Vaksin bivalen untuk pencegahan penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis pada ikan nila

(1)

VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN

PENYAKIT MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA

DAN STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA

(Oreochromis niloticus)

DESY SUGIANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Vaksin Bivalen untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, September 2012

Desy Sugiani NIM C161090081


(4)

(5)

ABSTRACT

DESY SUGIANI. Bivalent vaccine for Motile Aeromonas Septicemia and Streptococcocis in Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Under direction of SUKENDA, ENANG HARRIS, and ANGELA M. LUSIASTUTI.

Etiological agents of common fish diseases are the Gram-negative Aeromonas hydrophila and the Gram-positive Streptococcus agalactiae, both are considered severe fish pathogens on account of their ability to cause damaging disease outbreaks in Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). The occurence of co-infections between A. hydrophila and S. agalactiae at Waduk Cirata was about 20% per populations. Clinical signs appeared soon after infection, and include depression or excitability, anorexia, C-shaped body posturing, erratic swimming and whirling, and death. Aeromonas hydrophila and S. agalactiae cultures were not able to inhibit each other and showed negative results from antimicrobial activity, both are succeptible to antibitoics Tetracycline and Chloramphenicol. Nile Tilapia also were clinically examined and necropsied for histopathology, samples were taken from kidney, brain, liver, and spleen. Histopathological lesions were grouped into two characteristic patterns. The first pattern consisted focal lesion and inflammation. The second pattern consisted of multifocal lesion, necrotic, and inflammatory lesions resulting organ deformation. The mortality patterns of Nile Tilapias showed acute and chronic infections to Motile Aeromonas Septicemia, sub-acute infection to Streptococcocis. There was a homeostatic balances on hematological respons during co-infection. Aeromonas hydrophila AHL0905-2 and Streptococcus agalactiae N14G, were used as an inactivated A. hydrophila and S. agalactiae vaccine. Different vaccine preparations and formulations for vaccination of Nile Tilapia species were tried by adding neutral buffered formalin 3% to the bacterial culture (bacterin). The safety of formalin inactivated vaccine is still questionable by some aquaculture practitioners, but the sterility and safety test results of the bivalent vaccine was safe to use through intraperitoneal injection route. An antibody response was detected at the 1st week that rose significantly (p<0.05) at the 3th week post immunization in all the immunized groups. Similarly, there were significant difference (p<0.05) in the humoral immune response between groups immunized with single and mixed bacterial antigens. Upon challenge with single pathogen, a high relative percent survival was recorded in the group immunized with mixed bacterial antigens and was comparable to those fish immunized with the single bacteria. The value of relative per cent survival from bivalent vaccine mixed whole cell+ECP was 100% and 86.2% to single infections and 56.7% to co-infections, indicate that this vaccine was eficient in Nile Tilapia.

Key Words : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, co-infection, monovalent vaccine, bivalent vaccine, immune response, RPS


(6)

(7)

RINGKASAN

DESY SUGIANI. Vaksin Bivalen untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Dibimbing oleh SUKENDA, ENANG HARRIS, dan ANGELA M. LUSIASTUTI.

Kasus kematian ikan akibat infeksi bakteri Aeromonas sp. dan Streptococcus sp. menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Indonesia. Timbulnya penyakit akibat infeksi Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dan Streptococcosis tersebut dapat terjadi karena rendahnya ketahanan tubuh ikan, lingkungan pemeliharaan yang buruk, serta manajemen pemberian pakan yang tidak baik. Kedua jenis penyakit ini menyebabkan masalah pada budidaya ikan dan mengakibatkan kerugian ekonomi karena terjadi kematian ikan yang tinggi dan menurunnya kualitas produk perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik masing-masing antigen secara in vitro, menganalisis patogenesis secara in vivo, serta mengkaji efektifitas dan efikasi vaksin bivalen gabungan dari bakterin Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae dalam menghasilkan respons imun pada ikan Nila. Lima tahapan penelitian dirancang untuk membantu pengambilan keputusan.

Pertama, melakukan kajian ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae: keberadaan, daya tumbuh in-vitro, sensitifitas antibiotik, dan gambaran histopatologi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila dan Streptococcus sp. menyebabkan wabah penyakit MAS dan Streptococcosis yang menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila di Indonesia. Keberadaan kejadian ko-infeksi antara bakteri A. hydrophila dengan S. agalactiae pada ikan Nila di KJA Waduk Cirata sebesar 20%. Uji kerentanan ikan Nila terhadap kedua jenis penyakit ini dilakukan secara in-vitro dan in-vivo untuk melihat kompetisi antigen dan ko-infeksi dari kedua jenis bakteri penyebab penyakit. Hasil uji pertumbuhan bakteri untuk melihat kompetisi antigen pada media cair maupun media padat menunjukkan bahwa kedua jenis bakteri ini dapat tumbuh bersinergi (tidak saling menghambat). Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae bersifat rentan terhadap antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol. Hasil histopatologi organ ginjal, otak, hati, dan limpa memperlihatkan dua pola karakter luka. Pola pertama, luka yang fokal sampai terlihat adanya inflamasi dan perdarahan. Pola kedua, luka yang multifokal, luka parah, nekrotik, dan luka inflamasi yang mengakibatkan deformasi sel-sel organ.

Kedua, menganalisis karakteristik hasil ko-infeksi buatan dari penyakit MAS dan Streptococcosis dapat dilihat dengan menggunakan parameter gambaran hematologi. Hasil pengujian ko-infeksi melalui injeksi pada ikan Nila menggunakan dosis mematikan (LD100) dan dosis mematikan (LD50) menyebabkan kematian bervariasi antara 20-90% dalam waktu 2-12 hari masa inkubasi. Bakteri A. hydrophila lebih mematikan untuk ikan Nila pada dosis tinggi (LD100) dibanding dengan bakteri S. agalactiae, hal ini diduga karena adanya endotoksin yang dimiliki bakteri A. hydrophila yang bersifat toksik mematikan (lethal toxic). Pola kematian yang terjadi menunjukkan bahwa infeksi Streptococcosis bersifat sub-akut, sedangkan infeksi MAS bersifat akut dan


(8)

kronis. Perubahan pertahanan non spesifik ikan terhadap infeksi patogen dilihat dengan mengamati level hematokrit, neutrofil, limfosit, monosit, dan indeks fagositik darah ikan Nila yang diambil dari arteri caudalis pada hari ke-3, ke-6, ke-9, ke-12, dan ke-15 setelah infeksi. Hasil analisis perubahan limfosit lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, level hematokrit dan level neutrofil lebih rendah dibandingkan dengan kontrol, dan level monosit dan indeks fagositik fluktuatif selama masa perlakuan memperlihatkan adanya homeostasi gambaran darah ikan terhadap serangan infeksi antigen.

Ketiga, membuat sediaan vaksin inaktif dari isolat bakteri A. hydrophila AHL0905-2 dan S. agalactiae N14G dengan menambahkan 3% bufer formalin kedalam biakan broth bakterin dan diinkubasi selama 24 jam. Kualitas produk vaksin dikontrol dengan melakukan uji keamanan, sterilitas, dan karakter protein penyusun dari sediaan vaksin. Hasil karakterisasi protein menggunakan SDS-PAGE menunjukkan bahwa bakteri A. hydrophila sel utuh memiliki empat belas pita, dua pita dari produk ektraselular, tiga pita pada sediaan crude supernatan, dan tujuh pita dari sediaan broth. Sediaan sel utuh S. agalactiae memiliki sepuluh pita, dua pita produk ekstraselular, tiga pita sediaan crude supernatan, dan empat pita sediaan broth. Residu formalin pada sediaan vaksin sel utuh sebesar 0,147 ppm, produk ekstraselular (ECP) 1,01 ppm, dan campuran sel utuh+ECP 0,702 ppm. Inaktifasi sediaan vaksin menggunakan formalin masih dipertanyakan keamanannya oleh beberapa praktisi akuakultur, akan tetapi hasil uji sterilitas dan keamanan vaksin bivalen dari penelitian ini aman untuk digunakan melalui injeksi intra peritoneal pada ikan Nila.

Keempat, menganalisis respons imun terhadap campuran sel utuh dan ekstraselular antigen A. hydrophila dan S. agalactiae sebagai ukuran keberhasilan vaksinasi ikan Nila dengan vaksin monovalen dan bivalen. Analisis imunologi dan respons imun dalam aktifitas bakterisidal serum dapat dijadikan komponen untuk melihat viabilitas patogen dalam inang yang ditunjukkan melalui aktifitas respiratory burst, lisosim, komplemen, dan antibodi. Ikan Nila divaksin dengan vaksin monovalen A. hydrophila, monovalen S. agalactiae, bivalen sel utuh, bivalen ECP, bivalen sel utuh+ECP, bivalen crude supernatan, bivalen broth, dan kontrol. Parameter respons imun diukur setiap minggu selama 3 minggu pemeliharaan setelah vaksinasi. Titer antibodi terdeteksi setelah satu minggu pemeliharaan pascavaksinasi, nilai titer antar perlakuan vaksin bivalen dengan vaksin monovalen dan kontrol berbeda nyata (P<0,05). Vaksin monovalen dapat meningkatkan respons imun spesifik dan non spesifik lebih baik jika dibandingkan dengan vaksin bivalen untuk proteksi bakteri homolog. Sedangkan untuk proteksi terhadap bakteri heterolog vaksin bivalen sel utuh dan sel utuh+ECP memberikan respons imun spesifik maupun non spesifik terbaik jika dibandingkan dengan vaksin monovalen A. hydrophila maupun vaksin monovalen S. agalactiae.

Kelima, melihat peningkatan respons antibodi pascavaksinasi dengan antigen tunggal dan campuran dari bakterin A. hydrophila and S. agalactiae untuk meningkatkan daya tahan ikan Nila terhadap penyakitMAS dan Streptococcosis. Sediaan vaksin dibuat dengan metode pembuatan dan formula yang berbeda, yaitu proses inaktifasi dilakukan dengan menambahkan 3% bufer formalin (NBF 10%) pada biakan bakteri dalam media tumbuh BHI dan TSB. Vaksinasi diberikan melalui injeksi intraperitoneal dengan sediaan vaksin monovalen dan bivalen (sel


(9)

utuh, produk ektraselular/ECP, crude supernatan, campuran sel utuh+ECP, dan broth). Uji tantang dilakukan menggunakan dosis LD50 infeksi tunggal maupun ko-infeksi dari bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae. Efektifitas dan keampuhan vaksin tersebut dihitung berdasarkan nilai RPS (Relative Percent Survival) dan hasil deteksi respons hematologi. Nilai RPS vaksin bivalen campuran sel utuh+ECP mencapai 100 untuk uji tantang dengan A. hydrophila dan 56,7 pada uji tantang ko-infeksi. Vaksin monovalen A. hydrophila maupun S. agalactiae hanya mampu memproteksi terhadap bakteri homolog, tidak terjadi proteksi silang diantara keduanya.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae , ko-infeksi, vaksin monovalen, vaksin bivalen, respons imun, RPS


(10)

(11)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(12)

(13)

VAKSIN BIVALEN UNTUK PENCEGAHAN

PENYAKIT MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA

DAN STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA

(

Oreochromis niloticus

)

DESY SUGIANI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(14)

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si.

