tertanggung berupaya mencari jalan kalau ada pihak lain yang bersedia
mengambil alih beban resiko ancaman bahaya dan dia sanggup membayar
kontra prestasi yang disebut premi
Sehingga dapat dikatakan bahwa tertanggung mengadakan asuransi
dengan tujuan mengalihkan resiko yang mengancam harta kekayaan atau
jiwanya. Dengan membayar sejumlah premi kepada perusahaan asuransi
(penanggung), sejak itu pula resiko beralih kepada penanggung.
b. Pembayaran Ganti Kerugian
Dalam praktiknya tidak senantiasa bahaya yang mengancam itu
sungguh-sungguh terjadi. Jika pada suatu ketika sungguh-sungguh terjadi
peristiwa yang menimbulkan kerugian (resiko berubah menjadi kerugian),
maka pada tertanggung yang bersangkutan akan dibayarkan ganti kerugian
seimbang dengan jumlah asuransinya.
24
Abdulkadir Muhammad, op.cit, hlm 12-16.
(48)
Dalam praktiknya kerugian yang ditimbulkan itu bersifat sebagian
(partial loss), tidak semuanya berupa kerugian total (total loss). Dengan
demikian, tertanggung mengadakan asuransi yang bertujuan untuk
memperoleh pembayaran ganti kerugian yang sungguh-sungguh
dideritanya. Kerugian yang diganti oleh penanggung itu hanya sebagian
kecil dari jumlah premi yang diterima dari seluruh tertanggung.
Berbeda dengan asuransi kerugian, pada asuransi jiwa apabila
dalam jangka waktu asuransi terjadi peristiwa kematian atau kecelakaan
yang menimpa diri tertanggung, maka penanggung akan membayar jumlah
asuransi yang telah disepakati bersama seperti tercantum dalam polis.
Jumlah asuransi yang disepakati itu merupakan dasar perhitungan premi
dan untuk memudahkan penanggung membayar sejumlah uang akibat
terjadinya peristiwa kematian atau kecelakaan. Jadi, pembayaran sejumlah
uang itu bukan sebagai ganti kerugian, karena jiwa atau raga manusia
bukan harta kekayaan dan tidak dapat dinilai dengan uang.
c. Pembayaran Santunan
Asuransi kerugian dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan
perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung dan tertanggung (voluntary
insurance). Akan tetapi, undang-undang mengatur asuransi yang bersifat wajib (compulsory insurance), artinya tertanggung terikat dengan
penanggung karena perintah undang-undang, bukan karena perjanjian.
Asuransi sejenis ini disebut asuransi sosial (social security
(49)
40
ancaman bahaya kecelakaan yang mengakibatkan atau cacat tubuh.
Dengan membayar sejumlah kontribusi (semacam premi), tertanggung
berhak memperoleh perlindungan dari ancaman bahaya. Tertanggung yang
membayar kontribusi tersebut adalah mereka yang terikat pada suatu
hubungan hukum tertentu yang ditetapkan undang-undang, misalnya
hubungan kerja, dan penumpang angkutan umum.
Jadi, tujuan mengadakan asuransi sosial menurut pembentuk
undang-undang adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat, dan
mereka yang terkena musibah diberi santunan sejumlah uang.
d. Kesejahteraan Anggota
Apabila beberapa orang berhimpun dalam suatu perkumpulan dan
membayar kontribusi (iuran) kepada perkumpulan, maka perkumpulan itu
berkedudukan sebagai penanggung, sedangkan anggota perkumpulan
berkedudukan sebagai tertanggung. Jika terjadi peristiwa yang
mengakibatkan kerugian atau kematian bagi anggota (tertanggung),
perkumpulan akan membayar sejumlah uang kepada anggota
(tertanggung) yang bersangkutan.
Penyetoran uang iuran oleh anggota perkumpulan (semacam premi
oleh tertanggung) merupakan pengumpulan dana untuk kesejahteraan
anggotanya atau untuk mengurus kepentingan anggotanya, misalnya
bantuan biaya upacara bagi anggota yang mengadakan selamatan, bantuan
biaya penguburan bagi anggota yang meninggal dunia, dan biaya
perawatan bagi anggota yang mengalami kecelakaan atau sakit.
(50)
Asuransi kesejahteraan seperti ini lebih sesuai apabila dikelola oleh
perkumpulan Koperasi atau Usaha Bersama karena sesuai benar dengan
asas dan tujuan kedua badan hukum tersebut.
