Pemberian Probiotik Bacillus pada Media Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia.

PEMBERIAN PROBIOTIK Bacillus PADA MEDIA PEMELIHARAAN
IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) UNTUK PENCEGAHAN
PENYAKIT MOTILE AEROMONADS SEPTICEMIA

MOHAMMAD FAIZAL ULKHAQ

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemberian Probiotik Bacillus
pada Media Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk
Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014

Mohammad Faizal Ulkhaq
C151120411

RINGKASAN
MOHAMMAD FAIZAL ULKHAQ. Pemberian Probiotik Bacillus pada Media
Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit
Motile Aeromonads Septicemia. Dibimbing oleh WIDANARNI dan ANGELA
MARIANA LUSIASTUTI.
Penyakit merupakan salah satu kendala pada budidaya ikan lele dumbo
sistem intensif, diantaranya adalah Motile Aeromonads Septicaemia yang
disebabkan oleh infeksi bakteri Aeromonas hydrophila. Usaha pengendalian untuk
mengatasi penyakit ini, salah satunya dengan penggunaan antibiotika. Namun
seringkali dalam penggunaannya tidak tepat dosis, sehingga menimbulkan
resistensi patogen dan munculnya residu kimia pada produk perikanan. Oleh
karena itu, saat ini usaha pencegahan penyakit ikan pada sistem budidaya sedang
diarahkan pada penggunaan probiotik. Penelitian ini bertujuan untuk menguji

efektivitas probiotik Bacillus dalam menghambat pertumbuhan A. hydrophila dan
mencegah serangan penyakit Motile Aeromonads Septicemia pada ikan lele
dumbo.
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Oktober 2013 sampai dengan Januari
2014 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap
yaitu: uji in vitro (karakterisasi isolat bakteri dan pemberian penanda resisten
antibiotik serta uji kultur bersama), uji Postulat Koch, dan uji in vivo. Parameter
uji yang diamati selama penelitian adalah tingkat kelangsungan hidup, laju
pertumbuhan harian, total bakteri pada media pemeliharaan, total eritrosit, total
leukosit, hemoglobin, hematokrit, diferensial leukosit, histopatologi dan kualitas
air. Penelitian terdiri dari lima perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan,
yaitu budidaya ikan lele dumbo dengan pemberian probiotik Bacillus P4I1 RifR,
Bacillus P4I2 RifR, Bacillus P4I1 RifR + Bacillus P4I2 RifR (Kom), kontrol
positif (K+) dan kontrol negatif (K-) (tanpa pemberian probiotik). Ikan lele dumbo
(13.35±2.80 g) dipelihara dalam 15 akuarium (volume 40 liter) dengan kepadatan
masing-masing 30 ekor tiap akuarium selama 30 hari. Pemberian probiotik (104
CFU/mL) dilakukan setiap pagi hari, sedangkan patogen A. hydrophila RifR (103
CFU/mL) ditambahkan sekali pada awal penelitian pada semua perlakuan kecuali
perlakuan kontrol negatif (K-).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi terbaik dari probiotik
Bacillus RifR dan gabungan keduanya untuk menghambat pertumbuhan A.
hydrophila RifR secara in vitro adalah pada konsentrasi 104 CFU/mL. Tingkat
kelangsungan hidup (SR) ikan lele dumbo tertinggi pada perlakuan pemberian
probiotik P4I1 RifR yaitu sebesar 92.23%, diikuti oleh perlakuan Kom, K(-), P4I2
RifR, dan paling rendah K(+) sebesar 42.21%. Laju pertumbuhan tertinggi dicapai
pada perlakuan pemberian probiotik P4I1 RifR yaitu sebesar 1.71±0.11%. Total
bakteri Bacillus sp. dalam media pemeliharaan pada semua perlakuan probiotik
(P4I1 RifR, P4I2 RifR, dan Kom) semakin meningkat sampai akhir penelitian,
sedangkan total bakteri A. hydrophila dan A. hydrophila RifR dalam air semakin
menurun sampai pada akhir penelitian terutama pada perlakuan pemberian
probiotik P4I1 RifR. Respon imun pada parameter total eritrosit, total leukosit,
hemoglobin, dan hematokrit menunjukkan bahwa perlakuan pemberian probiotik

P4I2 RifR lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya. Sedangkan parameter
diferensial leukosit menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan
probiotik (P4I1 RifR, P4I2 RifR, dan Kom), akan tetapi seluruh perlakuan berbeda
nyata dengan kontrol. Pengamatan histopatologi menunjukkan bahwa pada
perlakuan probiotik, terjadi kerusakan organ hati dan ginjal yang lebih ringan
dibandingkan perlakuan kontrol positif (K+). Pemberian probiotik Bacillus P4I1

dengan dosis 104 CFU/mL efektif menekan pertumbuhan A. hydrophila dan
mencegah penyakit Motile Aeromonads Septicemia dengan meningkatkan respons
imun dan kelangsungan hidup serta laju pertumbuhan harian ikan lele dumbo
(Clarias gariepinus).
Kata kunci : Bacillus, Clarias gariepinus, Motile Aeromonads Septicaemia,
probiotik

SUMMARY
MOHAMMAD FAIZAL ULKHAQ. The Addition of Bacillus Probiotics on
culture medium of African Catfish (Clarias gariepinus) to Prevent Motile
Aeromonads Septicemia disease. Supervised by WIDANARNI and ANGELA
MARIANA LUSIASTUTI.
Disease is one constraint at intensive cultivation of African Catfish (Clarias
gariepinus), such as Motile Aeromonads Septicemia caused by Aeromonas
hydrophila. Control efforts have been made to overcome this disease, one of
which was using of antibiotics, but often it was not in appropriate doses, giving
rise to the emergence of resistance pathogens and chemical residues in fishery
products. Therefore, the current prevention for fish disease which efforts at
cultivation systems is being directed at the use of probiotics. The aim of this study
was to test the effectiveness of a probiotic Bacillus for the prevention of Motile

Aeromonads Septicemia (MAS) disease caused by A. hydrophila on African
Catfish (C. gariepinus)
The study was carried out at the Fish Health Laboratory, Research and
Development Institute for Freshwater Aquaculture, Bogor, West Java, on October
2013-January 2014. The study consisted in three phases, there were: in vitro test
(characterization and transmission of antibiotic resistant marker), co-culture,
Postulat Koch, and in vivo test. The parameter were survival rate, specific growth
rate, total number of bacteria in culture medium, erytrocyte, leucocyte,
hemoglobin, hematocrite, differential leucocyte, histopathology, and water
quality. The in vivo test, consisted of five treatment such as the addition of
probiotic Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Bacillus P4I1 RifR + Bacillus
P4I2 RifR (Kom), positive control (K+) and negative control (K-) (without
probiotics addition). African Catfish (13.35±2.80 g) were maintained in 15
aquariums (40 liters volume) with the density of 30 fishes in each aquarium for 30
days. Probiotic bacteria (104 CFU/mL) were applied in water once a day, whereas
pathogenic bacteria A. hydrophila RifR (103 CFU/mL) were added once in earlier
treatment (except for the negative control).
The result showed that the optimum consentration of Bacillus RifR and the
combination to inhibit A. hydrophila RifR on in vitro was 104 CFU/mL. The
highest survival rate in treatment P4I1 RifR (92,23%) and the lowest was positive

