Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam Beberapa Bahan Pakan Alami Burung Kicau

KOMPOSISI NUTRISI DAN TANIN DALAM
BEBERAPA BAHAN PAKAN ALAMI
BURUNG KICAU

RAHAYU AMBARWATI NINASARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Nutrisi dan
Tanin dalam Beberapa Bahan Pakan Alami Burung Berkicau adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Rahayu Ambarwati Ninasari
NIM D24100016

ABSTRAK
RAHAYU AMBARWATI NINASARI. Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam
Beberapa Bahan Pakan Alami Burung Kicau. Dibimbing oleh RITA MUTIA dan
ANURAGA JAYANEGARA.
Burung merupakan salah satu objek menarik yang dapat dikembangkan
dalam dunia peternakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi
nutrisi dan energi bruto dalam bahan pakan alami burung kicau serta mengetahui
kandungan tanin dalam bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet
putih, dan jewawut burung kicau. Penelitian ini merupakan penelitian yang
berbasis eksplorasi dan deskriptif. Parameter yang diamati adalah kandungan
nutrisi, energi bruto, dan tanin. Hasil analisis kandungan nutrisi hewan (jangkrik,
cacing tanah, ulat hongkong, dan kroto) memiliki kandungan protein lebih tinggi

(49.36%-66.55%) dibandingkan kandungan protein pada sampel bijian (8.40%22.35%). Selain itu, kandungan gross energi pada sampel hewan berada pada
rentan 5137-7276 kalg-1 sedangkan pada sampel tumbuhan (bijian) 3815-6940
kalg-1. Kandungan tanin pada millet merah sebesar 0.03g 100g-1, millet putih
0.025g 100g-1, dan jawawut 0.00g 100g-1. Dapat disimpulkan bahwa komposisi
nutrisi pakan alami burung berkicau relatif bervariasi.
Kata kunci: analisis proksimat, gross energi, tanin

ABSTRACT
RAHAYU AMBARWATI NINASARI. Nutrient and Tannin Composition of
Natural Feed Ingredients Birds Chirping. Supervised by RITA MUTIA and
ANURAGA JAYANEGARA.
Bird is one of the interesting objects that can be developed in livestock. The
purpose of the research to determine the nutrient composition and gross energy in
natural feedstuffs birds chirping and to know the content of tanin substances in
natural feedstuffs birds chirping (red millet, white millet, and finger millet). This
research is based exploration and descriptive. Parameters measured were nutrient
content, gross energy, and tannins. The results of the analysis of the nutrient
content of natural feed the birds chirping of animals (crickets, earthworms,
hongkong caterpillars, and kroto) has the protein content higher (49.36% 66.55%) than the protein content in the grains sample (8.40% -22.35%). Gross
energy content of the sample of animals are at (5137-7276) kalg-1, while the

sample of plants (grains) is more varied (3815-6940) kalg-1. The content of
tannins in red millet 0.03 g 100g-1, White millet 0.025 g 100g-1, and finger millet
0.00 g 100g-1.
Keywords: gross energy, proximat analysis, tannin

KOMPOSISI NUTRISI DAN TANIN DALAM
BEBERAPA BAHAN PAKAN ALAMI
BURUNG KICAU

RAHAYU AMBARWATI NINASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi : Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam Beberapa Bahan Pakan Alami
Burung Kicau
Nama
: Rahayu Ambarwati Ninasari
NIM
: D24100016

Disetujui oleh

Dr Ir Rita Mutia, MAgr
Pembimbing I

Dr Anuraga Jayanegara, SPt, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Panca Dewi MHK MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: (

)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi yang berjudul “Komposisi Nutrisi dan Tanin dalam beberapa
Bahan Pakan Alami Burung Berkicau”. Salawat beserta salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya, dan umatnya
yang selalu istiqomah hingga akhir zaman.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian pada bulan Januari sampai
April 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur komposisi nutrisi dalam
bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, jewawut, canary
seed, biji bunga matahari, biji rami, biji sawi, blue seed, biji niger, ketan hitam,
cacing tanah, jangkrik, ulat hongkong, dan kroto), dan kandungan zat anti nutrisi

(tanin) dalam bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, dan
jewawut). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan
memperoleh gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk menjadikan skripsi
ini lebih baik. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca secara
umumnya dan penulis pada khususnya.

Bogor, Juli 2014

Rahayu Ambarwati Ninasari

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
METODE PENELITIAN
Materi

Pakan
Lokasi dan Waktu
Prosedur Penelitian
Prosedur Percobaan
Rancangan dan Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Nutrisi Pakan
Komposisi Tanin
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMA KASIH

vi
vi
1
2
2

2
2
3
3
5
5
5
11
12
12
12
12
14
14

DAFTAR TABEL
1 Analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (bahan segar)
2 Analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (bahan kering)
3 Hasil Analisis Tanin


6
7
11

DAFTAR GAMBAR
1 Sampel pakan tumbuhan dan sampel pakan hewan
2 Distribusi dan Penggunaan Energi dalam Tubuh Unggas

