Analisis Keragaman Genetik Kemangi (Ocimum × Africanum Lour.) Berdasarkan Marka Morfologi Dan Inter-Simple Sequence Repeats.
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KEMANGI (Ocimum ×
africanum Lour.) BERDASARKAN MARKA MORFOLOGI
DAN INTER-SIMPLE SEQUENCE REPEATS
KURNIA MAKMUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keragaman
Genetik Kemangi (Ocimum × africanum Lour.) Berdasarkan Marka Morfologi dan
Inter-Simple Sequence Repeats adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Kurnia Makmur
NIM G353130391
RINGKASAN
KURNIA MAKMUR. Analisis Keragaman Genetik Kemangi (Ocimum ×
africanum Lour.) berdasarkan Marka Morfologi dan Inter-Simple Sequence
Repeats. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan SOBIR.
Ocimum × africanum Lour. dikenal sebagai kemangi, merupakan salah satu
tanaman indigenous Indonesia yang dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan
sayuran. Hingga saat ini spesies tersebut belum dikomersialkan karena masih jauh
dari nilai ekonomi yang tinggi, dan budi dayanya masih berada dalam skala rumah
tangga. Penelitian untuk mendapatkan informasi keragaman genetik spesies ini
dilakukan untuk menghasilkan sejumlah ciri terpilih yang dapat digunakan untuk
perbaikan potensi. Keragaman genetik O. × africanum Lour. telah dideskripsi
dengan melakukan karakterisasi morfologi dan molekuler.
Sampel tanaman yang digunakan berasal dari beberapa lokasi di Indonesia
meliputi 33 aksesi O. × africanum Lour. dan 3 aksesi O. basilicum L. sebagai
tanaman pembanding. Setiap aksesi dikarakterisasi menggunakan marka morfologi
dengan panduan deskriptor UPOV (International Union For the Protection of New
Varietas of Plant) dan marka ISSR (Inter-Simple Sequence Repeats) dengan 13
primer. Keserupaan fenetik dianalisis dengan SIMQUAL (Similarity of Qualitative
Data) melalui koefisien SM (Simple Matching) menggunakan metode UPGMA
(Unweighted Pair Group Method with Arithmatic Average) pada program NTSYS
(Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) versi 2.11a, analisis
komponen utama menggunakan MINITAB release 16, dan struktur genetik di
analisis menggunakan GenAlex (Genetic Analysis in Exel).
Ocimum × africanum Lour. dan O. basilicum L. bervariasi pada beberapa
ciri yaitu tinggi tanaman, pigmen antosianin pada cabang lateral muda dan
perbungaan, panjang tangkai daun, ukuran daun, warna daun, bentuk daun,
gelombang pada tepi daun, panjang perbungaan, dan waktu berbunga. Dendrogram
hasil analisis gugus pada koefisien keserupaan antara 0.39-0.97 secara tegas
berhasil memisahkan aksesi O. × africanum Lour. dari spesies pembanding. Pada
koefisien keserupaan 0.52 seluruh aksesi membentuk 3 kelompok besar yang terdiri
dari 4 sub kelompok. Dua kelompok di antaranya merupakan kelompok dari aksesi
O. × africanum Lour. yang dibentuk oleh ciri pigmen antosianin pada cabang lateral
muda dan ciri gelombang pada tepi daun.
Analisis marka ISSR dengan menggunakan 13 primer berhasil
mengamplifikasi 111 pita DNA, dan 108 pita DNA di antaranya bersifat polimorfik.
Analisis keserupaan berdasarkan ciri molekuler menghasilkan koefisien keserupaan
berkisar antara 0.66-0.97 tetapi tidak memisahkan O. × africanum Lour. dari O.
basilicum L. secara tegas. Primer PKBT 10 mampu menghasilkan sebanyak 11 pita
polimorfik, sedangkan primer yang menghasilkan pola pita polimorfik paling
sedikit adalah primer PKBT 4 dan PKBT 9, masing-masing membentuk 6 pita.
Banyaknya jumlah pita DNA hasil amplifikasi tidak berkorelasi dengan tingginya
nilai polimorfisme.
Marka morfologi dan ISSR tidak mampu menjelaskan pengelompokan
aksesi berdasarkan daerah asal sampel. Pengelompokan tersebut dipengaruhi oleh
keragaman ciri aksesi di dalam spesies dan didukung oleh hasil analisis komponen
utama. Berdasarkan analisis struktur genetik, populasi O. × africanum Lour.
menunjukkan bahwa populasi dengan keragaman genetik tertinggi (PLP = 53.91,
I= 0.29) adalah populasi Tempuran.
Kata kunci: Fenetik, Keserupaan, Molekuler, Struktur genetik, Variabilitas
SUMMARY
KURNIA MAKMUR. Genetic diversity analysis of lemon basil (Ocimum ×
africanum Lour.) based on morphology and Inter-Simple Sequence Repeats
markers. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and SOBIR.
Ocimum × africanum Lour. known as lemon basil is one of indigenous
plants in Indonesia used as spices and vegetables. This species has not been
commercialized until now because of its low economic value. The objective of this
research was to obtain information of genetic diversity of this species to select
plants with good characteristics that can be used for quality improvement. Genetic
diversity O. × africanum Lour. had been described using morphological and
molecular characterizations.
Plant samples were taken from several locations in Indonesia including 33
accessions of O. × africanum Lour. and 3 accessions of O. basilicum L. as
comparative crops. Each accession was characterized using morphological marker
based on guide UPOV descriptors and ISSR marker using 13 primers. Fenetik
similarity was analyzed using simple matching and then used the similarity to
construct a dendrogram using the UPGMA method. The analysis was performed
using NTSYS program version 2.11a, principal component analysis was analyzed
by MINITAB Release 16, and genetic structure population using Genetic Analysis
in Exel (GenAlex).
Thirty-seven morphological characters of O. × africanum Lour. and O.
basilicum L. varied on several traits that are plant height, anthocyanin pigments in
the young lateral branches and inflorescence, petiole length, leaf size, leaf color,
leaf shape, presence or absence of undulation on leaf margin, inflorescence length,
and flowering time. Cluster analysis based on morphological characters formed a
dendrogram with similarity coefficients ranged 0.39-0.97 that successfully
separated accessions of O. × africanum Lour. from O. basilicum L.. At the
similarity coefficient of 0.52, all accessions can be grouped into 3 major groups
which consisted of four sub-groups. Two groups of them consisted of O. ×
africanum Lour. accessions that are constructed based on the pigment anthocyanin
in young lateral branches and characteristics of the undulation at the leaf margin.
Molecular characterization based on 13 ISSR primers successfully
amplified 111 DNA band, and 108 of which are polymorphic DNA bands. Cluster
analysis based on ISSR characters generated similarity coefficient ranged from 0.66
to 0.97. Unfortunately, it can not separate O. × africanum Lour. of O. basilicum L.
clearly. Primer of PKBT 10 was able to produce 11 polymorphic bands, but PKBT
4 and PKBT 9 produced the least polymorphic band, each of them formed 6 bands.
The number of bands produced by each primer did not correlated to the level of
polymorphism
Morphological and ISSR markers can not explain the sample origin based
accessions grouping. The grouping is more affected by the diversity of accession
specific characters within species and it is supported by principles component
analysis result. Genetic structure analysis of O. × africanum Lour. populations
indicated that the population with the highest genetic diversity (PLP = 53.91, I=
0.29) is Tempuran population.
Keywords: Genetic structrure, Molecular, Phenetic, Similarity, Variability
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KEMANGI (Ocimum ×
africanum Lour.) BERDASARKAN MARKA MORFOLOGI
DAN INTER-SIMPLE SEQUENCE REPEATS
KURNIA MAKMUR
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Aris Tjahjoleksono, DEA
Judul Tesis
Nama
NIM
: Analisis Keragaman Genetik Kemangi (Ocimum ×
africanum Lour.) Berdasarkan Marka Morfologi dan Inter-Simple
Sequence Repeats
: Kurnia Makmur
: G353130391
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi
Ketua
Prof Dr Ir Sobir, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 02 Juni 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillahi robbiil a’lamin segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah keragaman genetik, dengan judul
Analisis Keragaman Genetik Kemangi (Ocimum × africanum Lour.) Berdasarkan
Marka Morfologi dan Inter-Simple Sequence Repeats.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tatik Chikmawati dan Prof Dr
Ir Sobir selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan
ide dari awal hingga akhir penelitian. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas BPP-DN (Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri) calon dosen angkatan 2013 dan kerjasama proyek
penelitian INSINAS (Insentif Riset Strategis Nasional) no. RT-2016-0201 atas
nama Prof Dr Ir Sobir. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua
jajaran Pusat Kajian Hortikultura Tropika Baranangsiang dan Tajur yang telah
banyak membantu selama proses penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Kurnia Makmur
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Ocimum × africanum Lour.
Antosianin
Tanin
Marka Morfologi
Marka ISSR (Inter-Simple Sequence Repeats)
Genetika Populasi
3
3
4
5
5
6
8
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan Tanaman
Karakterisasi Morfologi
Karakterisasi Molekuler
Pengamatan Kandungan Tanin
Analisis Data
9
9
9
9
12
13
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Variasi Ciri Morfologi Ocimum × africanum Lour.
Perbedaan Ocimum × africanum Lour. dengan Spesies Pembanding
Analisis Gugus Berdasarkan Keserupaan Ciri Morfologi
Analisis Komponen Utama Berdasarkan Ciri Morfologi
Variasi Ciri Molekuler
Analisis Gugus Berdasarkan Ciri Molekuler
Analisis Komponen Utama Berdasarkan Marka ISSR
Analisis Struktur Genetik Populasi Ocimum × africanum Lour.
15
15
18
19
20
21
23
25
26
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
28
28
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
33
DAFTAR TABEL
1 Ciri morfologi yang membedakan antara O. × africanum Lour., dan
kedua tetuanya yaitu O. americanum L. dan O. basilicum L.
2 Perbandingan marka RFLP, SSR, RAPD, AFLP, dan ISSR (Semagn
et al. 2006)
3 Daftar spesies, nomor aksesi, dan asal aksesi yang digunakan
dalam penelitian
4 Ciri dan sifat ciri morfologi yang diamati dari O. × africanum Lour.
dan O. basilicum L.
5 Nama, susunan basa, dan suhu annealing primer ISSR
yang digunakan
6 Suhu dan waktu yang digunakan pada tahapan proses PCR
7 Perbedaan ciri morfologi O. × africanum Lour. dan
O. basilicum L.
8 Jumlah sifat ciri, sifat ciri, dan nilai sifat ciri morfologi
pembentuk komponen utama
9 Daftar primer dan ukuran pita hasil amplifikasi pada marka ISSR
10 Nama dan sekuen primer, ukuran pita hasil PCR, jumlah pita
yang dihasilkan, jumlah pita polimorfik, tingkat pita polimorfik dari
O. × africanum Lour. dan O. basilicum L. dengan 13 primer ISSR
11 Ciri molekuler pembentuk komponen utama
12 Struktur genetik populasi O. × africanum Lour. berdasarkan
marka ISSR
6
8
10
10
13
13
18
21
22
22
26
26
DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi O. × africanum Lour., A. Perbungaan (Paton dan
Putievsky 2014), B2. Daun (Hadipoentyanti dan Wahyuni 2008),
C. Kelopak (Paton et al. 1999), D. Biji (Patel et al. 2015)
4
2 Wilayah amplifikasi ISSR dan hasil replikasi DNA (Zietkiewich
et al. 1994)
7
3 Variasi kerapatan cabang pada tanaman O. × africanum Lour.,
A. Jarang, B. Sedang, C. Rapat
15
4 Variasi bentuk daun (A-C) dan kedalaman gerigi daun (D-F) O.
× africanum Lour., A. Membulat, B. Membulat memanjang,
C. Memanjang, D. Menggergaji dangkal, E. Menggergaji sedang,
F. Menggergaji dalam, G. Menggergaji sangat dalam
16
5 Variasi ciri gelombang pada tepi daun O. × africanum Lour.,
A. Tepi daun tidak bergelombang, B. Tepi daun muda bergelombang,
C. Tepi daun dewasa bergelombang, D. Tepi daun muda dan
dewasa bergelombang
16
6 Variasi pigmen antosianin pada perbungaan O. × africanum Lour.,
A. Tidak terdapat pigmen antosianin, B. Pigmen antosianin
hanya terdapat pada kelopak di ujung perbungaan, C. Pigmen
antosianin tersebar pada beberapa kelopak perbungaan, D.
Pigmen antosianin menutupi seluruh kelopak dari ½ total
panjang perbungaan
17
7 Variasi pigmen warna ungu pada cabang lateral muda O. ×
africanum Lour., A. Tidak terdapat pigmen warna ungu,
B. Pigmen warna ungu dengan intensitas lemah, C. Pigmen warna
ungu dengan intensitas sedang
17
8 Ciri morfologi O. × africanum Lour. dan O. basilicum L. (A-E):
O. × africanum Lour., A. Kerapatan cabang sedang, B. Perbungaan
hijau dengan jarak internodus perbungaan sedang-panjang,
C. Daun, batang dan cabang berwarna hijau, D. Tepi daun
bergelombang, E. Tepi daun bergerigi dangkal (F-J): O. basilicum L.,
F. Kerapatan cabang longgar, G. Perbungaan berwarna ungu dan
jarak internodus pendek, H. Permukaan daun dengan batang dan
cabang berwarna ungu, I. Tepi daun tidak bergelombang, J. Tepi
daun bergerigi dalam
18
9 Dendrogram hasil analisis berdasarkan ciri morfologi dengan
indeks keserupaan dari SM dan metode UPGMA
19
10 Analisis komponen utama 36 aksesi berdasarkan ciri
morfologi membentuk 4 kelompok. Kelompok 1 dan 2= O. ×
africanum Lour., kelompok 3 dan 4= O. basilicum L.