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. I Nyoman Adiasmara Giri, M.Sc. Dr. Munti Yuhana, S.Pi, M.Si.


(15)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2011 - Februari 2012 ini adalah Vaksin Bivalen untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus).

Desertasi ini memuat 5 bab yang merupakan pengembangan dari naskah artikel yang diajukan ke jurnal ilmiah. Bab 1-2 berjudul Pengaruh ko-infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dengan Streptococcus agalactiae terhadap gambaran hematologi dan histopatologi ikan Nila (Oreochromis niloticus) akan diterbitkan (Jurnal Riset Akuakultur – JRA Vol. 7 No. 1 Tahun 2012) dan Bab 3-5 Vaksinasi ikan Nila (Oreochromis niloticus) menggunakan vaksin monovalen dan bivalen untuk pencegahan penyakit MAS dan Streptococcosis akan diterbitkan (Jurnal Riset Akuakultur – JRA).

Terimakasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Sukenda, M.Sc; Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS; Dr. drh. Angela Mariana Lusiastuti, M.Si selaku pembimbing yang memberi saran dan masukan. Terimakasih penulis ucapkan kepada Kementrian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan beasiswa periode Agustus 2009 – Juli 2012. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. Oman Komarudin, MSc; Ir. Taukhid, MSc; drh. Uni Purwaningsih; Tuti Sumiati, SPi; Reza Samsudin, SPi, MSi; Bambang Priadi; Edy Farid Wadjdy; Mikdarullah; Ahmad Wahyudi; serta seluruh staf peneliti dan karyawan-karyawati lingkup Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar yang telah membantu selama pengumpulan data dan memberi masukan dalam penulisan ilmiah. Terimakasih untuk teman AKU 2009 semoga kerjasama kita tetap terjalin, selamat kembali bertugas ke institusi masing-masing. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Bapak H. Inan; Ibu Hj. Supriati Warno; Sutikno SE; Putri Aqila Fathiyah; Queena Azka Mazaya; serta seluruh keluarga atas doa dan motivasi yang selalu memberikan semangat.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2012


(16)

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 08 Desember 1979 sebagai anak tunggal dari pasangan H. Inan dan Hj. Supriati Warno. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Budidaya Perairan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro pada tahun 1997 dan lulus pada tahun 2001. Pendidikan Magister ditempuh di Program Studi Ilmu Perairan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 dan lulus pada tahun 2004. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Ilmu Akuakultur IPB diperoleh dari program beasiswa KKP pada tahun 2009.

Penulis bekerja sebagai Peneliti Pertama di Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan, Kementrian Kelautan dan Perikanan sejak tahun 2005, ditempatkan di Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar, Bogor. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab peneliti adalah kesehatan ikan.

Karya ilmiah berjudul Kerentanan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) terhadap serangan ko-infeksi Streptococcosis dan MAS telah disajikan dan masuk makalah Prosiding Seminar Nasional di Universitas Gajahmada Yogyakarta pada bulan Juli 2011. Artikel berjudul Pengaruh ko-infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dengan Streptococcus agalactiae terhadap gambaran hematologi dan histopatologi ikan Nila (Oreochromis niloticus) telah disajikan di Seminar Forum Inovasi dan Teknologi Akuakultur FITA Bali pada bulan Juli 2011, dan akan diterbitkan pada Jurnal Riset Akuakultur Vol. 7 No. 1 Tahun 2012. Artikel berjudul Vaksinasi ikan Nila (Oreochromis niloticus) menggunakan vaksin monovalen dan bivalen untuk pencegahan penyakit MAS dan Streptococcosis akan diterbitkan pada Jurnal Riset Akuakultur JRA. Sedangkan artikel dengan judul Respons imun ikan Nila, Oreochromis niloticus, terhadap vaksin bivalen sel utuh dan ekstraselular antigen Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae telah disajikan pada Seminar Forum Inovasi dan Teknologi Akuakultur FITA-Indoaqua Makasar pada bulan Juni 2012.


(18)

(19)

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ...

Halaman xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

1. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 5

Hipotesis ... 5

Kebaruan (novelty) ... 5

Kerangka Berfikir Penelitian ... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Motile Aeromonas Septikemia(MAS) ... 8

Penyakit Streptococcosis ... 9

Bakteri Aeromonas hydrophila ... 10

Bakteri Streptococcus agalactiae ... 11

Imunologi Ikan ... 12

Vaksin pada Ikan ... 15

Vaksin Polivalen ... 17

Pembentukan Respons Imun Pascavaksinasi... 18

3. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 19

Ikan Uji ... 19

Isolat Bakteri ... 19

Vaksin ... 19

Parameter yang Diukur ... 20

Analisis Data ... 21

Alur Pelaksanaan Penelitian ... 22

4. KO-INFEKSI Aeromonas hydrophila DAN Streptococcus agalactiae: KEBERADAAN, DAYA TUMBUH in-vitro, SENSITIFITAS ANTIBIOTIK, DAN GAMBARAN HISTOPATOLOGI Abstrak ... 23

Abstract ... 23

Pendahuluan ... 24

Bahan dan Metode ... 24

Hasil dan Pembahasan ... 27


(20)

xiv

5. PATOGENESIS KO-INFEKSI A. hydrophila DAN S. agalactiae PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Abstrak ... 39

Abstract ... 39

Pendahuluan ... 40

Bahan dan Metode ... 41

Hasil dan Pembahasan ... 42

Simpulan dan Saran ... 50

6. VAKSIN BIVALEN Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae: KEAMANAN, STERILITAS DAN KARAKTER PROTEIN Abstrak ... 51

Abstract ... 51

Pendahuluan ... 52

Bahan dan Metode ... 53

Hasil dan Pembahasan ... 58

Simpulan dan Saran ... 65

7. HEMATOLOGI DAN RESPONS IMUN IKAN NILA (Oreochromis niloticus) YANG DIIMUNISASI DENGAN VAKSIN MONOVALEN DAN BIVALEN : Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae Abstrak ... 66

Abstract ... 66

Pendahuluan ... 67

Bahan dan Metode ... 67

Hasil dan Pembahasan ... 71

Simpulan dan Saran ... 82

8. EFIKASI VAKSIN BIVALEN TERHADAP PENYAKIT MOTILE AEROMONAS SEPTICEMIA DAN STREPTOCOCCOSIS PADA IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Abstrak ... 83

Abstract ... 83

Pendahuluan ... 84

Bahan dan Metode ... 85

Hasil dan Pembahasan ... 87

Simpulan dan Saran ... 99

9. PEMBAHASAN UMUM ……… 100

10. SIMPULAN DAN SARAN ………. 107

DAFTAR PUSTAKA ………... 109


(21)

xv

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komponen vaksin bivalen ... 20

2. Sensitifitas terhadap beberapa jenis antibiotik ... 35

3. Perlakuan infeksi LD100 ... 41

4. Perlakuan infeksi LD50 ... 42

5. Kelangsungan hidup ikan Nila pascavaksinasi ... 60

6. Hasil uji kadar formalin sediaan vaksin yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3% ... 61

7. Berat protein sediaan vaksin yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3% ... 62

8. Karakter berat molekul protein hasil SDS-PAGE bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae yang diinaktifasi dengan bufer formalin 3% ... 64

9. Perlakuan proteksi vaksin monovalen A. hydrophila dan S. agalactiae ... 85

10. Perlakuan vaksin bivalen ... 86

11. Perlakuan kontrol ... 86

12. Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin monovalen dan bivalen setelah uji tantang dengan A. hydrophila ... 90

13. Parameter hematologi dan respons imun efikasi vaksin monovalen dan bivalen setelah uji tantang dengan S.agalactiae. 91 14. Parameter hematologi dan respon imun efikasi vaksin monovalen dan bivalen setelah uji tantang dengan ko-infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae... 91

15. Tingkat RPS ikan yang di vaksin monovalen dan bivalen A. hydrophila dan S. agalactiae... 93


(22)

(23)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka berfikir penelitian vaksin bivalen gabungan bakterin

A. hydrophilaS. dan agalactiae untuk pencegahan wabah penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dan

Streptococcosis pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 7 2. Alur pelaksanaan penelitian Vaksin Bivalen untuk pencegahan

penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis

pada ikan Nila (Oreochromis niloticus) ... 22 3. Ikan Nila (O. niloticus) yang terinfeksi. (a) MAS, (b)

Streptococcosis, (c) ko-infeksi MAS dan Streptococcosis. (u)

ulcer, (h) haemorhage, (exo) eksoptalmi, (op) opaque...... 28 4. Deformasi C-shaped ikan Nila yang terinfeksi Streptococcosis... 28 5. Gerakan renang berputar (whirling) ikan Nila yang terinfeksi

Streptococcosis... 29 6. Organ dalam ikan Nila yang terserang ko-infeksi MAS dan

Streptococcosis. (a) ikan sehat, (b) ikan terserang kronis, (c)

ikan terserang akut.………... 30

7. Pertumbuhan bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae pada media agar. (a) dan media cair, (b) dengan kepadatan tanam

awal 1 koloni ... 32 8. Uji kompetisi daya tumbuh bakteri A. hydrophila dan S.

agalactiae pada media agar BHIA dengan masa inkubasi 48 jam 32 9. Uji kompetisi daya tumbuh bakteri A. hydrophila dan S.

agalactiae pada media cair dengan masa inkubasi 24 jam ... 33 10. Histopatologi kerusakan organ dari ikan Nila hasil ko-infeksi

A.hydrophila + S. agalactiae dengan pewarnaan Hematoxylin-Eosin (H dan E). (a) otakbagian cerebellum, (b) otak bagian mesencephalon, (c-d) limpa, dan (e-f) ginjal. (p) perdarahan, (n) nekrosa, (mmc) melano macrofag centre, (i) inflamasi, (d)

degenerasi, (g) granuloma... 36 11. Total hematokrit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ... 43 12. Total monosit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ... 44 13. Total neutrofil ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.