control (K+) (42,21%). Growth rate in treatment P4I1 RifR (1.71±0.11%) was the
highest than all treatment. Total number of Bacillus in culture medium at all
probiotic treatment (P4I1 RifR, P4I2 RifR, and Kom) looked stable, but the
number of A. hydrophila and A. hydrophila RifR in treatment P4I1 RifR has
declined and showed the lowest values until the end of the study. Immune
response showed of the parameters total erythrocytes, total leukocytes,
hemoglobin, and hematocrite showed that P4I2 RifR treatment better than other
treatments, whereas differential leukocyte parameters showed results that were not
significantly different between the probiotic treatment, but all treatments were
significantly different than the control treatment. Histopathology showed that
damaged of liver dan kidney in probiotics treatment were not severe than positive
control (K+). The addition of Bacillus P4I1 (104 CFU/mL) efective to inhibit the
growth of A. hydrophila and prevent from Motile Aeromonads Septicemia disease

with increase the immunity respons, survival rate and spesific growth rate in
African Catfish (Clarias gariepinus).
Keywords: Bacillus, Clarias gariepinus, Motile Aeromonads Septicemia,
Probiotic

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

v

PEMBERIAN PROBIOTIK Bacillus PADA MEDIA PEMELIHARAAN
IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) UNTUK PENCEGAHAN
PENYAKIT MOTILE AEROMONADS SEPTICEMIA

MOHAMMAD FAIZAL ULKHAQ

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

vi

Penguji luar komisi: Dr Munti Yuhana, SPi, MSi

v
Judul Tesis : Pemberian Probiotik Bacillus pada Media Pemeliharaan Ikan Lele
Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit Motile
Aeromonads Septicemia.
Nama
: Mohammad Faizal Ulkhaq
NIM
: C151120411


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Widanarni, MSi
Ketua

Dr drh Angela Mariana L, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian:
22 Juli 2014

Tanggal Lulus:

vi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah
kesehatan ikan, dengan judul Pemberian Probiotik Bacillus pada Media
Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit
Motile Aeromonads Septicemia.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Widanarni, MSi dan Dr drh
Angela Mariana Lusiastuti, MSi selaku pembimbing serta Dr Munti Yuhana, SPi,
MSi dan Dr Ir Mia Setiawati, MSi selaku dosen penguji luar komisi. Penghargaan
penulis ditujukan kepada Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya
Air Tawar, yang telah memberikan izin pelaksanaan penelitian, beserta seluruh

staf peneliti dan teknisi Laboratorium Kesehatan Ikan (Ibu Tuti Sumiati, Ibu Desi
Sugiani, Ibu Uni Purwaningsih, Bapak Ahmad Wahyudi, Bapak Mikdarullah,
Bapak Bambang dan Bapak Edi), yang telah membantu selama penelitian ini
berjalan.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda Moch. Choirul
Anam, ibunda Ernawati MA, kakanda Erlina Dewi Indahyani, SE dan Hariyanto,
keponakan Axell Eriansyah serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman
AKU 2012, AKU 2011 (Mbak Dewi), AKU 2013 (Hilma dan Putri), bapak dan
ibu kos Bata Merah berserta seluruh penghuninya: Ade Dea, Teteh Wida, Mbak
Dewi yang telah memberikan motivasi dan semangat sehingga penulis dapat
menyelesaikan studinya dengan lancar.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2014
Mohammad Faizal Ulkhaq

v

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

v

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

2
2
3
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik Bacillus
Bakteri A. hydrophila
Penyakit Motile Aeromonads Septicemia (MAS)

4
4
5
6

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Prosedur Penelitian
Uji In vitro
Uji Kultur Bersama
Uji Postulat Koch
Uji In vivo
Parameter yang Diukur
Prosedur Analisis Data

6
6
6
7
7
8
9
9
11

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji In vitro
Uji Kultur Bersama
Uji Postulat Koch
Uji In vivo

12
12
14
15
16

5 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

31
31
31

DAFTAR PUSTAKA

31

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

42

vi

DAFTAR TABEL
1 Kombinasi perlakuan uji penghambatan bakteri probiotik terhadap A.
hydrophila secara in vitro
2 Kombinasi perlakuan uji probiotik Bacillus secara in vivo pada media
pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
3 Hasil karakterisasi isolat bakteri patogen A. hydrophila dan probiotik
Bacillus berdasarkan morfologi koloni dan sifat biokimia
4 Penghambatan bakteri probiotik Bacillus terhadap A. hydrophila
secara in vitro
5 Kematian ikan lele dumbo pasca infeksi A. hydrophila pada uji
Postulat Koch
6 Kisaran nilai kualitas air media pemeliharaan ikan lele dumbo

8
9
12
14
15
30

DAFTAR GAMBAR
1 Zona hambat yang terbentuk terhadap antibiotik rifampisin
2 Bakteri A. hydrophila pada media RS hasil uji Postulat Koch I.
3 Kelangsungan hidup ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada perlakuan
probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
4 Laju pertumbuhan ikan lele dumbo (C. gariepinus) pada perlakuan
probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
5 Kelimpahan bakteri pada media pemeliharaan ikan lele dumbo pada
perlakuan probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom
(Bacillus P4I1 RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
6 Total eritrosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik
Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
7 Total leukosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan probiotik
Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
8 Kadar hemoglobin darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan
probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
9 Kadar hematokrit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan
probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
10 Persentase monosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan
probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
11 Persentase limfosit darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan
probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol

13
16

17

18

19

20

22

23

24

25

26

v

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
12 Persentase neutrofil darah ikan lele dumbo pada pada perlakuan
probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol
13 Histopatologi hati dan ginjal ikan lele dumbo pada perlakuan
probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR, Kom (Bacillus P4I1
RifR+Bacillus P4I2 RifR) dan kontrol (400x, HE)

27

29

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penghitungan total eritrosit (Blaxhall dan Daisley 1973)
2 Penghitungan total leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973)
3 Pengukuran kadar hemoglobin (Collier 1944)
4 Pengukuran kadar hematokrit (Anderson dan Siwicki 1993)
5 Penghitungan diferensial leukosit (Blaxhall dan Daisley 1973)
6 Pembuatan preparat histopatologi (Hossain et al. 2007)

