Pengaruh Modernitas Sikap Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor

PENGARUH MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KEBERHASILAN UNIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH
PENGOLAHAN KEDELAI DI KABUPATEN BOGOR

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Modernitas
Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah
Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan
dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Andina Dyah Rahmadhani Aditya
NIM H34100044

ABSTRAK
ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA Pengaruh Modernitas Sikap
Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Unit UMKM Pengolahan Kedelai di
Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh HENY KUSWANTI DARYANTO.
Kewirausahaan telah dikenal secara luas sebagai pendorong munculnya
sumber daya manusia yang berkualitas. Kewirausahaan memiliki kaitan yang erat
dengan pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). UMKM
diklasifikasikan menurut jenis usahanya, salah satunya adalah UMKM pengolahan
kedelai. Bogor memiliki UMKM berbasis kedelai yang cukup banyak. Para
pelaku usaha harus memiliki modernitas sikap kewirausahaan untuk
mengembangkan usaha. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh
modernitas sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan unit UMKM pengolahan
kedelai di Kabupaten Bogor. Penentuan sampel dengan metode simple random
sampling secara proporsional. Hasil menunjukan bahwa atribut modernitas sikap

kewirausahaan yang terlihat pada pelaku usaha pembuatan tempe adalah
keinovatifan, kerja keras, menghargai waktu, dan tanggung jawab individual,
sedangkan untuk pelaku usaha pembuatan tahu adalah keinovatifan, kerja keras,
menghargai waktu, motivasi berprestasi, percaya diri dan tanggung jawab
individual. Atribut keberhasilan usaha yang terlihat dari usaha pembuatan tempe
dan tahu adalah peningkatan jumlah konsumen dan profit. Modernitas sikap
kewirausahaan pelaku usaha tempe dan tahu berpengaruh signifikan terhadap
keberhasilan usaha dengan menggunakan alat analisis Partial Least Square.
Kata kunci: kedelai, kewirausahaan, modernitas, sikap, UMKM
ABSTRACT
ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA Influence of Modernity
Entrepreneurship Attitude Towards Success of Soybean SMEs Unit in Bogor
Regency. Supervised by HENY KUSWANTI DARYANTO.
Entrepreneurship well known which provide to make competent human
resources. Entrepreneurship has relation with developing SMEs. SMEs is
classified according to the kind, such as soybean products SMEs. Bogor has many
soybean products SMEs. The entrepreneurs must have modernity entrepreneuship
attitude to develop the business. The purpose of this study is to analyze the
influence of modernity entrepreneurship attitude towards the success of soybean
SMEs unit in Bogor Regency. Simple random sampling in proportional is used.

The results showed that the attributes of modernity entrepreneurship attitude that
are reflected on the entrepreneurs who make tempe are innovative, hardwork,
respect for time, and individual responsibility, besides for the entrepreneurs who
make tofu are innovative, hardwork, respect for time, achievement motivation,
self-confidence, and individual responsibility. Attribute the success of the business
that are reflected in the entrepreneurs who make tempe and tofu are increasing of
consumer and profit. Modernity entrepreneurship attitude significantly influenced
on the success of the business by using Partial Least Square analysis tools.
Keywords: attitude, entrepreneurship, modernity, SMEs, soybean

PENGARUH MODERNITAS SIKAP KEWIRAUSAHAAN TERHADAP
KEBERHASILAN UNIT USAHA MIKRO KECIL MENENGAH
PENGOLAHAN KEDELAI DI KABUPATEN BOGOR

ANDINA DYAH RAHMADHANI ADITYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Pengaruh Modernitas Sikap Kewirausahaan terhadap
Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah Pengolahan
Kedelai di Kabupaten Bogor
: Andina Dyah Rahmadhani Aditya
: H34100044

Disetujui oleh


Dr Ir Heny K. Daryanto, MEc
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT atas kuasa dan kehendak-Nya penulis dapat
menyelesaikan penelitian tugas akhir yang berjudul Pengaruh Modernitas Sikap
Kewirausahaan Terhadap Keberhasilan Unit Usaha Mikro Kecil Menengah
Pengolahan Kedelai di Kabupaten Bogor, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Penelitian ini dilaksanakan di 14 wilayah
pelayanan (kecamatan), Kabupaten Bogor bulan Desember 2013 hingga Februari
2014. Penulis menyampaikan terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis
yang senantiasa memberikan perhatian, dorongan semangat dan kasih sayang

selama penulis belajar, Dr Ir Rachmat Pambudy selaku dosen pembimbing
akademik atas bimbingan, ajaran dan didikannya selama ini, Dr Ir Heny K.
Daryanto, MEc selaku dosen pembimbing skripsi atas perhatian, bantuan, arahan,
dan bimbingan kepada penulis dalam penulisan skripsi sebagai tugas akhir ini,
serta semua pihak yang telah memberikan semangat dan dukungannya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi sebagai tugas akhir dengan baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2014
Andina Dyah Rahmadhani Aditya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN


xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan

5

Manfaat


5

Ruang Lingkup

6

TINJAUAN PUSTAKA

6

Wirausaha

6

Modernitas Sikap Kewirausahaan

7

Partial Least Square


7

Usaha Mikro Kecil dan Menengah

8

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN

9
9
12
15

Lokasi dan Waktu Penelitian

15


Metode Penentuan Sampel

15

Desain Penelitian

15

Data dan Instrumentasi

15

Metode Pengumpulan Data

16

Metode Pengolahan Data

16


Definisi Operasional

18

GAMBARAN LOKASI PENELITIAN

19

Gambaran Umum KOPTI Kabupaten Bogor

19

Gambaran Umum Industri Pengolahan Kedelai

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

25

Karakteristik Responden

25

Karakteristik Usaha

29

Uji Validitas dan Reliabilitas Model

31

Atribut Modernitas Sikap Kewirausahaan

33

Atribut Keberhasilan Usaha

43

Pengaruh Modernitas Sikap Kewirausahaan terhadap Keberhasilan Usaha

48

SIMPULAN DAN SARAN

50

Simpulan

50

Saran

50

DAFTAR PUSTAKA

50

LAMPIRAN

52

RIWAYAT HIDUP

68

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan
usaha besar RI tahun 2009-2012

2

2 Nilai produk domestik bruto sektor usaha mikro, kecil, menengah
dan nasional tahun 2009-2012 atas dasar harga berlaku

2

3 Anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayanan
tahun 2012

4

4 Ciri-ciri sikap kewirausahaan dan manusia modern

11

5 Perbandingan PLS dengan CBSEM

17

6 Atribut yang mencerminkan modernitas sikap kewirausahaan

18

7 Atribut yang mencerminkan keberhasilan usaha

18

8 Anggota KOPTI yang berada di wilayah Kabupaten Bogor

20

9 Jumlah responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu
berdasarkan wilayah pelayanan (kecamatan) di Kabupaten Bogor