2
10

1

PENDAHULUAN
Burung merupakan salah satu objek menarik yang dapat dikembangkan
dalam dunia peternakan. Keindahan yang alami, variasi yang luar biasa dan
beragam perilaku sosial merupakan beberapa faktor yang melatarbelakangi
meningkatnya pecinta burung. Keindahan yang dimiliknya tidak hanya berupa
keindahan visual, melainkan keindahan audio juga. Keindahan bulu dan suaranya
merupakan daya tarik utama dari makhluk ini sehingga banyak dipelihara oleh

manusia (Suwito 2001).
Tingginya peminat burung merupakan salah satu peluang usaha yang
terbuka bagi semua kalangan untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan
kualitas burung. Sebagian hobiis memelihara burung ini sebagai hewan peliharaan
yang dapat dinikmati baik dari segi visual maupun audio. Saat ini, pemeliharaan
burung kicau semakin meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah individu dan
jumlah rumah tangga yang memiliki binatang peliharaan (FAO 2005). Harga jual
yang tinggi bagi setiap burung kicau dengan suara yang indah merupakan salah
satu alasan yang menjanjikan dalam dunia “perburungan”. Hal tersebut
mendorong beberapa orang untuk mencoba peruntungan beternak burung kicau.
Pemelihara dan pecinta burung kicau banyak yang memiliki perkumpulan atau
komunitas yang digunakan sebagai salah satu sarana dalam bertukar informasi
mengenai berbagai hal dalam pemeliharaan maupun perawatan burung kicau.
Budidaya burung saat ini lebih banyak berinteraksi pada kegunaannya
sebagai burung konsumsi. Salah satu sumber protein hewani yang didapat dari
burung merupakan alternatif pilihan yang banyak dipilih oleh masyarakat. Harga
yang dapat bersaing dan cita rasa khas merupakan alasan tersendiri bagi para
konsumen burung. Berbeda dengan interaksi sebagai burung konsumsi, budidaya
burung sebagai unggas hias dan burung kicau justru tergolong minim dilakukan.
Banyak hal yang menyebabkan ketimpangan ini, di antaranya adalah budidaya

burung kicau relatif lebih sulit dibandingkan budidaya burung konsumsi.
Burung kicau memerlukan pemeliharaan yang lebih intensif dari pada
pemeliharaan burung konsumsi. Saat ini, pemeliharaan burung kicau lebih
terfokus pada keperluan kontes dan hobi. Hal ini berkorelasi dengan penelitian
mengenai burung kicau, di mana penelitian mengenai burung kicau masih minim
dilakukan. Ukuran tubuh yang relatif lebih kecil jika dibandingkan ayam
merupakan salah satu tantangan yang serius dalam pemeliharaan burung kicau.
Hal ini dikarenakan adanya korelasi antara bobot badan ternak dengan banyaknya
jumlah konsumsi pakan yang dikonsumsi suatu ternak sehingga akan
mempengaruhi asupan nutrisi dari ternak tersebut. Selain itu, minimnya penelitian
mengenai pemeliharaan dan pakan burung kicau ini juga menjadi kendala dalam
pemeliharaan burung kicau. Pemberian pakan untuk burung kicau hanya
menggunakan standar umum yang dilakukan para peternak maupun pemelihara
burung kicau pada umumnya tanpa menggunakan standar baku yang telah diuji
dengan penelitian (Soemarjoto 2003).
Pemberian pakan untuk burung kicau kerap kali memiliki suatu tujuan lebih
selain untuk mencukupi kebutuhan hidup burung kicau. Beberapa peternak
menyakini bahwa pemberian beberapa serangga dapat meningkatkan kualitas dan
performa burung kicau. Mengingat sangat minimnya penelitian mengenai burung

2

kicau di Indonesia terutama kaitannya dengan pakan alami burung kicau, maka
peneitian ini dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur komposisi nutrisi dalam bahan
pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, jewawut, canary seed, biji
bunga matahari, biji rami, biji sawi, blue seed, biji niger, ketan hitam, cacing
tanah, jangkrik, ulat hongkong, dan kroto), dan kandungan zat anti nutrisi (tanin)
dalam bahan pakan alami burung kicau (millet merah, millet putih, dan jewawut).

METODE
Materi
Pakan
Penelitian ini menggunakan sampel nabati meliputi millet merah, millet
putih, jewawut, canary seed, biji bunga matahari, biji rami, biji sawi, biji niger,
blue seed, dan ketan hitam. Sampel hewani meliputi cacing tanah, jangkrik, ulat
hongkong, dan kroto. Sampel bahan pakan diperoleh dari Pasar Anyar, Bogor,
Jawa Barat. Sampel yang digunakan terdapat pada Gambar 1.

Millet Putih

Millet Merah

Biji Bunga Matahari

Biji Bunga Matahari
(setelah dikupas)

Biji Rami

Biji Sawi

Ulat Hongkong

Jangkrik Ternak

Jewawut

Canary Seed

Biji Niger

Canary Seed
(setelah dikupas)

Ketan Hitam

Blue Seed

Cacing Tanah

Kroto

Gambar 1 Sampel pakan nabati dan sampel pakan hewani

3

Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan April 2014.
Analisis kandungan nutrisi (analisis proksimat) dilakukan di Laboraturium Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Fakultas Teknologi Pertanian
dan Laboraturium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor untuk analisis Gross energi. Analisis anti nutrisi (tanin)
dilakukan di Laboraturium Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor.
Prosedur
Prosedur Percobaan
Penelitian ini, dilakukan dengan menggunakan tiga analisa laboratorium
yang meliputi analisis proksimat, analisis Gross energi, dan analisis tanin. Setiap
sampel pakan yang dianalisis dilakukan secara duplo (2 ulangan).
Analisis Proksimat
Kadar Air. Tahap pertama adalah mengeringkan cawan porselen dalam
oven pada suhu 105° C selama 1 jam. Setelah itu, cawan diletakkan ke dalam
desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan hingga dingin kemudian
ditimbang. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan.
Kemudian, 1 gram sample dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 105° C selama 8 jam. Setelah selesai, cawan tersebut
kemudian dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian
selanjutnya ditimbang kembali dan dilakukan perhitungan kadar air dengan
rumus:
Kadar air = Bobot sample (segar-kering) x 100%
Bobot sample segar
Kadar Abu. Cawan porselin dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada
suhu 105° C, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan
ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 1 gram
dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dilakukan pembakaran hingga sampel
tidak berasap lagi. Setelah itu, dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600° C
selama 2 jam, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar
abu ditentukan dengan rumus:
Kadar Abu =
Bobot Abu x 100%
Bobot sample
Kadar Lemak Kasar. Sampel seberat 2 gram (W1) dimasuk disebar di atas
kapas yang beralas kertas saring dan di gulung membentuk thimble, lalu
dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam
dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml. .Lemak yang terekstrak,
kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C selama 1 jam. Kemudian
dilakukan perhitungan kadar lemak kasar dengan rumus :
Kadar lemak = Bobot lemak terekstrak x 100%
Bobot sampel
Kadar Protein Kasar. Sampel ditimbang sebanyak 0.25 gram, kemudian
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 ml, lalu ditambahkan 0.25 gram selenium
dan 3 ml H2SO4 pekat. Kemudian sampel didestruksi pada suhu 410° C selama
kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke
dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%,

