Sintesis Hidroksiapatit Berpori dari Cangkang Telur Ayam dengan Matriks Selulosa Nata De Coco dan Natrium Alginat

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR
AYAM DENGAN MATRIKS SELULOSA NATA DE COCO DAN
NATRIUM ALGINAT

SUGANDI

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Hidroksiapatit
Berpori dari Cangkang Telur Ayam dengan Matriks Selulosa Nata De Coco dan
Natrium Alginat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Sugandi
NIM G74100044

ABSTRAK
SUGANDI. Sintesis Hidroksiapatit Berpori dari Cangkang Telur Ayam dengan
Matriks Selulosa Nata De Coco dan Natrium Alginat. Dibimbing oleh KIAGUS
DAHLAN dan SETIA UTAMI DEWI.
Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis hidroksiapatit berpori dari cangkang
telur ayam dengan matriks selulosa nata de coco dan Na-alginat. Metode yang
digunakan untuk sintesis serbuk HAp adalah presipitasi wise drop, sedangkan untuk
sintesis komposit HAp/selulosa dan HAp/alginat digunakan metode cellulose
immersion dan phase separation. Produk yang dihasilkan adalah serbuk HAp,
komposit HAp/alginat berbentuk scaffold, dan HAp/selulosa berbentuk lembaran.
Pencirian menggunakan XRD menghasilkan pola difraksi yang mengindikasikan fasa
HAp dengan derajat kristalinitas di atas 80% untuk serbuk HAp dan di atas 50%
untuk komposit HAp/selulosa. Pencirian menggunakan FTIR menghasilkan spektra
serapan gugus-gugus penyusun senyawa HAp dan senyawa komposit HAp/alginat.

Hasil pemindaian menggunakan SEM menunjukkan bahwa komposit HAp/alginat
memiliki struktur porositas yang cukup teratur dengan ukuran yang bervariasi mulai
dari 93 μm hingga 182 μm. Analisis EDX menghasilkan spektrum kandungan unsur
yang terdapat di dalam komposit. Rasio Ca/P berdasarkan persentase massa pada
hasil analisis EDX untuk komposit HAp/alginat diperoleh sebesar 1.84 dan 1.86,
sedangkan untuk HAp/selulosa diperoleh sebesar 1.43 dan 1.45. Komposit
HAp/alginat memiliki rasio Ca/P lebih besar disebabkan karena pengaruh CaCl2 yang
digunakan sebagai crosslink agent.
Kata kunci: hidroksiapatit bepori, komposit, Na-alginat, selulosa nata de coco.

ABSTRACT
SUGANDI. Synthesis of Porous Hydroxyapatite From Hen Eggshell with Nata De
Coco Cellulose and Sodium Alginate Matrix. Supervised by KIAGUS DAHLAN dan
SETIA UTAMI DEWI.
This research has been done on the synthesis of porous hydroxyapatite from hen
eggshells with nata de coco cellulose and Na-alginate matrix. The method used for
synthesis of HAp powder is wise drop precipitation, whereas for synthesis of
HAp/cellulose and HAp/alginate composites, cellulose immersion and phase
separation method were used. The products are HAp powder, scaffold shaped
HAp/alginate, and sheet shaped HAp/cellulose composites. XRD characterization

results have shown a diffarction pattern that indicated HAp phase with degree of
crystallinity more than 80% for HAp powder and more than 50% for composite of
HAp/cellulose. FTIR characterization results have shown an absorption spectral
clusters of constituent HAp compound and composite of HAp/algiate compound.
Scan results using SEM showed that composite of HAp/alginate has porosity
structure with enough regularity and size variation start from 93 μm until 182 μm.
EDX analysis produced a spectrum of element which present in the composites. The
Ca/P ratios based on mass percentage from EDX analysis of HAp/alginate composite
are 1.84 and 1.86, while for HAp/cellulose composite are 1.43 and 1.45. The used of
CaCl2 as corsslink agent were thought to be the factor that increase the Ca/P ratio in
HAp/alginate composite.
Keywords: porous hydroxyapatite, composite, Na-alginate, nata de coco cellulose.

SINTESIS HIDROKSIAPATIT BERPORI DARI CANGKANG TELUR
AYAM DENGAN MATRIKS SELULOSA NATA DE COCO DAN
NATRIUM ALGINAT

SUGANDI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Fisika

DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Sintesis Hidroksiapatit Berpori dari Cangkang Telur Ayam dengan
Matriks Selulosa Nata De Coco dan Natrium Alginat
Nama
: Sugandi
NIM
: G74100044

Disetujui oleh


Dr. Kiagus Dahlan
Pembimbing I

Setia Utami Dewi, S.Si., M.Si.
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Akhiruddin Maddu, M.Si.
Ketua Departemen Fisika

Tanggal Lulus:

PRAKATA

‫ﺑﺴﻢﺍﷲﺍﻟﺮﺣﻤﻦﺍﻟﺮﺣﻴﻢ‬
Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke Hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dengan judul “Sintesis Hidroksiapatit Berpori dari Cangkang Telur
Ayam dengan Matriks Selulosa Nata De Coco dan Natrium Alginat”. Penelitian

ini disusun sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini tidak akan berjalan lancar, sekiranya
tidak ada dorongan motivasi pihak lain. Sehingga dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ayahanda (alm.) dan Ibunda, adik-adik dan kakak-kakak yang selalu
menjadi pengingat dan mengingatkan penulis untuk tetap bersemangat.
2. Bapak Kiagus Dahlan dan Ibu Setia Utami Dewi selaku pembimbing yang
selalu memberikan bimbingan, masukan, dan saran-saran pada penulis
selama penenelitian.
3. Bapak Sidikrubadi Pramudito selaku penguji yang telah memberikan
motivasi, saran, dan kritiknya.
4. Bapak Tony Sumaryada selaku editor yang telah memberikan koreksi dan
masukan dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.
5. Seluruh dosen pengajar dan staff di Departemen Fisika FMIPA IPB atas
pelayanannya selama studi.
6. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia atas dukungannya pada penulis melalui
program beasiswa Bidikmisi.

7. Helda Astika Siregar selaku rekan penelitian atas kebersamaannya dalam
melangsungkan kegiatan penelitian hingga selesai.
8. Rekan-rekan penelitian biomaterial khususnya dan umumnya seluruh
mahasiswa Fisika 46, 47, dan 48 atas kebersamaannya selama studi.
9. Pengurus DKM Nurul Falah atas kesediaannya memberikan tempat
tinggal pada penulis.
10. Semua pihak yang belum disebutkan atas dukungannya pada penulis baik
moril maupun materil.
Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang biomaterial.
Namun penulis juga menyadari bahwa hasil yang didapatkan masih perlu untuk
disempurnakan.