40
40
40
40
40
41

2

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produksi budidaya ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya. Menurut data Statistik Kementerian Kelautan dan
Perikanan (KKP), tahun 2007 produksi nasional lele dumbo sebesar 91.735 ton
meningkat menjadi 114.370 ton pada tahun 2008 dan 144.755 ton pada tahun
2009. Tahun 2010 meningkat kembali menjadi 242.811 ton dan pada tahun 2011
terus meningkat sampai 337.577 ton. Persentase kenaikan produksi ikan lele mulai
tahun 2007-2011 sebesar 39.50% (KKP 2013). Hal ini menunjukkan bahwa ikan
lele dumbo merupakan salah satu komoditas yang dapat dibudidayakan dengan
intensif karena permintaan pasar yang tinggi. Salah satu kendala pada budidaya
sistem intensif dengan padat tebar tinggi adalah penyakit. Kejadian penyakit pada
budidaya ikan dapat menyebabkan kematian mulai dari ikan ukuran benih sampai
ukuran konsumsi serta menimbulkan kerugian ekonomi yang besar. Penyakit yang
banyak menyerang ikan lele dumbo antara lain penyakit yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, salah satunya adalah Aeromonas hydrophila (Asniatih et al. 2011).
Bakteri A. hydrophila merupakan penyebab penyakit Motile Aeromonads
Septicemia (MAS) yang sering menyerang ikan lele (Clarias sp.) dan jenis ikan
air tawar tropis lainnya yaitu ikan dari famili Siluridae, Ictaluridae, Clariidae,
serta Cyprinidae. Tingkat kematian pada ikan lele dapat mencapai 80%, bahkan
100% dalam waktu sekitar satu minggu. Penyebaran penyakit ini sangat luas dan
cepat sejalan dengan meluasnya usaha budidaya dan jaringan penyebaran benih
dan ikan konsumsi, baik ikan segar maupun ikan hidup (Dini dan Purbomartono
2009). Selain itu, perubahan kondisi lingkungan termasuk kepadatan tinggi,
rendahnya oksigen terlarut, pemberian pakan atau pupuk yang berlebih, serta
terjadinya blooming alga dan upwelling sering kali dihubungkan dengan
terjangkitnya penyakit ini (Angka 2005).
Penyakit MAS mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1980, dimana
bakteri ini menyebabkan wabah penyakit pada ikan mas di Jawa Barat dan
mengakibatkan kematian sebanyak 82,2 ton. Kejadian serupa juga terjadi pada
tahun yang sama dan dikenal dengan penyakit `Ulcerative disease` atau penyakit
merah yang mengakibatkan kematian sekitar 173 ton ikan mas, termasuk
didalamnya 30% ikan-ikan kecil/benih dan mengakibatkan kerugian sekitar Rp.
126 juta (Angka 2005). Janda dan Abbott (2010) melaporkan kejadian penyakit
MAS yang mengakibatkan kematian 820 ton ikan mas dengan nilai kerugian
mencapai 37,5 juta dolar. Data Dinas Peternakan dan Perikanan Wilayah
Banyumas menyebutkan setidaknya sekitar 19.900 ekor ikan lele dumbo dari total
72.000 ekor ikan air tawar pada tahun 2003, dan 13.100 ekor gurami dari total
43.000 ekor ikan air tawar pada tahun 2004 yang terserang A. hydrophila (Dini
dan Purbomartono 2009). Penyakit ini dapat menimbulkan kematian ikan yang
tinggi dalam waktu singkat dan menyebar ke daerah lain. Penyakit yang
disebabkan oleh A. hydrophila ditandai dengan adanya hemoragi pada permukaan
kulit dan insang, pembengkakan abdomen, ulcerasi kulit dan nekrosis jaringan
(Prakoso 2012).

3
Upaya pengendalian penyakit MAS pada budidaya ikan, sampai saat ini
masih menggunakan antibiotik. Antibiotik yang sering digunakan antara lain
kloramfenikol dan oksitetrasiklin dengan dosis sebanyak 5-7 gram/100 kg pakan
(Igbinosa et al. 2012). Penggunaan bahan antibiotik yang tidak tepat telah
diketahui dapat menimbulkan masalah serius berupa resistensi pada bakteri
patogen (Balcazar et al. 2006). Selain itu, penggunaan antibiotik ini juga dapat
mencemari lingkungan perairan, dan berdampak pada kesehatan manusia dengan
adanya residu kimia dari antibiotik pada produk perikanan yang dikonsumsi
(Flores 2011). Salah satu alternatif yang dapat dipilih untuk pencegahan penyakit
ini adalah dengan aplikasi probiotik.
Probiotik didefinisikan sebagai mikroorganisme yang memiliki
kemampuan untuk memodifikasi komposisi bakteri dalam saluran pencernaan, air
dan sedimen serta dapat digunakan sebagai agen biokontrol (Flores 2011). Salah
satu jenis mikroorganisme yang banyak dimanfaatkan sebagai probiotik dalam
akuakultur adalah genus Bacillus (Hong et al. 2004). Sorukulova et al. (2007)
menyatakan bahwa probiotik dari golongan Bacillus telah banyak diaplikasikan
untuk kepentingan bioteknologi termasuk jenis enzim dan asam amino yang
dihasilkan serta produksi antibiotik untuk pengendalian patogen. Aktivitas
penghambatan Bacillus terhadap pertumbuhan A. hydrophila dikarenakan bakteri
ini menghasilkan produk ekstraseluler, antara lain esterase lipase, leucine
arylamidase, acid phosphatase, lipase, Naphthol-AS-BI-phospholidase, subtilin,
coagulin, surfactin, iturins dan bacilysin (Murilio dan Villamil 2011, Hong et al.
2004). Hasil penelitian Ravi et al. (2007) menyebutkan bahwa probiotik dari jenis
Paenibacillus spp., Bacillus cereus dan P. polymyxa yang diaplikasikan pada
media pemeliharaan dapat menghambat pertumbuhan Vibrio pada larva udang
windu (Penaeus monodon). Hasil penelitian lain juga menyebutkan bahwa empat
strain Bacillus yang diisolasi dari saluran pencernaan udang putih sehat dan
diaplikasikan melalui media pemeliharaan dengan konsentrasi 105 CFU/mL dapat
meningkatkan kesehatan larva udang putih (Litopenaeus vannamei) (LuisVillasenor et al. 2011). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diharapkan dengan
pemberian probiotik Bacillus pada media pemeliharaan ikan lele dumbo (C.
gariepinus) dapat menekan pertumbuhan A. hydrophila.
Perumusan Masalah
Bakteri A. hydrophila termasuk bakteri patogen oportunistik dan
merupakan flora normal dalam perairan. Al-Harbi dan Uddin (2010) menyatakan
bahwa A. hydrophila terdapat pada kolam budidaya ikan lele dumbo dengan
persentase sebesar 25% dari total bakteri dalam media pemeliharaan. Bakteri
oportunistik berperan sebagai biofilter alami dalam proses perombakan bahan
organik dalam air serta tidak membahayakan organisme budidaya jika kondisi
lingkungan budidaya dalam kisaran normal (Ibrahem et al. 2008). Akan tetapi bila
kondisi lingkungan budidaya dalam keadaan buruk, seperti adanya fluktuasi suhu
yang terlalu tinggi, atau meningkatnya kadar bahan organik dalam perairan,
menyebabkan stres ikan meningkat dan sistem imun ikan menurun, akibatnya ikan
akan mudah terserang penyakit.
Kontrol jumlah bakteri dalam lingkungan perairan diperlukan untuk
menekan jumlah bakteri dalam perairan, terutama yang bersifat patogen. Hal ini