(24)

xviii

14. Total limfosit ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ... 45 15. Indeks fagositik ikan Nila hasil ko-infeksi A. hydrophila dan S.

agalactiae ... 46 16. Kematian ikan pada perlakuan infeksi LD100 ... 47 17. Kematian ikan pada perlakuan infeksi LD50 ... 48 18. Sediaan vaksin hasil inaktifasi dengan 3% bufer formalin. (a)

sediaan hasil sentrifuse : pelet di bagian bawah dan supernatant, (b) sediaan pelet yang dilarutkan dalam salin (sediaan vaksin sel utuh), ( ) pelet bakteri. ... 58 19. Sediaan vaksin monovalen dan bivalen sel utuh “siap pakai”

yang diinaktifasi dengan 3% bufer formalin ... 59 20. Pengamatan kematian ikan pascavaksinasi dengan sediaan

vaksin yang diinaktifasi dengan 3% bufer formalin ... 60 21. SDS-PAGE sediaan vaksin bakteri Aeromonas hydrophila

AHL0905-2 ... 63 22. SDS-PAGE sediaan vaksin bakteri Streptococcus agalactiae

N14G ... 63 23. Kadar hemoglobin ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen ... 71 24. Persen hematokrit darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen ... 72 25. Persentase fagosit darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen ... 73 26. Indek fagositik darah ikan Nila pascavaksinasi dengan vaksin

monovalen dan bivalen ... 74 27. NBT-assay dari ikan Nila hasil vaksinasi menggunakan vaksin

monovalen dan bivalen ... 75 28. Aktifitas lisosim serum ikan Nila pascavaksinasi ... 77 29. Aktifitas komplemen serum ikan Nila pascavaksinasi dengan

vaksin monovalen dan bivalen yang diinaktifasi menggunakan

3% bufer formalin ... 79 30. Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang

di tantang dengan bakterin A. hydrophila ... 81 31. Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang

di tantang dengan bakterin S. agalactiae ... 81 32. Titer antibodi serum ikan Nila (O. niliticus) pascavaksinasi yang


(25)

xix

di tantang dengan gabungan bakterin A. hydrophila dan S.

agalactiae ... 81 33. Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) yang divaksin

monovalen secara intraperitoneal dan diuji tantang selama 15

hari ... 88

34. Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang dengan bakteri A. hydrophila yang dipelihara selama 16 hari. (a)

perlakuan vaksin bivalen, (b) kontrol……… 89 35 Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang

dengan bakteri S.agalactiae yang dipelihara selama 16 hari. (a)

perlakuan vaksin bivalen, (b) kontrol……… 90 36 Kematian harian ikan Nila (O. niloticus) setelah diuji tantang

dengan ko-infeksi bakteri A. hydrophila+S.agalactiae yang dipelihara selama 16 hari. (a) perlakuan vaksin bivalen, (b)


(26)

(27)

xxi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Karakteristik Morfologi, Fisik dan Biokimia Bakteri ... 119 2. Pengujian Kadar Formalin dengan Metode AOAC (1990) ... 121 3. Tahapan Pewarnaan Silver Hasil SDS-PAGE ... 122 4. Bagan Alur Pembuatan Vaksin ... 123 5. Berat Protein Vaksin ... 125 6. Hasil SDS-PAGE Protein Vaksin ... 126 7. Gambaran Darah ... 128 8. Persentase dan Indek Fagositosis ... 129 9. Nilai NBT-Assay ... 130 10. Aktifitas Lisosim ... 131 11. Aktifitas Komplemen ... 132 12. Titer Antibodi ... 133 13. Relative Percent Survival (RPS) ………...………... 134 14. Komposisi Kandungan Media ………...……… 135


(28)

(29)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan Nila (Oreochromis niloticus) merupakan komoditas unggulan budidaya air tawar di Indonesia. Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) menargetkan produksi ikan Nila tahun 2012 sebanyak 639.300 ton. Jumlah ini naik sekitar 36,26% dari total produksi tahun 2011 yang sebanyak 469.173 ton. Guna mencapai target tersebut telah dibuat beberapa strategi diantaranya pengadaan bibit unggul (jenis Wanayasa, Larasati, dan BEST) dan upaya pencegahan penyakit dengan penggunaan imunostimulan dan pemberian vaksinasi.

Kasus kematian ikan akibat infeksi bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus sp. menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila di Indonesia. Timbulnya penyakit akibat infeksi Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dan Streptococcosis tersebut dapat terjadi karena rendahnya ketahanan tubuh ikan, lingkungan pemeliharaan yang buruk, serta manajemen pemberian pakan yang tidak baik (Ibrahem et al. 2008; Harikrishnan et al. 2010). Kedua jenis penyakit ini menyebabkan masalah pada budidaya ikan dan mengakibatkan kerugian ekonomi karena terjadi kematian ikan yang tinggi dan menurunnya kualitas produk perikanan.

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri yang paling umum terdapat di habitat perairan tawar. Genus Aeromonas meliputi mikroba prominen di dalam reservoir air tawar bersama-sama dengan jasad renik yang lain bertindak sebagai biofilter alami dan berfungsi untuk memurnikan perairan dan diperlukan sebagai mikroflora normal. Penyakit biasanya timbul dalam tipe infeksi akut dengan kondisi klinis munculnya peradangan yang sistemik dan mengakibatkan kematian dalam waktu 24 sampai 48 jam. Tipe infeksi kronis ditandai dengan kerusakan pada bagian sirip, lesi pada kulit, gerakan renang lemah, dan menyebabkan kematian 10% sampai 70% dari total populasi di kolam budidaya (Ibrahem et al. 2008). Penyakit yang diakibatkan oleh infeksi A. hydrophila dari yang bersifat akut hingga bersifat laten dengan membentuk infeksi septisemia lebih dikenal


(30)

2

dengan nama penyakit Hemorrhagic Septicaemia atau Aeromonas Septicemia (Ismail et al. 2010).

Bakteri patogen Streptococcus agalactiae dan Streptococcus iniae menyebabkan penyakit Streptoccoccosis pada ikan Nila (Klesius et al. 2006, 2007; Hernandez et al. 2009; Toranzo 2009; Zilberg et al. 2010). Studi patologi anatomi secara makroskopis dan mikroskopis akibat infeksi Streptococcosis diteliti pada ikan Nila di daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan gejala klinis yang tampak adalah eksoptalmus, dermal hemoragi dan warna kehitaman pada tubuh. Pada tes bakteriologi menggunakan pewarnaan Gram, agar darah dan API 20 STREP sistem, bakteri penyebab diidentifikasi sebagai Streptococcus sp. (Lusiastuti et al. 2008). Lebih lanjut Lusiastuti et al. (2009) melakukan survei di daerah Waduk Cirata – Jawa Barat dan dari analisis sekuen DNA terhadap jenis bakteri yang menginfeksi ikan Nila tersebut diketahui merupakan spesies bakteri S. agalactiae dan S. iniae. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi DIY (2010) melaporkan adanya infeksi bakteri A. hydrophila dan Streptococcus sp. pada ikan Nila dari hasil pemantauan penyakit ikan yang dilakukan di wilayah DIY.

Penanggulangan penyakit MAS dan Streptoccoccosis akibat infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae dengan metode vaksinasi monovalen telah banyak dilakukan. Ismail et al. (2010) meneliti vaksin A. hydrophila yang dibuat dalam bentuk sediaan sel utuh yang diinaktifasi menggunakan formalin untuk menghasilkan bakterin A. hydrophila. Vaksin tersebut diaplikasikan melalui oral pada ikan Nila (O. niloticus)dan menghasilkan relative level of protection (RLP) sebesar 86,8%. Respons antibodi humoral pada ikan Nila yang divaksinasi dilihat melalui uji mikro-aglutinasi. Hasil level titer antibodi terendah dengan log 2 pada nilai 2 dan 3 pada minggu pertama dan empat minggu setelah divaksinasi, sementara ikan Nila yang diberi pakan tanpa divaksin, level titer antibodi yang diperoleh adalah log 2 pada nilai 1.

Sugiani et al. (2010) melakukan penelitian vaksinasi ikan Lele (Clarias gariepinus) menggunakan sediaan vaksin sel utuh A. hydrophila isolat AHL0905-2 yang diinaktifasi menggunakan formalin (0,5% v/v) dan diaplikasikan melalui


(31)

3

perendaman, menghasilkan relative percent survival (RPS) sebesar 98,75% dengan level titer antibodi log 2 pada nilai 4 setelah divaksinasi selama 21 hari.

Lusiastuti et al. (2010) melakukan penelitian pendahuluan untuk melihat efek vaksin sel utuh S. agalactiae dengan formalin killed untuk ikan Nila, lebih lanjut Hardi et al. (2011) mengemukakan bahwa diperoleh RPS>90% pada ikan Nila yang diberi vaksin kombinasi extracellular product (ECP) dan sel utuh bakteri S. agalactiae isolat N14G. Hal ini sesuai dengan hasil riset penggunaan vaksin S. agalactiae untuk penanggulangan Streptococcosis yang telah dikembangkan dari extracellular product (ECP) dan sel utuh yang dimatikan dengan formalin-killed (Pasnik et al. 2006). Evans et al. (2004) mengemukakan bahwa ikan Nila yang diimunisasi dengan modifikasi vaksin S. agalactiae yang dilemahkan (inactivated) mampu memberikan respons imun spesifik terhadap jenis bakteri S. agalactiae yang sama dan mampu memproteksi terhadap jenis bakteri S. iniae, sedangkan ikan Nila yang divaksin S. iniae tidak mampu memproteksi terhadap infeksi jenis bakteri S. agalactiae atau tidak memiliki kemampuan proteksi silang terhadap jenis bakteri berbeda.

Vaksinasi ikan untuk melindungi ikan dalam melawan berbagai infeksi bakteri patogen secara serempak dapat dilakukan dengan menggunakan vaksin bivalen atau polivalen. Strategi vaksinasi diperlukan keputusan seperti penyakit spesifik apa yang akan dipapar, jenis vaksin, metoda vaksinasi, pemilihan waktu vaksinasi dan perlakuan vaksinasi ulang (booster). Perumusan vaksin yang ideal dapat diambil dalam bentuk vaksin polivalen untuk melindungi secara serempak terhadap penyakit tertentu. Vaksin polivalen harus mampu melindungi dari semua serotipe dari tiap patogen penyebab penyakit tertentu. Akan tetapi, harus diperhatikan kompetisi antigen spesifik yang mungkin terjadi terutama ketika vaksin diaplikasikan melalui suntik (Toranzo et al. 2009).