2. Fungsi Asuransi
Disamping sebagai bentuk pengendalian risiko (secara finansial), asuransi
juga memiliki berbagai manfaat yang diklasifikasikan ke dalam beberapa fungsi
sebagai berikut:25
a. Fungsi Utama (Primer)
1) Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan kemungkinan resiko atau
kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai ”Original Risk Bearer”
kepada satu atau beberapa penanggung (a risk transfer mechanism).
Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan
terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan
berubah menjadi proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian
menjadi ganti rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
2) Penghimpun Dana
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat (pemegang polis) yang
akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah, dana yang
dihimpun tersebut berupa premi atau biaya asuransi yang dibayar oleh
25
Asuransi Binagriya, Fungsi dan Tujuan Asuransi. (online). Tersedia di (diakses pada tanggal 25 Nopember 2014, pukul 15.00 WIB)
(51)
42
tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana
tersebut berkemang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar
kerugian yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.
3) Premi Seimbang
Untuk mengatur sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang
dilakukan oleh masing–masing tertanggung adalah seimbang dan wajar
dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada penanggung
(equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan
tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarif premi (rate of premium)
dikalikan dengan Nilai Pertanggungan.
b. Fungsi Tambahan (Sekunder)
1) Export Terselubung (invisible export)
Sebagai penjualan terselubung komoditas atau barang-barang
tak nyata (intangible product) keluar negeri.
2) Perangsang Pertumbuhan Ekonomi (stimulus ekonomi)
Adalah untuk merangsang pertumbuhan usaha, mencegah kerugian,
pengendalian kerugian, memiliki manfaat sosial dan sebagai tabungan.
3) Sarana tabungan investasi dana dan invisible earnings.
4) Sarana pencegah dan pengendalian kerugian.
3. Sifat Asuransi
Asuransi atau pertanggungan di Indonesia sebenarnya berasal dari Hukum
Barat, baik dalam pengertian maupun dalam bentuknya. Asuransi sebagai bentuk
(52)
hukum di Indonesia yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
yang mempunyai beberapa sifat sebagai berikut:26
a. Sifat Perjanjian
Semua asuransi berupa perjanjian tertentu, yaitu suatu pemufakatan
antara dua pihak atau lebih dengan maksud akan mencapai suatu tujuan,
dimana seorang atau lebih berjanji terhadap seorang lain atau lebih (Pasal
1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata).
b. Sifat Timbal Balik
Persetujuan asuransi atau pertanggungan merupakan suatu
persetujuan timbal balik (Wederkerige Overeenkomst), yang berarti bahwa
masing-masing pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain.
Pihak terjamin berjanji akan membayar uang premi, pihak
penjamin berjanji akan membayar sejumlah uang (uang asuransi) kepada
pihak terjamin, apabila suatu peristiwa tertentu terjadi.
c. Sifat Konsensual
Persetujuan asuransi atau pertangungan merupakan suatu
persetujuan yang bersifat konsensual, yaitu sudah dianggap terbentuk
dengan adanya kata sepakat antara kedua belah pihak.
d. Sifat Perkumpulan
Jenis asuransi yang bersifat perkumpulan (Vereeniging) adalah
asuransi saling menjamin yang terbentuk diantara para terjamin selaku
anggota. Asuransi seperti ini disebutkan dalam pasal 286 KUHD yang
26
(53)
44
menyatakan bahwa asuransi itu takluk pada persetujuannya dan
peraturannya.
Perkumpulan asuransi diatur dalam Pasal 1635, 1654 dan 1655
KUHPerdata, yang dapat disimpulkan bahwa perkumpulan asuransi saling
menjamin merupakan “Zadelijk Lichaam” yang artinya asuransi dalam
masyarakat dapat bertindak selaku orang dan dapat mengadakan segala
perhubungan hukum dengan orang lain secara sah.
Perkumpulan asuransi dapat bertindak ke dalam dan ke luar, yaitu
ke dalam dapat mengadakan persetujuan asuransi dengan para anggota
selaku terjamin, dan ke luar dengan perbuatan hukum lainnya, persetujuan
ini takluk pada ketentuan KUHD, baik dengan anggota sendiri maupun
dengan orang lain.
e. Sifat Perusahaan
Asuransi yang mengatur sifat perusahaan adalah asuransi secara
premi dimana diadakan antara pihak penjamin dan pihak terjamin, tanpa
ikatan hukum diantara terjamin dengan orang lain yang juga menjadi pihak
terjamin terhadap si penjamin.
