Perancah Berpori Hidroksiapatit Dan Β-Tricalcium Phosphate Dari Limbah Cangkang Telur Ayam Dengan Porogen Alginat

PERANCAH BERPORI HIDROKSIAPATIT DAN β-TRICALCIUM
PHOSPHATE DARI LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM
DENGAN POROGEN ALGINAT

FITRI AFRIANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Perancah Berpori
Hidroksiapatit dan β-Tricalcium Phosphate dari Limbah Cangkang Telur Ayam
dengan Porogen Alginat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, September 2015
Fitri Afriani
NIM G751130041

RINGKASAN
FITRI AFRIANI. Perancah Berpori Hidroksiapatit dan β-Tricalcium Phosphate
dari Limbah Cangkang Telur Ayam dengan Porogen Alginat. Dibimbing oleh
KIAGUS DAHLAN dan SITI NIKMATIN.
Serbuk Hidroksiapatit (HA) telah berhasil disintesis menggunakan limbah
cangkang telur dan melalui metode wise drop (presipitasi) dengan jumlah berkisar
97% fraksi volume. Ukuran rata-rata kristalin serbuk HA adalah 65 nm dengan
derajat kristalinitas sebesar 89.87%. Hasil analisis FTIR menunjukkan bahwa
dalam serbuk HA terdapat gugus fungsi fungsi PO43-, HPO43-, OH-, CO32-, dan air
yang terserap.
Metode freeze-drying dapat digunakan untuk mensintesis perancah
HA/alginat dengan ukuran pori yang ideal, karena tidak menggunakan temperatur
yang tinggi pada proses freeze-drying maka analisis XRD dan FTIR menunjukkan
tidak adanya fasa baru dalam perancah HA/alginat. Fasa dalam perancah
HA/alginat tetap terdiri dari fasa serbuk HA dan alginat yang dicirikan oleh gugus

COO- simetrik dan asimetrik. Penggunaan crosslink agent CaCl2 menyebabkan
adanya substitusi Ca ke dalam Na pada gugus COO- simetrik. Melalui pemindaian
μ-CT scan dan SEM diketahui bahwa perancah HA-82, HA-73, dan HA-64 masingmasing memiliki ukuran pori rata-rata sebesar 127 μm, 124 μm, dan 103 μm dengan
porositas adalah 72%, 68%, dan 70%. Ukuran pori dari seluruh perancah
HA/alginat yang disintesis dalam penelitian ini tidak seragam dan sampel HA-64
memiliki distribusi ukuran pori yang paling seragam dibandingkan lainnya.
Melalui proses presipitasi antara kalsium oksida dari cangkang telur dan
H3PO4 juga telah berhasil disintesis serbuk β-Tricalcium Phosphate (β-TCP)
dengan jumlah berkisar 79% fraksi volume. Fasa lain yang terbentuk adalah βCa2P2O7 yang berasal dari transformasi fasa tidak sempurna dari kalsium selama
proses pemanasan yang kurang baik. Ukuran rata-rata kristalin serbuk β-TCP
adalah 75 nm dengan derajat kristalinitas sebesar 72%. Gugus fungsi yang terdapat
dalam serbuk β-TCP adalah PO43- , P2O74-, CO32-, dan air yang teradsorbsi.
Dalam penelitian ini juga telah berhasil disintesis perancah β-TCP/alginat
yang memenuhi persyaratan perancah untuk proses terapi tulang melalui metode
freeze-drying. Penerapan metode freeze-drying tidak menyebabkan adanya
transformasi fasa atau reaksi kimia dalam perancah β-TCP. Kristal yang terbentuk
dalam perancah berkaitan dengan kristal pada serbuk β-TCP. Gugus fungsi yang
terdeteksi merupakan gabungan antara gugus fungsi dalam serbuk β-TCP dan
alginat yaitu PO43-, P2O74-, CO32-, COO-, dan OH. Melalui pemindaian μ-CT scan
dan SEM diketahui bahwa ukuran pori rata-rata perancah TA-82, TA-73, dan TA64 masing-masing adalah 260 μm, 224 μm, dan 322 μm dengan porositas 63%,

62%, dan 69%. Perancah β-TCP/alginat yang paling seragam adalah TA-73.
Kata kunci: Alginat, freeze-drying, HA, limbah cangkang telur, perancah berpori
β-TCP.

SUMMARY
FITRI AFRIANI. Porous Hydroxyapatite and β-Tricalcium Phosphate Scaffold
from Chicken Eggshell with Alginat Porogen. Supervised by KIAGUS DAHLAN
and SITI NIKMATIN.
The hydroxyapatite (HA) powder has been successfully synthesized by using
the eggshell waste through the wise drop method (precipitation) at volume fraction
of 97%. The size of crystalline and crystallinity of HA powder are 65 nm and
89.87% respectively. The FTIR showed some spectrum which correspond to
functional group of PO43-, HPO43-, OH-, CO32-, and adsorbed water.
The freeze-drying method was used to synthesize the ideal pore size of
HA/alginate scaffolds. There is not any new phase on XRD and FTIR analysis that
were formed in the HA/alginate scaffold since the freeze-drying method did not use
high temperature. The HA/alginate scaffold was composed by phase of HA powder
and alginate and characterized by COO- symmetric and asymmetric. The addition
of CaCl2 as cross-linking agent formed the calcium ion. It was substituted into COOsymmetric and replace the sodium ion. The scanning result, using μ-CT scan and
SEM, showed that the average pore size of HA-82, HA-73 and HA-64 were 127

μm, 124 μm, and 103 μm respectively and the porosity were 72%, 68%, and 70%.
The pore size of all HA/alginate scaffold are not uniform, however HA-64 is the
most homogeneous.
Through the precipitation method, the calcium oxide and H3PO4 were
synthesized as β-Tricalcium Phosphate (β-TCP) powder at volume fraction of 79%.
The other phase was β-Ca2P2O7 which was formed by imperfect transformation of
calcium during heating process. The average size of crystalline β-TCP powder is
75 nm and its crystallinity is 72%. The functional groups in the β-TCP powder is
PO43-, P2O74-, CO32-, and adsorbed water.
This study of synthesized the β-TCP/alginate scaffold, has satisfied the
requirements of bone therapy through freeze-drying method. It did not cause phase
transformation or chemical reaction in the β-TCP/alginate scaffolds. The formed
crystal in the scaffolds, correspond to crystal in the β-TCP powder. The functional
group that characterized are combination of functional groups in the β-TCP powder
and the alginate i.e. PO43-, P2O74-, CO32, COO-, and OH-. The result of μ-CT scan
and SEM, showed that the average pore size of TA-82, TA-73 and TA-64 were 260
μm, 224 μm, and 322 μm respectively and their porosity were 63%, 62%, and 69%.
The most homogenous of β-TCP/alginate scaffold is TA-73.
Key words: Alginate, eggshells waste, freeze-drying, HA, porous scaffold, β-TCP.


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERANCAH BERPORI HIDROKSIAPATIT DAN β-TRICALCIUM
PHOSPHATE DARI LIMBAH CANGKANG TELUR AYAM
DENGAN POROGEN ALGINAT

FITRI AFRIANI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biofisika


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Charlena, M.Si.

. . .

·=·=·=· .

Judul Tesis

: Perancah Berpori Hidroksiapatit dan 3-Tricalcium

Nama

: Fitri Afriani


NIM

: G751130041

Phosphate dari

Limbah Cangkang Telur Ayam dengan Porogen Alginat

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Siti Nikmatin, M.Si.
Anggota

Diketahui oleh

Pascasarjana

Ketua Program Studi
Pascasarjana Bioisika


vL
-

Dr. Mersi Kumiati, M.Si.