26

10 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu
berdasarkan jenis kelamin

27

11 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu
berdasarkan usia responden

28

12 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu
berdasarkan pendidikan

28

13 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu
berdasarkan lama menjalankan usaha

29

14 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan
jumlah tenaga kerja

30

15 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe berdasarkan
jumlah konsumen

43

16 Sebaran pelaku usaha pembuatan tempe berdasarkan jumlah
konsumen yang membeli produk setiap hari

44

17 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe berdasarkan
jumlah omset

45

18 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tempe berdasarkan
laba yang dihasilkan

45

19 Sebaran pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan jumlah
konsumen

46

20 Sebaran pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan jumlah
konsumen yang membeli produk setiap hari

46

21 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan
jumlah omset

47

22 Sebaran responden pelaku usaha pembuatan tahu berdasarkan
laba yang dihasilkan

48

23 Hasil uji-t pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu

49

DAFTAR GAMBAR
1

Bagan dari kerangka pemikiran operasional

14

2

Model Path Modelling Partial Least Square

17

3

Proses Pembuatan Tempe

22

4

Proses Pembuatan Tahu

24

5

Hasil model awal Smart PLS pelaku usaha pembuatan tempe

31

6

Hasil model awal Smart PLS pelaku usaha pembuatan tahu

32

7

Hasil model akhir Smart PLS pelaku usaha pembuatan tempe

32

8

Hasil model akhir Smart PLS pelaku usaha pembuatan tahu

33

9

Tempe daun

35

10 Tempe plastik

35

11 Tempe putih

36

12 Tempe kuning

36

13 Tahu mentah

39

14 Tahu goreng

39

15 Pelaku usaha pembuatan tahu yang ikut dalam kegiatan produksi

40

DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi penelitian

52

2 Hasil output Partial Least Square (PLS)

54

3 Panduan kuesioner

60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Era globalisasi yang penuh dengan persaingan menuntut sumber daya
manusia yang berkualitas. Kewirausahaan telah dikenal secara luas sebagai
pendorong munculnya sumber daya manusia yang berkualitas. Kewirausahaan
memiliki peranan yang penting bagi pembangunan ekonomi suatu negara. Hal
tersebut memiliki hubungan atau keterkaitan bahwa kewirausahaan merupakan
salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi, inovasi, kreativitas, penyedia
lapangan kerja yang berdampak pada pendapatan masyarakat dan pembangunan
berkelanjutan. Schumpeter (1934) dalam Casson et al. (2008) mengatakan bahwa
jika suatu negara memiliki banyak entrepreneur, negara tersebut pertumbuhan
ekonominya tinggi, yang akan melahirkan pembangunan ekonomi yang tinggi.
Menurut data dari Kementrian Koperasi dan UKM jumlah wirausaha Indonesia
pada tahun 2013 mencapai 1.90% dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia,
rasio tersebut sangat kecil dibandingkan dengan negara Asia yang lain.1
Peningkatan jumlah wirausaha di Indonesia perlu dilakukan melalui upaya-upaya
atau program pemerintah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dari Indonesia.
Membangun kemandirian ekonomi melalui kewirausahan merupakan
suatu hal yang sangat penting. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2012
mencapai 241.547 juta dengan jumlah angkatan kerja mencapai 120.410 juta
orang. Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 112.800 juta orang, sedangkan
7.610 juta orang atau sekitar 6.32% dari total angkatan kerja masih menganggur.
Untuk mengatasi keterbatasan penyerapan tenaga kerja, berbagai upaya dilakukan
antara lain pengembangan sikap kewirausahaan yang merupakan pola tingkah
laku dalam menjalankan usaha dengan tujuan mencapai suatu keberhasilan. Salah
satu upaya pemerintah dalam meningkatkan potensi kewirausahaan adalah
melalui program Gerakan Kewirausahaan Nasional (GKN). Apabila program
tersebut berhasil, maka penyerapan tenaga kerja akan semakin meningkat.2
Kewirausahaan memiliki kaitan yang erat dengan pengembangan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil dan
Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar
dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi
tumpuan sumber pendapatan sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraannya. Berdasarkan data dari Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil
dan Menengah Republik Indonesia, jumlah UMKM yang ada di Indonesia

1

2

Adiatmaputra FP. 2013. Jumlah wirausahawan hanya 1.9% di Indonesia [internet]. [diunduh
pada 23 April 2013]. Tersedia pada: tribunnews.com.
Jurnal Nasional. 15 Agustus 2012. Pengembangan kewirausahan melalui pemberdayaan
koperasi [internet].[diunduh pada 25 November 2013]. Tersedia pada:
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=958:pengemba
ngan-kewirausahaan-melalui-pemberdayaan-koperasi%catid=54:bind-beritakementrian&Itemid=98.

2
mengalami perkembangan yang cukup bagus dan data perkembangan jumlah
UMKM di Indonesia tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan usaha besar
RI tahun 2009-2012
Indikator
Unit Usaha (Unit)
UMKM
Usaha Besar

2009

2010

2011*

2012*

52 769 280
52 764 603
4 677

53 828 569
53 823 732
4 837

55 211 396
55 206 444
4 952

56 539 560
56 534 592
4 968

Sumber: Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia, 2013
(diolah)3. (*) = Data sementara

UMKM memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap Produk
Domestik Bruto Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun
2013, UMKM kurang lebih memberikan kontribusi sebesar 50% terhadap PDB
nasional dan setiap tahunnya cenderung mengalami peningkatan. Data kontribusi
UMKM terhadap PDB Indonesia dari tahun 2009-2012 dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2 Nilai produk domestik bruto sektor usaha mikro, kecil, menengah dan
nasional tahun 2009-2012 atas dasar harga berlaku
Uraian
2009
2010
2011
2012
PDB UMKM (Milyar Rupiah)
PDB Nasional (Milyar Rupiah)
Persentase PDB UMKM (%)

