Karakteristik Lingkungan Hutan Mangrove Di Desa Mojo, Ulujami, Pemalang Sebagai Acuan Kegiatan Aquasilviculture Kepiting Bakau Scylla Serrata

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI DESA
MOJO, ULUJAMI, PEMALANG SEBAGAI ACUAN KEGIATAN
AQUASILVICULTURE KEPITING BAKAU Scylla serrata

IYEN SURYANI

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakteristik
Lingkungan Hutan Mangrove Di Desa Mojo, Ulujami, Pemalang sebagai Acuan
Kegiatan Aquasilviculture Kepiting Bakau Scylla serrata” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Iyen Suryani
NIM C14110021

ABSTRAK
IYEN SURYANI. Karakteristik Lingkungan Hutan Mangrove di Desa Mojo,
Ulujami, Pemalang sebagai Acuan Kegiatan Aquasilviculture Kepiting Bakau
Scylla serrata. Dibimbing oleh KUKUH NIRMALA dan YUNI PUJI HASTUTI.
Salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi
adalah kepiting bakau. Produksi kepiting bakau hingga saat ini masih
mengandalkan hasil penangkapan di alam, sedangkan produksi budidaya belum
optimal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan
budidaya kepiting bakau ramah lingkungan, yaitu melalui kegiatan
aquasilviculture. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik
lingkungan hutan mangrove di Desa Mojo, Ulujami, Pemalang, sebagai acuan
untuk kegiatan aquasilviculture kepiting bakau. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa karakteristik lingkungan terbaik terdapat pada stasiun 3, dengan produksi

kepiting bakau sebesar 4 kg/hari ketika musim tangkapan tinggi, dan sebesar 1,9
kg/hari ketika musim tangkapan rendah. Dengan demikian karakteristik
lingkungan hutan mangrove di Desa Mojo, Ulujami, Pemalang, yang paling baik
untuk kegiatan aquasilviculture kepiting bakau adalah karakteristik lingkungan
yang terdapat pada stasiun 3.
Kata kunci: aquasilviculture, hutan bakau, kepiting bakau Scylla serrata,

ABSTRACT
IYEN SURYANI. Environment Characteristics of Mangrove Forest in Mojo
Village, Ulujami, Pemalang as a Reference of Mud Crab Scylla serrata
Aquasilviculture. Supervised by KUKUH NIRMALA and YUNI PUJI
HASTUTI.
Mud carb is one of the fisheries commodity that has a high economical
value. Production of mud carb still depends on the wild stock for the seed, while
the production from aquaculture sector is not well estabilished yet.
Aquasilviculture is one of the option to develop aquaculture sector for this
commodity. This research aimed to analyze environment characteristics of
mangrove forest ecosystem in Mojo Village, Ulujami, Pemalang for
aquasilviculture. This research was conducted based on the survey method. The
results showed that the best environment characteristics was contained in station

3, with the mud crab production reached 4 kg/day when high catch, and 1.9
kg/day when low catch. From this result, the best environment characteristics of
mangrove forests in Mojo village, Ulujami, Pemalang, for mud crab
aquasilviculture is environment characteristics in station 3.
Keywords: aqusilviculture, mangrove forest, mud crab Scylla serrata

KARAKTERISTIK LINGKUNGAN HUTAN MANGROVE DI DESA
MOJO, ULUJAMI, PEMALANG SEBAGAI ACUAN KEGIATAN
AQUASILVICULTURE KEPITING BAKAU Scylla serrata

IYEN SURYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Budidaya Perairan

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi

: Karakteristik Lingkungan Hutan Mangrove di Desa Mojo,
Ulujami, Pemalang sebagai Acuan Kegiatan Aquasilviculture
Kepiting Bakau Scylla serrata
Nama
: Iyen Suryani
NIM
: C14110021
Program Studi : Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Disetujui oleh

Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc
Pembimbing I


Yuni Puji Hastuti, SPi MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Sukenda, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Karakteristik Lingkungan Hutan Mangrove di Desa Mojo, Ulujami, Pemalang
sebagai Acuan Kegiatan Aquasilviculture Kepiting Bakau Scylla serrata”.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr Ir Kukuh Nirmala, MSc dan Ibu Yuni Puji Hastuti, SPi MSi
selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, saran, dan
nasihat;

2. Ibu Dr Ir Dinar Tri Soelistyowati, DEA dan Bapak Dr Alimuddin, SPi
MSc selaku dosen penguji tamu dan komisi pendidikan departemen atas
saran bagi perbaikan skripsi;
3. Bapak Dr Ir Sukenda, MSc selaku ketua Departemen Budidaya Perairan;
4. Seluruh dosen Departemen Budidaya Perairan yang telah memberikan
ilmu dan bantuan yang bermanfaat selama masa perkuliahan;
5. Bapak Ratmin, Ibu Sumiati, Adik Nina Neliawati dan Riska Rosdiyani,
serta seluruh keluarga atas segala limpahan doa, semangat, dukungan, dan
kasih sayang yang telah diberikan;
6. Bapak Jajang Ruhyana, ST, Kang Akbar Firdaus, Bapak Wasjan, Mba
Retno Meilasari, Bang Aris, Bapak Marjanta, Mba Yuli, Mba Suriani serta
semua staf Departemen Budidaya Perairan;
7. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Pemalang,
Kelompok Nelayan Pelita Bahari Desa Mojo, Ulujami, Pemalang, dan
semua pihak yang telah membantu jalannya penelitian di lapang;
8. Rekan penelitian Veronika Eri Febriani dan Heri Kiswanto yang telah
berbagi semangat, suka, dan duka selama penelitian ini berlangsung;
9. Teman-teman tercinta mahasiswa Laboratorium Lingkungan Akuakultur
Angkatan 48 yang telah memberikan doa, dukungan, bantuan dan
semangat yang luar biasa;

10. Keluarga besar BDP 48 yang tidak dapat disebutkan satu persatu,
terimakasih atas doa, dukungan, dan kebersamaannya selama ini;
11. Kakak-kakak BDP 45, 46, 47 dan adik-adik BDP 49 dan 50 yang telah
memberikan banyak pengalaman tak terlupakan serta dukungannya;
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi masyarakat dan seluruh pihak yang
membutuhkan.

Bogor, Agustus 2015

Iyen Suryani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 10
PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
METODE ................................................................................................................ 2

Waktu dan Tempat ............................................................................................... 2
Prosedur Penelitian .............................................................................................. 2
Penentuan Stasiun Penelitian ........................................................................... 2
Pengumpulan Data Penelitian .......................................................................... 3
Analisis Fisika-Kimia Perairan ........................................................................ 4
Analisis Plankton.............................................................................................. 4
Analisis Vegetasi Mangrove ............................................................................ 4
Analisis Serasah ............................................................................................... 4
Analisis Bahan Organik Substrat ..................................................................... 4
Analisis Kondisi Mikroklimat .......................................................................... 4
Analisis Produksi Kepiting Bakau ................................................................... 5
Analisis Data .................................................................................................... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 5
Hasil ..................................................................................................................... 5
Analisis Fisika-Kimia Perairan ........................................................................ 5
Analisis Plankton.............................................................................................. 7
Analisis Vegetasi Mangrove ............................................................................ 7
Analisis Serasah ............................................................................................... 7
Analisis Kandungan Bahan Organik Substrat .................................................. 7
Analisis Kondisi Mikroklimat .......................................................................... 8

Analisis Produksi Kepiting Bakau ................................................................... 8
Pembahasan ......................................................................................................... 9
KESIMPULAN ..................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 14
LAMPIRAN .......................................................................................................... 16
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................. 1