Tanggal Ujian:

24 Agustus 2015

Tanggal Lulus:

D9

-�D
��·

2015

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan
karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Perancah
Berpori Hidroksiapatit dan β-Tricalcium Phosphate dari Limbah Cangkang Telur
Ayam dengan Porogen Alginat”. Shalawat serta salam tercurahkan kepada
Rasulullah SAW, keluarga dan sahabatnya.
Terwujudnya tesis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah
mendorong dan membimbing penulis. Karena penulis yakin tanpa bantuan dan
dukungan tersebut, sulit rasanya bagi penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis
ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Bapak Dr. Kiagus Dahlan dan Ibu Dr. Siti Nikmatin selaku pembimbing yang
selalu memberikan bimbingan, masukan, saran-saran dan setia mendengar
keluhan-keluhan penulis selama penelitian.
2. Ibu Dr. Charlena selaku penguji yang telah memberikan motivasi, saran, dan
masukannya.
3. Ibu Dr. Mersi Kurniati, Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, seluruh dosen pengajar
dan staff di Departemen Fisika FMIPA IPB atas pelayanannya selama masa
perkuliahan hingga tesis ini terwujud.
4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia atas dukungan beasiswa pada penulis melalui

program BPPDN Caldos 2013.
5. Bapak Dr. Oman Zuas yang telah memberikan bantuan, masukan, bimbingan
dan saran-saran selama penelitian.
6. Ibunda terhebat di dunia, kedua adik dan seluruh keluarga besar yang selalu
menjadi penyemangat penulis selama perkuliahan hingga penulisan tesis.
7. Mas Yuant Tiandho atas dukungan dan masukannya selama perkuliahan,
penelitian hingga terwujudnya tesis.
8. Jayanti Dwi Hamdila, Marliani, Liza Maryeti, Ibu Eli Aisah Sugiarti selaku
rekan penelitian atas kebersamaannya dalam melangsungkan penelitian hingga
selesai.
9. Keluarga Besar Biofisika 2013, Mbak Nur Aisyah Nuzulia, M.Si., Adik-adik
“Kosan Orange House” dan semua pihak yang belum disebutkan atas
dukungannya pada penulis baik moril maupun materil.
Penulis menyadari bahwa dalam menyusun tesis ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
guna perbaikan kedepannya. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pembaca. Amiin Yaa Rabbal ‘Alamin.
Bogor, September 2015
Fitri Afriani


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Serbuk HA dan β-TCP dari Cangkang Telur
Karakteristik Perancah Berpori HA/alginat dan β-TCP/alginat
SIMPULAN DAN SARAN

1
1
2
3
3
3
4
4
4
4
4
5
7
7
13
21

Simpulan
Saran

21
21

DAFTAR PUSTAKA

22

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

34

DAFTAR TABEL
1 Data hasil sintesis serbuk HA dengan metode wise drop
2 Data hasil sintesis serbuk β-TCP dengan metode wise drop

8
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Hasil sintesis serbuk: (a) HA dan (b) β-TCP
Spektrum XRD serbuk HA dari cangkang telur
Spektrum FTIR serbuk HA dari cangkang telur
Spektrum XRD serbuk β-TCP dari cangkang telur
Spektrum FTIR serbuk β-TCP dari cangkang telur
Bentuk 3D: (a) perancah berpori dan (b) sifat elastis perancah berpori
Skema mekanisme reaksi: (a) β-TCP/alginat dan (b) HA/alginat
Spektrum XRD perancah berpori HA/alginat
Spektrum FTIR perancah berpori HA/alginat
Distribusi ukuran pori perancah HA/alginat
Hasil SEM perancah berpori HA/alginat perbesaran 50×
Spektrum XRD perancah berpori β-TCP/alginat
Spektrum FTIR perancah berpori β-TCP/alginat
Distribusi ukuran pori perancah β-TCP/alginat
Hasil SEM perancah berpori β-TCP/alginat perbesaran 50×

7
8
9
11
12
13
14
15
16
17
17
18
19
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1 Diagram Alir Pelaksanaan Penelitian
2 Data Joint Commite on Powder Diffraction Standards (JCPDS)
Hidroksiapatit
3 Data Joint Commite on Powder Diffraction Standards (JCPDS)
Tricalcium Phosphate
4 Hasil Pemindaian Micro-CT Scan
5 Hasil Pemindaian Scanning Electron Microscope (SEM)

27
28
29
30
31

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Saat ini solusi untuk tulang yang membutuhkan perbaikan, penggantian, atau
augmentasi adalah autografts atau allografts. Keduanya memang memiliki
osteokonduktivitas yang baik, namun kelemahannya adalah persediaannya yang
langka, mengalami penolakan, rentan terhadap infeksi virus, dan mengakibatkan
trauma (Calori et al. 2011; Scalera et al. 2013). Akibatnya, kekurangan donor tulang
menjadi masalah di seluruh dunia. Di USA, setiap 10 menit terjadi penambahan
daftar tunggu penerima organ dan kebutuhan transplantasi tulang menempati posisi
kedua di dunia setelah transplantasi kornea. Pada tahun 2013 pendapatan dari
cangkok dan penggantian tulang di USA mencapai USD 3,3 milyar dengan tingkat
pertumbuhan pendapatan 13,8% per tahun (Liu et al. 2013). Untuk mengatasi hal
tersebut, rekayasa jaringan muncul dengan menawarkan alternatif berupa
penggunaan perancah dalam proses terapi tulang (Kolk et al. 2012).
Biokeramik seperti hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2, HA) dan β-tricalcium
phosphate (Ca3(PO4)2, β-TCP) adalah kandidat perancah yang memiliki
biokompatibilitas baik, biodegradable, dan tidak beracun (Sopyan et al. 2007; Lins
et al. 2003). HA memiliki komposisi seperti tulang manusia sehingga dinyatakan
sebagai perancah dengan biokompatibilitas terbaik (Chen et al. 2009). Namun di
sisi lain, HA cenderung bersifat non-resorbable sehingga kurang memberi ruang
bagi tumbuhnya jaringan tulang baru dan dalam hal ini β-TCP bersifat lebih baik
dibandingkan HA (LeGeros 1993). Dengan demikian, pemilihan penggunaan HA
maupun β-TCP dalam proses terapi tulang bergantung pada kondisi terapi yang
diinginkan.
Untuk meningkatkan laju pertumbuhan tulang maka pengembangan perancah
sudah terfokus pada perancah berpori (Zhao et al. 2011; Tripathi dan Basu 2012).
Pori-pori yang ada pada perancah akan menjadi ruang bagi sel untuk melekat dan
bermigrasi serta sebagai tempat untuk suplai nutrisi bagi pertumbuhan sel (Blaker
et al. 2005). Peran pori-pori tersebut sangat penting mengingat sebagian besar sel
mamalia ketika tumbuh bergantung pada tempat berlabuh, yang berarti sel-sel
tersebut tidak akan dapat bertahan tanpa adanya substrat untuk menempel. Ukuran
pori agar proses kolonisasi, proliferasi dan penetrasi sel dapat berjalan dengan baik
adalah 100-400 μm (Kim et al. 2015; Ogose et al. 2004).
Alginat adalah salah satu polimer yang diketahui dapat membentuk perancah
berpori dengan ukuran pori lebih besar dari 100 μm, jika dikompositkan dengan
material keramik (Han et al. 2010). Alginat dapat dihasilkan dari rumput laut coklat
dan merupakan polisakarida yang tersusun dari unit β-D-mannuronic acid dan α-Lgluronic acid. Penambahan kation seperti Ca2+ dapat membuat alginat menjadi
hidrogel yang stabil (Sun dan Tan 2013; Lee dan Mooney 2012). Berdasarkan sifat
biokompatibilitas, tidak beracun, dan harganya yang relatif murah menjadikan
alginat telah diaplikasikan secara luas dalam bidang biomedis (Andersen et al.
2013) seperti pada penyembuhan luka, rekayasa jaringan (Sajesh et al. 2013) dan
drug delivery (Martin et al. 2015). Khusus dalam proses terapi tulang, alginat juga
potesial untuk dikembangkan karena memiliki kemampuan minimally invasive
manner ketika diterapkan ke tubuh, dapat mengisi defek yang tak teratur, dan