Beberapa penelitian mengenai vaksin bivalen dan polivalen pada ikan menunjukkan hasil yang bervariasi, dikarenakan setiap strain bakteri memiliki kemampuan antigenik yang berbeda. Osman et al. (2009) melakukan penelitian vaksinasi pada ikan Nila terhadap infeksi Aeromonas dan Pseudomonas menggunakan vaksin monovalen dengan RPS yang bervariasi antara 73-89%,


(32)

4

bivalen dengan RPS 74%, dan polivalen gabungan Aeromonas spp. (A. hydrophila, A. sobria dan A. caviae) dan Pseudomonas fluorescens dengan RPS 81%. Silva et al. (2009) melakukan penelitian hematologi dan respons immunologi ikan Nila setelah divaksin menggunakan vaksin polivalen bakterin A. hydrophila, P. aeruginosa dan Enterococcus durans, diketahui bahwa titer antibodi tertinggi diperoleh pada hari ke-21 setelah vaksinasi. Vaksin campuran antara sel utuh antigen A. hydrophila, E. tarda dan P. fluorescens, merupakan patogen dari kelompok bakteri Gram negatif yang diperoleh dari hasil isolasi pada Indian major carps ternyata dapat merangsang respons antibodi pada Rohu (Labeo rohita Ham.) (Swain et al. 2007).

Pembentukan vaksin bivalen dan polivalen akan dipengaruhi oleh banyak proses imunologi seperti reaksi silang antigen, kompetisi antigen, waktu pematangan dan penghilangan sifat antigenik yang akan mempengaruhi efektifitas, kemampuan menghasilkan respons imun dan level antibodi. Nikoskelainen et al. (2007) melaporkan bahwa terdapat hambatan respons imun spesifik terhadap vaksin polivalen Aeromonas salmonicida, Listonella anguillarum dan serotipe Th+Fd dari antigen Flavobacterium psychrophilum. Penggunaan beberapa antigen bakteri di dalam vaksin polivalen harus hati-hati dalam mencampurkannya untuk menghindari sifat saling hambat dari antigen yang akan mempengaruhi tanggap kebal spesifik pada ikan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui beberapa respons berikut ini : 1. Menganalisis karakteristik masing-masing antigen, waktu pematangan, uji

kultur bersama antigen secara in vitro.

2. Menganalisis patogenesis masing-masing antigen dan gabungan keduanya secara in vivo pada ikan Nila.

3. Mengkaji efektifitas dan efikasi vaksin bivalen gabungan dari bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae dalam menghasilkan respons imun dan meningkatkan kelangsungan hidup pada ikan Nila.


(33)

5

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan produk vaksin bivalen gabungan A. hydrophila dan S. agalactiae untuk pencegahan wabah penyakit MAS dan Streptococcosis pada ikan Nila (O. niloticus).

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae memiliki perbedaan karakteristik

dalam sifat patogenesis terhadap ikan Nila.

2. Vaksin bivalen gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae dapat memberikan proteksi lebih baik dibandingkan dengan vaksin monovalen A. hydrophila maupun vaksin monovalen S. agalactiae pada ikan Nila yang terinfeksi A. hydrophila dan S. agalactiae (penyakit MAS dan Streptococcosis).

Kebaruan (novelty)

Kebaruan dari penelitian ini yaitu, pertama diketahuinya kompetensi kedua antigen A. hydrophila dan S. agalactiae untuk dijadikan kandidat vaksin bivalen. Kedua, dihasilkan vaksin yang dapat mencegah infeksi A. hydrophila dan S. agalactiae pada ikan Nila yaitu vaksin bivalen gabungan antara bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae.

Kerangka Berfikir Penelitian

Latar belakang dan kerangka berfikir penelitian vaksin bivalen gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae untuk pencegahan wabah penyakit MAS dan Streptococcosis pada ikan Nila (O. niloticus) dijabarkan pada Gambar 1.

Budidaya ikan Nila pada semua fase hidupnya sangat rentan terhadap berbagai hambatan yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup. Faktor penyebab kegagalan kegiatan budidaya ikan Nila dapat dikarenakan adanya gangguan dari lingkungan, nutrisi yang kurang baik, dan adanya serangan penyakit. Aeromonas hydrophila dan S. agalactiae akhir-akhir ini telah menjadi masalah penting yang mempengaruhi kelangsungan hidup ikan Nila, apabila


(34)

6

terjadi serangan dari kedua jenis bakteri ini akan menyebabkan kematian 60-100%. Ada dua opsi penanggulangan serangan penyakit ini yaitu melalui pengobatan, baik dengan menggunakan bahan alami maupun obat dari bahan kimia tertentu yang bersifat antibakteri. Opsi kedua adalah melalui pencegahan yaitu dengan prinsip imunostimulasi yang bertujuan agar ketahanan tubuh ikan terhadap serangan agen penyebab penyakit dapat terbentuk dengan lebih baik. Imunostimulasi dapat dilakukan dengan menggunakan imunostimulan yang lebih menekankan pada peningkatan respons imun yang bersifat non spesifik, dan menggunakan vaksin dengan target utamanya adalah meningkatkan kemampuan sel memori untuk mengenali agen penyebab penyakit sehingga proses respons imun dalam tubuh ikan dapat terbentuk dengan lebih baik lagi, vaksin dapat meningkatkan respons imun spesifik. Vaksin memiliki banyak jenis, pada tahapan penelitian yang akan dilakukan untuk pencegahan penyakit MAS dan Streptococcosis maka akan dibuat suatu vaksin in-aktif dalam bentuk monovalen maupun bivalen dari sediaan bakterin yang berbeda. Beberapa hal yang akan dilihat adalah tingkat keamanan, profil protein, dan level proteksi ketika diaplikasikan secara injeksi intraperitoneal pada ikan Nila. Hasil akhir diharapkan dapat diketahui sediaan bentuk vaksin yang dapat memberikan Relative Percent Survival (RPS) paling tinggi.


(35)

7

Gambar 1 Kerangka berfikir penelitian vaksin bivalen gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae untuk pencegahan wabah penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) dan Streptococcosis pada ikan Nila (O. niloticus).

Pengobatan Dengan Bahan Antibakterial Alami dan Kimia Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Infeksi Streptococcus agalactiae

Kematian Tinggi 60-100%

Pembenihan dan Pembesaran Terhambat

Pencegahan

Vaksinasi

RPS meningkat Infeksi Aeromonas hydrophila

Musim, Kualitas Air, dan Sistem Budidaya

Pakan kurang tepat Penyakit

Imunostimulan

Vaksin monovalen

Vaksin bivalen

Komponen vaksin

Respons imun meningkat Metode pencampuran

sediaan vaksin

Reaksi silang antigen, kompetisi antigen, waktu pematangan, penghilangan sifat antigenik


(36)

8

TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS)

Gejala klinis dari ikan Nila yang terinfeksi Motile Aeromonas Septicemia (MAS) ditandai dengan adanya septisemia, luka, cacat tulang, eksoptalmi dan nekrosis otot. Pada kondisi posmortem ditemukan adanya luka fokal pada organ hati, limpa, dan ginjal, serta terdapat cairan yang mengisi rongga abdominal. Hasil isolasi dan identifikasi didapat jenis bakteri A. hydrophila dari bagian organ intestinal ikan yang sakit maupun ikan yang sudah sehat, hal ini dapat terjadi pada kondisi invasi penyakit ataupun kondisi MAS yang akut dengan adanya lokalisasi koloni bakteri A. hydrophila yang teridentifikasi dari jaringan hematopoetik (Ibrahem et al. 2008).

Menurut Toranzo et al. (1986) sebagai tambahan hasil identifikasi dilakukan reaksi voges-proskauer (VP), citrate utilization, lysine decarboxylase (LDC), arabinosa dan tes fermentasi amygadalin untuk melihat tingkat virulensi dari bakteri. Reaksi biokimia berkorelasi dengan tingkat virulensi. Variasi tingkat virulensi dari spesies penyebab Motile Aeromonas dapat dilihat dengan uji karakteristik biokimia dari bakteri A. hydrophila. Burke et al. (1981) mengemukakan hubungan yang signifikan antara tingkat virulensi A. hydrophila pada ikan dengan produksi asam dari arabinosa dan sukrosa, tes VP dan LDC, penambahan elastase dan aktifitas hemolitik.

Tingkat virulensi dari mikroorganisme berasosiasi dengan produksi enzim tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa tes yang bersifat enzimatik dapat digunakan untuk mengidentifikasi bakteri A. hydrophila. Uji aktifitas hemolitik isolat A. hydrophila pada media TSA yang diberi 5% Red Blood Cells (RBCs) domba, menunjukkan hasil bahwa 72% bakteri A. hydrophila dengan 2 tipe aktifitas hemolitik, isolat A. hydrophila ß hemolitik dan strain A. hydrophila non hemolitik. Ada suatu korelasi antara hemolisin dan virulensi isolat A. hydrophila. Aeromonas hydrophila mampu memproduksi hemolisin ekstraselular dengan membentuk zona hemolisis pada media agar darah (Sakai et al. 1993). Terdapat korelasi yang kuat antara hasil dari uji biokimia, aktifitas enzimatik, aktifitas


(37)

9

hemolitik dan tes patogenisitas dari isolat A. hydrophila dengan tingkat virulensinya. Sangat direkomendasikan untuk melakukan serangkaian uji tersebut untuk melihat tingkat bahaya dari isolat A. hydrophila (Ibrahem et al. 2008).

Penyakit Streptococcosis

Infeksi Streptococcal pada ikan merupakan infeksi bakteri yang dapat mempengaruhi patologi dari varietas budidaya ikan di seluruh dunia (Romalde & Toranzo 2002; Toranzo et al. 2005). Ikan Nila (Oreochromis niloticus) sangat rentan terhadap infeksi Streptococcosis dan menimbulkan wabah yang sangat mematikan (Pretto-Giardano et al. 2010). Akan tetapi, ikan channel catfish tidak peka terhadap Group B Streptococcus (GBS) terutama terhadap infeksi S. iniae dan S. agalactiae (Evans et al. 2007).

Streptococcosis pada ikan merupakan infeksi dari beberapa jenis bakteri Streptococcus sp. dengan gejala penyakit yang hampir sama pada setiap spesies bakteri dan dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf pusat yang terkarakterisasi dari gejala klinis berupa adanya eksoptalmi (pop-eye) dan meningoensefalitis. Klasifikasi Gram positif bentuk kokus berdasarkan pasangan hibridisasi DNA-DNA menggunakan sekuen 16S terhadap bakteri patogen pada ikan diperoleh jenis bakteri: Lactococcus garvieae (syn. Enterococcus seriolicida), L. piscium, Streptococcus iniae (syn. S. shiloi), S. agalactiae (syn. S. difficile), S. parauberis, dan Vagococcus salmoninarum (Toranzo 2009).