4
diperlukan untuk menjaga agar lingkungan perairan selalu berada dalam kondisi
optimal untuk kegiatan budidaya. Salah satu cara untuk mengontrol jenis bakteri
dalam perairan yaitu dengan menggunakan probiotik sebagaimana konsep
probiotik sebagai agen biokontrol lingkungan (Cruz et al. 2012). Penggunaan
probiotik sebagai biokontrol ini diharapkan dapat menurunkan jumlah bakteri
patogen dalam perairan terutama A. hydrophila, sehingga kondisi perairan berada
dalam kondisi optimal bagi kepentingan budidaya.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menguji efektivitas probiotik
Bacillus pada media pemeliharaan ikan lele dumbo (C. gariepinus) dalam
menghambat pertumbuhan A. hydrophila dan mencegah serangan penyakit Motile
Aeromonads Septicemia.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat diaplikasikan pada budidaya ikan
lele dumbo untuk menekan pertumbuhan A. hydrophila dan menjadi alternatif
pemecahan masalah penyakit Motile Aeromonads Septicemia pada budidaya ikan
lele dumbo secara aman dan ramah lingkungan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik Bacillus
Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang bila diberikan dalam
jumlah yang cukup bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan inang (Fyzul et al.
2013). Peningkatan kesehatan inang melalui probiotik dapat dicapai dengan salah
satu atau gabungan dari mekanisme berikut: kompetisi dengan bakteri patogen
(Zhou et al. 2010), peningkatan penyerapan nutrien dalam pakan (Ayoola et al.
2013), perombakan bahan organik dalam air (Jha 2011), dan peningkatan respons
imun terhadap patogen (Khalil et al. 2011, Reneshwary et al. 2011).
Mikroorganisme hidup yang dimaksudkan berasal dari golongan bakteri
(Gram-positif dan Gram-negatif), bakteriofag, mikroalga, ragi (yeast), dan
cendawan (Flores 2011). Salah satu jenis bakteri yang banyak dimanfaatkan
sebagai probiotik yaitu dari genus Bacillus. Bacillus termasuk dalam golongan
bakteri Gram positif, berbentuk batang, dan dapat diisolasi dari tanah, air maupun
makanan (Slepecky dan Hemphill 2006). Lebih lanjut Sorukulova et al. (2007)
menyatakan bahwa probiotik dari golongan Bacillus telah banyak diaplikasikan
untuk kepentingan bioteknologi termasuk jenis enzim dan asam amino yang
dihasilkan serta produksi antibiotik untuk pengendalian patogen. Spesies Bacillus
yang digunakan sebagai probiotik antara lain: Bacillus subtilis, B. licheniformis,
B. clausii, B. coagulans, B. cereus, B. pumilus, dan B. laterosporus. Selain itu,
pertimbangan lain yang mendasari pemanfaatan Bacillus sebagai probiotik yaitu
kemampuan bakteri ini dalam menghasilkan spora yang sangat tahan pada kondisi
lingkungan yang tidak menguntungkan. Selain itu, Bacillus juga diketahui dapat
menghasilkan produk ekstraseluler yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri

5
patogen tertentu (Murillo dan Villamil 2011). Jenis produk ekstraseluler yang
dihasilkan oleh Bacillus antara lain: subtilin, coagulin, protease-resistant
isocoumarin, aminocoumacin, dan polyfermenticum (Hong et al. 2004).
Aplikasi probiotik dapat dilakukan dengan beberapa metode antara lain
melalui pencampuran pakan dan diaplikasikan langsung dalam kolam budidaya
(Tuan et al. 2013). Probiotik yang dicampurkan dalam pakan dapat merangsang
sistem imun dalam saluran pencernaan dan keseimbangan mikroba saluran
pencernaan (Nayak 2010). Sedangkan aplikasi probiotik secara langsung dalam
media pemeliharaan menghasilkan efek yang lebih cepat dibandingkan metode
pemberian lain, meskipun kandungan bakteri probiotik didalamnya lebih sedikit
(Sahu et al. 2008). Hasil penelitian menyebutkan bahwa empat strain Bacillus
yang diisolasi dari saluran pencernaan udang putih sehat yang diaplikasikan
melalui media pemeliharaan pada konsentrasi 105 CFU/mL/hari dapat
meningkatkan kesehatan larva udang putih (Litopenaeus vannamei) (LuisVillasenor et al. 2011). Penggunaan Bacillus coagulans SC8168 pada media
pemeliharaan juga dapat meningkatkan kelangsungan hidup, aktivitas enzim
pencernaan dan memperbaiki kualitas air pada hatchery larva udang vannamei
(Penaeus vannamei) (Zhou et al. 2008)
Bakteri A. hydrophila
Bakteri A. hydrophila merupakan bakteri anaerobik fakultatif dari famili
Aeromonadaceae, bergerak dengan flagela, serta tidak membentuk spora (Erdem
et al. 2011). Koloni A. hydrophila berbentuk bulat, elevasi cembung, tepian rata,
berwarna kuning pada media Rhimler-Shotts (Shotts dan Rimler 1973), putih pada
media Blood Agar serta hijau kebiruan pada media Istrati-Meitert (Chirila et al.
2008). Pengamatan secara mikroskopis menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila
berbentuk batang pendek, Gram negatif, serta tidak memiliki kapsul
(Chandrakanthi et al. 2000). Hasil uji karakteristik biokimia A. hydrophila yaitu :
indole (+), MR (-), VP (+), citrate (+), katalase (+), urea (-), oksidase (+),
hidrolisis gelatin (+), pemanfaatan karbohidrat dari laktosa (+), glucosa (+),
trehalosa (+) (Jayavignesh et al. 2011).
Genus Aeromonas merupakan bakteri oportunistik yang dapat diisolasi
dari lingkungan perairan, termasuk air tanah, air permukaan, air minum dan air
limbah. Selain itu, bakteri ini juga dapat ditemukan dalam makanan, keju dan susu
(Sharma et al. 2009). Janda dan Abbot (2010) telah berhasil mengidentifikasi 21
spesies dari genus Aeromonas, akan tetapi spesies yang diketahui sebagai patogen
pada ikan yaitu A. salmonicida, A. hydrophila, A. formicans dan A. liquefaciens
(Abdel-Raouf dan Ibraheem 2008).
Aberoum dan Jooyandeh (2010) mengemukakan bahwa Aeromonas
mensekresikan beberapa jenis produk ekstraseluler, antara lain: amilase, chitinase,
elastase, aerolysin, nuclease, gelatinase, lecithinase, lipase dan protease. Produk
ekstraseluler tersebut yang menyebabkan A. hydrophila dikenal sebagai patogen
pada ikan. Lebih lanjut Yousr et al. (2007) telah berhasil mendeteksi adanya gen
penyandi aerolysin dan hemolisin yang dihasilkan oleh Aeromonas spp. Hasil
penelitian selanjutnya oleh Niamah (2012) juga berhasil mendeteksi gen Aero
dalam sel A. hydrophila dengan berat molekul 424 bp.