Bogor, Juli 2014
Sugandi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE PENELITIAN

3

Bahan

3


Alat

3

Prosedur Penelitian

3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

5
5

Kalsinasi Cangkang Telur

5

Sintesis Serbuk Hidroksiapatit


6

Sintesis Hidroksiapatit Berpori dengan Matriks Na-alginat

6

Sintesis Hidroksiapatit Berpori dengan Matriks Selulosa

7

Pembahasan

8

Serbuk Hidroksiapatit

8

Komposit HAp/alginat

12

Komposit HAp/Selulosa

16

SIMPULAN DAN SARAN

19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8

Data hasil sintesis serbuk HAp
Parameter kisi HAp dan persentase ketepatannya
Ukuran kristalin dan derajat kristalinitas sampel HAp
Puncak serapan dan persentase transmisi spektra FTIR sampel HAp
Puncak serapan dan persentase transmisi spektrum FTIR Na-alginat
Puncak serapan dan persentase transmisi spektra FTIR HAp/alginat
Persentase massa unsur yang terkandung dalam komposit HAp/alginat
Persentase massa unsur yang terkandung dalam komposit HAp/selulosa

6
9
10
11
12
14
16
19

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Scaffold komposit HAp/alginat
Lembaran pelikel selulosa nata de coco dan komposit HAp/selulosa
Pola difraksi XRD sampel HAp
Spektra FTIR sampel HAp
Spektrum FTIR Na-alginat
Spektra FTIR komposit HAp/alginat
Hasil SEM komposit HAp/alginat
Pola difraksi XRD pelikel selulosa dan komposit HAp/selulosa
Hasil SEM komposit HAp/selulosa

7
7
8
11
12
13
15
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Diagram alir pelaksanaan penelitian
Bahan dan alat
Data joint commite on powder diffraction standards (JCPDS)
Menghitung parameter kisi dengan metode Cohen
Menentukan luas fasa total dan luas fasa kistalin
Gambar hasil scaning electron microscope (SEM)
Spektrum analisis energy disversive x-ray (EDX)

22
23
24
25
27
29
31

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan bidang biomaterial tulang menunjukkan
kemajuan yang sangat pesat dalam 30 tahun terakhir seiring dengan kemajuan di
bidang teknologi. Pemicu utama perkembangan ini adalah jumlah kecelakaan
yang menimbulkan kerusakan tulang setiap tahunnya masih cukup tinggi. Tulang
merupakan bagian penopang tubuh yang tersusun atas sel, mineral, dan matriks.1
Secara alami, tulang memiliki kemampuan untuk mengalami proses remodeling,
akan tetapi proses yang berlangsung cukup lama, sehingga pada berbagai kasus
klinis sangat diperlukan transplantasi untuk merangsang proses remodeling yang
lebih cepat.2 Rekontruksi jaringan tulang melalui transplantasi dapat ditempuh
dengan menggunakan graft tulang yang berasal dari tulang manusia
(allograft/autograft) atau tulang hewan (xenograft) dan bahan sintetik lainnya
seperti polimer, material logam, komposit, dan biokeramik dengan struktur yang
menyerupai jaringan tulang.3
Material untuk merangsang proses remodeling tulang yang paling populer
adalah senyawa kalsium fosfat yang merupakan basis dari hidroksiapatit (HAp;
Ca10(PO4)6(OH)2) dan tricalcium phosphate (TCP; Ca3(PO4)2). Komposisi kimia
senyawa HAp memiliki kaitan yang erat dengan mineral tulang (calcium-deficient
carbonated hydroxyapatite) yaitu memiliki rasio Ca/P sebesar 1.67.3 Selain itu,
HAp merupakan material yang memiliki sifat bioaktif, biokompatibel, dan
osteokonduktif, serta mampu berikatan langsung dengan jaringan tulang.1 Perbedaan
utama antara HAp sintetik dengan mineral tulang terdapat pada derajat
kristalinitas dan ukuran pori (kekosongan) yang menjadi pengaruh terhadap laju
degradasi yang lebih rendah dibandingkan dengan mineral tulang.4 Ukuran pori
makro yang berada dalam rentang 150 μm hingga 300 μm diperlukan untuk
merangsang pertumbuhan sel tulang (sel osteoblas), sedangkan ukuran pori mikro
diperlukan agar jaringan tulang dapat berinteraksi dengan protein.5
Hidroksiapatit yang dihasilkan dari suatu proses sintesis dapat berbentuk
serbuk dan dapat pula berbentuk foam (matriks berpori). Saat ditransplantasi, HAp
berpori memiliki ikatan yang kuat dengan jaringan tulang sehingga dapat
mencegah pergeseran dan kehilangan implan yang sudah ditransplantasikan.6
Selain itu, pori HAp yang dibentuk dapat berfungsi sebagai media pertumbuhan
sel osteoblas sehingga dapat mempercepat proses remodeling tulang.7 Pori-pori
dalam HAp dapat dibentuk melalui berbagai metode dan bahan yang digunakan
sebagai matriksnya. Metode yang pernah dilakukan diantaranya adalah metode
replikasi polimer, gel casting (pembentukan gel), gas scaffolding (pembuatan
scaffold dengan menggunakan gas), slip casting, fiber compacting (pemadatan
serat), solid free form fabrication (pembentukan padatan bebas), dan freeze
casting (pembekuan), sedangkan bahan matriks yang pernah digunakan
diantaranya adalah polimer, keramik, logam, dan komposit-komposit lainnya.6
Pada penelitian ini telah dilakukan sintesis HAp berpori dari cangkang telur
ayam dengan matriks selulosa nata de coco dan natrium alginat. Pemanfaatan
cangkang telur ayam pada penelitian ini disebabkan karena cangkang telur ayam
mengandung 94% senyawa kalsium karbonat (CaCO3), 1% magnesium karbonat
(MgCO3), 1% kalsium fosfat (CaPO4), dan 4% bahan organik.8 Selain itu, data

2
Badan Pusat Statistik (2013) menyebutkan bahwa produksi telur ayam ras di
Indonesia pada tahun 2012 adalah sebesar 1,139,946 ton, sehingga potensi limbah
berupa cangkangnya diperkirakan adalah sebesar 113,994.6 ton.9 Oleh karena itu
proses pengolahan limbah cangkang telur harus terus dikembangkan agar
memberikan manfaat yang lebih berarti dalam kehidupan. Penggunaan selulosa
nata de coco dan Na-alginat sebagai matriks pada sintesis HAp berpori pada
penelitian ini karena keduanya adalah polimer alam. selulosa nata de coco
merupakan polimer alam yang memiliki struktur dan sifat fisik yang unik serta
kemurnian yang lebih tinggi dibandingkan dengan selulosa tanaman lain,10
sedangkan alginat merupakan salah satu senyawa yang banyak terkandung dalam
jenis alga coklat (Phaeophyta) dan memiliki kemampuan untuk membentuk gel
dan memiliki gugus karboksilat yang dapat terionisasi menjadi ion negatif dan
bereaksi dengan ion-ion kalsium.11
Metode yang digunakan dalam sintesis komposit HAp/selulosa dan
komposit HAp/alginat pada penelitian ini adalah metode cellulose immersion dan
metode phase separation.12
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan
sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh matriks selulosa nata de coco dan Na-alginat terhadap
pembentukan struktur porositas dan ukuran pori HAp?
2. Bagaimana pengaruh inkubasi dan pembekuan kering terhadap matriks
selulosa nata de coco dan Na-alginat pada pembentukan HAp berpori?
Tujuan Penelitian
1. Menyintesis HAp berpori dengan prekursor kalsium yang bersumber dari
cangkang telur ayam dan prekursor fosfat dari diamonium hidrogen fosfat
serta Na-alginat dan selulosa nata de coco sebagai matriksnya.
2. Mengidentifikasi karakter HAp berpori yang disebabkan oleh penggunaan
selulosa nata de coco dan Na-alginat sebagai matriks.
3. Menghasilkan biokomposit HAp/alginat dan HAp/selulosa dengan struktur
porositas dan ukuran pori yang sesuai dengan keperluan dalam merangsang
remodeling tulang.
Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
bidang medis sebagai material penunjang dalam aplikasi rekayasa jaringan serta
bermanfaat bagi bidang-bidang pengembangan material yang berbasis selulosa
nata de coco dan Na-alginat.
Ruang Lingkup Penelitian
Proses sintesis hidroksiapatit berpori dengan matriks selulosa nata de coco
dan Na-alginat pada penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap yaitu kalsinasi

3
cangakang telur ayam, pemurnian pelikel selulosa nata de coco, pembuatan
serbuk HAp dengan metode presipitasi wise drop, sintesis komposit HAp/alginat
dan HAp/selulosa, Pencirian karakter sampel yang dihasilkan menggunakan XRD,
FTIR dan SEM-EDX.

