Data Astronomis Hilal dan Matahari untuk Beberapa Kota di Indonesia

2

2. Data Astronomis Hilal dan Matahari untuk Beberapa Kota di Indonesia

Pada Lampiran tentang “Data Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam, Penentu Awal Bulan Jumadits Tsaniyah 1432 H, Selasa, 3 Mei 2011 M” dan “Data Hilal dan Matahari saat Matahari Terbenam, Penentu Awal Bulan Jumadits Tsaniyah 1432 H, Rabu, 4 Mei 2011 M” ditampilkan informasi astronomis Hilal dan Matahari untuk beberapa kota di Indonesia saat Matahari terbenam tanggal 3 dan 4 Mei 2011. Informasi ini adalah informasi dasar penentu awal bulan Jumadits Tsaniyah 1432 H. Pada tabel tersebut, ketinggian Hilal dinyatakan sebagai ketinggian pusat piringan Bulan dari horison dengan ketinggian pengamat dianggap 0 meter dpl dan efek refraksi atmosfer Bumi belum diikutsertakan dalam perhitungan. Dalam kenyataannya, efek refraksi atmosfer Bumi, tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dan semi diameter Bulan akan berpengaruh terhadap tinggi Hilal. Nantinya, tinggi Hilal dinyatakan sebagai ketinggian titik di piringan Bulan yang jarak sudutnya paling dekat dengan pusat Matahari dari horison teramati. Untuk menghitung tinggi Hilal dari horison teramati, dapat digunakan persamaan 1 berikut, d R s a a + + − = , 1 dengan a adalah tinggi Hilal dari horison teramati dan a o adalah tinggi Hilal dari horison. Adapun s dinyatakan oleh ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ = Da DAz SD s arctan cos , 2 dengan SD adalah semi diameter Bulan dalam satuan derajat, |DAz| adalah nilai mutlak selisih Azimuth Bulan dengan Matahari dan Da adalah selisih tinggi antara Bulan dan Matahari. Sebagai catatan, s ini akan bernilai negatif, jika Da bernilai negatif. Rata-rata, tinggi Matahari dan semi diameter Bulan saat Matahari terbenam di wilayah Indonesia pada tanggal 3 dan 4 Mei 2011 masing-masing adalah 14’ 53,63” dan 15’ 2,39”. Adapun rata-rata tinggi Matahari saat Matahari terbenam di wilayah Indonesia tanggal 3 dan 4 Mei 2011 masing-masing adalah –50’ 11,14” dan –50’ 11,15”. Pada persamaan 1 di atas, R adalah efek refraksi atmosfer dalam satuan derajat. Untuk kepentingan praktis, Nilai R ini dapat dinyatakan oleh 1 ⎟⎟⎠ ⎞ ⎜⎜⎝ ⎛ + − + − + = 4 , 4 6 , 8 tan 0047 , 273 s a s a T P R , 3 dengan P adalah tekanan barometrik dalam satuan milibars dan T adalah temperatur lokasi pengamatan dalam satuan o C. Sedangkan d pada persamaan 1 di atas adalah kerendahan horizon dip yang, dalam satuan menit busur, dinyatakan oleh 1,2 h d 75 , 1 = , 4 dengan h adalah tinggi lokasi pengamat di atas permukaan laut dalam satuan meter. Sebagai contoh untuk perhitungan di atas adalah ketinggian Hilal tanggal 3 Mei 2011 untuk pengamat di Pelabuhan Ratu dengan tinggi 52,685 meter dpl dan kondisi refraksi atmosfer standar 1,2 Temperatur lokasi pengamatan 10 o C dan tekanan barometrik 1010 milibars. 3 Berdasarkan persamaan 2 di atas, nilai s adalah -0,0406 o . Berdasarkan persamaan 3 di atas, nilai R adalah 0,6525 o . Berdasarkan persamaan 4 di atas, nilai d adalah 0,2117 o . Setelah hasil-hasil ini diterapkan pada persamaan 1 di atas, diperoleh o o o o o a 5518 , 2117 , 6525 , 0406 , 4566 , 1 − = + + + − = . 6 Dengan demikian, tinggi Hilal di Pelabuhan Ratu dari horison teramati saat Matahari terbenam tanggal 3 Mei 2011 adalah – 0 o 33,11’. Prosedur yang sama dapat dilakukan untuk lokasi lainnya, baik untuk tanggal 3 Mei 2011 maupun 4 Mei 2011.

3. Peta Ketinggian Hilal