21
11 Variasi Pita DNA primer ISSRED 4, tanda panah menunjukkan
pita spesifik. M= Marker 1 kb, KP10 & KP9= Poso, KL3 & KL5
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
= Lampung, KU= Papua, KY1 & KY3= Yogya, KW= Warungloa,
KA1 & KA2= Aceh, KS11 & KS10= Sukamerta, KCO6, KCO4,
& KCO1= Cisondari, KC10 & KC12= Cirutenhilir, KTL= Telagasari,
KPL2 & KPL3= Palasan, KR10, KR6, KR4, KR1, & KR11=
Kramatmulya, KT1, KT3, KT5, KT8, KT9 & KT10= Tempuran,
KM6 & KM12= Makassar, KTS= Tamansari, KCI6 &
KCI10= Cipetir
23
12 Dendrogram hasil analisis gugus berdasarkan data ISSR dari O. ×
africanum Lour. dan O. basilicum L. dengan koefisien keserupaan
SM dan metode UPGMA
24
13 Analisis komponen utama O. × africanum Lour. dan spesies
pembanding berdasarkan ciri molekuler. Kelompok 1 dan 2= O. ×
africanum Lour., kelompok 3 dan 5= O. basilicum L., dan kelompok
4= gabungan O. × africanum Lour. dengan O. basilicum L.
25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi Ocimum × africanum Lour. dan O. basilicum L. asal
beberapa lokasi di Indonesia
2 Hasil elektroforesis 13 primer yang digunakan dalam penelitian
34
36
I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Genus Ocimum termasuk kedalam famili Lamiaceae, subfamili Nepetoideae,
tribe Ocimeae, dan subtribe Ociminae. Genus ini terdiri dari 30 spesies yang
tersebar di wilayah tropis Amerika, Afrika dan Asia (Paton et al. 1999). Di
Indonesia terdapat 5 spesies Ocimum yaitu Ocimum gratissimum L., O. tenuiflorum
L., O. basilicum L., O. americanum L., dan O. × africanum Lour. (Mead 2014).
Spesies yang banyak dimanfaatkan adalah O. × africanum Lour. dan O. basilicum
L. (Mead 2014). Secara umum, kedua spesies ini merupakan herba setahun dengan
ciri batang persegi, daun duduk berhadapan berseling, bercabang banyak, bunga
berbentuk bibir dengan organ reproduksi berada di dekat bibir mahkota bawah,
serta memiliki rasa dan aroma yang khas (Hadipoentyanti dan Wahyuni 2008).
Ocimum basilicum L. dikenal sebagai basil berwarna ungu, memiliki banyak
pigmen antosianin yang menyebabkan sebagian besar dari bagian tanaman ini
berwarna ungu. Spesies ini sangat populer di negara-negara maju dan telah
dibudidayakan secara besar-besaran untuk keperluan kuliner, bahan baku kosmetik,
parfum, dan campuran bahan makanan (Nahak et al. 2011). Berbeda dengan spesies
O. basilicum L., O. × africanum Lour. atau yang dikenal dengan nama lokal
kemangi lebih dikenal luas di Indonesia. Namun, saat ini pemanfaatannya masih
berada dalam tahap pengenalan yaitu sebagai bahan baku pembuatan permen
(Harmely et al. 2014).
Ocimum × africanum Lour. merupakan hibrida dari hasil persilangan alami
O. basilicum L. dengan O. americanum L. yang memiliki ciri perbungaan gandaran,
indumentum jelas, panjang kelopak saat berbuah 5-6 mm, daun sering beraroma
lemon bila diremas (Conn 2014). Ciri pembeda antara spesies O. × africanum Lour.
dengan O. basilicum L. adalah warna keseluruhan organ tanaman, panjang kelopak,
dan tipe perbungaan (Conn 2014). Spesies ini dapat bernilai ekonomi tinggi karena
spesies ini merupakan sumber makanan yang kaya antioksidan karena banyak
mengandung senyawa bioaktif seperti fenol, flavonoid, dan terpen (Tahira 2013).
Senyawa bioaktif merupakan senyawa atau zat yang memiliki aktivitas
biologi pada oganisme hidup dan terbukti memberi efek pada kesehatan manusia
(Guaadaoui et al. 2014). Senyawa tersebut dapat membantu dalam mengoptimalkan
kesehatan dan mengurangi resiko penyakit kronis seperti kanker, penyakit jantung
koroner, stroke, dan penyakit alzheimer (Denny dan Buttriss 2005). Tanaman O. ×
africanum Lour. termasuk spesies yang mengandung beberapa senyawa bioaktif
sehingga dianggap penting untuk dikembangkan kualitasnya.
Untuk usaha pengembangannya di masa depan dan pengelolaan sumber daya
genetik, ketersediaan informasi keragaman genetik infraspesies merupakan hal
yang penting, tetapi informasi keragaman genetik O. × africanum Lour. di
Indonesia masih sangat terbatas. Informasi keragaman genetik dapat diperoleh
dengan analisis tanaman menggunakan marka morfologi dan marka molekuler.
Penggunaan marka morfologi dilakukan dengan mengkarakterisasi ciri morfologi
tanaman dengan menggunakan panduan deskriptor. Ciri morfologi bersifat fleksibel
dan dapat diamati secara kasat mata untuk melihat fenotipe suatu tanaman, namun
2
data yang dihasilkan dari marka ini sering dipengaruhi oleh lingkungan sehingga
perlu didukung oleh data dengan pendekatan lain.
Pendekatan molekuler dalam analisis keragaman genetik menawarkan
beberapa keunggulan, antara lain menyediakan data yang dapat dianalisis secara
obyektif dan waktu yang dibutuhkan relatif singkat (Jonah et al. 2011). Beberapa
pendekatan molekuler sudah digunakan untuk mengkaji keragaman genetik pada
tingkat spesies, salah satunya adalah marka ISSR (Inter-Simple Sequence Repeats).
Marka ISSR merupakan pendekatan molekuler berbasis pada PCR (Polymerase
Chain Reaction) yang menjadi teknologi pilihan karena menjanjikan efisiensi dan
akurasi dalam identifikasi. Marka ISSR memiliki banyak keunggulan, antara lain
biaya relatif murah, tidak memerlukan sekuen terlebih dahulu, dan menghasilkan
polimorfisme tinggi. Data polimorfisme yang dihasilkan dari marka ISSR dapat
digunakan untuk seleksi genetik dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan
keragaman genetik sehingga dapat mendukung program pemuliaan tanaman (Lal et
al. 2012).
Analisis menggunakan marka ISSR telah dilakukan terhadap berbagai jenis
tumbuhan. Analisis tersebut digunakan untuk membedakan berbagai jenis Cornus
spp. (Shi et al. 2010), mengelompokkan Fragaria × ananassa berdasarkan aksesi
yang diamati (Morales et al. 2011), mempelajari hubungan filogenetik kultivar Vitis
vinifera L. dalam rangka melestarikan genotipe lokal dan untuk meningkatkan
budidaya anggur di Mesir (Hassan et al. 2011), karakterisasi plasma nutfah ubi jalar
Brazil (Moulin et al. 2012), karakterisasi tanaman chamomile budidaya dan liar di
Polandia (Okon et al. 2013), studi evolusi dan kekerabatan pada beberapa hibrida
Poaceae (Sutkowska et al. 2015), dan karakterisasi plasma nutfah gandum Polandia
(Boczkowska dan Tarczyk 2013).
Marka ISSR juga telah digunakan untuk menganalisis keragaman genetik
berbagai jenis Ocimum di Taiwan (Chen et al. 2013) dan Gujarat India (Lal et al.
2012). Kajian dengan menggunakan marka ISSR terhadap Lemon basil di Taiwan
menghasilkan keragaman genetik sebesar 0.19 (Chen et al. 2013), sedangkan
analisis menggunakan marka SRAP (Recently Sequence Related Amplified
Polimorpism), O. × citriodorum L. menghasilkan keragaman genetik sebesar 0.11
(Chen et al. 2013). Penelitian ini mengkaji keragaman genetik O. × africanum Lour.
pada beberapa pulau di Indonesia menggunakan marka ISSR.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman morfologi O. ×
africanum Lour., menganalisis keragaman O. × africanum Lour. berbasis marka
ISSR, dan menganalisis struktur genetik populasi O. × africanum Lour.
berdasarkan marka ISSR.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Ocimum × africanum Lour.
Ocimum × africanum Lour. merupakan anggota dari famili Lamiaceae,
subfamili Nepetoideae, tribe Ocimeae, subtribe Ociminae. Jenis ini memiliki
beberapa nama sinonim yaitu O. × citriodorum, O. anisatum, O. americanum var.
pilosum, dan O. basilicum var. pilosum (Mead 2014). Pada beberapa penelitian
sebelumnya dilaporkan bahwa O. × africanum Lour. merupakan sinonim dari O.
americanum L. (Sunarto 1994). Berdasarkan hasil revisi terbaru mengungkapkan
bahwa kedua spesies tersebut merupakan spesies yang berbeda yang dapat
dibuktikan terutama dari ciri panjang kelopak (Paton 2012; Mead 2014) dan
kelebatan indumentum (Conn 2014). Dalam berbagai bahasa, O. × africanum Lour.
dikenal sebagai lemon basil (Inggris), kemangi (Indonesia), camangi (Makassar),
serawung (Sunda), lufe-lufe (Ternate), dan kelampes (Jawa Tengah) (Mead 2014).
Spesies O. × africanum Lour. merupakan hasil hibridisasi alami antara O.
basilicum L. dengan O. americanum L. yang berasal dari Thailand, spesies O. ×
africanum Lour. lebih mirip kepada O. americanum L. (Paton dan Putievsky 2014).
Adapun ciri spesies O. × africanum Lour. yaitu merupakan tumbuhan aromatik
dengan khas aroma lemon yang kuat, dan terdapat beberapa hibrida yang beraroma
adas manis (Paton dan Putievsky 2014), annual, herba kadang-kadang berkayu,
tinggi 20-70 cm, batang dan cabang persegi, memiliki banyak cabang, daun tunggal
duduk berhadapan berseling, panjang tangkai daun 3-25 mm, bentuk daun dari
membulat-memanjang, ukuran 2.5-5 cm x 1–2.5 cm, pertulangan daun menyirip,
ujung daun meruncing, tepi daun menggergaji; perbungaan gandaran dengan
panjang sampai 15 cm, daun pelindung membulat-memanjang dengan panjang 2-3
mm, kelopak berwarna hijau-ungu panjang 4-5 mm dengan mahkota berwarna
putih-merah muda panjang 4-7 mm, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina
berada dalam satu bunga, panjang tangkai sari 1-3 mm. Buah berbentuk kotak,
setiap buah berisi 4 biji, biji berbentuk elipsoid berwarna coklat kehitam-hitaman
sampai warna hitam, berukuran 1.9 mm × 1.0 mm (Gambar 1) (Paton et al. 1999;
Simon et al. 1999; Patel et al. 2015).
Open-pollination (penyerbukan terbuka) merupakan cara reproduksi yang
dilakukan oleh O. × africanum Lour. (Paton dan Putievsky 2014). Tanaman yang
melakukan penyerbukan terbuka cenderung melakukan penyerbukan silang (crosspollination) yaitu serbuk sari dari suatu bunga menyerbuki putik pada bunga yang
lain. Penyerbukan silang genus Ocimum dibantu oleh lebah madu dan kupu-kupu
kubis (Raju 1989). Penyerbukan silang terjadi akibat adanya kultivar lain yang
tumbuh di sekitar tempat tumbuh spesies yang diserbuki.
Ocimum × africanum Lour. diperbanyak dengan biji yang diperoleh dari
buah yang matang. Ciri biji yang dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman
yaitu berwarna hitam dan kering (Patel et al. 2015). Pada keadaan normal, tanaman
ini berkecambah 1-2 Minggu Setelah Semai (MSS) dan tumbuh dewasa 8-12 MSS
hingga mencapai tinggi 1 m. Spesies ini mudah dibudidayakan, toleran terhadap
cuaca panas dan dingin, dan dapat tumbuh di dataran pada ketinggian 500-2000 m
dpl. Tumbuh pada habitat dengan tanah miskin hara dan dan menyukai tempat yang
lembab (Paton et al. 1999).
4
A
B
C
C
D
Gambar 1 Morfologi O. × africanum Lour., A. Perbungaan (Paton dan Putievsky
2014), B2. Daun (Hadipoentyanti dan Wahyuni 2008), C. Kelopak
(Paton et al. 1999), D. Biji (Patel et al. 2015)
Spesies O. × africanum Lour. tersebar di Afrika tropis (Paton 2012), Afrika
Barat, Afrika Selatan, Asia tropis (Paton et al. 1999), Indonesia (Mead 2014),
Australia, Papua New Guinea (Conn 2014), Sudan, Semenanjung Arab, Iran, Cina,
India Utara (Paton dan Putievsky 2014), budidaya spesies ini kemungkinan besar
di Berlin (Paton et al. 1999), Asia, dan Afrika (Paton dan Putievsky 2014).
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa O. × africanum Lour.
mengandung senyawa bioaktif seperti eukaliptol, linalool, kamfer, estragol,
eugenol, methyl (E)-Cinnamate, caryophyllene, α-bergamotene, β-bisabolene, αfarnesene, sphatulenol (Vieira dan Simon 2006), navadensin, salvigenin,
cirsimaritin (Vieira et al. 2003), estragol, geranial dan neral (Stanko et al. 2011;
Santos et al. 2015).
Kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam tumbuhan dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Spesies O. × africanum Lour. termasuk
tanaman yang didalamnya tersebar berbagai kandungan bioaktif sehingga tanaman
ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan permen (Harmely et al. 2014),
sebagai antijamur untuk melawan jamur patogen (Zhang et al. 2009), dan sebagai
antioksidan (Tahira 2013).
Antosianin
Antosianin berasal dari kata anthos (bunga) dan kyanos (biru tua),
merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang tergolong ke dalam senyawa
flavonoid yang banyak dihasilkan pada tumbuhan. Flavonoid memberi efek pada
sel-sel saraf melalui tindakan selektif pada titik-titik yang berbeda dalam
memberikan sejumlah sinyal terhadap sel yang berperan melindungi otak dari
kerusakan (Denny dan Buttriss 2005).