Menurut Toranzo (2009) pada kondisi perairan yang hangat (warm water) Streptococcosis (menyebabkan kematian pada suhu di atas 15 ºC) disebabkan oleh L. garvieae, S. iniae, S. agalactiae dan S. parauberis, sedangkan pada perairan dingin cold water Streptococcosis (menyebabkan kematian pada suhu di bawah 15 ºC) disebabkan oleh L. piscium dan V. salmoninarum. Agen penyebab penyakit Streptococcosis pada ikan di daerah perairan hangat seperti di Indonesia merupakan bakteri yang potensial bersifat zoonotik pada manusia.

Ikan yang terinfeksi Streptococcosis menunjukkan gerakan renang yang tak menentu (erratic), berputar (whirling), perdarahan pada mata, katarak, eksoptalmi (pop-eye), atau terdapat perdarahan di sekitar anus dan pangkal sirip.


(38)

10

Bagian internal tubuh mengalami perubahan, bagian otak menjadi lembek dan berair, serta hati membengkak dan berwarna pucat. Gejala lain yang teramati pada ikan seabream (Sparus auratus L.) dan ikan mullet (Liza klunzingeri) terinfeksi Streptococcosis berupa tubuh yang melengkung membentuk huruf C, mata berwarna putih (ocular opacity), perdarahan di periorbital dan intraokular, bernanah (purulence) dan eksoptalmi (Musa et al. 2009).

Bakteri Aeromonas hydrophila

Cipriano (2001) mengemukakan bahwa isolat A. hydrophila berbentuk batang pendek dan Gram negatif, oxidase-positif, mampu menfermentasi glukosa dan resisten terhadap cakram Vibrostatic 0129, mampu tumbuh dalam media agar MacConkay, bersifat motil, dan koloni berbentuk bulat halus dengan diameter 2-3 mm, ukuran lebar sel 0,3-1 μm dan panjang sel 2-4,5 μm. Identifikasi juga dapat dilakukan menggunakan sistem tes kit API 20 NE. Media identifikasi selektif Rhimler-Shotts (media R-S) dibuat oleh Shotts dan Rhimler (1973) untuk mempermudah identifikasi jenis bakteri Aeromonads yang akan membentuk koloni berwarna kuning pada media.

Isolat A. hydrophila menunjukkan hasil reaksi positif pada sitokrom oksidase, hidrolisis gelatin, produksi indol, glukosa, sukrosa, fermentasi manitol, arginin dehidrolase dan tes ß- galaktosidase. Sebagian isolat positif pada media Voges Proskauer, lisin dekarboksilase, tripsin, fermentasi tes arabinosa, ß-glukosidase, ß-glaktosidase, ß-glukuronidase, ∞-glukosidase, dan valin arilamidase. Identifikasi enzimatik menggunakan sistem tes kit API ZYM menunjukkan bahwa isolat bereaksi positif pada alkalin fosfatase, butirat esterase (C4), caprilat esterase (C8), Miristate lipase (C14), leusin arilamidase dan N-asetil- ß-glukosaminidase, Asam fosfatase dan fosfomidase. Beberapa isolat menunjukkan hasil negatif pada sistein arilamidase, Chimotripsin, α-Mannosidase

dan α-fukosidase.Aktifitas hemolitik ada yang bersifat ß –hemolitik, α- hemolitik, dan non-hemolitik (Ibrahem et al. 2008).


(39)

11

Bakteri Streptococcus agalactiae

Streptococcus agalactiae adalah bakteri Gram-positif, tidak membentuk spora, tidak bersifat asam, non motil, oksidase-negatif, katalase-negatif, kokus

dengan diameter sekitar 2 μm. Biasanya berbentuk berpasangan atau membentuk

rantai pendek (Rattanachaikunsopon & Phumkhachorn 2009). Kohler (2007) mengelompokkan bakteri S. agalactiae termasuk ke dalam golongan kelompok antigen Lancefield B dengan tipe haemolitik β (α, -). Bentuk koloni bakteri S. agalactiae berwarna putih abu-abu, bening, koloni berbentuk bulat, dan

menghasilkan β-haemolitik pada media agar darah (Musa et al. 2009).

Streptococcus agalactiae (Group B streptococcus, GBS) merupakan patogen yang dapat menginfeksi pada manusia dan hewan termasuk beberapa spesies ikan. Tahun 2003, bakteri S. agalactiae diisolasi dari red Tilapia Oreochromis sp. dan Nila (O. Niloticus) pada budidaya ikan di Thailand. Identifikasi bakteri GBS menggunakan API 20 STREP, polymerase chain reaction (PCR) dan multiplex PCR-based reverse line blot hybridization (mPCR/RLB) (Suanyuk et al. 2008). Identifikasi S. agalactiae juga dapat menggunakan BioStar STREP B (STREP B OIA) BioStar1OIA1 Strep B Assay Kit (Evans et al. 2010). Untuk melihat genotipe bakteri S. agalactiae, Olivares-Fuster et al. (2008) menggunakan metode Single-Stranded Conformation Polymorphism (SSCP) dengan analisis Intergenic Spacer Region (ISR), dan menggunakan fingerprint Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP).

Streptococcus agalactiae menyebabkan penyakit septisemia pada Nila, merusak organ otak, ginjal, usus, dan organ lainnya. Penyakit ini biasanya ditandai dengan gejala anoreksia, eksoptalmi, asites dan gerakan renang tak menentu. Percobaan infeksi buatan pada ikan mullet dan seabream menggunakan isolat S. agalactiae dari otak ikan Nila, O. niloticus L., menyebabkan kematian 100% dan 90%, pada masa pascainokulasi selama 7 hari, hal ini menandakan bahwa S. agalactiae bersifat virulen yang menyebabkan penyakit epizootik (Evans et al. 2002).


(40)

12

Bakteri S. agalactiae memiliki kemampuan aktifitas kemotaktik dan kemokinetik yang memegang peranan penting dalam respons proinflamasi dari makrofag terhadap infeksi yang ditimbulkannya. Aktifitas kemotaktik dan kemokinetik teramati dari ECP S. agalactiae dengan berat molekul 7,54 kDa. Berat molekul ECP diperoleh dari hasil fraksinasi menggunakan High-pressure liquid chromatography terhadap ECP S. agalactiae semi-purifikasi (Klesius et al. 2007).

Imunologi Ikan

Sel spesifik dan jaringan dari sistem imun pada teleost terletak pada organ limfomeiloid primer, sekunder, dan tersier. Organ limfoid primer pada teleost adalah timus dan ginjal bagian depan yang berfungsi untuk hematopoiesis dan pembentukan sel baru. Organ sekunder adalah limpa dan kelenjar getah bening yang berfungsi untuk regenerasi pada respons imun dengan melibatkan interaksi antara beberapa tipe sel dan respons imun spesifik untuk melawan serangan antigen (Lin et al. 2005). Organ limpa pada teleost juga berperan sebagai sistem limpatik (belum terbentuk sempurna) untuk menfilter cairan tubuh. Organ tersier pada teleost adalah berupa struktur mukosa yang membawa sel-sel limfoid (Pellane 2002).

Tanggap kebal alami terjadi seketika apabila ada patogen masuk ke dalam inang, faktor humoral bawaan yang terdapat di serum dan mukus ikan akan melakukan perlawanan pasif dengan menghancurkan patogen. Apabila terjadi suatu serangan patogen atau benda asing pada ikan maka akan terjadi respons imun alami yang melibatkan sirkulasi dan perbaikan jaringan melalui respons fagosit granulosit (neutrofil, eosinofil sel granular) monosit, dan sel makrofag (Danerson 1974).

Sistem pertahanan tubuh ikan terbagi menjadi dua, yaitu pertahanan seluler (pertahanan primer) dan pertahanan humoral. Sistem pertahanan primer pada ikan berkaitan dengan disekresikannya mukus oleh sel mukus yang terdapat di jaringan epitel pada permukaan kulit, insang dan usus. Mukus mengandung substansi seperti imunoglobulin, lisosim, Protein C-reaktif, dan lektin. Substansi


(41)

13

tersebut sangat penting untuk pertahanan penyakit maupun lingkungan yang tidak menguntungkan (Iwama & Nakanishi 1996).

Ellis (2001) mengemukakan bahwa respons dan faktor humoral terdiri dari serum amiloid protein, antibodi, lisosim, transferin, interferon, antiprotease, lektin, lisin, protease, protein C-reaktif, dan komplemen. Sedangkan respons dan faktor seluler antara lain adalah makrofag, killer cell, neutrofil, reaksi penolakan allograft dan hipersensitifitas. Ikan mempunyai kemampuan dalam sistem imun non-spesifik berupa barier mekanik dan kimiawi yang terdiri dari permukaan kulit, sisik, dan mukus pada permukaan tubuh dan insang (Iwama & Nakanishi 1996).

Sistem kekebalan tubuh ikan terhadap antigen melalui mekanisme fagosit dengan perantara makrofag dan granular leukosit, sebagai contoh neutrofil menyerang mikroorganisme yang masuk melalui jaringan kulit ikan atau mukus. Selain itu ada lisosim dan komplemen lain yang merusak patogen. Komponen spesifik dalam sistem imun, terdiri dari humoral dan respons sel terhadap memori imunologi, walaupun memori imun pada ikan secara umum sangat kurang berkembang dibandingkan hewan tingkat tinggi lainnya. Tingkat induksi dan respons imun ikan sangat dipengaruhi oleh suhu perairan (Danerson 1999).

Pada respons imun spesifik, makrofag bertindak melawan sel antigen, sedangkan B-limfosit terlibat dalam produksi antibodi. T-limfosit berperan dalam imunitas melalui diferensiasi dan proliferasi dari B-limfosit. Antibodi akan diproduksi terhadap patogen spesifik yang akan mengikat membran patogen dan merusak melalui aktivasi sistem komplemen dengan cara klasik (Li et al. 2006).

Hanya ada satu kelas antibodi pada ikan teleost, mirip dengan kelas IgM pada mamalia dengan berat molekul yang besar (Dorson 1981, Ellis 1989). Struktur IgM ikan tetrameric sedangkan pada mamalia struktur IgM pentameric. Perlindungan antibodi ikan terhadap suatu penyakit belum terpetakan secara detail, akan tetapi aktifitas aglutinasi antibodi dapat dijadikan bukti untuk melihat efektifitas vaksinasi dan menghasilkan proteksi yang lengkap melawan berbagai infeksi (Ellis 1989). Keberadaan IgM pada ikan tidak hanya terbatas dalam serum. Antibodi juga ditemukan terdapat pada lapisan mukus yang melapisi sel epitel


(42)

14

ikan dan IgM kemungkinan diproduksi secara lokal bukan berasal dari serum. Ellis (1981) menduga bahwa sistem imun pada ikan dapat terlihat dan terus dihasilkan sebagai bagian dari sistem respons imun yang sistemik dan bagian dari mukus.

