xxix
BAB II METODE PERANCANGAN
A. Analisis permasalahan
Benang Akrilik masuk ke dalam golongan benang sintetis. Karakteristiknya antara lain berukuran relatif lebih besar dibanding benang lain, teksturnya berserabut sehingga
dapat menimbulkan daya listrik statik, secara visual mirip dengan wol, dan bila terbakar sisa bakarannya menggumpal dan mengeras. Pewarnaan pada benang akrilik biasanya
dilakukan secara pabrikasi karena alasan teknis. Benang akrilik tergolong sebagai benang dengan denier ukuran benang
dinyatakan dengan denier yang besar. Ukuran benang yang relatif besar ini memunculkan masalah pada waktu proses pemaletan hingga proses tenun, tetapi bila
menggunakan ATBM, proses pemaletan berjalan baik walaupun denier benang lebih besar yakni 350 denier. Dalam proses penenunannya dibutuhkan teropong yang cukup
banyak, mengingat satu bobin palet hanya memuat sedikit benang. Berbeda jika dibandingkan dengan bobbin palet untuk benang katun yang dapat memuat 5 meter
hingga 6 meter, sedangkan benang akrilik setiap bobbin palet hanya mampu menjangkau 2 cm hingga 3 cm saja.
Pada ATBM plain dan dobby sistem pembentukan motif pada proses penenunannya menggunakan sistem menghafal, sehingga seringkali terjadi kesalahan
kerja human error. Hal semacam ini dapat terjadi bila pekerja kehilangan konsentrasi atau lupa menghafal. Terlebih lagi dengan benang akrilik pada bobbin palet yang hanya
mampu menjangkau 2 – 3 cm, membuat pekerja harus berganti teropong dan mengisi bobbin palet tersebut. Berbeda halnya ketika perancang membuat tenunan pembanding
xxx menggunakan ATM Alat Tenun Mesin , proses tenun tidak bisa dilakukan
menggunakan teropong. Hal ini dikarenakan permasalahan yang sama yakni ukuran benang yang terlalu besar, sehingga harus dilakukan teknik lain sebagai alternatif.
Dalam rancangan ini, benang akrilik digunakan sebagai benang pakan. Untuk benang pakannya dicoba tiga jenis bahan, yaitu : benang katun, benang Tetron katun, dan
polyester, untuk tiga alternatif tenunan : plain, dobby, dan jacquard. Apabila tenun plain, perancang menggunakan bahan katun sebagai benang lusi, sedangkan untuk tenun dobby
digunakan bahan tetron katun, dan pada tenun jacquard, digunakan bahan polyester yang juga sebagai benang lusi.
Pada percobaan diatas, tidak terdapat permasalahan berarti dengan benang akrilik yang ditenun dengan benang katun maupun dengan benang tetron katun. Permasalahan
sempat muncul ketika perancang akan menggunakan benang polyester sebagai bahan lusi. Karena sifat kedua bahan yakni akrilik dan polyester yang sama-sama termoplastik
dikhawatirkan akan menyebabkan hasil tenunan tidak sempurna dan terjadi gaya tolak menolak antar benang. Hal ini menyebabkan perlunya uji coba lanjut untuk
mengantisipasi kejadian ini yang sesuai dengan penjelasan Shigeru Watanabe 2005: 124 bahwa serat Sintetik pada umumnya menunjukkan sifat listrik statis yang akan
mengganggu proses pemintalan, penenunan, dan pemakaian Selain beberapa permasalahan diatas, permasalahan lain adalah bahwa syarat
upholstery salah satunya adalah harus memiliki wrinkle resistant atau anti kusut. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya agar kain tenunan memiliki sifat tersebut.
xxxi Gambar 1. Benang Akrilik denier 332
Dokumentasi: Fery
B. Pemecahan masalah