Antosianin dalam tumbuhan dapat diidentifikasi dengan munculnya pigmen
berwarna merah, ungu, biru, oranye kemerah-merahan pada sel daun. Warna yang
muncul yang diakibatkan oleh pengaruh antosianin tergantung pada sifat kimia dan
konsentrasinya, pH vakuola, dan interaksi dengan pigmen lain. Pewarnaan oleh
antosianin dapat ditemukan pada buah-buahan, sayuran, biji-biji sereal, dan bunga
(Konczak dan Zhang 2004).
5
Antosianin yang terkandung dalam tumbuhan telah lama digunakan sebagai
obat tradisional (Horbowicz et al. 2008) karena dapat berfungsi sebagai antibiotik,
antifungi, hepatoprotektif, antimikroba dan anti-inflamasi (Nyarko et al. 2002;
Bassole et al. 2005; Euloge et al. 2012; Kumari dan Jain 2012). Di negara Amerika
utara, Eropa, dan China, tumbuhan yang mengandung antosianin telah
dimanfaatkan sebagai obat terhadap berbagai penyakit terutama penyakit jantung,
beberapa jenis kanker, demam, gangguan hati, diare, batu ginjal, diabetes, infeksi
saluran kemih, meningkatkan ketajaman visual, dan memperbaiki sirkulasi
peredaran darah (Konczak dan Zhang 2004). Selain itu tumbuhan yang memiliki
antosianin juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam industri makanan
(Konczak dan Zhang 2004).
Spesies dari Ocimum spp. merupakan tumbuhan yang didalamnya tersebar
berbagai macam kandungan bioaktif, salah satunya adalah senyawa antosianin.
Antosianin hanya dapat ditemukan pada daun Ocimum yang berwarna ungu.
Antosianin pada daun Ocimum yang terletak dibagian epidermis daun, berfungsi
untuk menyerap sebagian energi cahaya radiasi aktif saat daun berfotosintesis
(Photosynthetically Active Radiation). Hal tersebut dimanfaatkan oleh daun
Ocimum sebagai pertahanan terhadap intensitas cahaya yang berada di atas kisaran
optimal. Kandungan antosianin pada bagian daun tidak dipengaruhi oleh jumlah
pemberian pupuk nitrogen saat pertumbuhan dan waktu panen (Politycka dan Golcz
2004).
Tanin
Tanin merupakan senyawa fenolik turunan flavonoid yang disebut asam
tanan dan galotanin. Berfungsi mengikat, mengendapkan, menyusutkan protein,
digunakan sebagai alat pertahanan patogen, dan penentu nilai gizi suatu tanaman.
Tanin tersebar luas di dalam tumbuhan yang dapat ditemukan pada bagian jaringan
muda, daun, buah, batang, dan akar. Tumbuhan yang mengandung tanin akan terasa
sepat saat dikonsumsi dan menyebabkan perasaan kering pada mulut. Tanin dapat
dilihat pada tumbuhan yang melapuk dan pada permukaan tanah yang memiliki
genangan air. Sebagai efek tanin air akan berwarna kuning, hijau kehitam-hitaman,
sampai pada warna hitam (Ashok dan Upadhyaya 2012).
Marka Morfologi
Sifat-sifat morfologi sudah lama digunakan dalam melakukan pencirian
terhadap tumbuhan. Secara umum, ciri dapat diartikan sebagai marka yang
mengacu kepada bentuk, susunan, kandungan, atau perilaku makhluk. Ciri
morfologi dapat digunakan untuk membandingkan, mengelompokkan, dan
memisahkan suatu makhluk dari yang lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena
ciri bergantung kepada perwujudan berbagai macam faktor genetika yang berbeda,
serta adakalanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Ciri memiliki variasi yang
dapat diamati, dihitung, diukur, dan terkadang dimungkinkan untuk diberi
perlakuan. Variasi ciri amat penting untuk keperluan pencirian dan pengelompokan.
Pemilihan ciri yang dipakai untuk menandakan satu makhluk, dapat mempengaruhi
hasil pengelompokannya (Rifai 1976). Variasi morfologi dapat dinilai dengan cepat
6
karena sifat-sifat morfologi dapat dilihat dengan mudah dibandingkan dengan sifatsifat lainnya. Bias kepada morfologi terjadi karena pendekatan ini memberikan
jalan cepat memperagakan keanekaragaman dunia tumbuhan dan dapat dipakai
sebagai sistem pengacuan umum yang dapat menampung pernyataan data-data dari
bidang lainnya (Rifai 1976).
Pengamatan terhadap beberapa ciri morfologi O. × africanum Lour. telah
dilakukan meliputi habitus, tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, panjang
tangkai daun, tipe indumentum, tipe perbungaan, panjang perbungaan, rata-rata
panjang internodus pada perbungaan, panjang kelopak, warna mahkota, panjang
mahkota, produksi gel pada biji apabila terkena air, aroma (Mead 2014), bentuk biji,
panjang biji, lebar biji, dan warna biji (Patel et al. 2015). Hasil pengamatan terhadap
ciri-ciri tersebut diketahui bahwa ciri morfologi O. × africanum Lour. berada di
antara ciri O. basilicum L. dan O. americanum L. berdasarkan ukuran kelopak,
ukuran mahkota (Paton et al. 1999; Paton 2012; Conn 2014), dan ukuran biji (Patel
et al. 2015).
Ocimum × africanum Lour. dan O. basilicum L. merupakan dua spesies
yang dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan beberapa ciri morfologi. Ciri
tersebut meliputi ukuran daun, panjang kelopak, warna mahkota, panjang mahkota,
dan tipe perbungaan (Tabel 1). Spesies O. × africanum Lour. cenderung memiliki
ukuran yang lebih kecil dari O. basilicum L. (Paton et al. 1999; Paton 2012; Conn
2014; Patel et al. 2015).
Tabel 1 Ciri morfologi yang membedakan antara O. × africanum Lour., dan kedua
tetuanya yaitu O. americanum L. dan O. basilicum L.
Ciri morfologi
Ukuran daun (cm)1
O. × africanum Lour.
0.5-3.5 × 0.5-2.0
O. americanum L.
0.5-2.5 × 0.5-1.5
O. basilicum L.
1.5-5.0 × 0.5-2.5
Aroma2
Lemon
Panjang kelopak
(mm)3
Warna mahkota2
4-5.5
Jeruk, kamper, dan
cengkeh
2-3
Pedas manis dengan
sedikit aroma lemon
6
Putih, ungu pucat
Putih, ungu muda
Panjang mahkota
(mm)3
Tipe perbungaan3
4-6
4-6
Putih, putih kemerahmerahan, ungu muda
5-8
Gandaran
(Verticillaster)
Gandaran
(Verticillaster)
Ukuran
panjang
biji (mm)1
1.9
1.2
Gandaran
(Compound
verticillaster)
2.0
berganda
Keterangan: Data di atas diambil dari pustaka (1Patel et al. 2015; 2Mead 2014; 3Paton 2012)
Marka ISSR (Inter-Simple Sequence Repeats)
Marka molekuler digunakan untuk menunjukkan polimorfisme pada tingkat
DNA. Marka molekuler yang diharapkan adalah menghasilkan polimorfik yang
tinggi, bersifat kodominan, tersebar di seluruh genom, pendugaan mudah, murah,
cepat untuk dideteksi, dan reproducibility tinggi (Kumar et al. 2009).
Marka dengan menggunakan DNA terbagi menjadi dua tipe yaitu non PCR
seperti RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dan berbasis PCR
7
seperti RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment
Length Polimorphism), SSR (Simple Sequence Repeat), dan ISSR. Marka
molekuler yang berbasis PCR dapat menghasilkan terbentuknya pita DNA hasil
proses elektroforesis sebagai pencerminan alel yang dapat terdeteksi dan pewarisan
sifat mudah diamati, sehingga efisien untuk evaluasi dan seleksi (Semagn et al.
2006).
Marka molekuler ISSR merupakan salah satu marka multi-lokus yang
didasari oleh penggandaan (amplifikasi) fragmen DNA. Wilayah ISSR diapit oleh
sekuen nukleotida sederhana berulang (SSR) yang mengamplifikasi fragmen DNA
secara berlawanan. Ada kalanya terdapat penambahan sekuen nukleotida baik pada
bagian ujung primer 3’ maupun ujung primer 5’ yang dapat ditambahkan dengan 13 basa. Marka ISSR berupa fragmen DNA dengan ukuran 100-3000 pasangan basa
(bp) (Zietkiewicz et al. 1994). Area amplifikasi ISSR menurut Zietkiewicz et al.
(1994) disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Wilayah amplifikasi ISSR dan hasil replikasi DNA (Zietkiewicz et
al.1994)
Primer yang digunakan dalam marka ISSR adalah primer utas tunggal
dengan motif SSR. Marka ISSR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
marka lainnya, antara lain tidak memerlukan informasi urutan sekuen sebelumnya,
menghasilkan urutan DNA yang polimorfik, baik digunakan pada tingkat individu,
dan data yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi keragaman genetik
dalam pemeliharaan dan peningkatan keragaman genetik pada tingkat varietas
sehingga dapat mendukung program pemuliaan tanaman (Lal et al. 2012). Selain
itu primer ISSR mendeteksi lebih banyak pita DNA dibandingkan dengan primer
RAPD sehingga menunjukkan potensi yang lebih baik dalam mengevaluasi plasma
nutfah, akurasi identifikasi dan eksplorasi polimorfisme menjadi lebih tinggi
(Agisimanto et al. 2007). Keunggulan lain yang dimiliki marka ISSR yaitu biaya
yang dibutuhkan lebih murah, mudah digunakan, reproducibility tinggi, dan tidak
memerlukan deteksi radioaktif seperti pada marka AFLP (Semagn et al. 2006)
(Tabel 2).
Pada penelitian sebelumnya kajian secara molekuler pada tanaman padi
mengemukakan bahwa marka ISSR-PCR dapat menghasilkan pita polimorfik yang
8
berguna untuk menemukan strategi konservasi karena variasi yang dihasilkan lebih
tinggi dari marka lain yang ikut diamati (Parsons 1996).
Tabel 2 Perbandingan marka RFLP, SSR, RAPD, AFLP, dan ISSR (Semagn et
al. 2006)
Karakteristik Marka
Tingkat polimorfisme
RFLP
Sedang
SSR
Tinggi
RAPD
Tinggi
ISSR
Tinggi
Mudah
AFLP
Sangat
tinggi
Sulit
Kemudahan dalam
penggunaan
Kemampuan
menghasilkan pita
Deteksi radioaktif
Sedang
Mudah
Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tinggi
Iya
Tidak
Tidak
Iya/ Tidak
Tidak
Mudah
Marka ISSR telah digunakan pada beberapa tanaman dan mampu
memunculkan pita khusus dan berbeda di setiap primer sehingga pita tersebut
memiliki potensi sebagai penanda molekuler (DNA fingerprinting) untuk
membedakan antara spesies tanaman, seperti pada Cornus spp (Shi et al. 2010).
Marka ISSR lebih efisien digunakan dibandingkan dengan penanda yang lain dalam
mempelajari keserupaan genetik pada Fragaria × ananassa karena berhasil
mengelompokkan aksesi sesuai dengan asal aksesi yang diamati (Morales et al.
2011).
Genetika Populasi
Genetika populasi bertujuan untuk mempelajari struktur genetika populasi
dan hal-hal yang dapat mengubah struktur genetik, yakni tipe dan frekuensi gen
yang terdapat dalam populasi (Crowder 2010).
Frekuensi gen dalam suatu populasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain migrasi, mutasi, seleksi, aliran gen, dan program pemuliaan tanaman.
Keragaman genetik dapat menurun secara pasif akibat penyimpangan genetik dan
secara aktif melalui seleksi alam, serta dapat meningkat lewat mutasi dan aliran gen
yang berasal dari populasi yang berdekatan (Griffths et al. 2000).
Keragaman genetik dalam populasi dapat diukur pada tingkat DNA, dengan
menggunakan beberapa metode, antara lain dengan menggunakan teknik ISSR,
RAPD, AFLP, minisatellite, dan mikrosatellite (Baker 2000).
Pada tumbuhan Mentha aquatica L., keragaman genetik menggunakan
marka ISSR di dalam populasi pada pinggiran sungai sepanjang 2.7 Km
menghasilkan keragaman yang rendah (Schanzer et al. 2012). Menurut Sudarmono
(2005) luas wilayah yang diamati tidak berkorelasi dengan tingginya keragaman
genetik, tetapi diperkirakan bahwa keragaman genetik tidak lebih tinggi dari
populasi yang penyerbukannya dibantu oleh agen penyerbuk.
9
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2014-Maret 2015. Penanaman
biji spesies O. × africanum Lour. dan karakterisasi morfologi dilaksanakan di
kebun PKHT (Pusat Kajian Hortikultura Tropika) Tajur II. Karakterisasi ciri
molekuler pada spesies O. × africanum Lour. dilaksanakan di laboratorium PKHT
Baranangsiang IPB.
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah O. × africanum
Lour. sebanyak 33 aksesi dan 3 aksesi dari O. basilicum L. sebagai spesies
pembanding. Aksesi yang digunakan merupakan koleksi PKHT (Tabel 3).
Karakterisasi Morfologi
Pelaksanaan penelitian di lapangan dimulai dengan penyemaian biji O. ×
africanum Lour. dan O. basilicum L. pada bak semai. Bibit tanaman yang telah
tumbuh dipindahkan pada polybag ukuran 8 x 10 cm2. Selanjutnya dilakukan
penyiapan petakan pada lahan terbuka untuk menanam bibit tanaman yang telah
tumbuh. Bibit tanaman berumur 1 bulan dipindahkan dari polybag ke lapang pada
petakan yang telah disediakan, dengan jarak tanam 40 cm x 50 cm. Tiap aksesi
ditanam sebanyak 12 bibit tanaman. Pengamatan terhadap ciri morfologi mulai
dilakukan pada waktu tanaman telah berbunga dengan menggunakan panduan
deskriptor UPOV (Union Internationale Pour La Protection des Obtentions
Vegetales) (UPOV 2003). Dalam karakterisasi morfologi diamati sebanyak 37 ciri.
Ciri dan sifat ciri yang diamati disajikan pada Tabel 4.