6
Penyakit Motile Aeromonads Septicemia (MAS)
Penyakit Motile Aeromonads Septicemia (MAS) disebabkan oleh bakteri A.
hydrophila dan dapat menginfeksi ikan melalui luka akibat gesekan antar ikan dan
saluran pencernaan bersamaan dengan pakan yang dikonsumsi (Ventura dan
Grizzle 1987). Ikan yang terserang menunjukkan gejala klinis yaitu: ikan lemas,
nafsu makan menurun, berenang di permukaan, hiperplasia insang, ginjal dan hati
mengalami hemoragi dan infiltrasi limfosit (Yardimci dan Aydin 2011). Prakoso
(2012) menambahkan tanda-tanda ikan yang terserang MAS yaitu: hemoragi
pada permukaan kulit dan insang, abdomen yang membengkak, ulcerasi kulit dan
nekrosis pada jaringan. Ikan yang mati menampakkan gejala klinis seperti lesi
kecil di permukaan tubuh, hemoragi fokal, hemoragi organ, tukak kulit dalam,
exophthalmia dan abses di rongga perut (Thune et al. 1983).
Penyakit MAS pada ikan menjadi wabah terutama di Asia Tenggara sejak
tahun 1980, terjadi di Jawa Barat yang menyebabkan kematian 82,2 ton ikan
dalam waktu 1 bulan. Tahun 1981 menyebar ke Malaysia dan Thailand, kemudian
Filipina (1985), Sri Langka (1987), Bangladesh, India dan Nepal (1988) (Angka
2005). Faktor lingkungan yang mempengaruhi penyebaran penyakit MAS antara
lain, salinitas, tingkat pencemaran perairan, pH dan kekeruhan (Hazen et al.
1978).
Ikan lele yang terserang penyakit MAS menunjukkan gejala klinis eksternal
berupa bercak merah pada kepala dan mata mengalami exophthalmia. Sedangkan
gejala internal yang tampak yaitu hati membengkak dan memucat, serta ginjal
mengalami peradangan (Asniatih et al. 2013). Secara histopatologis, ikan lele
yang terserang MAS menunjukkan kerusakan berupa nekrosis dan hipertropi pada
kulit, hiperplasia dan infiltrasi leukosit pada lamela insang, degenerasi dan
peradangan pada ginjal dan hati, degenerasi dan pembengkakan pada otot daging
serta hiperplasia pada limpa (Laith dan Najiah 2013).

3 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan selama empat bulan mulai bulan Oktober
2013 sampai dengan Januari 2014 di Laboratorium Kesehatan Ikan, Balai
Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor, Jawa Barat.
Prosedur Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 3 tahap yaitu, Uji In vitro yang terdiri dari
karakterisasi isolat bakteri dan pemberian penanda resisten antibiotik serta uji
kultur bersama; uji Postulat Koch; dan uji In vivo.

7
Uji In vitro
Karakterisasi Isolat Bakteri dan Pemberian Penanda Resisten Antibiotik
Isolat probiotik yang digunakan merupakan kelompok bakteri Bacillus
yang terdiri dari probiotik Bacillus P4I1 yang diisolasi dari saluran pencernaan
ikan nila (Oreochromis niloticus) dan Bacillus P4I2 yang diisolasi dari lingkungan
budidaya ikan lele (Clarias sp.), sedangkan patogen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah A. hydrophila AH26. Seluruh isolat bakteri merupakan
koleksi dari Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor.
Isolat bakteri dikarakterisasi berdasarkan morfologi, sifat fisiologi dan biokimia,
serta diberi penanda resisten rifampisin (RifR) dengan dosis 100 µg/mL.
Sebelumnya masing-masing isolat bakteri dikultur pada media Trypticase Soy
Broth (TSB) sebanyak 25 mL di dalam water bath shaker, 160 rpm selama 24 jam
pada 29 oC. Kultur sel dipanen dan disentrifugasi pada 5000 rpm selama 15 menit.
Setelah itu, suspensi bakteri dicuci sebanyak dua kali dengan phosfat buffer saline
(PBS; NaCl 0.8 g, KH2PO4 0.2 g, Na2HPO4 1.5 g, KCl 0.2 g dan akuades 1000
mL). Pengenceran berseri disesuaikan dengan dosis percobaan. Total Plate Count
(TPC) bakteri ditentukan dengan metode cawan sebar (Madigan et al. 2011).
Pemberian penanda resisten antibiotik pada isolat bakteri digunakan untuk
mengetahui keberadaan bakteri tersebut pada lingkungan pemeliharaan sehingga
keberadaannya dapat dimonitor (Widanarni et al. 2004). Pemberian penanda
resisten rifampisin (RifR) dilakukan melalui mutasi spontan dengan
menumbuhkan kurang lebih 108 CFU/mL isolat bakteri tipe liar sensitif rifampisin
pada media Trypticase Soy Agar (TSA) yang mengandung rifampisin 100 μ g/mL
(TSA+Rif).
Uji Kultur Bersama
Uji kultur bersama dilakukan untuk mengetahui potensi bakteri probiotik
Bacillus P4I1, Bacillus P4I2 dan gabungannya (Bacillus P4I1 + Bacillus P4I2)
dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen A. hydrophila. Kombinasi
perlakuan pada uji kultur bersama secara in vitro dapat dilihat pada Tabel 1.
Setiap kombinasi bakteri pada perlakuan A, B, C dan D diinokulasikan pada
media TSB yang berbeda (Bernard et al. 2013) dan diinkubasi selama 24 jam pada
suhu 28 °C. Penghitungan bakteri dilakukan dengan metode hitungan cawan
(Madigan et al. 2011). Media yang digunakan berupa media Rhimler Shotts
medium (media R-S) yang merupakan media selektif untuk A. hydrophila.
Perlakuan E diinokulasikan pada media TSA menggunakan metode dual culture
untuk mengetahui aktivitas gabungan antar bakteri probiotik bersifat antagonis
atau sinergis (Kalaiselvi dan Panneerselvam 2011).

8
Tabel 1 Kombinasi perlakuan uji penghambatan bakteri probiotik terhadap A.
hydrophila secara in vitro
Perlakuan

A

B

C
D
E
a

Probiotik Bacillus
(CFU/mL)
P4I1 RifR
P4I2 RifR
3
10
104
5
10
106
103
104
105
106
103
103
4
10
104
105
105
106
106
104
104

A. hydrophila RifR (CFU/mL)a

103

103

103
103
-

Sumber: Al Harbi dan Uddin (2010)

