Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern Dalam Penatausahaan Barang Milik Daerah Pada Pemerintah Kabupaten Bogor
STRATEGI PENGUATAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
DALAM PENATAUSAHAAN BARANG MILIK DAERAH
PADA PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
RICHARD ANTHONI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi Penguatan
Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan Barang Milik Daerah pada
Pemerintah Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Richard Anthoni
NIM H252144115
RINGKASAN
RICHARD ANTHONI. Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam
Penatausahaan Barang Milik Daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh DWI RACHMINA dan TRIAS ANDATI.
Penatausahaan barang milik daerah memiliki peranan penting dalam
mendukung penyajian informasi barang milik daerah dalam laporan keuangan
Pemerintah Kabupaten Bogor. Setiap SKPD bertanggung jawab melakukan
penatausahaan barang milik daerah secara administrasi dan akuntansi. Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 menyatakan bahwa penatausahaan barang milik
negara/daerah merupakan proses yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi,
dan pelaporan. Tertibnya penatausahaan barang milik daerah sekaligus
mewujudkan tata kelola barang milik daerah yang tertib, efektif, dan akuntabel.
Untuk mewujudkan kondisi tersebut diperlukan sistem pengendalian intern yang
memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan pemerintah daerah.
Pentingnya sistem pengendalian intern menjadi dasar keluarnya Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI pada
Pemerintah Kabupaten Bogor dari tahun 2010-2014 selalu terdapat kelemahankelemahan implementasi sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang
milik daerah. Salah satu dampaknya adalah opini laporan keuangan Kabupaten
Bogor mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal-hal yang
menyebabkan kondisi tersebut sangat kuat berhubungan dengan kapasitas petugas
penatausahaan barang milik daerah yang masih kurang baik dan dukungan
pemanfaatan teknologi yang belum memadai.
Penelitian ini bertujuan: (1) melakukan evaluasi atas implementasi sistem
pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bogor; (2) Menganalisis pengaruh sistem informasi dan kompetensi
sumberdaya manusia terhadap sistem pengendalian intern dalam penatausahaan
barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor; dan (3) merumuskan
strategi penguatan sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik
daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor. Analisis yang digunakan pada tujuan
pertama kajian ini adalah metode deskriptif, tujuan kedua menggunakan metode
analisis regresi linier berganda, dan tujuan ketiga menggunakan metode analisis
SWOT dan QSPM. Data yang digunakan adalah data primer dari kuesioner dan
wawancara dan data sekunder berupa data statistik dan hasil laporan.
Hasil kajian menghasilkan: (1) implementasi sistem pengendalian intern
dalam penatausahaan barang milik daerah secara keseluruhan masih kurang baik;
(2) sistem informasi dan kompetensi sumberdaya manusia berpengaruh signifikan
dan positif terhadap sistem pengendalian intern; (3) prioritas strategi yang
digunakan untuk penguatan sistem pengendalian intern adalah strategi peningkatan
kapasitas sumberdaya manusia, pengawasan, dan mitigasi risiko barang milik
daerah dengan dukungan pemanfaatan teknologi informasi. Implementasi strategi
yang dapat dilaksanakan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya
manusia, fungsi pengawasan, dan program mitigasi risiko barang milik daerah.
Kata kunci:
penatausahaan barang milik daerah, sistem pengendalian intern,
analisis SWOT dan analisis QSPM
SUMMARY
RICHARD ANTHONI. Strengthening Strategies of Internal Control Sistem on
Administration of Fixed Asset in Local Government of Bogor Regency. Supervised
by DWI RACHMINA dan TRIAS ANDATI.
Administration of fixed asset has an important role in supporting information
provision of fixed asset on financial report of local government of Bogor regency.
Local government working unit (Satuan Kerja Perangkat Daerah, SKPD) has a
responsibility for administration of fixed asset trough administration and
accounting. Government Regulation Number 27 in 2014 states that the
administration of state/regional fixed asset is a process includes accounting,
inventory, and reporting. Orderly administration of fixed asset at the same time
realizes orderly, effective, and accountable administration of fixed asset. To realize
the conditions, internal control sistems which provide reasonable assurance in
achieving the objectives of regional government is required. The importance of
internal control sistem became the basis of release of Government Regulation
Number 60 Year 2008. Report of audit finding isssued by Audit Board of the
Republic of Indonesia (BPK-RI) on Bogor Regency In year 2010-2014 revealed
that there are always weaknesses in the implementation of the internal control
sistem of fixed asset administration. One of the consequences is the financial
statements opinion of Bogor regency received the title of qualified opinion (Wajar
dengan Pengecualian, WDP). The reason causes these conditions is very strongly
related to the capacity of the administration officer of fixed asset which is still not
good and inadequate in support of technology utilization.
This study aimed to: (1) evaluate the implementation of the internal control
sistem in fixed asset administration of local government of Bogor Regency; (2)
analyze the effects of the information sistems and competence of human resources
on the internal control sy administration of local government of Bogor Regency;
and (3) formulate strategies to strengthen internal control sistems on fixed asset
administration of local government of Bogor Regency. First aim was descriptively
analyzed, second aim was analyzed using multiple linear regression analysis, and
the third aim was analyzed using Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats
(SWOT) analysis and Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) method. The
data used were primary data from both questionnaires and interviews and secondary
data was obtained from statistics data and reports.
The results of the study revealed that: (1) the implementation of internal
control sistems in fixed asset administration overall was still not good; (2) the
information sistems and human resource competencies significantly affected and
had a positive impact on internal control sistem; (3) the priority strategies used to
strengthen internal control administration was a strategy for improving the capacity
of human resources, monitoring and risk mitigation of fixed asset by support of
information technology utilization. Strategies can be implemented is to improve the
quality and quantity of human resources, the monitoring function, and risk
mitigation programs of fixed asset.
Keyword: Administration of fixed asset, internal control sistems, SWOT analysis,
QSPM method
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGUATAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
DALAM PENATAUSAHAAN BARANG MILIK DAERAH
PADA PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
RICHARD ANTHONI
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Prof Dr Ir Yusman Syaukat, MEc
Judul Tugas Akhir : Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam
Penatausahaan Barang Milik Daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bogor
Nama
: Richard Anthoni
NRP
: H252144115
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua
Dr Ir Trias Andati, MM MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
26 Oktober 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillahirrobbilalamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah sistem pengendalian
intern dengan judul Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam
Penatausahaan Barang Milik Daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Dwi Rachmina, MSi, selaku
Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Trias Andati, MM.MSc selaku anggota
Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada jajaran pimpinan Dinas Pengelola
Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, Bapak Rely selaku Sekretaris
Dinas, Bapak Iman selaku Kepala Bidang Aset, dan Ibu Yeni Naryani selaku
Kepala Sub Bagian Penatausahaan Barang Milik Daerah, dan seluruh staf Bidang
Aset DPKBD Kabupaten Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada istri tercinta Rita
Heryani, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan serta anak-anak tercinta:
Kakak Zaky dan Adek Hanif, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2016
Richard Anthoni
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
5
7
8
8
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teoritis
Kajian Empirik
8
8
16
3 KERANGKA PEMIKIRAN
18
4 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penentuan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Uji Instrumen
Uji Asumsi Klasik
Metode Pengolahan dan Analisis Data
20
20
20
23
25
26
27
5 GAMBARAN UMUM
Sejarah Kabupaten Bogor
Visi dan Misi Kabupaten Bogor
Kondisi Geografis
Kondisi Demografis
Kondisi Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kondisi Pemerintahan
Gambaran Umum Barang Milik Daerah Kabupaten Bogor
35
35
36
36
38
39
40
41
43
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Penatausahaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah
Kabupaten Bogor
Analisis Implementasi Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan
Barang Milik Daerah
Pengaruh Sistem Informasi dan Kompetensi Sumberdaya Manusia
terhadap Sistem Pengendalian Intern Penatausahaan Barang Milik
Daerah
Pengaruh Sistem Informasi terhadap Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Barang Milik Daerah
Pengaruh Kompetensi Sumberdaya Manusia terhadap Sistem
Pengendalian Intern Penatausahaan Barang Milik Daerah
45
45
47
47
50
57
61
63
Hubungan Sistem Pengendalian Intern dengan Penatausahaan Barang
Milik Daerah
Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan
Barang Milik Daerah
Perencanaan implementasi strategi
Indikator Kinerja Kunci dalam Penguatan Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Barang Milik Daerah Kabupaten Bogor
Implikasi Manajerial
64
65
71
73
77
6 SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN
Simpulan
Saran
Keterbatasan Penelitian
78
78
79
79
DAFTAR PUSTAKA
80
LAMPIRAN
84
RIWAYAT HIDUP
96
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Laju peningkatan jumlah barang milik daerah Kabupaten Bogor
Temuan pemeriksaan BPK-RI atas sistem pengendalian intern terkait
Jumlah SKPD di Kabupaten Bogor tahun 2015
Klasifikasi pengelolaan barang milik daerah berdasarkan kinerja dan
Pengelompokan jumlah dan kriteria SKPD Pemerintah Daerah
Jumlah SKPD berdasarkan jumlah aset tetap yang dikelola dan kinerja
Interpretasi koefisien korelasi nilai r
Rincian rencana pengolahan dan analisis data penelitian
Unsur-unsur sistem pengendalian intern beserta faktor-faktor yang
Kriteria penilaian implementasi sistem pengendalian intern
Matrik evaluasi faktor internal
Matrik evaluasi faktor ekternal
Matrik analisis SWOT
Matriks perencanaan strategis kuantitatif
Persentase laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor tahun 2014-2018
Jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) menurut golongan dan jenis kelamin
di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2014
Jumlah pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor berdasarkan golongan
Jumlah pejabat struktural berdasarkan eselon yang dimiliki Pemerintah
Gambaran umum barang milik daerah Kabupaten Bogor
Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin
Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran responden berdasarkan jabatan
Sebaran responden berdasarkan pengalaman
Persepsi responden terhadap lingkungan pengendalian
Persepsi responden terhadap unsur penilaian risiko
Persepsi responden terhadap unsur kegiatan pengendalian
Persepsi responden terhadap unsur informasi dan komunikasi
Persepsi responden terhadap unsur pemantauan
Persepsi responden terhadap sistem pengendalian intern dalam
penatausahaan barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Bogor
tahun 2015
Permasalahan utama sistem pengendalian intern berdasarkan persepsi
responden penelitian
Hasil uji validitas data
Hasil uji realibilitas data
Hasil uji asumsi klasik
Estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengendalian intern
Hasil uji korelasi sistem pengendalian intern dengan penatausahaan
barang milik daerah menggunakan korelasi rank spearman
Faktor Kekuatan dan Kelemahan dalam implementasi sistem
Faktor peluang dan ancaman dalam implementasi sistem
3
6
21
22
22
23
26
27
28
29
33
33
34
34
41
42
42
42
45
46
46
46
47
51
53
54
55
56
56
57
58
58
59
60
64
65
66
38
39
40
41
42
43
44
45
Matriks kombinasi skor faktor evaluasi internal dan eksternal
Matriks SWOT dan alternative strategi dalam penguatan sistem
Matrik QSPM dalam pemilihan strategi
Implementasi kebijakan penguatan sistem pengendalian intern dalam
penatausahaan barang milik daerah pada pemerintah Kabupaten Bogor
Indikator kinerja kunci penguatan sistem pengendalian intern dalam
Acuan indikator kinerja kunci pencatatan barang milik daerah SKPD
pada Pemerintah Kabupaten Bogor
Acuan indikator kinerja kunci inventarisasi barang milik daerah SKPD
pada Pemerintah Kabupaten Bogor
Acuan indikator kinerja kunci pelaporan barang milik daerah SKPD
pada Pemerintah Kabupaten Bogor
66
68
70
71
74
75
76
77
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Kerangka pemikiran
Langkah perumusan strategi yang komprehensif
Wilayah Kabupaten Bogor
Garis kontinum kondisi sistem pengendalian intern pemerintah
20
35
37
57
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Kuesioner implementasi system pengendalian intern dalam
penatausahaan barang milik daerah
Skor persepsi responden terhadap unsur-unsur sistem pengendalian
intern dalam penatausahaan barang milik daerah
Hasil asumsi klasik
Hasil uji regresi
Data uji pengaruh sistem informasi, dan kompetensi SDM terhadap
sistem pengendalian intern menggunakan regresi linier berganda
Data uji korelasi sistem pengendalian intern dengan penatausahaan
barang milik daerah menggunakan spearman rank
85
90
92
93
94
95
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelaksanaan sistem desentralisasi/otonomi daerah di Indonesia sudah lebih
dari satu dekade berlalu, dalam kurun waktu yang sudah berjalan tersebut
diharapkan setiap pemerintah daerah sudah bisa mengurus rumah tangganya
sendiri, terutama pada bidang-bidang tertentu sudah lepas dari pemerintah pusat.