Imunitas dapatan (acquired immunity) pada ikan sama dengan respons alaminya. Akan tetapi, respons imun dapatan lebih lama terbentuk setelah terinfeksi penyakit yang akut dan setelah proses vaksinasi, karena pada imun dapatan bersifat spesifik dan memiliki memori sedangkan imun alami bersifat non-spesifik dan tidak memiliki memori. Respons imun alami terhadap infeksi bakteri dapat melalui aktifitas fagositosis dengan komponen internal berupa cytokine (interferon), lytic enzyme (lisosim), serum protein, komplemen, dan kinin. Respons imun buatan melibatkan B-limfosit dan sel plasma dalam menghasilkan antigen-spesifik antibodi, serta cytokine dari T-limfosit (Stuart 1999). Proliferasi limfosit pada ikan memerlukan waktu relatif lama untuk mencapai puncak setelah ditantang dengan patogen, respons sekunder yang muncul yaitu berupa titer antibodi (Ellis 1981).

Tanggapan kebal adaptif dapat terbentuk pada kelompok teleost seperti ikan dan dapat dideteksi dalam hitungan hari bahkan minggu (4-6 minggu) dari infeksi atau peradangan awal tergantung dari suhu lingkungan. Tanggap kebal adaptif terdiri dari jaringan sel protein komplek, pengantar pesan biokimia (sitokin), dan gen yang bekerja sama untuk menghasilkan suatu induksi tanggap kebal spesifik yang memerlukan Abs (antibodi spesifik) dan Ags (antigen spesifik) (Press & Evenson 1999).

Antibodi spesifik dapat bertindak sebagai molekul efektor yang larut di dalam serum dan sebagai sel yang peka rangsangan terhadap permukaan sel B-limfosit. Sebagai suatu molekul efektor pada serum, antibodi dapat menghancurkan antigen dengan berbagai jalan (pathway). Antibodi spesifik dapat menetralkan antigen dengan fungsi sel yang peka rangsangan, aktifitas enzimatik, atau faktor toksigenik. Sebagai alternatif, kemampuan antibodi spesifik yang multivalen mengikat antigen (masing-masing molekul Ab atau antibodi monomerik efektif mengikat 2 antigen), membentuk makromolekular Ab-Ag


(43)

15

komplek. Jika cukup besar, makromolekular komplek ini akan mempercepat perlekatan antigen oleh sel untuk selanjutnya terjadi proses fagositosis penghancuran antigen (Pilstrom & Bengten 1996).

Vaksin pada Ikan

Preparasi antigen vaksin dibuat dari organisme patogen yang telah dibuat menjadi non-patogen dengan berbagai macam metode. Tujuan melakukan vaksinasi adalah untuk menstimulasi sistem imun dengan cara meningkatkan resistensi ikan terhadap jenis patogen tertentu. Vaksin pada industri budidaya ikan biasanya menggunakan formula dari bakterin (yang diinaktifasi dengan formalin atau pemanasan bakteri sel utuh), sel bakteri hidup yang tidak virulen, toksin bakteri, vektor rekombinan, dan menggunakan asam nukleat dari bakteri (Skinner 2009).

Imunologi dan analisis transkripsi menunjukkan bahwa dengan vaksinasi dapat: (i) menginduksi respons chemiluminescence yang lebih kuat dan lebih tinggi dalam produksi nitrit oksida dan aktifitas asam fosfatase pada makrofag ginjal anterior, (ii) memproduksi serum antibodi spesifik, yang akan memberikan immunoproteksi ketika diberikan imunisasi pasif pada ikan, (iii) regulasi ekspresi gen pengkode protein yang berperan dalam respons imun bawaan dan respons imun dapatan. Ketiga faktor tersebut akan memegang peranan dalam membuktikan bahwa vaksinasi pada ikan dapat mengontrol penyakit Streptococcosis pada lingkungan budidaya (Sun et al. 2010).

Ikan dapat diimunisasi dengan tiga cara, melalui injeksi (intraperitoneal), perendaman dalam larutan vaksin, dan melalui oral (dicampur dengan pakan). Ketiga cara ini memiliki keuntungan dan kerugian yang akan mempengaruhi level proteksi, efek samping, cara pemberian, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk kegiatan vaksinasi. Pemberian vaksinasi melalui injeksi telah banyak digunakan pada skala industri dan kegiatan riset di laboratorium dengan hasil yang baik dan alur mekanisme pembentukan respons imunnya juga telah diketahui, akan tetapi pemberian vaksin melalui oral dan perendaman masih belum banyak diketahui


(44)

16

alur penyerapan antigen dan presentasi antigen setelah diserap (Gudding et al. 1999).

Enzim ekstraselular, kapsul polisakarida, lipopolisakarida (LPS), membran luar bakteri menjadi faktor penentu virulensi bakteri yang kemudian digunakan sebagai kandidat sediaan vaksin untuk menanggulangi infeksi bakteri yang homolog maupun heterolog. Preparasi mikroorganisme dan produk sisa metabolismenya dapat digunakan sebagai agen yang dapat menstimulasi pembentukan antibodi dan penghancuran antigen melalui efektor makrofag dalam perlakuan uji tantang (Shoemaker & Klesius 1997).

Proteksi melawan A. hydrophila pada ikan Carp melalui vaksinasi dengan crude lipopolisakarida (LPS) lebih baik dibanding dengan sel utuh yang diinaktifasi menggunakan formalin. Vaksin LPS yang diberikan melalui perendaman pada ikan selama 2 jam pada suhu 25 oC lebih efektif dalam mengurangi stres perlakuan dibanding ketika diberikan melalui injeksi, akan tetapi vaksinasi dengan crude LPS tidak dapat melihat respons imun humoral melalui pengukuran reaksi aglutinasi bakteri, hemaglutinasi pasif dan tes difusi agar gel (Baba et al. 1988).

Kunci keberhasilan vaksinasi pada ikan menurut Toranzo et al. (2009) adalah sebagai berikut :

- Tidak menggunakan vaksin sebagai satu alat pemecahan masalah manajemen budidaya. Kepadatan ikan yang tinggi, ikan dalam keadaan stres, kualitas air yang jelek dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan proteksi respons imun.

- Hanya memvaksin ikan yang sehat. Performa vaksin sangat tergantung pada status kesehatan ikan. Vaksin tidak dapat diharapkan memberi proteksi yang tinggi jika ikan yang divaksin dalam keadaan sakit atau karier terhadap patogen sejenis dengan vaksin.

- Memberikan waktu untuk ikan dalam membentuk imunitas. Selama masa induksi vaksin, lingkungan pemeliharaan harus tetap terjaga terutama fluktuasi suhu, karena akan mempengaruhi proses pembentukan respons imun.


(45)

17

- Ketat dalam memberikan rekomendasi penggunaan vaksin. Jangan memperpendek waktu pemaparan yang disarankan, tidak memodifikasi dosis maupun solusi vaksin, tidak melebihi kepadatan ikan yang diperbolehkan dalam penggunaan melalui perendaman, mencampurkan vaksin ke dalam larutan dengan suhu yang sama dengan media pemeliharaan.

Vaksin Polivalen

Formula vaksin ideal adalah dalam bentuk sediaan vaksin polivalen yang dapat memproteksi secara simultan terhadap beberapa patogen penting penyebab suatu penyakit dan efektif digunakan untuk spesies ikan yang luas. Vaksin polivalen juga harus dapat melindungi dari semua serotipe bakteri yang berasal dari area geografis berbeda. Formula vaksin polivalen harus dibuat dengan teliti karena masalah kompetisi antigen dapat muncul terutama ketika vaksin tersebut diaplikasikan melalui injeksi (Toranzo et al. 2009).

Karena sifat antigenik yang beragam antara kelompok organisme yang komplek, maka diperlukan strategi penggunaan vaksinasi, apakah dengan menggunakan vaksin polivalen, imunisasi menggunakan inaktifasi ekstraselular toksin (toxoid), atau vaksin yang berisi selular antigen dan toxoid. Vaksinasi dengan larutan antigen ekstraselular lebih efektif dalam memberikan perlindungan melawan serotipe yang heterolog dibandingkan dengan vaksin yang hanya terdiri dari satu jenis sel utuh dari antigen (Baba et al. 1988).

Untuk menanggulangi penyakit furunkulosis pada ikan Atlantic salmon (Salmo salar L.) akibat infeksi bakteri Aeromonas salmonicida maka Hoel et al. (1997) membuat vaksin polivalen yang berisi bakteri A. salmonicida, Vibrio salmonicida, dan V. anguillarum. Respons imun humoral Atlantic salmon yang divaksin dengan vaksin polivalen lebih baik dalam memberikan proteksi terhadap antigen A. salmonicida dibandingkan dengan vaksin monovalen.

Gassent et al. (2004) melakukan vaksinasi pada Anguilla anguilla L. menggunakan vaksin bivalen yang terdiri dari bakteri V. vulnificus strain CECT 4604 dan CECT 5198 untuk menanggulangi penyakit pada A. Anguilla (eel disease). Vaksin diberikan dengan 4 rute yang berbeda yaitu melalui perendaman,


(46)

18

injeksi (intra peritoneal atau IP), intubasi melalui mulut, dan intubasi melalui anus. Intubasi melalui mulut dan injeksi (IP) memberikan level proteksi lebih tinggi dibandingkan dengan intubasi melalui anus maupun perendaman dengan rerata RPS 80–100%. Vaksinasi dapat meningkatkan antibodi plasma maupun mucus (lendir), akan tetapi tidak meningkatkan produksi lisosim pada plasma maupun lendir.

Pembentukan Respons Imun Pascavaksinasi

Vektor vaksin memiliki kemampuan untuk menstimulasi mediasi sel, antibodi humoral, dan imunitas mukosa. Vektor vaksin juga harus mampu bertahan dan bereplikasi dalam tubuh inang, menghasilkan respons imunitas selular yang kuat sehingga dapat memberikan proteksi dengan durasi waktu lebih lama. Induksi imun selular (respons CD4+ dan CD8+ sel-T) berperan dalam memberikan proteksi terhadap infeksi intraselular (Skinner 2009).

Beberapa penelitian pada ikan telah dapat mendemonstrasikan relevansi molekul major histocompatibility complex (MHC) kelas I dan kelas II dalam pembentukan respons imun. Presentasi antigen oleh MHC yang tepat dapat memberikan respons dan pengenalan oleh sub populasi sel-T dan sel-B. Selain itu, vaksinasi pada ikan dapat menginduksi respons Th1 dan CD8 sel-T. Stimulasi sub populasi sel-T dapat menginduksi produksi interferon gamma yang dapat memediasi penghancuran intraselular bakteri (Seder & Hill 2000).