METODE PENELITIAN
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain cangkang telur ayam, diamonium
hydrogen phosphate (NH4)2HPO4, natrium alginat (C6H7O6Na), pelikel selulosa
nata de coco, aquades, kalsium klorida (CaCl2), natrium hidroksida (NaOH), dan
asam asetat (CH3COOH).
Alat
Alat-alat yang digunakan adalah neraca analitik, furnace, crussible, tabung
Erlenmeyer, labu takar, selang suntik, corong, kertas saring, magnetic stirrer,
multiwell plate 48-well, spatula, Freeze Dryer, X-ray diffractometer (XRD),
fourier transform infrared spectrophotometrer (FTIR), dan scanning electron
microscope – energy disversive x-ray (SEM-EDX).
Prosedur Penelitian
Kalsinasi Cangkang Telur
Preparasi cangkang telur meliputi proses pengumpulan, pembersihan,
pengeringan, dan kalsinasi. Proses pembersihan cangkang telur merupakan upaya
menghilangkan kotoran-kotoran makro yang menempel pada cangkang dan
melepaskan membran bagian dalamnya. Proses kalsianasi dilakukan pada suhu
1000 ºC selama 5 jam dengan laju kenaikan suhu 5 oC/menit.
Sintesis Serbuk Hidroksiapatit
Serbuk HAp disintesis dengan metode presipitasi wise drop yaitu proses
pencampuran larutan prekursor fosfat ke dalam suspensi kalsium hidroksida
(Ca(OH)2) secara perlahan.13 Kalsium oksida yang dihasilkan melalui proses
kalsinasi cangkang telur ayam dibuat suspensi Ca(OH)2 dan (NH4)2HPO4
dilarutkan dengan aquades. Perbandingan molaritas antara Ca dan P dibuat
sebesar 1,67. Larutan (NH4)2HPO4 diteteskan ke dalam suspensi Ca(OH)2 dengan
laju 1 ml/menit sambil dilakukan stirring (pengadukan) menggunakan pemutar
magnet dengan kecepatan 300 rpm hingga larutan (NH4)2HPO4 habis. Setelah
larutan (NH4)2HPO4 tercampur seluruhnya, campuran tetap diaduk dengan
kecepatan yang sama selama 60 menit kemudian campuran di-aging selama
semalam. Endapan yang dihasilkan kemudian disaring menggunakan alat vakum,
kemudian dikeringkan dengan suhu 110 oC selama 3 jam. Proses sintering
dilakukan pada suhu 900 oC selama 5 jam dengan laju kenaikan suhu sebesar 5
o
C/menit. Proses sintesis serbuk HAp pada penelitian ini dilakukan sebanyak tiga

4
kali pengulangan untuk melihat konsistensi hasil yang didapatkan. Serbuk HAp
yang dihasilkan kemudian dilakukan pencirian menggunakan XRD dan FTIR.
Sintesis Hidroksiapatit Berpori dengan Matriks Na-Alginat
Sintesis HAp berpori dengan matriks Na-alginat (HAp/alginat) dilakukan
dengan metode phase separation.4, 12 Tahap awal adalah membuat suspensi 1.40
gram serbuk HAp (70% dari komposit HAp/alginat) dalam 13 ml aquades dan
diaduk menggunakan pemutar magnet dengan kecepatan 300 rpm selama 30
menit. Serbuk HAp yang digunakan merupakan hasil sintesis pada tahap
sebelumnya. Serbuk Na-alginat sebanyak 0.60 gram (30% dari komposit
HAp/alginat) dimasukan ke dalam suspensi HAp. Campuran antara suspensi HAp
dan Na-alginat diaduk menggunakan pemutar magnet dengan kecepatan putar 300
rpm hingga tercampur sempurna. Larutan CaCl2 0,03 M sebanyak 2 ml
ditambahkan ke dalam campuran HAp/alginat sebagai crosslink agent dan
dilakukan pengadukan kembali hingga terbentuk gel. Gel HAp/alginat yang
terbentuk kemudian dimasukan ke dalam multiwell plate 48-well dan didiamkan
selama satu jam agar terjadi reaksi yang optimal. Proses quenching (Pembekuan)
gel HAp/alginat dilakukan di dalam lemari pendingin selama 18 jam, kemudian
dilanjutkan dengan proses pengeringan beku menggunakan freeze dryer.
Komposit HAp/alginat yang dihasilkan kemudian dilakukan pencirian karakter
menggunakan FTIR dan SEM.
Sintesis Hidroksiapatit Berpori dengan Matriks Selulosa
Sintesis HAp berpori dengan matriks selulosa nata de coco (HAp/selulosa)
dilakukan dengan metode cellulose immersion, dimana pelikel selulosa nata de
coco direndam dalam suspensi HAp. Tahapan yang dilakukan yaitu memurnikan
pelikel selulosa nata de coco dan membuat suspensi HAp dalam aquades. Pelikel
selulosa nata de coco yang diperoleh dari produk kemasan dimurnikan dengan
cara direndam dalam aquades selama 2 hari dengan penggantian aquades setiap 5
jam. Perendaman selanjutnya dilakukan dalam larutan NaOH 1M selama 120
menit, kemudian dinetralkan dengan asam asetat 1M selama 120 menit. Pada
tahap perendaman ini menghasilkan produk berupa garam yang terdeposit di
dalam pelikel, sehingga untuk menghilangkan garam tersebut pelikel selulosa nata
de coco direndam kembali dalam aquades hingga pH netral dan tidak berbau.14
Serbuk HAp yang dibuat suspensi merupakan hasil sintesis HAp dengan
metode wise drop pada tahap sebelumnya. Serbuk HAp sebanyak 1 gram dibuat
suspensi dalam aquades sebanyak 30 ml. Suspensi yang telah dibuat kemudian
disonikasi sambil diaduk menggunakan pemutar magnet dengan kecepatan 150
rpm selama 30 menit. Pelikel selulosa nata de coco yang telah dimurnikan
direndam dalam suspensi sambil dilakukan pengadukan menggunakan pemutar
magnet dengan kecepatan 200 rpm selama 20 jam. Setelah mencapai 20 jam
perendaman, pelikel diangkat dan diinkubasi untuk menghilangkan kadar airnya
dengan suhu inkubator sebesar 50 oC. Komposit HAp/selulosa yang dihasilkan
kemudian dilakukan pencirian menggunakan XRD dan SEM.

