Efektivitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

(1)

EFEKTIVITAS EKSTRAK PACI-PACI Leucas lavandulaefolia

YANG DIBERIKAN LEWAT PAKAN

UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

PENYAKIT MAS Motile Aeromonas Septicemia

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

WINDU PUJI UTAMI

SKRIPSI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

EFEKTIVITAS EKSTRAK PACI-PACI Leucas lavandulaefolia YANG DIBERIKAN LEWAT PAKAN UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI PENYAKIT MAS Motile Aeromonas Septicemia

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, September 2009

Windu Puji Utami C14103031


(3)

RINGKASAN

WINDU PUJI UTAMI. C14103031. Efektivitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Dibimbing oleh Dr. SUKENDA dan Dr. MUNTI YUHANA.

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan konsumsi air tawar yang cukup digemari masyarakat karena rasa dagingnya yang gurih, harganya terjangkau, dan memiliki protein yang cukup tinggi. ). Budidaya ikan lele dumbo saat ini berkembang menjadi budidaya intensif karena semakin tingginya permintaan di pasaran. Semakin berkembangnya sektor akuakultur maka permasalahan yang dihadapi pun menjadi semakin banyak pula. Salah satunya adalah permasalahan penanggulangan penyakit pada ikan. Di Indonesia, wabah penyakit bercak merah ikan yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas ini dilaporkan pertama kali terjadi di suatu areal pembudidayaan ikan di Cibening, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor bersamaan dengan datangnya ikan mas yang baru diimpor dari Taiwan pada bulan September 1980 (Hardjosworo, et al., 1981). Banyak upaya yang telah dilakukan para ahli untuk menanggulanginya baik upaya-upaya pencegahan maupun pengobatan. Mulai dari pemberian berbagai jenis antibiotik dengan bermacam-macam dosis, pemberian vitamin, pemberian probiotik hingga penggunaan tanaman obat (fitofarmaka). Fitofarmaka atau tanaman obat adalah obat alamiah yang bahan bakunya disarikan dari tanaman untuk digunakan dalam pengobatan (Anonimus, 2004). Paci-paci (Leucas lavandulaefolia) adalah salah satu fitofarmaka yang efektif mengatasi penyakit Motile Aeromonas Septicemia pada ikan (Abdullah, 2008 dan Sopiana, 2005). Paci-paci mengandung berbagai senyawa aktif seperti: minyak atsiri, flavonoid, tannin, saponin, alkaloid dan methanol yang bersifat antimikroba, antiinflamasi, antioksidan serta bersifat sebagai detoksifikasi racun dan mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit. Pada penelitian ini dilakukan uji efektivitas paci-paci yang diberikan lewat pakan ikan komersil untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit MAS. Adapun parameter-parameter uji meliputi kelangsungan hidup, patologi makro dan parameter-parameter hematologi ikan lele dumbo yang diuji tantang dengan A. hydrophila penyebab penyakit MAS.

Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan sebagai berikut :

1. Kontrol negatif (KN) dimana ikan disuntik dengan PBS.

2. Kontrol positif (KP) dimana ikan diinfeksi bakteri A. hydrophila 105 cfu/ml. 3. Pencegahan (PC) dimana ikan diberi pakan yang telah dicampur dengan

paci-paci dengan dosis 4 g/100 ml yang telah diseduh dan disaring. Ikan diberi pakan yang telah dicampur paci-paci selama 7 hari, kemudian diuji tantang dengan A. hydrophila 105 cfu/ml.

4. Pengobatan (PO) dimana terlebih dahulu ikan diinfeksi bakteri A.hydrophila 105 cfu/ml. Setelah terlihat gejala klinis, lalu ikan diberi pakan yang telah dicampur paci-paci dengan dosis 8 g/100 ml.


(4)

Parameter yang diamati adalah patologi makro (gejala klinis dan respon nafsu makan), hematologi ikan (jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, hematokrit, hemoglobin dan indeks fagositosis), mortalitas, pertambahan bobot dan kualitas air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian ekstrak paci-paci yang dicampurkan ke dalam pakan ikan memberikan respon tanggap kebal terhadap peningkatan daya tahan tubuh ikan lele dan mampu menekan tingkat kematian ikan lele setelah uji tantang dengan bakteri A.hydrophila yang patogen. Sedangkan tingkat kematian ikan setelah uji tantang untuk masing-masing perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, pengobatan dan pencegahan secara berturut-turut adalah: 0 %, 72,22 %, 55,56 % dan 38,89 %. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan pencegahan (ekstrak paci-paci 4 g/100 ml) merupakan perlakuan yang paling baik yaitu mampu meningkatkan kekebalan ikan terhadap serangan penyakit MAS, hal ini didukung oleh gejala klinis yang ringan, kelangsungan hidup dan gambaran darah. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak paci-paci yang dicampurkan ke dalam pakan ikan komersil dapat berpengaruh terhadap tingkat kematian ikan, gejala klinis dan parameter hematologi pada ikan lele yang terkena penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) akibat infeksi bakteri A. hydrophila. Ikan lele uji yang diberi perlakuan pencegahan menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam menekan infeksi yang disebabkan Aeromonas hydrophila dengan gejala klinis lebih ringan, proses penyembuhan lebih cepat menekan tingkat kematian ikan serta dapat meningkatkan total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit, kadar hemoglobin dan indeks fagositosis. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak paci-paci yang dicampurkan ke dalam pakan ikan komersil tidak berdampak negatif pada kondisi ikan sehingga layak digunakan sebagai imunostimulan.


(5)

EFEKTIVITAS EKSTRAK PACI-PACI Leucas lavandulaefolia

YANG DIBERIKAN LEWAT PAKAN

UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

PENYAKIT MAS Motile Aeromonas Septicemia

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

WINDU PUJI UTAMI C14103031

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(6)

Lembar Pengesahan

Judul Skripsi : Efektifitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

Nama Mahasiswa : Windu Puji Utami

Nomor Pokok : C14103031

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukenda M. Sc NIP. 196710131993021001

Dr. Munti Yuhana S.Pi., M. Si NIP. 196912201994032002

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya M. Sc NIP. 196104101986011002


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2008 sampai dengan Februari 2009

adalah penyakit ikan, dengan judul “Efektivitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.”. Terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada Dr. Sukenda dan Dr. Munti Yuhana selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat, arahan, masukan, saran, bimbingan, dan motivasi kepada Penulis sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terarah dengan baik. Di samping itu, Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Alimuddin selaku dosen penguji tamu atas saran dan arahannya serta Dr. D. Djokosetyanto selaku pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda tercinta Herry Susanto,S.E., ibunda tercinta Yoyoh Rochmatiah, S. Pdi., adikku Rizky Wirawan, keluarga dan teman-teman TMA 40 serta seluruh civitas akademik Departemen Budidaya Perairan atas segala doa, semangat, bantuan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis dan semua pihak yang membutuhkan.


(8)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah segenap rasa syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya

ilmiah yang berjudul ”Efektifitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan umat Muslim yang mulia Rasulullah Muhammad SAW.

Selama melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi ini, Penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kakek (Kartawidanta, alm & Iskal Haryadi), nenek (Sumanah & Sulaeni), keluarga om Setiadi Wijaya & tante Dian Haerani, keluarga om Budi Hartono dan tante Elia Pujawati, Aa Didis, tante Itoh Widawati, keluarga papa Dudi Djohansyah (alm) dan mama Naning Purnamaningsih, Tante Yuli, Tante Dania, keluarga Drs. H. Fin Rian dan Hj. Tati Kania, BA dan seluruh keluarga besar dimanapun berada atas dukungan moril dan materil serta kasih sayang dan doa yang tiada henti.

2. Sahabatku yang senantiasa ada disaat suka maupun duka Galuh Ressa Mahardika atas kasih sayang, motivasi dan doa yang tiada henti.

3. Sahabat terbaikku dari masa kanak-kanak hingga sekarang (Rendina, Raisa, Santi, Vina, Hana, Tiwie) atas persaudaraan dan kesetiakawanan kalian, motivasi dan doanya.

4. Sahabat terbaik dalam perjalanan hidupku selama kuliah hingga saat ini Lelyana Majaw R, Siti Fadzillah DPA, Deti Roslani, Dyan Satwika, Lola Irma, Meilytatu AL, Lelih S, Euis L, Wina Merantica, Kak Rahman, Padel Purnama, Bambang Kusmayadi, M. Fatoni, Achmad N.P , Astrid Indah Lestari, Synthesa Prima Yoga Ksatria, Rhama Adi Permana, Taufik Martawiguna atas keceriaan, motivasi, doa dan bantuannya.

6. Teman-teman di Pondok Ratna (Mba Hilda, Mba Era, Mba Ully, Mba Tita, Mba Yosepi, Mba Esti, Loli, Yuni, Thia, Pipit, Fina, Wiwik, Yua, Elia, Novia,


(9)

Mega) atas kebersamaan, bantuan, motivasi dan bina nafsiyah yang diberikan kepada penulis.

7. Rekan-rekan TMA 40 atas kebersamaan, bantuan, masukan, saran, motivasi yang diberikan kepada Penulis.

8. Teman-teman Lab. Kesehatan Ikan (M. Syamsul, Wira Hadi, Permana Giri, Loli, Onny, Kak Yusuf Abdullah, Asri, Mas Catur, Mba Diana, Mba Yula, Mba Tita, Pak Henky, Pak Aris, Ibu Ibar, Pak Narto), Pak Ranta, Pak Maryanta, Pak Wasjan, Mbak Yuli, Kang Asep, Kang Adna, Kang Hadi, Kang Abe atas kebersamaan dan dukunganya.

9. Teman-teman TMA 41, 42 dan 43 atas semangat dan kebersamaannya selama penelitian.

Penulis memandang bahwa skripsi ini dibuat sebagai suatu proses pembelajaran yang tidak pernah berhenti baik terhadap materi perkuliahan maupun perjalanan hidup Penulis sebagai mahasiswa selama duduk di bangku perkuliahan. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Rangkasbitung, Banten pada tanggal 21 Jumadil Awal 1405 H (12 Februari 1985). Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Herry Susanto,S.E dan Ibu Yoyoh Rochmatiah,S.Pdi.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN.1 Kejaksaan Rangkasbitung lulus tahun 1997, SLTPN.4 Rangkasbitung lulus tahun 2000 dan SMUN.1 Rangkasbitung lulus tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB) pada program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti praktek lapang pembenihan dan pembesaran Huna Biru Cherax quadricarinatus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi pada tahun 2006. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk program Sarjana (S1) dan Diploma (D3) pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik (2006-2008) dan mata kuliah Penyakit Ikan (2006-2008). Selain itu penulis aktif dalam himpunan profesi jurusan Teknologi dan Manajemen Akuakultur (HIMAKUA) pada tahun 2005/2006. Selain itu, Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan lain yang dapat menunjang perkuliahan seperti seminar nasional perikanan dan motivation training.

Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul ”Efektifitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonad Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias


(11)

EFEKTIVITAS EKSTRAK PACI-PACI Leucas lavandulaefolia

YANG DIBERIKAN LEWAT PAKAN

UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

PENYAKIT MAS Motile Aeromonas Septicemia

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

WINDU PUJI UTAMI

SKRIPSI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(12)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

EFEKTIVITAS EKSTRAK PACI-PACI Leucas lavandulaefolia YANG DIBERIKAN LEWAT PAKAN UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN INFEKSI PENYAKIT MAS Motile Aeromonas Septicemia

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, September 2009

Windu Puji Utami C14103031


(13)

RINGKASAN

WINDU PUJI UTAMI. C14103031. Efektivitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp. Dibimbing oleh Dr. SUKENDA dan Dr. MUNTI YUHANA.

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan konsumsi air tawar yang cukup digemari masyarakat karena rasa dagingnya yang gurih, harganya terjangkau, dan memiliki protein yang cukup tinggi. ). Budidaya ikan lele dumbo saat ini berkembang menjadi budidaya intensif karena semakin tingginya permintaan di pasaran. Semakin berkembangnya sektor akuakultur maka permasalahan yang dihadapi pun menjadi semakin banyak pula. Salah satunya adalah permasalahan penanggulangan penyakit pada ikan. Di Indonesia, wabah penyakit bercak merah ikan yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas ini dilaporkan pertama kali terjadi di suatu areal pembudidayaan ikan di Cibening, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor bersamaan dengan datangnya ikan mas yang baru diimpor dari Taiwan pada bulan September 1980 (Hardjosworo, et al., 1981). Banyak upaya yang telah dilakukan para ahli untuk menanggulanginya baik upaya-upaya pencegahan maupun pengobatan. Mulai dari pemberian berbagai jenis antibiotik dengan bermacam-macam dosis, pemberian vitamin, pemberian probiotik hingga penggunaan tanaman obat (fitofarmaka). Fitofarmaka atau tanaman obat adalah obat alamiah yang bahan bakunya disarikan dari tanaman untuk digunakan dalam pengobatan (Anonimus, 2004). Paci-paci (Leucas lavandulaefolia) adalah salah satu fitofarmaka yang efektif mengatasi penyakit Motile Aeromonas Septicemia pada ikan (Abdullah, 2008 dan Sopiana, 2005). Paci-paci mengandung berbagai senyawa aktif seperti: minyak atsiri, flavonoid, tannin, saponin, alkaloid dan methanol yang bersifat antimikroba, antiinflamasi, antioksidan serta bersifat sebagai detoksifikasi racun dan mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit. Pada penelitian ini dilakukan uji efektivitas paci-paci yang diberikan lewat pakan ikan komersil untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit MAS. Adapun parameter-parameter uji meliputi kelangsungan hidup, patologi makro dan parameter-parameter hematologi ikan lele dumbo yang diuji tantang dengan A. hydrophila penyebab penyakit MAS.

Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan sebagai berikut :

1. Kontrol negatif (KN) dimana ikan disuntik dengan PBS.

2. Kontrol positif (KP) dimana ikan diinfeksi bakteri A. hydrophila 105 cfu/ml. 3. Pencegahan (PC) dimana ikan diberi pakan yang telah dicampur dengan

paci-paci dengan dosis 4 g/100 ml yang telah diseduh dan disaring. Ikan diberi pakan yang telah dicampur paci-paci selama 7 hari, kemudian diuji tantang dengan A. hydrophila 105 cfu/ml.

4. Pengobatan (PO) dimana terlebih dahulu ikan diinfeksi bakteri A.hydrophila 105 cfu/ml. Setelah terlihat gejala klinis, lalu ikan diberi pakan yang telah dicampur paci-paci dengan dosis 8 g/100 ml.


(14)

Parameter yang diamati adalah patologi makro (gejala klinis dan respon nafsu makan), hematologi ikan (jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, hematokrit, hemoglobin dan indeks fagositosis), mortalitas, pertambahan bobot dan kualitas air.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian ekstrak paci-paci yang dicampurkan ke dalam pakan ikan memberikan respon tanggap kebal terhadap peningkatan daya tahan tubuh ikan lele dan mampu menekan tingkat kematian ikan lele setelah uji tantang dengan bakteri A.hydrophila yang patogen. Sedangkan tingkat kematian ikan setelah uji tantang untuk masing-masing perlakuan kontrol negatif, kontrol positif, pengobatan dan pencegahan secara berturut-turut adalah: 0 %, 72,22 %, 55,56 % dan 38,89 %. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perlakuan pencegahan (ekstrak paci-paci 4 g/100 ml) merupakan perlakuan yang paling baik yaitu mampu meningkatkan kekebalan ikan terhadap serangan penyakit MAS, hal ini didukung oleh gejala klinis yang ringan, kelangsungan hidup dan gambaran darah. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diketahui bahwa pemberian ekstrak paci-paci yang dicampurkan ke dalam pakan ikan komersil dapat berpengaruh terhadap tingkat kematian ikan, gejala klinis dan parameter hematologi pada ikan lele yang terkena penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) akibat infeksi bakteri A. hydrophila. Ikan lele uji yang diberi perlakuan pencegahan menunjukkan hasil yang cukup efektif dalam menekan infeksi yang disebabkan Aeromonas hydrophila dengan gejala klinis lebih ringan, proses penyembuhan lebih cepat menekan tingkat kematian ikan serta dapat meningkatkan total eritrosit, total leukosit, kadar hematokrit, kadar hemoglobin dan indeks fagositosis. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak paci-paci yang dicampurkan ke dalam pakan ikan komersil tidak berdampak negatif pada kondisi ikan sehingga layak digunakan sebagai imunostimulan.


(15)

EFEKTIVITAS EKSTRAK PACI-PACI Leucas lavandulaefolia

YANG DIBERIKAN LEWAT PAKAN

UNTUK PENCEGAHAN DAN PENGOBATAN

PENYAKIT MAS Motile Aeromonas Septicemia

PADA IKAN LELE DUMBO Clarias sp.

WINDU PUJI UTAMI C14103031

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009


(16)

Lembar Pengesahan

Judul Skripsi : Efektifitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.

Nama Mahasiswa : Windu Puji Utami

Nomor Pokok : C14103031

Disetujui,

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sukenda M. Sc NIP. 196710131993021001

Dr. Munti Yuhana S.Pi., M. Si NIP. 196912201994032002

Diketahui,

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya M. Sc NIP. 196104101986011002


(17)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2008 sampai dengan Februari 2009

adalah penyakit ikan, dengan judul “Efektivitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.”. Terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis ucapkan kepada Dr. Sukenda dan Dr. Munti Yuhana selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan ilmu yang bermanfaat, arahan, masukan, saran, bimbingan, dan motivasi kepada Penulis sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat terarah dengan baik. Di samping itu, Penulis menyampaikan terimakasih kepada Dr. Alimuddin selaku dosen penguji tamu atas saran dan arahannya serta Dr. D. Djokosetyanto selaku pembimbing akademik atas nasehat dan bimbingannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda tercinta Herry Susanto,S.E., ibunda tercinta Yoyoh Rochmatiah, S. Pdi., adikku Rizky Wirawan, keluarga dan teman-teman TMA 40 serta seluruh civitas akademik Departemen Budidaya Perairan atas segala doa, semangat, bantuan dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Penulis dan semua pihak yang membutuhkan.


(18)

UCAPAN TERIMAKASIH

Alhamdulillah segenap rasa syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat, rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya

ilmiah yang berjudul ”Efektifitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonas Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias sp.” ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat beriring salam semoga selalu tercurah kepada suri tauladan umat Muslim yang mulia Rasulullah Muhammad SAW.

Selama melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi ini, Penulis telah mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kakek (Kartawidanta, alm & Iskal Haryadi), nenek (Sumanah & Sulaeni), keluarga om Setiadi Wijaya & tante Dian Haerani, keluarga om Budi Hartono dan tante Elia Pujawati, Aa Didis, tante Itoh Widawati, keluarga papa Dudi Djohansyah (alm) dan mama Naning Purnamaningsih, Tante Yuli, Tante Dania, keluarga Drs. H. Fin Rian dan Hj. Tati Kania, BA dan seluruh keluarga besar dimanapun berada atas dukungan moril dan materil serta kasih sayang dan doa yang tiada henti.

2. Sahabatku yang senantiasa ada disaat suka maupun duka Galuh Ressa Mahardika atas kasih sayang, motivasi dan doa yang tiada henti.

3. Sahabat terbaikku dari masa kanak-kanak hingga sekarang (Rendina, Raisa, Santi, Vina, Hana, Tiwie) atas persaudaraan dan kesetiakawanan kalian, motivasi dan doanya.

4. Sahabat terbaik dalam perjalanan hidupku selama kuliah hingga saat ini Lelyana Majaw R, Siti Fadzillah DPA, Deti Roslani, Dyan Satwika, Lola Irma, Meilytatu AL, Lelih S, Euis L, Wina Merantica, Kak Rahman, Padel Purnama, Bambang Kusmayadi, M. Fatoni, Achmad N.P , Astrid Indah Lestari, Synthesa Prima Yoga Ksatria, Rhama Adi Permana, Taufik Martawiguna atas keceriaan, motivasi, doa dan bantuannya.

6. Teman-teman di Pondok Ratna (Mba Hilda, Mba Era, Mba Ully, Mba Tita, Mba Yosepi, Mba Esti, Loli, Yuni, Thia, Pipit, Fina, Wiwik, Yua, Elia, Novia,


(19)

Mega) atas kebersamaan, bantuan, motivasi dan bina nafsiyah yang diberikan kepada penulis.

7. Rekan-rekan TMA 40 atas kebersamaan, bantuan, masukan, saran, motivasi yang diberikan kepada Penulis.

8. Teman-teman Lab. Kesehatan Ikan (M. Syamsul, Wira Hadi, Permana Giri, Loli, Onny, Kak Yusuf Abdullah, Asri, Mas Catur, Mba Diana, Mba Yula, Mba Tita, Pak Henky, Pak Aris, Ibu Ibar, Pak Narto), Pak Ranta, Pak Maryanta, Pak Wasjan, Mbak Yuli, Kang Asep, Kang Adna, Kang Hadi, Kang Abe atas kebersamaan dan dukunganya.

