PERBUDAKAN SEBELUM ISLAM

HADLARAH

PERBUDAKAN SEBELUM ISLAM
USTADI HAMSAH
Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga

litm
erg
er.
co
m)

datang. Oleh karena itu, akan dikemukakan di sini sejarah
perbudakan sebelum era Islam, dan perlu dipahami bahwa era
Islam merupakan sejarah kerasulan Muhammad sampai hari
ini.

pd

fsp


Sejarah Tertua dari Perbudakan Manusia
Sebagaimana disebutkan di atas, perbudakan bukan hal yang
baru dalam sejarah manusia, tetapi sepanjang usia manusia itu
sendiri. Hal ini disebabkan karena manusia mempunyai
kecenderungan homo homini lupus (hasrat menguasai yang lain).
Sejarah tertua perbudakan tertulis yang bisa terlacak terdapat dalam

De
mo
(

Vi
sit

htt
p:/
/w
w

w.


B

enedetto Croce (1866-1952), seorang filosof sejarah Italia,
mengatakan bahwa sejarah itu benar jika dinilai dari
sejarahnya, karena yang paling benar dari interpretasi
sejarah adalah sejarah itu sendiri. Dengan demikian, sejarah akan
memberikan gambaran tentang kebenaran sebagaimana peristiwa
itu terjadi secara sinkronis maupun diakronis. Artinya, dengan
pandangan yang multiperspektif, sejarah akan menampilkan
kebenarannya sendiri dan terlepas dari interpretasi terhadap
sejarah itu sendiri. Oleh karena itu, untuk melihat fenomena
perbudakan, kita juga akan menggunakan pendekatan ini sebagai
salah satu perspektif, kemudian menggabungkan dengan modelmodel struktur yang dibangun dari sejarah itu.
Berangkat dari perspektif sejarah, kita akan menemukan satu
diskursus unik, yakni bahwa perbudakan merupakan fenomena
kuno yang selalu ada sepanjang sejarah manusia itu ada. Artinya,
sepanjang sejarah manusia “fenomena” perbudakan akan selalu
ada meskipun muncul dalam model dan bentuk yang berbeda.
Kalau model perbudakan di era kuno adalah mengeksploitasi

manusia untuk melakukan hal-hal yang dikehendaki sang majikan
dengan kontrol yang sangat ketat. Maka perbudakan di era modern
adalah eksploitasi manusia satu terhadap lainnya dengan tersamar
dan berada di balik aktivitas-aktivitas lain.
Bentuk-bentuk perbudakan yang formal adalah eksploitasi fisik
dan potensi komunitas tertentu terhadap komunitas lainnya. Model
perbudakan tersebut merupakan yang lazim terjadi dan baru betulbetul dihilangkan pada konferensi tentang penghapusan budak
tahun 1956 di Genewa yang dihadiri 51 negara. Meskipun
demikian, model lain dari perbudakan dalam l’exploitation de
l’homme par l’homme adalah proses strukturasi masyarakat Barat
dan non-Barat. Dalam konteks ini, proses “perbudakan”
kontemporer lebih pada wacana superioritas Barat atas bangsa
non-Barat. Artinya bangsa-bangsa non-Barat “dipaksa” untuk
melakukan sebagaimana apa yang dilakukan barat, misalnya
pemaksaan konsep demokrasi liberal (dalam bidang politik),
liberalisasi ekonomi (dalam bidang ekonomi), dan isu HAM
(dalam bidang sosial), serta imperialisasi wacana sosial budaya.
Wacana-wacana sosial budaya sekarang ini, yang terkait dengan
perbudakan dan eksploitasi manusia dan potensinya, merupakan
transformasi dari struktur budaya –meminjam istilah Levi-Strauss,

yang terjadi sebelumnya. Untuk konteks inilah, dunia Islam juga
mengalami dan involve dalam “wacana perbudakan” ini.
Meskipun harus dipahami bahwa semua itu merupakan
“transformasi” dari wacana sebelumnya, yakni jauh sebelum Islam

48

25 MUHARAM - 9 SHAFAR 1432 H

Code Hammurabi, salah satu dokumen sejarah tertulis pertama
yang memuat hukum perbudakan manusia.