10
Tabel 3 Daftar spesies, nomor aksesi, dan asal aksesi yang digunakan dalam
penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Spesies
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. basilicum L.
O. basilicum L.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. basilicum L.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
Nomor aksesi
KP9
KP10
KT8
KL3
KL5
KU
KY1
KY3
KW
KA1
KA2
KS11
KS10
KCO6
KCO4
KCH10
KCH12
KTL
KPL2
KPL3
KR10
KR6
KT1
KT3
KT5
KT10
KCO1
KR4
KM6
KM12
KTS
KCI6
KCI10
KR1
KR11
KT9
Asal aksesi
Kasiguncu, Poso, Sulawesi Tengah
Kasiguncu, Poso, Sulawesi Tengah
Dayeuh luhur, Tempuran, Jawa Barat
Terbaya, Kota Agung, Lampung
Terbaya, Kota Agung, Lampung
Nabire, Papua
Gunungketur, Yogyakarta, Jawa Tengah
Gunungketur, Yogyakarta, Jawa Tengah
Warung Loa, Bogor, Jawa Barat
Jaya Baru, Banda Aceh
Jaya Baru, Banda Aceh
Sukamerta, Rawamerta, Jawa Barat
Sukamerta, Rawamerta, Jawa Barat
Cisondari, Bandung, Jawa Barat
Cisondari, Bandung, Jawa Barat
Ciaruteun ilir, Bogor, Jawa Barat
Ciaruteun ilir, Bogor, Jawa Barat
Telagasari, Karawang, Jawa Barat
Palasan, Ciater, Subang, Jawa Barat
Palasan, Ciater, Subang, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Cisondari, Bandung, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Bonto baddo, Makassar, Sulawesi Selatan
Bonto baddo, Makassar, Sulawesi Selatan
Tamansari, Karawang, Jawa Barat
Cipetir, Bogor, Jawa Barat
Cipetir, Bogor, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Tabel 4 Ciri dan sifat ciri morfologi yang diamati dari O. × africanum Lour. dan O.
basilicum L.
No.
1
Ciri
Bentuk tajuk
2
3
4
5
6
Tinggi tanaman
Kerapatan cabang tanaman
Tipe indumentum pada batang
Pigmen antosianin pada batang
Intensitas antosianin pada batang
7
Pigmen antosianin pada cabang lateral
muda
Kode dan Sifat ciri
1= Membulat, 2= Sedang (intermediate), 3=
Tegak
1= 50-65, 2= 66-81, 3= 82-95
1= Longgar, 2= Sedang, 3= Rapat
1= Berbulu balig halus, 2= Berbulu balig
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang, 4=
Kuat
1= Tidak ada, 2= Ada
11
Tabel 4 Ciri dan sifat ciri morfologi yang diamati dari O. × africanum Lour.
dan O. basilicum L. (Lanjutan)
No.
8
9
Ciri
Intensitas antosianin pada cabang lateral
muda
Bentuk helaian daun
10
Panjang helaian daun
11
12
14
Lebar helaian daun
Warna antosianin dari sisi atas helaian
daun
Intensitas antosianin dari sisi atas helaian
daun
Persebaran antosianin pada helaian daun
15
Warna helaian daun
16
Kilau permukaan daun
17
Bentuk irisan melintang daun
18
19
Gerigi pada tepi daun
Kedalaman gerigi tepi daun
20
Gelombang pada tepi daun
21
Intensitas gelombang pada tepi daun
dewasa
Panjang tangkai daun
Total panjang perbungaan
Rata-rata panjang internodus pada
pangkal perbungaan
Indumentum pada daun pelindung
Warna mahkota bunga
13
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Warna putik
Warna kepala putik
Waktu perbungaan (10% dari perbungaan
tanaman) Hari Setelah Tanam (HST)
Keberadaan tanin
Intensitas tanin
Pigmen antosianin pada ujung perbungaan
Distribusi pigmen antosianin pada ujung
perbungaan
Warna permukaan atas kelopak pada
ujung perbungaan
Intensitas antosianin permukaan atas
kelopak pada ujung perbungaan
Warna indumentum pada ujung
perbungaan
Jumlah cabang yang berbunga
Kode dan Sifat ciri
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang
1= Membulat, 2= Membulat-memanjang, 3=
Memanjang
1= 3.01-4.00, 2= 4.01-5.00, 3= 5.01-6.00
1= 1.50-1.85, 2=1.86-2.21, 3= 2.22-2.57
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= sedang, 4= kuat
1= Tidak ada, 2= Pada tulang daun, 3= Pada
permukaan daun, 4= Seluruh permukaan
daun
1= Hijau muda, 2= Hijau sedang, 3= Hijau
gelap, 4= Hijau tua keunguan, 5= Hijau tua
keungu-abuan.
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang, 4=
Kuat, 5= Sangat kuat.
1= Datar, 2= V-lebar, 3= Cekung, 4=
Bentuk-v
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Dangkal, 2= Sedang, 3= Dalam, 4=
Sangat dalam
1= Tidak ada, 2= Daun muda, 3= Daun
dewasa, 4= Daun muda dan daun dewasa
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang, 4=
Kuat
1= 0.7-0.9, 2= 1-1.4, 3= 1.5-1.9
1= 14.0-22.1, 2= 22.2-30.3, 3= 30.4-38.5
1= 1.4-2.6, 2= 2.7-3.9, 3= 4.0-5.2
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Putih, 2= Putih kemerah-jambuan, 3=
Putih keunguan.
1= Putih, 2= Ungu cerah
1= Putih, 2= Ungu cerah, 3= Ungu
1= 21.0-25.2, 2= 25.3-29.4, 3= 29.5-33.6, 4=
33.7-37.8, 5= 37.9-42.
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Lemah, 2= Sedang, 3= Kuat.
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Tidak ada, 2= Tepi kelopak, 3=
Permukaan atas kelopak
1= Hijau, 2= Hijau kecoklatan, 3= Hijau
keunguan, 4= Ungu.
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang, 4=
Kuat.
1= Tidak berwarna, 2= Putih, 3= Putih
keunguan.
1= Satu, 2= Tiga, 3= Lebih dari tiga.
12
Karakterisasi Molekuler
Karakterisasi ciri molekuler meliputi isolasi DNA, amplifikasi DNA, dan
visualisasi hasil PCR yang dilakukan dengan marka ISSR. Persiapan DNA cetakan
dilakukan dengan mengekstraksi DNA dari daun muda O. × africanum Lour. yang
segar dan analisis molekuler dengan marka ISSR dilakukan dengan
mengamplifikasi DNA cetakan menggunakan mesin PCR Applied Biosystems 2720.
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB (Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide) (Doyle dan Doyle 1987) yang telah dimodifikasi
oleh Khanuja et al. (1999) yaitu dengan penambahan washing buffer pada sampel
yang telah dihaluskan. Sampel daun muda O. × africanum Lour. sebanyak 300 mg
digerus hingga halus menggunakan mortar. Sampel yang sudah digerus kemudian
ditambah 5 ml washing buffer dengan komposisi 5 ml Tris-HCl (pH 8.0) 1 M, 2 ml
EDTA 0.5 M (pH 8.0), 12.6 ml NaCl 5 M, 10 ml CTAB 10%, dan sebanyak 20.4
ml aquades steril. Selanjutnya ekstrak daun O. × africanum Lour. dimasukkan
dalam tabung sebanyak 1 ml, kemudian diinkubasi pada waterbath dengan suhu 65
o
C selama 1 jam. Setelah diinkubasi ditambah 0.5 ml CIAA (chloroform: isoamylalcohol 24:1), dicampur menggunakan vorteks hingga homogen dan dipisahkan
dengan sentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan
diambil menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml yang
baru, kemudian ditambah isopropanol dingin hingga tabung menjadi penuh dan
diinkubasi selama 12 jam dalam freezer. Selanjutnya tabung dikeluarkan dari
freezer kemudian disentrifugasi selama 10 menit, kemudian larutan dibuang hingga
yang tersisa hanya endapan (pelet). Pelet yang tertinggal dicuci menggunakan
alkohol 70% sebanyak 200 µl dengan cara disentrifugasi selama 10 menit. Setelah
itu larutan dibuang hingga yang tersisa hanya pelet DNA. Pelet DNA dikering
anginkan selama 3 jam hingga kering, setelah itu pelet dilarutkan dengan 100 µl TE
buffer dan disimpan dalam freezer sebagai stok DNA.
Amplifikasi DNA
DNA tanaman diamplifikasi dengan 13 primer ISSR (Tabel 5). Proses PCR
dilakukan pada volume 13 µl dengan komposisi reaksi sebagai berikut: 6 µl go taq
green, 1 µl primer ISSR, 1 µl sampel DNA, dan 5 µl air bebas ion. Tahapan proses
amplifikasi dengan PCR dilakukan sebanyak 35 siklus, yang masing-masing terdiri
dari pre heat, denaturation, annealing (suhu tergantung primer yang digunakan),
extention, dan final extention. Suhu dan waktu untuk masing-masing siklus tahap
disajikan dalam Tabel 6.
Sebanyak 4 µl hasil PCR dari setiap primer untuk masing-masing sampel,
dimasukkan pada sumur gel agarosa 1.5%. Selanjutnya dielektroforesis selama 45
menit pada tegangan 50 volt dalam larutan TAE Buffer 1X. Pada sumur pertama
dimasukkan sebanyak 1.5 µl marker DNA 1 kb sebagai penunjuk standar ukuran
pita DNA yang akan diamati. Gel hasil elektroforesis diwarnai dengan ethidium
bromide 1.0 µg L-1, selanjutnya hasil elektroforesis DNA divisualisasi di bawah
sinar UV (Aghaei et al. 2012). Pita DNA yang telah dimigrasikan pada gel agarosa
difoto menggunakan kamera digital Canon HD PowerShot A2500.
13
Pita DNA hasil visualisasi dan hasil PCR selanjutnya diamati. Sejumlah pita
DNA hasil amplifikasi diamati sebagai ciri molekuler, sedangkan yang diamati
sebagai sifat ciri adalah ukuran pita DNA yang muncul.
Pengamatan Kandungan Tanin
Kandungan tanin dalam O. × africanum Lour. dan O. basilicum L. diamati
dengan uji kualitatif yang dilakukan dengan uji FeCl3 (ferri chloride). Sebanyak
300 mg daun muda tanaman sampel digerus menggunakan mortar sampai halus,
kemudian ditambah aquades sebanyak 10 ml, selanjutnya diambil 1 ml dan
ditambah 2 tetes FeCl3 untuk diamati perubahan warna yang terjadi. Warna hitam
pada ekstrak air daun kemangi menunjukkan adanya kandungan tanin (Singh et al.
2012).
Tabel 5 Nama, susunan basa, dan suhu annealing primer
ISSR yang digunakan
Nama Primer
PKBT 2
PKBT 4
PKBT 7
PKBT 8
PKBT 9
PKBT 10
PKBT 11
PKBT 12
ISSRED 4
ISSRED 6
ISSRED 7
ISSRED 11
ISSRED 14
Susunan basa
(AC)8TT
(AG)8AA
(GA)9A
(GA)9C
(CTC)5GC
(GT)9A
(GT)9C
(GT)9T
(GAG)6G
(GT)8C
(GTC)6
(GTGC)4
(GACA)4
Suhu Annealing (OC)
53
53
54
54
54
54
54
54
54
45
51
48
41
Tabel 6 Suhu dan waktu yang digunakan pada tahapan proses
PCR
Tahapan
Pre heat
Denaturation
Annealing
Extention
Final extention
Suhu
Waktu
o
4 menit
30 detik
30 detik
1 menit
5 menit
94 C
94oC
o
41 C -54oC
72oC
72oC
Analisis Data
Keragaman genetik O. × africanum Lour. berdasarkan ciri morfologi dan
molekuler (ISSR) dianalisis dengan menggunakan program NTSYS (Numerical
Taxonomy and Multivariate Analysis System) versi 2.11a (Rohlf 1998). Hasil
pengamatan ciri morfologi dibuat dalam suatu kategori yaitu 1 jika sesuai dengan
sifat ciri 1 dan 2 jika sesuai dengan sifat ciri 2, yang disesuaikan dengan panduan
deskriptor UPOV (2003). Analisis ciri molekuler dilakukan dengan memberi skor
0 jika tidak ada pita, dan 1 jika ada pita DNA. Selanjutnya hasil pengamatan diolah
14
dengan SIMQUAL (Similarity of Qualitative Data) berdasarkan nilai koefisien
keserupaan SM (Simple Matching). Dendrogram dikonstruksi berdasarkan nilai
keserupaan dengan analisis SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchial and
Nested Clustering) menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Group
Method with Arithmatic Average).
Analisis komponen utama dilakukan dengan basic statistics covariance dan
PCA (Principal Component Analysis), dan hasil analisis disajikan dalam bentuk
plot 2 dimensi yang diolah dengan menggunakan program MINITAB release 16.
Struktur genetik dianalisis dengan menggunakan program GenAlex (Genetic
Analysis in Excel) (Peakall dan Smouse 2012).
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Variasi Ciri Morfologi Ocimum × africanum Lour.
Secara morfologi O. × africanum Lour. bervariasi pada beberapa karakter
yaitu kerapatan cabang, ukuran daun, panjang tangkai daun, kedalaman gerigi pada
tepi daun, gelombang pada tepi daun, panjang perbungaan, rata-rata panjang
internodus perbungaan, pigmen antosianin pada perbungaan, dan persebaran
pigmen antosianin pada
africanum Lour.) BERDASARKAN MARKA MORFOLOGI
DAN INTER-SIMPLE SEQUENCE REPEATS
KURNIA MAKMUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Keragaman
Genetik Kemangi (Ocimum × africanum Lour.) Berdasarkan Marka Morfologi dan
Inter-Simple Sequence Repeats adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Kurnia Makmur
NIM G353130391
RINGKASAN
KURNIA MAKMUR. Analisis Keragaman Genetik Kemangi (Ocimum ×
africanum Lour.) berdasarkan Marka Morfologi dan Inter-Simple Sequence
Repeats. Dibimbing oleh TATIK CHIKMAWATI dan SOBIR.