Dalam hal ini pihak penjamin biasanya bukan seorang individu,
melainkan suatu badan yang bersifat perusahaan, yang memperhitungkan
untung rugi dalam tindakannya.
(54)
Selain itu, Emmy Pangaribuan mengemukakan bahwa sifat-sifat asuransi
atau pertanggungan yang terkandung dalam Pasal 246 KUHD, ialah:27
a. Bahwa pertanggungan itu pada asasnya adalah suatu perjanjian
penggantian kerugian (schadevergoeding atau indemniteitscontract).
Dalam hal ini jelas bahwa penanggung mengikatkan diri untuk
mengganti kerugian karena pihak tertanggung menderita kerugian dan
yang diganti itu seimbang dengan kerugian yang sungguh-sungguh
diderita.
b. Bahwa pertanggungan itu adalah suatu perjanjian bersyarat, artinya
bahwa kewajiban mengganti rugi dari penanggung hanya dilaksanakan
kalau peristiwa yang tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan
itu terjadi. Jadi pelaksanaan kewajiban mengganti rugi digantungkan
pada satu syarat.
c. Pertanggungan adalah suatu perjanjian timbal balik, artinya: bahwa
kewajiban penanggung mengganti rugi di hadapkan dengan kewajiban
tertanggung membayar premi walaupun dengan pengertian bahwa
kewajiban membayar premi itu tidak bersyaratan atau tidak
digantungkan pada satu syarat.
d. Bahwa kerugian yang diderita adalah sebagai akibat dari peristiwa
tidak tertentu atas mana diadakan pertanggungan. Di sini harus
terdapat hubungan sebab dan akibat di antara peristiwa dan kerugian.
27
(55)
46
E. Penggolongan Jenis Asuransi
Jenis usaha perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
meliputi Usaha Asuransi dan Usaha Penunjang Usaha Asuransi. Usaha Asuransi
dikelompokkan ke dalam 3 jenis, antara lain yaitu :
a. Usaha Asuransi Kerugian yang memberikan jasa dalam
penanggulangan resiko atas kerugian, kehilangan manfaat, dan
tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga, yang timbul dari
peristiwa yang tidak pasti. Perusahaan Asuransi Kerugian hanya dapat
menyelenggrakan usaha dalam bidang asuransi kerugian, termasuk
reasuransi.
b. Usaha Asuransi Jiwa yang memberikan jasa dalam penanggulangan
resiko yang dikaitkan dengan hidup atau meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan. Perusahaan Asuransi Jiwa hanya dapat
menyelenggarakan usaha dalam bidang asuransi jiwa, asuransi
kesehatan, asuransi kecelakaan diri, dan usaha anuitas, serta menjadi
pendiri dan pengurus dana pensiun sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
c. Usaha Reasuransi yang memberikan jasa dalam pertangunggan ulang
terhadap resiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi Kerugian dan
atau Perusahaan Asuransi Jiwa. Perusahaan Reasuransi ini hanya dapat
menyelenggarakan usaha pertangunggan ulang.
Berdasarkan ketentuan di atas, dapat disimpulkan bahwa perusahaan
asuransi hanya dapat menjalankan jenis usaha asuransi yang telah ditetapkan,
(56)
sehingga tidak ada perusahaan asuransi yang menjalankan usaha asuransi kerugian
dan usaha asuransi jiwa secara sekaligus. Demikian juga halnya dengan
Perusahaan Reasuransi yang tidak dimungkinkan untuk menjalankan usaha
asuransi kerugian maupun usaha asuransi jiwa, artinya hanya dapat menjalankan
usaha asuransi ulang.
Sama halnya dengan Usaha Asuransi, Usaha Penunjang Usaha Asuransi
juga terdiri dari beberapa jenis usaha, yaitu:
a. Usaha Pialang Asuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penutupan asuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi asuransi
dengan bertindak untuk kepentingan tertanggung. Perusahaan Pialang
Asuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha dengan bertindak
mewakili tertanggung dalam rangka transaksi yang berkaitan dengan
kontrak asuransi.
b. Usaha Pialang Reasuransi yang memberikan jasa keperantaraan dalam
penempatan reasuransi dan penanganan penyelesaian ganti rugi
reasuransi dengan bertindak untuk kepentingan perusahaan asuransi.