4

kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100° C. Hasil destilasi
ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml asam borat
(H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna
merah muda (1:2). Setelah volume destilat (tampungan) mencapai 40 ml dan
berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Lalu destilat dititrasi
dengan HCl 0.10 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran
dibaca dan dicatat. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko.
Diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus:
%N = (S-B)x NHCL x 14 x 100%
w x 1000
ket. S : volume titran sample (ml); B: volume titran blanko (ml); w : bobot
sample kering (mg). Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen
dengan Faktor perkalian untuk berbagai bahan pangan berkisar 5.18 – 6.38
(AOAC, 1980).
Kadar Serat Kasar. Sebanyak 1 gram sampel kering dilarutkan dengan
100ml H2SO4 1.25%, dipanaskan hingga mendidih lalu dilanjutkan destruksi
selama 30 menit. Kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman (ф: 10
cm) dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil saringan dibilas dengan
20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali. Residu didekstruksi
kembali dengan 100 ml NaOH 1.25% selama 30 menit. Lalu disaring dengan cara
seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H2SO4 1.25% mendidih 25
ml air sebanyak tiga kali dan 25 ml alkohol. Residu beserta keras saring
dipindahkan ke cawan porselin dan dikeringkan dalam oven 130° C selama 2 jam
setelah dingin residu beserta cawan porselin ditimbang (A), lalu dimasukkan
dalam tanur 600° C selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B).
kemudian dilakukan penghitungan kadar serat kasar dengan rumus :
Kadar serat Kasar = bobot serat kasar x 100%
Bobot sample
Ket . Bobot serat kasar = W – W0
W = bobot residu sebelum dibakar dalam tanur
= A – (bobot kertas saring + cawan) : A : bobot residu + kertas sarimg
+ cawan
W0= bobot residu setelah dibakar dalam tanur
= B – (bobot cawan) : B : bobot residu + cawan
BETN (Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen). Kadar karbohidrat total
ditentukan dengan metode carbohidrat by difference yaitu : 100% - (kadar air +
abu + protein + lemak+serat kasar). Kadar protein N free menunjukkan besarnya
kandungan karbohidrat yang dapat dicerna dari suatu bahan pangan. Ditentukan
dengan cara 100% - (kadar air + abu + lemak + protein + serat kasar).
Analisis Tanin
Kadar Tanin diukur dengan menggunakan spektofotometer melalui 3
tahapan :
1.
Sebelum penambahan PVPP
Sebanyak 0.5 ml ekstrak sampel dipipet dan ditambahkan 0.25 ml
folin ciocalteu (diencerkan 1:1 lalu disimpan dalam suhu 4°C) dan 1.25 ml
sodium carbonate 20% ( 40 gram sodium carbonate dilarutkan dalam 200

5

2.

3.

ml akuades), lalu divortex dan didiamkan selama 40 menit dan kemudian
diukur absorbans pada panjang gelombang 725 nm.
Setelah penambahan PVPP
Sebanyak 100 mg PVPP ditambah dengan 1 ml ekstrak tanin dan 1 ml
akuades lalu divortex. Setelah itu disimpan dalam suhu 4°C selama 15
menit, kemudian disentrifuse dan kemudian supernatan digunakan untuk
analisis. Sebanyak 0.5 ml ekstrak sampel dipipet dan ditambahkan 0.25 ml
folin ciocalteu (diencerkan 1:1 lalu disimpan dalam suhu 4°C) dan 1.25 ml
sodium carbonate 20% ( 40 gram sodium carbonate dilarutkan dalam 200
ml akuades), lalu divortex dan didiamkan selama 40 menit dan kemudian
diukur absorbans pada panjang gelombang 725 nm.
Standar asam tanat
Sebanyak 0 ml; 0.02 ml; 0.04 ml; 0.06 ml; 0.08 ml; 0.1 ml asam tanat
yang telah diencerkan dipipet lalu ditambahkan akuades hingga 0.5 ml.
Kemudian ditambahkan 0.25 ml folin ciocalteu (diencerkan 1:1 lalu
disimpan dalam suhu 4°C) dan 1.25 ml sodium carbonate 20% ( 40 gram
sodium carbonate dilarutkan dalam 200 ml akuades), lalu divortex dan
didiamkan selama 40 menit dan kemudian diukur absorbans pada panjang
gelombang 725 nm.