(47)

19

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium kesehatan ikan Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT) Bogor, Laboratorium Kesehatan Ikan Departemen Budidaya Perairan - Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Laboratorium Terpadu PAU IPB, dan Laboratorium Uji Balai Besar Pengolahan Produk Perikanan dan Bioteknologi (BBP3B) Jakarta. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2011 - Februari 2012.

Ikan Uji

Ikan uji menggunakan ikan Nila (Oreochromis niloticus) berukuran 15±0,5 g. Ikan yang digunakan harus memenuhi asumsi Spesifik Pathogen Free (SPF) bebas dari karakteristik yang akan muncul ketika terinfeksi penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis, melewati masa aklimatisasi selama 14 hari. Pengamatan dilakukan dengan melihat gejala klinis serta dilakukan pengambilan sampel isolat untuk melakukan identifikasi bakteri target (A. hydrophila dan S. agalactiae).

Isolat Bakteri

Bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae menggunakan isolat koleksi BPPBAT Kementrian Kelautan dan Perikanan, Bogor. Aeromonas hydrophila diinokulasi dalam media Tryptic Soy Agar (TSA) menggunakan A. hydrophila isolat AHL0905-2, dan S. agalactiae diinokulasi dalam media Brain Heart Infussion Agar (BHIA) menggunakan S. agalactiae isolat N14G.

Vaksin

Ada 2 sediaan vaksin monovalen yang di uji pada penelitian ini, yaitu vaksin monovalen sel utuh A. hydrophila (Sugiani et al. 2010) dan vaksin monovalen sel utuh+ECP S. agalactiae (Pasnik et al. 2006), dan 5 sediaan vaksin


(48)

20

bivalen gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae. Perlakuan kontrol sesuai dengan media solusi sediaan vaksin.

Tabel 1 Komponen vaksin bivalen

Perlakuan Komponen vaksin Komponen uji tantang 1

2 3 4 5

(su AH) : (su SA) (ECP AH) : (ECP SA) (cS AH) : (cS SA)

(su+ECP AH) : (su+ECP SA) (br AH) : (br SA)

Setiap perlakuan vaksin diuji tantang dengan bakteri AH, SA, dan ko-infeksi AH+SA

AH (Aeromonas hydrophila), SA (Streptococcus agalactiae), ECP (produk ekstraseluler), su (sel utuh), cS (crude supernatan), br (broth).

Parameter yang Diamati

Beberapa parameter uji yang diamati pada penelitian ini diantaranya adalah kematian ikan, gejala klinis, dan gambaran sistem imun ikan.

Gejala klinis

Gejala klinis ikan diamati dengan melihat tingkah laku makan, berenang, respons terhadap kejutan, dan perubahan anatomi bagian luar tubuh ikan maupun organ dalam ikan.

Hematologi dan gambaran sistem imun

Pengamatan hematologi dan gambaran sistem imun dilakukan dengan mengamati sampel darah yang diambil dari ikan perlakuan kemudian diukur kadar haemoglobin menurut metode Sahli (Wedenmeyer & Yasutake 1977). Kadar hematokrit menurut metode Anderson dan Siwicki (1995). Aktifitas fagositosis meliputi indek fagositik dan persen fagositosis dievaluasi menggunakan metode Zhang et al. (2008).

Produksi oksigen radikal dari fagositosis dalam darah dapat dilihat dengan pewarnaan nitroblue tetrazolium (NBT-Assay) seperti yang dilakukan Anderson dan Siwicki (1995). Aktifitas lisosim diuji menggunakan lyso-plate assay menurut Gassent et al. (2004) dengan melihat zona lisis dari bakteri Micrococcus lysodeikticus. Aktifitas komplemen (Complement consumption assay) dilakukan menggunakan metode Vivas et al. (2005). Titer antibodi diukur dengan menggunakan aglutinasi langsung (direct aglutination) terhadap antigen-antibodi perlakuan.


(49)

21

Histopatologi

Pengamatan gambaran histopatologi dilakukan untuk mengetahui efek dari penyakit MAS (infeksi A. hydrophila) dan Streptococcosis (infeksi S. agalactiae) terhadap ikan Nila.

Relative Percent Survival (RPS)

Tingkat kelangsungan hidup (SR) setelah uji tantang kemudian dihitung menjadi nilai Relative Percent Survival (RPS) untuk melihat efektifitas vaksinasi dengan menggunakan rumus Ellis (1988) :

Analisis Data

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Analisis untuk data pengamatan gambaran darah, patologi klinik darah, indeks fagositik, aktifitas lisosim, aktifitas Respiratory Burst, aktifitas komplemen, titer antibodi, dan RPS (Relative Percent Survival) dianalisis dengan program SPSS. Perubahan gejala klinis dan histopatologi organ dianalisis secara deskriptif.


(50)

22

Alur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam 5 tahapan penelitian yang disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2 Alur pelaksanaan penelitian Vaksin Bivalen untuk pencegahan penyakit Motile Aeromonas Septicemia dan Streptococcosis pada ikan Nila (O. niloticus).

Tahap 1

Analisis karakteristik bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae

Identifikasi bakteri, waktu pematangan (kinetik pertumbuhan), uji kultur bersama (media cair dan media agar), sensitifitas terhadap antibiotik secara in vitro

Tahap 2

Uji patogenisitas bakteri A. hydrophila, S. agalactiae dan gabungan keduanya Perubahan pola berenang, tingkah laku makan, perubahan patologi anatomi organ dalam dan luar, gambaran darah, patologi klinik darah, histopatologi, dan kematian

ikan.

Tahap 3

Kajian preparasi vaksin A. hydrophila dan S. agalactiae

Sediaan vaksin

Komponen vaksin terdiri dari vaksin sel utuh, ECP, sel utuh+ECP, crude supernatan, dan broth.

Fraksinasi protein melalui SDS-PAGE

Uji kualitas vaksin Uji keamanan vaksin (innocuity test), uji sterilitas vaksin (sterility

test) dan uji kadar formalin

Tahap 4 & 5

Efikasi vaksin bivalen gabungan bakterin A. hydrophila dan S. agalactiae

pada ikan Tilapia (Oreochromis niloticus)

Melakukan analisis spesifik respons dan proteksi silang vaksin monovalen A. hydrophila dan S. agalactiae secara in vivo pada ikan Tilapia

RPS, gambaran darah, patologi klinik darah, aktifitas Respiratory Burst, aktifitas lisosim, aktifitas komplemen, dan titer antibodi


(51)

23

KO-INFEKSI

Aeromonas hydrophila

DAN

Streptococcus

agalactiae

: KEBERADAAN, DAYA TUMBUH

in-vitro

,

SENSITIFITAS ANTIBIOTIK, DAN GAMBARAN

HISTOPATOLOGI

Abstrak

Bakteri Aeromonas hydrophila dan Streptococcus sp. menyebabkan wabah penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) dan Streptococcosis yang menjadi penghambat keberhasilan produksi budidaya ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Indonesia. Keberadaan kejadian ko-infeksi antara bakteri A. hydrophila dengan S. agalactiae pada ikan Nila di KJA Waduk Cirata sebesar 20% dari populasi di karamba. Uji kerentanan ikan Nila terhadap kedua jenis penyakit ini dilakukan secara in-vitro dan in-vivo untuk melihat kompetisi antigen dan ko-infeksi dari kedua jenis bakteri penyebab penyakit. Hasil uji pertumbuhan bakteri pada media cair maupun media padat menunjukkan bahwa kedua jenis bakteri ini dapat tumbuh bersinergi (tidak saling menghambat). Bakteri A. hydrophila dan S. agalactiae bersifat rentan terhadap antibiotik Tetrasiklin dan Kloramfenikol. Hasil histopatologi organ ginjal, otak, hati, dan limpa memperlihatkan dua pola karakter luka. Pola pertama, luka yang fokal sampai terlihat adanya inflamasi dan perdarahan. Pola kedua, luka yang multifokal, luka parah, nekrotik, dan luka inflamasi yang mengakibatkan deformasi sel-sel organ.

Kata kunci : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae , kompetisi antigen, histopatologi

Abstract

Etiological agents of common fish diseases are the Gram-negative A. hydrophila and the Gram-positive S. agalactiae, both are considered severe fish pathogens on account of their ability to cause damaging disease outbreaks in Nile Tilapia (O. niloticus). The occurence of co-infections between A. hydrophila and S. agalactiae at Waduk Cirata was about 20% per populations. Pathogenesis in fish involved septicaemia and colonization of numerous organs, such as the liver, brain, and kidney. Clinical signs appeared soon after infection, and include depression or excitability, anorexia, C-shaped body posturing, erratic swimming, whirling, and death. Aeromonas hydrophila and S. agalactiae cultures were not able to inhibit each other and showed negative results from antimicrobial activity, both are succeptible to antibiotics Tetracycline and Chloramphenicol. Nile Tilapia also were clinically examined and necropsied for histopathology, samples were taken from kidney, brain, liver, and spleen. Histopathological lesions were grouped into two characteristic patterns. The first pattern consisted focal lesion and inflammation. The second pattern consisted of multifocal lesion, necrotic, and inflammatory lesions resulting organ deformation.

Key Words : Aeromonas hydrophila, S. agalactiae, antimicrobial activity, histophatology


(52)

24

Pendahuluan

Kasus kejadian suatu wabah penyakit pada ikan dapat melibatkan banyak faktor. Patogen infeksius (virus, bakteri, dan parasit) sering dianggap sebagai penyebab utama dari perjangkitan penyakit, sedangkan perubahan faktor lingkungan, mutu air yang jelek, dan manajemen budidaya yang salah menjadi penyebab infeksi sekunder yang akan memperparah kondisi sakit. Keterikatan kedua faktor ini akan mempengaruhi keseimbangan fisiologis normal dari suatu organisme, yaitu jika ada interupsi maka akan menyebabkan tekanan fisiologis yang dapat menyebabkan perubahan fungsional sel dan tanggap kebal (Wedemeyer et al. 1990).

Penyakit ikan akibat infeksi Aeromonas hydrophila dan Streptococcus agalactiae dapat menginfeksi ikan Nila yang ada di alam maupun pada sistem budidaya. Kedua bakteri ini berasal dari dua tipe Gram bakteri yang berbeda yaitu Gram negatif (A. hydrophila) dan Gram positif (S. agalactiae) dengan karakter infeksi dan gejala klinis yang berbeda pula. Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik tipe ko-infeksi dan karakter pertumbuhan bakteri penyebab penyakit MAS dan Streptococcosis, sensitifitas terhadap antibiotik, dan pengaruh infeksi terhadap sel-sel organ dengan melakukan serangkaian uji secara in vivo maupun in vitro di laboratorium. Penelitian dilakukan dengan metode infeksi tunggal dan ko-infeksi untuk membedakan gejala klinis dan perubahan patologi organ ikan Nila (O. niloticus).