Uji Postulat Koch
Uji Postulat Koch dilakukan untuk mengetahui sifat patogen dari isolat
bakteri (Madigan et al. 2011) dalam hal ini adalah isolat A. hydrophila pada ikan
lele dumbo. Isolat A. hydrophila yang digunakan adalah isolat berpenanda resisten
rifampisin (tipe mutan) dan isolat liar (wild type). Uji ini dilakukan dengan proses
pasase yang diawali dengan mengkultur A. hydrophila pada media TSA+Rif
untuk tipe mutan dan media TSA untuk wild type dan diinkubasi selama 24 jam
pada suhu 28 °C, kemudian masing-masing isolat bakteri dipindahkan pada media
TSB dan diinkubasi kembali selama 24 jam pada suhu 28 °C.
Selanjutnya suspensi sel bakteri dilakukan pengenceran serial
menggunakan larutan PBS sampai diperoleh konsentrasi bakteri yang diinginkan
yaitu 106 CFU/mL. Kemudian, isolat A. hydrophila tersebut diinjeksikan ke
masing-masing ikan uji dengan volume 0.1 mL. Ikan uji yang digunakan adalah
ikan lele dumbo berukuran 8-10 cm dengan berat 15-20 gram yang ditebar pada
tiga akuarium berukuran 60x70x40 cm3 berisi 40 liter air dengan padat tebar
masing-masing 10 ekor untuk setiap perlakuan. Perlakuan yang diberikan yaitu
penyuntikan A. hydrophila tipe liar (wild type), penyuntikan A. hydrophila tipe
mutan dan kontrol (penyuntikan dengan PBS). Selama pengujian berlangsung,
ikan diberi pakan pelet komersial dengan kandungan protein 36% setiap pagi dan
sore hari secara at satiation.
Pengamatan gejala klinis dilakukan setelah penginfeksian ikan dengan A.
hydrophila dan dicatat tingkat kelangsungan hidup ikan serta selang waktu
kematian pascainfeksi. Gejala klinis yang diamati yaitu adanya bercak merah dan
luka pada permukaan tubuh (Angka 2005). Ikan yang telah menunjukkan gejala

9
klinis diambil untuk diisolasi bakterinya dengan menggoreskan pada media TSA
dan RS yang mengandung antibiotik untuk tipe mutan dan media TSA dan RS
untuk wild type dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 28 °C. Goresan berasal
dari luka, hati dan ginjal. Koloni bakteri yang tumbuh diidentifikasi berdasarkan
morfologi koloni, karakteristik biokimia dan sifat Gram untuk memastikan bahwa
bakteri yang menginfeksi ikan uji adalah A. hydrophila. Proses pasase diulang dua
kali untuk meningkatkan patogenitas isolat A. hydrophila.
Uji In vivo
Desain penelitian
Uji in vivo merupakan uji probiotik Bacillus pada media pemeliharaan
untuk menekan jumlah A. hydrophila. Ikan uji yang digunakan adalah ikan lele
dumbo dengan panjang 12.69±0.9 cm dan berat 13.35±2.8 gram. Percobaan
dilakukan pada akuarium berukuran 60x70x40 cm3 dengan volume air 40 liter dan
kepadatan 30 ekor per akuarium. Pemberian probiotik pada media pemeliharaan
dengan dosis 104 CFU/mL (berdasarkan hasil uji kultur bersama), dilakukan setiap
hari pada pagi hari selama 30 hari. Probiotik yang ditambahkan pada perlakuan
P4I1 RifR dan P4I2 RifR sebanyak 4 mL, sedangkan pada perlakuan Kom
ditambahkan sebanyak 2 mL untuk masing-masing jenis probiotik (P4I1 RifR dan
P4I2 RifR). Bakteri patogen A. hydrophila RifR diberikan pada media
pemeliharaan dengan dosis 103 CFU/mL (Al Harbi dan Uddin 2010) sebanyak
satu kali pemberian pada awal pemeliharaan (H0). Pakan berupa pelet komersial
dengan kadar protein 36% diberikan secara at satiation setiap pagi dan sore hari.
Selama masa pemeliharaan (30 hari), akuarium tidak disipon dan tidak dilakukan
pergantian air. Pengujian dilakukan sebanyak lima perlakuan dan tiga kali ulangan
(Tabel 2).
Tabel 2 Kombinasi perlakuan uji probiotik Bacillus secara in vivo pada media
pemeliharaan ikan lele dumbo (Clarias gariepinus)
Perlakuan
P4I1
P4I2
Kom
K+
K-

A. hydrophila RifR
(CFU/mL)

Probiotik
(CFU/mL)
P4I1 RifR
104
104
-

P4I2 RifR
104
104
-

103
103
103
103
-

Parameter yang Diukur
Parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi tingkat kelangsungan
hidup (Survival rate), laju pertumbuhan harian (Specific growth rate), total bakteri
dalam media pemeliharaan, gambaran darah, histopatologi, dan kualitas air.

10
Tingkat Kelangsungan Hidup
Kelangsungan hidup/survival rate (SR) dihitung mulai awal sampai akhir
penelitian berdasarkan Effendi (2002) yaitu:
Nt
SR 
 100%
No
Keterangan :
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%)
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir pengamatan (ekor)
No = Jumlah ikan yang hidup pada awal pengamatan (ekor)
Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian/specific growth rate (SGR) dihitung mulai awal
sampai akhir penelitian berdasarkan Effendi (2002) yaitu:
ln Wt - ln Wo
SGR 
x100
t
Keterangan :
SGR =
Laju pertumbuhan harian (%)
ln Wt =
Log natural bobot ikan pada akhir pengamatan (gram)
ln Wo =
Log natural bobot ikan pada awal pengamatan (gram)
t
=
Lama waktu pengamatan (hari)
Total bakteri dalam Media Pemeliharaan
Total bakteri dalam media pemeliharaan dihitung menggunakan metode
Total Plate Count (TPC) (Al Harbi dan Uddin 2010) yang dilakukan setiap
minggu pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28. Media yang digunakan adalah media
TSA untuk menghitung Total Viable Bacterial Count (TBC), R-S untuk
menghitung total bakteri A. hydrophila, dan TSA+Rif untuk menghitung total
bakteri A. hydrophila dan probiotik Bacillus RifR.
Gambaran Darah
Pengukuran gambaran darah dilakukan setiap minggu pada hari ke-0, 7, 14,
21, dan 28. Sampel darah diambil dari 2 ekor ikan pada masing-masing perlakuan.
Gambaran darah yang diamati yaitu:
Hematokrit (He)
Hematokrit diperiksa menurut Anderson dan Siwicki (1993) menggunakan
tabung mikro hematokrit kemudian dihitung dengan persamaan:
a
He   100%
b
Keterangan:
a: bagian darah yang mengendap
b: bagian seluruh darah dalam tabung mikrohematokrit
Kadar Hemoglobin (Hb)
Kadar hemoglobin diukur menurut metode Sahli (Collier 1944) dengan
menggunakan tabung Sahlinometer. Kadar hemoglobin dinyatakan dalam g%
yang berarti banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 mL darah.