Analisis Gross Energi
Analisis Gross energi dilakukan dengan menggunakan bomb calorimeter
parr 6200.
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisa
deskriptif, dengan 14 sampel dan dilakukan secara duplo.
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah analisis kandungan
nutrisi yang meliputi kadar air (KA), kadar abu, kadar lemak, kadar protein kasar,
kadar serat kasar, BETN, dan gross energi, sedangkan analisis anti nutrisi yang
berupa kadar tanin.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Nutrisi Pakan
Komposisi atau kandungan nutrisi satu bahan pakan merupakan hal yang
penting untuk diketahui. Menurut Sutardi (1980), zat makanan terdiri dari enam
jenis, yaitu air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Analisis bahan
makanan merupakan satu hal yang cukup kompleks, oleh karena itu dilakukan
suatu penyederhanaan yang mengelompokkan zat makanan berdasarkan sifat fisik
dan kimianya. Thar pada tahun 1809 telah merintis analisis ini, yang kemudian
disempurnakan oleh Henneberg dan Stohmann pada tahun 1860 dari Weende.
Metode ini dikenal dengan nama Analisis Proksimat Weende, di mana proximus

6

berarti terdekat. Metode ini merupakan metode terdekat yang dapat
menggambarkan komposisi zat makanan suatu bahan makanan (Sutardi 1980).
Analisis kandungan nutrisi pakan dilakukan dengan menggunakan
analisis proksimat dan analisis Gross Energy. Analisis proksimat merupakan uji
analisa suatu bahan pakan yang telah lama ada dan dapat digunakan untuk
menduga nilai nutrien dan nilai energi dari bahan atau campuran pakan yang
berasal dari bagian komponen bahan pakan tersebut (McDonald et al. 2002).
Bahan pakan yang dilakukan analisis proksimat terdiri dari 14 sampel pakan alami
burung kicau yang dibagi menjadi 2 bagian, yaitu tumbuhan (bijian) dan hewan.
Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung kicau dalam keadaan segar
ditampilkan pada Tabel 1 dan dalam keadaan dry mater (100% bahan kering)
pada Tabel 2.
Tabel 1. Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (bahan
segar)
Nama Sampel

KA
(%)

ABU
(%)

LK
(%)

PK
(%)

Biji Niger
(Guizotia abyssinica)
Blue Seed

8.7

3.81

18.26

7.96

6.96

Biji Sawi
(Brassica juncea)
Biji Rami
(Linum usitatissimum)
Biji Bunga Matahari
(Helianthus annuus L.)
Millet Putih
(Pennisetum glaucum)
Millet Merah
(Panicum miliaceum)
Ketan Hitam
(Orya sativa glotinosa)
Jewawut
(Setaria italica)
Canary Seed
(Kanarium memmum)
Jangkrik
(Gryllidae)
Kroto
(Oecophylla Smaragdin)
Ulat Hongkong
(Tenebrio molitor)
Cacing Tanah
(Lumbricus sp.)

7.08

3.87

7.11

3.04

8.40

3.42

13.23

3.08

33.3
7
38.8
0
30.5
0
31.8
6
48.7
4
3.71

9.76

SK
(%)
(%)
22.2
3
11.7
9
17.5
8
18.9
9
10.5
3
4.19

BET
N(%)

GE
(Kal/g)

13.62

5957

16.18

5504

19.48

5787

20.65

6029

6.56

6940

66.03

3815

13.48

3.43

3.59

10.80

8.97

59.73

3918

14.21

1.44

2.83

8.40

0.24

72.88

4365

12.57

2.25

4.09

9.74

4.41

58.14

3827

12.04

2.41

6.94

18.08

2.18

59.07

4455

74.59

1.25

4.43

16.91

1.73

1.09

6548

77.51

1.1

3.25

11.10

1.81

5.23

5132

70.14

1.26

8.03

15.62

3.31

1.64

6414

80.55

2.97

1.35

12.71

0.28

2.14

4623

18.31
21.49
18.35
22.35

BK: Bahan Kering, LK: Lemak Kasar, PK: Protein Kasar, SK: Serat kasar, BETN: Bahan ekstrak
tanpa Nitrogen, GE: Gross Energi
Analisa dilakukan di Laboraturium Pusat Sumberdaya Hayati, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

7

Tabel 2. Hasil analisis proksimat bahan pakan alami burung berkicau (%
bahan kering)
Nama Sampel

Biji Niger
(Guizotia abyssinica)
Blue Seed
Biji Sawi
(Brassica juncea)
Biji Rami
(Linum usitatissimum)
Biji Bunga Matahari
(Helianthus annuus L.)
Millet Putih
(Pennisetum glaucum)
Millet Merah
(Panicum miliaceum)
Ketan Hitam
(Orya sativa glotinosa)
Jewawut
(Setaria italica)
Canary Seed
(Kanarium memmum)
Jangkrik
(Gryllidae)
Kroto
(Oecophylla
Smaragdin)
Ulat Hongkong
(Tenebrio molitor)
Cacing Tanah
(Lumbricus sp.)

BK
(%)

ABU
(%)

LK
(%)

PK
SK
BET
(%)
(%) N(%)
BAHAN KERING

GE
(Kal/g)

100

4.17

36.55

20.00

24.35

14.92

6525

100
100

7.56
4.16

42.16
32.82

19.89
23.13

12.81
18.92

17.58
20.96

5980
6228

100

3.27

34.30

19.75

20.44

22.23

6490

100

3.73

53.21

24.40

11.50

7.16

7576

100

3.55

4.28

11.25

4.83

76.10

4397

100

3.96

4.15

12.48

10.37

69.04

4528

100

1.68

3.30

9.79

0.28

84.95

5088

100

2.76

7.57

20.68

2.49

66.50

4377

100

2.74

7.07

20.55

2.48

67.16

5065

100

4.92

17.43

66.55

6.81

4.29

7276

100

4.89

14.45

49.36

8.05

23.25

5702

100

4.22

26.89

52.31

11.09

5.49

7127

100

15.27

6.94

65.35

1.44

11.00

5137

BK: Bahan Kering, LK: Lemak Kasar, PK: Protein Kasar, SK: Serat kasar, BETN: Bahan ekstrak
tanpa Nitrogen, GE: Gross Energi
Analisa dilakukan di Laboraturium Pusat Sumberdaya Hayati, Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.