2 993
5 295
56.52

3 466
6 069
57.11

4 304
7 427
57.95

4 869
8 241
59.08

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (diolah)4

Era bordelest world merupakan era yang menuntut adanya perkembangan
dari zaman tradisional menjadi modern di berbagai sektor, begitu juga dengan
sektor UMKM. Perkembangan dan potensi UMKM yang cukup bagus harus
didukung dengan pelaku usaha yang memiliki kompetensi kewirausahaan yang
modern seperti keinovatifan, motivasi berprestasi, dan percaya diri. Hal tersebut
akan berguna dalam menjalankan usahanya termasuk saat mengalami
permasalahan dan mencapai suatu target usaha.
UMKM di setiap provinsi di Indonesia memberikan kontribusi terhadap
PDB Indonesia begitu juga dengan provinsi Jawa Barat. Sejauh ini, posisi dan
peran UMKM di Jawa Barat merupakan pelaku ekonomi yang cukup dominan
dengan jumlah unit usaha mencapai 8.200 juta atau sekitar 6.17% dari total
3

[Kemenkop dan UKM RI]. Perkembangan jumlah usaha mikro, kecil, menengah dan usaha
besar tahun 2011-2012 [internet].[diunduh pada 25 November 2013]. Tersedia pada:
http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_ phocadownload&view=file&id=335:datausaha-mikro-kecil-menengah-umkm-dan-usaha-besar-ub-tahun-2011-2012&Itemid=93
4
bps.go.id

3
pelaku UMKM di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, UMKM memberikan
kontribusi terbesar bagi penyerapan tenaga kerja yaitu mencapai 87.12% dari
total pekerja. Hal tersebut memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap
PDRB Jawa Barat yang mencapai 60.32% (Dinas KUMKM Jabar 2011).5
UMKM diklasifikasikan menurut jenis usahanya. Salah satunya adalah
UMKM pengolahan kedelai menjadi tempe dan tahu. Kedelai merupakan salah
satu komoditas pangan yang banyak diminati masyarakat Indonesia. Hal tersebut
dibuktikan dengan konsumsi kedelai di Indonesia tahun 2013 sebesar 2.250 juta
ton per tahun (Setkab 2013).6 Konsumsi masyarakat Indonesia akan kedelai
dalam bentuk produk olahan. Produk olahan kedelai antara lain tempe dan tahu
yang merupakan sumber protein nabati yang banyak dikonsumsi sebagian besar
masyarakat Indonesia. UMKM tempe dan tahu pada umumnya masih bersifat
tradisional, maka diperlukan identifikasi mengenai sikap kewirausahaan yang
dimiliki pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu dalam menjalankan usahanya.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu sentra UMKM tempe dan tahu di
Jawa Barat. Berdasarkan data dari KOPTI Kabupaten Bogor tahun 2012, jumlah
UMKM tempe dan tahu di Kabupaten Bogor pada tahun tersebut sebanyak 915
unit yang mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 3 932 orang. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa industri tempe dan tahu mampu menjadi motor penggerak
perekonomian Kabupaten Bogor. Apabila dibandingkan dengan industri sejenis di
wilayah Kota Bogor, jumlah UMKM tempe dan tahu di Kota Bogor lebih sedikit
dibandingkan di Kabupaten Bogor yaitu sebanyak 255 (PRIMKOPTI 2012).
Berdasarkan uraian di atas, maka dipilihlah wilayah Kabupaten Bogor sebagai
lokasi pada penelitian ini yang didasarkan pada frame sampling dari KOPTI
Kabupaten Bogor.

Perumusan Masalah
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang sangat strategis
karena merupakan bahan baku tempe dan tahu yang dijadikan sebagai sumber
lauk-pauk utama sebagian besar masyarakat Indonesia. Kebutuhan kedelai dari
tahun ke tahun semakin meningkat, namun Indonesia mengalami berbagai
permasalahan seperti ketersediaan dalam negeri yang belum mencukupi, sehingga
untuk memenuhi kekurangan kebutuhan dalam negeri harus melakukan impor.
Selain itu, tataniaga kedelai yang didominasi pengusaha importir sering
berdampak pada instabilitas harga kedelai di tingkat masyarakat, baik produsen
dalam hal ini pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu, maupun konsumen atau
masyarakat luas. Ketergantungan kedelai terhadap produk impor juga berpengaruh

5

6

[KUMKM Jabar] Koperasi dan UMKM Jawa Barat (ID). 2011. Kontribusi UMKM di Jawa
Barat terhadap PDRB [internet]. [diunduh pada 4 Maret 2014]. Tersedia pada:
diskumkm.jabarprov.go.id
Setkab RI. 2013. Problematika harga kedelai di Indonesia [internet]. [diunduh pada tanggal 2
Januari 2014]. Tersedia pada: www.setkab.go.id/artikel-10045-problematika-harga-kedelaidi-indonesia.html

4
terhadap harga di dalam negeri akibat fluktuasi harga kedelai di pasar
internasional (BKP Pertanian 2013).7
Selama periode 2002-2012, harga kedelai dalam negeri baik kedelai lokal
ataupun kedelai impor terus mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dengan
perubahan kenaikan sekitar 11.46% per tahun. Lonjakan kenaikan harga kedelai
yang sangat signifikan terjadi pada tahun 2008, sebesar 58.41% dari Rp5 389 per
kilogram menjadi Rp8 536 per kilogram, yang diakibatkan kenaikan harga kedelai
di pasar internasional sebesar 48.16%. Sampai dengan tahun 2012 harga kedelai
masih sekitar Rp8 000 per kilogram, akan tetapi pada tahun 2013 kenaikan harga
kedelai terjadi yaitu di atas Rp9 000 per kilogram (BKP Pertanian 2013)8.
Unit usaha mikro, kecil, dan menengah pengolahan kedelai di Kabupaten
Bogor merupakan salah satu sektor industri yang cukup banyak dan diberikan
perhatian khusus oleh pemerintah Kabupaten Bogor. Para pelaku UMKM
pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor berjumlah 915 yang terdaftar di
KOPTI (Tabel 5).
Tabel 3 Anggota KOPTI Kabupaten Bogor per wilayah pelayanan tahun 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Wilayah Palayanan
Ciseeng
Parung
Cibinong
Citeureup I
Citeureup II
Bojong Gede
Sukaraja
Ciawi Megamendung
Caringin Cijeruk
Tamansari
Leuwiliang
Ciampea
Cibungbulang
Jasinga
Dramaga
Jumlah

Jumlah Anggota
101
106
105
115
82
49
45
23
65
50
39
62
34
20
19
915

Jumlah Tenaga Kerja
650
399
388
428
286
189
211
117
253
226
175
235
185
106
84
3 932

Sumber : KOPTI Kabupaten Bogor 2012 (diolah)

Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pengurus KOPTI
Kabupaten Bogor, diketahui bahwa ketika terjadi lonjakan harga kedelai, beberapa
pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu yang ada di Kabupaten Bogor berhenti
melakukan produksi secara sementara karena biaya produksi yang dikeluarkan
tinggi dan tidak sesuai dengan penerimaan yang didapatkan. Selain itu, beberapa
7

BKP Pertanian. 2013. Kebijakan stabilisasi harga pangan 2002-2012 [internet]. [diunduh pada
tanggal 20 Desember 2013]. Tersedia pada: http://bkp.pertanian.go.id/berita-198-kebijakanstabilisasi-harga-pangan-20022012.html
8
Ibid

5
target yang ingin dicapai oleh para pelaku UMKM ini antara lain adalah para
pelaku usaha tempe dan tahu dengan mudah mendapatkan bahan baku kedelai
yang berkualitas dengan harga yang terjangkau, bentuk kemasan tempe dan tahu
yang lebih menarik, mempunyai diferensiasi produk tempe dan tahu dibandingkan
dengan produk tahu tempe daerah lain, dan memiliki brand khusus.
Usaha tempe dan tahu memiliki beberapa perbedaan, utamanya adalah
teknologi yang digunakan. Implikasi dari perbedaan teknologi yang digunakan
adalah adanya pengaruh terhadap pola tingkah laku dari pelaku usaha yang
menjalankannya. Maka dari itu untuk menganalisis modernitas sikap
kewirausahaan perlu dibedakan antara pelaku usaha tempe dan tahu, sehingga
dapat dibandingkan hasilnya.
Pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu memiliki karakteristik yang
berbeda dalam menjalankan usahanya, maka perlu dilakukan identifikasi terhadap
karakteristik masing-masing individu pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di
Kabupaten Bogor. Sikap kewirausahaan yang modern merupakan ciri-ciri yang
melekat pada wirausaha yang berhasil. Pengalaman para pelaku usaha pembuatan
tempe dan tahu selama beberapa tahun ini dan pelatihan serta pembinaan akan
mempermudah anggota untuk mengadopsi modernitas sikap kewirausahaan.
Modernitas sikap kewirausahaan diharapkan dapat menunjang keberhasilan dari
usaha yang dijalankan, mengatasi permasalahan yang berhubungan dengan usaha
yang dijalankan dan pencapaian target yang diharapkan oleh para pelaku usaha
pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor. Berdasarkan uraian di atas,
perumusan masalah pada penelitian ini adalah:
1) Bagaimana karakteristik pelaku usaha pengolahan kedelai di Kabupaten
Bogor?
2) Bagaimana pengaruh modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha
pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor dengan keberhasilan dalam
usaha?

Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah yang ada, tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Mendeskripsikan karakteristik wirausaha pelaku UMKM pengolahan
kedelai di Kabupaten Bogor.
2) Menganalisis pengaruh modernitas sikap kewirausahaan pelaku UMKM
pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor dengan keberhasilan dalam usaha.

Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1) Peneliti, merupakan kesempatan untuk melatih kemampuan analisis dan
aplikasi konsep-konsep ilmu yang diperoleh dengan melihat kondisi
lapang secara langsung.
2) Objek yang diteliti (Pelaku unit UMKM pengolahan kedelai di Kabupaten
Bogor), sebagai referensi untuk melakukan perbaikan kualitas sikap

6
kewirausahaan untuk mengembangkan usaha dan mewujudkan target atau
ekspektasi dari pelaku usaha.
3) Kalangan akademisi, sebagai bahan kajian atau referensi untuk melakukan
penelitian selanjutnya.
4) Instansi terkait, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam upaya
mengembangkan modernitas sikap kewirausahaan pelaku UMKM
pengolahan kedelai di Kabupaten Bogor.

Ruang Lingkup
Penelitian ini menganalisis pengaruh modernitas sikap kewirausahaan
pelaku usaha kecil dan menengah pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor
dengan keberhasilan dalam usaha. Pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu pada
penelitian ini adalah anggota dari KOPTI Kabupaten Bogor yang berada pada 14
wilayah pelayanan (kecamatan). Terdapat delapan atribut modernitas sikap
kewirausahaan yang akan diukur yaitu mengetahui prioritas utama, bersedia
menanggung risiko, keinovatifan, kerja keras, menghargai waktu, motivasi
berprestasi, percaya diri, dan tanggung jawab individual. Sedangkan atribut
keberhasilan usaha yang diukur adalah kepuasan, loyalitas, dan profit. Alat
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Statistika Deskriptif
dan PLS (Partial Least Square).

TINJAUAN PUSTAKA
Wirausaha
Schumpeter, Hoselitz, Leibenstein, Kirzner, Bygrave dan Hover dalam
Misra dan Kumar (2000) merumuskan definisi wirausaha, yaitu wirausaha adalah
individu yang menghasilkan kombinasi baru akibat dari diskontinuitas.
Kombinasi baru yang dihasilkan antara lain adalah hasil produk baru, kualitas
produk yang berbeda, metode produksi baru, pembukaan pasar baru, industri
pengolahan bahan baku baru (Schumpeter 1934). Hoselitz (1960) mengartikan
wirausaha adalah individu yang membeli sesuatu dengan harga pada kondisi yang
pasti dan menjual dengan harga pada kondisi yang tidak pasti. Wirausaha adalah
individu yang mengalokasikan seluruh kebutuhan sumberdaya untuk kegiatan
produksi dan pemasaran produk sebagai wujud dari pasar defisiensi (Leibenstein
1968).
Kirzner (1985) mengartikan wirausaha sebagai individu yang tujuannya
untuk mencapai profit dan melakukan hal untuk memenuhi kebutuhan yang tidak
terpuaskan. Menurut Bygrave dan Hofer (1991) wirausaha adalah individu yang
dapat melihat peluang dan membuat suatu organisasi untuk memanfaatkan
peluang tersebut. Berdasarkan beberapa definisi wirausaha, dapat disimpulkan
bahwa wirausaha merupakan individu yang memiliki peranan dalam
kewirausahaan seperti memanfaatkan peluang untuk menghasilkan sesuatu yang
memiliki nilai ekonomi. Peran wirausaha yang dijelaskan oleh Ulrich witt dalam

7
Casson et al. (2008) yaitu membentuk model bisnis yang berbeda dari
kemampuannya memimpin dan memastikan seluruh anggota perusahaan
menjalani kerja dan perannya masing-masing sesuai kerangka kerja yang ada.