Bahan dan Metode

Penelitian tahap awal dilakukan dengan melihat kajian dasar pada kedua jenis patogen target yaitu A. hydrophila dan S. agalactiae. Beberapa aspek yang diteliti adalah keberadaan kedua jenis bakteri ini di perairan umum yang digunakan untuk kegiatan budidaya, melihat karakter pertumbuhan bakteri pada media tumbuh, melihat kerentanannya terhadap beberapa jenis antibiotik yang ada di pasaran, serta melihat kerusakan yang terjadi pada organ tubuh ikan yang terinfeksi kedua jenis bakteri tersebut.


(1)

LAMPIRAN 9 Nilai NBT-Assay

Tabel Uji aktifitas Respiratory burst (NBT-Assay)

Perlakuan vaksin Pengamatan hari

0 3 6 9 12 15 18 21

Monovalen A. hydrophila 0,283 0,497 0,725 0,584 0,612 0,431 0,354 0,308 Monovalen S. agalactiae 0,291 0,295 0,488 0,59 0,374 0,286 0,293 0,342 Bivalen Sel utuh 0,288 0,305 0,538 0,599 0,459 0,318 0,367 0,396 Bivalen ECP 0,302 0,271 0,353 0,395 0,276 0,303 0,291 0,298 Bivalen Sel utuh+ECP 0,261 0,312 0,447 0,621 0,594 0,439 0,366 0,483 Bivalen crude Supernatan 0,273 0,281 0,273 0,394 0,448 0,285 0,306 0,293 Bivalen Broth 0,311 0,322 0,397 0,536 0,421 0,318 0,29 0,301 Kontrol 0,315 0,263 0,269 0,396 0,321 0,398 0,285 0,344


(2)

LAMPIRAN 10 Aktifitas Lisosim

Tabel Aktifitas lisosim (mm)

Perlakuan vaksin

Pengamatan hari ke-

0

3

6

9

12

15

18

21

Monovalen A. hydrophila

4

9 12

7

6

6

5

7

Monovalen S. agalactiae

3

5

4

4

7

5

7

6

Bivalen Sel utuh

5 10

8

7

9

4

5

6

Bivalen ECP

4

7

7

3

5

2

2

4

Bivalen Sel utuh+ECP

4 12 10

6

9

5

7

6

Bivalen crude Supernatan

3

4

7

3

6

5

7

7

Bivalen Broth

4

3

3

5

3

6

5

6


(3)

LAMPIRAN 11 Aktifitas Komplemen

Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-1

Perlakuan vaksin pengenceran

1x 2x 4x 8x 16x 32x

Monovalen A. hydrophila 79,62963 55,5555556 24,0740741 9,25925926 0 0 Monovalen S. agalactiae 85,185185 66,6666667 14,8148148 0 0 0 Bivalen Sel utuh 92,592593 85,1851852 18,5185185 0 0 0

Bivalen ECP 103,7037 79,6296296 25,9259259 0 0 0

Bivalen Sel utuh+ECP 96,296296 87,037037 31,4814815 7,40740741 0 0 Bivalen crude Supernatan 101,85185 85,1851852 29,6296296 1,85185185 0 0 Bivalen Broth 101,85185 90,7407407 29,6296296 3,7037037 0 0 Kontrol 103,7037 98,1481481 31,4814815 11,1111111 1,85185185 0

Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-2

Perlakuan vaksin pengenceran

1x 2x 4x 8x 16x 32x

Monovalen A. hydrophila 66,666667 55,5555556 5,55555556 0 0 0

Monovalen S. agalactiae 59,259259 29,6296296 0 0 0 0

Bivalen Sel utuh 77,777778 48,1481481 3,7037037 0 0 0

Bivalen ECP 101,85185 79,6296296 25,9259259 0 0 0

Bivalen Sel utuh+ECP 90,740741 72,2222222 5,55555556 0 0 0 Bivalen crude Supernatan 101,85185 85,1851852 20,3703704 0 0 0 Bivalen Broth 96,296296 83,3333333 29,6296296 0 0 0 Kontrol 103,7037 98,1481481 31,4814815 11,1111111 1,85185185 0

Tabel Aktifitas komplemen minggu ke-3

Perlakuan vaksin pengenceran

1x 2x 4x 8x 16x 32x

Monovalen A. hydrophila 74,074074 55,5555556 18,5185185 0 0 0 Monovalen S. agalactiae 61,111111 29,6296296 1,85185185 0 0 0 Bivalen Sel utuh 59,259259 48,1481481 3,7037037 0 0 0

Bivalen ECP 92,592593 68,5185185 22,2222222 0 0 0

Bivalen Sel utuh+ECP 85,185185 42,5925926 16,6666667 0 0 0 Bivalen crude Supernatan 98,148148 74,0740741 29,6296296 0 0 0 Bivalen Broth 92,592593 48,1481481 27,7777778 1,85185185 0 0 Kontrol 103,7037 98,1481481 31,4814815 11,1111111 1,85185185 0


(4)

LAMPIRAN 12 Titer Antibodi

Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap A. hydrophila (log 2)

Perlakuan vaksin masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-

0 1 2 3 4 5

Monovalen A. hydrophila 2 4 7 6 5 7

Monovalen S. agalactiae 2 3 3 4 5 6

Bivalen Sel utuh 2 4 5 4 4 5

Bivalen ECP 3 3 4 3 4 4

Bivalen Sel utuh+ECP 2 5 6 4 5 6

Bivalen crude Supernatan 2 4 4 5 3 4

Bivalen Broth 2 4 5 5 4 4

Kontrol 3 3 2 2 2 4

Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap S. agalactiae (log 2)

Perlakuan vaksin masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-

0 1 2 3 4 5

Monovalen A. hydrophila 1 2 1 1 1 2

Monovalen S. agalactiae 1 2 4 5 3 3

Bivalen Sel utuh 1 3 4 4 3 4

Bivalen ECP 1 2 4 3 3 3

Bivalen Sel utuh+ECP 2 3 5 3 3 4

Bivalen crude Supernatan 1 2 2 3 3 3

Bivalen Broth 1 2 3 2 2 3

Kontrol 1 1 1 2 1 2

Tabel Titer antibodi perlakuan vaksin terhadap A. hydrophila dan S. agalactiae

(log 2)

Perlakuan vaksin masa induksi vaksin minggu ke - masa uji tantang minggu ke-

0 1 2 3 4 5

Monovalen A. hydrophila 2 4 4 3 3 4

Monovalen S. agalactiae 1 3 3 4 4 4

Bivalen Sel utuh 2 4 2 3 3 4

Bivalen ECP 2 2 4 3 2 2

Bivalen Sel utuh+ECP 1 3 4 3 3 4

Bivalen crude Supernatan 1 3 4 2 3 4

Bivalen Broth 2 2 4 2 2 3


(5)

LAMPIRAN 13 Relative Percent Survival (RPS)

Tabel nilai PRS perlakuan vaksin monovalen dan bivalen

No Perlakuan

% kematian ikan yang divaksin (a) % kematian ikan kontrol (b) a/b (c)

(1-c) x 100 RPS

1. Monovalen A, hydrophila

diuji A, hydrophila 10 92,5 0,108108 89,18919 89,2

2. Monovalen A, hydrophila

diuji S, agalactiae 60 72,5 0,827586 17,24138 17,2

3. Monovalen A, hydrophila

diuji ko-infeksi 90 92,5 0,972973 2,702703 2,7

4. Monovalen S, agalactiae

diuji A, hydrophila 60 92,5 0,648649 35,13514 35,1

5. Monovalen S, agalactiae

diuji S, agalactiae 20 72,5 0,275862 72,41379 72,4

6. Monovalen S,agalactiae

diuji ko-infeksi 80 92,5 0,864865 13,51351 13,5

7. Bivalen Sel utuh diuji A,

hydrophila 0 92,5 0 100 100

8. Bivalen Sel utuh diuji S,

agalactiae 20 72,5 0,275862 72,41379 72,4

9. Bivalen Sel utuh diuji

ko-infkesi 40 92,5 0,432432 56,75676 56,7

10. Bivalen ECP diuji A,

hydrophila 50 92,5 0,540541 45,94595 45,9

11. Bivalen ECP diuji S,

agalactiae 50 72,5 0,689655 31,03448 31

12. Bivalen ECP diuji

ko-infeksi 70 92,5 0,756757 24,32432 24,3

13. Bivalen Sel utuh+ECP diuji

A, hydrophila 0 92,5 0 100 100

14. Bivalen Sel utuh+ECP diuji

S, agalactiae 10 72,5 0,137931 86,2069 86,2

1. Bivalen Sel utuh+ECP diuji

ko-infeksi 40 92,5 0,432432 56,75676 56,7

16. Bivalen crude Supernatan

diuji A, hydrophila 50 92,5 0,540541 45,94595 45,9

17. Bivalen crude Supernatan

diuji S, agalactiae 50 72,5 0,689655 31,03448 31

18. Bivalen crude Supernatan

diuji ko-infeksi 90 92,5 0,972973 2,702703 2,7

19. Bivalen Broth diuji A,

hydrophila 30 92,5 0,324324 67,56757 67,6

20. Bivalen Broth diuji S,

agalactiae 40 72,5 0,551724 44,82759 44,8

21. Bivalen Broth diuji

ko-infeksi 70 92,5 0,756757 24,32432 24,3

Tabel Rata-rata % kematian ikan kontrol

Uji tantang

% kematian ikan kontrol

TSB BHI Salin

0,845%

Tanpa

injeksi Rata-rata

A. hydrophila 90 90 90 100 92,5

S, agalactiae 60 70 80 80 72,5


(6)

LAMPIRAN 14 Komposisi Kandungan Media

Tryptic Soy Broth (TSB) Difco : 30 g/L

-

Pancreatic digest of casein

: 17,0

-

Enzymatic digest of soy bean meal : 13,0

-

Dextrose

: 2,5

-

Sodium chloride

: 5,0

-

Di-photasium phosphate

: 2,5

Brain Heart Infussion (BHI) Oxoid : 37 g/L

-

Brain infussion solid

: 12,5

-

Beef heart infussion solid

: 5,0

-

Protease peptone

: 10,0

-

Glucose

: 2,0

-

Sodium chloride

: 5,0