Dengan otonomi daerah tersebut diharapkan peran pemerintah pusat mulai
mengecil namun sebaliknya peran pemerintah daerah diharapkan justru semakin
besar dalam pembangunan di wilayahnya. Keluarnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah telah membuka peluang dan kewenangan
bahwa penyelenggaraan pemerintah di daerah mengalami perubahan paradigma
yang sangat mendasar di seluruh aspek.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada
daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin
mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya
terkandung tiga misi pelaksanaan otonomi daerah yaitu (1) menciptakan efisiensi
dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah; (2) meningkatkan kualitas
pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat; (3) memberdayakan dan
menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan
(Mardiasmo 2002a).
Pelaksanaan otonomi daerah tentunya bertujuan untuk menciptakan tata
kelola pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel. Dalam proses
perwujudannya disamping harus didukung oleh sumberdaya keuangan tetapi juga
sumberdaya barang milik daerah. Kedua sumberdaya ini merupakan unsur yang
tidak dipisahkan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD).
Semangat dalam menciptakan tata kelola yang baik sejalan dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara,
pemerintah pusat dan daerah telah berkomitmen kuat untuk membangun keuangan
negara/daerah yang sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance) melalui pengelolaan keuangan yang akuntabel. Dengan
komitmen yang kuat tersebut telah terjadi perubahan sangat mendasar dan bersifat
menyeluruh dan masiv termasuk di dalamnya adalah pengelolaan barang milik
negara/daerah. Semakin baik akuntabilitas publik suatu daerah didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas, maka akan semakin efektif pengelolaan aset
daerah (Pekei et al. 2014).
Menurut Wonggow el al. (2014) menjelaskan bahwa pengelolaan barang
milik daerah berpengaruh terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi
daerah yang memiliki sumber daya yang memadai serta mampu dalam
pengembangan daerah, tergantung pada cara pengelolaan barang milik daerah.
Pengelolaan barang milik daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan
efektif atau memenuhi value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas
dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pengelolaan barang milik daerah merupakan komponen penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, maka barang milik
2
daerah perlu dikelola secara tertib, akuntabel dan transparan dengan
mengedepankan good governance agar dimanfaatkan secara optimal dalam rangka
mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat. Maka diperlukan instrument yang tepat untuk melakukan pengelolaan
aset daerah secara professional, transparan, akuntabel, efisien dan efektif mulai dari
perencanaan, pengelolaan/ pemanfaatan dan pengawasannya. (Mardiasmo 2002b).
Aset daerah merupakan sumberdaya penting bagi pemerintah daerah sebagai
penopang utama pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah
daerah untuk dapat mengelola aset secara memadai. Dalam pengelolaan aset,
pemerintah daerah harus menggunakan pertimbangan aspek perencanaan
kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan atau penggunaan,
pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan tuntutan ganti rugi
agar aset daerah mampu memberika kontribusi optimal bagi pemerintah daerah
yang bersangkutan1
Aktiva tetap/barang milik daerah merupakan komponen aktiva/aset operasi
pemerintah yang sangat penting dalam menjalankan operasional pemerintahan.
Aktiva tetap memiliki sifat yang rentan terhadap penurunan kapasitas sejalan
dengan penggunaan atau pemanfaatannya. Oleh karena itu, pemerintah harus
menyajikan informasi tentang nilai aktiva tetap secara memadai agar dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan aktiva, yang meliputi
perencanaan, penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pertukaran,
pelepasan dan penghapusan (Mursyidi 2009).
Aset tetap merupakan salah satu unsur yang harus dikelola dengan baik agar
menghasilkan informasi yang andal dalam laporan keuangan daerah. Pengelolaan
aset tetap daerah merupakan upaya meningkatkan efisiensi, efektifitas dan
menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset, menjadi modal awal bagi
pemerintah daerah untuk melakukan pengembangan kemampuan keuangannya
serta dapat menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi
pelayanan publik kepada masyarakat (Kolinuq et al. 2015).
Dengan demikian bahwa pengelolaan barang milik Negara/daerah
mendapatkan peran yang sangat strategis sebagai salah satu indikator penting
pengelolaan keuangan negara/daerah dalam mewujudkan akuntabilitas keuangan
negara/daerah. Pentingnya kerangka pengelolaan aset di sektor publik pada
pemerintah daerah telah diakui dan disadari diseluruh dunia, penerapannya tidaklah
bersifat sederhana karena banyak masalah yang terkait dengan pengelolaan aset
sektor publik (Hanis et al. 2010).
Sebagai standar dalam pengelolaan barang milik daerah dalam mendukung
LKPD, pemerintah pusat telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2006 yang mengalami beberapa kali perubahan, hingga terbit Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2014, sedangkan untuk implementasinya pengelolaan barang
milik daerah Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah. lingkup pengelolaan barang milik daerah dimaksud meliputi (1)
1
Sumber: Sutaryo. 2008. Manajemen Aset Daerah. www. sutaryofe. staff. uns. ac. id. diunduh 7
April 2016.
3
perencanaan kebutuhan dan penganggaran, (2) pengadaan, (3) penggunaan, (4)
pemanfaatan (meliputi sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun
guna serah/bangun serah guna, (5) pengamanan (meliputi administrasi, fisik dan
hukum) dan pemeliharaan, (6) penilaian, (7) penghapusan, (8) pemindahtanganan
(meliputi penjualan, tukar menukar, hibah, dan Penyertaan Modal Pemerintah),
(9) penatausahaan (meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan), dan (10)
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah otonomi yang diwajibkan
undang-undang untuk melaksanakan pengelolaan barang milik daerah. Pada setiap
SKPD barang milik daerah merupakan salah satu faktor yang paling strategis dalam
pengelolaan keuangan daerah. Nilai barang milik daerah yang dimiliki SKPD
merupakan nilai yang paling besar dibandingkan dengan akun lain pada laporan
keuangan. Keberadaan barang milik daerah sangat mempengaruhi kelancaran roda
pemerintahan dan pembangunan. Barang milik daerah memiliki fungsi yang sangat
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, tetapi dalam pelaksanaan
pengelolaannya sering kali terdapat berbagai persoalan. Adapun jumlah barang
milik daerah yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2010-2014 tersaji
pada pada tabel 1.
Tabel 1 Laju peningkatan jumlah barang milik daerah Kabupaten Bogor
tahun 2010-2014
Penyusunan
Jumlah Aset Tetap
Total Aset
Persentase
Laporan
Berwujud (trilyun rupiah)
(trilyun rupiah)
(%)
(tahun)
2010
6.22
7.10
88
2011
6.91
8 00
86
2012
12.16
13.58
90
2013
13.42
15.02
89
2014
15.40
18.17
85
Sumber: DPKBD Kabupaten Bogor 2015 (diolah)
Keberadaan barang milik daerah yang terdiri dari tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya, konstruksi
dalam pengerjaanyang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bogor harus dikelola
dengan tertib, teratur, dan dikendalikan secara baik. Pemerintah Kabupaten Bogor
telah mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan barang milik
daerah dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 dan Peraturan Bupati
Nomor 65 Tahun 2013 tentang Sistem dan Prosedur Penatausahaan Barang Milik
Daerah. Regulasi ini diharapkan mampu menjadi sendi dalam penatausahaan
barang milik daerah dan meningkatkan tata kelola barang milik daerah. Oleh karena
itu dalam menjaga dan menciptakan penatausahaan barang milik daerah yang baik
yang mampu upaya mencegah risiko penyimpangan akan terjadi, maka peran sistem
pengendalian intern sangat penting untuk dilakukan.
Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pengelolaan barang milik
daerah secara berdayaguna dan berhasil guna, maka fungsi pembinaan, pengawasan
4
dan pengendalian sangat penting untuk menjamin tertib administrasi pengelolaan
barang milik daerah2.
Sebagai pondasi bagi seluruh proses pengamanan dalam pengelolaan aset
negara, setiap instansi pemerintah harus menciptakan dan memelihara lingkungan
dalam organisasi yang mendorong perilaku (behavior) positif dan manajemen yang
sehat. Utamanya adalah mendorong tersedianya seluruh pengelola aset negara yang
memiliki kesadaran (awareness) yang kuat tentang pentingnya penegakan sistem
pengendalian intern (Hamidah 2014).
Salah satu tahapan dalam siklus pengelolaan barang milik daerah adalah
penatausahaan barang milik daerah. Peranan penatausahaan aset dalam pengelolaan
aset daerah adalah sangat strategis karena banyak kebijakan bersumber pada data
yang diperoleh dari kegiatan penatausahaan barang milik daerah yang meliputi
kegiatan pencatatan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah. Hal ini
sangatlah beralasan karena jumlah aset tetap yang di miliki oleh suatu
kabupaten/kota sangat mendominasi dari total aset yang di miliki. Oleh karena itu
jika tidak terdapat sistem pengendalian intern yang optimal akan menimbulkan
dampak yang signifikan terhadap jalannya pemerintahan daerah.
Pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern dalam usaha untuk menutup segala
kemungkinan-kemungkinan penyimpangan yang terjadi baik secara akuntansi
maupun secara administratif. Peran dan fungsi sistem pengendalian intern
pemerintah sangat penting dalam pemerintahan dan pembangunan. Perannya
seperti sistem deteksi dini (early warning system) atas berbagai potensi
penyalahgunaan wewenang, potensi kerugian negara, inefisiensi dan
ketidakefektifan program pembangunan. SPIP yang berjalan efektif akan
meningkatkan capaian kinerja pembangunan dan mengurangi kerja penindakan
dalam pemberantasan korupsi.3
Banyak provinsi/kabupaten/kota dalam pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia terkendala dalam meraih opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) oleh sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang
milik daerah yang belum memadai. Senada dengan hal tersebut Informasi yang
diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan dan Barang Daerah (DPKBD)
Kabupaten Bogor dari tahun 2010 hingga 2014, masih meraih predikat opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK-RI karena salah satu penyebabnya adalah
masalah penatausahaan barang milik daerah4.
Opini WTP bukanlah menjadi tujuan akhir atau tolok ukur dari penatausahaan
barang milik daerah karena tidak menjamin proses penatausahaan barang milik
daerah suatu provinsi/kabupaten/kota sudah pasti berjalan baik secara keseluruhan,
tetapi BPK-RI hanya menilai kesesuaian proses laporan keuangan suatu daerah
provinsi/kabupaten/kota dengan standar akuntansi pemerintah (SAP). Menurut
Chrisnandi (2016) bahwa opini laporan keuangan WTP yang diberikan BPK-RI
terhadap instansi pemerintah bukanlah sebuah prestasi melainkan kewajiban,
2
Sumber: Sutaryo. 2008. Manajemen Aset Daerah. www. sutaryofe. staff. uns. ac. id. di unduh 7
April 2016.