5
Pencirian Sampel
Analisis Fasa (Pencirian Menggunakan XRD)
Serbuk HAp dan komposit HAp/selulosa yang dihasilkan pada penelitian ini
ditempatkan pada holder logam dan dicirikan pola difraksi sinar-x nya pada
rentang 2θ 10 hingga 80 derajat. Pencirian ini dilakukan untuk mengidentifikasi
fasa kristal yang terbentuk, menentukan parameter kisi dan ukuran kristal, serta
menentukan derajat kristalinitas sampel. Hasil pencirian dicocokkan dengan data
yang terdapat pada joint commite on powder diffraction standards (JCPDS).
Spesifikasi alat XRD yang digunakan yaitu GBC EMMA N814.
Analisis Gugus Fungsi (Pencirian Menggunakan FTIR)
Serbuk HAp dan komposit HAp/alginat dicampur dengan KBr kemudian
dibuat pellet. Selanjutnya pellet dimasukan ke dalam holder dan dilakukan
pencirian menggunakan spektrometer FTIR untuk mengidentifikasi kandungan
gugus fungsinya pada rentang bilangan gelombang 450 cm-1 hingga 4000 cm-1.
Pencirian ini dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi senyawa yang
terkandung di dalam sampel. Puncak serapan gugus fungsi yang teridentifikasi
dibandingkan dengan puncak serapan tiap gugus fungsi senyawa pada literatur.
Spesifikasi alat FTIR yang digunakan yaitu ABB MB3000.
Analisis Morfologi (Pencirian Menggunakan SEM-EDX)
Analisis morfologi sampel komposit HAp/alginat dan HAp/selulosa yang
dihasilkan pada penelitian ini dilakukan dengan meggunakan scaning electron
microscope - energy disversive x-ray (SEM-EDX). Pemindaian dilakukan dengan
perbesaran 30x, 50x, 100x, 200x, 500x, 1000x, dan 2000x. Analisis ini dilakukan
untuk mengetahui struktur porositas dan ukuran pori yang terbentuk serta
persentase unsur yang terkandung di dalam sampel baik dalam komposit
HAp/selulosa maupun HAp/alginat. Spesifikasi alat SEM-EDX yang digunakan
yaitu JEOL JED-2300.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Kalsinasi Cangkang Telur
Proses kalsinasi cangkang telur ayam merupakan tahap awal yang dilakukan
pada penelitian ini. Hasil yang diperoleh pada tahap ini berupa serbuk putih
dengan kandungan senyawa kalsium oksida (CaO). CaO yang dihasilkan adalah
produk dari peluruhan CaCO3 yang merupakan senyawa yang terkandung paling
besar di dalam cangkang telur ayam. Peluruhan tersebut terjadi karena proses
pembakaran dengan suhu tinggi yang menyebabkan terlepasnya senyawa karbon.
Reaksi peluruhan CaCO3 menjadi CaO karena pembakaran dapat diilustrasikan
dalam bentuk persamaan reaksi berikut.13
CaCO3(s)  CaO(s) + CO2(g)

(1)

6
Efisiensi massa terbentuknya serbuk CaO pada proses ini adalah sebesar 53.55%
dari jumlah massa cangkang telur ayam yang dikalsinasi. Efisiensi ini dihasilkan
karena terurainya senyawa CaCO3 seperti ditunjukkan pada persamaan reaksi (1).
Selain itu, senyawa MgCO3 dan CaPO4 serta bahan-bahan organik lainnya yang
terkandung di dalam cangkang telur dalam jumlah kecil juga mengalami
penguapan karena proses kalsinasi dengan suhu tinggi. Oleh karena itu, jumlah
total pengurangan massa cangkang telur yang dikalsinasi mencapai 46.55 persen.
Pemanfaatan cangkang telur ayam sebagai sumber kalsium dalam sintesis
HAp berpori dengan matriks selulosa nata de coco dan Na-alginat pada penelitian
ini, selain karena kandungan terbesarnya adalah CaCO3 juga karena hasil
penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa cangkang
telur ayam merupakan sumber kalsium paling baik dalam sintesis HAp dibanding
dengan sumber kalsium dari cangkang telur itik dan puyuh.13
Sintesis Serbuk Hidroksiapatit
Hasil yang diperoleh pada penelitian ini berupa serbuk HAp yang disintesis
dengan metode presipitasi wise drop. Pada penelitian ini telah dilakukan
presipitasi sebanyak tiga pengulangan. Data yang diperoleh untuk masing-masing
pengulangan dapat dilihat dalam Tabel 1. Berdasarkan persamaan reaksi yang
terjadi antara suspensi Ca(OH)2 dan larutan (NH4)2HPO4 menghasilkan produk
berupa senyawa Ca10(PO4)6(OH)2 dalam fasa padatan dan NH4OH serta H2O
dalam fasa cairan. Oleh sebab itu, efisiensi massa rata-rata senyawa HAp yang
dihasilkan dari ketiga sampel yang disintesis adalah sebesar 67.95%. Persamaan
reaksi pembentukan senyawa HAp, secara kimia diilustrasikan pada persamaan
reaksi berikut:2
10Ca(OH)2 + 6(NH4)2HPO4(s) + 2H2O(aq) 
Ca10(PO4)6(OH)2(s) + 12 NH4OH(aq) + 6H2O(aq)

(2)

Tabel 1 Data hasil sintesis serbuk HAp (a) sintesis ke-1, (b) sintesis ke-2,
dan (c) sintesis ke-3
Massa (gram)
CaO

(NH4)2HPO4

Massa HAp
(gram)

(a)

2.83

3.97

4.70

69.12

(b)

2.83

3.97

4.61

67.81

(c)

2.83

3.97

4.55

66.92

Rata-rata

2.83

3.97

4.62

67.95

Sampel

Efisiensi massa
(%)

Sintesis Hidroksiapatit Berpori dengan Matriks Na-Alginat
Sintesis komposit HAp/Alginat dilakukan dengan metode phase separation
yaitu memanfaatkan perubahan fase sampel untuk membentuk struktur porositas
yang diinginkan. Komposit HAp/alginat dibuat dengan perbandingan 70/30 (b/b)
sebagaimana zat penyusun tulang manusia yang terdiri atas 65% mineral apatit
dan 33% matriksnya (komponen organik) serta 2% unsur pendukung lainnya.15

7
Pada penelitian ini diperoleh komposit HAp/alginat dengan bentuk scaffold sesuai
cetakan (multiwell plate) yang digunakan. Serbuk HAp yang digunakan berperan
sebagai filler dengan fungsi memperkuat komposit. Scaffold sampel komposit
HAp/alginat yang diperoleh pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Scaffold komposit HAp/alginat
Berdasarkan Gambar 1, bentuk cetakan yang digunakan sangat berpengaruh
terhadap bentuk komposit yang dihasilkan, sehingga pemanfaatannya dapat
dengan mudah disesuaikan dengan kebutuhan. Pori yang didapatkan merupakan
akibat dari proses yang terjadi pada saat pengeringan beku. Gel HAp/alginat yang
telah dibekukan kemudian dipertahankan temperaturnya di bawah titik beku dan
tekanan dibuat vakum sehingga menyebabkan terjadinya proses sublimasi. Proses
sublimasi inilah yang kemudian menyebabkan butiran es di dalam sampel
menguap dan meninggalkan bekas berupa pori. Komposit HAp/alginat yang
dihasilkan kemudian dilakukan pencirian karakter menggunakan spektrometer
FTIR dan SEM-EDX. Pencirian karakter menggunakan FTIR dilakukan untuk
mengidentifikasi perubahan gugus fungsi HAp dan Na-alginat, sedangkan
pencirian menggunakan SEM-EDX dilakukan untuk melihat ukuran pori dan
struktur porositas yang terbentuk serta persentase massa kandungan unsurnya.
Sintesis Hidroksiapatit Berpori dengan Matriks Selulosa
Proses sintesis HAp berpori dengan matriks selulosa nata de coco pada
penelitian ini dilakukan dengan metode cellulose immersion yaitu perendaman
pelikel selulosa nata de coco dalam suspensi HAp sambil dilakukan stirring.
Tahap awal yang telah dilakukan menghasilkan pelikel selulosa nata de coco
dengan pH netral dan tidak berbau. Hasil yang diperoleh pada tahap ini adalah
komposit HAp/selulosa yang berbentuk lembaran tipis sebagaimana Gambar 2.
Lembaran tipis yang dihasilkan merupakan pelikel selulosa nata de coco yang
kadar airnya telah berkurang setelah proses inkubasi. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya dinyatakan bahwa kadar air rata-rata yang terkandung di dalam
pelikel selulosa nata de coco adalah sebesar 98.52 + 0.04 persen.16