9. Teman-teman TMA 41, 42 dan 43 atas semangat dan kebersamaannya selama penelitian.

Penulis memandang bahwa skripsi ini dibuat sebagai suatu proses pembelajaran yang tidak pernah berhenti baik terhadap materi perkuliahan maupun perjalanan hidup Penulis sebagai mahasiswa selama duduk di bangku perkuliahan. Semoga hasil penelitian dalam skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.


(20)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Rangkasbitung, Banten pada tanggal 21 Jumadil Awal 1405 H (12 Februari 1985). Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Herry Susanto,S.E dan Ibu Yoyoh Rochmatiah,S.Pdi.

Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah SDN.1 Kejaksaan Rangkasbitung lulus tahun 1997, SLTPN.4 Rangkasbitung lulus tahun 2000 dan SMUN.1 Rangkasbitung lulus tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI IPB) pada program studi Teknologi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti praktek lapang pembenihan dan pembesaran Huna Biru Cherax quadricarinatus di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi pada tahun 2006. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk program Sarjana (S1) dan Diploma (D3) pada mata kuliah Dasar-dasar Mikrobiologi Akuatik (2006-2008) dan mata kuliah Penyakit Ikan (2006-2008). Selain itu penulis aktif dalam himpunan profesi jurusan Teknologi dan Manajemen Akuakultur (HIMAKUA) pada tahun 2005/2006. Selain itu, Penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan lain yang dapat menunjang perkuliahan seperti seminar nasional perikanan dan motivation training.

Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul ”Efektifitas Ekstrak Paci-Paci Leucas lavandulaefolia Yang Diberikan Lewat Pakan Untuk Pencegahan Dan Pengobatan Infeksi Penyakit MAS Motile Aeromonad Septicemia Pada Ikan Lele Dumbo Clarias


(21)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GRAFIK ……….. iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... . 1

Latar Belakang ... . 1

Tujuan ... . 2

TINJAUAN PUSTAKA ... . 3

Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) ... . 3

Bakteri Aeromonas hydrophila ... . 4

Paci-paci (Leucas lavandulaefolia) ... . 6

Hematologi Ikan ... 9

Kualitas Air ... 15

METODOLOGI ... 17

Waktu dan Tempat ... 17

Metode Penelitian ... 17

Alat dan Bahan ... 17

Persiapan Wadah dan Ikan Uji ... 18

Pembuatan Rebusan Paci-paci (Leucas lavandulaefolia) ... 19

Penyediaan Suspensi Bakteri Aeromonas hydrophila ... 20

Uji in vivo ... 21

Parameter Yang Diamati ... 22

Respon Nafsu Makan ... 22

Pertumbuhan Bobot dan Pengukuran Panjang ... 22

Mortalitas ... 23

Gejala Klinis dan Pengukuran Diameter Kelainan Klinis ... 23

Parameter Hematologi Ikan ... 24

Pengambilan Sampel Darah ... 24


(22)

Pengukuran Kadar Hemoglobin (Hb) . ... 25 Penghitungan Sel Darah Merah (Eritrosit) . ... 26 Penghitungan Sel Darah Putih (Leukosit) . ... 26 Indeks Fagositosis . ... 27 Parameter Kualitas Air . ... 27 Analisis Data . ... 29 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30 Respon Nafsu Makan ... 30 Bobot Rata-rata Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) ... 32 Mortalitas Ikan Lele Dumbo ... 33 Gejala Klinis ... 34 Parameter Hematologi Ikan ... 40 Kualitas Air ... 47 Pembahasan ... 48 KESIMPULAN DAN SARAN ... 62 DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN ... 68


(23)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Respon Nafsu Makan Ikan Pada Pagi Hari ... 30

2. Respon Nafsu Makan Ikan Pada Sore Hari ... 31


(24)

DAFTAR GRAFIK

Halaman

1 Pertumbuhan Bobot Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)………... ……… 32

2 Mortalitas Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) ……… 33

3 Skor Rata-rata Gejala Klinis Pada Tiap Perlakuan ...39

4 Kadar Hemoglobin (Gram %) Ikan Lele ... 40

5 Kadar Hematokrit (%) Ikan Lele... 41

6 Jumlah Sel Darah Putih ( x105 sel/mm3 ) Ikan Lele ... 42

7 Jumlah Sel Darah Merah ( x 106 sel/mm3 ) Ikan Lele ... 44


(25)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) ……….….…3

2 Paci-paci (Leucas lavandulaefolia) ………...6

3 Susunan darah ikan (Abdullah, 2008) ………..10 4 Persiapan wadah ...18

5 Proses pembuatan rebusan Paci-paci (Leucas lavandulaefolia) ...20

6 Uji in vivo kontrol negatif ...21

7 Uji in vivo kontrol positif ... .21

8 Uji in vivo perlakuan pengobatan ...21

9 Uji in vivo perlakuan pencegahan ...22

10 Rumus perhitungan kadar hematokrit ...24

11 Ukuran kuadran haemacytometer dan volume bidang pengamatan ...26

12 Ikan lele perlakuan kontrol negatif ...34

13 Ikan lele kontrol positif sesaat sebelum penyuntikan A. hydrophila ...35

14 Ikan lele kontrol positif saat mengalami nekrosis ...35

15 Ikan lele kontrol positif saat mengalami tukak ...35

16 Ikan lele kontrol positif saat mengalami penyembuhan ...35

17 Ikan lele perlakuan pengobatan sebelum penyuntikan A. Hydrophila ...36

18 Ikan lele perlakuan pengobatan saat mengalami nekrosis ...36

19 Ikan lele perlakuan pengobatan saat mengalami tukak ...37

20 Ikan lele perlakuan pengobatan saat mengalami penyembuhan ...37

21 Ikan lele perlakuan pencegahan sebelum penyuntikan A. hydrophila ...38


(26)

23 Ikan lele perlakuan pencegahan saat mengalami tukak ...38

24 Ikan lele perlakuan pencegahan saat mengalami penyembuhan ...38


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Formulasi Bahan ………...…..………... 69 2 Pewarnaan Giemsa Dan Prosedur Pembuatan Preparat Ulas……..……... 70

3 Perhitungan Dan Pengenceran Bakteri Dengan Teknik Pengenceran Berseri

(Hadioetomo, 1993) ...………...…... 71 4 Kualitas air... 72

5 Output Data Patologi Makro... 73


(28)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan ikan konsumsi air tawar yang cukup digemari masyarakat karena rasa dagingnya yang gurih, harganya terjangkau dan memiliki protein yang cukup tinggi. Ikan lele dumbo pada dasarnya cukup mudah dibudidayakan karena mempunyai kelebihan yaitu pertumbuhannya cepat dan dapat mencapai ukuran yang besar dalam waktu pemeliharaan yang relatif singkat (Suyanto, 1992). Budidaya ikan lele dumbo saat ini berkembang menjadi budidaya intensif karena semakin tingginya permintaan di pasaran. Semakin berkembangnya budidaya ikan lele maka permasalahan yang dihadapi semakin banyak pula, salah satunya adalah permasalahan penanggulangan penyakit bakterial. Ikan lele cukup rentan terinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila, bakteri penyebab penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia). MAS umumnya menyerang ikan-ikan di perairan tropis seperti Channelcatfish, ikan-ikan dari famili Ictaluridae, Siluridae, Clariidae, Cyprinidae, serta Centrachidae sangat rentan terhadap penyakit ini (Plumb, 1999). Penyakit dapat muncul akibat adanya interaksi antara faktor lingkungan, agensia penyebab penyakit dan inangnya. Menurut Holm (1999) dalam hal faktor lingkungan yaitu stress dapat disebabkan oleh faktor fisik (misalnya: perubahan temperatur yang drastis), faktor kimiawi (misalnya: pencemaran), faktor biologis (misalnya: adanya parasit).

Di Indonesia, wabah penyakit bercak merah ikan yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas ini dilaporkan pertama kali terjadi di suatu areal pembudidayaan ikan di Cibening, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor bersamaan dengan datangnya ikan mas yang baru diimpor dari Taiwan pada bulan September 1980 (Hardjosworo et al., 1981). Banyak upaya yang telah dilakukan para ahli untuk menanggulanginya baik upaya-upaya pencegahan maupun pengobatan. Mulai dari pemberian berbagai jenis antibiotik dengan bermacam-macam dosis, pemberian vitamin, pemberian probiotik maupun dengan penggunaan tanaman obat (fitofarmaka).


(29)

Menurut Alifuddin (2000) pemakaian antibiotik untuk jangka panjang yang tidak terkontrol dan tidak tepat dosis dapat menimbulkan dampak negatif yang dikhawatirkan memunculkan strain-strain bakteri resisten yang dapat berbahaya bagi ikan. Selain itu pula harga antibiotik, vitamin, dan probiotik yang cukup mahal dapat menyebabkan biaya produksi tinggi, sehingga kurang efisien bagi petani-petani lele skala kecil (tradisional). Alternatif untuk pencegahan dan pengobatan penyakit MAS yang efektif, murah, aman bagi manusia dan ramah lingkungan perlu dikaji kembali.

Penggunaan tanaman obat atau fitofarmaka merupakan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Fitofarmaka atau tanaman obat adalah obat alamiah yang bahan bakunya disarikan dari tanaman untuk digunakan dalam pengobatan (Anonimus, 2004). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, paci-paci (Leucas lavandulaefolia) adalah salah satu fitofarmaka yang efektif mengatasi penyakit Motile Aeromonas Septicemia pada ikan (Abdullah, 2008;Sopiana, 2005). Paci-paci mengandung berbagai senyawa aktif seperti: minyak atsiri, flavonoid, tannin, saponin, alkaloid dan methanol yang bersifat antimikroba, antiinflamasi, antioksidan serta bersifat sebagai detoksifikasi racun dan mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit. Pada penelitian ini dilakukan uji efektivitas paci-paci yang diberikan lewat pakan ikan komersil untuk pencegahan maupun pengobatan penyakit MAS. Adapun parameter-parameter uji meliputi kelangsungan hidup, patologi makro dan parameter hematologi ikan lele dumbo yang diuji tantang dengan A. hydrophila penyebab penyakit MAS.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas ekstrak paci-paci (Leucas lavandulaefolia) yang diberikan lewat pakan ikan komersil untuk pencegahan dan pengobatan infeksi penyakit MAS (Motile Aeromonas Septicemia) yang ditinjau dari patologi makro dan hematologi ikan lele dumbo (Clarias sp.).