3
Sumber: Prasojo, Eko. 2015. Revitalisasi Pengawasan Internal.www.ekoprasojo.com.di unduh 7
April 2016
4
Sumber: DPKBD Kabupaten Bogor. 2016.Wawancara pendahuluan dengan Kepala Sub Bagian
Penatausahaan Barang Milik Daerah.
5
prestasi itu adalah kinerja, sehingga perolehan WTP tidak perlu dibanggakan secara
berlebihan5
Dalam setiap pemeriksaan BPK-RI pada Pemerintah Kabupaten Bogor selalu
terdapat temuan kelemahan sistem pengendalian intern penatausahaan barang milik
daerah. Berdasarkan survei pendahuluan pada Kantor Dinas Pengelola Keuangan
dan Barang Daerah permasalahan barang milik daerah yang sering terjadi adalah:
a) Sering terjadi ketidaksesuaian antara barang yang tercatat dalam pembukuan
dengan kondisi yang sebenarnya;
b) Barang milik daerah yang hilang, belum tercatat, kesalahan dalam pos
pencatatan, berpindah posisi atau dikuasai pihak lain;
c) Adanya barang milik daerah yang bersumber dari anggaran non APBD,
diantaranya adalah barang-barang yang berasal dari program pemerintah pusat
seperti BOS (Bantuan Operasional Sekolah), PNPM Mandiri, Bantuan Sosial
(Bansos) yang disalurkan tanpa melalui koordinasi dengan DPKBD yang
sehingga menjadi temuan;
d) Tanah berupa fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) dari banyak
perumahan yang sudah diserahkan oleh pengembang perumahan belum tercatat
dengan baik.
e) Jumlah dan kualitas sumberdaya manusia yang tersedia yaitu pegawai yang ahli
dalam bidang pengelolaan barang milik daerah yang menyebabkan
penatausahaan barang milik daerah cenderung belum optimal.
Kelemahan-kelemahan yang terjadi tersebut sering dikaitkan dengan peran
kapasitas (kualitas dan kuantitas) sumberdaya manusia penatausahan barang milik
daerah dan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi sebagai sarana dalam
menata barang milik daerah. Berdasarkan permasalahan-permasalah tersebut,
kajian ini mencoba menjawab permasalahan yang telah dijelaskan diatas terhadap
penguatan sistem pengendalian intern pemerintah dalam penatausahaan barang
milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah
Pengelolaan aset negara yang profesional dan modern dengan
mengedepankan good governance diharapkan akan mampu meningkatkan
kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari masyarakat/stakeholder6.
Pengelolaan barang milik daerah yang sebelumnya hanya merupakan suatu
pekerjaan bersifat administratif, namun setelah terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2006 yang menghendaki pengelolaan secara lebih maju dalam
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola
barang milik daerah. Penekanan terhadap prinsip good governance merupakan
suatu hal yang tidak terpisahkan dalan pengelolaan barang milik daerah. Menurut
Mardiasmo (2002a) bahwa prinsip dasar dalam pengelolaan barang milik daerah
adalah (1) perencanaan yang tepat; (2) pemanfaatan secara efisien dan efektif; (3)
pengawasan (monitoring).
5
Sumber: Chrisnandi, Yudhi. 2016. Opini WTP dari BPK-RI bukan prestasi.
http://www.neraca.co.id. di unduh 17 Juni 2016
6
Sumber: [Kemenkeu] Kementerian Keuangan RI. 2013. Modul Pengelolaan Barang Milik Daerah.
ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id. di unduh tanggal 18 April 2013
6
Salah satu unsur penting dalam proses pengelolaan barang milik daerah yang
mampu mempengaruhi penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
adalah penatausahaan barang milik daerah. Aspek penatausahaan barang milik
daerah yang belum memadai kerap menjadi temuan dalam setiap laporan BPK-RI
pada pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota.
Kabupaten Bogor dalam kurun waktu empat tahun dari 2010-2014
menyatakan bahwa kondisi penatausahaan barang milik daerah belumlah memadai
karena lemahnya implementasi sistem pengendalian intern. Kondisi ini
mengakibatkan pada akhir tahun 2014 nilai barang milik daerah yang terdapat pada
LKPD belum dapat diyakini kewajarannya. Permasalahan penatausahaan barang
milik daerah pada Kabupaten Bogor merupakan masalah yang selalu menjadi
temuan dari BPK-RI setiap tahunnya. Wawancara yang dilakukan dengan Kepala
Sub Bidang Penatausahaan Barang Daerah DPKBD Pemerintah Kabupaten Bogor
menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan opini WDP yang diraih
Kabupaten Bogor adalah faktor barang milik daerah7. Bentuk temuan dalam
Laporan Hasil Pemeriksanaan (LHP) BPK-RI terkait lemahnya sistem
pengendalian dalam penatausahaan barang milik daerah tersaji pada tabel 2.
Tabel 2 Temuan pemeriksaan BPK-RI atas sistem pengendalian intern terkait
barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2010-2014
No
1
2
3
4
5
Tahun
Hasil Pemeriksaan
2010 a) Pengamanan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Bogor
sebanyak 3945 bidang seluas 20.5 juta m2 belum optimal
b) Nilai aset jalan, irigasi dan jaringan sebesar 2 trilyun tidak
didukung nilai rincian tiap ruas jalan
c) Aset lainnya seperti barang rusak berat senilai 41 milyar tidak
dapat ditelusuri keberadaannya
2011 a) Pengendalian pengelolaan barang daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bogor tahun anggaran 2011 belum sepenuhnya
memadai
b) Aset tetap belum seluruhnya disajikan dalam neraca per 31
Desember 2011
c) Rincian aset tetap Pemerintah Kabupaten Bogor per 31
Desember 2011 belum sepenuhnya didukung informasi,
identifikasi dan satuan ukuran yang memadai
2012 Penatausahaan dan pencatatan aset tetap belum memadai
2013 a) Saldo aset tetap yang tersaji dalam neraca per 31 Desember 2013
tidak dapat diyakini kewajarannya.
b) Aset dengan kondisi rusak berat yang tersaji dalam akun aset
lainnya sebesar 3.8 milyar tidak ditemukan keberadaannya
2014 Pengelolaan dan penatausahaan aset tetap belum memadai sehingga
saldo aset per 31 Desember 2014 belum dapat diyakini
kewajarannya sebesar 135.7 milyar
Sumber: LHP BPK-RI tahun 2010-2014
7
Sumber: DPKBD Kab. Bogor. 2016. Hasil wawancara pendahuluan dengan Kasubag
Penatausahaan Barang Milik Daerah Pemkab. Bogor tanggal 15 Februari 2016
7
Dari tahun 2010-2014 terdapat temuan yang berkaitan dengan penatausahaan
barang milik daerah. Temuan tersebut seyogyanya makin lama makin berkurang
namun yang terjadi kecenderungan berfluktuasi. Dapat disimpulkan bahwa
pengendalian barang milik daerah di Kabupaten Bogor belum terimplementasi
dengan memadai dan masih rentan akan penyimpangan dan kecurangan.
Berdasarkan masalah tersebut sehingga diperlukan kajian “Bagaimana
implementasi sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik
daerah pada SKPD di Kabupaten Bogor.
Sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik daerah
merupakan bagian dari pengelolaan barang milik daerah yang mencakup
pengendalian dalam bentuk akuntansi dan administratif, termasuk ke dalamnya
tindakan upaya hukum dalam pengamanan aset. Menciptakan sistem pengendalian
intern yang memadai harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 yang menyatakan bahwa sistem pengendalian intern terdiri dari lima unsur
penting yaitu (1) lingkungan Pengendalian; (2) penilaian risiko; (3) kegiatan
pengendalian; (4) informasi dan komunikasi; (5) pemantauan. Di sisi lain kegiatan
penatausahaan barang milik daerah tidak terlepas dari faktor pelaksananya yaitu
kompetensi sumberdaya manusia dimiliki serta sarana pendukung utama yaitu
pemanfaatan teknologi informasi.
Menurut Nancy (2015) menyatakan bahwa faktor sumberdaya manusia
mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan penatausahaan barang
milik daerah. Selain sumberdaya manusia faktor sistem informasi memegang
peranan penting dalam proses pengelolaan aset pemerintah daerah, karena dengan
adanya sistem informasi barang milik daerah pengelolaan aset akan lebih tertata,
akuntabel dan transparan serta dapat mengurangi beban kerja (Rizqi et al. 2013).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kajian yang akan dilakukan adalah
“Bagaimanakah pengaruh sistem informasi dan kompetensi sumberdaya
manusia terhadap implementasi sistem pengendalian intern
dalam
penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor?”
Informasi yang diperoleh berdasarkan hasil analisis implementasi sistem
pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik daerah beserta dengan
faktor-faktor yang terbukti berpengaruh dalam implementasi sistem pengendalian
intern dalam penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten
Bogor, merupakan bahan dalam menyusun kajian utama tulisan ini yaitu
“Bagaimana strategi penguatan sistem pengendalian intern pemerintah dalam
penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor”
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pembatasan atas unsur teknis pengelolaan
barang milik daerah berdasarkan Permendagri 17 Tahun 2007 yang hanya
menekankan pada tahap penatausahaan barang milik daerah. Sedangkan dalam
analisis sistem pengendalian intern pemerintah mengukur seluruh unsur sistem
pengendalian intern pemerintah. Sehingga penelitian ini terbatas meneliti tentang
penguatan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap penatausahaan barang
milik daerah, untuk selanjutnya menyusun strategi penguatan sistem pengendalian
intern pemerintah penatausahaan barang milik daerah pada pemerintah Kabupaten
8
Bogor secara konfrehensif dengan melihat dari lintas SKPD tanpa melibatkan
penatausahaan barang milik daerah pada tingkat kecamatan.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas,
maka tujuan dari kajian ini adalah untuk:
1) Melakukan evaluasi atas implementasi sistem pengendalian intern pemerintah
dalam penatausahaan barang milik daerah pada SKPD Pemerintah Kabupaten
Bogor
2) Menganalisis pengaruh sistem informasi dan kompetensi sumberdaya manusia
terhadap sistem pengendalian intern pemerintah dalam kegiatan penatausahaan
barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor
3) Menyusun dan merumuskan strategi dalam mendukung penguatan sistem
pengendalian intern pemerintah dalam kegiatan penatausahaan barang milik
daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari kajian ini adalah:
1) Memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap kondisi
implementasi sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik
daerah
2) Memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor tentang faktor
pengaruh penatasahaan barang milik daerah
3) Memberikan masukan strategi yang perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten
Bogor dalam memperkuat dengan sistem pengendalian intern dalam
penatausahaan barang milik daerah
4) Untuk pengembangan kajian selanjutnya selanjutnya yang berkaitan dengan
implemantasi sistem pengendalian intern di Pemerintah Kabupaten Bogor.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teoritis
Sistem Pengendalian Intern
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Konsep ini sejalan
dengan konsep yang dikeluarkan oleh US-GAO (United State-Government
Accountability Office) yang menyatakan bahwa pengendalian intern adalah bagian
9
integral dari manajemen organisasi yang memberikan keyakinan yang wajar dalam
mencapai tujuan yang akan dicapai yang meliputi:
1) efektivitas dan efisiensi operasi
2) keandalan pelaporan keuangan
3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dari sudut pandang yang sama Mulyadi (2010) mengatakan bahwa
pengendalian internal meliputi organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang
dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan
keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipenuhinya
kebijakan manajemen. Selanjutnya Bastian (2010) menyatakan bahwa
pengendalian intern adalah metode, prosedur, atau sistem yang dirancang untuk
meningkatkan efisiensi, memastikan penerapan kebijakan dan melindungi aktiva
atau semua ukuran yang digunakan dalam suatu organisasi untuk meyakinkan
manajemen bahwa organisasi akan beroperasi sesuai dengan rencana dan kebijakan
manajemen.