Modernitas Sikap Kewirausahaan
Warnaningsih (2010) menganalisis karakteristik modernitas sikap
kewirausahaan dan hubungannya dengan keberhasilan usaha pada KWT Tahu
Bandungan di Kabupaten Semarang. Alat analisis yang digunakan dalam
penelitian tersebut adalah uji Chi Square. Hasil dari penelitian tersebut adalah
tidak ada hubungan antara modernitas sikap kewirausahaan dengan keberhasilan
usaha pada studi kasus yang telah dilakukan.
Pakpahan (2009) mendefinisikan modernitas sikap kewirausahaan adalah
pandangan individu untuk merespon secara konsisten terhadap ciri-ciri yang
dimiliki seorang wirausahawan. Tujuan penelitian tersebut adalah untuk
menganalisis modernitas sikap kewirausahaan pada pengurus koperasi di
Kabupaten Bogor. Alat analisis yang digunakan adalah uji Rank Spearman. Hasil
yang didapatkan adalah tidak terdapat hubungan korelasi antara modernitas sikap
kewirausahaan pada pengurus koperasi dengan keberhasilan usaha dilihat dari
SHU yang didapatkan.
Penelitian yang dilakukan Pakpahan (2009) dan Warnaningsih (2010)
menggunakan atribut modernitas sikap kewirausahaan yaitu mengetahui prioritas
utama, bersedia menanggung risiko, keinovatifan, bekerja keras, menghargai
waktu, motivasi berprestasi, percaya diri, dan tanggung jawab individual.
Penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya karena tujuan
dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh modernitas sikap kewirausahaan
terhadap keberhasilan usaha, akan tetapi atribut modernitas sikap kewirausahaan
yang digunakan sama dengan penelitian sebelumnya. Alat analisis yang digunakan
adalah Partial Least Square.
Partial Least Square
Fatmawati (2012) melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh unsur
unsur penilaian kinerja DP3 terhadap disiplin kerja pegawai pada balai
pengelolaan daerah aliran sungai Citarum-Ciliwung. Alat analisis yang digunakan
pada penelitian ini adalah Partial Least Square. Hasil yang didapatkan adalah
unsur-unsur penilaian kinerja DP3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap
disiplin keja dan berada pada tingkat goodness of fit.
Ulfah dan Ikbal (2012) melakukan penelitian untuk menganalisis sebuah
model mengontrol orientasi (Penelitian ini menguji pengaruh moderating dari
Total Quality Manajemen Lingkungan Hidup (TQEM) pada hubungan antara
manajemen rantai pasokan hijau (GSCM) dan kinerja lingkungan (EP). Alat
analisis yang digunakan adalah Partial Least Square. Hasil penelitian ini adalah
bahwa penting untuk mempertimbangkan dan mengadopsi TQEM dalam kaitan
dengan dukungan manajemen puncak, keterlibatan karyawan, dan koordinasi
pemasok untuk melengkapi praktik GSCM. Temuan penelitian ini penting bagi

8
peneliti dan praktisi, karena dapat memberikan rekomendasi kebutuhan akan satu
usaha perencanaan terhadap program ini.

Angraini (2010) melakukan penelitian untuk mengukur indeks kepuasan
pelanggan dengan pendekatan Partial Least Square pada studi kasus pelanggan
IM3. Hasil yang didapatkan adalah terdapat pengaruh kepuasan pelanggan
terhadap loyalitas pelanggan IM3.
Berdasarkan beberapa penelitian yang menggunakan alat analisis Partial
Least Square, alat analisis tersebut digunakan untuk menganalisis pengaruh antar
variabel laten dengan orientasi prediksi dari suatu model yang dibuat. Begitu juga
dengan penelitian ini bertujuan untuk memprediksi adanya pengaruh modernitas
sikap kewirausahaan terhadap keberhasilan usaha pada UMKM pengolahan
kedelai di Kabupaten Bogor.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 yang mengatur tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah mendefinisikan UMKM dan memberikan kriteria
mengenai UMKM. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan
atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro yaitu jumlah
aset maksimal Rp50 000 000 dan omset maksimal Rp300 000 000. Usaha Kecil
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan
cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung
maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi
kriteria. Adapun kriteria dari usaha kecil yaitu memiliki aset sejumlah > Rp50 000
000-Rp500 000 000 dan omset sejumlah > Rp300 000 000-Rp2 500 000 000 000.
Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar.
Adapun kriteria usaha menengah yaitu jumlah aset > Rp500 000 000-Rp10 000
000 000 dan jumlah omset > Rp2 500 000 000-Rp50 000 000 000.
UMKM merupakan sektor yang dapat menyerap tenaga kerja yang cukup
besar. Eksistensi dari UMKM tidak dapat diragukan karena telah memberikan
kontribusi dan penggerak perekonomian negara. Akan tetapi UMKM di Indonesia
mengalami permasalahan yang cukup banyak, antara lain adalah terbatasnya
modal kerja, sumber daya manusia yang rendah, dan minimnya penguasaan ilmu
pengetahuan, teknologi. Kendala lain yang dihadapi UMKM adalah keterkaitan
dengan prospek usaha yang kurang jelas serta perencanaan, visi dan misi yang
belum mantap. Menurut Sudaryanto dan Hanim dalam BKF (2013)9, umumnya
UMKM bersifat income gathering yaitu menaikkan pendapatan, dengan ciri-ciri
usaha milik keluarga, menggunakan teknologi yang masih relatif sederhana,

9

[BKF] Badan Kebijakan Fiskal (ID). 2013. Strategi pemberdayaan UMKM menghadapi Pasar
Bebas ASEAN [internet]. [diunduh pada 10 Maret 2014]. Tersedia pada:
www.fiskal.depkeu.go.id

