Sumber Daya Manusia ANALISA DAN PEMBAHASAN

54 undang yaitu DPR Legislatif dengan persetujuan bersama pemerintah eksekutif. Dalam konteks tersebut di atas, DPR sebagai lembaga eksekutif atas persetujuan bersama pemerintah eksekutif telah membentuk tiga institusi penegak hukum yang berwenang dalam menangani perkara tindak pidana korupsi, yaitu : 1. Kepolisian berdasarkan Undang-Undang No. UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian UU No2.2002 2. Kejaksaan berdasarkan Undang-Undang No. No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan UU No16.2004 3. KPK berdasarkan Undang-Undang No. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pembarantasan Korupsi UU No.302002 Dari perspektif kelembagaan Kepolisian, Kejaksaan dan KPK serta Kehakiman belum memberikan kontribusi yang kuat dalam pemberantasan korupsi melalui bentuk regulasi yang menjadi kewenangannya, karena peraturan perundang-undangan lain yang terkait dengan upaya pemberantasan korupsi, meskipun telah menetapkan tugas dan fungsi koordinatif dalam melakukan pemberantasan korupsi, tetapi yang terjadi dalam pelaksanaanya tidak ada koordinasi diantara sesama institusi penegak hukum. Dengan demikian tidak perlu membuat Undang-Undang baru semacam Undang-Undang Organisasi Administrasi Penegakan Hukum, tetapi cukup dengan merevisi peraturan perundang-undangan dari institusi penegak hukum berkaitan dengan aspek kelembagaan.

C. Sumber Daya Manusia

Salah satu variabel yang mempengaruhi penegakan hukum adalah variabel sarana atau fasilitas yaitu sumber daya manusia yang berpendidikan dan trampil, dalam konteks tersebut, sumber daya manusia dari penegak hukum masih perlu ditingkatkan baik kualitas maupun kuantitasnya. Dalam UU tentang KPK diamanatkan bahwa penyidik hanya bisa dari kepolisian dan kejaksaan, tidak 55 dapat dari non Kepolisian dan Kejaksaan, padahal di Kepolisian dan Kejaksaan juga mengalami kekurangan tenaga penyidik, apabila dalam UU KPK tersebut diperbolehkan merekrut dari non Kepolisian dan Kejaksaan, maka KPK akan lebih berdaya guna dalam memberantas. Ditengah kekurangan tenaga penyidik di Kepolisian dan Kejaksaan, KPK dalam perekrutan tenaga penyidik meminta kepada Kepolisian dan Kejaksaan dengan kriteria tertentu, sehingga hanya tenaga penyidik yang memenuhi kriteria KPK yang akan direkrut. Artinya tenaga penyidik yang berkualitas, terutama dari sisi aspek moralitas dan integritas, bukan pada aspek kemampuan profesional polisi dan jaksa. Hal ini jelas tercermin antara lain dalam Pasal 8 ayat 2 UU No. 302002 yang menyebutkan bahwa KPK dapat mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan. Dengan demikian KPK belum dapat menyediakan sendiri tenaga penyidik, karena UU No. 302002 tidak mengmanatkannya. Artinya KPK masih bergantung pada pasokan tenaga penyidik dari Kepolisian dan Kejaksaan. Hal ini menjadi rawan permasalahan, sebagaimana yang terjadi pada beberapa waktu yang lalu, ketika hubungan KPK dengan Kepolisian memanas, yaitu ketika ada rencana Kepolisian untuk menarik beberapa personilnya yang ada di KPK, rencana penarikan apalagi bila terealisasi berpotensi membuat masalah yang serius bagi efektivitas KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi. Perekrutan yang berasal dari institusi penegak hukum lainnya dalam konteks KPK sesuai dengan amanat UU No. 322002 merupakan sesuatu yang logis karena KPK bukan merupakan institusi permanen, melainkan institusi yang bersifat sementara atau ad.hoc, sedangkan proses pengadaan sampai dengan pengangkatan pegawai membutuhkan waktu yang lama. Dengan demikian apabila ingin mengadakan perekrutan sendiri, maka UU No. 322002 harus dirubah terlebih dahulu. Sementara itu, pengembangan sumber daya manusia di Kepolisian dan di Kejaksaan juga di Kehakiman dilakukan dengan meningkatkan kapasitas profesional aparat polisi, jaksa dan hakim dalam menangani perkara korupsi, 56 melaksanakan pendidikan dan latihan secara berkesinambungan setiap tahun. Misalnya, Kejaksaan mendidik dan melatih 60 jaksa spesialis korupsi dan tindak pidana khusus untuk mengimbangi modus operandi tindak korupsi yang semakin canggih.

D. Hubungan Kerja