Menurut Ikatan Akuntan Publik Indonesia (2011) dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) Nomor 319 menyatakan bahwa Pengendalian intern adalah
suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris manajemen, dan personel lain
entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian
tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan
efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Sistem pengendalian internal merupakan bagian integral dari setiap kebijakan
keuangan dan bisnis organisasi dan prosedur, yang meliputi semua tindakan yang
diambil oleh organisasi untuk: (1) melindungi sumberdaya terhadap limbah,
penipuan dan inefisiensi; (2) memastikan akurasi dan keandalan data akuntansi dan
operasi; (3) memastikan kepatuhan dengan kebijakan organisasi; (4) mengevaluasi
tingkat kinerja di semua unit organisasi organisasi8. Wujud dari pengendalian intern
itu sendiri adalah terdiri rencana organisasi dan semua metode dan langkah-langkah
yang diadopsi dalam suatu lembaga untuk memastikan bahwa: (1) sumber daya
yang digunakan sesuai dengan undang-undang, peraturan dan kebijakan; (2)
sumberdaya dijaga dari risiko kerugian, pemborosan dan penyalahgunaan; (3)
informasi keuangan dan non-keuangan yang handal, akurat dan tepat waktu; (4)
operasi yang ekonomis, efisien dan efektif.9
Pendapat lain mengatakan bahwa pengendalian intern adalah sistem, proses
dan prosedur yang ditetapkan dalam entitas untuk memastikan bahwa rencana
manajemen dan tujuan diimplementasikan.10 Sistem pengendalian intern yang
efektif menyediakan tingkat jaminan bahwa informasi keuangan adalah handal dan
pemerintah daerah sedang mempertemukan tingkat kepatuhan atas regulasiregulasi yang diterapkan dan prosedur-prosedur internal organisasi. Mencapai
kepatuhan terhadap peraturan harus dipandang sebagai tujuan fundamental dari
sistem pengendalian intern yang efektif dengan peningkatan lebih lanjut menjadi
8
Sumber: City of Tampa Florida. 2013. Internal Control for Local Government.
http://www.tampagov.net. di unduh 22 April 2016
9
Sumber: RufoR. Mendoza. 2010. Internal Control Sistem in The Government.
https://www.scribd.com. di unduh 22 April 2016
10
Sumber: Government of South Africa. 2015. Local Government Capital Asset Management
Guideline.https://www.westerncape.gov.za. di unduh 22 April 2016
10
berkelanjutan sebagai bagian dari proses manajemen risiko organisasi secara
keseluruhan. Mengembangkan pengendalian internal yang tepat untuk
meminimalkan risiko, kecurangan atau kesalahan pada tingkat yang memadai
dicapai melalui pemahaman yang baik dari kedua kerangka legislatif dan praktik
manajemen risiko.11
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa
pengendalian intern adalah suatu proses yang integral yang dipengaruhi oleh
manusia didalamnya (soft control) dalam melaksanakan pekerjaan mencapai tujuan
organisasi. Pengendalian intern merupakan suatu rangkaian aktivtas yang bersifat
saling berkaitan dan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. Pengendalian
intern dimulai dari penyusunan pedoman dan kebijakan harus dilaksanakan oleh
semua lini organisasi mulai dari kepala daerah, kepala SKPD, hingga staf yang
paling rendah. Dengan demikian pengendalian diharapkan memberikan keyakinan
yang memadai dan bukan keyakinan mutlak bagi pemerintah daerah dan jajarannya
dalam mencapai tujuan efisien, efektif, dan akuntabel dalam pelaporan keuangan,
kepatuhan, dan operasi.
Menurut Mulyadi (2010) mengatakan bahwa tujuan sistem pengendalian
intern untuk memastikan apakah bawahannya telah melaksanakan tugasnya sesuai
dengan sistem dan prosedur sehingga terhindar dari kemungkinan adanya
kecurangan/penyimpangan. Dengan adanya pengendalian intern diharapkan
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi agar
diambil tindakan-tindakan untuk memperbaikinya, baik pada saat itu maupun pada
masa yang akan datang.
Menurut Mahmudi (2010) mengatakan bahwa tujuan dibangunnya sistem
pengendalian intern adalah (1) melindungi aset negara baik aset fisik maupun data;
(2) memelihara catatan dan dokumen secara rinci dan akurat; (3) menghasilkan
informasi keuangan yang akurat, relevan, dan andal; (4) memberikan jaminan yang
memadai bahwa laporan keuangan pemerintah telah disusun sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku (Standar Akuntansi Pemerintah/SAP); (5) meningkatkan
efisiensi dan efektivitas operasi organisasi; (6) menjamin ditaatinya kebijakan
manajemen dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengendalian intern sangat penting untuk operasi yang efektif dari
pemerintah daerah, pengendalian internal merupakan kegiatan atau prosedur
dirancang untuk memberikan keyakinan memadai bahwa pelaksanaan suatu
pekerjaan akan sesuai rencana, tanpa pengendalian intern yang memadai,
manajemen memiliki sedikit jaminan bahwa tujuan dan sasaran yang akan
dicapai12. Dengan pengendalian intern, dapat membantu dan memastikan bahwa
suatu instansi akan berkinerja seperti yang diharapkan.
Menurut Committee of Sponsoring Organizations (COSO) dalam Arens et al.
(2008) menyatakan bahwa terdapat lima elemen/unsur yang saling terkait dari
kerangka kerja pengendalian internal yang harus dirancang dan diimplementasikan
oleh setiap organisasi dalam memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan
11
Sumber: Australian Local Government.2014. Australian Local Government Accounting Manual,
Section 7-Internal Control Framework. https://www.dlgc.wa.gov.au. di unduh 22 April 2016
12
Sumber: Dinapoli, P Thomas. 2010. Local Government Management Guide: Management
Responsibility of Internal Control. https://www.osc.state.ny.us. di unduh 22 April 2016
11
pengendalian dapat dicapai. Berdasarkan COSO dan Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 2008 unsur sistem pengendalian intern adalah:
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian yang baik wajib diciptakan oleh setiap pimpinan
SKPD, sehingga lingkungan lingkungan pengendalian yang tercipta mampu
menciptakan hal yang positif dan kondusi dalam lingkungan pekerjaan dengan
indikator:
a) penegakan integritas dan nilai etikaf;
b) komitmen terhadap kompetensi;
c) kepemimpinan yang kondusif;
d) pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e) pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f) penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber
daya manusia.
2. Penilaian Risiko
Dalam Penilaian risiko, pimpinan SKPD harus mampu mengantisipasi segala
risiko yang mungkin akan terjadi dikaitkan dengan tujuan yang akan diraih oleh
instansi. Penilaian risiko yang dilakukan hendaknya pararel dengan kegiatan
penyusunan perencanaan instansi SKPD. Indikator implementasi penilaian
risiko adalah:
a) identifikasi risiko;
b) analisis risiko.
3. Kegiatan Pengendalian
Dalam implementasi kegiatan pengendalian, pimpinan instansi pemerintah wajib
menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas,
dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan. kegiatan
pengendalian tersebut sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai
berikut:
(a) kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi
pemerintah;
(b) kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;
(c) kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus instansi
pemerintah;
(d) kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
(e) prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan
secara tertulis; dan
(f) kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
4. Informasi dan Komunikasi
Indikator pengukuran implementasi informasi dan komunikasi yang baik adalah:
a) menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi;
b) mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus
menerus
5. Pemantauan Pengendalian Intern yang dilakukan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan
reviu lainnya.
Keberhasilan keseluruhan dari sistem pengendalian internal tergantung pada
seberapa efektif masing-masing fungsi elemen ini dan seberapa baik setiap unsur
12
terkoordinasi dan terintegrasi satu sama lain. Menurut Badara dan Saidin (2013)
dalam penelitiannya yang berjudul Impact of the Effective Internal Control Sistem
on the Internal Audit Effectiveness at Local Government Level menyatakan bahwa
lingkungan pengendalian dan pengawasan berpengaruh pada tingkat efektifitas
pengendalian intern sedangkan informasi dan komunikasi meningkatkan tingkat
keefiktifitasan dari lingkungan pengendalian dan pengawasan.
Menurut Mulyadi (2010) mengatakan bahwa sistem pengendalian intern
mempunyai empat tujuan diantaranya: 1) Menjaga kekayaan organisasi, 2)
Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, 3) Mendorong efisiensi, 4)
Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Sedangkan menurut Committee of
Sponsoring Organizations (COSO) tujuan pengendalian internal adalah (1)
Keandalan pelaporan keuangan; (2) Efektivitas dan efisiensi operasi; (2) Kepatuhan
terhadap peraturan dan hukum yang berlaku
Menurut Internal Audit Consortium Professional Organization dalam
Simangunsong (2014) menyatakan bahwa tujuan umum dari proses pengendalian
internal adalah untuk mendukung pihak yang terlibat dalam kegiatan organisasi
dalam mengelola risiko dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan
dikomunikasikan oleh organisasi dalam kaitan dengan: (1) keandalan dan integritas
informasi keuangan dan operasi, (2) aktivitas operasi dilaksanakan secara efisien
dan mencapai hasil yang diinginkan secara efektif, (3) keamanan aset negara, dan
(4) kegiatan dan keputusan organisasi dalam koridor sesuai dengan hukum dan
peraturan berlaku.
Menurut Arens et al. (2008) manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam
merancang sistem pengendalian intern yang efektif adalah:
1) Reliabilitas pelaporan keuangan
Dalam hal ini manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi
para investor, kreditor, dan pemakai lainnya.
2) Ketaatan pada huku
DALAM PENATAUSAHAAN BARANG MILIK DAERAH
PADA PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
RICHARD ANTHONI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul Strategi Penguatan
Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan Barang Milik Daerah pada
Pemerintah Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016
Richard Anthoni
NIM H252144115
RINGKASAN
RICHARD ANTHONI. Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam
Penatausahaan Barang Milik Daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor.
Dibimbing oleh DWI RACHMINA dan TRIAS ANDATI.
Penatausahaan barang milik daerah memiliki peranan penting dalam
mendukung penyajian informasi barang milik daerah dalam laporan keuangan
Pemerintah Kabupaten Bogor. Setiap SKPD bertanggung jawab melakukan
penatausahaan barang milik daerah secara administrasi dan akuntansi. Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 menyatakan bahwa penatausahaan barang milik
negara/daerah merupakan proses yang meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi,
dan pelaporan. Tertibnya penatausahaan barang milik daerah sekaligus
mewujudkan tata kelola barang milik daerah yang tertib, efektif, dan akuntabel.
Untuk mewujudkan kondisi tersebut diperlukan sistem pengendalian intern yang
memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian tujuan pemerintah daerah.
Pentingnya sistem pengendalian intern menjadi dasar keluarnya Peraturan
Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008. Laporan Hasil Pemeriksaan BPK-RI pada
Pemerintah Kabupaten Bogor dari tahun 2010-2014 selalu terdapat kelemahankelemahan implementasi sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang
milik daerah. Salah satu dampaknya adalah opini laporan keuangan Kabupaten
Bogor mendapat predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Hal-hal yang
menyebabkan kondisi tersebut sangat kuat berhubungan dengan kapasitas petugas
penatausahaan barang milik daerah yang masih kurang baik dan dukungan
pemanfaatan teknologi yang belum memadai.
Penelitian ini bertujuan: (1) melakukan evaluasi atas implementasi sistem
pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bogor; (2) Menganalisis pengaruh sistem informasi dan kompetensi
sumberdaya manusia terhadap sistem pengendalian intern dalam penatausahaan
barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor; dan (3) merumuskan
strategi penguatan sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik
daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor. Analisis yang digunakan pada tujuan
pertama kajian ini adalah metode deskriptif, tujuan kedua menggunakan metode
analisis regresi linier berganda, dan tujuan ketiga menggunakan metode analisis
SWOT dan QSPM. Data yang digunakan adalah data primer dari kuesioner dan
wawancara dan data sekunder berupa data statistik dan hasil laporan.