Analisis proksimat dibagi ke dalam enam fraksi zat makanan yaitu kadar
air, abu, protein kasar, lemak, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(McDonald et al. 2002). Sampel yang digunakan meliputi 14 sampel yang terbagi
ke dalam dua bagian, yaitu sampel tumbuhan (millet merah, millet putih, jawawut,
canary seed, biji bunga matahari, biji sawi, biji niger, biji rami, blue seed, ketan
hitam). Kadar air menunjukkan persentase kandungan air di dalam bahan pakan
yang akan berkorelasi negatif dengan kandungan bahan kering yang digunakan
sebagai penentu kadar nutrien lainnya dalam suatu bahan pakan. Sutardi (1980)
menyatakan bahwa sebagian BK (bahan kering) mengandung zat anorganik
(mineral). Semakin tinggi kadar air bahan pakan akan berbanding terbalik dengan
kandungan bahan kering yang berpengaruh terhadap persentase nutrien dalam
bahan pakan.

8

Penyajian data yang dilakukan berdasarkan dry matter atau 100% BK
tanpa adanya kandungan air lagi di dalam bahan pakan. Kadar abu dapat
diindikasikan dengan ketersediaan mineral yang terdapat dalam bahan pakan.
Menurut Sutardi (1980), pembakaran sampel dengan suhu tinggi menyebabkan
semua bahan organik terbakar dan teruapkan sehingga menyisakan abu
pembakaran yang diindikasikan sebagai mineral bahan pakan. Berdasarkan data
dry matter pada analisis proksimat yang dilakukan didapatkan kandungan abu
yang relatif seragam antara satu bahan dengan bahan yang lainnya. Kandungan
abu yang paling tinggi pada sampel bijian terdapat pada blue seed (7.56%) dan
terendah terdapat pada ketan hitam (1.68%), sedangkan untuk sampel hewan
kadar abu tetinggi didapatkan dari cacing tanah (15.27%) dan terendah pada ulat
hongkong (4.22%).
Analisis selanjutnya berupa analisa lemak kasar (LK) dilakukan dengan
metode Soxhlet. Sutardi (1980) menyatakan bahwa lemak merupakan sebagian
BOTN yang larut dalam pelarut organik, sedangkan yang tidak larut adalah fraksi
karbohidrat. Fraksi lemak terdiri dari trigliserida yaitu ester gliserol dengan asam
lemak. Kandungan Bahan Organik Tanpa Nitrogen (BOTN) merupakan selisih
antara bahan organik dan protein kasar dalam bahan pakan (Sutardi 1980).
Kandungan lemak kasar tertinggi pada bahan pakan dari tanaman dalam keadaan
dry matter terdapat pada biji bunga matahari yang kadar lemak kasarnya mencapai
53.21% dan terendah adalah ketan hitam hitam sebesar 3.30%. Minyak biji bunga
matahari menjadi salah satu pilihan pakan sumber lemak, karena selain dapat
mensuplai energi, juga tinggi kadar lemak tak jenuh rantai panjang (Manso et al.
2011). Bahan pakan yang berasal dari hewan memiliki kandungan lemak tertinggi
diperoleh dari ulat hongkong yang mencapai 26.89%, kemudian jangkrik
(17.43%), kroto (14.45%), dan cacing tanah (6.94%).
Minyak biji bunga matahari menjadi salah satu pilihan pakan sumber lemak,
karena selain dapat mensuplai energi, juga tinggi kadar lemak tak jenuh rantai
panjang (Manso et al. 2011). Sumber lemak dalam pakan dapat didapat dari
penambahan minyak dalam ransum. Tingginya kadar lemak kasar di dalam biji
niger dan blue seed juga dimanfaatkan para pemelihara burung kicau sebagai
pakan yang diberikan di saat musim dingin. Penggunaan bahan pakan dengan
kadar lemak yang tinggi akan meningkatkan sumber energi bahan pakan.
Penggunaan sumber energi berupa lemak merupakan salah satu langkah yang
dapat dilakukan, karena lemak memberikan energi yang lebih tinggi daripada
karbohidrat dan protein (Sudarman et al. 2008).
Analisis protein kasar dalam analisa proksimat dilakukan dengan
menggunakan metode Kjeldahl, metode ini menggunakan asumsi bahwa semua
nitrogen (N) bahan makanan berasal dari protein, dan semua protein bahan
makanan mengandung N sebanyak 16% (Sutardi 1980). Kadar protein kasar
dalam suatu bahan pakan dapat menentukan harga bahan pakan. Menurut Sutardi
(1980), protein adalah senyawa organik yang tersusun dari asam-asam amino alfa
yang umumnya berkonfigurasi L dan diikat satu sama lain oleh ikatan peptida
sehingga membentuk polipeptida. Pada umumnya, bahan pakan dengan nilai
protein yang lebih tinggi akan memiliki harga yang relatif lebih tinggi
dibandingkan dengan bahan pakan yang memiliki nilai protein rendah.
Berdasarkan analisa protein kasar sampel pakan dari tumbuhan diketahui
bahwa kandungan protein tertinggi terdapat pada biji bunga matahari yang