9
kurang memiliki akses permodalan (bankable), dan tidak ada pemisahan modal
usaha dengan kebutuhan pribadi.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Teoritis
Sikap
Louis Thurstone et al. dalam Azwar (1998) mengartikan sikap sebagai suat
bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah
perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak
mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut menurut
Berkowitz dalam Azwar (1998).
Nilai dan opini merupakan hal yang berkaitan dengan sikap. Nilai bersifat
lebih mendasar dan stabil sebagai bagian dari ciri kepribadian, sikap bersifat
evaluatif dan berakar pada nilai yang dianut dan terbentuk dalam kaitannya
dengan suatu objek, sedangkan opini merupakan sikap yang lebih spesifik dan
sangat situasional serta lebih mudah berubah.
Konthandapani dalam Azwar (1998) merumuskan tiga komponen yang
membentuk sikap adalah komponen kognitif yang berisi kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau yang benar bagi objek sikap, sekali kepercayaan
terbentuk maka akan menjadi dasar pengetahuan sesorang mengenai apa yang
dapat diharapkan dari objek tertentu. Komponen selanjutnya adalah afektif yang
menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap,
secara umum komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki
terhadap sesuatu. Perilaku atau konatif yang merupakan komponen sikap
menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada
dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.
Kewirausahaan
Peter F. Drucker dalam Ifham dan Helmi (2002) mendefinisikan
kewirausahaan sebagai semangat, kemampuan, sikap, perilaku individu dalam
menangani usaha atau kegiatan yang mengarah pada upaya mencari, menciptakan,
menerapkan cara kerja, teknologi, dan produk baru dengan meningkatkan efisiensi
dalam rangka memberikan pelayanan yang lebih baik dan memperoleh
keuntungan yang lebih besar. Richard Cantillon dalam Casson et al. (2008),
kewirausahaan diartikan sebagai bekerja sendiri (self-employment).
Menurut Babson collage dalam Yocum Jeanne (2010) mendefinisikan
kewirausahaan sebagai cara berpikir dan bertindak karena adanya kesempatan,
holistik dalam pendekatan, dan kemampuan kepemimpinan. Carton et al. (1998)
menyatakan bahwa kewirausahaan adalah melihat peluang untuk membuat sebuah
organisasi (atau sub-organisasi) dengan harapan dapat bermanfaat bagi anggota
dalam organisasi. Berdasarkan beberapa definisi kewirausahaan, dapat
disimpulkan bahwa kewirausahaan merupakan kemampuan yang dimiliki individu
untuk bersikap dan berperilaku dalam menjalankan usaha yang bertujuan untuk
kepentingan ekonomi.

10
Sikap Kewirausahaan dan Manusia Modern
Sikap menurut para ahli seperti Chave et al. dalam Azwar (1992) adalah
kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Heron
dalam Misro dan Kumar (2000) mendefinisikan kewirausahaan adalah
kemampuan yang dimiliki individu untuk bersikap dan berperilaku dengan
memanfaatkan sumberdaya ekonomi untuk menciptakan nilai. Sikap
kewirausahaan menurut Tawardi (1999) merupakan kesiapan untuk merespon
secara konsisten terhadap ciri-ciri yang dimiliki wirausaha.
McClelland dalam Alma Buchari (2008) mengemukakan bahwa beberapa
sikap dan tingkah laku manusia, dipenuhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang ada
dalam dirinya. Pada konsepnya mengenai motivasi, dalam diri individu terdapat
tiga kebutuhan pokok yang mendorong tingkah lakunya. Konsep tingkah laku
dikenal dengan Social Motives Theory. Kebutuhan yang dimaksudkan teori
tersebut adalah need for achievement, need for affiliation, need for power.
Menurut McClelland dalam Tawardi (1999), ciri sikap kewirausahaan
mempunyai kemiripan dengan orang yang memiliki motif berprestasi (need of
achievement) yaitu senantiasa berusaha untuk memperoleh hasil yang baik, berani
mengambil risiko pada taraf rata-rata, mempunyai tanggung jawab pribadi, dan
senantiasa menginginkan segera umpan balik hasil pekerjaannya untuk
mengevaluasi dan memperbaiki tindakannya di masa depan. Selanjutnya
menjelaskan bahwa ciri orang yang memiliki sikap kewirausahaan salah satu
diantaranya penuh semangat dan kreatif.
Menurut Meredith et al. (1989), ciri-ciri individu yang memiliki sikap
kewirausahaan yaitu fleksible dan supel dalam bergaul, mampu dan dapat
memanfaatkan peluang yang ada, memiliki pandangan ke depan, cerdik dan lihai,
tanggap terhadap situasi yang berubah-ubah dan tidak menentu, mempunyai
kepercayaan diri dan mampu bekerja mandiri, mempunyai pandangan yang
optimis, dinamis, serta mempunyai jiwa kepemimpinan, mempunyai motivasi
yang kuat untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik dan teguh dalam
pendiriannya, sangat mengutamakan prestasi, dan memperhitungkan faktor-faktor
yang menghambat dan faktor penunjang, memiliki disiplin diri yang tinggi, berani
mengambil risiko dengan memperhitungkan tingkat kegagalannya.
Teori modernisasi klasik banyak membahas mengenai manusia modern
salah satunya adalah yang diungkapkan oleh Inkeles dalam Suwarsono dan So
(1994). Ciri-ciri manusia modern adalah terbuka terhadap pengalaman baru yang
berarti manusia modern selalu berkeinginan untuk mencari sesuatu yang baru,
memiliki sikap untuk semakin independen terhadap berbagai bentuk otoritas
tradisional, percaya terhadap ilmu pengetahuan termasuk percaya pada
kemampuan diri, memiliki orientasi mobilitas dan ambisi hidup yang tinggi,
memiliki rencana jangka panjang, dan ikut berpartisipasi dalam kehidupan
bermasyarakat.
Menurut Soekanto Soerjono (1982) ciri-ciri manusia modern yaitu
memiliki sikap terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru maupun
penemuan-penemuan baru, memiliki kesiapan untuk menerima perubahanperubahan setelah menilai kekurangan-kekurangan yang dihadapinya saat itu,
mempunyai kepekaan terhadap masalah-masalah yang terjadi sekitarnya dan
mempunyai kesadaran bahwa masalah-masalah tersebut berkaitan dengan dirinya,
mempunyai informasi yang lengkap mengenai pendiriannya, berorientasi ke masa

11
kini dan masa mendatang, menyadari potensi-potensi yang ada pada dirinya dan
yakin bahwa potensi tersebut akan dapat dikembangkan, memiliki kepekaan
terhadap perencanaan, tidak pasrah pada nasib, percaya pada keampuhan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam meningkatan kesejahteraan umat manusia,
menyadari dan menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban serta kehormatan
pihak lain.
Ciri-ciri sikap kewirausahaan yang telah dijelaskan oleh McClelland dalam
Tawardi (1999) dan Meredith (1989) memiliki kesamaan dengan ciri-ciri manusia
modern yang dijelaskan oleh Inkeles dalam Suwarsono dan So (1994). Hal
tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Ciri-ciri sikap kewirausahaan dan manusia modern
Ciri-ciri sikap kewirausahaan
McClelland (1987) dan
Meredith (1989)
Berprioritas
Berani berisiko
Inovatif
Bekerja keras
Menghargai waktu
Motivasi berprestasi
Percaya diri
Tanggung jawab pribadi
Terbuka
Optimis