Hasil kajian menghasilkan: (1) implementasi sistem pengendalian intern
dalam penatausahaan barang milik daerah secara keseluruhan masih kurang baik;
(2) sistem informasi dan kompetensi sumberdaya manusia berpengaruh signifikan
dan positif terhadap sistem pengendalian intern; (3) prioritas strategi yang
digunakan untuk penguatan sistem pengendalian intern adalah strategi peningkatan
kapasitas sumberdaya manusia, pengawasan, dan mitigasi risiko barang milik
daerah dengan dukungan pemanfaatan teknologi informasi. Implementasi strategi
yang dapat dilaksanakan adalah peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya
manusia, fungsi pengawasan, dan program mitigasi risiko barang milik daerah.
Kata kunci:
penatausahaan barang milik daerah, sistem pengendalian intern,
analisis SWOT dan analisis QSPM
SUMMARY
RICHARD ANTHONI. Strengthening Strategies of Internal Control Sistem on
Administration of Fixed Asset in Local Government of Bogor Regency. Supervised
by DWI RACHMINA dan TRIAS ANDATI.
Administration of fixed asset has an important role in supporting information
provision of fixed asset on financial report of local government of Bogor regency.
Local government working unit (Satuan Kerja Perangkat Daerah, SKPD) has a
responsibility for administration of fixed asset trough administration and
accounting. Government Regulation Number 27 in 2014 states that the
administration of state/regional fixed asset is a process includes accounting,
inventory, and reporting. Orderly administration of fixed asset at the same time
realizes orderly, effective, and accountable administration of fixed asset. To realize
the conditions, internal control sistems which provide reasonable assurance in
achieving the objectives of regional government is required. The importance of
internal control sistem became the basis of release of Government Regulation
Number 60 Year 2008. Report of audit finding isssued by Audit Board of the
Republic of Indonesia (BPK-RI) on Bogor Regency In year 2010-2014 revealed
that there are always weaknesses in the implementation of the internal control
sistem of fixed asset administration. One of the consequences is the financial
statements opinion of Bogor regency received the title of qualified opinion (Wajar
dengan Pengecualian, WDP). The reason causes these conditions is very strongly
related to the capacity of the administration officer of fixed asset which is still not
good and inadequate in support of technology utilization.
This study aimed to: (1) evaluate the implementation of the internal control
sistem in fixed asset administration of local government of Bogor Regency; (2)
analyze the effects of the information sistems and competence of human resources
on the internal control sy administration of local government of Bogor Regency;
and (3) formulate strategies to strengthen internal control sistems on fixed asset
administration of local government of Bogor Regency. First aim was descriptively
analyzed, second aim was analyzed using multiple linear regression analysis, and
the third aim was analyzed using Strength, Weakness, Opportunities, dan Threats
(SWOT) analysis and Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) method. The
data used were primary data from both questionnaires and interviews and secondary
data was obtained from statistics data and reports.
The results of the study revealed that: (1) the implementation of internal
control sistems in fixed asset administration overall was still not good; (2) the
information sistems and human resource competencies significantly affected and
had a positive impact on internal control sistem; (3) the priority strategies used to
strengthen internal control administration was a strategy for improving the capacity
of human resources, monitoring and risk mitigation of fixed asset by support of
information technology utilization. Strategies can be implemented is to improve the
quality and quantity of human resources, the monitoring function, and risk
mitigation programs of fixed asset.
Keyword: Administration of fixed asset, internal control sistems, SWOT analysis,
QSPM method
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
STRATEGI PENGUATAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
DALAM PENATAUSAHAAN BARANG MILIK DAERAH
PADA PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
RICHARD ANTHONI
Tugas Akhir
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional
pada
Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir: Prof Dr Ir Yusman Syaukat, MEc
Judul Tugas Akhir : Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam
Penatausahaan Barang Milik Daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bogor
Nama
: Richard Anthoni
NRP
: H252144115
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua
Dr Ir Trias Andati, MM MSc
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Ma’mun Sarma, MS MEc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian:
26 Oktober 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillahirrobbilalamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah sistem pengendalian
intern dengan judul Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam
Penatausahaan Barang Milik Daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr.Ir. Dwi Rachmina, MSi, selaku
Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr. Ir. Trias Andati, MM.MSc selaku anggota
Komisi Pembimbing yang telah banyak memberi saran dan masukan. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada jajaran pimpinan Dinas Pengelola
Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, Bapak Rely selaku Sekretaris
Dinas, Bapak Iman selaku Kepala Bidang Aset, dan Ibu Yeni Naryani selaku
Kepala Sub Bagian Penatausahaan Barang Milik Daerah, dan seluruh staf Bidang
Aset DPKBD Kabupaten Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih yang tidak terhingga disampaikan kepada istri tercinta Rita
Heryani, yang selalu memberikan motivasi dan dukungan serta anak-anak tercinta:
Kakak Zaky dan Adek Hanif, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2016
Richard Anthoni
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xv
DAFTAR GAMBAR
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
1
5
7
8
8
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teoritis
Kajian Empirik
8
8
16
3 KERANGKA PEMIKIRAN
18
4 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penentuan Sampel
Teknik Pengumpulan Data
Uji Instrumen
Uji Asumsi Klasik
Metode Pengolahan dan Analisis Data
20
20
20
23
25
26
27
5 GAMBARAN UMUM
Sejarah Kabupaten Bogor
Visi dan Misi Kabupaten Bogor
Kondisi Geografis
Kondisi Demografis
Kondisi Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kondisi Pemerintahan
Gambaran Umum Barang Milik Daerah Kabupaten Bogor
35
35
36
36
38
39
40
41
43
6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Penatausahaan Barang Milik Daerah pada SKPD Pemerintah
Kabupaten Bogor
Analisis Implementasi Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan
Barang Milik Daerah
Pengaruh Sistem Informasi dan Kompetensi Sumberdaya Manusia
terhadap Sistem Pengendalian Intern Penatausahaan Barang Milik
Daerah
Pengaruh Sistem Informasi terhadap Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Barang Milik Daerah
Pengaruh Kompetensi Sumberdaya Manusia terhadap Sistem
Pengendalian Intern Penatausahaan Barang Milik Daerah
45
45
47
47
50
57
61
63
Hubungan Sistem Pengendalian Intern dengan Penatausahaan Barang
Milik Daerah
Strategi Penguatan Sistem Pengendalian Intern dalam Penatausahaan
Barang Milik Daerah
Perencanaan implementasi strategi
Indikator Kinerja Kunci dalam Penguatan Sistem Pengendalian Intern
Penatausahaan Barang Milik Daerah Kabupaten Bogor
Implikasi Manajerial
64
65
71
73
77
6 SIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN PENELITIAN
Simpulan
Saran
Keterbatasan Penelitian
78
78
79
79
DAFTAR PUSTAKA
80
LAMPIRAN
84
RIWAYAT HIDUP
96
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Laju peningkatan jumlah barang milik daerah Kabupaten Bogor
Temuan pemeriksaan BPK-RI atas sistem pengendalian intern terkait
Jumlah SKPD di Kabupaten Bogor tahun 2015
Klasifikasi pengelolaan barang milik daerah berdasarkan kinerja dan
Pengelompokan jumlah dan kriteria SKPD Pemerintah Daerah
Jumlah SKPD berdasarkan jumlah aset tetap yang dikelola dan kinerja
Interpretasi koefisien korelasi nilai r
Rincian rencana pengolahan dan analisis data penelitian
Unsur-unsur sistem pengendalian intern beserta faktor-faktor yang
Kriteria penilaian implementasi sistem pengendalian intern
Matrik evaluasi faktor internal
Matrik evaluasi faktor ekternal
Matrik analisis SWOT
Matriks perencanaan strategis kuantitatif
Persentase laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor tahun 2014-2018
Jumlah Aparatur Sipil Negara (ASN) menurut golongan dan jenis kelamin
di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2014
Jumlah pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor berdasarkan golongan
Jumlah pejabat struktural berdasarkan eselon yang dimiliki Pemerintah
Gambaran umum barang milik daerah Kabupaten Bogor
Sebaran responden berdasarkan jenis kelamin
Sebaran responden berdasarkan tingkat pendidikan
Sebaran responden berdasarkan jabatan
Sebaran responden berdasarkan pengalaman
Persepsi responden terhadap lingkungan pengendalian
Persepsi responden terhadap unsur penilaian risiko
Persepsi responden terhadap unsur kegiatan pengendalian
Persepsi responden terhadap unsur informasi dan komunikasi
Persepsi responden terhadap unsur pemantauan
Persepsi responden terhadap sistem pengendalian intern dalam
penatausahaan barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Bogor
tahun 2015
Permasalahan utama sistem pengendalian intern berdasarkan persepsi
responden penelitian
Hasil uji validitas data
Hasil uji realibilitas data
Hasil uji asumsi klasik
Estimasi faktor-faktor yang mempengaruhi sistem pengendalian intern
Hasil uji korelasi sistem pengendalian intern dengan penatausahaan
barang milik daerah menggunakan korelasi rank spearman
Faktor Kekuatan dan Kelemahan dalam implementasi sistem
Faktor peluang dan ancaman dalam implementasi sistem
3
6
21
22
22
23
26
27
28
29
33
33
34
34
41
42
42
42
45
46
46
46
47
51
53
54
55
56
56
57
58
58
59
60
64
65
66
38
39
40
41
42
43
44
45
Matriks kombinasi skor faktor evaluasi internal dan eksternal
Matriks SWOT dan alternative strategi dalam penguatan sistem
Matrik QSPM dalam pemilihan strategi
Implementasi kebijakan penguatan sistem pengendalian intern dalam
penatausahaan barang milik daerah pada pemerintah Kabupaten Bogor
Indikator kinerja kunci penguatan sistem pengendalian intern dalam
Acuan indikator kinerja kunci pencatatan barang milik daerah SKPD
pada Pemerintah Kabupaten Bogor
Acuan indikator kinerja kunci inventarisasi barang milik daerah SKPD
pada Pemerintah Kabupaten Bogor
Acuan indikator kinerja kunci pelaporan barang milik daerah SKPD
pada Pemerintah Kabupaten Bogor
66
68
70
71
74
75
76
77
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
Kerangka pemikiran
Langkah perumusan strategi yang komprehensif
Wilayah Kabupaten Bogor
Garis kontinum kondisi sistem pengendalian intern pemerintah
20
35
37
57
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
Kuesioner implementasi system pengendalian intern dalam
penatausahaan barang milik daerah
Skor persepsi responden terhadap unsur-unsur sistem pengendalian
intern dalam penatausahaan barang milik daerah
Hasil asumsi klasik
Hasil uji regresi
Data uji pengaruh sistem informasi, dan kompetensi SDM terhadap
sistem pengendalian intern menggunakan regresi linier berganda
Data uji korelasi sistem pengendalian intern dengan penatausahaan
barang milik daerah menggunakan spearman rank
85
90
92
93
94
95
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pelaksanaan sistem desentralisasi/otonomi daerah di Indonesia sudah lebih
dari satu dekade berlalu, dalam kurun waktu yang sudah berjalan tersebut
diharapkan setiap pemerintah daerah sudah bisa mengurus rumah tangganya
sendiri, terutama pada bidang-bidang tertentu sudah lepas dari pemerintah pusat.
Dengan otonomi daerah tersebut diharapkan peran pemerintah pusat mulai
mengecil namun sebaliknya peran pemerintah daerah diharapkan justru semakin
besar dalam pembangunan di wilayahnya. Keluarnya Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah telah membuka peluang dan kewenangan
bahwa penyelenggaraan pemerintah di daerah mengalami perubahan paradigma
yang sangat mendasar di seluruh aspek.