Ocimum × africanum Lour. dikenal sebagai kemangi, merupakan salah satu
tanaman indigenous Indonesia yang dimanfaatkan sebagai bumbu masakan dan
sayuran. Hingga saat ini spesies tersebut belum dikomersialkan karena masih jauh
dari nilai ekonomi yang tinggi, dan budi dayanya masih berada dalam skala rumah
tangga. Penelitian untuk mendapatkan informasi keragaman genetik spesies ini
dilakukan untuk menghasilkan sejumlah ciri terpilih yang dapat digunakan untuk
perbaikan potensi. Keragaman genetik O. × africanum Lour. telah dideskripsi
dengan melakukan karakterisasi morfologi dan molekuler.
Sampel tanaman yang digunakan berasal dari beberapa lokasi di Indonesia
meliputi 33 aksesi O. × africanum Lour. dan 3 aksesi O. basilicum L. sebagai
tanaman pembanding. Setiap aksesi dikarakterisasi menggunakan marka morfologi
dengan panduan deskriptor UPOV (International Union For the Protection of New
Varietas of Plant) dan marka ISSR (Inter-Simple Sequence Repeats) dengan 13
primer. Keserupaan fenetik dianalisis dengan SIMQUAL (Similarity of Qualitative
Data) melalui koefisien SM (Simple Matching) menggunakan metode UPGMA
(Unweighted Pair Group Method with Arithmatic Average) pada program NTSYS
(Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System) versi 2.11a, analisis
komponen utama menggunakan MINITAB release 16, dan struktur genetik di
analisis menggunakan GenAlex (Genetic Analysis in Exel).
Ocimum × africanum Lour. dan O. basilicum L. bervariasi pada beberapa
ciri yaitu tinggi tanaman, pigmen antosianin pada cabang lateral muda dan
perbungaan, panjang tangkai daun, ukuran daun, warna daun, bentuk daun,
gelombang pada tepi daun, panjang perbungaan, dan waktu berbunga. Dendrogram
hasil analisis gugus pada koefisien keserupaan antara 0.39-0.97 secara tegas
berhasil memisahkan aksesi O. × africanum Lour. dari spesies pembanding. Pada
koefisien keserupaan 0.52 seluruh aksesi membentuk 3 kelompok besar yang terdiri
dari 4 sub kelompok. Dua kelompok di antaranya merupakan kelompok dari aksesi
O. × africanum Lour. yang dibentuk oleh ciri pigmen antosianin pada cabang lateral
muda dan ciri gelombang pada tepi daun.
Analisis marka ISSR dengan menggunakan 13 primer berhasil
mengamplifikasi 111 pita DNA, dan 108 pita DNA di antaranya bersifat polimorfik.
Analisis keserupaan berdasarkan ciri molekuler menghasilkan koefisien keserupaan
berkisar antara 0.66-0.97 tetapi tidak memisahkan O. × africanum Lour. dari O.
basilicum L. secara tegas. Primer PKBT 10 mampu menghasilkan sebanyak 11 pita
polimorfik, sedangkan primer yang menghasilkan pola pita polimorfik paling
sedikit adalah primer PKBT 4 dan PKBT 9, masing-masing membentuk 6 pita.
Banyaknya jumlah pita DNA hasil amplifikasi tidak berkorelasi dengan tingginya
nilai polimorfisme.
Marka morfologi dan ISSR tidak mampu menjelaskan pengelompokan
aksesi berdasarkan daerah asal sampel. Pengelompokan tersebut dipengaruhi oleh
keragaman ciri aksesi di dalam spesies dan didukung oleh hasil analisis komponen
utama. Berdasarkan analisis struktur genetik, populasi O. × africanum Lour.
menunjukkan bahwa populasi dengan keragaman genetik tertinggi (PLP = 53.91,
I= 0.29) adalah populasi Tempuran.
Kata kunci: Fenetik, Keserupaan, Molekuler, Struktur genetik, Variabilitas
SUMMARY
KURNIA MAKMUR. Genetic diversity analysis of lemon basil (Ocimum ×
africanum Lour.) based on morphology and Inter-Simple Sequence Repeats
markers. Supervised by TATIK CHIKMAWATI and SOBIR.
Ocimum × africanum Lour. known as lemon basil is one of indigenous
plants in Indonesia used as spices and vegetables. This species has not been
commercialized until now because of its low economic value. The objective of this
research was to obtain information of genetic diversity of this species to select
plants with good characteristics that can be used for quality improvement. Genetic
diversity O. × africanum Lour. had been described using morphological and
molecular characterizations.
Plant samples were taken from several locations in Indonesia including 33
accessions of O. × africanum Lour. and 3 accessions of O. basilicum L. as
comparative crops. Each accession was characterized using morphological marker
based on guide UPOV descriptors and ISSR marker using 13 primers. Fenetik
similarity was analyzed using simple matching and then used the similarity to
construct a dendrogram using the UPGMA method. The analysis was performed
using NTSYS program version 2.11a, principal component analysis was analyzed
by MINITAB Release 16, and genetic structure population using Genetic Analysis
in Exel (GenAlex).
Thirty-seven morphological characters of O. × africanum Lour. and O.
basilicum L. varied on several traits that are plant height, anthocyanin pigments in
the young lateral branches and inflorescence, petiole length, leaf size, leaf color,
leaf shape, presence or absence of undulation on leaf margin, inflorescence length,
and flowering time. Cluster analysis based on morphological characters formed a
dendrogram with similarity coefficients ranged 0.39-0.97 that successfully
separated accessions of O. × africanum Lour. from O. basilicum L.. At the
similarity coefficient of 0.52, all accessions can be grouped into 3 major groups
which consisted of four sub-groups. Two groups of them consisted of O. ×
africanum Lour. accessions that are constructed based on the pigment anthocyanin
in young lateral branches and characteristics of the undulation at the leaf margin.
Molecular characterization based on 13 ISSR primers successfully
amplified 111 DNA band, and 108 of which are polymorphic DNA bands. Cluster
analysis based on ISSR characters generated similarity coefficient ranged from 0.66
to 0.97. Unfortunately, it can not separate O. × africanum Lour. of O. basilicum L.
clearly. Primer of PKBT 10 was able to produce 11 polymorphic bands, but PKBT
4 and PKBT 9 produced the least polymorphic band, each of them formed 6 bands.
The number of bands produced by each primer did not correlated to the level of
polymorphism
Morphological and ISSR markers can not explain the sample origin based
accessions grouping. The grouping is more affected by the diversity of accession
specific characters within species and it is supported by principles component
analysis result. Genetic structure analysis of O. × africanum Lour. populations
indicated that the population with the highest genetic diversity (PLP = 53.91, I=
0.29) is Tempuran population.
Keywords: Genetic structrure, Molecular, Phenetic, Similarity, Variability
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK KEMANGI (Ocimum ×
africanum Lour.) BERDASARKAN MARKA MORFOLOGI
DAN INTER-SIMPLE SEQUENCE REPEATS
KURNIA MAKMUR
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Aris Tjahjoleksono, DEA
Judul Tesis
Nama
NIM
: Analisis Keragaman Genetik Kemangi (Ocimum ×
africanum Lour.) Berdasarkan Marka Morfologi dan Inter-Simple
Sequence Repeats
: Kurnia Makmur
: G353130391
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi
Ketua
Prof Dr Ir Sobir, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Miftahudin, MSi
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 02 Juni 2016
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Alhamdulillahi robbiil a’lamin segala puji dan syukur penulis panjatkan
kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga
karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 ini ialah keragaman genetik, dengan judul
Analisis Keragaman Genetik Kemangi (Ocimum × africanum Lour.) Berdasarkan
Marka Morfologi dan Inter-Simple Sequence Repeats.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Tatik Chikmawati dan Prof Dr
Ir Sobir selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, saran, dan
ide dari awal hingga akhir penelitian. Penulis menyampaikan terima kasih kepada
Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi atas BPP-DN (Beasiswa Pendidikan
Pascasarjana Dalam Negeri) calon dosen angkatan 2013 dan kerjasama proyek
penelitian INSINAS (Insentif Riset Strategis Nasional) no. RT-2016-0201 atas
nama Prof Dr Ir Sobir. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada semua
jajaran Pusat Kajian Hortikultura Tropika Baranangsiang dan Tajur yang telah
banyak membantu selama proses penelitian berlangsung. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada suami, ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala do’a
dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Kurnia Makmur
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xi
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
1
1
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Ocimum × africanum Lour.
Antosianin
Tanin
Marka Morfologi
Marka ISSR (Inter-Simple Sequence Repeats)
Genetika Populasi
3
3
4
5
5
6
8
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan Tanaman
Karakterisasi Morfologi
Karakterisasi Molekuler
Pengamatan Kandungan Tanin
Analisis Data
9
9
9
9
12
13
13
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Variasi Ciri Morfologi Ocimum × africanum Lour.
Perbedaan Ocimum × africanum Lour. dengan Spesies Pembanding
Analisis Gugus Berdasarkan Keserupaan Ciri Morfologi
Analisis Komponen Utama Berdasarkan Ciri Morfologi
Variasi Ciri Molekuler
Analisis Gugus Berdasarkan Ciri Molekuler
Analisis Komponen Utama Berdasarkan Marka ISSR
Analisis Struktur Genetik Populasi Ocimum × africanum Lour.
15
15
18
19
20
21
23
25
26
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
28
28
28
DAFTAR PUSTAKA
29
LAMPIRAN
33
DAFTAR TABEL
1 Ciri morfologi yang membedakan antara O. × africanum Lour., dan
kedua tetuanya yaitu O. americanum L. dan O. basilicum L.
2 Perbandingan marka RFLP, SSR, RAPD, AFLP, dan ISSR (Semagn
et al. 2006)
3 Daftar spesies, nomor aksesi, dan asal aksesi yang digunakan
dalam penelitian
4 Ciri dan sifat ciri morfologi yang diamati dari O. × africanum Lour.
dan O. basilicum L.
5 Nama, susunan basa, dan suhu annealing primer ISSR
yang digunakan
6 Suhu dan waktu yang digunakan pada tahapan proses PCR
7 Perbedaan ciri morfologi O. × africanum Lour. dan
O. basilicum L.
8 Jumlah sifat ciri, sifat ciri, dan nilai sifat ciri morfologi
pembentuk komponen utama
9 Daftar primer dan ukuran pita hasil amplifikasi pada marka ISSR
10 Nama dan sekuen primer, ukuran pita hasil PCR, jumlah pita
yang dihasilkan, jumlah pita polimorfik, tingkat pita polimorfik dari
O. × africanum Lour. dan O. basilicum L. dengan 13 primer ISSR
11 Ciri molekuler pembentuk komponen utama
12 Struktur genetik populasi O. × africanum Lour. berdasarkan
marka ISSR
6
8
10
10
13
13
18
21
22
22
26
26
DAFTAR GAMBAR
1 Morfologi O. × africanum Lour., A. Perbungaan (Paton dan
Putievsky 2014), B2. Daun (Hadipoentyanti dan Wahyuni 2008),
C. Kelopak (Paton et al. 1999), D. Biji (Patel et al. 2015)
4
2 Wilayah amplifikasi ISSR dan hasil replikasi DNA (Zietkiewich
et al. 1994)
7
3 Variasi kerapatan cabang pada tanaman O. × africanum Lour.,
A. Jarang, B. Sedang, C. Rapat
15
4 Variasi bentuk daun (A-C) dan kedalaman gerigi daun (D-F) O.
× africanum Lour., A. Membulat, B. Membulat memanjang,
C. Memanjang, D. Menggergaji dangkal, E. Menggergaji sedang,
F. Menggergaji dalam, G. Menggergaji sangat dalam
16
5 Variasi ciri gelombang pada tepi daun O. × africanum Lour.,
A. Tepi daun tidak bergelombang, B. Tepi daun muda bergelombang,
C. Tepi daun dewasa bergelombang, D. Tepi daun muda dan
dewasa bergelombang
16
6 Variasi pigmen antosianin pada perbungaan O. × africanum Lour.,
A. Tidak terdapat pigmen antosianin, B. Pigmen antosianin
hanya terdapat pada kelopak di ujung perbungaan, C. Pigmen
antosianin tersebar pada beberapa kelopak perbungaan, D.
Pigmen antosianin menutupi seluruh kelopak dari ½ total
panjang perbungaan
17
7 Variasi pigmen warna ungu pada cabang lateral muda O. ×
africanum Lour., A. Tidak terdapat pigmen warna ungu,
B. Pigmen warna ungu dengan intensitas lemah, C. Pigmen warna
ungu dengan intensitas sedang
17
8 Ciri morfologi O. × africanum Lour. dan O. basilicum L. (A-E):
O. × africanum Lour., A. Kerapatan cabang sedang, B. Perbungaan
hijau dengan jarak internodus perbungaan sedang-panjang,
C. Daun, batang dan cabang berwarna hijau, D. Tepi daun
bergelombang, E. Tepi daun bergerigi dangkal (F-J): O. basilicum L.,
F. Kerapatan cabang longgar, G. Perbungaan berwarna ungu dan
jarak internodus pendek, H. Permukaan daun dengan batang dan
cabang berwarna ungu, I. Tepi daun tidak bergelombang, J. Tepi
daun bergerigi dalam
18
9 Dendrogram hasil analisis berdasarkan ciri morfologi dengan
indeks keserupaan dari SM dan metode UPGMA
19
10 Analisis komponen utama 36 aksesi berdasarkan ciri
morfologi membentuk 4 kelompok. Kelompok 1 dan 2= O. ×
africanum Lour., kelompok 3 dan 4= O. basilicum L.