(b)
(a)
Gambar 2 Lembaran sampel yang dihasilkan: (a) pelikel selulosa
nata de coco, (b) komposit HAp/selulosa

8

Pembahasan
Serbuk Hidroksiapatit

(211)

Serbuk HAp hasil presipitasi wise drop pada penelitian ini dilakukan
Pencirian karakter menggunakan XRD untuk mengidentifikasi fasa yang
terbentuk, menentukan parameter kisi dan ukuran kristalin serta menentukan
derajat kristalinitas sampel. Identifikasi fasa sampel dilakukan
dengan
membandingkan pola difraksinya dengan database JCPDS nomor 09-0432
tentang calcium phosphate hydroxide. Pola difraksi sinar-x yang mengindikasikan
fasa HAp pada database JCPDS ditunjukkan oleh adanya puncak-puncak yang
tinggi pada sudut βθ 25.88o, 31.77o, 32.20o, 32.90o, dan 49.47o dengan struktur
kristal berbentuk heksagonal yang memiliki ukuran parameter kisi a = b = 9.418
Å dan c = 6.884 Å. Hasil pencirian terhadap sampel yang diperoleh pada
penelitian ini menunjukkan bahwa pola difraksi sinar-x yang terbentuk hampir
sama dengan pola difraksi sinar-x untuk fasa HAp pada database JCPDS
(Lampiran 3). Gambar 3 menunjukkan pola difraksi sinar-x untuk sampel HAp
hasil sintesis.

(512)
(432)
(513)
(522)

(520)

(420)
(214)
(502)
(304)
(511)

(322)
(313)

(310)
(311)
(400)
(203)

(212)

(301)

(102)
(210)

(200)
(111)

(100)

150

(202)

(002)

(112)

300

(222)
(312)
(213)
(321)
(402) (410)
(004)

(300)

450

(a)

(211)

(512)
(432)
(513)
(522)

(520)

(420)
(214)
(502)
(304)
(511)

(322)
(313)

(222)
(312)
(213)
(321)
(410)
(402)
(004)

(310)

(311)
(400)
(203)

(212)

(202)
(301)

(102)
(210)

(200)
(111)

(100)

80

(101)

(002)

160

(112)

(300)

240

(b)

0
(211)

400

0

5

10

20

25

30

35

45

50

55

60

65

70

(512)
(432)
(513)
(522)

(520)

(420)
(214)
(502)
(304)
(511)

(322)
(313)

(222)
(312)
(213)
(321)
(402) (410)
(004)

(310)

40

(311)
(400)
(203)

(212)

(202)
(301)

(101)

15

(200)
(111)

100

(102)
(210)

(002)

200

(112)

(300)

300

(100)

Intensitas (cacahan)

0

75

2θ (derajat)
Gambar 3 Pola XRD pada HAp yang dihasilkan pada: (a) sintesis
ke-1, (b) sintesis ke-2, dan (c) sintesis ke-3

80

(c)
85

9
Berdasarkan pola difraksi XRD pada Gambar 3, puncak intensitas difraksi
sampel (a), (b), maupun (c) secara keseluruhan merupakan puncak intensitas fasa
HAp. Pola difraksi sinar-x pada sampel (b) memiliki intensitas lebih rendah
dibanding dengan intensitas Pola difraksi sinar-x pada dua sampel lainnya.
Parameter kisi sampel HAp (a), (b), maupun (c) ditentukan berdasarkan metode
Cohen untuk struktur kristal heksagonal (Lampiran 3). Hasil perhitungan
parameter kisi sampel HAp pada penelitian ini disajikan dalam Tabel 2. Ukuran
kristalin HAp ditentukan berdasarkan persamaan Scherrer yang diilustrasikan
pada Persamaan (3) dan dihitung hanya pada bidang (300) yang merupakan salah
satu bidang fasa kristal HAp dengan puncak intensitas yang cukup tinggi.4 Derajat
kristalinitas (DK) HAp dihitung dengan membandingkan luas fasa kristalin (A FK)
dengan luas fasa total (AFT) sebagaimana Persamaan (4).17 Luas fasa kristalin dan
fasa total merupakan perkalian nilai full width half maximum (FWHM) dengan
tinggi puncak fasa (height) yang diperoleh dari software powder-x. Luas fasa
kristalin diperoleh dengan menghilangkan background pola XRD dan dikurangi
background amorf sebagaimana ditunjukkan pada Lampiran 5. Ukuran kristalin
dan derajat kristalinitas HAp yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 3.
Persamaan scherrer untuk menentukan ukuran kristalin :4
(3)
Keterangan : D = ukuran kristalin (nm)
λ = panjang gelombang sinar x (0.154 nm)
= FWHM (rad)
θ = sudut difraksi (rad)
Persamaan menentukan derajat kristalinitas :17
(4)
Keterangan : DK = derajat kristalinitas
AFK = luas fasa kristalin (FWHM x Height)
AFT = luas fasa total (FWHM x Height)
Tabel 2 Parameter kisi HAp dan ketepatan (a) sintesis ke-1, (b) sintesis ke-2,
dan (c) sintesis ke-3
Sampel

Parameter kisi

Ketepatan

a = b (Å)

c (Å)

a = b (%)

c (%)

(a)

9.44

6.93

99.82

99.37

(b)

9.37

6.85

99.54

99.53

(c)

9.43

6.88

99.89

99.97

10
Tabel 3 Ukuran kristalin dan derajat kristalinitas HAp (a) sintesis ke-1,
(b) sintesis ke-2, dan (c) sintesis ke-3
Sampel

Ukuran Kristalin (nm)
Bidang 300

Derajat Kristalinitas
(%)

(a)

38.86

92.57

(b)

23.46

84.81

(c)