Pemberian otonomi daerah diharapkan dapat memberikan keleluasaan kepada
daerah dalam pembangunan daerah melalui usaha-usaha yang sejauh mungkin
mampu meningkatkan partisipasi aktif masyarakat, karena pada dasarnya
terkandung tiga misi pelaksanaan otonomi daerah yaitu (1) menciptakan efisiensi
dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah; (2) meningkatkan kualitas
pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat; (3) memberdayakan dan
menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta dalam proses pembangunan
(Mardiasmo 2002a).
Pelaksanaan otonomi daerah tentunya bertujuan untuk menciptakan tata
kelola pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel. Dalam proses
perwujudannya disamping harus didukung oleh sumberdaya keuangan tetapi juga
sumberdaya barang milik daerah. Kedua sumberdaya ini merupakan unsur yang
tidak dipisahkan dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD).
Semangat dalam menciptakan tata kelola yang baik sejalan dengan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara,
pemerintah pusat dan daerah telah berkomitmen kuat untuk membangun keuangan
negara/daerah yang sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang
baik (good governance) melalui pengelolaan keuangan yang akuntabel. Dengan
komitmen yang kuat tersebut telah terjadi perubahan sangat mendasar dan bersifat
menyeluruh dan masiv termasuk di dalamnya adalah pengelolaan barang milik
negara/daerah. Semakin baik akuntabilitas publik suatu daerah didukung oleh
sumber daya manusia yang berkualitas, maka akan semakin efektif pengelolaan aset
daerah (Pekei et al. 2014).
Menurut Wonggow el al. (2014) menjelaskan bahwa pengelolaan barang
milik daerah berpengaruh terhadap nasib suatu daerah karena daerah dapat menjadi
daerah yang memiliki sumber daya yang memadai serta mampu dalam
pengembangan daerah, tergantung pada cara pengelolaan barang milik daerah.
Pengelolaan barang milik daerah yang dilakukan secara ekonomis, efisien, dan
efektif atau memenuhi value for money serta partisipasi, transparansi, akuntabilitas
dan keadilan akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pengelolaan barang milik daerah merupakan komponen penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah, maka barang milik
2
daerah perlu dikelola secara tertib, akuntabel dan transparan dengan
mengedepankan good governance agar dimanfaatkan secara optimal dalam rangka
mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada
masyarakat. Maka diperlukan instrument yang tepat untuk melakukan pengelolaan
aset daerah secara professional, transparan, akuntabel, efisien dan efektif mulai dari
perencanaan, pengelolaan/ pemanfaatan dan pengawasannya. (Mardiasmo 2002b).
Aset daerah merupakan sumberdaya penting bagi pemerintah daerah sebagai
penopang utama pendapatan asli daerah. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah
daerah untuk dapat mengelola aset secara memadai. Dalam pengelolaan aset,
pemerintah daerah harus menggunakan pertimbangan aspek perencanaan
kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penerimaan, penyimpanan dan
penyaluran, penggunaan, penatausahaan, pemanfaatan atau penggunaan,
pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan,
pembinaan, pengawasan dan pengendalian, pembiayaan dan tuntutan ganti rugi
agar aset daerah mampu memberika kontribusi optimal bagi pemerintah daerah
yang bersangkutan1
Aktiva tetap/barang milik daerah merupakan komponen aktiva/aset operasi
pemerintah yang sangat penting dalam menjalankan operasional pemerintahan.
Aktiva tetap memiliki sifat yang rentan terhadap penurunan kapasitas sejalan
dengan penggunaan atau pemanfaatannya. Oleh karena itu, pemerintah harus
menyajikan informasi tentang nilai aktiva tetap secara memadai agar dapat
digunakan untuk pengambilan keputusan dalam pengelolaan aktiva, yang meliputi
perencanaan, penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pertukaran,
pelepasan dan penghapusan (Mursyidi 2009).
Aset tetap merupakan salah satu unsur yang harus dikelola dengan baik agar
menghasilkan informasi yang andal dalam laporan keuangan daerah. Pengelolaan
aset tetap daerah merupakan upaya meningkatkan efisiensi, efektifitas dan
menciptakan nilai tambah dalam mengelola aset, menjadi modal awal bagi
pemerintah daerah untuk melakukan pengembangan kemampuan keuangannya
serta dapat menunjang peran dan fungsi pemerintah daerah sebagai pemberi
pelayanan publik kepada masyarakat (Kolinuq et al. 2015).
Dengan demikian bahwa pengelolaan barang milik Negara/daerah
mendapatkan peran yang sangat strategis sebagai salah satu indikator penting
pengelolaan keuangan negara/daerah dalam mewujudkan akuntabilitas keuangan
negara/daerah. Pentingnya kerangka pengelolaan aset di sektor publik pada
pemerintah daerah telah diakui dan disadari diseluruh dunia, penerapannya tidaklah
bersifat sederhana karena banyak masalah yang terkait dengan pengelolaan aset
sektor publik (Hanis et al. 2010).
Sebagai standar dalam pengelolaan barang milik daerah dalam mendukung
LKPD, pemerintah pusat telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun
2006 yang mengalami beberapa kali perubahan, hingga terbit Peraturan Pemerintah
Nomor 27 Tahun 2014, sedangkan untuk implementasinya pengelolaan barang
milik daerah Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri
Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang
Milik Daerah. lingkup pengelolaan barang milik daerah dimaksud meliputi (1)
1
Sumber: Sutaryo. 2008. Manajemen Aset Daerah. www. sutaryofe. staff. uns. ac. id. diunduh 7
April 2016.
3
perencanaan kebutuhan dan penganggaran, (2) pengadaan, (3) penggunaan, (4)
pemanfaatan (meliputi sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun
guna serah/bangun serah guna, (5) pengamanan (meliputi administrasi, fisik dan
hukum) dan pemeliharaan, (6) penilaian, (7) penghapusan, (8) pemindahtanganan
(meliputi penjualan, tukar menukar, hibah, dan Penyertaan Modal Pemerintah),
(9) penatausahaan (meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan), dan (10)
pembinaan, pengawasan, dan pengendalian.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah otonomi yang diwajibkan
undang-undang untuk melaksanakan pengelolaan barang milik daerah. Pada setiap
SKPD barang milik daerah merupakan salah satu faktor yang paling strategis dalam
pengelolaan keuangan daerah. Nilai barang milik daerah yang dimiliki SKPD
merupakan nilai yang paling besar dibandingkan dengan akun lain pada laporan
keuangan. Keberadaan barang milik daerah sangat mempengaruhi kelancaran roda
pemerintahan dan pembangunan. Barang milik daerah memiliki fungsi yang sangat
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan, tetapi dalam pelaksanaan
pengelolaannya sering kali terdapat berbagai persoalan. Adapun jumlah barang
milik daerah yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2010-2014 tersaji
pada pada tabel 1.
Tabel 1 Laju peningkatan jumlah barang milik daerah Kabupaten Bogor
tahun 2010-2014
Penyusunan
Jumlah Aset Tetap
Total Aset
Persentase
Laporan
Berwujud (trilyun rupiah)
(trilyun rupiah)
(%)
(tahun)
2010
6.22
7.10
88
2011
6.91
8 00
86
2012
12.16
13.58
90
2013
13.42
15.02
89
2014
15.40
18.17
85
Sumber: DPKBD Kabupaten Bogor 2015 (diolah)
Keberadaan barang milik daerah yang terdiri dari tanah, peralatan dan mesin,
gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya, konstruksi
dalam pengerjaanyang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bogor harus dikelola
dengan tertib, teratur, dan dikendalikan secara baik. Pemerintah Kabupaten Bogor
telah mengeluarkan peraturan daerah yang mengatur pengelolaan barang milik
daerah dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 dan Peraturan Bupati
Nomor 65 Tahun 2013 tentang Sistem dan Prosedur Penatausahaan Barang Milik
Daerah. Regulasi ini diharapkan mampu menjadi sendi dalam penatausahaan
barang milik daerah dan meningkatkan tata kelola barang milik daerah. Oleh karena
itu dalam menjaga dan menciptakan penatausahaan barang milik daerah yang baik
yang mampu upaya mencegah risiko penyimpangan akan terjadi, maka peran sistem
pengendalian intern sangat penting untuk dilakukan.
Untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan pengelolaan barang milik
daerah secara berdayaguna dan berhasil guna, maka fungsi pembinaan, pengawasan
4
dan pengendalian sangat penting untuk menjamin tertib administrasi pengelolaan
barang milik daerah2.
Sebagai pondasi bagi seluruh proses pengamanan dalam pengelolaan aset
negara, setiap instansi pemerintah harus menciptakan dan memelihara lingkungan
dalam organisasi yang mendorong perilaku (behavior) positif dan manajemen yang
sehat. Utamanya adalah mendorong tersedianya seluruh pengelola aset negara yang
memiliki kesadaran (awareness) yang kuat tentang pentingnya penegakan sistem
pengendalian intern (Hamidah 2014).
Salah satu tahapan dalam siklus pengelolaan barang milik daerah adalah
penatausahaan barang milik daerah. Peranan penatausahaan aset dalam pengelolaan
aset daerah adalah sangat strategis karena banyak kebijakan bersumber pada data
yang diperoleh dari kegiatan penatausahaan barang milik daerah yang meliputi
kegiatan pencatatan, inventarisasi, dan pelaporan barang milik daerah. Hal ini
sangatlah beralasan karena jumlah aset tetap yang di miliki oleh suatu
kabupaten/kota sangat mendominasi dari total aset yang di miliki. Oleh karena itu
jika tidak terdapat sistem pengendalian intern yang optimal akan menimbulkan
dampak yang signifikan terhadap jalannya pemerintahan daerah.
Pemerintah pusat menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Intern dalam usaha untuk menutup segala
kemungkinan-kemungkinan penyimpangan yang terjadi baik secara akuntansi
maupun secara administratif. Peran dan fungsi sistem pengendalian intern
pemerintah sangat penting dalam pemerintahan dan pembangunan. Perannya
seperti sistem deteksi dini (early warning system) atas berbagai potensi
penyalahgunaan wewenang, potensi kerugian negara, inefisiensi dan
ketidakefektifan program pembangunan. SPIP yang berjalan efektif akan
meningkatkan capaian kinerja pembangunan dan mengurangi kerja penindakan
dalam pemberantasan korupsi.3
Banyak provinsi/kabupaten/kota dalam pemeriksaan oleh Badan Pemeriksa
Keuangan Republik Indonesia terkendala dalam meraih opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) oleh sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang
milik daerah yang belum memadai. Senada dengan hal tersebut Informasi yang
diperoleh dari Dinas Pengelolaan Keuangan dan Barang Daerah (DPKBD)
Kabupaten Bogor dari tahun 2010 hingga 2014, masih meraih predikat opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK-RI karena salah satu penyebabnya adalah
masalah penatausahaan barang milik daerah4.
Opini WTP bukanlah menjadi tujuan akhir atau tolok ukur dari penatausahaan
barang milik daerah karena tidak menjamin proses penatausahaan barang milik
daerah suatu provinsi/kabupaten/kota sudah pasti berjalan baik secara keseluruhan,
tetapi BPK-RI hanya menilai kesesuaian proses laporan keuangan suatu daerah
provinsi/kabupaten/kota dengan standar akuntansi pemerintah (SAP). Menurut
Chrisnandi (2016) bahwa opini laporan keuangan WTP yang diberikan BPK-RI
terhadap instansi pemerintah bukanlah sebuah prestasi melainkan kewajiban,
2
Sumber: Sutaryo. 2008. Manajemen Aset Daerah. www. sutaryofe. staff. uns. ac. id. di unduh 7
April 2016.