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Menurut Suyanto (1992) ikan lele dumbo (Clarias sp.) merupakan hibrida dari ikan lele jenis Clarias fuscus sebagai induk betina yang berasal dari Taiwan dengan ikan lele jenis Clarias mozambicus sebagai induk jantan yang berasal dari Afrika. Berikut ini adalah klasifikasi ikan lele menurut Saanin (1984) :

Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariopshyi

Sub Ordo : Siluroidea Famili : Clariidae

Genus : Clarias

Spesies : Clarias sp.

Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.)

Morfologi ikan lele secara umum adalah tubuh memanjang dan berbentuk silindris, kepala pipih berbentuk seperti setengah lingkaran, ekor berbentuk pipih, permukaan kulit licin dan tidak bersisik, mengeluarkan lendir dan warna tubuh bagian atas gelap dan bagian bawah agak terang. Ikan lele memiliki mata yang kecil, memiliki 4 pasang alat peraba atau biasa disebut sungut, terdapat 2 buah alat olfaktori yang terletak dekat sungut hidung yang berfungsi sebagai alat peraba atau penciuman dan pada bagian depan sirip dada terdapat jari-jari sirip yang mengeras atau biasa disebut patil yang berfungsi sebagai alat pergerakan di air dan alat pertahanan diri.


(31)

Ikan lele memiliki alat pernapasan tambahan yang sering disebut arborescent organ berbentuk seperti bunga karang. Alat genital dekat anus tampak sebagai tonjolan. Pada ikan lele jantan tonjolan berbentuk lancip sedangkan pada ikan lele betina tonjolan relatif berbentuk membundar (Angka et al., 1990). Berdasarkan kebutuhan makannya, ikan lele termasuk dalam golongan ikan omnivora namun terkadang dapat bersifat karnivora. Makanan alami ikan lele terdiri dari fitoplankton (jenis alga) dan zooplankton seperti kutu air, cacing rambut, rotifera, jentik-jentik nyamuk, ikan kecil serta bahan organik yang masih segar (Simanjuntak, 1989). Ikan lele dapat bersifat detritus feeder dan bersifat kanibal ketika jumlah pakan tidak tersedia atau kurang mencukupi kebutuhan pakannya.

2.2. Bakteri Aeromonas hydrophila

Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan salah satu agen penyebab terjadinya penyakit MAS (Motile Aeromonad Septicemia) pada ikan lele. Kabata (1985) menyatakan A. hydrophila merupakan penyebab umum dari penyakit bacterial haemorrhagic septicemia yaitu penyakit yang merusak jaringan dan organ pembuat sel darah. Berikut ini adalah klasifikasi A. hydrophila menurut Holt etal., (1994):

Filum : Protophyta Kelas : Schizomycetes Ordo : Pseudomonadales Famili : Vibrionaceae Genus : Aeromonas

Spesies : Aeromonas hydrophila

A. hydrophila merupakan bakteri gram negatif, berbentuk batang pendek dengan ukuran 1,0-1,5 x 0,7-0,8 µm, bergerak dengan menggunakan sebuah

polar flagel”, bersifat oksidatif fermentatif, dan dapat tumbuh optimum pada suhu 20-30°C (Kabata,1985). A. hydrophila mampu tumbuh pada suhu hingga 37°C (Austin dan Austin, 1993).

Menurut Angka (2004 a), A. hydrophila merupakan bakteri di perairan dengan karakteristik fisiologis yang sangat beragam. Keragaman bakteri ini


(32)

sebagai patogen disebabkan oleh perbedaan produksi endotoksin dan eksotoksin (ECP) yang tidak sama untuk setiap galurnya. Shariff et al., (1990) dalam Lesmanawati (2006) menyatakan bahwa galur yang virulen ketika diinjeksikan ke ikan secara intraperitonial, menyebabkan kematian ikan setelah 48 jam pada LD-50 sebesar 2 – 5 x 105 cfu/ml. Produk toksin yang dihasilkan akan diekskresikan ke medium sekitarnya (eksotoksin) atau di simpan didalam selnya (endotoksin) sebagai bagian dari sel tersebut (Pelczar and Chan, 1988). Produk ekstraseluler dari A. hydrophila terdiri atas hemolisin α dan β, protease, elastase, lipase, cytotoksin, enterotoksin, gelatinase, caseinase, lecithinase, dan leucocidin. Hati merupakan salah satu organ target A. hydrophila dan terganggunya hati dapat berpengaruh terhadap proses metabolisme (Cipriano etal.,1984). Menurut Roberts (1993) dalam Angka (2004) A. hydrophila yang bersifat virulen menghasilkan β -hemolisin, elastase dan mempunyai lapisan S di permukaan sel. Hemolisin yang terlarut menyebabkan hemoragi dan merangsang terjadinya tukak kulit di ikan. Endotoksin pada umumnya memegang peran pembantu dalam menimbulkan penyakit (Pelczar and Chan, 1988). Hal ini dikarenakan endotoksin dilepaskan hanya bila sel dari bakteri tersebut hancur.

A. hydrophila merupakan patogen opportunis karena hanya dapat menimbulkan penyakit pada populasi ikan yang lemah atau sebagai infeksi sekunder saat ikan terinfeksi penyakit lain. Menurut Kabata (1985) penyakit Motile Aeromonas Septicemia (MAS) memperlihatkan gejala-gejala sebagai berikut ini:

1.Busung perut ditandai dengan membengkaknya rongga visceral oleh cairan. 2.Tukak (borok) ditandai dengan adanya luka pada kulit dan otot.

3.Haemorrhagic septicemia yang disebut juga infectious abdominal dropsi atau red mouth disease atau red pest dengan tanda-tanda kulit kering, kasar, dan melepuh. Serangan bakteri A. hydrophila menurut Amlacher (1961) dalam Sniezko dan Axelrod (1971) dapat terjadi dalam 4 tingkatan sebagai berikut ini: 1. Akut merupakan septicemia yang fatal, infeksi cepat dengan sedikit tanda-tanda penyakit yang terlihat, ditandai dengan pembengkakan organ dalam.

2. Sub akut dapat terlihat dengan gejala seperti dropsi, lepuh, abses dan pendarahan pada sisik.


(33)

3. Kronis dapat terlihat dengan gejala seperti tukak, bisul-bisul, dan abses yang perkembangannya berlangsung lama.

4. Laten dapat terjadi dengan tidak memperlihatkan adanya gejala-gejala penyakit, namun pada organ dalam terdapat bakteri penyebab penyakit.

2.3. Paci-paci (Leucas lavandulaefolia)

Paci-paci dalam Brown (2007) dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Dunia : Plantae

Filum : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Lamiales

Famili : Lamiaceae (alt. Labiatae) Sub Famili : Lamioideae

Genus : Leucas

Spesies : Leucas lavandulaefolia

Gambar 2. Paci-paci (Leucas lavandulaefolia)

Menurut Anonimus (2005) paci-paci dapat tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian kurang dari 1500 m di atas permukaan laut. Batang berkayu, tinggi 20-60 cm, berbuku-buku, bercabang, berambut halus, berwarna hijau, daun tunggal letak berhadapan dan bertangkai. Helaian daun berbentuk lanset, ujung dan pangkalnya runcing, tepi bergerigi, panjang 1.5-10 cm, lebar 2-10 mm, berwarna hijau tua pada bagian atas dan berwarna hijau muda pada bagian bawah. Memiliki bunga kecil-kecil berwarna putih, daunnya berbentuk seperti lidah, tumbuh tersusun dalam karangan semu yang padat. Biji bulat kecil berwarna hitam, perbanyakan dengan biji. Distribusi tanaman paci-paci ini dari India


(34)

sampai China, dekat Malaysia sampai Indonesia dan tumbuh secara liar (Soerjani etal., 1987 dalam Sopiana, 2005).

Paci-paci biasa digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati luka yang sakit dan meradang, caranya adalah daun paci-paci ditumbuk sampai halus dan diberikan sebagai tapal diatas luka atau pada daerah yang radang. Selain itu, paci-paci juga dapat digunakan sebagai immunostimulan yang mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menambah vitalitas sebagai obat rematik (antirheumatic). Akar serta daunnya yang pahit dan berbau tajam dapat digunakan untuk mengobati jerawat, penyakit kulit seperti kudis dan sebagai insektisida pembasmi serangga (Anonimus, 2006). Air dari seduhan akar paci-paci dapat digunakan untuk merendam kaki yang luka dan kulit kaki yang mengeras. Seduhan paci-paci dapat digunakan sebagai obat luar dan dalam untuk menyembuhkan penyakit kulit yang meradang berisi cendawan Saccharomyces. Kandungan kimiawi dalam daun dan akar tanaman paci-paci diantaranya adalah minyak atsiri, flavonoid, tannin, saponin (Anonimus, 2005), alkaloid (Anonimus, 2006), methanol (Mukherjee et al., 1997 dalam Abdullah, 2008).

Minyak atsiri adalah cairan lembut, bersifat aromatik, dan mudah menguap pada suhu kamar. Minyak atsiri dapat diperoleh dari ekstrak bunga, biji, daun, kulit batang, kayu dan akar pada tumbuhan tertentu. Minyak atsiri yang disemprotkan ke udara membantu menghilangkan bakteri, jamur, menghilangkan bau pengap dan bau tidak mengenakkan (Anonimus, 2003). Minyak atsiri memiliki daya antibakteri disebabkan adanya senyawa fenol dan turunannya yang mampu mendenaturasi protein sel bakteri (Hasim, 2003). Fenol dapat merusak membran sel bakteri dan menyebabkan lisis (terlarutnya) sel bakteri (Nogrady, 1992). Sifat toksik fenol mengakibatkan struktur tiga dimensi protein bakteri terganggu dan terbuka, sehingga menjadi struktur acak tanpa adanya kerusakan struktur kerangka kovalen, sehingga protein terdenaturasi. Deret asam amino protein tetap utuh setelah denaturasi namun aktivitas biologinya rusak sehingga protein tidak dapat melakukan fungsinya (Hasim, 2003). Substansi fenolik dari minyak atsiri telah diketahui dapat menstimulasi makrofag yang memilliki efek negatif tidak langsung terhadap infeksi bakteri dan mencegah infeksi virus. Senyawa fenol memiliki efek inhibitor terhadap bakteri Gram positif dan


(35)

ditemukan memiliki aktivitas antifungi (Pelczar, 1986). Hasil dari uji in vitro menurut Hasim (2003) menunjukkan aktivitas minyak atsiri sebagai antibakteri ditandai dengan zona hambatan yang tidak lagi ditumbuhi bakteri. Daya antibakteri minyak atsiri lebih efektif karena memiliki zona hambat lebih besar dan bersifat bakterisidal.