9

mencapai 24.40% dan terendah terdapat pada ketan hitam yang mencapai 9.79%.
Bahan pakan yang berasal dari hewan didapatkan data dalam bentuk dry mater di
mana jangkrik memiliki kandungan protein tertinggi yang mencapai 65.55%,
kemudian cacing tanah 66.35%, ulat hongkong 52.31%, dan kroto 49.36%.
Menurut Soemadi dan Mutholib (2003) menyatakan bahwa jumlah protein yang
dikonsumsi burung kicau dari pakan yang disediakan harus seimbang dengan
kebutuhannya, tidak lebih dan tidak kurang. Apabila protein yang dikonsumsi
berlebih maka sisanya akan diubah menjadi lemak sehingga menyebabkan burung
menjadi gemuk dan terlihat malas. Sebaliknya, bila terjadi defisiensi konsumsi
protein maka mengakibatkan burung menjadi kurus, kerdil, pertumbuhan bulu
tidak sempurna, bersifat kanibal, tidak bergairah dan enggan bersuara.
Sudrajat (2002) menyatakan bahwa jangkrik dapat diberikan kepada burung
sebagai pakan tambahan untuk pemulihan saat burung sedang tidak sehat.
Tingginya protein kasar dalam tubuh jangkrik merupakan salah satu indikator
bahwa jangkrik merupakan bahan pakan dengan kualitas yang sangat baik
sehingga baik diberikan pada ternak untuk meningkatkan kesehatan ternak. Selain
itu, tepung jangkrik mengandung estrogen sebesar 259.535 ppm yang diperoleh
dari ekstrasi campuran jangkrik jantan dan betina pada umur diatas 35 hari
(Saefullah 2006). Soemadi dan Mutholib (2003) menyatakan bahwa untuk
bersuara, burung memerlukan protein kurang lebih 35% dari jumlah makanannya.
Serat kasar merupakan bahan yang dibentuk oleh dinding sel dari
tanaman seperti selulosa, pentosan, lignin, dan kitin (Achmanu dan Muharlien
2011). Serat kasar dalam bahan pakan akan menentukan kecernaan bahan pakan
pada ternak yang mengkonsumsinya. Selain itu, serat kasar sering kali dijadikan
faktor pembatas pada ransum unggas dikarenakan kemampuan unggas mencerna
serat kasar sangat minim (Achmanu dan Muharlien 2011). Sampel pakan yang
berasal dari tumbuhan yang berupa biji niger memiliki kandungan serat kasar
yang paling tinggi mencapai 24.35% dan ketan hitam 0.28%. Bahan pakan yang
berasal dari hewan memiliki kandungan serat kasar yang relatif lebih rendah
dibandingkan bahan pakan yang berasal dari tumbuhan. Serat kasar tertinggi
dalam sampel bahan pakan dari hewan terdapat dalam ulat hongkong 11.09%,
kemudian kroto (8.05%), jangkrik (6.81%), dan cacing tanah (1.44%).
Kandungan serat kasar ulat hongkong yang relatif lebih tinggi jika
dibandingkan dengan sumber pakan dari hewan yang lain merupakan salah satu
alasan pembatas pemberian ulat hongkong pada burung berkicau. Menurut Turut
(1998), pemberian ulat hongkong untuk burung berkicau cukup 3-5 ekor perhari,
hal ini dikarenakan pemberian yang terlalu berlebih dapat mengganggu kesehatan
burung. Kandungan serat kasar yang rendah mengakibatkan zat makanan dalam
ransum yang dapat dimanfaatkan oleh tubuh lebih banyak (Arisca 2010). Arisca
(2010) menyatakan kadar serat yang tinggi juga menjadi penyebab rendahnya
nilai metabolis dalam bahan karena selulosa dan lignin bukan termasuk sumber
energi yang bisa dicerna unggas.
Kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) diperoleh dari hasil
pengurangan 100% dengan komponen-komponen analisis proksimat yaitu kadar
air, abu, protein kasar, lemak kasar, dan serat kasar. BETN terutama mengandung
pati, gula dan karbohidrat tersedia yang lain (Cheeke 1999). Arisca (2010)
menyatakan bahwa BETN merupakan komponen dari karbohidrat yang terdiri
atas monosakarida, disakarida, dan polisakarida, terutama pati yang semuanya

10

mudah larut, mempunyai daya cerna tinggi, dan kandungan sumber energi yang
tinggi. Berdasarkan hasil analisis didapatkan kandungan BETN tertinggi pada
sampel tumbuhan adalah ketan hitam dengan persentase BETN sebesar 84.95%
dan terendah adalah biji bunga matahari (7.16%). Sementara untuk sampel hewan
diperoleh kandungan BETN sebesar 23.25% untuk ulat hongkong, kemudian
11.00% untuk cacing tanah, 5.49% untuk kroto, dan 4.29% untuk jangkrik.
Analisis gross energi digunakan untuk mengukur energi bruto dalam bahan
pakan. Kandungan energi bruto ini dapat digunakan sebagai acuan dalam
penyusunan ransum unggas. Wahju (1997) menyatakan bahwa dalam menyusun
ransum unggas selain kandungan nutrien seperti karbohidrat, lemak, protein,
vitamin, dan mineral juga kandungan energi perlu diperhatikan mengingat tingkat
energi ransum menentukan banyaknya pakan yang dikonsumsi. Kebutuhan energi
dijadikan standar dalam penyusunan ransum ternak sehingga pengetahuan
kandungan energi secara kuantitatif sangat penting (McDonald et al. 1995).
Anggorodi (1995) menyatakan bahwa zat nutrisi sumber energi adalah
karbohidrat, lemak, dan protein, sedangkan menurut Wahju (1997) karbohidrat
berbentuk selulosa, hemiselulosa, dan lignin sulit dicerna oleh ayam.
Analisis gross energi ini dilakukan dengan menggunakan bom kalorimeter
parr 6200. Hasil tertinggi untuk sampel pakan tumbuhan dalam keadaan 100%
BK (dry matter) berasal dari biji bunga matahari, yaitu sebesar 7576 kalg-1 dan
terendah adalah millet putih (4397 kalg-1). Sampel hewan menunjukkan
kandungan energi bruto sebesar 7276 kalg-1 pada jangkrik ternak, kemudian ulat
hongkong 7128 kalg-1, 5702 kalg-1 pada kroto, dan terendah adalah 5137 kalg-1
pada cacing tanah. Energi bruto yang terkandung dalam pakan tidak menjamin
terpenuhinya kebutuhan ternak, karena zat nutrisi yang terkandung di dalamnya
tidak dapat seluruhnya dicerna dan diserap oleh tubuh (Pond et al. 1995). Menurut
Wahju (1997) nilai energi metabolis dari bahan makanan penggunaannya paling
aplikatif dalam ilmu nutrisi ternak unggas karena pengukuran energi ini tersedia
untuk semua tujuan, termasuk hidup pokok, pertumbuhan dan produksi telur.
Distribusi dan penggunaan energi dalam tubuh unggas disajikan dalam Gambar 2.
Energi Bruto
Energi Feses
Energi Urin
Panas Tubuh
Energi Neto untuk Hidup Pokok
• Metabolisme Basal
• Regulasi Suhu Tubuh
• Aktifitas Normal