DAFTAR TABEL
1 Parameter yang diukur, satuan, metode, dan tempat pengukuran ................. 3
2 Jenis plankton yang dominan dan kelimpahannya ........................................ 7
3 Vegetasi mangrove di lokasi penelitian ......................................................... 7
4 Kelimpahan serasah di lokasi penelitian ....................................................... 7
5 Bahan organik substrat; bahan organik total dan C organik .......................... 7
6 Hasil pengukuran mikroklimat ...................................................................... 8

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5

Lokasi stasiun penelitian ............................................................................... 3
Grafik parameter fisika perairan di lokasi penelitian; (a) salinitas; (b)
suhu; .............................................................................................................. 5
Grafik parameter kimia perairan; (a) pH; (b) oksigen terlarut; (c) TAN;
(d) nitrit; (e) nitrat; (f) bahan organik total; .................................................. 6
Produksi kepiting bakau dari kegiatan penangkapan pada masingmasing stasiun penelitian .............................................................................. 9
Produksi kepiting bakau di Desa Mojo, Ulujami, Pemalang pada tahun
2014 ............................................................................................................... 9

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

9
10
11
12
13

Dokumentasi stasiun 1 penelitian.................................................................. 17
Dokumentasi stasiun 2 penelitian.................................................................. 17
Dokumentasi stasiun 3 penelitian.................................................................. 17
Dokumentasi pengamatan secara insitu ........................................................ 18
Kuisioner wawancara terhadap nelayan dan pengepul kepiting bakau
pada lokasi penelitian .................................................................................... 19
Jenis plankton yang ditemukan pada lokasi penelitian ................................. 22
Ruang lingkup industri perikanan budidaya ................................................. 23
Hasil wawancara dengan nelayan dan pengepul kepiting bakau .................. 23
Nilai pengukuran fisika kimia perairan pada lokasi penelitian ..................... 24
Jenis plankton yang dominan ditemukan pada lokasi penelitian .................. 24
Jenis mangrove yang ditemukan pada lokasi penelitian ............................... 24
Alat tangkap caduk ........................................................................................ 24
Ringkasan data masing-masing parameter .................................................... 25

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai ekonomis tinggi di
Indonesia adalah kepiting bakau Scylla serrata. Harga kepiting bakau di pasaran
saat ini mencapai Rp.100.000-150.000/kg (Samudro 2015). Selain itu daging
kepiting bakau memiliki kandungan protein yang cukup tinggi sehingga baik
untuk kesehatan. Menurut penelitian Rangka (2007), kandungan protein pada
daging kepiting bakau sebesar 65,72% dan pada telur sebesar 88,5%. Berdasarkan
hal tersebut, kepiting bakau menjadi produk yang diminati oleh semua kalangan
baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Permintaan kepiting bakau pun
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Permintaan kepiting dan rajungan
dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat mencapai 450 ton setiap bulan.
Jumlah permintaan tersebut belum dapat terpenuhi karena keterbatasan hasil
tangkapan di alam dan minimnya produksi dari hasil budidaya (Khenti 2013).
Di samping itu, hasil tangkapan kepiting bakau yang diperoleh nelayan
pada umumnya berukuran kurang dari 15 cm. Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan (PERMEN-KP) Nomor 1 Tahun 2015 menerapkan adanya larangan
terhadap penangkapan kepiting bakau dalam kondisi bertelur dan lebar karapas
kurang dari 15 cm. Oleh karena itu diperlukan suatu kegiatan yang dapat
memanfaatkan benih hasil tangkapan dari alam yang memiliki lebar karapas
kurang dari 15 cm tersebut. Salah satu kegiatan yang dapat dilakukan adalah
melalui pengembangan kegiatan budidaya.
Budidaya kepiting bakau yang sudah berkembang di Indonesia yaitu
budidaya pembesaran, penggemukan, dan kepiting cangkang lunak. Di sisi lain,
budidaya ramah lingkungan pun saat ini mulai berkembang, yaitu kegiatan
budidaya yang berbasis karakteristik habitat alami, sehingga akan menghasilkan
produk organik. Budidaya ramah lingkungan akan meningkatkan nilai jual produk
yang dihasilkan. Menurut Yasin (2013), contoh kasus di Babelan Bekasi Jawa
Barat, setiap transaksi udang organik diwajibkan adanya penambahan harga US$
1 per kilogramnya. Namun produk kepiting organik di Indonesia saat ini belum
berkembang. Untuk itu perlu dikembangkan budidaya kepiting bakau ramah
lingkungan, yaitu melalui kegiatan aquasilviculture, sehingga dapat menghasilkan
kepiting organik.
Aquasilviculture merupakan sistem produksi multitujuan yang
memungkinkan budidaya ikan dalam kawasan hutan mangrove. Hal ini bertujuan
untuk menciptakan teknik budidaya yang ramah lingkungan (Romeo & Florida
2014). Ekosistem hutan mangrove merupakan komponen dalam ekosistem pesisir
yang memiliki peranan penting, salah satunya sebagai habitat alami kepiting
bakau. Suryani (2006) menyatakan bahwa manfaat hutan mangrove adalah
sebagai daerah pemijahan (spawning ground) dan daerah pengasuhan (nursery
ground) kepiting bakau. Oleh karena itu, lingkungan hutan mangrove
mengindikasikan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan kelangsungan
hidup kepiting bakau.
Salah satu hutan mangrove yang berada di Indonesia adalah hutan
mangrove di Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa

2

Tengah. Daerah tersebut merupakan daerah penghasil kepiting bakau. Produksi
hasil tangkapan kepiting bakau di daerah Pemalang pada tahun 2006 mencapai
11,89 ton (Agus 2008). Hutan mangrove di Desa Mojo, Ulujami merupakan hutan
mangrove terluas di Kabupaten Pemalang. Luas hutan mangrove di Kecamatan
Ulujami yaitu sekitar 120,39 Ha, sedangkan luas hutan mangrove yang menjadi
lokasi penelitian dalam penelitian ini yaitu sekitar 72 Ha (BI 2011).
Upaya pelestarian hutan mangrove harus terus dilakukan sehingga suplai
benih kepiting bakau di alam tetap terjaga. Hal tersebut dikarenakan hatchery
kepiting bakau belum berkembang. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan data dasar karakteristik lingkungan hutan mangrove yang berada di
Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa Tengah. Hasil dari
penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk kegiatan aquasilviculture kepiting
bakau.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik lingkungan hutan
mangrove di Desa Mojo, Ulujami, Pemalang, sebagai acuan kegiatan
aquasilviculture kepiting bakau.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2015, di ekosistem
hutan mangrove Desa Mojo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang, Jawa
Tengah. Titik kordinat lokasi penelitian berada pada posisi antara 109˚17'30" BT109˚40'30" BT, dan antara 06˚52'30" LS-07˚20'11" LS.
Prosedur Penelitian
Penentuan Stasiun Penelitian
Penentuan stasiun penelitian dilakukan dengan metode survei. Lokasi
stasiun penelitian ditentukan berdasarkan ekosistem hutan mangrove yang masih
alami dan merupakan kawasan penangkapan kepiting bakau. Penentuan stasiun
pengamatan dalam penelitian ini didasarkan pada penarikan garis secara diagonal
dari muara Sungai Comal. Hal tersebut bertujuan untuk mendapatkan stasiun
penelitian dengan karakteristik lingkungan yang berbeda.
Terdapat 3 stasiun yang menjadi lokasi penelitian (Gambar 1), yaitu:
Stasiun 1 : Ekosistem hutan mangrove yang berlokasi dekat dengan muara
sungai (Lampiran 1).
Stasiun 2 : Ekosistem hutan mangrove yang berlokasi dekat dengan tambak
(Lampiran 2).
Stasiun 3 : Ekosistem hutan mangrove yang berlokasi dekat dengan laut,
tambak, dan laguna (Lampiran 3).

3

Berikut merupakan lokasi stasiun penelitian di ekosistem hutan mangrove
Desa Mojo, Kec. Ulujami, Kab. Pemalang, Jawa Tengah.