2
mendukung proses regenerasi sel (Lee dan Mooney 2012). Alginat murni memiliki
kelemahan utama yaitu sifat mekanisnya yang buruk. Oleh karena itu, penerapan
alginat dalam bentuk komposit dalam proses terapi tulang dianggap lebih
menjanjikan. Beberapa komposit berbasis alginat yang telah dikembangkan adalah
chitosan/alginat/nano-silica (Sowjanya et al. 2013), HA/chitosan-alginat (Jin et al.
2012), dan kalsium sulfat/alginat (He et al. 2012).
Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk membentuk perancah
berpori seperti, replikasi porogen (Tripathi dan Basu 2012; Scalera et al. 2013),
foaming (Montufar et al. 2010), dan freeze-drying (Nazarpak dan Pourasgari 2014).
Secara umum, metode-metode tersebut dapat menghasilkan perancah dengan
ukuran pori 100-1000 µm. Dibandingkan metode lainnya, metode freeze-drying
adalah metode yang relatif sederhana untuk menghasilkan perancah berpori
keramik/polimer karena tidak menggunakan temperatur tinggi yang dapat merusak
struktur polimer. Pori-pori yang terbentuk berasal dari kristal es pada proses
pembekuan yang kemudian meninggalkan lubang ketika sample dikeringkan secara
sublimasi (Deville 2010). Tipe pori yang diperoleh melalui freeze-drying memiliki
morfologi tubular yang bersifat anisotropik dengan interkonektivitas yang tinggi
(Rezwan et al. 2006). Metode freeze-drying juga dapat menghasilkan perancah
berpori dengan karakter yang dapat disesuaikan, seperti melalui pengaturan waktu
(Soon et al. 2009) dan tekanan (Mallick 2009; Autissier et al. 2010) selama proses
freeze-drying berlangsung.
Berdasarkan keunggulan tersebut maka dalam penelitian ini akan
dikembangkan perancah berpori komposit HA/alginat dan β-TCP/alginat melalui
metode freeze-drying. HA dan β-TCP yang akan digunakan bersumber dari limbah
cangkang telur ayam. Penggunaan limbah tersebut disebabkan oleh tingginya
kandungan kalsium karbonat (mencapai 94%) dalam cangkang telur (Murakami
dan Rodrigues 2007). Di sisi lain, produksi telur ayam di Indonesia pada tahun 2014
mencapai 1.223.716 ton dan diperkirakan limbah cangkang telur yang dihasilkan
mencapai lebih dari 122.371,6 ton (BPS 2014), sehingga pemanfaatan limbah
cangkang telur sebagai sumber kalsium dalam pembuatan HA maupun β-TCP
diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomisnya.

Perumusan Masalah
1. Apakah dapat disintesis perancah berpori komposit HA/alginat dan βTCP/alginat dari cangkang telur ayam melalui metode freeze-drying?
2. Bagaimanakah pengaruh alginat terhadap perubahan kristal, fasa, dan gugus
fungsi dalam perancah tersebut?
3. Bagaimanakah pengaruh alginat terhadap morfologi pori dan porositas yang
terbentuk dalam perancah tersebut?
4. Manakah perancah berpori hasil sintesis yang memiliki struktur yang sesuai
dengan keperluan proses terapi tulang?

3
Tujuan Penelitian
1. Menyintesis perancah berpori HA/alginat dan β-TCP/alginat yang berasal dari
cangkang telur.
2. Mengindentifikasi pengaruh penambahan alginat terhadap perubahan fasa,
kristal, dan gugus fungsi dalam perancah berpori HA dan β-TCP.
3. Menganalisis karakter pori dan porositas yang terbentuk dalam perancah
HA/alginat dan β-TCP/alginat.
4. Menghasilkan biokomposit HA/alginat dan β-TCP/alginat dengan struktur dan
ukuran pori yang sesuai dengan keperluan proses terapi tulang.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait proses
preparasi perancah berpori, khususnya pada perancah komposit berbasis kalsium
fosfat dan polimer organik, serta luaran yang didapatkan diharapkan bermanfaat
bagi bidang medis sebagai material perancah dalam rekayasa jaringan.

Ruang Lingkup Penelitian
Proses preparasi perancah dalam penelitian ini menggunakan HA dan β-TCP
yang disintesis melalui metode wise drop dari limbah cangkang telur ayam negeri.
Sintesis perancah berpori HA/alginat dan β-TCP/alginat dilakukan dengan metode
freeze- drying. Identifikasi karakteristik perancah dilakukan menggunakan XRD,
FTIR, μ-CT scan dan SEM. Tingkat keberhasilan perancah berpori yang terbentuk
ditentukan oleh komposisi dalam perancah berpori serta struktur pori-porinya.

4

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2014 s.d. Mei 2015. Proses
sintesis serbuk HA dan β-TCP serta preparasi perancah berpori dilakukan di
Laboratorium Biofisika Material Departemen Fisika FMIPA IPB dan Laboratorium
Advanced Material PUSLIT Kimia-LIPI. Proses freeze-drying dilakukan di
Laboratorium Freeze Dryer Balai Besar-Pascapanen. Karakterisasi XRD dilakukan
di Laboratorium Instrumen Analisis Teknik Kimia FTI ITB, karakterisasi FTIR
dilakukan di Laboratorium Macromolecular PUSLIT Kimia-LIPI, karakterisasi
SEM dilakukan di Laboratorium Pusat Survei Geologi-Bandung, dan untuk
karakterisasi dengan μ-CT scan dilakukan di Laboratorium Micro-CT FMIPA ITB.
Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah cangkang telur ayam
(Bogor, Indonesia), diammonium hydrogen phosphate ((NH4)2HPO4, >99%, Merck,
USA), asam fosfat (H3PO4, 85%, Merck, USA), natrium alginat (C6H7O6Na, CV.
Setia Guna, Indonesia), aquabidest, dan kalsium klorida (CaCl2, >99%, Merck,
USA).

Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: neraca analitik, furnace,
crussible, tabung Erlenmeyer, labu ukur, selang suntik, corong, kertas saring,
magnetic stirrer, multiwall plate 48-well, spatula, freeze-dryer (Sneijder
LY5FME), serta alat karakterisasi XRD (Bruker Advance D8), FTIR (Shimadzu IR
Prestige DSR-8000), μ-CT scan (SkyScan 1173) dan SEM (JEOL JSM-360LA).
Prosedur Penelitian
Preparasi Kalsium Oksida (CaO) dari Cangkang Telur
Cangkang telur yang akan digunakan dalam penelitian ini sebelumnya
dibersihkan dan dikeringkan di udara terbuka selama 24 jam. Selanjutnya,
dilakukan proses kalsinasi pada 1000 °C selama 5 jam agar kalsium karbonat dalam
cangkang telur bertransformasi menjadi kalsium oksida. Serbuk kalsium oksida
tersebut kemudian disimpan pada wadah yang kering untuk selanjutnya digunakan
sebagai sumber kalsium dalam proses sintesis serbuk HA dan β-TCP.
Sintesis Serbuk HA
Serbuk kalsium oksida dari cangkang telur dilarutkan dalam aquabidest 100
mL, selanjutnya (NH4)2HPO4 dilarutkan pula dalam 100 mL aquabidest dengan
rasio Ca/P sebesar 1.67. Presipitasi dan homogenisasi larutan kalsium dan larutan

5
fosfat dilakukan pada suhu ruang selama 150 menit dengan kecepatan stirring 300
rpm, kemudian dilanjutkan dengan aging selama semalam. Hasil presipitasi
kemudian disaring menggunakan kertas saring dan dicuci dengan aquabidest lalu
di sintering pada suhu 900 °C dengan waktu penahanan 5 jam.
Sintesis Serbuk β-TCP
Untuk menghasilkan serbuk β-TCP digunakan H3PO4 sebagai sumber fosfat.
Setelah serbuk kalsium oksida dilarutkan dalam 100 mL aquabidest, selanjutnya
H3PO4 dilarutkan dalam 100 mL aquabidest hingga diperoleh rasio Ca/P 1.5.
Presipitasi larutan kalsium dan larutan fosfat dilakukan pada suhu 50 °C selama 120
menit dengan kecepatan 300 rpm. Hasil presipitasi kemudian disaring, dicuci, dan
dilanjutkan dengan sintering pada 1000 °C dengan waktu penahanan selama 7 jam.
Sintesis Perancah Berpori HA/alginat dan β-TCP/alginat
Untuk melakukan sintesis perancah berpori HA/alginat dan β-TCP/alginat
digunakan metode yang sama. Tahap awal adalah membuat suspensi HA dan βTCP dari cangkang telur dalam aquabidest kemudian diaduk menggunakan stirrer
magnet dengan kecepatan 300 rpm selama 30 menit. Serbuk alginat ditambahkan
dalam suspensi HA dengan rasio HA:alginat sebesar 80:20, 70:30, dan 60:40 dan
masing-masing dinamai sebagai HA-82, HA-73, dan HA-64. Seperti halnya HA,
serbuk alginat juga ditambahkan kedalam suspensi β-TCP dengan jumlah yang
sama dan masing-masing sampel tersebut dinamai sebagai TA-82, TA-73, dan TA64. Baik suspensi HA-alginat maupun β-TCP-alginat diaduk dengan kecepatan 300
rpm hingga tercampur sempurna. Larutan CaCl2 0,03 M sebanyak 2 ml
ditambahkan dalam campuran HA/alginat maupun β-TCP/alginat sebagai crosslink
agent dan diaduk kembali hingga terbentuk gel, kemudian dicetak ke dalam
multiwell plate 48-well dan didiamkan selama satu jam agar terjadi reaksi yang
optimal. Proses pembekuan gel dilakukan di dalam lemari pendingin selama 12 jam
dan dilanjutkan dengan proses freeze-drying pada -40 °C selama 19 jam.

Analisis Data
Analisis Fasa dan Kristal (Karakterisasi XRD)
Serbuk HA, serbuk β-TCP, komposit HA/alginat, dan komposit βTCP/alginat yang dihasilkan pada penelitian ini ditempatkan pada holder logam dan
dicirikan pola difraksi sinar-x nya pada rentang 2θ 10o-80o. Alat karakterisasi XRD
yang digunakan dioperasikan pada 40 kV dan 35 mA menggunakan sumber radiasi
Cu (Kα = 1.5406 Å). Pada analisis XRD diperoleh pola puncak-puncak yang
merupakan ciri dari suatu senyawa atau fase. Identifikasi puncak dan kristal
dilakukan dengan bantuan program Match! kemudian dibandingkan dengan
database dari JCPDS. Untuk menentukan derajat kristalinitas dilakukan dengan
membandingkan luas puncak fasa yang teridentifikasi dengan luas total puncak
difraksi. Sedangkan untuk mengetahui ukuran kristalin digunakan persamaan
Schrerrer,
0,9
D
(1)
 cos 

6
dimana D adalah ukuran kristalin (nm), λ adalah panjang gelombang sinar-x yang
(nm), β adalah FWHM (rad) yang ditinjau dan θ adalah sudut difraksinya (rad).
Analisis Gugus Fungsi (Karakterisasi FTIR)
Untuk melakukan karakterisasi FTIR maka Serbuk HA dan β-TCP serta
seluruh perancah yang telah disintesis dicampur dengan KBr dan dipellet. Pellet
kemudian dimasukan dalam holder dan dicirikan gugus fungsinya menggunakan
spektrofotometer FTIR berdasarkan tingkat transmitansinya pada rentang bilangan
gelombang 400 cm-1 hingga 4000 cm-1. Puncak serapan gugus fungsi yang
teridentifikasi dibandingkan dengan puncak serapan tiap gugus fungsi senyawa
berdasarkan literatur.
Analisis Distribusi Pori dan Porositas (Karakterisasi Micro-CT Scan)
Pemindaian dengan μ-CT scan bertujuan untuk mengetahui distribusi ukuran
pori dan porositas dalam sampel berdasarkan analisis citra. Untuk melakukan
rekonstruksi citra dalam penelitian ini digunakan software Nrecon dengan pixel
image size 23.17 μm. Selanjutnya, untuk melakukan analisis distribusi ukuran pori
dilakukan dengan bantuan software OriginLab.
Analisis Morfologi (Karakterisasi SEM)
Analisis morfologi dari perancah berpori HA/alginat dan β-TCP/alginat yang
dihasilkan pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan SEM. Pemindaian
dilakukan dengan perbesaran 50×, 100×, 500×, dan 1000×. Analisis ini dilakukan
untuk mengetahui struktur pori yang terbentuk.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Serbuk HA dan β-TCP dari Cangkang Telur
Setelah melalui proses wise drop (presipitasi) antara suspensi Ca(OH)2 dan
larutan (NH4)2HPO4 serta proses sintering pada 900 °C selama 5 jam, maka
diperoleh serbuk HA yang berwarna putih ditunjukkan pada Gambar 1 (a). Begitu
pula dengan serbuk β-TCP pada Gambar 1 (b) yang dihasilkan setelah mereaksikan
CaO hasil kalsinasi cangkang telur dengan sumber fosfat dari H3PO4 dan proses
sintering pada 1000 °C. Pemilihan sumber fosfat yang berbeda pada proses sintesis
serbuk HA dan β-TCP berkaitan dengan pH-nya. Larutan (NH4)2HPO4 memiliki
pH yang lebih tinggi daripada H3PO4. Serbuk HA dapat lebih mudah disintesis pada
kondisi pH yang lebih tinggi daripada serbuk β-TCP (Volkmer et al. 2009;
Kamalanathan et al. 2014; Goloshchapov et al. 2013; Mirhadi et al. 2011).
Penelitian sebelumnya telah berhasil mensintesis serbuk HA dengan menggunakan
sumber fosfat lainnya, seperti H3PO4. Tetapi, jika menggunakan sumber fosfat
tersebut dibutuhkan treatment tambahan untuk menyeimbangkan pH seperti dengan
menambahkan NH4OH. Begitu pula dengan sintesis serbuk β-TCP juga dapat
digunakan (NH4)3HPO4 atau (NH4)2HPO4 namun dibutuhkan HNO3 dan amonia
sebagai penyeimbang pH-nya (Hoonnivathan et al. 2012; Arsad dan Lee 2011).
Seringkali tujuan dari memvariasikan sumber fosfat dalam sintesis senyawa
kalsium fosfat berkaitan dengan tipe morfologi tertentu agar sesuai dengan material
biogenik (Liao et al. 2009).
(a)