3
Sumber: Prasojo, Eko. 2015. Revitalisasi Pengawasan Internal.www.ekoprasojo.com.di unduh 7
April 2016
4
Sumber: DPKBD Kabupaten Bogor. 2016.Wawancara pendahuluan dengan Kepala Sub Bagian
Penatausahaan Barang Milik Daerah.
5
prestasi itu adalah kinerja, sehingga perolehan WTP tidak perlu dibanggakan secara
berlebihan5
Dalam setiap pemeriksaan BPK-RI pada Pemerintah Kabupaten Bogor selalu
terdapat temuan kelemahan sistem pengendalian intern penatausahaan barang milik
daerah. Berdasarkan survei pendahuluan pada Kantor Dinas Pengelola Keuangan
dan Barang Daerah permasalahan barang milik daerah yang sering terjadi adalah:
a) Sering terjadi ketidaksesuaian antara barang yang tercatat dalam pembukuan
dengan kondisi yang sebenarnya;
b) Barang milik daerah yang hilang, belum tercatat, kesalahan dalam pos
pencatatan, berpindah posisi atau dikuasai pihak lain;
c) Adanya barang milik daerah yang bersumber dari anggaran non APBD,
diantaranya adalah barang-barang yang berasal dari program pemerintah pusat
seperti BOS (Bantuan Operasional Sekolah), PNPM Mandiri, Bantuan Sosial
(Bansos) yang disalurkan tanpa melalui koordinasi dengan DPKBD yang
sehingga menjadi temuan;
d) Tanah berupa fasum (fasilitas umum) dan fasos (fasilitas sosial) dari banyak
perumahan yang sudah diserahkan oleh pengembang perumahan belum tercatat
dengan baik.
e) Jumlah dan kualitas sumberdaya manusia yang tersedia yaitu pegawai yang ahli
dalam bidang pengelolaan barang milik daerah yang menyebabkan
penatausahaan barang milik daerah cenderung belum optimal.
Kelemahan-kelemahan yang terjadi tersebut sering dikaitkan dengan peran
kapasitas (kualitas dan kuantitas) sumberdaya manusia penatausahan barang milik
daerah dan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi sebagai sarana dalam
menata barang milik daerah. Berdasarkan permasalahan-permasalah tersebut,
kajian ini mencoba menjawab permasalahan yang telah dijelaskan diatas terhadap
penguatan sistem pengendalian intern pemerintah dalam penatausahaan barang
milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor.
Perumusan Masalah
Pengelolaan aset negara yang profesional dan modern dengan
mengedepankan good governance diharapkan akan mampu meningkatkan
kepercayaan pengelolaan keuangan negara dari masyarakat/stakeholder6.
Pengelolaan barang milik daerah yang sebelumnya hanya merupakan suatu
pekerjaan bersifat administratif, namun setelah terbitnya Peraturan Pemerintah
Nomor 6 Tahun 2006 yang menghendaki pengelolaan secara lebih maju dalam
meningkatkan efisiensi, efektivitas dan menciptakan nilai tambah dalam mengelola
barang milik daerah. Penekanan terhadap prinsip good governance merupakan
suatu hal yang tidak terpisahkan dalan pengelolaan barang milik daerah. Menurut
Mardiasmo (2002a) bahwa prinsip dasar dalam pengelolaan barang milik daerah
adalah (1) perencanaan yang tepat; (2) pemanfaatan secara efisien dan efektif; (3)
pengawasan (monitoring).
5
Sumber: Chrisnandi, Yudhi. 2016. Opini WTP dari BPK-RI bukan prestasi.
http://www.neraca.co.id. di unduh 17 Juni 2016
6
Sumber: [Kemenkeu] Kementerian Keuangan RI. 2013. Modul Pengelolaan Barang Milik Daerah.
ftp://ftp1.perbendaharaan.go.id. di unduh tanggal 18 April 2013
6
Salah satu unsur penting dalam proses pengelolaan barang milik daerah yang
mampu mempengaruhi penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
adalah penatausahaan barang milik daerah. Aspek penatausahaan barang milik
daerah yang belum memadai kerap menjadi temuan dalam setiap laporan BPK-RI
pada pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota.
Kabupaten Bogor dalam kurun waktu empat tahun dari 2010-2014
menyatakan bahwa kondisi penatausahaan barang milik daerah belumlah memadai
karena lemahnya implementasi sistem pengendalian intern. Kondisi ini
mengakibatkan pada akhir tahun 2014 nilai barang milik daerah yang terdapat pada
LKPD belum dapat diyakini kewajarannya. Permasalahan penatausahaan barang
milik daerah pada Kabupaten Bogor merupakan masalah yang selalu menjadi
temuan dari BPK-RI setiap tahunnya. Wawancara yang dilakukan dengan Kepala
Sub Bidang Penatausahaan Barang Daerah DPKBD Pemerintah Kabupaten Bogor
menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan opini WDP yang diraih
Kabupaten Bogor adalah faktor barang milik daerah7. Bentuk temuan dalam
Laporan Hasil Pemeriksanaan (LHP) BPK-RI terkait lemahnya sistem
pengendalian dalam penatausahaan barang milik daerah tersaji pada tabel 2.
Tabel 2 Temuan pemeriksaan BPK-RI atas sistem pengendalian intern terkait
barang milik daerah Pemerintah Kabupaten Bogor tahun 2010-2014
No
1
2
3
4
5
Tahun
Hasil Pemeriksaan
2010 a) Pengamanan aset tanah milik Pemerintah Kabupaten Bogor
sebanyak 3945 bidang seluas 20.5 juta m2 belum optimal
b) Nilai aset jalan, irigasi dan jaringan sebesar 2 trilyun tidak
didukung nilai rincian tiap ruas jalan
c) Aset lainnya seperti barang rusak berat senilai 41 milyar tidak
dapat ditelusuri keberadaannya
2011 a) Pengendalian pengelolaan barang daerah pada Pemerintah
Kabupaten Bogor tahun anggaran 2011 belum sepenuhnya
memadai
b) Aset tetap belum seluruhnya disajikan dalam neraca per 31
Desember 2011
c) Rincian aset tetap Pemerintah Kabupaten Bogor per 31
Desember 2011 belum sepenuhnya didukung informasi,
identifikasi dan satuan ukuran yang memadai
2012 Penatausahaan dan pencatatan aset tetap belum memadai
2013 a) Saldo aset tetap yang tersaji dalam neraca per 31 Desember 2013
tidak dapat diyakini kewajarannya.
b) Aset dengan kondisi rusak berat yang tersaji dalam akun aset
lainnya sebesar 3.8 milyar tidak ditemukan keberadaannya
2014 Pengelolaan dan penatausahaan aset tetap belum memadai sehingga
saldo aset per 31 Desember 2014 belum dapat diyakini
kewajarannya sebesar 135.7 milyar
Sumber: LHP BPK-RI tahun 2010-2014
7
Sumber: DPKBD Kab. Bogor. 2016. Hasil wawancara pendahuluan dengan Kasubag
Penatausahaan Barang Milik Daerah Pemkab. Bogor tanggal 15 Februari 2016
7
Dari tahun 2010-2014 terdapat temuan yang berkaitan dengan penatausahaan
barang milik daerah. Temuan tersebut seyogyanya makin lama makin berkurang
namun yang terjadi kecenderungan berfluktuasi. Dapat disimpulkan bahwa
pengendalian barang milik daerah di Kabupaten Bogor belum terimplementasi
dengan memadai dan masih rentan akan penyimpangan dan kecurangan.
Berdasarkan masalah tersebut sehingga diperlukan kajian “Bagaimana
implementasi sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik
daerah pada SKPD di Kabupaten Bogor.
Sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik daerah
merupakan bagian dari pengelolaan barang milik daerah yang mencakup
pengendalian dalam bentuk akuntansi dan administratif, termasuk ke dalamnya
tindakan upaya hukum dalam pengamanan aset. Menciptakan sistem pengendalian
intern yang memadai harus mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun
2008 yang menyatakan bahwa sistem pengendalian intern terdiri dari lima unsur
penting yaitu (1) lingkungan Pengendalian; (2) penilaian risiko; (3) kegiatan
pengendalian; (4) informasi dan komunikasi; (5) pemantauan. Di sisi lain kegiatan
penatausahaan barang milik daerah tidak terlepas dari faktor pelaksananya yaitu
kompetensi sumberdaya manusia dimiliki serta sarana pendukung utama yaitu
pemanfaatan teknologi informasi.
Menurut Nancy (2015) menyatakan bahwa faktor sumberdaya manusia
mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan penatausahaan barang
milik daerah. Selain sumberdaya manusia faktor sistem informasi memegang
peranan penting dalam proses pengelolaan aset pemerintah daerah, karena dengan
adanya sistem informasi barang milik daerah pengelolaan aset akan lebih tertata,
akuntabel dan transparan serta dapat mengurangi beban kerja (Rizqi et al. 2013).
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka kajian yang akan dilakukan adalah
“Bagaimanakah pengaruh sistem informasi dan kompetensi sumberdaya
manusia terhadap implementasi sistem pengendalian intern
dalam
penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor?”
Informasi yang diperoleh berdasarkan hasil analisis implementasi sistem
pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik daerah beserta dengan
faktor-faktor yang terbukti berpengaruh dalam implementasi sistem pengendalian
intern dalam penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten
Bogor, merupakan bahan dalam menyusun kajian utama tulisan ini yaitu
“Bagaimana strategi penguatan sistem pengendalian intern pemerintah dalam
penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor”
Ruang Lingkup Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pembatasan atas unsur teknis pengelolaan
barang milik daerah berdasarkan Permendagri 17 Tahun 2007 yang hanya
menekankan pada tahap penatausahaan barang milik daerah. Sedangkan dalam
analisis sistem pengendalian intern pemerintah mengukur seluruh unsur sistem
pengendalian intern pemerintah. Sehingga penelitian ini terbatas meneliti tentang
penguatan sistem pengendalian intern pemerintah terhadap penatausahaan barang
milik daerah, untuk selanjutnya menyusun strategi penguatan sistem pengendalian
intern pemerintah penatausahaan barang milik daerah pada pemerintah Kabupaten
8
Bogor secara konfrehensif dengan melihat dari lintas SKPD tanpa melibatkan
penatausahaan barang milik daerah pada tingkat kecamatan.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan diatas,
maka tujuan dari kajian ini adalah untuk:
1) Melakukan evaluasi atas implementasi sistem pengendalian intern pemerintah
dalam penatausahaan barang milik daerah pada SKPD Pemerintah Kabupaten
Bogor
2) Menganalisis pengaruh sistem informasi dan kompetensi sumberdaya manusia
terhadap sistem pengendalian intern pemerintah dalam kegiatan penatausahaan
barang milik daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor
3) Menyusun dan merumuskan strategi dalam mendukung penguatan sistem
pengendalian intern pemerintah dalam kegiatan penatausahaan barang milik
daerah pada Pemerintah Kabupaten Bogor.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari kajian ini adalah:
1) Memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor terhadap kondisi
implementasi sistem pengendalian intern dalam penatausahaan barang milik
daerah
2) Memberikan masukan kepada Pemerintah Kabupaten Bogor tentang faktor
pengaruh penatasahaan barang milik daerah
3) Memberikan masukan strategi yang perlu dilakukan Pemerintah Kabupaten
Bogor dalam memperkuat dengan sistem pengendalian intern dalam
penatausahaan barang milik daerah
4) Untuk pengembangan kajian selanjutnya selanjutnya yang berkaitan dengan
implemantasi sistem pengendalian intern di Pemerintah Kabupaten Bogor.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Teoritis
Sistem Pengendalian Intern
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 menyatakan bahwa
Sistem Pengendalian Intern adalah proses yang integral pada tindakan dan kegiatan
yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk
memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset
negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Konsep ini sejalan
dengan konsep yang dikeluarkan oleh US-GAO (United State-Government
Accountability Office) yang menyatakan bahwa pengendalian intern adalah bagian
9
integral dari manajemen organisasi yang memberikan keyakinan yang wajar dalam
mencapai tujuan yang akan dicapai yang meliputi:
1) efektivitas dan efisiensi operasi
2) keandalan pelaporan keuangan
3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku
Dari sudut pandang yang sama Mulyadi (2010) mengatakan bahwa
pengendalian internal meliputi organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang
dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan
keandalan data akuntansi, mendorong efisiensi dan mendorong dipenuhinya
kebijakan manajemen. Selanjutnya Bastian (2010) menyatakan bahwa
pengendalian intern adalah metode, prosedur, atau sistem yang dirancang untuk
meningkatkan efisiensi, memastikan penerapan kebijakan dan melindungi aktiva
atau semua ukuran yang digunakan dalam suatu organisasi untuk meyakinkan
manajemen bahwa organisasi akan beroperasi sesuai dengan rencana dan kebijakan
manajemen.