21
11 Variasi Pita DNA primer ISSRED 4, tanda panah menunjukkan
pita spesifik. M= Marker 1 kb, KP10 & KP9= Poso, KL3 & KL5
DAFTAR GAMBAR (LANJUTAN)
= Lampung, KU= Papua, KY1 & KY3= Yogya, KW= Warungloa,
KA1 & KA2= Aceh, KS11 & KS10= Sukamerta, KCO6, KCO4,
& KCO1= Cisondari, KC10 & KC12= Cirutenhilir, KTL= Telagasari,
KPL2 & KPL3= Palasan, KR10, KR6, KR4, KR1, & KR11=
Kramatmulya, KT1, KT3, KT5, KT8, KT9 & KT10= Tempuran,
KM6 & KM12= Makassar, KTS= Tamansari, KCI6 &
KCI10= Cipetir
23
12 Dendrogram hasil analisis gugus berdasarkan data ISSR dari O. ×
africanum Lour. dan O. basilicum L. dengan koefisien keserupaan
SM dan metode UPGMA
24
13 Analisis komponen utama O. × africanum Lour. dan spesies
pembanding berdasarkan ciri molekuler. Kelompok 1 dan 2= O. ×
africanum Lour., kelompok 3 dan 5= O. basilicum L., dan kelompok
4= gabungan O. × africanum Lour. dengan O. basilicum L.
25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Deskripsi Ocimum × africanum Lour. dan O. basilicum L. asal
beberapa lokasi di Indonesia
2 Hasil elektroforesis 13 primer yang digunakan dalam penelitian
34
36
I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Genus Ocimum termasuk kedalam famili Lamiaceae, subfamili Nepetoideae,
tribe Ocimeae, dan subtribe Ociminae. Genus ini terdiri dari 30 spesies yang
tersebar di wilayah tropis Amerika, Afrika dan Asia (Paton et al. 1999). Di
Indonesia terdapat 5 spesies Ocimum yaitu Ocimum gratissimum L., O. tenuiflorum
L., O. basilicum L., O. americanum L., dan O. × africanum Lour. (Mead 2014).
Spesies yang banyak dimanfaatkan adalah O. × africanum Lour. dan O. basilicum
L. (Mead 2014). Secara umum, kedua spesies ini merupakan herba setahun dengan
ciri batang persegi, daun duduk berhadapan berseling, bercabang banyak, bunga
berbentuk bibir dengan organ reproduksi berada di dekat bibir mahkota bawah,
serta memiliki rasa dan aroma yang khas (Hadipoentyanti dan Wahyuni 2008).
Ocimum basilicum L. dikenal sebagai basil berwarna ungu, memiliki banyak
pigmen antosianin yang menyebabkan sebagian besar dari bagian tanaman ini
berwarna ungu. Spesies ini sangat populer di negara-negara maju dan telah
dibudidayakan secara besar-besaran untuk keperluan kuliner, bahan baku kosmetik,
parfum, dan campuran bahan makanan (Nahak et al. 2011). Berbeda dengan spesies
O. basilicum L., O. × africanum Lour. atau yang dikenal dengan nama lokal
kemangi lebih dikenal luas di Indonesia. Namun, saat ini pemanfaatannya masih
berada dalam tahap pengenalan yaitu sebagai bahan baku pembuatan permen
(Harmely et al. 2014).
Ocimum × africanum Lour. merupakan hibrida dari hasil persilangan alami
O. basilicum L. dengan O. americanum L. yang memiliki ciri perbungaan gandaran,
indumentum jelas, panjang kelopak saat berbuah 5-6 mm, daun sering beraroma
lemon bila diremas (Conn 2014). Ciri pembeda antara spesies O. × africanum Lour.
dengan O. basilicum L. adalah warna keseluruhan organ tanaman, panjang kelopak,
dan tipe perbungaan (Conn 2014). Spesies ini dapat bernilai ekonomi tinggi karena
spesies ini merupakan sumber makanan yang kaya antioksidan karena banyak
mengandung senyawa bioaktif seperti fenol, flavonoid, dan terpen (Tahira 2013).
Senyawa bioaktif merupakan senyawa atau zat yang memiliki aktivitas
biologi pada oganisme hidup dan terbukti memberi efek pada kesehatan manusia
(Guaadaoui et al. 2014). Senyawa tersebut dapat membantu dalam mengoptimalkan
kesehatan dan mengurangi resiko penyakit kronis seperti kanker, penyakit jantung
koroner, stroke, dan penyakit alzheimer (Denny dan Buttriss 2005). Tanaman O. ×
africanum Lour. termasuk spesies yang mengandung beberapa senyawa bioaktif
sehingga dianggap penting untuk dikembangkan kualitasnya.
Untuk usaha pengembangannya di masa depan dan pengelolaan sumber daya
genetik, ketersediaan informasi keragaman genetik infraspesies merupakan hal
yang penting, tetapi informasi keragaman genetik O. × africanum Lour. di
Indonesia masih sangat terbatas. Informasi keragaman genetik dapat diperoleh
dengan analisis tanaman menggunakan marka morfologi dan marka molekuler.
Penggunaan marka morfologi dilakukan dengan mengkarakterisasi ciri morfologi
tanaman dengan menggunakan panduan deskriptor. Ciri morfologi bersifat fleksibel
dan dapat diamati secara kasat mata untuk melihat fenotipe suatu tanaman, namun
2
data yang dihasilkan dari marka ini sering dipengaruhi oleh lingkungan sehingga
perlu didukung oleh data dengan pendekatan lain.
Pendekatan molekuler dalam analisis keragaman genetik menawarkan
beberapa keunggulan, antara lain menyediakan data yang dapat dianalisis secara
obyektif dan waktu yang dibutuhkan relatif singkat (Jonah et al. 2011). Beberapa
pendekatan molekuler sudah digunakan untuk mengkaji keragaman genetik pada
tingkat spesies, salah satunya adalah marka ISSR (Inter-Simple Sequence Repeats).
Marka ISSR merupakan pendekatan molekuler berbasis pada PCR (Polymerase
Chain Reaction) yang menjadi teknologi pilihan karena menjanjikan efisiensi dan
akurasi dalam identifikasi. Marka ISSR memiliki banyak keunggulan, antara lain
biaya relatif murah, tidak memerlukan sekuen terlebih dahulu, dan menghasilkan
polimorfisme tinggi. Data polimorfisme yang dihasilkan dari marka ISSR dapat
digunakan untuk seleksi genetik dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan
keragaman genetik sehingga dapat mendukung program pemuliaan tanaman (Lal et
al. 2012).
Analisis menggunakan marka ISSR telah dilakukan terhadap berbagai jenis
tumbuhan. Analisis tersebut digunakan untuk membedakan berbagai jenis Cornus
spp. (Shi et al. 2010), mengelompokkan Fragaria × ananassa berdasarkan aksesi
yang diamati (Morales et al. 2011), mempelajari hubungan filogenetik kultivar Vitis
vinifera L. dalam rangka melestarikan genotipe lokal dan untuk meningkatkan
budidaya anggur di Mesir (Hassan et al. 2011), karakterisasi plasma nutfah ubi jalar
Brazil (Moulin et al. 2012), karakterisasi tanaman chamomile budidaya dan liar di
Polandia (Okon et al. 2013), studi evolusi dan kekerabatan pada beberapa hibrida
Poaceae (Sutkowska et al. 2015), dan karakterisasi plasma nutfah gandum Polandia
(Boczkowska dan Tarczyk 2013).
Marka ISSR juga telah digunakan untuk menganalisis keragaman genetik
berbagai jenis Ocimum di Taiwan (Chen et al. 2013) dan Gujarat India (Lal et al.
2012). Kajian dengan menggunakan marka ISSR terhadap Lemon basil di Taiwan
menghasilkan keragaman genetik sebesar 0.19 (Chen et al. 2013), sedangkan
analisis menggunakan marka SRAP (Recently Sequence Related Amplified
Polimorpism), O. × citriodorum L. menghasilkan keragaman genetik sebesar 0.11
(Chen et al. 2013). Penelitian ini mengkaji keragaman genetik O. × africanum Lour.
pada beberapa pulau di Indonesia menggunakan marka ISSR.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman morfologi O. ×
africanum Lour., menganalisis keragaman O. × africanum Lour. berbasis marka
ISSR, dan menganalisis struktur genetik populasi O. × africanum Lour.
berdasarkan marka ISSR.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Ocimum × africanum Lour.
Ocimum × africanum Lour. merupakan anggota dari famili Lamiaceae,
subfamili Nepetoideae, tribe Ocimeae, subtribe Ociminae. Jenis ini memiliki
beberapa nama sinonim yaitu O. × citriodorum, O. anisatum, O. americanum var.
pilosum, dan O. basilicum var. pilosum (Mead 2014). Pada beberapa penelitian
sebelumnya dilaporkan bahwa O. × africanum Lour. merupakan sinonim dari O.
americanum L. (Sunarto 1994). Berdasarkan hasil revisi terbaru mengungkapkan
bahwa kedua spesies tersebut merupakan spesies yang berbeda yang dapat
dibuktikan terutama dari ciri panjang kelopak (Paton 2012; Mead 2014) dan
kelebatan indumentum (Conn 2014). Dalam berbagai bahasa, O. × africanum Lour.
dikenal sebagai lemon basil (Inggris), kemangi (Indonesia), camangi (Makassar),
serawung (Sunda), lufe-lufe (Ternate), dan kelampes (Jawa Tengah) (Mead 2014).
Spesies O. × africanum Lour. merupakan hasil hibridisasi alami antara O.
basilicum L. dengan O. americanum L. yang berasal dari Thailand, spesies O. ×
africanum Lour. lebih mirip kepada O. americanum L. (Paton dan Putievsky 2014).
Adapun ciri spesies O. × africanum Lour. yaitu merupakan tumbuhan aromatik
dengan khas aroma lemon yang kuat, dan terdapat beberapa hibrida yang beraroma
adas manis (Paton dan Putievsky 2014), annual, herba kadang-kadang berkayu,
tinggi 20-70 cm, batang dan cabang persegi, memiliki banyak cabang, daun tunggal
duduk berhadapan berseling, panjang tangkai daun 3-25 mm, bentuk daun dari
membulat-memanjang, ukuran 2.5-5 cm x 1–2.5 cm, pertulangan daun menyirip,
ujung daun meruncing, tepi daun menggergaji; perbungaan gandaran dengan
panjang sampai 15 cm, daun pelindung membulat-memanjang dengan panjang 2-3
mm, kelopak berwarna hijau-ungu panjang 4-5 mm dengan mahkota berwarna
putih-merah muda panjang 4-7 mm, alat kelamin jantan dan alat kelamin betina
berada dalam satu bunga, panjang tangkai sari 1-3 mm. Buah berbentuk kotak,
setiap buah berisi 4 biji, biji berbentuk elipsoid berwarna coklat kehitam-hitaman
sampai warna hitam, berukuran 1.9 mm × 1.0 mm (Gambar 1) (Paton et al. 1999;
Simon et al. 1999; Patel et al. 2015).
Open-pollination (penyerbukan terbuka) merupakan cara reproduksi yang
dilakukan oleh O. × africanum Lour. (Paton dan Putievsky 2014). Tanaman yang
melakukan penyerbukan terbuka cenderung melakukan penyerbukan silang (crosspollination) yaitu serbuk sari dari suatu bunga menyerbuki putik pada bunga yang
lain. Penyerbukan silang genus Ocimum dibantu oleh lebah madu dan kupu-kupu
kubis (Raju 1989). Penyerbukan silang terjadi akibat adanya kultivar lain yang
tumbuh di sekitar tempat tumbuh spesies yang diserbuki.
Ocimum × africanum Lour. diperbanyak dengan biji yang diperoleh dari
buah yang matang. Ciri biji yang dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman
yaitu berwarna hitam dan kering (Patel et al. 2015). Pada keadaan normal, tanaman
ini berkecambah 1-2 Minggu Setelah Semai (MSS) dan tumbuh dewasa 8-12 MSS
hingga mencapai tinggi 1 m. Spesies ini mudah dibudidayakan, toleran terhadap
cuaca panas dan dingin, dan dapat tumbuh di dataran pada ketinggian 500-2000 m
dpl. Tumbuh pada habitat dengan tanah miskin hara dan dan menyukai tempat yang
lembab (Paton et al. 1999).
4
A
B
C
C
D
Gambar 1 Morfologi O. × africanum Lour., A. Perbungaan (Paton dan Putievsky
2014), B2. Daun (Hadipoentyanti dan Wahyuni 2008), C. Kelopak
(Paton et al. 1999), D. Biji (Patel et al. 2015)
Spesies O. × africanum Lour. tersebar di Afrika tropis (Paton 2012), Afrika
Barat, Afrika Selatan, Asia tropis (Paton et al. 1999), Indonesia (Mead 2014),
Australia, Papua New Guinea (Conn 2014), Sudan, Semenanjung Arab, Iran, Cina,
India Utara (Paton dan Putievsky 2014), budidaya spesies ini kemungkinan besar
di Berlin (Paton et al. 1999), Asia, dan Afrika (Paton dan Putievsky 2014).
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa O. × africanum Lour.
mengandung senyawa bioaktif seperti eukaliptol, linalool, kamfer, estragol,
eugenol, methyl (E)-Cinnamate, caryophyllene, α-bergamotene, β-bisabolene, αfarnesene, sphatulenol (Vieira dan Simon 2006), navadensin, salvigenin,
cirsimaritin (Vieira et al. 2003), estragol, geranial dan neral (Stanko et al. 2011;
Santos et al. 2015).
Kandungan senyawa bioaktif yang terdapat di dalam tumbuhan dapat
dimanfaatkan untuk kesejahteraan manusia. Spesies O. × africanum Lour. termasuk
tanaman yang didalamnya tersebar berbagai kandungan bioaktif sehingga tanaman
ini dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan permen (Harmely et al. 2014),
sebagai antijamur untuk melawan jamur patogen (Zhang et al. 2009), dan sebagai
antioksidan (Tahira 2013).
Antosianin
Antosianin berasal dari kata anthos (bunga) dan kyanos (biru tua),
merupakan salah satu jenis metabolit sekunder yang tergolong ke dalam senyawa
flavonoid yang banyak dihasilkan pada tumbuhan. Flavonoid memberi efek pada
sel-sel saraf melalui tindakan selektif pada titik-titik yang berbeda dalam
memberikan sejumlah sinyal terhadap sel yang berperan melindungi otak dari
kerusakan (Denny dan Buttriss 2005).