Foto: WIKIPEDIA

HADLARAH

litm
erg
er.
co

m)

masa Kaisar Nero (37-68 M), para penganut Kristen dibantai
habis dan membakar kota Roma. Pola-pola perbudakan di Romawi berlangsung terus sampai Era Romawi Kristen dan datangnya Islam.
Pada masa peralihan kejayaan dari Romawi ke Islam, pada
abad pertengahan di Eropa yang telah menjadi negara-negara
Kristen sejak era Romawi juga mempraktikkan perbudakan. Hal
ini terjadi secara bersar-besaran ketika Bangsa Viking menaklukkan sebagian Eropa. Mereka banyak mempraktikkan perbudakan yang dikenal dengan thralls, bahkan setelah Eropa memasuki masa Renaisans perbudakan juga dipraktikkan. Di Eropa,
perbudakan mengalami puncaknya ketika masa kolonialisme dan
imperialisme. Untuk memenuhi tenaga kerja di wilayah-wilayah
koloni yang luas di Asia, Afrika, dan Amerika, bangsa-bangsa
Eropa seperti Belanda, Inggris, Perancis, Portugis, Spanyol mempekerjakan para budak yang berasal dari wilayah ketiga benua
tersebut. Sebagian besar mereka bekerja di sektor publik, dan
hanya sebagain kecil sebagai pelayan domestik.

pd

fsp

Era Islam

Pada era Islam, fenomena perbudakan juga terus berlangsung.
Al-Qur’an juga memberikan paparan tentang fenomena tersebut
dan memberikan sikap moral untuk memperlakukan budak dengan baik tidak sebagaimana era-era sebelumnya. Hal ini bukan
menguatkan posisi budak dalam Islam, tetapi lebih pada penggambaran yang terjadi di masyarakat yang dihadapi oleh Rasulullah yang masih menganut sistem perbudakan, sedangkan
Rasulullah dan para sahabat dan era-era setelahnya selalu memerdekakan budak. Bahkan untuk diyah/diyat (denda untuk menebus kesalahan) Islam menyuruh untuk memerdekakan budak,
misalnya kafarat sumpah, riqab (bagian zakat untuk memerdekakan budak), dan denda untuk tindakan dosa tertentu (tahrir alraqabah). Islam mengajarkan persamaan derajat manusia, dan
yang membedakan hanya ketakwaan saja, sehingga Al-Qur’an
memuji budak hitam yang beriman dibandingkan dengan wanita
cantik tetapi kafir. Secara umum fenomena perbudakan pada masa
Islam terjadi bukan atas justifikasi dari Islam, tetapi kelanjutan dari
fenomena yang terjadi jauh sebelum Islam. Posisi Al-Qur’an “hanya” memberikan gambaran perbudakan dalam masyarakat yang
dihadapinya.
Kalau dicermati secara seksama, sejarah perbudakan yang
terjadi jauh sebelum era Islam, terjadi lintas geografis, lintas budaya,
dan lintas keyakinan agama. Artinya fenomena perbudakan sudah
jauh berlangsung sebelum Islam datang, dan terjadi secara universal. Ini memberi petunjuk bahwa struktur budaya masyarakat
manusia telah mengalami transformasi makna. Struktur dalam
kesadaran manusia telah memilah antara tuan-hamba. Konsep
oposisi ini muncul dalam struktur luar dalam fenomena perbudakan
yang pada gilirannya mengalami transformasi dalam rentang sejarah manusia, hingga detik ini. Oleh karena itu, fenomena perbudakan selalu muncul dalam pola dan model yang sangat beragam

tergantung konteks struktur budayanya. Untuk itulah, Islam memberikan gambaran tentang perbudakan dan memberi solusi dengan adanya sikap-sikap moral terhadap budak. Wallahu a’lam.l

De
mo
(

Vi
sit

htt
p:/
/w
w

w.