(b)

Gambar 1 Hasil sintesis serbuk: (a) HA dan (b) β-TCP
Karakteristik Serbuk HA
Untuk menghasilkan serbuk HA pada penelitian ini telah dilakukan
presipitasi sebanyak dua kali pengulangan. Data yang diperoleh untuk masingmasing pengulangan dapat dilihat dalam Tabel 1. Efisiensi massa rata-rata senyawa
HA yang dihasilkan dari kedua sampel yang disintesis adalah sebesar 68.97%.
Kehilangan massa ini dapat terjadi karena pada proses pemanasan akan terjadi
dekomposisi unsur-unsur yang tidak diinginkan agar dapat dihasilkan serbuk HA
dengan kemurnian tinggi. Reaksi kimia pembentukan HA yang diharapkan terjadi
dalam proses sintesis ini adalah sebagai berikut,
10Ca(OH)2 + 6(NH4)2HPO4 + 2H2O
Ca10(PO4)6(OH)2 + 12NH4OH + 6H2O
tanda menandakan bahwa senyawa tersebut akan lenyap karena proses pemanasan.

8
Tabel 1 Data hasil sintesis serbuk HA dengan metode wise drop
Massa (gram)
CaO

(NH4)2HPO4

Massa HA
(gram)

Sintesis ke-1
Sintesis ke-2

2.83
2.83

3.97
3.97

4.67
4.72

68.68
69.41

Rata-rata

2.83

3.97

4.69

68.97

Sampel

Efisiensi
massa (%)

Pada Gambar 2 disajikan pola spektrum XRD serbuk HA yang disintesis dari
limbah cangkang telur ayam dan spektrum XRD HA database. Tampak bahwa
puncak-puncak yang yang terdapat pada serbuk HA hasil sintesis bersesuaian
dengan puncak HA pada data JCPDS No. 09-0432. Tiga puncak tertinggi secara
berurutan terletak pada 2θ: 31.77°; 32.91°; dan 32.19°. Adapun struktur kristal dari
serbuk HA yang diperoleh adalah heksagonal dengan parameter kisi a = 9.4468 Å
dan c = 6.8806 Å (Kay et al. 1964).

Gambar 2 Spektrum XRD serbuk HA dari cangkang telur
Berdasarkan perbandingan intensitas seluruh puncak yang terdapat pada
serbuk hasil sintesis dengan intensitas puncak HA database diperoleh informasi
mengenai fraksi volume HA dalam sintesis ini berkisar 97%. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa struktur kristal HA yang diperoleh pada penelitian ini sangat
identik dengan HA murni. Dengan menggunakan persamaan Scherrer dapat
diketahui bahwa ukuran rata-rata kristalin serbuk HA adalah 65 nm. Ukuran
kristalin serbuk HA tersebut lebih besar dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya yang berada pada rentang 21–35.3 nm (Kamalanathan et al. 2014;
Krishna et al. 2007). Tingginya ukuran kristalin suatu serbuk HA pada penelitian
ini mengindikasikan derajat kristalinitas serbuk HA yang tinggi pula karena derajat
kristalinitas berbanding lurus dengan ukuran kristalinnya (Nikevic et al. 2006).

9
Dengan membandingkan luas puncak fasa HA dengan total luas puncak difraksi
maka dapat diketahui derajat kristalinitas dalam serbuk HA berkisar 89.87%.
Selain identifikasi fasa menggunakan XRD, hasil spektrum FTIR untuk
menganalisis gugus fungsi dari serbuk HA disajikan pada Gambar 3. Dari spektrum
tersebut diketahui bahwa serbuk HA yang dihasilkan terdiri dari gugus fungsi PO43-,
HPO43-, OH-, CO32-, dan air yang terserap. Untuk air yang terserap terletak pada
bilangan gelombang 2600 cm-1 sampai 3600 cm-1. Adanya air yang terkandung di
dalam serbuk HA dapat terjadi akibat uap air yang berada lingkungan sekitarnya.
Namun dari pola spektrum FTIR juga tampak bahwa puncak transmittansinya tidak
begitu tajam yang mengindikasikan serbuk tidak terlalu banyak menyimpan air.
Dibandingkan semua puncak lainnya, puncak gugus fungsi PO43- adalah puncak
yang memiliki bentuk paling tajam. Secara terperinci gugus fungsi PO43- dalam
pada sampel HA terletak pada bilangan gelombang 1095 cm-1; 1043 cm-1; 963 cm1
; 602 cm-1; 570 cm-1; dan 462 cm-1, sedangkan gugus fungsi OH- terletak pada
bilangan gelombang 3568 cm-1 dan 632 cm-1. Gugus fungsi PO43- dan gugus fungsi
OH- adalah gugus fungsi khas yang mendeskripsikan senyawa Ca10(PO4)6(OH)2
atau HA.

Gambar 3 Spektrum FTIR serbuk HA dari cangkang telur
Melalui data XRD juga telah diketahui bahwa sampel serbuk HA didominasi
oleh senyawa tersebut. Maka sangat sesuai apabila hasil FTIR menunjukkan kedua
gugus fungsi tersebut memiliki puncak yang paling signifikan dibandingkan lainnya.
Gugus fungsi lain yang muncul dalam spektrum FTIR dan tidak terkait dengan
senyawa HA adalah CO32- yang terletak pada bilangan gelombang 2349 cm-1; 2000
cm-1; 1641 cm-1; 1512 cm-1; 1415 cm-1 dan gugus fungsi HPO42- yang terletak pada
gugus fungsi 882 cm-1. Adanya gugus fungsi CO32- dalam serbuk HA
mengindikasikan adanya gugus apatit karbonat dalam serbuk HA. Terbentuknya
apatit karbonat karena adanya tambahan karbonat dalam formulasi HA. Hal ini
dapat berasal dari adanya kehadiran CO2 di atmosfer selama proses sintesis.

