Memberantas Perbudakan

K A L A M

Memberantas Perbudakan
M MUCHLAS ABROR

fsp

litm
erg
er.
co
m)

melakukannya sejak awal kedatangannya. Ketika Nabi Muhammad
saw masih berada di Makkah, beliau memberi contoh memerdekakan budak yang kemudian diikuti oleh para sahabatnya yang
memiliki kekayaan. Beliau memerdekaan Zaid bin Haritsah dari perbudakan. Lebih dari itu, beliau bahkan menjadikannya sebagai anak
angkat dan mengawinkannya dengan Zainab binti Jahsy, anak perempuan dari paman beliau. Meskipun perkawinannya tidak berlangsung lama. Tetapi perkawinannya itu mempunyai arti istimewa.
Karena perbudakan telah menjadi tradisi yang sudah melekat
kuat di masyarakat, khususnya di Arab ketika zaman jahiliyah, maka
Nabi Muhammad saw tidak menempuh jalan drastis dalam memberantas dan menghapus perbudakan. Beliau melakukannya secara
bertahap untuk mengurangi perlawanan Beliau menanamkan ajaran

persamaan, mempersempit ruang lingkup perbudakan, dan siapa
yang memerdekaan budak adalah berakhlak baik. Memerdekakan
atau melepaskan budak dari perbudakan, sebagaimana disebutkan
dalam Q.s. Al-Balad [90]: 12 – 13, adalah jalan mendaki lagi sukar.
Jalan mendaki itu tiada lain adalah jalan kebaikan. Dalam rangka itu
siapa yang membeli budak untuk dimerdekakan jelas sangat menolong. Islam juga mengajarkan sebagian zakat yang dikumpulkan
digunakan untuk membebaskan budak (Q.s. At-Taubah [9] : 60).
Bahkan Islam menetapkan kewajiban memerdekakan budak sebagai
tebusan dosa dan pelanggaran-pelanggaran tertentu, misal, dosa
pembunuhan tanpa sengaja (Q.s. An-Nisaa’ [4] : 92) dan sumpah
palsu (Q.s. Al-Baqarah [2] : 225), . Bagi siapa yang masih memiliki
budak dan belum memerdekakannya, Islam memerintahkan dan
mendorongnya untuk memperlakukan mereka dengan baik (Q.s.
An-Nisaa’ [4]: 36). Di samping itu memberi kesempatan kepada
mereka untuk menebus diri dengan pembayaran secara berangsur.
Kita secara jujur harus mengakui bahwa perbudakan hingga
sekarang belum benar-benar hilang dari muka bumi. Bentuk dan
coraknya saja yang berbeda sesuai dengan zamannya, tetapi hakikatnya tetap perbudakan. Perang masih bisa terjadi sewaktu-waktu.
Apalagi kalau yang terjadi antara negara adidaya terhadap negara
kecil. Karena menggunakan senjata modern, maka akibat yang

ditimbulkannya lebih dahsyat daripada perang tempo dulu. Penjajahan yang hakikatnya perbudakan terhadap bangsa dan lebih
berbahaya bagi kemanusiaan juga belum lenyap sama sekali. Kini
disusul penjajahan dalam bentuk baru, misal, penjajahan ekonomi
yang sangat menyengsarakan rakyat. Perbudakan dapat pula oleh
institusi dan orang per orang. Banyak tenaga kerja yang diikat
kontrak dengan satu pengusaha kemudian ia dapat membatalkan
kontraknya secara sepihak. Tentu itu merugikan para tenaga kerja.
Belum lagi perbudakan dalam berbagai bentuk dan corak kekerasan,
penganiayaan, kekejaman, dan lain sebagainya yang dilakukan
oleh orang yang punya posisi terhadap kaum lemah tak berdaya.
Kita harus tetap waspada dan memiliki komitmen memberantas
perbudakan, baik perbudakan gaya lama maupun baru.l

De
mo
(

Vi
sit


htt
p:/
/w
w

w.

pd

P

ERBUDAKAN telah dikenal dunia jauh sebelum Nabi
Muhammad saw diutus Allah sebagai pembawa dan
penyampai risalah Islam. Ketika itu perbudakan telah tersebar
dan mengakar di masyarakat seluruh dunia. Perbudakan hakikatnya
adalah perampasan kebebasan hidup seseorang atau sekelompok
orang atau mengesploitasi diri mereka untuk bekerja guna
kepentingan seseorang atau sekelompok orang lain.
Banyak hal yang menyebabkan perbudakan terjadi, misal, perang. Dalam perang tentu kesudahannya ada pihak yang menang
dan ada pula yang kalah. Pihak yang kalah biasanya ada yang

ditahan dan mereka menjadi tawanan perang dari pihak yang menang. Bahkan negeri yang kalah itu ditaklukkan menjadi negeri
jajahan dan si penakluk menjadi penjajah yang memperbudak para
penduduk negeri jajahannya. Bisa pula perbudakan terjadi karena
seseorang terlalu banyak hutang kepada seseorang dan ia tidak
mampu membayar hutangnya. Lalu ia menyerahkan dirinya menjadi
budak sebagai pengganti pembayaran hutangnya. Karena kemiskinan juga orang dapat menjual diri dan atau anaknya yang dilakukan
karena terpaksa. Di samping ada juga anak-anak dan wanita yang
dicuri oleh orang-orang tidak bertanggungjawab dan selanjutnya
mereka diperdagangkan. Kala itu, perdagangan budak telah berakar
dalam masyarakat.
Budak atau hamba sahaya adalah orang yang berada dalam
tawanan musuh yang penawannya dapat berbuat semaunya kepadanya, atau orang yang bernasib bagaikan benda yang diperjualbelikan. Ia tidak dapat menentukan apa yang hendak dilakukan,
sebab ia telah dikuasai oleh orang lain. Kedudukannya hanyalah
berkisar seperti alat yang bisa beralih berpindah tangan terserah
pemiliknya. Bahkan posisinya lebih rendah dan hina daripada binatang. Ia di zamannya menjadi orang yang terbelenggu, kehilangan
kebebasan atau kemerdekaannya untuk bergerak. Karena ia telah
menjadi milik orang lain yang bebas mengeksploitasi untuk kepentingan dirinya. Itulah diri yang telah kehilangan kebebasan, maka
hidupnya terasa pahit dan menyakitkan. Peraturan yang diberlakukan kepadanya sangat keras, kejam, dan tanpa perikemanusiaan.
Tak ada jalan baginya untuk melepaskan diri dari perbudakan.
Islam yang ajarannya berdasar tauhid dan cinta kasih sayang

tidak menyukai perbudakan. Islam sangat jelas datang membawa
pencerahan di samping mencegah dan memberantas perbudakan.
Islam juga membebaskan manusia dari perbudakan atau melepaskan
mereka dari segala hal yang membelenggu. Tidak membiarkan
mereka mendapat perlakuan keji dan hina serta sewenang-wenang..
Selain itu, mengembalikan kemerdekaan mereka sehingga
memperoleh kebebasan bergerak menjadi maksud utama
kedatangan Islam. Dan sebagai rahmatan lil ‘alamin, Islam menjadi
pintu yang luas bagi jalan penghapusan perbudakan di dunia dan
meninggikan derajat manusia.
Dalam memberantas dan menghapus perbudakan, Islam telah

SUARA MUHAMMADIYAH 02 / 96 | 16 - 31 JANUARI 2011

43