Flavonoid berasal dari kata flavon yang merupakan nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar jumlahnya dan sering ditemukan pada tanaman. Ada sekitar kurang lebih 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis tumbuh-tumbuhan (sekitar 1x109 ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berkaitan erat dengannya. Flavonoid mempunyai kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom C sebagai inti dan membentuk dua cincin aromatik (C6) yang terikat pada rantai propana (C3) sehingga membentuk susunan C6-C3-C6. Flavon, flavonoid dan falavonol disintesis tanaman dalam responnya terhadap infeksi mikroba sehingga secara in vitro efektif terhadap mikroorganisme (Naim, 2004 dalam Abdullah 2008). Flavonoid bersifat antiinflamasi sehingga dapat mengurangi peradangan serta membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi pendarahan atau pembengkakan pada luka (Anonimus, 2007), bersifat antibakteri dan antioksidan (Angka, 2004b), mampu meningkatkan kerja sistem imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih cepat dihasilkan dan system limfa lebih cepat diaktifkan (Angka, 2004b). Menurut Robinson (1991) dalam Rahman (2003) flavonoid merupakan metabolit sekunder tanaman yang juga berfungsi sebagai kontrol hormon pada pertumbuhan (hormon tiroid dan somatotropin). Zairin (2003) menyatakan bahwa hormon tiroid berperan pada proses pertumbuhan, meningkatkan pengaruh hormon anabolik terutama memfasilitasi pelepasan somatotropin dari sel-sel hipofisis, meningkatkan food intake (respon makan) ikan dan memberi aksi imunomodulatori. Hormon pertumbuhan (somatotropin) berperan dalam merangsang pertumbuhan dan metabolisme pada ikan, meningkatkan respon makan dan mencegah kerusakan hati, meningkatkan aktivitas makrofag dan aktivitas hemolitik pada serum ikan.

Tannin adalah senyawa fenol yang larut dalam air dan mampu mengendapkan protein (Utami, 2007), memiliki bobot molekul besar dan memiliki gugus hidroksil maupun karboksil (Robinson, 1991 dalam Rahman,


(36)

2003). Senyawa tannin memiliki kadar tinggi pada suatu tanaman lebih bersifat sebagai zat pertahanan dari serangan hama. Menurut Pelczar (1986) seluruh tannin nabati adalah jenis senyawa fenolik yang memiliki daya antiseptik. Naim (2004) dalam Abdullah (2008) menyatakan bahwa mekanisme antimikroba tannin mungkin berhubungan dengan kemampuan menginaktivasi adhesin mikroba, enzim, protein transport cell envelope dan mampu membentuk kompleks dengan polisakarida.

Saponin merupakan salah satu senyawa yang dihasilkan tumbuhan berfungsi sebagai antibakteri dan antivirus, mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas, mampu mengurangi kadar gula darah dan mengurangi penggumpalan darah (Anonimus, 2007 dalam Abdullah, 2008). Selain itu saponin sering dimanfaatkan untuk desinfeksi media budidaya sehingga peranannya sebagai antimikroba sudah teruji.

2.4. Hematologi Ikan

Darah merupakan cairan yang dialirkan melalui sel vasikular, membawa bahan-bahan penting untuk kehidupan seluruh sel dalam tubuh dan menampung buangan hasil metabolisme untuk diangkut ke organ ekskresi (Jain dalam Azhari, 2001). Darah ikan secara umum berfungsi untuk mengedarkan nutrien yang berasal dari pencernaan makanan ke sel-sel tubuh, membawa oksigen ke sel-sel tubuh (jaringan) dan membawa hormon dan enzim ke organ tubuh yang memerlukannya (Lagler et al., 1977). Menurut Fujaya (2004) fungsi darah adalah sebagai pembawa oksigen (O2), karbondioksida (CO2), sari-sari makanan serta hasil metabolisme.

Pada ikan, darah yang mengalir dengan membawa O2 dari insang ke jaringan, CO2 ke kulit dan insang dan produk pencernaan dari hati ke jaringan serta ion Na+ dan Cl- yang berperan dalam system osmoregulasi. Darah juga membawa hormon dan vitamin terutama dalam plasma, sedangkan bahan-bahan asing atau yang tidak diperlukan oleh tubuh diangkut ke ginjal dan dikeluarkan melalui urin. Menurut Randall (1970) dalam Afandi dan Tang (2002), darah ikan tersusun atas plasma dan sel-sel darah yang terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit) dan keping darah (trombosit). Sel darah terdiri atas


(37)

sel-sel diskret yang memiliki bentuk khusus dan fungsi yang berbeda terdiri dari eritrosit dan leukosit (limfosit, monosit, netrofil,dan trombosit) sedangkan komponen dari plasma yaitu fibrinogen, ion-ion anorganik dan organik (Fujaya, 2004). Plasma merupakan cairan koloid jernih yang mengandung mineral terlarut, hasil-hasil metabolisme seluler dan jaringan, enzim, gas terlarut, protein dan antibodi (Dallman dan Brown, 1989 dalam Marthen, 2005). Plasma darah mengandung ion anorganik seperti Na+, Cl-, Mg2+, Ca2+, dan senyawa organik seperti hormon, vitamin, enzim, protein plasma (albumin, globulin, transferin dan fibrinogen), lemak dan nutrien.

Keterangan gambar : E = eritrosit T = Trombosit L = Limfosit

Keterangan gambar : M = monosit N = Netrofil

Gambar 3. Susunan darah ikan (Chinabut and Limsuwan, 1991)

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah merah adalah spesies, perbedaan induk (genetik), kondisi nutrisi, aktivitas fisik, dan umur (Dellman dan Brown, 1989). Menurut Affandi dan Tang (2002) bahwa volume darah dalam tubuh ikan teleostei adalah sekitar 3% dari bobot tubuh. Parameter darah menjadi salah satu indikator adanya perubahan kondisi pada kesehatan ikan, baik karena faktor infeksi akibat mikroorganisme atau karena faktor non-infeksi lingkungan, nutrisi dan genetik. Darah dapat mengalami perubahan-perubahan yang sangat serius khususnya bila terkena infeksi oleh bakteri (Amlacher, 1970). Selain itu, kelebihan dan kekurangan makanan juga dapat mempengaruhi komposisi darah (perubahan terjadi pada level protein total, hemoglobin, dan total eritrosit).


(38)

Eritrosit (sel darah merah) pada ikan merupakan sel darah yang terbanyak jumlahnya. Chinabut et al. (1991) menyatakan bahwa eritrosit ikan lele mempunyai inti dengan sel lonjong, berwarna merah kekuningan dan berukuran 12 – 13 µm dengan diameter 4 – 5 µm. Pada ikan yang normal, jumlah sel darah merah berkisar antara 1,05 – 3,00 x 106 sel/mm3 (Roberts, 1978). Jumlah sel darah merah (eritrosit) dalam darah ikan lele adalah 3.18 x 106 sel/mm3 (Chinabut, 1991). Rendahnya jumlah sel darah merah (eritrosit) menandakan ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer and Yasutake, 1977; Nabib and Pasaribu, 1989).

Hemoglobin adalah protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit dan kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar Hb dalam darah (Lagler et al., 1977). Didalam kapiler-kapiler insang, hemoglobin (Hb) bergabung dengan oksigen (O2) membentuk oksihemoglobin (HbO). Ketika hemoglobin bergabung dengan oksigen, maka 1 gram Hb dapat membawa 1,36 ml O2 (Hartini, 1982). Angka (1985) menyatakan bahwa kadar Hb ikan lele normal adalah 10,3 – 13,5 g/100 ml, dan ikan yang sehat memiliki hemoglobin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang sakit, namun hal sebaliknya terjadi pada sel darah putih. Lain halnya pada ikan lele yang terserang penyakit mempunyai kadar hemoglobin 10,9-13 g/100 ml. Hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar antara 37 – 70 % (Lagler et al., 1977). Nilai 100 % Hb setara dengan 14 gram dalam 100 ml darah (14 G%). Kadar hemoglobin merupakan indikator anemia (Blaxhall, 1971). Meningkatnya kadar hemoglobin menunjukkan bahwa ikan berada dalam keadaan stress (Anderson and Siwicki, 1993).

Leukosit atau sel darah putih dibagi atas dua bagian yakni agranulosit dan granulosit. Agranulosit terdiri dari limfosit, trombosit, dan monosit. Sedangkan granulosit terdiri dari netrofil, eosinofil, dan basofil (Chinabut et al., 1991). Menurut Angka (1985) ikan yang sehat memiliki sel darah putih yang lebih rendah dibandingkan dengan ikan yang sakit. Jumlah sel darah putih pada ikan berkisar antara 20.000-150.000 sel/mm3 darah (Rastogi, 1977 dalam Marthen, 2005). Sel darah putih memiliki bentuk mulai dari lonjong sampai bulat (Lagler et al., 1977). Menurut Chinabut (1991) total leukosit pada ikan Channel catfish mencapai sekitar 64750 butir per mm3. Sel-sel leukosit bergerak secara aktif


(39)

melalui dinding kapiler untuk memasuki jaringan yang terkena infeksi (Roberts dan Richards, 1978). Sel-sel leukosit yang dapat meninggalkan pembuluh darah antara lain neutrofil (leukosit berinti polimorf), monosit (makrofag mononuklear), limfosit dan trombosit.

Netrofil yakni sel darah putih yang dapat meninggalkan pembuluh darah, mengandung vakuola yang berisi lisozim untuk menghancurkan organsime yang dimakannya (Chinabut et. al., 1991). Jumlah netrofil pada ikan normal adalah sekitar 6 – 8 % dari total leukosit dalam darah ikan, dimana netrofil ini berfungsi untuk melawan penyakit bersama-sama dengan eosinofil yang disebabkan oleh organisme mikroseluler seperti bakteri dan virus. Sifat melawan penyakit ini disebut sifat fagositik yaitu memakan dan menghancurkan sel penyebab penyakit (Lagler et al., 1977). Menurut Anderson (1974) limfa merupakan organ utama dalam pembentukan, penyimpanan, dan pendewasaan eritrosit, netrofil dan granulosit.