Energi Dapat dicerna
Energi Metabolis
Energi Neto
Energi Neto Produksi
• Bulu
• Pertumbuhan
• Telur

Gambar 2 Distribusi dan Penggunaan Energi dalam Tubuh Unggas (Leeson dan
Summer, 2001)

11

Menurut Ensminger (1991) tidak semua energi yang terkandung dalam
ransum dapat dipergunakan oleh ternak, sebagian akan terbuang melalui feses dan
urin. Ketersediaan energi tergantung pada jumlah yang hilang selama pencernaan
dan metabolisme. Energi tercerna (digestible energy/DE) merupakan selisih antara
energi bruto (gross energy) makanan dengan energi yang dikeluarkan tubuh
melalui feses.
Analisis Tanin
Analisis anti nutrisi yang dilakukan berupa analisis tanin, hal ini
dikarenakan adanya dugaan keterkaitan antara ketersediaan tanin dengan jumlah
konsumsi bahan pakan oleh burung kicau. Hasil analisis proksimat bahan pakan
alami burung kicau ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil analisis tanin
No
Bahan Pakan
1
Millet Putih
2
Millet Merah
3
Jewawut

Tanin (%)
0.025
0.03
0.00

Hasil analisa Laboraturium Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor

Analisis tanin dilakukan terhadap 3 jenis bijian pakan alami burung kicau
yang berupa millet merah, millet putih, dan jewawut. Penggunaan millet merah,
millet putih, dan jewawut lebih dominan dibandingkan penggunaan bijian lain
dalam penyusunan ransum burung kicau, hal ini merupakan salah satu alasan
pengujian tanin dilakukan hanya menggunakan ketiga bahan tersebut. Salah satu
faktor penunjang dari dominannya penggunaan ketiga bijian tersebut adalah
harganya yang relatif lebih murah dibandingkan harga bijian yang lain dan
ketersediaannya yang lebih banyak. Selain itu, penggunaan millet putih yang lebih
dominan dibandingkan millet merah merupakan indikasi adanya pembatasan
dalam penggunaan millet merah. Pakan Tropical Finches Prestige menggunakan
formulasi pakan millet putih 33%, millet merah 3%, jewawut 48%, canary seed
8,5, niger seed 1,5%, biji rami 6%. Sedangkan pada pakan Ebod Canary
menggunakan formulasi millet putih 16%, millet merah10%, biji sawi 20%, niger
seed 14%, canary seed 40%.
Analisis tanin yang dilakukan pada millet merah mendapatkan hasil tanin
yang paling besar yaitu 0.03 g100g-1, kemudian millet putih dengan kandungan
0.025 g100g-1, dan jewawut tidak memiliki kandungan tanin di dalamnya. Lebih
tingginya kandungan tanin di dalam millet merah ini menyebabkan lebih
sedikitnya konsumsi millet merah dibandingkan millet putih oleh burung kicau.
Cheeke dan Shull (1999) menyatakan bahwa proteksi dari serangan ternak dapat
dilakukan dengan menimbulkan rasa sepat sedangkan serangan bakteri dan
insekta diproteksi dengan menonaktifkan enzim-enzim protese dari bakteri dan
insekta yang bersangkutan.
Menurut Soebarinoto (1980), tanin merupakan senyawa polifenol yang
mempunyai kemampuan mengikat protein sehingga menghalangi kerja enzim
protease. Kemampuan tanin untuk mengendapkan protein disebabkan oleh
adanya kandungan sejumlah gugus fungsional (hidroksi fenolik) yang dapat
membentuk ikatan kompleks yang sangat kuat dengan molekul protein saliva dan

12

glikoprotein dalam mulut serta dapat menimbulkan rasa sepat, sehingga dapat
mempengaruhi konsumsi dan palatabilitas pakan. Tanin dalam ransum dapat
menurunkan pertambahan bobot badan, kecernaan dan efisiensi pakan karena
tanin dapat melukai saluran pencernaan sehingga menyebabkan terganggunya
fungsi saluran pencernaan (Cheeke, 1989). Batas penggunaan tanin dalam ransum
adalah 2.6 gkg-1 (Kumar et al. 2005).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Analisa kandungan nutrisi sampel pakan alami burung berkicau berupa
hewan (jangkrik, cacing tanah, ulat hongkong, dan kroto) memiliki kandungan
protein (49.36%-66.55%) lebih tinggi dibandingkan kandungan protein (9.79%24.40%) pada sampel bijian. Selain itu, kandungan gross energi pada sampel
hewan berada pada rentan (5702-7276) kalg-1 sedangkan pada sampel tumbuhan
(bijian) lebih bervariasi (4377-7576) kalg-1. Kandungan tanin pada millet merah
sebesar 0.03 g100g-1, millet putih 0.025 g100g-1, dan jawawut 0.00 g100g-1.
Saran
Perlu dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai korelasi antara
kandungan nutrisi pakan dengan performa burung berkicau dengan melakukan
pemeliharaan atau pengamatan.

