Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kecamatan Analisis Pendapat Masyarakat terhadap Kelompok Usulan LP2B dan LCP2B

26 Untuk menghitung kontribusi yang harus diberikan Provinsi Sumatera Barat dan Kabupaten Pasaman Barat terhadap nasional dan provinsi dilakukan dengan menghitung kontribusi produksi GKG masing-masing wilayah selama 8 tahun terakhir. Hal ini dilakukan agar kontribusi yang harus diberikan tidak membebani wilayah lumbung padi. Kontribusi produksi ini kemudian dijadikan dasar dalam menghitung kebutuhan lahan sawah dengan kondisi seperti produktivitas, IP yang disesuaikan dengan kondisi wilayah penelitian. Proyeksi kebutuhan lahan sawah ini menggunakan beberapa asumsi: 1 luas sawah yang didelineasi tidak mengalami perubahan; 2 tidak terjadi degradasi lahan dan lingkungan; dan 3 luas gagal panen puso adalah 1 dari luas panen.

6. Analisis Proyeksi Kebutuhan Lahan Sawah Kecamatan

Analisis proyeksi ini digunakan untuk mengetahui apakah kecamatan tertentu mengalami surplus lahan atau mengalami defisit lahan terhadap kontribusinya bagi ketahanan pangan di Kabupaten Pasaman Barat. Dalam memproyeksi kebutuhan lahan sawah ini ada 2 skenario yang dipakai, yakni skenario optimis dan skenario pesimis. Skenario Optimis adalah suatu teknik atau cara dimana diasumsikan produktifitas produksi naik 1,35 setiap tahunnya, indeks pertanaman naik 1 tiap tahunnya dan konsumsi pangan 109 kgkapitatahunnya. Skenario pesimis adalah suatu teknik atau cara dimana produktifitas produksi tetap setiap tahunnya, indeks pertanaman tetap tiap tahunnya dan konsumsi pangan 140 kgkapitatahunnya. Jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahunan, menengah dan panjang. Untuk rentang waktu jangka menengah adalah 5 tahun dan jangka panjang adalah 20 tahun. Pemerintah Kabupaten Pasaman Barat, untuk membuat kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di daerahnya harus memperhatikan daerah-daerah yang mengalami surplus lahan ataupun defisit lahan. Pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan oleh Pemerintah Daerah, sebab suatu daerah yang mengalami surplus lahan belum tentu mengalami surplus produksi ataupun sebaliknya defisit lahan belum tentu mengalami defisit produksi. Sebagai contoh, kecamatan tertentu yang mengalami defisit lahan akan tetapi produksi lahan sawahnya tinggi dan IP lebih dari 2 kali setahun akan mengalami surplus produksi. 27