Antosianin dalam tumbuhan dapat diidentifikasi dengan munculnya pigmen
berwarna merah, ungu, biru, oranye kemerah-merahan pada sel daun. Warna yang
muncul yang diakibatkan oleh pengaruh antosianin tergantung pada sifat kimia dan
konsentrasinya, pH vakuola, dan interaksi dengan pigmen lain. Pewarnaan oleh
antosianin dapat ditemukan pada buah-buahan, sayuran, biji-biji sereal, dan bunga
(Konczak dan Zhang 2004).
5
Antosianin yang terkandung dalam tumbuhan telah lama digunakan sebagai
obat tradisional (Horbowicz et al. 2008) karena dapat berfungsi sebagai antibiotik,
antifungi, hepatoprotektif, antimikroba dan anti-inflamasi (Nyarko et al. 2002;
Bassole et al. 2005; Euloge et al. 2012; Kumari dan Jain 2012). Di negara Amerika
utara, Eropa, dan China, tumbuhan yang mengandung antosianin telah
dimanfaatkan sebagai obat terhadap berbagai penyakit terutama penyakit jantung,
beberapa jenis kanker, demam, gangguan hati, diare, batu ginjal, diabetes, infeksi
saluran kemih, meningkatkan ketajaman visual, dan memperbaiki sirkulasi
peredaran darah (Konczak dan Zhang 2004). Selain itu tumbuhan yang memiliki
antosianin juga dapat dimanfaatkan sebagai pewarna alami dalam industri makanan
(Konczak dan Zhang 2004).
Spesies dari Ocimum spp. merupakan tumbuhan yang didalamnya tersebar
berbagai macam kandungan bioaktif, salah satunya adalah senyawa antosianin.
Antosianin hanya dapat ditemukan pada daun Ocimum yang berwarna ungu.
Antosianin pada daun Ocimum yang terletak dibagian epidermis daun, berfungsi
untuk menyerap sebagian energi cahaya radiasi aktif saat daun berfotosintesis
(Photosynthetically Active Radiation). Hal tersebut dimanfaatkan oleh daun
Ocimum sebagai pertahanan terhadap intensitas cahaya yang berada di atas kisaran
optimal. Kandungan antosianin pada bagian daun tidak dipengaruhi oleh jumlah
pemberian pupuk nitrogen saat pertumbuhan dan waktu panen (Politycka dan Golcz
2004).
Tanin
Tanin merupakan senyawa fenolik turunan flavonoid yang disebut asam
tanan dan galotanin. Berfungsi mengikat, mengendapkan, menyusutkan protein,
digunakan sebagai alat pertahanan patogen, dan penentu nilai gizi suatu tanaman.
Tanin tersebar luas di dalam tumbuhan yang dapat ditemukan pada bagian jaringan
muda, daun, buah, batang, dan akar. Tumbuhan yang mengandung tanin akan terasa
sepat saat dikonsumsi dan menyebabkan perasaan kering pada mulut. Tanin dapat
dilihat pada tumbuhan yang melapuk dan pada permukaan tanah yang memiliki
genangan air. Sebagai efek tanin air akan berwarna kuning, hijau kehitam-hitaman,
sampai pada warna hitam (Ashok dan Upadhyaya 2012).
Marka Morfologi
Sifat-sifat morfologi sudah lama digunakan dalam melakukan pencirian
terhadap tumbuhan. Secara umum, ciri dapat diartikan sebagai marka yang
mengacu kepada bentuk, susunan, kandungan, atau perilaku makhluk. Ciri
morfologi dapat digunakan untuk membandingkan, mengelompokkan, dan
memisahkan suatu makhluk dari yang lainnya. Hal ini mudah dimengerti karena
ciri bergantung kepada perwujudan berbagai macam faktor genetika yang berbeda,
serta adakalanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Ciri memiliki variasi yang
dapat diamati, dihitung, diukur, dan terkadang dimungkinkan untuk diberi
perlakuan. Variasi ciri amat penting untuk keperluan pencirian dan pengelompokan.
Pemilihan ciri yang dipakai untuk menandakan satu makhluk, dapat mempengaruhi
hasil pengelompokannya (Rifai 1976). Variasi morfologi dapat dinilai dengan cepat
6
karena sifat-sifat morfologi dapat dilihat dengan mudah dibandingkan dengan sifatsifat lainnya. Bias kepada morfologi terjadi karena pendekatan ini memberikan
jalan cepat memperagakan keanekaragaman dunia tumbuhan dan dapat dipakai
sebagai sistem pengacuan umum yang dapat menampung pernyataan data-data dari
bidang lainnya (Rifai 1976).
Pengamatan terhadap beberapa ciri morfologi O. × africanum Lour. telah
dilakukan meliputi habitus, tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, panjang
tangkai daun, tipe indumentum, tipe perbungaan, panjang perbungaan, rata-rata
panjang internodus pada perbungaan, panjang kelopak, warna mahkota, panjang
mahkota, produksi gel pada biji apabila terkena air, aroma (Mead 2014), bentuk biji,
panjang biji, lebar biji, dan warna biji (Patel et al. 2015). Hasil pengamatan terhadap
ciri-ciri tersebut diketahui bahwa ciri morfologi O. × africanum Lour. berada di
antara ciri O. basilicum L. dan O. americanum L. berdasarkan ukuran kelopak,
ukuran mahkota (Paton et al. 1999; Paton 2012; Conn 2014), dan ukuran biji (Patel
et al. 2015).
Ocimum × africanum Lour. dan O. basilicum L. merupakan dua spesies
yang dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan beberapa ciri morfologi. Ciri
tersebut meliputi ukuran daun, panjang kelopak, warna mahkota, panjang mahkota,
dan tipe perbungaan (Tabel 1). Spesies O. × africanum Lour. cenderung memiliki
ukuran yang lebih kecil dari O. basilicum L. (Paton et al. 1999; Paton 2012; Conn
2014; Patel et al. 2015).
Tabel 1 Ciri morfologi yang membedakan antara O. × africanum Lour., dan kedua
tetuanya yaitu O. americanum L. dan O. basilicum L.
Ciri morfologi
Ukuran daun (cm)1
O. × africanum Lour.
0.5-3.5 × 0.5-2.0
O. americanum L.
0.5-2.5 × 0.5-1.5
O. basilicum L.
1.5-5.0 × 0.5-2.5
Aroma2
Lemon
Panjang kelopak
(mm)3
Warna mahkota2
4-5.5
Jeruk, kamper, dan
cengkeh
2-3
Pedas manis dengan
sedikit aroma lemon
6
Putih, ungu pucat
Putih, ungu muda
Panjang mahkota
(mm)3
Tipe perbungaan3
4-6
4-6
Putih, putih kemerahmerahan, ungu muda
5-8
Gandaran
(Verticillaster)
Gandaran
(Verticillaster)
Ukuran
panjang
biji (mm)1
1.9
1.2
Gandaran
(Compound
verticillaster)
2.0
berganda
Keterangan: Data di atas diambil dari pustaka (1Patel et al. 2015; 2Mead 2014; 3Paton 2012)
Marka ISSR (Inter-Simple Sequence Repeats)
Marka molekuler digunakan untuk menunjukkan polimorfisme pada tingkat
DNA. Marka molekuler yang diharapkan adalah menghasilkan polimorfik yang
tinggi, bersifat kodominan, tersebar di seluruh genom, pendugaan mudah, murah,
cepat untuk dideteksi, dan reproducibility tinggi (Kumar et al. 2009).
Marka dengan menggunakan DNA terbagi menjadi dua tipe yaitu non PCR
seperti RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism) dan berbasis PCR
7
seperti RAPD (Random Amplified Polimorphic DNA), AFLP (Amplified Fragment
Length Polimorphism), SSR (Simple Sequence Repeat), dan ISSR. Marka
molekuler yang berbasis PCR dapat menghasilkan terbentuknya pita DNA hasil
proses elektroforesis sebagai pencerminan alel yang dapat terdeteksi dan pewarisan
sifat mudah diamati, sehingga efisien untuk evaluasi dan seleksi (Semagn et al.
2006).
Marka molekuler ISSR merupakan salah satu marka multi-lokus yang
didasari oleh penggandaan (amplifikasi) fragmen DNA. Wilayah ISSR diapit oleh
sekuen nukleotida sederhana berulang (SSR) yang mengamplifikasi fragmen DNA
secara berlawanan. Ada kalanya terdapat penambahan sekuen nukleotida baik pada
bagian ujung primer 3’ maupun ujung primer 5’ yang dapat ditambahkan dengan 13 basa. Marka ISSR berupa fragmen DNA dengan ukuran 100-3000 pasangan basa
(bp) (Zietkiewicz et al. 1994). Area amplifikasi ISSR menurut Zietkiewicz et al.
(1994) disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2 Wilayah amplifikasi ISSR dan hasil replikasi DNA (Zietkiewicz et
al.1994)
Primer yang digunakan dalam marka ISSR adalah primer utas tunggal
dengan motif SSR. Marka ISSR memiliki beberapa keunggulan dibandingkan
marka lainnya, antara lain tidak memerlukan informasi urutan sekuen sebelumnya,
menghasilkan urutan DNA yang polimorfik, baik digunakan pada tingkat individu,
dan data yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengevaluasi keragaman genetik
dalam pemeliharaan dan peningkatan keragaman genetik pada tingkat varietas
sehingga dapat mendukung program pemuliaan tanaman (Lal et al. 2012). Selain
itu primer ISSR mendeteksi lebih banyak pita DNA dibandingkan dengan primer
RAPD sehingga menunjukkan potensi yang lebih baik dalam mengevaluasi plasma
nutfah, akurasi identifikasi dan eksplorasi polimorfisme menjadi lebih tinggi
(Agisimanto et al. 2007). Keunggulan lain yang dimiliki marka ISSR yaitu biaya
yang dibutuhkan lebih murah, mudah digunakan, reproducibility tinggi, dan tidak
memerlukan deteksi radioaktif seperti pada marka AFLP (Semagn et al. 2006)
(Tabel 2).
Pada penelitian sebelumnya kajian secara molekuler pada tanaman padi
mengemukakan bahwa marka ISSR-PCR dapat menghasilkan pita polimorfik yang
8
berguna untuk menemukan strategi konservasi karena variasi yang dihasilkan lebih
tinggi dari marka lain yang ikut diamati (Parsons 1996).
Tabel 2 Perbandingan marka RFLP, SSR, RAPD, AFLP, dan ISSR (Semagn et
al. 2006)
Karakteristik Marka
Tingkat polimorfisme
RFLP
Sedang
SSR
Tinggi
RAPD
Tinggi
ISSR
Tinggi
Mudah
AFLP
Sangat
tinggi
Sulit
Kemudahan dalam
penggunaan
Kemampuan
menghasilkan pita
Deteksi radioaktif
Sedang
Mudah
Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi
Tinggi
Iya
Tidak
Tidak
Iya/ Tidak
Tidak
Mudah
Marka ISSR telah digunakan pada beberapa tanaman dan mampu
memunculkan pita khusus dan berbeda di setiap primer sehingga pita tersebut
memiliki potensi sebagai penanda molekuler (DNA fingerprinting) untuk
membedakan antara spesies tanaman, seperti pada Cornus spp (Shi et al. 2010).
Marka ISSR lebih efisien digunakan dibandingkan dengan penanda yang lain dalam
mempelajari keserupaan genetik pada Fragaria × ananassa karena berhasil
mengelompokkan aksesi sesuai dengan asal aksesi yang diamati (Morales et al.
2011).
Genetika Populasi
Genetika populasi bertujuan untuk mempelajari struktur genetika populasi
dan hal-hal yang dapat mengubah struktur genetik, yakni tipe dan frekuensi gen
yang terdapat dalam populasi (Crowder 2010).
Frekuensi gen dalam suatu populasi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain migrasi, mutasi, seleksi, aliran gen, dan program pemuliaan tanaman.
Keragaman genetik dapat menurun secara pasif akibat penyimpangan genetik dan
secara aktif melalui seleksi alam, serta dapat meningkat lewat mutasi dan aliran gen
yang berasal dari populasi yang berdekatan (Griffths et al. 2000).
Keragaman genetik dalam populasi dapat diukur pada tingkat DNA, dengan
menggunakan beberapa metode, antara lain dengan menggunakan teknik ISSR,
RAPD, AFLP, minisatellite, dan mikrosatellite (Baker 2000).
Pada tumbuhan Mentha aquatica L., keragaman genetik menggunakan
marka ISSR di dalam populasi pada pinggiran sungai sepanjang 2.7 Km
menghasilkan keragaman yang rendah (Schanzer et al. 2012). Menurut Sudarmono
(2005) luas wilayah yang diamati tidak berkorelasi dengan tingginya keragaman
genetik, tetapi diperkirakan bahwa keragaman genetik tidak lebih tinggi dari
populasi yang penyerbukannya dibantu oleh agen penyerbuk.
9
3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus 2014-Maret 2015. Penanaman
biji spesies O. × africanum Lour. dan karakterisasi morfologi dilaksanakan di
kebun PKHT (Pusat Kajian Hortikultura Tropika) Tajur II. Karakterisasi ciri
molekuler pada spesies O. × africanum Lour. dilaksanakan di laboratorium PKHT
Baranangsiang IPB.
Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah O. × africanum
Lour. sebanyak 33 aksesi dan 3 aksesi dari O. basilicum L. sebagai spesies
pembanding. Aksesi yang digunakan merupakan koleksi PKHT (Tabel 3).
Karakterisasi Morfologi
Pelaksanaan penelitian di lapangan dimulai dengan penyemaian biji O. ×
africanum Lour. dan O. basilicum L. pada bak semai. Bibit tanaman yang telah
tumbuh dipindahkan pada polybag ukuran 8 x 10 cm2. Selanjutnya dilakukan
penyiapan petakan pada lahan terbuka untuk menanam bibit tanaman yang telah
tumbuh. Bibit tanaman berumur 1 bulan dipindahkan dari polybag ke lapang pada
petakan yang telah disediakan, dengan jarak tanam 40 cm x 50 cm. Tiap aksesi
ditanam sebanyak 12 bibit tanaman. Pengamatan terhadap ciri morfologi mulai
dilakukan pada waktu tanaman telah berbunga dengan menggunakan panduan
deskriptor UPOV (Union Internationale Pour La Protection des Obtentions
Vegetales) (UPOV 2003). Dalam karakterisasi morfologi diamati sebanyak 37 ciri.