11

Total Eritrosit
Jumlah eritrosit dihitung berdasarkan Blaxhall dan Daisley (1973) dan
dimasukkan kedalam rumus :
A  1
Jumlah eritrosit        fp
 N  V 
Keterangan:
A = Jumlah sel eritrosit terhitung
N = Jumlah kotak hemositometer yang diamati
V = Volume kotak hemositometer yang diamati
Fp = Faktor pengenceran
Total Leukosit
Total leukosit dihitung dengan metode Blaxhall dan Daisley (1973) dan
dimasukkan kedalam rumus:
A  1
Jumlah leukosit        fp
 N  V 
Keterangan:
A = Jumlah sel leukosit terhitung
N = Jumlah kotak hemositometer yang diamati
V = Volume kotak hemositometer yang diamati
Fp = Faktor pengenceran
Diferensial Leukosit
Pengamatan diferensial leukosit menggunakan metode Blaxhall dan
Daisley (1973) dengan mengamati preparat ulas darah yang diwarnai dengan
pewarna Giemsa di bawah mikroskop. Pengamatan dan penghitungan masingmasing jenis sel (monosit, limfosit dan neutrofil) dilakukan hingga jumlah semua
jenis sel mencapai 100, dan hasilnya dinyatakan dalam % .
Histopatologi
Pengamatan histopatologi dilakukan dengan mengambil satu ekor ikan dari
masing-masing perlakuan untuk dibuat preparat histopatologi dari organ hati dan
ginjal ikan berdasarkan metode yang dijelaskan oleh Hossain et al. (2007). Hasil
histopatologi dianalisis secara deskriptif berdasarkan jumlah kerusakan pada
organ ikan pada beberapa bagian organ. Jika jumlah kerusakan organ hanya di
satu bagian (fokal), di beberapa tempat (multifokal), dan di semua tempat (difus),
maka diberi tanda masing-masing +, ++, +++ (Adinata et al. 2012)
Kualitas Air
Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah oksigen
terlarut, pH, suhu, dan amonia yang diukur pada hari ke-0, 7, 14, 21, dan 28.
Prosedur Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan dua metode yaitu analisis statistik pada
selang kepercayaan 95% (alpha=0.05) dan analisis deskriptif. Untuk analisis
statistik, rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)

12
dengan satu faktor dengan menggunakan statistical software IBM SPSS statistics
version 16.0. Apabila berbeda nyata dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range
Test (DMRT). Analisis statistik digunakan untuk analisis data tingkat
kelangsungan hidup, laju pertumbuhan spesifik dan gambaran darah ikan.
Sedangkan analisis deskriptif digunakan untuk data total bakteri pada media
pemeliharaan, histopatologi dan kualitas air.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji In vitro
Karakterisasi Isolat Bakteri
Karakterisasi bakteri merupakan tahap yang penting untuk memastikan
isolat bakteri yang digunakan merupakan isolat bakteri yang diinginkan.
Karakterisasi bakteri dapat dilakukan dengan mengamati morfologi koloni dan
sifat biokimia bakteri, menggunakan testkit, ataupun secara molekuler (Suryani et
al. 2010). Hasil karakterisasi bakteri patogen dan probiotik berdasarkan sifat
morfologi dan biokimia (Tabel 3) menunjukkan bahwa isolat bakteri yang
digunakan merupakan isolat patogen A. hydrophila (SNI 7309: 2009) dan
probiotik Bacillus (P4I1 dan P4I2) (Cowan 1974).
Tabel 3 Hasil karakterisasi isolat bakteri patogen A. hydrophila dan probiotik
Bacillus berdasarkan morfologi koloni dan sifat biokimia
Morfologi Koloni dan Sifat Biokimia
Media
TSA

Warna

Elevasi

Tepian

Motil

Katalase

Oksidase

Krem

Cembung

Halus

+

+

+

Bentuk
Sel

Gram

Batang
pendek

Negatif
(-)

Jenis
Bakteri

A.
hydrophila

RS

Kuning

Cembung

Halus

+

+

+

Batang
pendek

Negatif
(-)

TSA

Putih

Cembung

Halus

+

+

-

Batang

Positif
(+)

Bacillus
(P4I1)

TSA

Putih

Cembung

Halus

+

+

-

Batang

Positif
(+)

Bacillus
(P4I2)

Pemberian Penanda Resistensi Antibiotik
Pemberian penanda resisten antibiotik pada isolat bakteri digunakan untuk
memantau keberadaan bakteri tersebut pada lingkungan pemeliharaan (Widanarni
et al. 2004; Bolstridge et al. 2009). Antibiotik yang digunakan adalah rifampisin
100μ g/mL. Sebelumnya dilakukan pengukuran zona hambat menggunakan disk
rifampisin 5μ g untuk mengetahui sensitivitas masing-masing isolat bakteri
terhadap antibiotik rifampisin. Hasil pengukuran zona hambat (Gambar 1)
menunjukkan bahwa seluruh isolat bakteri yang digunakan (patogen dan
probiotik) sensitif terhadap antibiotik rifampisin dengan diameter zona hambat
sebesar 27 mm (A. hydrophila), 25 mm (probiotik Bacillus P4I1) dan 22 mm

13
(probiotik Bacillus P4I2) (NCCLS 2002). Hasil penelitian Costa dan Cyrino
(2006) menyebutkan bahwa bakteri A. hydrophila sensitif terhadap antibiotik
chloramphenicol, gentamicin, kanamycin, nitrofurantoin, norfloxacin, rifampicin,
streptomycin, trimetoprim+sulphamethoxazole. Sedangkan bakteri Bacillus
sensitif terhadap antibiotik chlorampenicol, novobiocin, rifampicin, tetrasiklin,
dan neomycin (Hong et al. 2004).

A

B

C

A
Gambar
1 Zona hambat yang terbentuk terhadap antibiotik rifampisin (A. A.
hydrophila, B. Bacillus P4I1,C. Bacillus P4I2)

Resistensi antibiotik merupakan sifat bakteri yang menunjukkan kebal atau
tahan terhadap antibiotik tertentu (Byarugaba 2010). Resistensi antibiotik dapat
terjadi melalui dua proses yaitu resistensi yang terjadi karena mutasi spontan
dalam kromosom serta resistensi yang dikarenakan perpindahan plasmid.
Resistensi pada kromosom bersifat lebih stabil dan tidak dapat dipindahkan secara
horisontal pada bakteri lain, sedangkan resistensi plasmid bersifat tidak
stabil/mudah hilang serta mudah ditransfer pada bakteri lain yang belum memiliki
gen tersebut (Cruz et al. 2012).
Mekanisme resistensi terhadap rifampisin terjadi karena bakteri mengubah
struktur sub unit β-RNA polimerase yang dikode oleh gen rpo B sehingga
merusak dan mematikan situs tersebut (Montoya et al. 2007). Bockstael dan
Aerschot (2009) menambahkan bahwa sejumlah mekanisme terjadi saat bakteri
mengembangkan sifat resistensinya terhadap rifampisin yang akhirnya dapat
memodifikasi gugus hidroksil dan mengganggu pengikatan RNA polimerase.
Lebih lanjut, Hong et al. (2004), menyatakan bahwa resistensi bakteri terhadap
antibiotik rifampisin bersifat stabil sampai 200 generasi. Hal ini juga terjadi pada
bakteri A. hydrophila (Janda dan Scoot 2010) dan Bacillus (Nicholson dan
Maughan 2002, Tupin et al. 2009).