Ciri-ciri manusia modern
Inkeles (1984) dan
Soekanto Soerjono (1982)
Berprioritas
Berani berisiko
Inovatif
Kerja keras
Menghargai waktu
Motivasi dan semangat berprestasi
Percaya diri
Tanggung jawab individu
Aktif dan memiliki kepekaan
Mandiri

Sumber: Meredith (1989), Soekanto Soerjono (1982), Suwarsono dan So (1994), Tawardi (1999)

Pada Tabel 4 terdapat kesamaan antara ciri-ciri sikap kewirausahaan
dengan manusia modern. Adapun kesamaan tersebut adalah berprioritas, berani
berisiko, inovatif,kerja keras, menghargai waktu, motivasi berprestasi, percaya
diri, tanggung jawab. Maka dapat dikatakan bahwa kesamaan dari kedua hal
tersebut merupakan modernitas sikap kewirausahaan.
Keberhasilan Usaha
Keberhasilan usaha menurut penelitian Dirlanudin (2010) bukanlah
sesuatu yang dapat diraih dalam waktu yang sesaat namun memerlukan upaya
yang keras, ketekunan, dan kecekatan dalam mengelola usaha tersebut dengan
terus membaca lingkungan eksternal sejalan dengan perubahan dan tuntutan para
konsumen. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan para pengusaha kecil agro antara lain adalah jumlah pelanggan,
kecenderungan loyalitas, perluasan pangsa pasar, kemampuan bersaing,
keuntungan.
Menurut pendapat Riyanti (2003) keberhasilan usaha dapat diukur dengan
menilai kinerja suatu usaha. Kinerja usaha menurut Kaplan dan Norton dalam
Riyanti (2003) diukur berdasarkan perspektif keuangan (laba dan aset), pelanggan

12
(jumlah pelanggan), proses bisnis internal (tingkat produksi dan perluasan usaha),
dan proses pertumbuhan (kepuasan kerja karyawan).
Steam et al. dalam Burhanudin (2014) yang menggunakan data dari
Global Enterpreneurship Monitor menyimpulkan bahwa wirausaha yang ambisius
memberikan kontribusi lebih kuat untuk pertumbuhan makro ekonomi daripada
aktivitas kewirausahaan lainnya. Beragam bagian dari kewirausahaan mulai dari
karakterisitik, sikap, dan perilaku dimana kemampuan kewirausahaan yang
semakin berkembang akan mempengaruhi keberhasilan usaha yang pada akhirnya
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Steinhoff & Burgess dalam Wijayanto10 mengemukakan bahwa
keberhasilan usaha dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain adalah memiliki
visi dan tujuan bisnis, berani mengambil risiko dan uang, mampu menyusun
perencanaan usaha, mengorganisir sumber daya, dan implementasinya, sanggup
bekerja keras, mampu membangun hubungan dengan pelanggan, tenaga kerja,
pemasok, dan sebagainya, serta memiliki tanggung jawab terhadap keberhasilan
maupun kegagalan.

Kerangka Pemikiran Operasional
Pengangguran merupakan salah satu problematika besar yang terjadi di
negara berkembang khususnya di Indonesia pada sektor ekonomi. Hal ini
disebabkan karena jumlah populasi penduduk Indonesia setiap tahunnya semakin
meningkat tidak diimbangi dengan jumlah lapangan kerja yang disediakan.
Jumlah lapangan kerja di Indonesia semakin terbatas sehingga menyebabkan
peningkatan pada jumlah pengangguran. Solusi yang dapat ditawarkan adalah
dengan meningkatkan jumlah wirausaha yang akan mengurangi jumlah
pengangguran di Indonesia.
Kewirausahaan tidak terlepas kaitannya dengan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). Sektor UMKM telah dipromosikan dan dijadikan sebagai
agenda utama pembangunan ekonomi Indonesia. Sektor UMKM telah terbukti
tangguh, ketika terjadi Krisis Ekonomi 1998, hanya sektor UMKM yang bertahan
dari kolapsnya ekonomi, sementara sektor yang lebih besar justru tumbang oleh
krisis. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) menjadi
sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan
ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan
sebagian besar masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan dan keberhasilan
usaha.
Salah satu UMKM sektor pengolahan yang berperan dalam menyumbang
pendapatan daerah Kabupaten Bogor adalah tempe dan tahu. Ketika terjadi
lonjakan harga kedelai, beberapa pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu yang
ada di Kabupaten Bogor berhenti melakukan produksi secara sementara. Hal
tersebut dikarenakan tingginya biaya produksi tidak sesuai dengan penerimaan
yang didapatkan dan jumlah produksi yang menurun. Permasalahan tersebut
disebabkan karena pengelolaan usaha yang dilakukan oleh pelaku usaha masih
10

Wijayanto, Andi. Pengaruh karakteristik wirausahawan terhadap tingkat keberhasilan usaha
[internet].
[diunduh
pada
9
Maret
2013].
Tersedia
pada:
http://eprints.undip.ac.id/673/1/Andi_Draft_Artikel_Ilmiah.pdf.

13
belum optimal ketika mengalami perubahan harga bahan baku produksi. Keadaan
itu didukung dengan sistem usaha yang masih konvensional, kemampuan
kewirausahaan dari pelaku usaha yang masih belum optimal, dan kesulitan
mendapatkan bahan baku dengan harga yang sesuai.
Kemampuan kewirausahaan dari para pelaku UMKM harus ditingkatkan.
Ketika terjadi lonjakan harga bahan baku, permintaan yang fluktuatif maupun
permasalahan internal dalam usahanya, pelaku usaha dapat mengatasi secara cepat
dan tepat. Wujud dari kemampuan kewirausahaan adalah sikap yang dimiliki oleh
pelaku usaha. Sikap kewirausahaan merupakan faktor internal dari seorang
wirausaha. Faktor internal ini mempengaruhi perilaku dalam mewujudkan
keberhasilan usaha yang terdiri dari kemauan dan kemampuan. Sedangkan,
kesempatan dan peluang merupakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
faktor internal yang berujung pada keterkaitan dalam pencapaian keberhasilan
suatu unit usaha, begitu juga pada UMKM pengolahan kedelai menjadi tempe dan
tahu di Kabupaten Bogor.
Pada penelitian ini menganalisis modernitas sikap kewirausahaan pelaku
usaha pembuatan tempe dan tahu. Modernitas sikap kewirausahaan merupakan
suatu pola perilaku modern yang dimiliki oleh seorang wirausaha dengan
mengacu pada pandapat beberapa ahli yaitu McClelland dalam Tawardi (1999),
Meredith (1989), Inkeles dalam Suwarsono dan So (1994), Soekamto Soerjono
(1982). Berdasarkan kesamaan ciri-ciri sikap kewirausahaan dengan manusia
modern, dapat dikatakan bahwa modernitas sikap kewirausahaan dilihat dari
beberapa atribut yaitu:
1) Mengetahui prioritas utama
2) Bersedia menanggung risiko
3) Keinovatifan
4) Kerja keras
5) Menghargai waktu
6) Motivasi berprestasi
7) Percaya diri
8) Tanggung jawab individual.
Keberhasilan usaha dijelaskan dari ada atau tidaknya konsumen yang
komplain kepada pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu dari, kesetiaan
konsumen membeli produk tempe dan tahu setiap harinya, dan usaha tersebut
memberikan keuntungan atau tidak dari kisaran jumlah profit yang didapatkan
setiap bulannya. Pengaruh modernitas sikap kewirausahaan dari pelaku usaha
pembuatan tempe dan tahu terhadap keberhasilan usaha dianalisis menggunakan
Partial Least Square.
Hipotesis
H0
: Modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha tempe tidak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keberhasilan unit usaha mikro kecil
menengah.
H1
: Modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha tempe berpengaruh positif
dan signifikan terhadap keberhasilan unit usaha mikro kecil menengah.