34.77

90.41

Berdasarkan pola XRD pada Gambar 3 dan hasil perhitungan ukuran
kristalin dan derajat kristalinitas pada Tabel 3, maka terdapat korelasi antara
intensitas pola difraksi sinar-x dengan ukuran kristalin, yaitu semakin tinggi
puncak intensitas pola difraksinya, maka ukuran kristalin pada bidang yang sama
juga semakin besar. Begitu pula dengan derajat kristalinitas, semakin tinggi
intensitas pola difraksi, maka derajat kristalinitasnya semakin tinggi. Hal ini
membuktikan bahwa derajat kristalinitas berbanding lurus dengan puncak
intensitas pola difraksi dan ukuran kristalinnya. Sebagaimana dijelaskan pada
hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran
kristalin, maka semakin tinggi derajat kristalinitas yang dihasilkan.4
Selain pencirian menggunakan XRD, serbuk HAp juga dilakukan pencirian
menggunakan spektrometer FTIR untuk mengidentifikasi gugus fungsinya dengan
meninjau serapan radiasi inframerah yang dilewatkan pada sampel. Penyerapan
radiasi inframerah oleh sampel menyebabkan perubahan energi pada tingkattangkat vibrasi molekulnya. Dalam senyawa diatomik hanya terjadi satu jenis
vibrasi yaitu vibrasi regangan (streching vibration), sedangkan dalam senyawa
poliatomik memungkinkan terjadinya vibrasi regangan maupun vibrasi tekuk
(bending vibration). Frekuensi radiasi inframerah yang diserap oleh gugus fungsi
suatu senyawa dan dikonversi ke dalam energi vibrasinya yaitu berada dalam
kisaran 10000 cm-1 hingga 100 cm-1.18 Spektra FTIR yang dihasilkan
menunjukkan bahwa gugus fungsi senyawa sampel HAp T1, HAp T2, dan HAp
T3 hanya tersusun atas gugus fosfat (-PO43-) dan gugus hidroksil (-OH-) yang
merupakan gugus-gugus senyawa HAp. Gambar 4 menunjukkan spektra FTIR
masing-masing sampel. Puncak serapan gugus PO43- dan OH- masing-masing
sampel terdeteksi pada bilangan gelombang yang sama dengan tingkat penyerapan
yang berbeda. Puncak serapan gugus PO43- terdeteksi pada bilangan gelombang
570.89 cm-1 dan 601.75 cm-1 untuk gugus vibrasi P-O, sedangkan vibrasi P=O
terdeteksi pada bilangan gelombang 1041.48 cm-1. puncak serapan gugus OHterdeteksi pada bilangan gelombang 632.61 cm-1 dan 3571.90 cm-1. Hasil
identifikasi gugus-gugus fungsi pada sampel ini menandakan kesesuaian dengan
daerah serapan masing-masing gugus fungsi. Puncak serapan dan persentase
transmisi masing-masing gugus fungsi yang teridentifikasi pada sampel HAp
ditunjukkan pada Tabel 4.

11
100

(c)

80
60
40
20

Transmitansi (%)

0
100

(b)

80
60
40

Fosfat

20

hidroksil

0
100

(a)

80
60
40
20
0
460

960

1460

1960
2460
2960
Bilangan Gelombang (cm-1)

3460

3960

4460

Gambar 4 Spektra FTIR sampel HAp yang dihasilkan pada: (a) sintesis
ke-1, (b) sintesis ke-2, dan (c) sintesis ke-3
Tabel 4 Puncak serapan dan persentase transmisi spektra FTIR HAp
yang dihasilkan (a) sintesis ke-1, (b) sintesis ke-2, dan (c)
sintesis ke-3
Sampel

Gugus Fosfat
-1

Gugus Hidroksil

Puncak (cm )

%T

Puncak (cm-1)

%T

(a)

570.89; 601.75;
1041.48; 601.75

46.50; 52.01;
22.76 ; 52.01

632.61; 3571.90

56.72; 79.91

(b)

570.89; 601.75;
1041.48; 601.75

37.67; 44.25;
19.66 ; 44.25

632.61; 3571.90

48.06; 70.15

(c)

570.89; 601.75;
1041.48; 601.75

58.53; 62.19;
44.03 ; 62.19

632.61; 3571.90

65.20; 72.67

12
Komposit HAp/alginat
Komposit HAp/alginat yang dihasilkan pada penelitian ini diidentifikasi
gugus fungsi senyawanya menggunakan spektrometer FTIR. Proses identifikasi
ini dilakukan untuk melihat perubahan serapan gugus fungsi senyawa HAp dan
senyawa Na-alginat. Berdasarkan struktur kimianya,
senyawa Na-alginat
merupakan salah satu polimer alam dengan gugus R-O-R yang mengandung
gugus karboksil (C-O), alkana (C-H), karbonil (C=O), isomer natrium (O-Na),
dan gugus hidroksil.19 Spektra FTIR hasil identifikasi gugus fungsi senyawa Naalginat ditunjukkan pada Gambar 5. Puncak serapan gugus C-O terdeteksi pada
bilangan gelombang 1110.92 cm-1, gugus C-H stretching teridentifikasi pada
bilangan gelombang 2931.59 cm-1 dan bending teridentifikasi pada bilangan
gelombang 817.76 cm-1, gugus C=O pada bilangan gelombang 1612.37 cm-1,
gugus O-Na pada bilangan gelombang 1419.50 cm-1, dan gugus O-H pada
bilangan gelombang 617.18 cm-1 dan 3502.47 cm-1. Puncak serapan dan
persentase transmisi masing-masing gugus fungsi yang teridentifikasi pada sampel
Na-alginat ditunjukkan pada Tabel 5.

Transmitansi (%)

100

C-O
80

O-Na
C=O
O-H

60

C-H

40
460

960

1460

1960

2460

2960

Bilangan gelombang

3460

3960

4460

(cm-1)

Gambar 5 Spektrum FTIR Na-alginat
Tabel 5 Puncak serapan dan persentase transmisi spektrum FTIR Na-alginat
Gugus

Puncak (cm-1)

%T

C–O .

1110.92

63.67

C=O .

1612.37

71.74

O–Na

1419.50

72.82

O–H .

3502.47 dan 617.18

68.84 dan 67.80

C–H .

2931.59 dan 817.76

78.82 dan 89.39

Spektra FTIR hasil pencirian terhadap komposit HAp/alginat menunjukkan
bahwa gugus fungsi senyawa yang teridentifikasi bertambah banyak jumlahnya.
Hal ini disebabkan karena terjadinya penggabungan antara gugus fungsi yang
terkandung dalam senyawa HAp dengan gugus fungsi yang terkandung di dalam

13
senyawa Na-alginat, sehingga gugus molekul semakin kompleks. Gugus yang
teridentifikasi oleh spektrometer FTIR ini meliputi gugus C-O, C-H, C=O, O-Na,
O-H, P=O dan P-O. Spektra FTIR komposit HAp/alginat ditunjukkan pada
Gambar 6, sedangkan puncak serapan dan persentase transmisi masing-masing
gugus fungsi yang teridentifikasi ditunjukkan pada Tabel 6.
100

(c)
80
60

Transmitansi (%)

40
100

C-O

(b)
80

O-Na
C=O
O-H
C-H

60

P=O
P-O

40
100

(a)

80
60
40
460

960

1460

1960

2460

2960

3460

3960

-1

Bilangan gelombang (cm )
Gambar 6 Spektra FTIR komposit HAp/alginat yang dihasilkan pada: (a) sintesis
ke-1, (b) sintesis ke-2, dan (c) sintesis ke-3

14
Tabel 6 Puncak serapan dan persentase transmisi spektra FTIR HAp/alginat yang
dihasilkan pada: (a) sintesis ke-1, (b) sintesis ke-2, dan (c) sintesis ke-3
(a)
Gugus

Puncak (cm-1)

%T

P=O .

1041.48

72.26

C–O .

1103.20

71.05

C–H .

2931.59

83.57

C=O .

1643.23

74.39

O–Na

1419.50

85.60

O–H .

632.61 dan 3448.47

75.19 dan 49.21

P–O .

570.89 dan 0601.75

73.72 dan 74.00

(b) dan (c)
Gugus

Puncak (cm-1)

% T ( (b) ;(c) )

P=O .

1033.77

71.33 ; 69.87

C–O .

1103.20

70.97 ; 69.75

C–H .

2931.59

83.09 ; 83.88

C=O .

1643.23

73.68 ; 75.69

O–Na

1419.50

83.57 ; 82.73

O–H .