Menurut Ikatan Akuntan Publik Indonesia (2011) dalam Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) Nomor 319 menyatakan bahwa Pengendalian intern adalah
suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris manajemen, dan personel lain
entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian
tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan
efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Sistem pengendalian internal merupakan bagian integral dari setiap kebijakan
keuangan dan bisnis organisasi dan prosedur, yang meliputi semua tindakan yang
diambil oleh organisasi untuk: (1) melindungi sumberdaya terhadap limbah,
penipuan dan inefisiensi; (2) memastikan akurasi dan keandalan data akuntansi dan
operasi; (3) memastikan kepatuhan dengan kebijakan organisasi; (4) mengevaluasi
tingkat kinerja di semua unit organisasi organisasi8. Wujud dari pengendalian intern
itu sendiri adalah terdiri rencana organisasi dan semua metode dan langkah-langkah
yang diadopsi dalam suatu lembaga untuk memastikan bahwa: (1) sumber daya
yang digunakan sesuai dengan undang-undang, peraturan dan kebijakan; (2)
sumberdaya dijaga dari risiko kerugian, pemborosan dan penyalahgunaan; (3)
informasi keuangan dan non-keuangan yang handal, akurat dan tepat waktu; (4)
operasi yang ekonomis, efisien dan efektif.9
Pendapat lain mengatakan bahwa pengendalian intern adalah sistem, proses
dan prosedur yang ditetapkan dalam entitas untuk memastikan bahwa rencana
manajemen dan tujuan diimplementasikan.10 Sistem pengendalian intern yang
efektif menyediakan tingkat jaminan bahwa informasi keuangan adalah handal dan
pemerintah daerah sedang mempertemukan tingkat kepatuhan atas regulasiregulasi yang diterapkan dan prosedur-prosedur internal organisasi. Mencapai
kepatuhan terhadap peraturan harus dipandang sebagai tujuan fundamental dari
sistem pengendalian intern yang efektif dengan peningkatan lebih lanjut menjadi
8
Sumber: City of Tampa Florida. 2013. Internal Control for Local Government.
http://www.tampagov.net. di unduh 22 April 2016
9
Sumber: RufoR. Mendoza. 2010. Internal Control Sistem in The Government.
https://www.scribd.com. di unduh 22 April 2016
10
Sumber: Government of South Africa. 2015. Local Government Capital Asset Management
Guideline.https://www.westerncape.gov.za. di unduh 22 April 2016
10
berkelanjutan sebagai bagian dari proses manajemen risiko organisasi secara
keseluruhan. Mengembangkan pengendalian internal yang tepat untuk
meminimalkan risiko, kecurangan atau kesalahan pada tingkat yang memadai
dicapai melalui pemahaman yang baik dari kedua kerangka legislatif dan praktik
manajemen risiko.11
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat dipahami bahwa
pengendalian intern adalah suatu proses yang integral yang dipengaruhi oleh
manusia didalamnya (soft control) dalam melaksanakan pekerjaan mencapai tujuan
organisasi. Pengendalian intern merupakan suatu rangkaian aktivtas yang bersifat
saling berkaitan dan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan. Pengendalian
intern dimulai dari penyusunan pedoman dan kebijakan harus dilaksanakan oleh
semua lini organisasi mulai dari kepala daerah, kepala SKPD, hingga staf yang
paling rendah. Dengan demikian pengendalian diharapkan memberikan keyakinan
yang memadai dan bukan keyakinan mutlak bagi pemerintah daerah dan jajarannya
dalam mencapai tujuan efisien, efektif, dan akuntabel dalam pelaporan keuangan,
kepatuhan, dan operasi.
Menurut Mulyadi (2010) mengatakan bahwa tujuan sistem pengendalian
intern untuk memastikan apakah bawahannya telah melaksanakan tugasnya sesuai
dengan sistem dan prosedur sehingga terhindar dari kemungkinan adanya
kecurangan/penyimpangan. Dengan adanya pengendalian intern diharapkan
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dan untuk
mengetahui kelemahan-kelemahan serta kesulitan-kesulitan yang dihadapi agar
diambil tindakan-tindakan untuk memperbaikinya, baik pada saat itu maupun pada
masa yang akan datang.
Menurut Mahmudi (2010) mengatakan bahwa tujuan dibangunnya sistem
pengendalian intern adalah (1) melindungi aset negara baik aset fisik maupun data;
(2) memelihara catatan dan dokumen secara rinci dan akurat; (3) menghasilkan
informasi keuangan yang akurat, relevan, dan andal; (4) memberikan jaminan yang
memadai bahwa laporan keuangan pemerintah telah disusun sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku (Standar Akuntansi Pemerintah/SAP); (5) meningkatkan
efisiensi dan efektivitas operasi organisasi; (6) menjamin ditaatinya kebijakan
manajemen dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengendalian intern sangat penting untuk operasi yang efektif dari
pemerintah daerah, pengendalian internal merupakan kegiatan atau prosedur
dirancang untuk memberikan keyakinan memadai bahwa pelaksanaan suatu
pekerjaan akan sesuai rencana, tanpa pengendalian intern yang memadai,
manajemen memiliki sedikit jaminan bahwa tujuan dan sasaran yang akan
dicapai12. Dengan pengendalian intern, dapat membantu dan memastikan bahwa
suatu instansi akan berkinerja seperti yang diharapkan.
Menurut Committee of Sponsoring Organizations (COSO) dalam Arens et al.
(2008) menyatakan bahwa terdapat lima elemen/unsur yang saling terkait dari
kerangka kerja pengendalian internal yang harus dirancang dan diimplementasikan
oleh setiap organisasi dalam memberikan kepastian yang layak bahwa tujuan
11
Sumber: Australian Local Government.2014. Australian Local Government Accounting Manual,
Section 7-Internal Control Framework. https://www.dlgc.wa.gov.au. di unduh 22 April 2016
12
Sumber: Dinapoli, P Thomas. 2010. Local Government Management Guide: Management
Responsibility of Internal Control. https://www.osc.state.ny.us. di unduh 22 April 2016
11
pengendalian dapat dicapai. Berdasarkan COSO dan Peraturan Pemerintah Nomor
60 Tahun 2008 unsur sistem pengendalian intern adalah:
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian yang baik wajib diciptakan oleh setiap pimpinan
SKPD, sehingga lingkungan lingkungan pengendalian yang tercipta mampu
menciptakan hal yang positif dan kondusi dalam lingkungan pekerjaan dengan
indikator:
a) penegakan integritas dan nilai etikaf;
b) komitmen terhadap kompetensi;
c) kepemimpinan yang kondusif;
d) pembentukan struktur organisasi yang sesuai dengan kebutuhan;
e) pendelegasian wewenang dan tanggung jawab yang tepat;
f) penyusunan dan penerapan kebijakan yang sehat tentang pembinaan sumber
daya manusia.
2. Penilaian Risiko
Dalam Penilaian risiko, pimpinan SKPD harus mampu mengantisipasi segala
risiko yang mungkin akan terjadi dikaitkan dengan tujuan yang akan diraih oleh
instansi. Penilaian risiko yang dilakukan hendaknya pararel dengan kegiatan
penyusunan perencanaan instansi SKPD. Indikator implementasi penilaian
risiko adalah:
a) identifikasi risiko;
b) analisis risiko.
3. Kegiatan Pengendalian
Dalam implementasi kegiatan pengendalian, pimpinan instansi pemerintah wajib
menyelenggarakan kegiatan pengendalian sesuai dengan ukuran, kompleksitas,
dan sifat dari tugas dan fungsi instansi pemerintah yang bersangkutan. kegiatan
pengendalian tersebut sekurang-kurangnya memiliki karakteristik sebagai
berikut:
(a) kegiatan pengendalian diutamakan pada kegiatan pokok instansi
pemerintah;
(b) kegiatan pengendalian harus dikaitkan dengan proses penilaian risiko;
(c) kegiatan pengendalian yang dipilih disesuaikan dengan sifat khusus instansi
pemerintah;
(d) kebijakan dan prosedur harus ditetapkan secara tertulis;
(e) prosedur yang telah ditetapkan harus dilaksanakan sesuai yang ditetapkan
secara tertulis; dan
(f) kegiatan pengendalian dievaluasi secara teratur untuk memastikan bahwa
kegiatan tersebut masih sesuai dan berfungsi seperti yang diharapkan.
4. Informasi dan Komunikasi
Indikator pengukuran implementasi informasi dan komunikasi yang baik adalah:
a) menyediakan dan memanfaatkan berbagai bentuk dan sarana komunikasi;
b) mengelola, mengembangkan, dan memperbarui sistem informasi secara terus
menerus
5. Pemantauan Pengendalian Intern yang dilakukan melalui pemantauan
berkelanjutan, evaluasi terpisah, dan tindak lanjut rekomendasi hasil audit dan
reviu lainnya.
Keberhasilan keseluruhan dari sistem pengendalian internal tergantung pada
seberapa efektif masing-masing fungsi elemen ini dan seberapa baik setiap unsur
12
terkoordinasi dan terintegrasi satu sama lain. Menurut Badara dan Saidin (2013)
dalam penelitiannya yang berjudul Impact of the Effective Internal Control Sistem
on the Internal Audit Effectiveness at Local Government Level menyatakan bahwa
lingkungan pengendalian dan pengawasan berpengaruh pada tingkat efektifitas
pengendalian intern sedangkan informasi dan komunikasi meningkatkan tingkat
keefiktifitasan dari lingkungan pengendalian dan pengawasan.
Menurut Mulyadi (2010) mengatakan bahwa sistem pengendalian intern
mempunyai empat tujuan diantaranya: 1) Menjaga kekayaan organisasi, 2)
Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, 3) Mendorong efisiensi, 4)
Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. Sedangkan menurut Committee of
Sponsoring Organizations (COSO) tujuan pengendalian internal adalah (1)
Keandalan pelaporan keuangan; (2) Efektivitas dan efisiensi operasi; (2) Kepatuhan
terhadap peraturan dan hukum yang berlaku
Menurut Internal Audit Consortium Professional Organization dalam
Simangunsong (2014) menyatakan bahwa tujuan umum dari proses pengendalian
internal adalah untuk mendukung pihak yang terlibat dalam kegiatan organisasi
dalam mengelola risiko dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan dan
dikomunikasikan oleh organisasi dalam kaitan dengan: (1) keandalan dan integritas
informasi keuangan dan operasi, (2) aktivitas operasi dilaksanakan secara efisien
dan mencapai hasil yang diinginkan secara efektif, (3) keamanan aset negara, dan
(4) kegiatan dan keputusan organisasi dalam koridor sesuai dengan hukum dan
peraturan berlaku.
Menurut Arens et al. (2008) manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam
merancang sistem pengendalian intern yang efektif adalah:
1) Reliabilitas pelaporan keuangan
Dalam hal ini manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi
para investor, kreditor, dan pemakai lainnya.
2) Ketaatan pada huku