Gambar 1 Lokasi stasiun penelitian
Pengumpulan Data Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei. Parameter yang
diukur, satuan, metode penelitian, serta tempat pengukuran disajikan pada Tabel
1.
Table 1 Parameter yang diukur, satuan, metode, dan tempat pengukuran
No
1.

2.
3.

4.

Parameter
Fisika-kimia air
Salinitas
Suhu
pH
Oksigen terlarut
TAN
Nitrit
Nitrat
Bahan organik total
Kelimpahan dan
Identifikasi jenis
Vegetasi mangrove
Identifikasi jenis
Kelimpahan mangrove
Kelimpahan serasah

Alat/Metode Pengukuran

Satuan

Hand refractometera
DO meterb
pH meterb
DO meterb
Metode Phenatec
Metode Sulfanilamidec
Metode Bruchinec
Metode Oksidimetric
Plankton net, mikroskopd
Buku identifikasie,f


ºC
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
sel/m3
ind/m3

In-situ
In-situ
In-situ
In-situ
Ex-situ
Ex-situ
Ex-situ
Ex-situ
Ex-situ
Ex-situ

Buku identifikasig
Petak pengamatan 10 x 10 mh
Petak pengamatan 1x1 m dan
timbangan digitalh

individu
ind/100 m2
g/m2

In-situ
In-situ
Ex-situ

Kimia substrat
Bahan organik total
Metode gravimetric
%
C organic
Metode Walkley and Blackc
%
6. Kondisi mikroklimat
Intensitas cahaya
Luxmeteri
Lux
Suhu udara
Luxmeteri
ºC
Kelembaban udara
Luxmeteri
%RH
7. Produksi kepiting bakau
Wawancara
kg & ton
a
APHA (1998), bAPHA (1999), cBalai Penelitian Tanah (2009), dWulandari (2009),
(1979), fYamaji (1979) gGiesen et al. (2007), hNazar (2002), iHafsah et al. (2009)

Tempat

5.

Ex-situ
Ex-situ
In-situ
In-situ
In-situ
In-situ
e
Mizuko

4

Analisis Fisika-Kimia Perairan
Pengambilan sampel air dilakukan dengan metode grab sampling, yaitu
pengambilan sampel secara langsung untuk memperoleh gambaran karakteristik
air pada saat pengambilan sampel (Effendie 2003). Pengukuran fisika-kimia
perairan dilakukan secara in-situ dan ex-situ. Pengukuran secara in-situ dilakukan
pada pagi hari yaitu pukul 08.00 WIB dengan ketinggian air sekitar 20 cm, dan
pada sore hari yaitu pukul 16.00 WIB dengan ketinggian air sekitar 50 cm.
Parameter yang dianalisis secara insitu meliputi suhu, salinitas, pH, oksigen
terlarut (Lampiran 4), sedangkan parameter yang dianalisis secara ex-situ meliputi
TAN (total amonia nitrogen), nitrit, nitrat, serta bahan organik total. Pengukuran
secara ex-situ dilakukan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen
Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Analisis Plankton
Analisis plankton dilakukan menggunakan buku identifikasi menurut
Yamaji (1979) dan Mizuko (1979). Identifikasi jenis dan perhitungan kelimpahan
plankton dilakukan di Laboratorium Bio Makro, Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Analisis Vegetasi Mangrove
Identifikasi jenis mangrove dilakukan berdasarkan buku identifikasi
menurut Giesen et al. (2007). Pengukuran kelimpahan mangrove dilakukan
dengan cara membuat petak pengamatan berukuran 10×10 m, kemudian pohon
mangrove dihitung berdasarkan kategori pohon (diameter lebih dari 10 cm) dan
kategori anak pohon (diameter kurang dari 10 cm).
Analisis Serasah
Kelimpahan serasah dihitung berdasarkan petak pengamatan berukuran
1×1 m pada masing-masing stasiun penelitian, dengan menghitung bobot serasah
dalam g/m2. Pengukuran kelimpahan serasah dilakukan di Laboratorium
Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Analisis Bahan Organik Substrat
Analisis bahan organik substrat dilakukan secara ex-situ. Parameter yang
diukur yaitu bahan organik total dan C organik. Pengukuran dilakukan di
Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Instiut Peranian Bogor.
Analisis Kondisi Mikroklimat
Analisis kondisi mikroklimat pada masing-masing stasiun penelitian
dilakukan secara in-situ menggunakan luxmeter. Parameter yang diukur yaitu
intensitas cahaya, suhu udara, dan kelembaban udara.