14
Uji Kultur Bersama
Hasil uji penghambatan bakteri probiotik Bacillus RifR terhadap A.
hydrophila RifR dapat dilihat pada Tabel 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi terbaik dari probiotik Bacillus RifR dan gabungan keduanya setelah
diuji tantang dengan A. hydrophila RifR secara in vitro adalah pada konsentrasi
104 CFU/mL. Hasil tersebut kemudian dijadikan acuan pada pengujian probiotik
secara in vivo. Pada hasil pengujian kombinasi isolat probiotik Bacillus P4I1 RifR
dan Bacillus P4I2 RifR pada media TSA, tidak menunjukkan adanya aktivitas
antagonis yang ditunjukkan dengan tidak adanya zona hambat yang dihasilkan.
Dengan demikian kedua isolat probiotik dapat digunakan secara bersamaan untuk
menghambat pertumbuhan A. hydrophila RifR.
Tabel 4 Penghambatan bakteri probiotik Bacillus terhadap A. hydrophila secara
in vitro
Perlakuan

A

B

C
D
E

Probiotik Bacillus
(CFU/mL)
P4I1 RifR P4I2 RifR
103
4
10
105
6
10
103
104
105
106
3
10
103
104
104
5
10
105
106
106
104

104

A. hydrophila RifR
(CFU/mL)*
103

103

103
103
-

A. hydrophila RifR
(CFU/mL)**
1010
104
106
108
1010
106
106
108
1010
104
104
108
1010
Tidak bersifat
antagonistik

* : kepadatan A.hydrophila yang diinokulasikan
** : kepadatan A.hydrophila yang tumbuh pada media R-S

Hasil uji bakteri probiotik Bacillus terhadap A. hydrophila secara in vitro
menunjukkan bahwa isolat probiotik Bacillus P4I1 RifR, Bacillus P4I2 RifR
dengan kepadatan 104 CFU/mL dan kombinasi (Bacillus P4I1 RifR 104 CFU/mL+
Bacillus P4I2 RifR 104 CFU/mL) mampu menghambat populasi A. hydrophila
RifR. Jumlah populasi A. hydrophila tanpa pemberian probiotik adalah
1010CFU/mL, sedangkan jumlah populasi A. hydrophila pada perlakuan probiotik
berada pada kisaran 104 – 106 CFU/mL. Hal ini diduga disebabkan adanya
senyawa ekstraseluler yang dihasilkan oleh Bacillus. Defoirt et al. (2010)
menyatakan bahwa Bacillus anthracis, Bacillus cereus, Bacillus subtilis, dan
Bacillus thuringiensis terbukti menghasilkan senyawa N-acylhomoserine lactone
yang dapat mencegah terjadinya quorum sensing dari A. hydrophila, A.

15
salmonicida, Edwardsiella tarda, dan Vibrio salmonicida. Penelitian lain juga
menyebutkan bahwa secara in vitro, probiotik Bacillus dapat menghambat
pertumbuhan A. hydrophila. (Sansawat dan Thirabuyanon 2009; Al-Faragi dan
Alsapar 2012).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi probiotik yang lebih
tinggi (106 CFU/mL) menghasilkan aktivitas penghambatan yang kurang optimal
dibandingkan konsentrasi 104 CFU/mL. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh
Widanarni et al. (2010), yaitu penambahan bakteri Vibrio SKT-b dengan dosis 106
CFU/mL menunjukkan nilai kelangsungan hidup larva udang windu (Penaeus
monodon) yang lebih rendah dibandingkan dosis 104 CFU/mL. Nikoskelainen et
al. (2001) mengemukakan bahwa penggunaan probiotik dalam dosis tinggi
ternyata tidak menjamin perlindungan yang lebih baik terhadap hewan inang. Hal
ini diduga karena adanya persaingan nutrisi dan oksigen yang tinggi dalam media
sehingga menyebabkan keseimbangan bakteri didalamnya terganggu.
Uji Postulat Koch
Jumlah kematian ikan setelah diinfeksi dengan patogen A. hydrophila
dapat dilihat pada Tabel 5. Hasil uji Postulat Koch I menunjukkan bahwa terjadi
kematian mulai pada jam ke-18 pascainfeksi dan pada jam ke-24 terjadi kematian
100% pada ikan lele dumbo. Hasil isolasi bakteri pada media R-S (Gambar 2) dari
ikan yang menunjukkan gejala klinis kemudian disuntikkan kembali pada ikan
sehat untuk uji Postulat Koch II. Pada uji Postulat Koch II menghasilkan
kematian pada ikan lele dumbo mulai pada jam ke-17 pascainfeksi dan terjadi
kematian 100% ikan lele dumbo pada jam ke-22.
Tabel 5 Kematian ikan lele dumbo pasca infeksi A. hydrophila pada uji Postulat
Koch
Postulat
Koch

I
II

Jumlah ikan yang mati (ekor)
17
jam
1

18
jam
1
1

19
jam
-

20
jam
1
2

21
jam
2
4

22
jam
3
2

23
jam
2
-

24
jam
1
-

Ikan yang terinfeksi A. hydrophila menunjukkan gejala klinis yaitu
terdapat luka/borok pada permukaan kulit. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Gardenia et al. (2010) yaitu gejala klinis yang terlihat pada ikan yang terserang A.
hydrophila umumnya ditandai dengan adanya hemoragi pada kulit, insang, rongga
mulut, dan borok pada kulit. Pada uji Postulat Koch II, terjadi peningkatan jumlah
kematian ikan lele dumbo pada waktu yang lebih singkat yaitu 17 jam
pascainfeksi A. hydrophila. Pada uji Postulat Koch I, kematian ikan lele dumbo
mulai terjadi pada jam ke-18 pascainfeksi A. hydrophila. Hal ini menandakan
terjadinya peningkatan virulensi bakteri A. hydrophila terhadap ikan lele dumbo.
Mangunwardoyo et al. (2010) menyebutkan bahwa peningkatan virulensi bakteri
disebabkan karena bakteri tersebut memproduksi toksin dalam tubuh ikan,
sedangkan penurunan virulensi bakteri disebabkan oleh beberapa faktor

16
diantaranya suhu penyimpanan isolat yang kurang sesuai sehingga aktivitas enzim
dalam sel

Dokumen yang terkait

Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Di Desa Tanjung Rejo Percut Sei Tuan Sumatera Utara

2 103 46

Vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis pada ikan nila

0 10 163

Penggunaan Kitosan Untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila Pada Ikan Lele Dumbo Clarias Sp.

0 11 11

Efektivitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

2 22 129

KARAKTERISASI HIDROLISAT PROTEIN IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

0 3 8

Durasi Proteksi Vaksin Koktail Untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia Dan Streptococcosis Pada Ikan Nila (Oreochromis Niloticus).

0 10 51

Evaluasi Pemberian Probiotik Multispesies Melalui Media Budi Daya Ikan Lele Dumbo (Clarias Gariepinus) Untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia.

0 9 39

PROBIOTIK Bacillus firmus UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT Aeromonas hydrophila PADA BUDIDAYA IKAN LELE DUMBO, Clarias gariepinus

0 0 12

Tersedia online di: http:ejournal-balitbang.kkp.go.idindex.phpjra EFEKTIVITAS KOMBINASI PROBIOTIK MIKROENKAPSULASI MELALUI PAKAN UNTUK PENGENDALIAN PENYAKIT MOTILE AEROMONADS SEPTICEMIA PADA IKAN LELE, Clarias gariepinus Angela Mariana Lusiastuti , Septya

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1 Klasifikasi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) - RESPONS IMUN NON SPESIFIK IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) MELALUI PEMBERIAN JAHE (Zingiber officinaleRosc) - repository perpusta

0 0 14