Ciri dan sifat ciri yang diamati disajikan pada Tabel 4.
10
Tabel 3 Daftar spesies, nomor aksesi, dan asal aksesi yang digunakan dalam
penelitian
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Spesies
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. basilicum L.
O. basilicum L.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. basilicum L.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
O. × africanum Lour.
Nomor aksesi
KP9
KP10
KT8
KL3
KL5
KU
KY1
KY3
KW
KA1
KA2
KS11
KS10
KCO6
KCO4
KCH10
KCH12
KTL
KPL2
KPL3
KR10
KR6
KT1
KT3
KT5
KT10
KCO1
KR4
KM6
KM12
KTS
KCI6
KCI10
KR1
KR11
KT9
Asal aksesi
Kasiguncu, Poso, Sulawesi Tengah
Kasiguncu, Poso, Sulawesi Tengah
Dayeuh luhur, Tempuran, Jawa Barat
Terbaya, Kota Agung, Lampung
Terbaya, Kota Agung, Lampung
Nabire, Papua
Gunungketur, Yogyakarta, Jawa Tengah
Gunungketur, Yogyakarta, Jawa Tengah
Warung Loa, Bogor, Jawa Barat
Jaya Baru, Banda Aceh
Jaya Baru, Banda Aceh
Sukamerta, Rawamerta, Jawa Barat
Sukamerta, Rawamerta, Jawa Barat
Cisondari, Bandung, Jawa Barat
Cisondari, Bandung, Jawa Barat
Ciaruteun ilir, Bogor, Jawa Barat
Ciaruteun ilir, Bogor, Jawa Barat
Telagasari, Karawang, Jawa Barat
Palasan, Ciater, Subang, Jawa Barat
Palasan, Ciater, Subang, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Cisondari, Bandung, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Bonto baddo, Makassar, Sulawesi Selatan
Bonto baddo, Makassar, Sulawesi Selatan
Tamansari, Karawang, Jawa Barat
Cipetir, Bogor, Jawa Barat
Cipetir, Bogor, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Kramatmulya, Kuningan, Jawa Barat
Dayeuh Luhur, Tempuran, Jawa Barat
Tabel 4 Ciri dan sifat ciri morfologi yang diamati dari O. × africanum Lour. dan O.
basilicum L.
No.
1
Ciri
Bentuk tajuk
2
3
4
5
6
Tinggi tanaman
Kerapatan cabang tanaman
Tipe indumentum pada batang
Pigmen antosianin pada batang
Intensitas antosianin pada batang
7
Pigmen antosianin pada cabang lateral
muda
Kode dan Sifat ciri
1= Membulat, 2= Sedang (intermediate), 3=
Tegak
1= 50-65, 2= 66-81, 3= 82-95
1= Longgar, 2= Sedang, 3= Rapat
1= Berbulu balig halus, 2= Berbulu balig
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang, 4=
Kuat
1= Tidak ada, 2= Ada
11
Tabel 4 Ciri dan sifat ciri morfologi yang diamati dari O. × africanum Lour.
dan O. basilicum L. (Lanjutan)
No.
8
9
Ciri
Intensitas antosianin pada cabang lateral
muda
Bentuk helaian daun
10
Panjang helaian daun
11
12
14
Lebar helaian daun
Warna antosianin dari sisi atas helaian
daun
Intensitas antosianin dari sisi atas helaian
daun
Persebaran antosianin pada helaian daun
15
Warna helaian daun
16
Kilau permukaan daun
17
Bentuk irisan melintang daun
18
19
Gerigi pada tepi daun
Kedalaman gerigi tepi daun
20
Gelombang pada tepi daun
21
Intensitas gelombang pada tepi daun
dewasa
Panjang tangkai daun
Total panjang perbungaan
Rata-rata panjang internodus pada
pangkal perbungaan
Indumentum pada daun pelindung
Warna mahkota bunga
13
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
Warna putik
Warna kepala putik
Waktu perbungaan (10% dari perbungaan
tanaman) Hari Setelah Tanam (HST)
Keberadaan tanin
Intensitas tanin
Pigmen antosianin pada ujung perbungaan
Distribusi pigmen antosianin pada ujung
perbungaan
Warna permukaan atas kelopak pada
ujung perbungaan
Intensitas antosianin permukaan atas
kelopak pada ujung perbungaan
Warna indumentum pada ujung
perbungaan
Jumlah cabang yang berbunga
Kode dan Sifat ciri
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang
1= Membulat, 2= Membulat-memanjang, 3=
Memanjang
1= 3.01-4.00, 2= 4.01-5.00, 3= 5.01-6.00
1= 1.50-1.85, 2=1.86-2.21, 3= 2.22-2.57
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= sedang, 4= kuat
1= Tidak ada, 2= Pada tulang daun, 3= Pada
permukaan daun, 4= Seluruh permukaan
daun
1= Hijau muda, 2= Hijau sedang, 3= Hijau
gelap, 4= Hijau tua keunguan, 5= Hijau tua
keungu-abuan.
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang, 4=
Kuat, 5= Sangat kuat.
1= Datar, 2= V-lebar, 3= Cekung, 4=
Bentuk-v
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Dangkal, 2= Sedang, 3= Dalam, 4=
Sangat dalam
1= Tidak ada, 2= Daun muda, 3= Daun
dewasa, 4= Daun muda dan daun dewasa
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang, 4=
Kuat
1= 0.7-0.9, 2= 1-1.4, 3= 1.5-1.9
1= 14.0-22.1, 2= 22.2-30.3, 3= 30.4-38.5
1= 1.4-2.6, 2= 2.7-3.9, 3= 4.0-5.2
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Putih, 2= Putih kemerah-jambuan, 3=
Putih keunguan.
1= Putih, 2= Ungu cerah
1= Putih, 2= Ungu cerah, 3= Ungu
1= 21.0-25.2, 2= 25.3-29.4, 3= 29.5-33.6, 4=
33.7-37.8, 5= 37.9-42.
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Lemah, 2= Sedang, 3= Kuat.
1= Tidak ada, 2= Ada
1= Tidak ada, 2= Tepi kelopak, 3=
Permukaan atas kelopak
1= Hijau, 2= Hijau kecoklatan, 3= Hijau
keunguan, 4= Ungu.
1= Tidak ada, 2= Lemah, 3= Sedang, 4=
Kuat.
1= Tidak berwarna, 2= Putih, 3= Putih
keunguan.
1= Satu, 2= Tiga, 3= Lebih dari tiga.
12
Karakterisasi Molekuler
Karakterisasi ciri molekuler meliputi isolasi DNA, amplifikasi DNA, dan
visualisasi hasil PCR yang dilakukan dengan marka ISSR. Persiapan DNA cetakan
dilakukan dengan mengekstraksi DNA dari daun muda O. × africanum Lour. yang
segar dan analisis molekuler dengan marka ISSR dilakukan dengan
mengamplifikasi DNA cetakan menggunakan mesin PCR Applied Biosystems 2720.
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode CTAB (Cetyl
Trimethyl Ammonium Bromide) (Doyle dan Doyle 1987) yang telah dimodifikasi
oleh Khanuja et al. (1999) yaitu dengan penambahan washing buffer pada sampel
yang telah dihaluskan. Sampel daun muda O. × africanum Lour. sebanyak 300 mg
digerus hingga halus menggunakan mortar. Sampel yang sudah digerus kemudian
ditambah 5 ml washing buffer dengan komposisi 5 ml Tris-HCl (pH 8.0) 1 M, 2 ml
EDTA 0.5 M (pH 8.0), 12.6 ml NaCl 5 M, 10 ml CTAB 10%, dan sebanyak 20.4
ml aquades steril. Selanjutnya ekstrak daun O. × africanum Lour. dimasukkan
dalam tabung sebanyak 1 ml, kemudian diinkubasi pada waterbath dengan suhu 65
o
C selama 1 jam. Setelah diinkubasi ditambah 0.5 ml CIAA (chloroform: isoamylalcohol 24:1), dicampur menggunakan vorteks hingga homogen dan dipisahkan
dengan sentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan
diambil menggunakan pipet mikro dan dimasukkan ke dalam tabung 1.5 ml yang
baru, kemudian ditambah isopropanol dingin hingga tabung menjadi penuh dan
diinkubasi selama 12 jam dalam freezer. Selanjutnya tabung dikeluarkan dari
freezer kemudian disentrifugasi selama 10 menit, kemudian larutan dibuang hingga
yang tersisa hanya endapan (pelet). Pelet yang tertinggal dicuci menggunakan
alkohol 70% sebanyak 200 µl dengan cara disentrifugasi selama 10 menit. Setelah
itu larutan dibuang hingga yang tersisa hanya pelet DNA. Pelet DNA dikering
anginkan selama 3 jam hingga kering, setelah itu pelet dilarutkan dengan 100 µl TE
buffer dan disimpan dalam freezer sebagai stok DNA.
Amplifikasi DNA
DNA tanaman diamplifikasi dengan 13 primer ISSR (Tabel 5). Proses PCR
dilakukan pada volume 13 µl dengan komposisi reaksi sebagai berikut: 6 µl go taq
green, 1 µl primer ISSR, 1 µl sampel DNA, dan 5 µl air bebas ion. Tahapan proses
amplifikasi dengan PCR dilakukan sebanyak 35 siklus, yang masing-masing terdiri
dari pre heat, denaturation, annealing (suhu tergantung primer yang digunakan),
extention, dan final extention. Suhu dan waktu untuk masing-masing siklus tahap
disajikan dalam Tabel 6.
Sebanyak 4 µl hasil PCR dari setiap primer untuk masing-masing sampel,
dimasukkan pada sumur gel agarosa 1.5%. Selanjutnya dielektroforesis selama 45
menit pada tegangan 50 volt dalam larutan TAE Buffer 1X. Pada sumur pertama
dimasukkan sebanyak 1.5 µl marker DNA 1 kb sebagai penunjuk standar ukuran
pita DNA yang akan diamati. Gel hasil elektroforesis diwarnai dengan ethidium
bromide 1.0 µg L-1, selanjutnya hasil elektroforesis DNA divisualisasi di bawah
sinar UV (Aghaei et al. 2012). Pita DNA yang telah dimigrasikan pada gel agarosa
difoto menggunakan kamera digital Canon HD PowerShot A2500.
13
Pita DNA hasil visualisasi dan hasil PCR selanjutnya diamati. Sejumlah pita
DNA hasil amplifikasi diamati sebagai ciri molekuler, sedangkan yang diamati
sebagai sifat ciri adalah ukuran pita DNA yang muncul.
Pengamatan Kandungan Tanin
Kandungan tanin dalam O. × africanum Lour. dan O. basilicum L. diamati
dengan uji kualitatif yang dilakukan dengan uji FeCl3 (ferri chloride). Sebanyak
300 mg daun muda tanaman sampel digerus menggunakan mortar sampai halus,
kemudian ditambah aquades sebanyak 10 ml, selanjutnya diambil 1 ml dan
ditambah 2 tetes FeCl3 untuk diamati perubahan warna yang terjadi. Warna hitam
pada ekstrak air daun kemangi menunjukkan adanya kandungan tanin (Singh et al.
2012).
Tabel 5 Nama, susunan basa, dan suhu annealing primer
ISSR yang digunakan
Nama Primer
PKBT 2
PKBT 4
PKBT 7
PKBT 8
PKBT 9
PKBT 10
PKBT 11
PKBT 12
ISSRED 4
ISSRED 6
ISSRED 7
ISSRED 11
ISSRED 14
Susunan basa
(AC)8TT
(AG)8AA
(GA)9A
(GA)9C
(CTC)5GC
(GT)9A
(GT)9C
(GT)9T
(GAG)6G
(GT)8C
(GTC)6
(GTGC)4
(GACA)4
Suhu Annealing (OC)
53
53
54
54
54
54
54
54
54
45
51
48
41
Tabel 6 Suhu dan waktu yang digunakan pada tahapan proses
PCR
Tahapan
Pre heat
Denaturation
Annealing
Extention
Final extention
Suhu
Waktu
o
4 menit
30 detik
30 detik
1 menit
5 menit
94 C
94oC
o
41 C -54oC
72oC
72oC
Analisis Data
Keragaman genetik O. × africanum Lour. berdasarkan ciri morfologi dan
molekuler (ISSR) dianalisis dengan menggunakan program NTSYS (Numerical
Taxonomy and Multivariate Analysis System) versi 2.11a (Rohlf 1998). Hasil
pengamatan ciri morfologi dibuat dalam suatu kategori yaitu 1 jika sesuai dengan
sifat ciri 1 dan 2 jika sesuai dengan sifat ciri 2, yang disesuaikan dengan panduan
deskriptor UPOV (2003). Analisis ciri molekuler dilakukan dengan memberi skor
0 jika tidak ada pita, dan 1 jika ada pita DNA. Selanjutnya hasil pengamatan diolah
14
dengan SIMQUAL (Similarity of Qualitative Data) berdasarkan nilai koefisien
keserupaan SM (Simple Matching). Dendrogram dikonstruksi berdasarkan nilai
keserupaan dengan analisis SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchial and
Nested Clustering) menggunakan metode UPGMA (Unweighted Pair Group
Method with Arithmatic Average).
Analisis komponen utama dilakukan dengan basic statistics covariance dan
PCA (Principal Component Analysis), dan hasil analisis disajikan dalam bentuk
plot 2 dimensi yang diolah dengan menggunakan program MINITAB release 16.
Struktur genetik dianalisis dengan menggunakan program GenAlex (Genetic
Analysis in Excel) (Peakall dan Smouse 2012).
15
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Variasi Ciri Morfologi Ocimum × africanum Lour.
Secara morfologi O. × africanum Lour. bervariasi pada beberapa karakter
yaitu kerapatan cabang, ukuran daun, panjang tangkai daun, kedalaman gerigi pada
tepi daun, gelombang pada tepi daun, panjang perbungaan, rata-rata panjang
internodus perbungaan, pigmen antosianin pada perbungaan, dan persebaran
pigmen antosianin pada