5

Analisis Produksi Kepiting Bakau
Analisis produksi kepiting bakau dari kegiatan penangkapan di Desa
Mojo, Ulujami, Pemalang dilakukan dengan metode wawancara. Metode
wawancara yang digunakan adalah metode purposive sampling, yaitu teknik
pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu (Teddlie & Fen
Yu 2007). Narasumber yang digunakan adalah narasumber kunci, sebanyak 5
orang yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti
(Lampiran 5).
Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif, yaitu dengan cara menyajikan, menyusun,
maupun mengukur nilai-nilai data yang tersedia dari suatu penelitian sehingga
dapat diperoleh gambaran yang jelas dan mudah dimengerti (Saleh 1986).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Analisis Fisika-Kimia Perairan
Gambar 2 merupakan grafik hasil pengukuran fisika perairan pada lokasi
penelitian. Parameter fisika perairan yang diukur meliputi salinitas dan suhu
(Gambar 2). Nilai salinitas di lokasi penelitian menunjukan bahwa pada stasiun 1
memiliki kisaran salinitas antara 5-10‰, dan pada stasiun 2 memiliki kisaran
salinitas antara 5-20‰. Nilai salinitas pada stasiun 3 yaitu dengan kisaran antara
21-25‰. Nilai suhu yang diperoleh antar stasiun penelitian berfluktuasi. Kisaran
suhu tertinggi terdapat pada stasiun 3 yaitu antara 30-32°C, sedangkan kisaran
suhu terendah terdapat pada stasiun 2 yaitu antara 28,5-30,1°C.

(a)

(b)

Gambar 2 Grafik parameter fisika perairan di lokasi penelitian; (a) salinitas; (b)
suhu;
Gambar 3 merupakan grafik hasil pengukuran parameter kimia perairan
pada lokasi penelitian. Hasil pengukuran parameter kimia perairan pada lokasi
penelitian diperoleh kisaran yang berfluktuasi pada semua stasiun (Gambar 3).
Nilai pH terendah yaitu pada stasiun 3 kondisi perairan pasang sebesar 7,48 dan

6

tertinggi pada stasiun 3 kondisi perairan surut yaitu sebesar 8,42. Kisaran nilai
oksigen terlarut pada semua stasiun berkisar antara 1,7-8,3 mg/l. Kisaran nilai
TAN yang diperoleh yaitu sebesar 0,043-0,111 mg/l, dan kisaran nilai nitrit
diperoleh sebesar 0,000-0,027 mg/l. Selanjutnya kisaran nilai nitrat diperoleh
sebesar 0,243-0,574 mg/l, dan kisaran nilai bahan organik total diperoleh sebesar
13,90-42,98 mg/l.

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

Gambar 3 Grafik parameter kimia perairan; (a) pH; (b) Oksigen terlarut; (c) TAN;
(d) Nitrit; (e) Nitrat; (f) Bahan organik total;

7

Analisis Plankton
Analisis plankton di lokasi penelitian disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis
plankton yang diperoleh menunjukan bahwa kelimpahan tertinggi terdapat pada
stasiun 1 sebesar 969.864 sel/m3 dengan jenis Nitzschia sp. dan ditemukan
beberapa jenis plankton lain dengan kelimpahan berbeda (Lampiran 6).
Tabel 2 Jenis plankton dan kelimpahannya pada lokasi penelitian
Stasiun
1
2
3

Plankton yang dominan
Nitzschia sp.
Pelagothrix sp.
Pelagothrix sp.