Monosit pada ikan berbentuk oval atau bundar, berdiameter 8-15 µm, dengan nukleus oval berdekatan tepi sel dan mengisi sebagian isi sel dan terkadang inti juga terletak ditengah (Hoffman, 1977). Monosit ikan berasal dari jaringan hematopoietik ginjal dan dari populasi leukosit. Menurut Affandi dan Tang (2002) monosit selain dihasilkan dari organ ginjal anterior juga dihasilkan oleh timus dan limfa. Monosit mampu menembus dinding pembuluh darah kapiler lalu masuk ke jaringan dan berdiferensiasi menjadi sel makrofag. Monosit mempunyai masa beredar yang singkat dalam darah sebelum mengalir melalui membran-membran kapiler kedalam jaringan. Monosit mampu bermigrasi kedalam jaringan dan menjadi ekstravasikuler. Sel monosit berperan dalam fagositosis dengan membunuh atau melisis sel bakteri. Pada proses tersebut terdapat fase kemotaksis, fase penempelan, fase penempelan, penangkapan, pemakanan dan pembunuhan bakteri (Amrullah, 2004).

Limfosit merupakan sel darah putih berbentuk bola berukuran 7-10 µm. Sel limfosit mampu menerobos jaringan organ tubuh lunak dan mempunyai peranan dalam pembentukan antibodi (Dellman dan Brown, 1989). Limfosit pada ikan normal berjumlah 71,12-82,88 % dari total leukosit dalam darah ikan


(40)

(Blaxhall dan Daisley, 1973 dalam Marthen, 2005). Jika limfosit mengalami penurunan, neutrofil dan monosit naik berarti ikan cenderung terkena infeksi.

Trombosit atau keping-keping darah salah satu yang berperan penting dalam proses pembekuan darah. Ciri khusus trombosit adalah lingkaran sitoplasma tipis di sekeliling inti yang berwarna biru cerah dengan pewarnaan wright dan giemsa. Ukuran rata-rata trombosit adalah 4x7 µm hingga 5x13 µm (Chinabut et al., 1991). Roberts (1978) menyatakan bahwa trombosit mengeluarkan tromboplastin yakni enzim yang membuat polimeri dan fibrinogen yang berperan penting dalam pembekuan darah. Jika trombosit ikan naik berarti ada indikator ikan dalam keadaan penyembuhan luka.

Hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dan plasma darah dan berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah. Peningkatan kadar hematokrit ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perubahan parameter lingkungan terutama suhu perairan dan keadaan fisiologi ikan terkait dengan energi yang dibutuhkan (Jawad et al., 2004 dalam Marthen, 2005). Menurut Angka et al., (1990) hematokrit ikan bervariasi tergantung pada faktor nutrisi dan umur ikan. Anak ikan dengan nutrisi yang baik mempunyai kadar hematokrit lebih tinggi daripada ikan dewasa atau anak ikan dengan nutrisi rendah. Snieszko et al. (1960) dalam Marthen (2005) menyatakan bahwa nilai hematokrit darah ikan berkisar antara 5-60 %. Menurut Bond (1979) kisaran kadar hematokrit darah ikan adalah sebesar 20-30%. Namun Angka et al., (1985) menyatakan bahwa kisaran nilai hematokrit ikan lele (Clarias batrachus) pada kondisi normal sebesar 30.8-45.5% sedangkan ikan lele yang terkena ulcer mempunyai nilai hematokrit sebesar 34.4-48.2%. Nabib dan Pasaribu (1989) menyatakan bahwa nilai hematokrit dibawah 30% menunjukkan defisiensi eritrosit. Sedangkan dalam Gallaugher et al., (1995) menyatakan bahwa nilai hematokrit yang lebih kecil dari 22% menunjukkan ikan mengalami anemia. Menurunnya kadar hematokrit dapat dijadikan petunjuk untuk mengetahui apakah pakan memiliki kandungan protein yang rendah, defisiensi vitamin, atau ikan terkena infeksi sehingga nafsu makan menurun. Sedangkan meningkatnya kadar hematokrit dalam darah menunjukkan bahwa ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer dan Yasutake, 1977). Kadar hematokrit dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh dari pemakaian immunostimulan sehingga


(41)

dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengetahui kondisi ikan pasca pemberian immunostimulan.

Sistem pertahanan tubuh terbagi atas pertahanan non spesifik dan pertananan spesifik (Amanullah, 2000; Azhar, 2007). Pertahanan non spesifik merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme. Oleh karena itu dapat memberikan respon langsung terhadap antigen. Menurut Anderson (1974) antigen adalah suatu partikel atau benda asing yang merangsang tubuh untuk membentuk antibodi yang spesifik. Pertahanan non spesifik meliputi pertahanan fisik dan kimiawi seperti epitel dan substansi pada permukaan tubuh. Mekanisme pertahanan non spesifik pada permukaan tubuh adalah mukus, kulit, insang dan sel gastrointestinal (Nurcahyo, 2001). Sistem pertahanan spesifik disebut juga sistem pertahanan ketiga dimana yang berperan adalah antibodi (Kamiso, 2001). Menurut Nurcahyo (2001), mekanisme pertahanan spesifik berfungsi untuk menetralisasi infeksi virus, aktivasi komplemen dan opzonisasi partikel.

Ikan mempunyai sistem kekebalan untuk mengantisipasi infeksi mikroorganisme. Pada ikan terdapat populasi sel B dan sel T yang sangat berperan dalam respon imunitas baik seluler maupun humoral (Alifuddin, 2002). Respon seluler merupakan respon yang bersifat non spesifik dilakukan oleh cell mediated immunity, sedangkan respon humoral ikan bersifat spesifik dilakukan oleh substansi yang dikenal sebagai antibodi atau imunoglobulin (Anderson, 1974; Ellis, 1988). Bastiawan (1995) menyatakan bahwa salah satu bahan utama material protektif induk yang diberikan pada keturunannya adalah antibodi. Antibodi adalah suatu molekul immunoglobulin yang spesifik yang diproduksi oleh sistem kekebalan organisme karena pengaruh antigen (Anderson, 1974). Yahya (2000) mengungkapkan bahwa antibodi memiliki 3 fungsi, yaitu menetralisasikan toksin agar tidak lagi bersifat toksik, mengikatkan diri kepada sel-sel musuh, yaitu antigen dan fungsi terakhir adalah membusukkan struktur biologi antigen tersebut lalu menghancurkannya. Antibodi akan terbentuk jika sel limfosit (sel B) telah berfungsi dengan baik. Fagositosis adalah salah satu elemen paling penting dalam sistem kekebalan. Proses ini memberi perlindungan segera


(42)

dan efektif terhadap infeksi. Mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas tiga tahapan penting, yaitu :

1. Pengenalan musuh yang dihadapi. Dalam hal ini musuh yang dihadapi adalah antigen (mikroorganisme), bisa berupa bakteri ataupun virus. 2. Penghancuran antigen oleh sistem pertahanan.

3. Kembali ke keadaan normal.

2.5. Kualitas Air

Air adalah salah satu elemen yang sangat erat hubungannya dalam kegiatan akuakultur. Kualitas air yang baik dapat mempengaruhi komoditas perikanan yang sedang dibudidayakan. Berikut ini adalah parameter fisika dan kimia air yang berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan diantaranya suhu, oksigen terlarut (DO), pH dan TAN (total amonia nitrogen).

Suhu memiliki peran dalam mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Perubahan suhu dapat berpengaruh terhadap seluruh komponen yang berada didalamnya. Ikan Channel catfish akan tumbuh lebih cepat pada kisaran suhu air antara 26-30ºC (Andrews et al., dalam Stickney, 1993). Catfish mampu mentoleransi suhu air yang rendah, tapi pertumbuhan, kelangsungan hidup dan FCR menjadi kurang baik apalagi dengan kombinasi suhu air tinggi, kelarutan oksigen rendah, padat tebar tinggi, penyakit dan interaksi senyawa kimia dan biologi lainnya (Walsh, 1986 dalam Rachmiwati, 2008). Peningkatan suhu sebesar 10ºC menyebabkan terjadinya konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2-3 kali lipat. Peningkatan suhu menurut Effendi (2003) dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi bahan organik oleh mikroba.

Oksigen terlarut adalah jumlah mg/l gas oksigen yang terlarut dalam air. Kadar oksigen terlarut sangat berhubungan dengan peningkatan suhu. Menurut Effendi (2003) peningkatan suhu sebesar 1ºC akan meningkatkan konsumsi oksigen sekitar 10%. Secara umum konsentrasi oksigen terlarut sebesar 5 mg/l atau lebih dapat menunjang pertumbuhan ikan secara optimum (Stickney, 1993). Menurut Allen (1976) dalam Stickney (1993), ikan Channel catfish yang dipelihara dalam tangki, kadar oksigen terlarut yang direkomendasikan minimal 3 mg/l. Walaupun ikan lele dapat bertahan pada DO rendah selama beberapa jam,


(43)

namun kualitas air ikan lele dalam akuarium sebaiknya diatur agar memiliki DO diatas 2 mg/l. Hal itu dikarenakan apabila DO rendah akan memberikan pengaruh negatif pada metabolisme, pertumbuhan dan ketahanan terhadap penyakit (Thefishsite, 2005).

pH merupakan parameter aktivitas ion hidrogen (H+) dalam suatu larutan yang dinyatakan dengan asam atau basa. Mackereth et al., (1989) menyatakan bahwa pH juga berkaitan erat dengan karbondioksida dan alkalinitas. Biota akuatik sangat sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH berkisar antara 7-8,5. Nilai pH amat mempengaruhi proses bio-kimiawi perairan misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. pH yang paling baik berkisar antara 6,5-8,5 (Walsh, 1986).

Amonia (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. Amonia bebas tidak dapat terionisasi sedangkan amonium dapat terionisasi. Persentase amonia bebas meningkat dengan meningkatnya nilai pH dan suhu perairan. Pada pH = 7 atau kurang dari 7, sebagian besar amonia akan mengalami ionisasi. Sebaliknya pada pH lebih besar dari 7, amonia tak terionisasinya yang bersifat toksik (Novotny dan Olem, 2004). Ikan tidak dapat bertoleransi terhadap kadar amonia bebas terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah. Menurut Effendi (2003) kadar amonia pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/l.