10
Senyawa prekursor CaO memliki aktivitas yang tinggi terhadap CO2 tersebut
(Goloshchapov et al. 2013). Karbonat dapat menggantikan posisi OH- pada HA
sehingga terbentuk apatit karbonat tipe A dan apabila menggantikan posisi (PO4)3akan terbentuk apatit karbonat tipe B. Apatit karbonat tipe A dapat terbentuk pada
temperatur tinggi (sekitar 900 °C) sedangkan apatit karbonat tipe B akan terbentuk
pada temperatur rendah (sekitar 70 °C). Tetapi apabila diperhatikan pita absopsi
karbonat yang terdapat pada serbuk HA kemungkinan besar berkaitan dengan apatit
karbonat tipe A. Pita khas absropsi karbonat tipe A berada di sekitar bilangan
gelombang 1545 dan 1460 cm-1 sedangkan pita karbonat tipe B berada pada
bilangan gelombang 1466, 1455, dan 1422 cm-1. Adapun kemunculan gugus fungsi
HPO42- kemungkinan berasal dari dua hal, yaitu senyawa (NH4)2HPO4 yang tidak
bereaksi dengan kalsium atau berasal dari senyawa kalsium fosfat apatit
terdefisiensi (calcium-deficient phosphate apatite (CDPA)) (Mortier et al. 1989).
Senyawa CDPA adalah senyawa kalsium fosfat yang terbentuk akibat jumlah
kalsium yang tidak memenuhi kesetimbangan stoikiometri. Rumus kimia dari
CDPA dituliskan sebagai,
Ca10-z  HPO4  z  PO4 6-z  OH 2-z .nH2O

Melalui rumus kimia tersebut tampak bahwa apabila terdapat defek Ca
sebesar z maka akan menyebabkan munculnya gugus HPO4, selain juga gugus PO4
yang indeksnya berkurang sebesar 6-z. Namun, dari spektrum FTIR juga tampak
bahwa gugus HPO42- hanya terdapat pada satu puncak yang tidak tajam yang
mengindikasikan jumlahnya yang sangat kecil. Apabila dibandingkan dengan hasil
FTIR serbuk HA yang diperoleh dari limbah tulang sapi dan ikan (Mondal et al.
2012), serbuk HA cangkang telur dalam penelitian ini relatif lebih baik karena tidak
mengandung gugus fungsi yang mengindikasikan adanya senyawa karbon dioksida
terlarut.
Karakteristik serbuk β-TCP
Untuk menghasilkan serbuk β-TCP pada penelitian ini telah dilakukan
presipitasi sebanyak dua kali pengulangan. Data yang diperoleh untuk masingmasing pengulangan dapat dilihat dalam Tabel 2. Efisiensi massa rata-rata senyawa
β-TCP yang dihasilkan dari kedua sampel yang disintesis adalah sebesar 60.65%.
Seperti dalam proses sintesis serbuk HA, adanya reduksi massa dalam proses
sintesis serbuk β-TCP diakibatkan oleh dekomposisi unsur-unsur yang tidak
dibutuhkan melalui proses sintering. Reaksi kimia pembentukan β-TCP yang
diharapkan terjadi dalam proses sintesis ini adalah sebagai berikut,
3Ca(OH)2 + 2H3PO4
Ca3P2O8 + 6H2O
Tabel 2 Data hasil sintesis serbuk β-TCP dengan metode wise drop
CaO

H3PO4

Massa β-TCP
(gram)

Sintesis ke-1
Sintesis ke-2

4.81
4.81

4.60
4.60

7.64
7.69

60.49
60.89

Rata-rata

4.81

4.60

7.66

60.65

Sampel

Massa (gram)

Efisiensi massa
(%)

11
Gambar 4 menunjukkan pola spektrum XRD serbuk β-TCP yang dihasilkan
dari limbah cangkang telur ayam dan spektrum XRD β-TCP database. Tampak
bahwa puncak-puncak yang terdapat pada serbuk β-TCP hasil sintesis bersesuaian
dengan puncak β-TCP pada data JCPDS No. 09-0169 dengan struktur kristal
rhombohedral, dimana parameter kisi β-TCP adalah a = 10.435 Å dan c = 37.403
Å. Tiga puncak tertinggi secara berurutan terletak pada 2θ: 31.02°; 34.36°; dan
27.79°.

Gambar 4 Spektrum XRD serbuk β-TCP dari cangkang telur
Melalui perbandingan intensitas seluruh puncak yang terdapat pada serbuk
hasil sintesis dengan intensitas puncak β-TCP database diperoleh kesimpulan
bahwa fraksi volume β-TCP yang dihasilkan dalam sintesis ini berkisar 79.1%. Fasa
lain yang terindikasi adalah β-calcium pyrophosphate (β-Ca2P2O7). Kemunculan
fasa ini disebabkan oleh proses pemanasan yang tidak sempurna (TenHusein dan
Brown 1999). Fasa β-Ca2P2O7, adalah fasa awal yang muncul pada reaksi
pembentukan β-TCP yang dihasilkan oleh reaksi kimia antara Ca(OH)2 dengan
H3PO4,
2Ca(OH)2 + 2H3PO4
2CaHPO4 + 4H2O
pada temperatur yang lebih tinggi dari 520°C, CaHPO4 akan bertransformasi
menjadi β-Ca2P2O7,
2CaHPO4
β-Ca2P2O7 + H2O
apabila proses pemanasan sempurna maka pada temperatur 700-900°C, β-Ca2P2O7
bertransformasi menjadi β-TCP dengan cara mengikat CaO melalui reaksi kimia
(Jinlong et al. 2002),
β-Ca2P2O7 + CaO β-Ca3(PO4)2
Melalui persamaan Scherrer dapat diketahui bahwa ukuran rata-rata kristalin
serbuk β-TCP adalah 75.43 nm. Berdasarkan perbandingan luas puncak fasa β-TCP
dengan luas total puncak difraksi maka dapat diketahui bahwa derajat kristalinitas
dari serbuk β-TCP adalah 72 %. Hasil analisis gugus fungsi serbuk β-TCP melalui

12
spektrum FTIR dapat dilihat pada Gambar 5. Pada sampel serbuk β-TCP dari
cangkang telur diketahui terdapat gugus fungsi PO43- , P2O74-, CO32-, dan air yang
teradsorbsi. Hasil analisis ini sesuai dengan hasil analisis FTIR pada proses sintesis
β-TCP yang dilakukan sebelumnya (Cimdina dan Borodajenko 2012).

Gambar 5 Spektrum FTIR serbuk β-TCP dari cangkang telur
Gugus fungsi dengan puncak tertinggi yaitu PO43- yang terdapat pada
bilangan gelombang 441.6 cm-1; 550 cm-1; 605.7 cm-1; 945.3 cm-1; 977.3 cm-1;
1045.3 cm-1; dan 1118.4 cm-1 menunjukkan sampel adalah β-TCP. Khusus untuk
gugus fungsi dengan bilangan gelombang 945.3 cm-1; 977.3 cm-1; dan 1118.4 cm-1
disebut sebagai gugus fungsi PO43- khas β-TCP karena tidak tidak dimiliki oleh αTCP. Selanjutnya, gugus fungsi yang cukup tajam dan tidak berkaitan dengan fasa
β-TCP adalah gugus P2O74- yang terletak pada bilangan gelombang 729.4 cm-1.
Apabila hasil tersebut dibandingkan dengan hasil analisis XRD maka dapat
diketahui bahwa gugus fungsi P2O74- berkaitan dengan senyawa β-Ca2P2O7.
Berdasarkan penelitian Cimdina dan Borodajenko (2012), gugus fungsi P2O74dalam proses sintesis β-TCP baru dapat lenyap dengan sempurna ketika dilakukan
pemanasan di atas 1100°C. Berikutnya, gugus fungsi yang muncul adalah gugus
fungsi CO32- pada bilangan gelombang 1396 cm-1; 1455.8 cm-1; 1505.9 cm-1; 1642
cm-1; 2005.1 cm-1; dan 2318.8 cm-1. Seperti halnya pada serbuk HA, gugus fungsi
CO32- dalam serbuk β-TCP mengindikasikan bahwa dalam sampel terdapat apatit
karbonat yang terbentuk akibat adanya CO2 di atmosfer selama proses sintesis
(Hoonnivathan et al. 2012). Untuk gugus fungsi untuk air yang terserap, pada
bilangan gelombang 2600 cm-1 sampai 3600 cm-1 menunjukkan adanya air yang
terkandung di dalam serbuk β-TCP yang dapat terjadi akibat uap air yang berada
lingkungan sekitarnya.