Perusahaan Pialang Reasuransi hanya dapat menyelenggarakan usaha
dengan bertindak mewakili perusahaan asuransi dalam rangka
transaksi yang berkaitan dengan kontrak asuransi.
c. Usaha Penilai Kerugian Asuransi yang memberikan jasa penilaian
terhadap kerugian pada objek asuransi yang dipertanggungkan.
(1)
89
memiliki kerjasama dengan PT. Bank Sumut Cabang Lima Puluh, tujuan
serta manfaat asuransi kredit tersebut kepada debitur. Selain itu kepada
debitur yang telah membayar premi, bank perlu memberitahukan bahwa
kredit yang diberikan oleh bank telah diasuransikan dengan
memperlihatkan polis yang diterbitkan oleh pihak asuransi.
2. Adanya perbedaan nilai klaim yang diberikan serta syarat-syarat
pengajuan klaim apabila debitur wanprestasi/meninggal dunia sebelum
jangka waktu kredit berakhir mengakibatkan proses pengajuan dan
pelaksanaan klaim terlihat membingungkan, sehingga perlu dibentuk suatu
peraturan yang mengatur tentang pemberlakuan syarat-syarat pengajuan
klaim dan nilai klaim yang sama bagi semua perusahaan asuransi.
3. Dalam hal restitusi, pihak bank perlu menginformasikan kepada para
debitur mengenai syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi dalam
memperoleh restitusi tersebut serta persentase, teknis pelaksanaan dan
perhitungan restitusi yang ditetapkan oleh masing-masing perusahaan
asuransi.
4. Pengawasan OJK terhadap sektor perbankan hendaknya dilakukan secara
luas dan bertahap ke seluruh kantor-kantor cabang bank di Indonesia,
sehingga melalui kewenangan yang dimiliki oleh OJK diharapkan dapat
(2)
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Gazali, Djoni S dan Usman, Rachmadi. 2012. Hukun Perbankan, Sinar Grafika:
Jakarta.
Kasmir. 2014. Manajemen Perbankan, PT. RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Usman, Rachmadi. 2003. Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT.
Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Bahsan, M. 2012. Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indoesia, PT.
RajaGrafindo Persada: Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 2012. Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia: Jakarta.
Nazir, Muhammad. 1986. Metode Penelitian, Remaja Rosdakarya: Bandung.
Suratman dan Dillah, Philips. 2013. Metode Penelitian Hukum, ALFABETA:
Bandung.
Sastrawidjaja, Man S. 1997. Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,
Alumni: Bandung.
Ganie, Junaedy. 2013. Hukum Asuransi Indonesia, Sinar Grafika: Jakarta. Prodjodikoro, Wirjono. 1982. Hukum Asuransi Indonesia, Intermasa: Jakarta.
Sutanto, D. 1995. Ikhtisar Tentang Pengertian dan Perkembangan Asuransi
Jiwa, Yayasan Darmasiswa Bumi Putera 1912: Jakarta.
Poejosubroto, Santoso. 1969. Beberapa Aspek Tentang Hukum Pertanggungan
Jiwa di Indonesia, Barata: Jakarta.
Muis, Abdul. 2005. Hukum Asuransi dan Bentuk-bentuk Perasuransian, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara: Medan.
Muhammad, Abdulkadir. 2006. Hukum Asuransi Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti: Bandung.
Rejeki Hartono, Sri. 2008. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Sinar
Grafika: Jakarta.
Kansil, C.S.T. 2002. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta.
Pangaribuan Simanjuntak, Emmy. 1990. Hukum Pertanggungan dan
Perkembangannya, Seksi Hukum Dagang Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta.
Widijowati, Rr. Dijan. 2012. Hukum Dagang, ANDI Yogyakarta: Yogyakarta.
Irawan, Bagus . 2007. Aspek-Aspek Hukum Kepailitan: Perusahaan dan
(3)
Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada Media Group: Jakarta.
2. Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, terjemahan R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, Pradnya Paramita, 2001, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, terjemahan R. Subekti dan R.
Tjitrosudibio, Pradnya Paramita, 2011, Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/24/DPNP Tentang Tingkat Kesehatan Bank Umum.