(44)

III. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2008 – Februari 2009, bertempat di Laboratorium Kesehatan Ikan dan Teaching Farm Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

3.2. Metode Penelitian 3.2.1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi jarum suntik, jarum ose, tabung reaksi, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, pipet mohr, rak tabung reaksi, eppendorf 1,5 ml, mikroplate, timbangan digital, kertas saring Whatman no. 42, alumunium foil, perangkat hemasitometer, crytoceal, tabung mikrohematokrit (pipa kapiler berlapis heparin atau anti koagulan), penggaris, tissue, peralatan bedah, mikroskop binokuler, vorteks, bunsen, sentrifuse, lemari es, inkubator, penangas air, water bath shaker, autoclave, oven, mikropipet, kamera digital dan gelas objek. Alat untuk pengukuran kualitas air meliputi thermometer, pH meter dan DO meter.

Wadah budidaya yang digunakan adalah akuarium yamg berukuran 60x30x35 cm3 sebanyak 12 buah, saringan, peralatan aerasi, selang siphon, kertas plastik hitam, dan tandon air bervolume 1 ton. Tiga perempat bagian atas dan tepi setiap akuarium ditutup dengan plastik hitam, agar kondisi dalam akuarium menyerupai habitat ikan patin. Akuarium diletakkan berjajar dan penempatannya dilakukan secara acak. Sebelum digunakan, akuarium dicuci dengan sabun dan didisinfeksi dengan menggunakan kaporit. Akuarium diisi dengan air sampai ketinggian 20 cm dan dipasang aerasi. Air yang digunakan sebagai media hidup ikan berasal dari air sumur. Sebelumnya air diendapkan lebih dulu dalam tandon berdiameter 1 m selama beberapa hari dan diaerasi.

Bahan uji yang dipakai untuk penelitian ini adalah ekstrak paci-paci yang sebelumnya telah diproses terlebih dulu. Ikan lele dumbo dengan panjang antara 8-10 cm, didapat dari petani ikan di daerah Parung, Bogor. Bakteri Aeromonas


(45)

hydrophila virulen berasal dari hasil fasase terhadap ikan lele yang sedang terkena penyakit MAS dan isolat Staphylococcus aureus berasal dari Laboratorium Teknologi Hasil Perikanan, FPIK, IPB. Selama penelitian, ikan lele dumbo diberi pakan dengan pelet ikan apung komersial dengan protein 28 %. Media-media bakteriologis yang digunakan adalah Tripticase Soy Agar (TSA) dan Tripticase Soy Broth (TSB). Bahan-bahan lainnya meliputi larutan Turk`s, larutan Hayem, Phosphat Buffer Saline (PBS), Na-Sitrat 3,8 %, akuades, alkohol, spirtus, dan metanol. Indeks Fagosit diperiksa dengan metode pewarnaan Giemsa.

3.2.2. Persiapan Wadah dan Ikan Uji

Tahap persiapan wadah dimulai dengan membersihkan peralatan yang akan digunakan selama penelitian, dengan menggunakan sabun dan dedesinfeksi dengan menggunakan kaporit. Akuarium (Gambar 4) dan tandon yang akan digunakan dicuci dengan sabun, setelah itu dibilas dengan air bersih dan ¾ bagian dalam akuarium dan tandon direndam dengan Kalium Permanganat (KMNO4) sebanyak 25 µg/l selama 24 jam agar akuarium dan tandon bebas dari organisme patogen. Setelah itu akuarium dan tandon dibilas dan dikeringkan selama 24 jam. Bagian dinding luar setiap akuarium ditutp dengan menggunakan plastik hitam agar kondisi dalam akuarium setidaknya menyerupai habitat alami ikan lele yang menyukai keadaan gelap atau sedikit cahaya. Akuarium sebanyak 12 buah diletakkan berjajar dan penempatan untuk masing-masing perlakuan dilakukan secara random (acak).


(46)

Air yang digunakan sebagai media hidup ikan lele dumbo yang akan digunakan selama penelitian berasal dari air PAM. Air sebelumnya diendapkan terlebih dahulu dalam tandon 1 ton dan diaerasi kuat selama 7 hari untuk menghilangkan residu kaporit. Setelah itu akuarium diisi dengan air sampai ketinggian 20 cm dan dipasang aerasi. Setiap akuarium diisi 6 ekor ikan uji.

Ikan lele dumbo yang baru datang terlebih dahulu direndam dalam larutan garam 30 ppm selama 5 menit. Perendaman ini bertujuan untuk mengurangi stress serta melepaskan ektoparasit yang menempel pada kulit ikan. Setelah itu, ikan dipindahkan ke akuarium yang sebelumnya telah ditimbang bobot awal serta ukuran panjang ikan. Masa pemeliharaan diawali dengan mengadaptasikan ikan terhadap pakan dan lingkungannya yang baru selama 3 hari. Ikan uji diberi pakan buatan berupa pelet terapung sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan FR 5%. Agar kualitas air tetap terjaga dengan baik maka selama penelitian dilakukan penyiponan dan penggantian air sebanyak 50% dari volume total air setiap pagi.

3.2.3. Pembuatan Rebusan Paci-paci (Leucas lavandulaefolia)

Pada penelitian kali ini bagian tanaman paci-paci (Leucas lavandulaefolia) yang diambil sebagai ekstrak kering adalah daun, batang dan akar. Hal ini dikarenakan setiap bagian dari tanaman paci-paci memiliki khasiat masing-masing yang dapat digunakan sebagai obat herbal. Paci-paci kemudian dicuci dengan air bersih dan dikeringkan. Pengeringan dilakukan dengan tujuan agar untuk mengurangi kadar air bahan sehingga lebih tahan terhadap aktivitas mikroba, mempermudah penentuan dosis dan meningkatkan konsentrasi zat aktif pada bahan obat (Yuliani, 1992 dalam Rahman, 2003). Proses pengeringan memakan waktu yang cukup lama yaitu sekitar 7-10 hari, dilakukan hanya pada jam 08.00-10.00 WIB. Pengeringan dilakukan dalam udara terbuka (kering udara) diluar pengaruh cahaya matahari langsung untuk menghindari kerusakan bahan aktif yang terdapat dalam tanaman paci-paci (Sirait, 1979; Harbone, 1984 dalam Sopiana, 2005). Setelah daun, batang dan akar kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender lalu diayak dengan saringan sampai didapatkan bubuk halus. Ekstrak kering paci-paci disimpan dalam wadah tertutup pada suhu kamar dan tidak terkena matahari langsung.


(47)

Proses ekstraksi (Gambar 5) dilakukan dengan melarutkan atau menyeduh beberapa gram ekstrak paci-paci dengan akuades steril sesuai dosis yang diinginkan. Konsentrasi ekstrak paci-paci yang dipakai untuk pencegahan yaitu 4 g/100 ml (Sopiana, 2005) dan konsentrasi ekstrak paci-paci yang digunakan untuk pengobatan yaitu 8 g/100 ml (Abdullah, 2008). Campuran antara ekstrak paci-paci dengan akuades steril diseduh pada suhu 90 ˚C selama 30 menit dalam penangas air (Voight, 1984). Kemudian hasil seduhan disaring dengan menggunakan kain katun lalu kertas saring whatman no.42 untuk mendapatkan ekstrak paci-paci berupa cairan yang siap digunakan.

Gambar 5. Proses pembuatan rebusan paci-paci (Leucas lavandulaefolia)

Selanjutnya pada pengujian in vivo, dosis paci-paci yang dipakai yaitu untuk pencegahan yaitu 4 g/100 ml dan untuk pengobatan yaitu 8 g/ 100 ml. Kemudian diambil sebanyak 1 ml bahan untuk masing-masing konsentrasi disemprotkan pada 10 gram pakan, setelah itu ditambahkan binder berupa putih telur sebanyak 0,3 ml yang berfungsi sebagai pengikat agar tidak mudah leaching dalam air. Pakan dengan campuran paci-paci dikeringkan dengan cara diangin-anginkan atau dijemur di bawah sinar matahari terbaik yaitu antara jam 08.00-10.00 pagi. Penambahan rebusan paci-paci pada pakan untuk perlakuan dilakukan setiap hari untuk menjaga kesegaran dan kualitas bahan yang digunakan.

3.2.3. Penyediaan Suspensi Bakteri Aeromonas hydrophilla

Biakan bakteri Aeromonas hydrophila yang telah diinkubasi selama 18-24 jam dengan suhu kamar dalam media TSA miring pada tabung reaksi, diambil menggunakan jarum ose sampai memenuhi lingkaran jarum ose, lalu diambil sebanyak 1-2 ose dan dilarutkan dalam 25 ml media TSB. Setelah itu bakteri diinkubasi dalam wáter bath shaker selama 18-24 jam. Kemudian untuk mendapatkan konsentrasi biakan murni bakteri A. hydrophila yang akan diinjeksikan pada ikan, maka terlebih dahulu dilakukan pencucian media TSB menggunakan Phosphat Buffer Saline (PBS) sebanyak 2 kali pencucian.


(48)

Pencucian ini dilakukan untuk memisahkan bakteri dengan media. Selanjutnya untuk memperoleh dosis 105 cfu/ml maka dilakukan pengenceran berseri dengan menggunakan eppendorf dan mikropipet secara aseptik.

3.2.4. Uji In Vivo

Pengujian in vivo dilakukan untuk melihat pengaruh pemberian paci-paci lewat pakan terhadap respon kekebalan tubuh ikan lele setelah diinfeksi A. hydrophila, sehingga dari pengujian ini dapat dilihat potensi paci-paci sebagai imunostimulan. Penelitian ini terdiri dari 4 perlakuan dengan 3 kali ulangan sebagai berikut :

1. Kontrol Negatif (KN)

Pada hari ke-8 dilakukan penyuntikan PBS pada masing-masing ikan sebanyak 0,1 ml secara ntramuscular.

Pakan Pakan Hari ke-

0 7 8 10 12 16 PBS

Pengamatan pasca penyuntikan

Gambar 6. Uji in vivo kontrol negatif

2. Kontrol Positif (KP)

Pada hari ke-8 dilakukan penyuntikan A.hydrophila (105 cfu/ml) pada masing-masing ikan sebanyak 0,1 ml secara intramuskular.

Pakan Pakan Hari ke-

0 7 8 10 12 16 A.h (105 cfu/ml)

Pengamatan pasca penyuntikan

Gambar 7. Uji in vivo kontrol positif

3. Pencegahan (PC)

Pada hari ke-0 hingga hari ke-7 mulai diberikan pakan yang telah dicampur ekstrak paci-paci (4 g/100 ml) sebanyak 1 ml/10 g pakan setiap hari. Pada hari ke-8 dilakukan penyuntikan A.hydrophila (105 cfu/ml) pada masing-masing ikan sebanyak 0,1 ml secara intramuskular.