13
Karakteristik Perancah Berpori HA/alginat dan β-TCP/alginat
Perancah berpori HA/alginat maupun β-TCP/alginat yang dihasilkan dalam
penelitian ini dicetak pada cetakan berbentuk silinder dengan dimensi 8 mm × 17
mm dan hasilnya dapat dilihat pada Gambar 6 (a). Secara makroskopis, seluruh
perancah berpori HA/alginat memiliki pori yang tidak seragam. Karakter pori yang
tak seragam adalah salah satu ciri khas pori yang dihasilkan dari proses freezedrying (Rezwan et al. 2006). Selanjutnya, dapat dilihat dengan jelas bahwa bentuk
perancah yang telah disintesis mengikuti pola cetakan yang digunakan. Dengan
demikian, penyesuaian bentuk perancah berpori dari HA/alginat terhadap
kebutuhan semakin mudah untuk dilakukan. Selain itu, pada Gambar 6 (b) juga
tampak bahwa perancah yang dihasilkan dalam penelitian ini bersifat elastis. Hal
ini ditunjukkan oleh kemampuan untuk kembali pada bentuk awal perancah setelah
ditekan.
(a)

(b)

10 mm

Gambar 6 Bentuk 3D: (a) perancah berpori dan (b) sifat elastis perancah berpori.
Secara umum skema mekanisme pembentukan perancah berpori HA/alginat
dan β-TCP/alginat dapat dilihat pada Gambar 7. Pada tahap pertama, serbuk alginat
(Na-alginat) dicampurkan ke dalam serbuk HA atau β-TCP yang telah dilarutkan
Selanjutnya, pasca proses pencampuran yang dilakukan pada temperatur ruang,
hidrogel (weak hydrogel) alginat mulai terbentuk. Sebagian pembentukan hidrogel
alginat tersebut kemungkinan diinisiasi oleh interaksi antara beberapa ion divalen
kalsium (Ca2+) dari HA atau β-TCP dan atom oksigen pada gugus fungsi asam
alginat (Lee dan Mooney 2012; Sajesh et al. 2013). Setelah itu, crosslink agent
CaCl2 (Grant et al. 1973) ditambahkan pada campuran hidrogel HA dan alginat
tersebut. Selama proses ini, diharapkan ion Ca2+ dari crosslink agent CaCl2
menggantikan seluruh ion Na+ yang tersisa pada alginat untuk membentuk hidrogel
HA/alginat dan β-TCP/alginat yang lebih pekat (strong hydrogel). Proses substitusi
ion kalsium dalam rantai alginat ini juga telah dikonfirmasi data oleh FTIR yang
ditunjukkan oleh pergeseran puncak absorpsi COO- simetrik dan asimetrik alginat
yang secara terperinci dibahas kemudian. Untuk membentuk perancah berpori
HA/alginat dan β-TCP/alginat, maka gel yang telah terbentuk kemudian
dihilangkan kandungan airnya melalui proses freeze-drying. Pori-pori dalam
perancah muncul sebagai efek samping dari lenyapnya air (kristal es) melalui proses
sublimasi pada temperatur yang rendah (-40°C selama 19 jam). Karena tidak

14
digunakan temperatur yang tinggi maka struktur polimer alginat tidak akan
mengalami kerusakan dan terbentuk komposit HA/alginat dan β-TCP/alginat.

(a)

(b)

+
Larutan
β-tricalsium phosphate
(β-TCP, Ca3P2O8)

+
Larutan
Hidroksiapatit
(Ca10(PO4)6(OH)2)
Larutan
Natrium Alginat
([C6H7NaO6]n)

(C2H7NaO6)n dan
Ca3P2O8),
Hidrogel Lemah

(C2H7NaO6)n dan
Ca10(PO4)6(OH)2
Hidrogel lemah

+

+

Keterangan:
β-TCP/Alginat
crosslink

= Na+
= Ca2+ dari β-TCP

HA/Alginat
crosslink

= Ca2+ dari HA
= crosslink CaCl2
= Ca2+ dari CaCl2

3D Perancah Berpori
β-TCP/Alginate

3D Perancah Berpori
HA/Alginat

Gambar 7 Skema mekanisme reaksi: (a) β-TCP/alginat dan (b) HA/alginat

15
Karakteristik Perancah Berpori HA/alginat
Hasil XRD untuk perancah berpori HA/alginat ditunjukkan oleh Gambar 8.
Setelah dilakukan analisis menggunakan software Match! diketahui bahwa pada
perancah berpori tidak terindikasi adanya fasa kristal baru yang terbentuk akibat
penambahan alginat. Hampir semua puncak perancah berpori HA/alginat
mengindikasikan jika puncak tersebut milik HA. Tidak terbentuknya fasa baru di
dalam perancah berpori HA/alginat mengindikasikan bahwa serbuk HA tidak
bereaksi secara kimia terhadap alginat. Hal ini dapat terjadi karena pada proses
sintesis perancah berpori digunakan metode freeze drying tanpa pemanasan dengan
temperatur tinggi. Penggunaan metode tersebut terbukti tidak memberikan energi
yang cukup besar agar fasa HA bertransformasi atau bereaksi kimia dengan alginat.
Selain itu, tidak terdeteksinya fasa alginat dikarenakan alginat adalah suatu polimer
yang sulit diamati dengan XRD.
Melalui persamaan Scherrer diketahui bahwa ukuran rata-rata kristalin dari
kristal HA dalam perancah berpori HA-82, HA-73, dan HA-64 secara berurutan
adalah 43.1 nm, 43.2 nm, dan 42.6 nm, sedangkan dengan membandingkan luas
puncak HA dengan luas total puncak difraksi diketahui bahwa kristanilitas perancah
tersebut secara berurutan adalah 83.2%, 84.3%, dan 76.7%. Ukuran rata-rata
kristalin dan derajat kristalinitas tertinggi terdapat pada sampel HA-73, sedangkan
untuk yang terendah adalah HA-64. Jika dibandingkan dengan serbuk HA tampak
bahwa derajat kristanilitas dan ukuran rata-rata kristalin dalam perancah HA/alginat
mengalami penurunan. Hal ini dapat dipahami sebagai akibat adanya senyawa
alginat dalam perancah. Selain itu, berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa ukuran kristalin HA dalam perancah berpori berbanding lurus dengan
kritanilitasnya (Nikevic et al. 2006).