3. Internet
Bank Sumut, Visi dan Misi Bank Sumut,
Jasindo, Riwayat Singkat
Asuransi Binagriya, Fungsi dan Tujuan Asuransi,
OJK, Asuransi Kredit dan Asuransi Kredit PHK,
diakses pada tanggal 3 Maret 2015.
(4)
WAWANCARA DENGAN PT. BANK SUMUT KCP LIMA PULUH
1. Apakah tujuan PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh menggunakan jasa asuransi
dalam pemberian kredit?
Jawaban: Penggunaan jasa asuransi oleh PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh
merupakan salah satu manajemen resiko yang diterapkan pihak bank yang
bertujuan untuk melindungi pihak bank dari resiko kegagalan pengembalian
kredit oleh debitur dan mengalihkan resiko tersebut kepada pihak perusahaan
asuransi dengan cara mengadakan perjanjian kerjasama pihak asuransi.
2. Perusahaan asuransi mana sajakah yang bekerjasama dengan PT. Bank Sumut
KCP Lima Puluh?
Jawaban: PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh yang diwakili oleh PT. Bank
Sumut Kantor Pusat mengadakan perjanjian kerjasama dengan PT. Asuransi
Kredit Indonesia (Askrida), PT. Asuransi Bangun Askrida dan PT. Asuransi
Jiwasraya.
3. Apakah ada jenis asuransi lain yang digunakan oleh PT. Bank Sumut KCP
Lima Puluh dalam pemberian kredit selain asuransi kredit?
Jawaban: Di samping asuransi kredit, PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh juga
menggunakan jasa asuransi jiwa, asuransi jaminan kredit yaitu asuransi
kebakaran serta asuransi kredit PHK, dimana penggunaan asuransi di atas
akan disesuaikan dengan jenis kredit yang diberikan oleh pihak bank kepada
(5)
4. Adakah dalam perjanjian kredit antara PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh
dengan debitur mencantumkan pasal tentang asuransi?
Jawaban: Pada perjanjian kredit antara PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh
dengan debitur tidak ada mencantumkan pasal tentang asuransi, namun pada
perjanjian kredit tersebut mengenai asuransi dimuat dalam pasal yang
mengatur tentang biaya adminitrasi sehingga pembayaran premi asuransi
dilakukan bersamaan dengan biaya administrasi lainnya.
5. Bagaimana tanggung jawab pihak asuransi apabila debitur
wanprestasi/meninggal dunia sebelum jangka waktu kredit berakhir? Adakah
perbedaan nilai klaim yang diberikan?
Jawaban: Oleh karena PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh bekerjasama dengan
beberapa perusahaan asuransi maka ada perbedaan mengenai syarat pengajuan
klaim serta besarnya klaim yang diberikan oleh tiap-tiap perusahaan asuransi
apabila debitur wanprestasi/meninggal dunia sehingga dalam hal ini pihak
asuransi akan bertanggung jawab apabila syarat-syarat pengajuan klaim yang
disepakati dalam perjanjian kerjasama telah terpenuhi.
6. Adakah kewajiban pihak asuransi dalam pengembalian restitusi apabila kredit
berjalan lancar?
Jawaban: Pada umumnya tidak ada pengembalian uang premi/restitusi oleh
pihak asuransi karena debitur cenderung melunasi kredit sesuai dengan waktu
jatuh tempo kredit sehingga premi yang dibayar oleh debitur hangus. Namun
(6)
asuransi apabila debitur melunasi kredit sebelum jangka waktu kredit
berakhir/jatuh tempo.
7. Bagaimana pengawasan OJK dalam hal penggunaan jasa asuransi dalam
pemberian kredit oleh PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh?
Jawaban: Untuk saat ini, belum ada pengawasan langsung dari OJK terhadap
PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh tetapi telah ada pengawasan OJK terhadap
PT.Bank Sumut dengan mengambil sample dari kantor-kantor cabang utama
PT.Bank Sumut yang berada di Medan.
8. Perjanjian kerjasama manakah yang lebih sering digunakan oleh pihak PT.
Bank Sumut KCP Lima Puluh dalam praktik pemberian kredit?
Jawaban: Pada praktiknya pihak PT. Bank Sumut KCP Lima Puluh sebagai
Bank Pembangunan Daerah lebih sering menggunakan perjanjian kerjasama
dengan PT. Askrida dikarenakan jangka waktu pencairan klaim yang lebih