(49)

Pakan + paci-paci 4 g/100 ml (Abdullah, 2008) Pakan Hari ke-

0 7 8 10 12 16 A.h (105 cfu/ml)

Pengamatan pasca penyuntikan

Gambar 8. Uji in vivo perlakuan pengobatan

4. Pengobatan (PO)

Pada hari ke-8 dilakukan penyuntikan A.hydrophila (105 cfu/ml) pada masing-masing ikan sebanyak 0,1 ml secara intramuskular. Setelah terlihat gejala klinis pada ikan, selanjutnya pada hari ke-9 langsung diberikan pakan yang telah dicampur ekstrak paci-paci (8 g/100 ml) sebanyak 1 ml/10 g pakan setiap hari.

Pakan Pakan + paci-paci 8 g/100 ml (Abdullah, 2008) Hari ke-

0 7 8 9 10 12 16 A.h (105 cfu/ml)

Pengamatan pasca penyuntikan

Gambar 9. Uji in vivo perlakuan pencegahan

Tiap-tiap akuarium diisi 6 ekor ikan uji. Pemberian pakan dilakukan pada pagi hari dan sore hari. Konsentrasi bakteri yang disuntikkan ditentukan berdasarkan hasil uji LD-50 penelitian sebelumnya yaitu 105 cfu/ml dan dihitung dengan teknik pengenceran berseri (Abdullah, 2008). Pengamatan dilakukan selama 1 minggu pasca infeksi dengan parameter yang diamati meliputi pengamatan gambaran darah ikan dan data pendukung dilakukan juga pengamatan gejala klinis, respon nafsu makan ikan, pengukuran laju pertumbuhan melalui pengukuran bobot rata-rata tubuh ikan dan pengukuran kualitas air.

3.3. Parameter Yang Diamati 3.3.1. Respon Nafsu Makan

Pengamatan respon nafsu makan ikan lele dilakukan secara deskriptif selama 20 hari dengan melihat banyaknya pakan yang dimakan oleh ikan tiap-tiap akuarium. Respon nafsu makan ini secara langsung terkait dengan banyaknya bahan paci-paci yang terkandung dalam pakan yang dikonsumsi. Pengamatan ini dilakukan selama percobaan berlangsung hingga akhir percobaan.


(1)

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N t

A

A 7.6333 12 KP

Duncan's Multiple Range Test for hemoglobin

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 0.145556

Number of Means 2 3 4

Critical Range .3811 .3950 .4019

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N W

A 9.4500 12 H8

B 8.1167 12 H10

B

B 7.9833 12 H16

C 6.8167 12 H12

Hasil Analisis RAL interaksi hemoglobin The GLM Procedure

Number of Observations Read 48 Number of Observations Used 48 Dependent Variable: respon

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 15 52.39666667 3.49311111 10.05 <.0001

Error 32 11.12000000 0.34750000


(2)

R-Square Coeff Var Root MSE respon Mean 0.824928 7.285165 0.589491 8.091667

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F Interaksi 15 52.39666667 3.49311111 10.05 <.0001

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F Interaksi 15 52.39666667 3.49311111 10.05 <.0001

Duncan's Multiple Range Test for respon

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 32 Error Mean Square 0.3475

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N interaksi A 10.0667 3 PCH8

A

B A 9.4000 3 KNH8

B A

B A C 9.2667 3 POH8

B A C

B A C 9.0667 3 KPH8

B C

B D C 8.7333 3 PCH16

B D C

B E D C 8.4000 3 PCH10

E D C

E D C 8.2000 3 KPH10

E D C

E D C 8.2000 3 POH16


(3)

Means with the same letter are not significantly different.

Duncan Grouping Mean N interaksi F E D 7.9333 3 KNH10

F E D

F E D 7.9333 3 KNH16

F E D

F E D 7.9333 3 POH10

F E

F E 7.4000 3 POH12

F E

F E 7.4000 3 KNH12

F

F G 7.0667 3 KPH16

G

G 6.2667 3 PCH12

G

G 6.2000 3 KPH12

Indeks huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata. Sebagai contoh, interaksi KPH12 berbeda nyata dengan KNH12.

6.5. Hematokrit

Perlakuan

Total Hematokrit

Ulangan

H0

H10

H12

H16

Kontrol

negatif

1

35.48

31.03

32.43

33.33

2

35.89

32.55

29.16

34.21

3

36.36

31.70

35.00

35.89

Kontrol

Positif

1

31.03

29.41

28.12

30.23

2

34.78

27.90

29.41

31.11

3

33.33

28.12

31.25

34.04

Pengobatan

1

38.46

30.55

29.72

36.58

2

32.14

25.00

32.50

31.27

3

32.25

31.37

34.88

33.33

Pencegahan

1

36.58

29.03

31.81

35.55

2

32.50

30.25

33.33

36.60


(4)

Perlakuan

Nilai Rataan

STDEV

H0

H10

H12

H16

H0

H10

H12

H16

KN

35.91

31.76

32.20

34.48

0.4403

0.7618

2.9270

1.3007

KP

33.05

28.48

29.59

31.79

1.8910

0.8157

1.5730

1.9948

PO

34.28

28.97

32.37

33.73

3.6175

3.4653

2.5826

2.6771

PC

34.48

31.39

33.19

35.85

2.0424

3.0862

1.3109

0.6504

Hasil Analisis RAL In TIME hematokrit The GLM Procedure Class Level Information Class Levels Values t 4 KN KP PC PO W 4 H10 H12 H16 H8 r 3 1 2 3

Number of Observations Read 48 Number of Observations Used 48 Dependent Variable: hematokrit

Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 29 301.0932083 10.3825244 2.38 0.0287

Error 18 78.3879833 4.3548880

Corrected Total 47 379.4811917

R-Square Coeff Var Root MSE hematokrit Mean 0.793434 6.402404 2.086837 32.59458

Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F t 3 69.8180250 23.2726750 5.34 0.0083 r(t) 8 50.6740667 6.3342583 1.45 0.2414 W 3 141.5852917 47.1950972 10.84 0.0003 r(W) 6 23.9324833 3.9887472 0.92 0.5061 t*W 9 15.0833417 1.6759269 0.38 0.9272

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F t 3 69.8180250 23.2726750 5.34 0.0083


(5)

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F r(t) 6 25.7312500 4.2885417 0.98 0.4641 W 3 141.5852917 47.1950972 10.84 0.0003 r(W) 6 23.9324833 3.9887472 0.92 0.5061 t*W 9 15.0833417 1.6759269 0.38 0.9272

Dapat dilihat bahwa interaksi antara perlakuan dan waktu tidak berpengaruh nyata karena p-value > 0.05 yaitu 0.9272. Perlakuan berpengaruh nyata terhadap respon karena p-value < 0.05 yaitu 0.0083. Oleh karena itu, pengaruh dari perlakuan dapat diidentifikasi. Untuk itu, perlu dilakukan uji lanjut untuk melihat perlakuan mana saja yang berbeda nyata ( memperikan pengaruh yang berbeda terhadap respon).

Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(t) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F T 3 69.81802500 23.27267500 5.43 0.0381

Tests of Hypotheses Using the Type III MS for r(W) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F W 3 141.5852917 47.1950972 11.83 0.0062

Duncan's Multiple Range Test for hematokrit

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 4.288542

Number of Means 2 3 4

Critical Range 2.069 2.144 2.181

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N T A 33.7275 12 PC

A

A 33.5858 12 KN

A

B A 32.3375 12 PO

B


(6)

Indeks huruf yang berbeda menunjukkan bahwa perlakuan berbeda nyata. Berdasarkan output di atas, PC, KN, dan PO tidak berbeda nyata. PC berbeda nyata dengan KP. Demikian pula KN berbeda nyata dengan PO.

Duncan's Multiple Range Test for hematokrit

Alpha 0.05

Error Degrees of Freedom 6 Error Mean Square 3.988747

Number of Means 2 3 4

Critical Range 1.995 2.068 2.104

Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N W

A 34.4308 12 H8

A

A 33.9625 12 H16

B 31.8358 12 H12

B


Dokumen yang terkait

TOKSISITAS DAUN PACI - PACI {Leucas lavandulaefolia) TERHADAP IKAN GURAMI (Osphronemus gouramy L.)

0 4 77

Penggunaan Kitosan Untuk Pencegahan Infeksi Aeromonas hydrophila Pada Ikan Lele Dumbo Clarias Sp.

0 11 11

Efektivitas ekstrak lidah buaya Aloe vera untuk pengobatan infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp. melalui pakan

1 8 67

Efektivitas fitofarmaka dalam pakan untuk pencegahan infeksi bakteri Aeromonas hydrophila pada ikan lele dumbo Clarias sp.

1 9 58

Efektivitas Ekstrak Kipahit Tithonia diversifolia dan Kirinyuh Eupatorium inulaefolium untuk Pencegahan dan Pengobatan Penyakit Akibat Infeksi Aeromonas hydrophila pada Ikan Lele Clarias sp. Melalui Pakan

0 7 34

Pemberian Probiotik Bacillus pada Media Pemeliharaan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) untuk Pencegahan Penyakit Motile Aeromonads Septicemia.

1 13 58

PENAMBAHAN TEPUNG PACI-PACI (LEUCAS LAVANDULAEFOLIA) PADA PAKAN TERHADAP MORTALITAS DAN GAMBARAN DARAH BENIH IKAN NILEM (OSTEOCHILUS HASSELTI) YANG DIUJI TANTANG MENGGUNAKAN BAKTERI AEROMONAS HYDROPHILA SUPPLEMENTATION OF PACI-PACI (LEUCAS LAVANDULAEFOLIA

0 0 10

EFEKTIFITAS PEMANFATAAN LARUTAN PACI-PACI (Leucas lavandulaefolia) TERHADAP PERKEMBANGAN POPULASI PARASIT (Trichodina sp) PADA IKAN LELE DUMBO (Clarias sp)

0 0 5

EKSTRAK DAUN ALPUKAT (Persea americana) DALAM CAMPURAN PAKAN IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) UNTUK PENCEGAHAN INFEKSI PENYAKIT MAS (Motile Aeromonad Septicaemia) SKRIPSI

0 0 14

Ekstrak daun alpukat (persea americana) dalam campuran pakan ikan lele dumbo (clarias sp.) untuk pencegahan infeksi penyakit mas (motile aeromonad septicaemia) - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 8