menyelesaikan perkembangan telur mulai dari nyamuk menghisap darah sampai telur dikeluarkan siklus gonotropik adalah 3-4 hari. Aedes aegypti mempunyai
kebiasaan menghisap darah berulang kali dalam satu siklus gonotropik, sehingga nyamuk dapat menularkan penyakit Kemkes, 2011.
Aedes aegypti betina menghisap darah manusia di siang hari day-biters di luar eksofilik maupun dalam rumah endofilik. Penghisapan dilakukan dengan
dua puncak waktu yaitu pukul 08.00 sampai 10.00 dan 15.00 sampai 17.00 Djakaria dan Sungkar, 2008.
Setelah menghisap darah, nyamuk mencari tempat untuk istirahat untuk menunggu proses perkembangan telur maupun istirahat sementara Agoes, 2009.
Setelah proses pematangan telur selesai, Aedes aegypti betina akan meletakkan telurnya di permukaan air, kemudian telur menepi dan melekat pada dinding-
dinding habitat perkembangbiakannya. Setiap kali bertelur, Aedes aegypti betina dapat menghasilkan telur sebanyak 100 telur Kemkes, 2011.
2.1.7 Membedakan Aedes aegypti dengan spesies lainnya
Aedes aegypti dapat dibedakan dari nyamuk bergenus lain dari bentuk telur, posisi larva di permukaan air, dan bentuk dewasa. Telur Aedes aegypti
terpisah-pisah dan melekat ke dinding-dinding wadah air, telur Anopheles sp. juga terpisah-pisah tetapi berada di permukaan air, berbeda dengan telur Culex sp. yang
menyatu berbentuk seperti rakit raft. Larva Aedes aegypti membentuk sudut di permukaan air, sama halnya dengan Culex sp., tetapi sifon Aedes aegypti lebih
pendek dari Culex sp. Larva Anopheles sejajar dengan permukaan air. Pupa Aedes aegypti umumnya lebih kecil dari pupa nyamuk lain. Aedes aegypti memiliki
palpi yang lebih pendek dari proboscisnya sedangkan nyamuk dewasa Anophelessp. memiliki palpi yang sama panjang dengan proboscis. Nyamuk
Aedes aegypti dan Culex sp. membentuk sudut antara proboscis dan tubuhnya saat menghisap darah, sedangkan proboscis sejajar dengan tubuh Anopheles spp saat
menghisap darah WHO, 1997.
Universitas Sumatera Utara
WHO, 1997 Gambar 2.7 Perbedaan Aedes aegypti dengan spesies nyamuk lainnya
2.1.8 Epidemiologi Aedes aegypti
Aedes aegypti tersebar luas di seluruh Indonesia meliputi semua provinsi yang ada. Walaupun spesies ini ditemukan di kota-kota pelabuhan yang pdat
penduduknya, namun spesies ini masih dapat ditemukan disekitar kota pelabuhan. Penyebaran Aedes aegypti dari pelabuhan ke desa disebabkan oleh karena larva
Universitas Sumatera Utara
Aedes aegypti yang terbawa melalui transportasi yang mengangkut benda-benda berisi air hujan pengandung larva tersebut Agoes, 2009.
2.1.9 PengendalianAedes aegypti
Pengendalian Aedes aegypti dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu: A.
Perlindungan perseorangan untuk mencegah gigitan nyamuk Dilakukan dengan cara memasang kawat kasa di lubang-lubang angin di atas
jendela atau pintu, tidur dengan kelambu, penyemprotan dinding rumah dengan insektisida malathion dan penggunaan repellent pada kulit Agoes,
2009. B.
Melakukan tindakan PSN Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN dapat dilakukan dengan cara:
a. Kimia
Pemberantasan larva dilakukan dengan larvasida yang dikenal sebagai istilah abatisasi. Larvasida yang biasa digunakan adalah temefos. Dosis
yang digunakan adalah 1 ppm atau 10 gram 1 sendok makan untuk tiap 100 liter air. Abatisasi dengan temefos mempunyai efek residu selama 3
bulan Djakaria dan Sungkar, 2008. b.
Biologi Memelihara ikan pemakan jentik ikan kepala timah dan ikan guppy
Djakaria dan Sungkar, 2008. c.
Fisik Cara ini dikenal sebagai kegiatan 3M Menguras, Menutup, Mengubur
yaitu menguras bak mandi, menutup TPA Tempat Penampungan Air di rumah tangga tempayan dan drum, dan mengubur atau memusnahkan
barang bekas kaleng bekas dan ban bekas. Pengurasan TPA sekurang- kurangnya 1 minggu sekali agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di
tempat tersebut Djakaria dan Sungkar, 2008
Universitas Sumatera Utara
2.2 Larvasida Nyamuk