Gambar 8 Spektrum XRD perancah berpori HA/alginat
Gambar 9 disajikan spektrum hasil analisis FTIR sebagai pembanding hasil
XRD perancah berpori HA/alginat. Secara umum hasil FTIR menunjukkan bahwa
selain gugus fungsi yang muncul pada serbuk HA, sebagai indikasi gugus fungsi

16
hidroksiapatit, juga muncul gugus fungsi baru sebagai indikasi alginat. Gugus
fungsi HA ditunjukkan oleh PO43- dan OH- sedangkan gugus fungsi alginat yaitu
OH- dan COO-. Adapun gugus fungsi CO32- berkaitan dengan gugus fungsi apatit
karbonat. Puncak khas yang mengindikasikan terdapat alginat dalam ketiga
perancah terdapat pada bilangan gelombang 1412 cm-1 dan 1612 cm-1. Secara
berurutan, bilangan gelombang tersebut menyatakan adanya vibrasi untuk gugus
fungsi COO- yang berhubungan dengan ion garam karboksilat yang simetrik dan
asimetrik (Sartori et al. 1997). Apabila diperhatikan, puncak ion garam karboksilat
simetrik bergeser ke arah yang lebih besar dibandingkan dengan puncak ion garam
karboksilat simetrik standar yang diperoleh pada penelitian Sartori et al. (1997),
yaitu 1410 cm-1. Pergeseran ke arah yang lebih besar tersebut mengindikasikan
bahwa pada gugus ion garam karboksilat tersebut terjadi substitusi ion Ca
menggantikan ion Na (Sartori et al. 1997). Substitusi ini dapat disebabkan oleh
penggunaan crosslink agent CaCl2. Namun, jumlah substitusinya relatif masih kecil
karena pergeseran bilangan gelombang masih di bawah 1421 cm-1. Tepat pada
bilangan gelombang 1421 cm-1 mengindikasikan jumlah persen atom Ca yang
tersubstitusi memiliki jumlah yang sama dengan jumlah persen atom Na. Secara
umum, hasil spektrum FTIR untuk berbagai variasi alginat juga menunjukkan
bahwa penambahan jumlah alginat dalam perancah berpori HA/alginat terbukti
tidak memunculkan gugus fungsi baru. Gugus fungsi yang mengindikasikan alginat
bersesuaian dengan gugus fungsi alginat yang didefinisikan pada penelitian
sebelumnya (Alvarez dan Carmona 2007; Daemi dan Barikani 2012; Sartori et al.
1997).

Gambar 9 Spektrum FTIR perancah berpori HA/alginat
Data distribusi ukuran pori perancah komposit HA/alginat yang diperoleh
dari karakterisasi μ-CT scan dan ditunjukkan oleh Gambar 10. Distribusi ukuran
pori yang diperoleh mengikuti pola distribusi Gaussian. Berdasarkan hasil fitting
grafik dengan menggunakan OriginLab diperoleh bahwa ukuran pori rata-rata

17
untuk HA-82, HA-73 dan HA-64 secara berurutan adalah 127 μm, 124 μm, dan 103
μm dengan porositasnya secara berurutan adalah 72%, 68%, dan 70%. Tampak
bahwa HA-82 memiliki ukuran pori rata-rata yang terbesar. Namun, perbedaan
ukuran pori ketiga perancah tersebut tidak begitu signifikan dan ketiganya
memenuhi persyaratan ukuran pori ideal suatu perancah. Berdasarkan lebar kurva
distribusi ukuran pori ketiga perancah tersebut, yang ditampilkan dalam FWHMnya secara berurutan adalah 115, 118, dan 106, tampak bahwa perancah HA-64
memiliki distribusi ukuran pori paling seragam dibandingkan yang lain.

Gambar 10 Distribusi ukuran pori perancah HA/alginat
Secara lebih detail morfologi pori perancah HA/alginat ditunjukkan oleh hasil
karakterisasi SEM seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Dari ketiga hasil
SEM dapat dilihat bahwa semua perancah HA/alginat berhasil terbentuk pori yang
saling terinterkoneksi meskipun ukurannya yang cenderung tidak seragam dan tidak
teratur. Selain karena digunakan metode freeze-drying untuk membentuk pori, hasil
ini kemungkinan disebabkan oleh gumpalan-gumpalan alginat yang saling
bertumpuk.
HA-82

HA-73

HA-64

Gambar 11 Hasil SEM perancah berpori HA/alginat perbesaran 50×
Berdasarkan O’Brien et al. (2004) dan Holister et al. (2002), diketahui bahwa
proses adhesi sel dapat terjadi dengan baik pada perancah yang distribusi ukuran
porinya tidak seragam meskipun jaringan yang terbentuk pada perancah dengan
ukuran pori yang tidak seragam memiliki sifat biomekanis yang lebih buruk. Selain
itu, tampak bahwa ketiga perancah memiliki morfologi pori yang tidak jauh berbeda.
Hal ini sesuai dengan penelitian Lin dan Yeh (2003) yang menyimpulkan bahwa
perubahan morfologi pori secara signifikan pada metode freeze-drying dapat

18
dilakukan dengan mengubah temperaturnya. Sehingga dari penelitian ini dapat
disimpulkan bahwa perbandingan antara HA dengan alginat sebesar 60% dan 40%
adalah perbandingan paling ideal untuk membentuk pori yang seragam.
Karakteristik Perancah Berpori β-TCP/alginat
Hasil XRD untuk perancah berpori β-TCP/alginat ditunjukkan pada Gambar
12. Setelah dilakukan analisis menggunakan software Match! diketahui bahwa pada
perancah berpori tidak terindikasi adanya fasa kristal baru yang terbentuk akibat
penambahan alginat. Perancah berpori β-TCP/alginat, tetap terdiri dari kristal βTCP dan sedikit impuritas β-Ca2P2O7. Senyawa-senyawa kristal tersebut
merupakan senyawa yang sebelumnya terdapat pada serbuk β-TCP. Selain tidak
terbentuk reaksi antara β-TCP dan alginat yang dapat menghasilkan senyawa kristal
baru. Hal ini dapat terjadi karena pada proses sintesis perancah berpori digunakan
metode freeze drying tanpa pemanasan dengan temperatur tinggi.

Gambar 12 Spektrum XRD perancah berpori β-TCP/alginat
Penggunaan metode tersebut terbukti tidak memberikan energi yang cukup
besar agar fasa HA bertransformasi atau bereaksi kimia dengan alginat. Tidak
terdeteksinya fasa alginat karena alginat adalah polimer yang sulit diamati dengan
XRD.Melalui persamaan Scherrer diketahui bahwa ukuran rata-rata kristalin dari
kristal β-TCP dalam perancah berpori TA-82, TA-73, dan TA-64 secara berurutan
adalah 43.6 nm, 28.1 nm, dan 65.9 nm, sedangkan dengan membandingkan luas
puncak β-TCP dengan luas total puncak difraksi diketahui bahwa kristalinitas
perancah tersebut secara berurutan adalah 63%, 59%, dan 67%. Ukuran rata-rata
kristalin dan derajat kristalinitas tertinggi terdapat pada sampel TA-64 sedangkan
untuk yang terendah adalah TA-73. Jika dibandingkan dengan serbuk β-TCP
tampak bahwa derajat kristalinitas dan ukuran rata-rata kristalin dalam perancah βTCP/alginat mengalami penurunan. Melalui hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa ukuran kristalin β-TCP dalam perancah berpori berbanding lurus dengan
kristalinitasnya dan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya (Nikevic et al. 2006).

19
Berdasarkan pola dan perubahan kristalinitas perancah berpori β-TCP/alginat dapat
disimpulkan bahwa penambahan alginat tidak merubah kristalinitas secara
signifikan.
Gambar 13 disajikan spektrum hasil analisis FTIR sebagai pembanding hasil
XRD perancah berpori β-TCP/alginat. Melalui analisis FTIR diketahui bahwa
puncak-puncak yang muncul berhubungan dengan vibrasi gugus fungsi PO43-,
P2O74-, CO32-, COO-, dan OH-. Apabila dibandingkan dengan hasil FTIR untuk
serbuk β-TCP sebagai bahan mentah perancah, maka tampak jelas bahwa gugus
fungsi PO43-, P2O74-, dan CO32- menyatakan senyawa β-TCP, β-Ca2P2O7 dan gugus
fungsi apatit karbonat. Adapun untuk gugus fungsi COO- dan OH- berkaitan dengan
alginat.

Gambar 13 Spektrum FTI