7. Analisis Pendapat Masyarakat terhadap Kelompok Usulan LP2B dan LCP2B

Berbagai upaya untuk mengendalikan alih fungsi lahan sawah telah banyak dilakukan. Beragam studi yang ditujukan untuk memahami proses terjadinya alih fungsi, faktor penyebab, tipologi alih fungsi, maupun estimasi dampak negatifnya telah banyak pula dilakukan. Beberapa rekomendasi telah dihasilkan dan sejumlah kebijakan telah dirumuskan. Dari penelitian-penelitian yang ada memang disadari bahwa menghitung nilai sebenarnya atas lahan sawah bukanlah pekerjaan yang sederhana dan mudah, apalagi bila menyangkut aspek non fisik yang tidak dapat diperdagangkan untradeable . Analytical Hierarchy Process AHP pada penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai alat bantu menentukan kriteria dalam penentuan strategi penetapan LP2B dan LCP2B lahan sawah. AHP memungkinkan menyelesaikan masalah- masalah yang berkaitan dengan faktor nyata dan tidak nyata. Data, gagasan, dan intuisi dapat diatur dengan menggunakan struktur hirarki secara logis. Selain itu AHP dapat menampung ketidakpastian dan dapat melakukan revisi sedemikian rupa atas masalah-masalah yang dihadapi. Dalam perkembangannya AHP tidak saja digunakan untuk menentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria atau multi kriteria, tetapi juga penerapannya telah meluas sebagai metoda alternatif untuk menyelesaikan bermacam-macam masalah Marimin, 2004. AHP adalah pengukuran yang dilakukan untuk menemukan skala rasio dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinyu. Perbandingan- perbandingan tersebut dapat diambil dari ukuran aktual atau dari suatu skala dasar yang mencerminkan kekuatan dan prefensi relatif. Metode ini juga meperhatikan secara khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran, dan pada ketergantungan di dalam dan diantara kelompok elemen strukturnya Marimin, 2004. AHP memungkinkan untuk melihat elemen-elemen permasalahan secara terpisah-pisah. Satu elemen dibandingkan dengan lainnya berdasarkan kriteria tunggal yang merupakan proses keputusan dari perbandingan berpasangan, serta membantu penyusunan permasalahan, mendorong melakukan pertimbangan penilaian, dan mengumpulkan atau menggabungkan semua pertimbangan kedalam alternatif-alternatif yang diprioritaskan dari yang paling baik sampai yang paling buruk. 28 Langkah-langkah dalam metode AHP meliputi Saaty, 2003 : 1. Menyusun hirarki dari permasalahan yang dihadapi. Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur-unsurnya, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki. 2. Penilaian kriteria dan alternatif kriteria dinilai melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty 1993 untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik dalam mengekspresikan pendapat. Skala penilaian perbandingan berpasangan dijelaskan pada Tabel 3. Tabel 3. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan Intensitas Kepentingan Keterangan 1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya 5 Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya 7 Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya 9 Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya 2,4, 6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang berdekatan Perbandingan dilakukan berdasarkan kebijakan pembuat keputusan dengan menilai tingkat kepentingan satu elemen terhadap elemen lainnya Proses perbandingan berpasangan, dimulai dari level hirarki paling atas yang ditujukan untuk memilih kriteria, misalnya A, kemudian diambil elemen yang akan dibandingkan, misal A1, A2, dan A3, maka susunan elemen-elemen yang dibandingkan tersebut akan tampak seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Contoh Matriks Perbandingan Berpasangan A1 A2 A3 A1 1 A2 1 A3 1 Untuk menentukan nilai kepentingan relatif antar elemen digunakan skala bilangan dari 1 sampai 9 seperti pada Tabel 3, Penilaian ini dilakukan oleh seorang pembuat keputusan yang ahli dalam bidang persoalan yang sedang dianalisis dan mempunyai kepentingan terhadapnya. Apabila suatu elemen dibandingkan dengan dirinya sendiri maka diberi nilai 1. Jika elemen i dibandingkan dengan elemen j mendapatkan nilai tertentu, maka 29 elemen j dibandingkan dengan elemen i merupakan kebalikannya. Dalam AHP ini, penilaian alternatif dapat dilakukan dengan metode langsung direct , yaitu metode yang digunakan untuk memasukkan data kuantitatif. Biasanya nilai-nilai ini berasal dari sebuah analisis sebelumnya atau dari pengalaman dan pengertian yang detail dari masalah keputusan tersebut. Jika si pengambil keputusan memiliki pengalaman atau pemahaman yang besar mengenai masalah keputusan yang dihadapi, maka dia dapat langsung memasukkan pembobotan dari setiap alternatif. 3. Penentuan prioritas Untuk setiap kriteria dan alternatif, perlu dilakukan perbandingan berpasangan pairwise comparisons . Nilai-nilai perbandingan relatif kemudian diolah untuk menentukan peringkat alternatif dari seluruh alternatif. Baik kriteria kualitatif, maupun kriteria kuantitatif, dapat dibandingkan sesuai dengan penilaian yang telah ditentukan untuk menghasilkan bobot dan proritas. Bobot atau prioritas dihitung dengan manipulasi matriks atau melalui penyelesaian persamaan matematik. Pertimbangan-pertimbangan terhadap perbandingan berpasangan disintesis untuk memperoleh keseluruhan prioritas melalui tahapan-tahapan: a. Kuadratkan matriks hasil perbandingan berpasangan. b. Hitung jumlah nilai dari setiap baris, kemudian lakukan normalisasi matriks. 4. Konsistensi Logis Semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingatkan secara konsisten sesuai dengan suatu kriteria yang logis. Matriks bobot yang diperoleh dari hasil perbandingan secara berpasangan tersebut harus mempunyai hubungan kardinal dan ordinal. Hubungan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut: Hubungan kardinal : a ij . a jk = a ik Hubungan ordinal : A i A j , A j A k maka A i A k Hubungannya dapat dilihat dari dua hal sebagai berikut : a. Dengan melihat preferensi multiplikatif, misalnya bila anggur lebih enak empat kali dari mangga dan mangga lebih enak dua kali dari pisang maka anggur lebih enak delapan kali dari pisang. b. Dengan melihat preferensi transitif, misalnya anggur lebih enak dari mangga dan mangga lebih enak dari pisang maka anggur lebih enak dari pisang. 30

8. Pengelompokan Lahan Pertanian Pangan yang Diusulkan untuk LP2B dan LCP2B