Hukum Hammurabi (1760 SM), namun fenomena perbudakan
itu sendiri jauh sebelum itu, yakni 5300 SM pada masa kejayaan
Bangsa Sumeria Kuno. Hal serupa juga terjadi di Mesir Kuno,
Bangsa Akadia, dan Assiria. Sekalipun demikian, sejarah

perbudakan pada era ini tidak banyak dikenal, karena hanya
Hukum Hammurabi saja yang bisa dijadikan bukti, di samping
catatan hieroglif di Mesir pada masa Ramses II. Untuk era ini,
yang terinformasikan dari wacana perbudakan adalah status
hukum budak itu sendiri. Ini bisa dimengerti karena landasan dari
sejarah ini didasarkan pada Hammurabi Code yang khusus bicara
masalah hukum di Babilonia. Sedangkan di Mesir, perbudakan
terjadi secara massive untuk membangun kota dan tempat-tempat
lain bagi kerajaan. Untuk era-era setelah itu, perbudakan tetap
terjadi dengan skala besar tetapi tidak terekam oleh sejarah secara
terperinci.
Sejarah perbudakan yang secara terperinci sampai kepada
kita dimulai pada era Yunani Kuno (abad VII SM). Pada masa
Yunani Kuno, terdapat dua karakter perbudakan yang berada di
dua kota terkemuka, yakni Spartha dan Athena. Kehidupan di
kedua kota di Yunani tersebut sangat tergantung pada perbudakan
yang diperoleh dari peperangan. Karakter perbudakan di Sparta
lebih pada “pelayan dan hamba” bagi tuannya, yang lazim dikenal
dengan nama helot –satu predikat yang dilekatkan pada warga
dari kota Helos . Posisi mereka adalah warga tidak bebas, artinya

sebagai warga yang terikat oleh aturan-aturan khusus. Helot biasa
dipekerjakan di sektor pertanian dan menjadi sokoguru
perekonomian Sparta. Mereka dijadikan pekerja dan bahkan
dalam ritual keagamaan sebagai persembahan.
Di Athena, para budak posisinya lebih buruk lagi, mereka
tidak memiliki hak konvensional, artinya hak-haka sebagai
manusia utuh. Mereka berada di bawah penguasaan tuan-tuan
mereka, yang rata-rata bekerja di sektor domestik sebagai pelayan
bagi tuan-tuan mereka. Nasib para budak tersebut tergantung
hubungan baik dengan tuannya. Di samping itu, mereka juga
bekerja di sektor pertambangan di bawah pengawasan tuantuannya. Hal ini berlangsung sampai perpindahan kekuasaan ke
era Romawi Kuno.
Romawi Kuno, yang menganut sistem republik kemudian
berganti menjadi kekaisaran, mewarisi sistem perbudakan dari
Yunani dan Bangsa Fenisia (Funisia). Perbudakan di Romawi
terjadi secara besar-besaran yang didatangkan dari negara-negara
jajahan di seluruh Eropa dan Mediterania. Seperti bangsa Berber,
Jerman, Inggris, Thracia, Ghalia (Celtik), Yahudi, Arab, jumlah
mereka 30% dari populasi Kekaisaran Romawi. Meraka dipekerjakan di berbagai sektor, tetapi yang paling banyak di sektor
peternakan dan domestik sebagai pelayan rumah tangga. Nasib

para budak pada era ini sangat tertindas. Di samping untuk tenaga
kerja, mereka juga dijadikan objek hiburan sebagai gladiator dan
pekerja seks untuk tentara dan warga Romawi. Hal ini terjadi secara
merata dan besar-besaran, sehingga memunculkan pemberontakan budak beberapa kali, dan pemberontakan besar ketiga dipimpin oleh Spartacus (109-17 sM). Sampai akhir kekaisaran Romawi, para budak juga berasal dari para penganut Yahudi dan
Kristen. Bahkan, sebelum Romawi menjadi negara Kristen, pada

SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 96 | 1 - 15 JANUARI 2011

49