632.61 dan 3448.47

72.20 ; 73.69 dan 49.61 ; 56.96

P–O .

563.17 dan 0601.75

69.88 ; 70.55 dan 70.96 ; 72.03

Berdasarkan Tabel 6 di atas, Jika ditinjau kembali spektrum FTIR serbuk
Na-alginat, maka pada serapan gugus fungsi senyawa komposit HAp/alginat
terdapat satu gugus fungsi yang tidak teridentifikasi yaitu gugus vibrasi C-H. Pada
sepektra FTIR Na-alginat gugus C-H teridentifikasi pada bilangan gelombang
2931.59 cm-1 dan 817.76 cm-1. Namun pada Gambar 6 serapan gugus C-H pada
bilangan gelombang 817.76 cm-1 tidak teridentifikasi. Hal ini terjadi karena gugus
O-H yang teridentifikasi pada bilangan gelombang 632.61 cm-1 menyebabkan
pelebaran transmisi.19 Puncak persentase transmisi terletak pada bilangan
gelombang 848.62 cm-1 hingga mencapai lebih dari 90%.
Analisis morfologi komposit HAp/alginat dilakukan dengan menggunakan
SEM-EDX. Pada penelitian ini, analisis morfologi difokuskan pada identifikasi
ukuran pori dan struktur porositas serta persentase massa unsur yang terkandung
di dalam komposit. Hasil pemindaian menunjukkan bahwa struktur porositas yang
terlihat cukup teratur dengan ukuran pori yang hampir seragam, sebagaimana
ditunjukkan pada Gambar 7. Berdasarkan Gambar 7 pada perbesaran 100x
dimunculkan beberapa skala ukuran diameter pori yang terbentuk, rentang ukuran
diameter pori yang terbentuk adalah antara 93 μm hingga 182 μm. Variasi ukuran
diameter pori yang didapatkan tersebut sudah cukup memberikan ruang dan

15
menjadi media pertumbuhan sel osteoblas untuk mempercepat proses remodeling
tulang. Namun ukuran pori yang terdapat pada komposit ini lebih kecil jika
dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumya. Hal ini disebabkan karena rasio
massa HAp dan Na-alginat yang digunakan adalah sebesar 70% dan 30%,
sedangkan pada penelitian sebelumya adalah 50% dan 50%. Sebagaimana
dinyatakan dalam hasil penelitian sebelumnya bahwa semakin banyak jumlah
HAp yang digunakan, maka ukuran pori yang dihasilkan semakin kecil.4

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 7 Hasil SEM komposit HAp/alginat pada: (a) Perbesaran 50x, (b)
Perbesaran 100x, (c) Perbesaran 500x, dan (d) Perbesaran 1000x
Hasil Analisis EDX menunjukkan bahwa komposit HAp/alginat
mengandung beberapa unsur dengan persentase massa yang berbeda. Unsur-unsur
yang terkandung di dalam komposit HAp/alginat terdiri atas karbon, oksigen,
natrium, fosfor, belerang, klorin, dan kalsium. Sebaran unsur yang terkandung di
dalam komposit hampir merata di seluruh bagian komposit, sebagaimana hasil
analisis di dua daerah menunjukkan bahwa selisih persentase massa yang sangat
kecil. Persentase massa unsur didominasi oleh unsur oksigen dengan kadar lebih
dari 47 persen. Secara terperinci persentase massa unsur yang terkandung dalam
komposit HAp/alginat ditunjukkan pada Tabel 7. Unsur belerang yang terkandung
dalam komposit dengan kadar sebesar 3.18% merupakan unsur yang terkandung
dalam senyawa Na-alginat.

16
Tabel 7 Persentase massa unsur yang terkandung dalam komposit HAp/alginat
Unsur
C
O
Na
P
S
Cl
Ca
Total

HAp/alginat
Daerah 1
011.21
047.87
008.51
008.33
003.18
001.07
019.84
100.00

Daerah 2
011.89
047.59
008.10
008.33
002.89
001.13
020.06
100.00

Berdasarkan persetase massa unsur yang terkandung dalam komposit pada
Tabel 7, maka rasio molaritas Ca/P komposit dapat ditentukan berdasarkan
perbandingan massa dengan massa relatif unsur, sebagaimana Persamaan (5)
berikut :

(5)
Keterangan :

= persentase massa unsur Ca berdasarkan analisis EDX
= persentase massa unsur P berdasarkan analisis EDX
= massa atom relatif unsur Ca (40.08 gram/mol)
= massa atom relatif unsur P (30.97 gram/mol)

Berdasarkan Persamaan (5) di atas, rasio molaritas Ca/P komposit dihasilkan
sebesar 1.84 dan 1.86. Hal ini menunjukkan bahwa rasio molaritas Ca/P komposit
lebih besar dibandingkan dengan rasio molaritas Ca/P HAp pada tulang yang
hanya sebesar 1.67. Peningkatan rasio molaritas Ca/P pada komposit yang
dihasilkan merupakan akibat penggunaan CaCl2 sebagai crosslink agent, sehingga
jumlah Ca yang terkandung dalam komposit bertambah banyak.
Komposit HAp/selulosa
Seperti halnya serbuk HAp, komposit HAp/selulosa yang dihasilkan pada
penelitian ini dilakukan pencirian karakter menggunakan XRD bersamaan dengan
pelikel selulosa nata de coco yang telah dimurnikan. Pola difraksi yang terbentuk
mencirikan dua karakter material yang berbeda yaitu selulosa dan HAp,
sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 8. Pola difraksi sinar-x yang menunjukkan
karakter selulosa nata de coco ditunjukkan oleh adanya puncak pada 2θ di sekitar
14 derajat dan 22 derajat, sedangkan karakter HAp ditunjukkan oleh adanya
puncak yang tinggi pada rentang 2θ 31 derajat hingga 34 derajat. Berdasarkan
hasil pencirian, pelikel selulosa nata de coco memiliki luas fasa kristalin sebesar
1.57 satuan luas dan luas fasa amorfnya sebesar 0.27 satuan luas, sehingga derajat
kristalinitasnya diperoleh sebesar 85.49 persen. Hal ini menunjukkan bahwa
derajat kristalinitas pelikel selulosa nata de coco cukup tinggi, sebagaimana
dinyatakan oleh Farah Nurlidar (2012) dalam karyanya bahwa selulosa mikrobial
(selulosa nata de coco) memiliki derajat polimerisasi, derajat kristalinitas dan
kekuatan mekanik yang tinggi.16 Derajat kristalinitas komposit HAp/selulosa

17
berdasarkan pencirian menggunakan XRD dari dua sampel yang dihasilkan pada
penelitian ini diperoleh masing-masing sebesar 64.19% dan 54.63% dengan luas
fasa kristal masing-masing sebesar 0.77 dan 0.35 satuan luas, sedangkan luas fasa
amorfnya masing-masing sebesar 0.43 dan 0.29 satuan luas. Pendepositan HAp ke
dalam pelikel selulosa nata de coco pada penelitian ini telah menghasilkan
material komposit yang memiliki derajat kristalinitas yang lebih rendah. Hal Ini
mengindikasikan bahwa material yang dihasilkan memiliki keunggulan yaitu
tingkat degradasinya lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena material yang
memiliki derajat kristalinitas yang tinggi mengakibatkan tingkat degradasinya
menjadi rendah, sehingga komposit HAp/selulosa yang dihasilkan pada penelitian
ini lebih cepat terserap oleh tubuh ketika diimplankan.
90
60