DAFTAR PUSTAKA
Achmanu, Muharlien. 2011. Ilmu Ternak Unggas. Malang (ID) : UB Press.
Anggorodi HR. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
Arisca SM. 2010. Nilai energi metabolis dan retensi nitrogen ampas sagu baiduri
(Metroxilon rumpii) hasil fermentasi oleh Rhizopus oryzae dengan lama
fermentasi berbeda pada ayam lokal [skripsi]. Bogor (ID). Institut
Pertanian Bogor.
Cheeke PR. 1989. Toxicants of Plant Origin. Volume III, Protein and Amino Acid.
CRC Press, Inc., 2000 Corporate Blvd., N. W., Boca Raton, Florida.
United State
Cheeke PR, Shull. 1999. Applied Animal Nutrition Feeds and Feeding. 2nd
Edition. Department of Animal Sciences Oregon State University, New
Jersey.
Ensminger K. 1991. Animal Science 11th Edition. Interstate Publisher, USA..
FAO. 2005. Production and processing of small seeds for birds.
http://www.fao.org/docrep/008/y5831e/y5831e00.htm. [22 April 2014].
Kumar V, Elangovan AV, Mandal AB. 2005. Utilization of reconstituted high
tannin sorghum in the diets of broiler chicken. J Anim. Sci. 18(4) : 538544.

13

Manso T, Bodas R, Castro T, Jimeno V, Mantecon AR. 2011. Animal
performance and fatty acid composition of lambs fedwith different
vegetable oils. J Anim Sci. (10):1659-67.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JED, Morgan CA. 1995. Animal Nutrition
6th Edition. Ashford Colour Press. Gosport. Indiana, United States.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JED, Morgan CA. 2002. Animal
Nutrition. 6th Edition. Ashford Colour Press, Ltd., Gosport.
Pond WG, DC. Church, KR. Pond. 1995. Basic Animal Nutrition and Feeding. 4th
Edition. John Wiley and Sons Inc. Canada, USA.
Saefullah M. 2006. Suplementasi tepung jangkrik dalam ransum komersial
terhadap performa ayam petelur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Soebarinoto. 1986. Evaluasi beberapa hijauan leguminosa pohon sebagai sumber
protein untuk ternak[tesis]. Bogor (ID): Fakultas Pasca Sarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Soemadi W, Mutholib A. 2003. Pakan Burung. Edisi ke-4. Jakarta(ID): Penebar
Swadaya.
Soemarjoto. 2003. Mengatasi Permasalahan Burung Berkicau. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Sudarman A, Wiryawan KG, Markhamah H. 2008. Penambahan sabun kalsium
dari minyak ikan lemuru dalam ransum dan pengaruhnya terhadap
tampilan produksi domba. Med Pet. 31(3):166-171.
Sudrajat. 2002. Merawat dan Melatih Hwa Mei. Jakarta(ID):Penebar Swadaya.
Sutardi T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Bogor (ID): Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Suwito E. 2001. Merawat dan Melatih Burung-Burung dari Cina. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Turut R. 1998. Sukses Memelihara Burung Berkicau dari Thailand. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Wahju J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas cetakan ke-4. Yogyakarta(ID): Gajah Mada
University Press.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 02
Februari 1992. Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan
Bapak Sumarno dan Ibu Sudarwati. Penulis menempuh
pendidikan dasar di TK Satya Dharma Sudjana Gunung Madu
pada tahun 1996-1998, kemudian melanjutkan pendidikan di
SDN 01 Gunung Madu pada tahun 1998-2004. Pendidikan
dilanjutkan di SMPN Satya Dharma Sudjana Gunung Madu
pada tahun 2004-2007 kemudian melanjutkan pendidikan di
SMAN 01 Terbanggi Besar pada tahun 2007-2010.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun
2010 melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama kuliah,
penulis pernah menjadi Ketua Divisi Internal Art Dormitory Club periode
2010/2011. Penulis pernah mengikuti kegiatan Magang di Green Farm, Blitar,
Jawa Timur pada tahun 2012.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Rita Mutia, MAgr dan Dr
Anuraga Jayanegara, SPt., MSc selaku pembimbing skripsi atas segala bimbingan,
kesabaran, dukungan, sumbangan ide dan materi yang telah diberikan. Ibu Dr Ir
Sumiati, MSc dan Bapak Rudi Afnan, SPt, MSc.Agr selaku dosen penguji, serta
Ibu Dr Ir Widya Hermana, MSi selaku panitia sidang pada tanggal 10 Juli 2014.
Di samping itu ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kepada staf
Laboratorium Teknologi Pengolahan Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan yang telah membantu selama penelitian ini dilaksanankan,
kepada Kanipah yang telah membantu selama pengumpulan sampel dan analisis
atas semua dukungan, suka duka, bantuannya. Kepada teman-teman yang telah
ikut membantu Khuluq, Hendra, Tenti, Astri, Andrian serta temen-teman Nutrisi
47 atas semua bantuan dan dukungannya. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga atas segala doa, dukungan,
perhatian dan kasih sayangnya.