14
H0

H2

: Modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha tahu tidak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap keberhasilan unit usaha mikro kecil
menengah.
: Modernitas sikap kewirausahaan pelaku usaha tahu berpengaruh positif
dan signifikan terhadap keberhasilan unit usaha mikro kecil menengah.

Kewirausahaan pada sektor UMKM dapat mengurangi
jumlah pengangguran di Indonesia.

UMKM pengolahan kedelai (tahu dan tempe) sebagai
penyumbang PDB Kabupaten Bogor.

UMKM pengolahan kedelai (tahu dan tempe) mengalami
permasalahan dalam menjalankan usahanya seperti kenaikan
harga kedelai dan pencapaian target usaha.

Sikap kewirausahaan yang modern dibutuhkan dalam
mengatasi permasalahan dan pencapaian target usaha.

Model PLS (Partial Least Square)

Implikasi Manajerial

Gambar 1 Bagan dari kerangka pemikiran operasional

15

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 14 wilayah pelayanan (kecamatan) di
Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa di Kabupaten Bogor banyak terdapat
UMKM pembuatan tempe dan tahu menurut data dari KOPTI Kabupaten Bogor
2012. Pengumpulan data dilakukan selama tiga bulan dari bulan Desember sampai
dengan Februari 2013.
Metode Penentuan Sampel
Responden dari penelitian ini adalah 65 unit UMKM pembuatan tempe
dan tahu yang terdiri dari 32 pelaku usaha pembuatan tempe dan 33 pelaku usaha
pembuatan tahu di Kabupaten Bogor. Teknik pengambilan sampel atau pemilihan
responden dengan menggunakan metode simple random sampling secara
proporsional. Jumlah sampel didapatkan dari jumlah pelaku usaha tempe dan tahu
di setiap wilayah pelayanan (kecamatan) dibandingkan dengan jumlah seluruh
populasi pelaku usaha tempe dan tahu dikalikan dengan jumlah minimal sampel
statistik. Teknik tersebut sudah tepat karena pengambilan sampel secara acak dan
proporsional di setiap wilayah pelayanan (kecamatan) dapat menggambarkan
modernitas sikap kewirausahaan dari para pelaku usaha pembuatan tempe dan
tahu di Kabupaten Bogor serta pengaruhnya terhadap keberhasilan usaha.

Desain Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan
ini dipilih karena dapat memberikan gambaran mengenai modernitas sikap
kewirausahaan pelaku usaha, serta membantu dalam melihat pengaruhnya dengan
keberhasilan usaha. Selain itu, prosedur dan teknik penelitian menggunakan
metode kasus. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran
secara rinci tentang modernitas sikap kewirausahaan serta pengaruhnya dengan
keberhasilan usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor.

Data dan Instrumentasi
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pengurus
KOPTI dan pelaku usaha di lokasi masing-masing dengan menggunakan daftar
pertanyaan (kuesioner) yang telah disediakan. Data sekunder diperoleh dengan
cara mempelajari buku dan sumber yang relevan dengan topik yang diteliti dari
Kementrian Koperasi dan UMKM, Badan Pusat Statistik, dan KOPTI Kabupaten
Bogor. Pengambilan data sekunder diperoleh juga dari literatur-literatur, baik
yang didapat di perpustakaan maupun dari tempat lain berupa hasil penelitian
terdahulu mengenai kajian kewirausahaan, modernitas sikap, serta keberhasilan
UMKM, baik dari media cetak (tabloid dan majalah), maupun media elektronik

16
(internet). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner,
penyimpan data elektronik, dan alat pencatat.

Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi wawancara dan
observasi lapang yang dilakukan sendiri oleh peneliti. Penelitian ini
menggunakan bantuan kuesioner untuk memperoleh data secara utuh yang dapat
menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan. Selain itu, kuesioner
digunakan untuk mendapatkan data dari pelaku usaha terkait dengan modernitas
sikap kewirausahaan yang dimiliki. Setiap pengisian kuesioner peneliti
melakukan pendampingan untuk mengantisipasi adanya kesulitan atau
kesalahpahaman dalam mengartikan pertanyaan kuesioner. Pendampingan yang
dilakukan dalam setiap pengisian kuesioner juga dimaksudkan untuk mencari
informasi lain yang lebih mendalam yang belum tercakup dalam kuesioner.

Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini adalah data kualitatif dan
kuantitatif. Data kualitatif diperoleh melalui wawancara dan observasi selama
penelitian. Sedangkan data kuantitatif diperoleh berupa data anggota pelaku
usaha pembuatan tempe dan tahu, data profit dan nilai penjualan serta data
penilaian modernitas sikap kewirusahaan yang dimiliki masing-masing pelaku
usaha.
Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif. Analisis
deskriptif digunakan untuk menggambarkan modernitas sikap kewirausahaan
yang ada pada diri pelaku usaha pembuatan tempe dan tahu di Kabupaten Bogor
serta bagaimana kondisi UMKM tersebut. Data yang diperoleh dari kuesioner
akan diolah menggunakan software computer Microsoft Excel dan Partial Least
Square.
Data yang diperoleh melalui penelitian terlebih dahulu melewati proses
scoring dan codding. Codding adalah proses pemberian kode atau simbol pada
setiap kategori jawaban responden untuk menyederhanakan jawaban responden
dalam bentuk simbol atau kode tertentu agar lebih mudah dalam menganalisisnya.
Scorring meli