Intensitas (cacahan)

30

(c)

0
120

Selulosa

90

HAp

60
30

(b)

0
400
300
200
100

(a)

0
5

15

25

35

45

55

65

75

2θ (derajat)
Gambar 8 Pola difraksi XRD Pelikel selulosa nata de coco dan komposit
HAp/selulosa: (a) Pelikel selulosa nata de coco, (b) komposit
HAp/selulosa ke-1, dan (c) komposit HAp selulosa ke-2
Analisis morfologi juga dilakukan pada komposit HAp/selulosa
sebagaimana dilakukan pada komposit HAp/alginat. Analisis ini juga dilakukan
untuk mengetahui ukuran pori dan struktur porositasnya serta mengetahui unsurunsur yang terkandung di dalamnya. Berdasarkan pemindaian SEM, Struktur
porositas komposit HAp/selulosa yang terbentuk tidak begitu jelas. Hal ini
disebabkan karena bentuk komposit yang dihasilkan adalah lembaran, berbeda
dengan bentuk komposit HAp/alginat yang berbentuk scaffold. Hasil pemindaian
SEM pada HAp/selulosa ditunjukkan pada Gambar 9. Beberapa hasil pemindaian

85

18
yang ada, tidak satupun yang diberikan skala ukuran porinya. Hal ini disebabkan
karena sulitnya menentukan parameter batas pori-pori yang terbentuk dalam
sampel dengan bentuk lembaran. Pada hasil pemindaian dengan perbesaran 500x
terlihat bahwa pada sampel terdapat pori dengan ukuran diperkirakan lebih kecil
dari 10 μm. Posisi pori yang terlihat dari hasil pemindaian ditunjukkan oleh garis
yang melingkar berwarna merah.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 9 Hasil SEM komposit HAp/selulosa pada: (a) Perbesaran 200x, (b)
Perbesaran 500x, (c) Perbesaran 1000x, dan (d) Perbesaran 2000x
Berdasarkan hasil Analisis EDX menunjukkan bahwa komposit
HAp/selulosa tersusun atas unsur karbon, oksigen, fosfor, dan kalsium dengan
sebaran yang cukup merata di seluruh bagiannya, sebagaimana hasil analisis di
dua daerah menunjukkan bahwa selisih persentase massa yang sangat kecil.
Seperti halnya komposit HAp/alginat, komposit ini juga didominasi kandungan
unsurnya oleh oksigen dengan kadar massanya lebih dari 45%. Secara terperinci
persentase massa unsur yang terkandung di dalam komposit HAp/selulosa
ditunjukkan pada Tabel 8.

19
Tabel 8 Persentase massa unsur yang terkandung dalam komposit HAp/selulosa
Unsur

HAp/selulosa
00Daerah 1

00Daerah 2

C

007.06

007.66

O

045.50

045.27

P

016.67

016.39

Ca

030.77

030.67

Total

100.00

100.00

Berdasarkan persetase massa unsur yang terkandung dalam komposit pada
Tabel 8, maka rasio molaritas Ca/P komposit berdasarkan Persamaan (5)
dihasilkan sebesar 1.43 dan 1.45. Hal ini menunjukkan bahwa rasio molaritas
Ca/P komposit lebih kecil dibandingkan dengan rasio molaritas Ca/P HAp pada
tulang yang besaranya adalah 1.67.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disimpulkan
bahwa proses sintesis HAp berpori dari cangkang telur ayam dengan matriks
selulosa nata de coco dan Na-alginat telah berhasil. Pencirian menggunakan XRD
pada serbuk HAp yang dihasilkan menunjukkan bahwa derajat kristalinitasnya
cukup tinggi untuk setiap sampel serbuk HAp yaitu di atas 80%. Gugus fungsi
senyawa yang teridentifikasi oleh spektrometer FTIR pada serbuk HAp terdiri atas
gugus fosfat dan gugus hidroksil yang keduanya merupakan gugus fungsi
senyawa HAp. Proses inkubasi pada pengeringan komposit HAp/selulosa
menyebabkan komposit yang dihasilkan berbentuk lembaran, sedangkan proses
pengeringan beku pada pengeringan komposit HAp/alginat menyebabkan
komposit yang dihasilkan sesuai dengan bentuk cetakan yang digunakan.
Pencirian menggunakan XRD pada komposit HAp/selulosa menunjukkan
bahwa pendepositan HAp ke dalam pelikel selulosa nata de coco menyebabkan
derajat kristalinitas komposit lebih rendah yaitu 64.19% dan 54.63%. Hal ini
menunjukkan bahwa komposit HAp/selulosa memiliki tingkat degradasi yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pelikel selulosa nata de coco dan serbuk HApnya saja yang masing-masing memiliki derajat kristalinitas di atas 80%. Hasil
identifikasi gugus fungsi pada komposit HAp/alginat menunjukkan hampir
seluruh gugus fungsi senyawa HAp dan senyawa Na-alginat teridentifikasi.
Namun serapan gugus C-H pada bilangan gelombang 817.76 cm-1 tidak
teridentifikasi.
Berdasarkan hasil pemindaian menggunakan SEM, komposit HAp/alginat
memiliki struktur porositas yang cukup teratur karena memiliki bentuk scaffold
dengan ukuran pori yang berada pada rentang 93 μm hingga 182 μm, sedangkan
ukuran pori yang terbentuk pada komposit HAp/selulosa diperkirakan lebih kecil

20
dari 10 μm dengan struktur porositas yang tidak begitu jelas. Hal ini disebabkan
karena bentuk komposit HAp/selulosa yang dihasilkan adalah lembaran.
Berdasarkan analisis EDX, rasio Ca/P komposit HAp/alginat diperoleh sebesar
1.84 dan 1.86, sedangkan rasio Ca/P komposit HAp/selulosa diperoleh sebesar
1.43 dan 1.45.
Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk dilakukan uji degradasi agar
diketahui tingkat peyerapan tubuh terhadap sampel komposit HAp/alginat dan
HAp/selulosa yang diimplankan. Untuk memperoleh ukuran pori yang lebih besar
dapat dilakukan penurunan nilai rasio HAp/alginat. Sedangkan untuk
menghasilkan bentuk komposit HAp/selulosa dalam tiga dimensi (scaffold) dapat
digunakan metode pengeringan beku, dimana pelikel selulosa nata de coco yang
telah direndam dikeringkan melalui proses freeze drying.
DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

3.

4.

5.

6.
7.
8.

Kehoe S. 2008. Optimisation of Hydroxyapatite (HAp) for Orthopaedic
Application via the Chemical Precipitation Technique [thesis]. School of
Mechanical and Manufacturing Engineering Dublin City University.
Muntamah. 2011. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit dari Limbah
Cangkang Kerang Darah (Anadara Granosa,Sp) [tesis]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Arifianto. 2006. Pengaruh Atmosfer dan Suhu Sintering Terhadap Komposisi
Pelet Hidroksiapatit yang Dibuat dari Sintesa Kimia dengan Media Air dan
SBF [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Indrani DJ. 2012. Komposit Hidroksiapatit Kalsinasi Suhu Rendah dengan
Alginat Sargassum Duplicatum atau Sargassum Crassifolium sebagai
Material Scaffold untuk Pertumbuhan Sel Punca Mesenkimal [disertasi].
Jakarta (ID): Universitas Indonesia.
Palmero P, Lombardi M, Montanaro L, Tirillo J, Bartuli C, Valente T,
Marcassoli P, Cabrini M. 2010. Development and Mechanical
Chara