Mempelajari Mutu Protein Beras Semi Instan yang Diperkaya Isolat Protein Kedelai

TASAR. Mempelajari Mutu Protein Beras Semi Instan yang Diperkaya Isolat
Protein Kedelai. Di bawah bimbingan Hadi Riyadi dan Rizal Damanik.
Makanan pendamping Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan yang diberikan
pada bayi yang berumur 3-36 bulan di mana pada masa ini kebutuhan bayi semakin
meningkat sementara zat gizi yang disediakan Air Susu Ibu tidak lagi mencukupi
Adapun tujuan dari pemberian makanan pendamping AS1 ini adalah agar anakanak tetap terpenuhi ltecukupan akan energi, protein dan zat gizi lain untuk tumbuh
normal. Sehubungan dengan terjadinya krisis moneter, masalah gizi pada balita
semakin meningkat terutama masalah gizi kurang. Hal ini terlihat pada kasus-kasus
busung lapar yang bermunculan di berbagai daerah dan jumlah bayi yang
mengalami KEP maupun defisiensi mikronutrien semakin meningkat
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mutu protein secara biologis
dari beberapa jenis beras semi instan yang diperkaya isolat protein kedelai sebagai
makanan pendamping ASI.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Analisis Makanan dan
Laboratorium Percobaan Hewan, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
ICeluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Pebruari sampai
Maret 1999.
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah beras semi instan
(beras Cianjur, beras Saigon dan beras IR-64) yang telah mengalami penambahan
isolat protein kedelai. Beras semi instan tersebut diperoleh dari program penelitian
Pengembangan Teknologi Tepat Guna Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dari Pangan Lokal serta kasein sebagai kontrol dalam uji mutu protein. Mutu

protein diuji melalui analisis biologis dengan menggunakan tikus putib (Rattus
novergicus) strain LMR-Wistar dengan parameter yang digunakan meliputi Net
Protein Ratio (NPX), Protein Efficiency Ratio (PER), Nilai Cerna (NC), Nilai
Biologi
dan Net Protein Ufilization(NPU).
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan Acak Lengkap
dengan delapan kali ulangan (Sudjana, 1990) Untuk mengetahui apakah ada
perbedaan dari respon masing-masing perlakuan maka dilakukan uji Sidik Ragam.
Apabila dari hasil uji Sidik Ragam diperoleh hasil yang berbeda nyata maka
dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan jenis ransum masingmasing kelompok perlakuan tidak memberikan perbedaan yang nyata pada nilai
pertumbuhan berdasarkan uji Sidik Ragam, kelompok perlakuan beras Saigon
(75,34 gr), beras Cianjur (75,Ol gr), beras IR-64 (71, 81 gr) dan ransum kasein
(63,50 gr). Perbedaan jenis ransum tidak memberikan perbedaan nyata berdasarkan
hasil uji Sidik Ragam pada nilai PER masing-masing kelompok perlakuan. Ransum
Kasein (PER = 2,1 I), beras Cianjur (PER = 2,23), beras Saigon (PER = 2,28) dan
beras IR-64 (PER = 2,07). Begitu pula pada nilai NPR, perbedaan jenis ransum

w),


tidak memberikan perbedaan yang nyata berdasarkan uji Sidik Ragam. Ransum
kasein (NPR = 3,01), beras Cianjur (hFR = 3,20), beras Saigon (NPR= 3,25) dan
beras IR-64 (NPR = 3,25). Perbedaan jenis ransum memberikan perbedaan yang
nyata pada nilai biologis masing-masing kelompok tikus. Ransum kasein (NB =
95,29 %) memberikan perbedaan yang nyata dengan ransum beras Saigon (NB =
92,72 %) dan ransum beras IR-64 (NB = 92,65 %) sedangkan dengan ransum beras
Cianjur (NB =94,37 %) tidak memberikan perbedaan yang nyata. Ransum beras
Cianjur tidak memberikan perbedaan yang nyata dengan ransum beras Saigon dan
ransum beras IR-64. Hal ini dapat diartikan bahwa ransum kasein memiliki nilai
biologis yang paling baik dibandingkan beras Saigon dan beras IR-64 tetapi tidak
berbeda dengan nilai biologis beras Cianjur. Sedangkan untuk ketiga jenis beras
semi instan memiliki nilai biologis yang sama baiknya. Perbedaan jenis ransum
memberikan perbedaan yang nyata pada nilai cerna masing-masing kelompok
perlakuan. Ransum kasein (NC = 91,91 %) memberikan perbedaan nyata dengan
ketiga jenis beras semi instan. Ransum beras Cianjur (NC = 90,13 %) tidak
memberikan perbedaan yang nyata dengan ransum beras Saigon (NC = 89,77 %)
dan ransum beras IR-64 (NC = 88,61 %). Hal ini berarti bahwa ransum kasein
memiliki nilai cerna yang paling baik dibandingkan dengan nilai cerna beras semi
instan. Sedangkan ketiga jenis beras semi instan memiliki nilai cerna yang sama
baiknya. Perbedaan jenis ransum memberikan perbedaan yang nyata pada nilai NPU

masing-masing kelompok perlakuan. Ransum Kasein (NPU = 87,58 %)
memberikan perbedaan nyata dengan ransum beras Saigon (NPU = 83,18 %) dan
ransum beras IR-64 (NPU = 82,15 %) tetapi tidak memberikan perbedaan nyata
dengan ransum beras Cianjur (NPU = 85,19 %). Ransum beras Cianjur memberikan
perbedaan nyata dengan ransum beras IR-64 sedangkan dengan ransum beras
Saigon tidak memberikan perbedaan nyata. Hal ini berarti bahwa ransum kasein
memiliki nilai NPU paling baik, namun tidak berbeda dengan beras Cianjur. Beras
Cianjur dan beras Saigon memiliki nilai NPU paling baik jika dibandingkan dengan
beras IR-64.
Dilihat dari segi konsumsi, baik ransum, protein, lemak, mineral, selulosa,
vitamin dan masukan energi, pada masing-masing kelompok tikus perlakuan
diperoleh angka yang bervariasi. Namun demikian berdasarkan uji Sidik Ragam
menyatakan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat konsumsi masingmasing kelompolc perlakuan. Begitu pula dengan tingkat pertumbuhan per zat gizi
yang dikonsumsi diperoleh angka yang bervariasi. Uji Sidik Ragam menyatakan
tidak terdapat perbedaan pada masing-masing kelompok perlakuan.
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa beras semi instan Cianjur dan
Saigon memiliki mutu protein yang paling baik. Beras ini memiliki nilai cerna, nilai
biologis dan Net Protein Ufilizntion yang lebih besar dibandingkan beras semi
instan lainnya. Eleras Saigon memiliki nilai PER dan NPR yang paling tinggi yang
kemudian diikuti beras Cianjur dan beras IR-64. Ditinjau dari kemampuan dalam

menunjang per!umbuhan beras semi instan Saigon memiliki hasil yang paling baik.
Namun demikian, dari hasil uji Sidik Ragam tidak terdapat perbedaan nyata di
antara kelompck perlakuan.