Kelimpahan plankton (sel/m3)
969.864
27.629
44.030

Analisis Vegetasi Mangrove
Data vegetasi mangrove yang ditemukan pada lokasi penelitian diperoleh
dari petak pengamatan berukuran 10×10 m disajikan pada Tabel 3. Berdasarkan
pengamatan yang dilakukan, jenis mangrove yang ditemukan pada lokasi
penelitian yaitu Avicennia marina dan Rhizophora mucronata. Sebagian besar
mangrove yang ditemukan sudah berada pada kategori pohon.
Table 3 Vegetasi mangrove di lokasi penelitian
Stasiun
1

2

3

Jenis mangrove
Avicennia marina
Avicennia marina
Rhizophora mucronata
Avicennia marina
Avicennia marina
Rhizophora mucronata
Rhizophora mucronata
Avicennia marina
Rhizophora mucronata
Rhizophora mucronata

Keterangan
pohon
pohon
pohon
pohon
pohon
pohon
anakan
pohon
pohon
anakan

Jumlah (ind)
7
1
27
6
1
26
10
7
50
7

Kerapatan (ind/100 m2)
35

43

64

Analisis Serasah
Kelimpahan serasah pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 4.
Kelimpahan serasah tertinggi ditemukan pada stasiun 3 yaitu sebesar 26,73 g/m2,
sedangkan kelimpahan serasah terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu sebesar
19,51 g/m2.
Table 4 Kelimpahan serasah pada lokasi penelitian
Stasiun
1
2
3

Kelimpahan serasah (g/m2)
19,51
22,86
26,73

Kadar air
82.27
80.59
78.64

Analisis Kandungan Bahan Organik Substrat
Hasil pengukuran bahan organik substrat pada lokasi penelitian disajikan
pada Tabel 5. Berdasarkan hasil pengukuran, bahan organik total pada substrat
tertinggi ditemukan pada stasiun 1 yaitu sebesar 72,82%, dan C organik tertinggi
ditemukan pada stasiun 3, yaitu sebesar 4,10%.
Table 5 Bahan organik substrat; bahan organik total dan C organik
Stasiun
1
2
3

Bahan organik total (%)
72,84
70,99
66,03

C organik (%)
2.82
1.65
4.10

8

Analisis Kondisi Mikroklimat
Kondisi mikroklimat pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 6.
Berdasarkan hasil pengukuran, kondisi mikroklimat di ekosistem hutan mangrove
Desa Mojo, Kec. Ulujami, Pemalang, pada parameter suhu udara dan kelembaban
udara diperoleh hasil yang tidak jauh berbeda antar stasiun penelitian. Suhu udara
di ketiga stasiun penelitian berkisar antara 31,3-34,3˚C, kelembaban udara
berkisar antara 65,9-77,7%RH. Sedangkan untuk parameter intensitas cahaya
terendah berada pada stasiun 2 yaitu 1.128 lux, dan tertinggi pada stasiun 3 yaitu
9.210 lux. Secara keseluruhan, kondisi cuaca pada ketiga stasiun penelitian baik
pada saat pasang maupun surut berada pada kondisi cerah.
Table 6 Hasil pengukuran mikroklimat pada lokasi penelitian
Suhu udara (oC)
Kelembaban (%RH)
P
S
P
S
1
32,4
31,3
71,6
77,4
2
34,3
31,6
65,9
77,7
3
33,4
32,9
68,8
75,4
Keterangan: P = pagi, S = sore
Stasiun

Intensitas cahaya (lux)
P
S
5.120
9.210
1.126
3.850
6.480
3.940

Kondisi cuaca
P
S
Cerah
Cerah
Cerah
Cerah
Cerah
Cerah

Analisis Produksi Kepiting Bakau
Gambar 4 merupakan grafik data produksi kepiting bakau dari kegiatan
penangkapan. Data yang diperoleh berdasarkan hasil tangkapan harian nelayan
pada masing-masing stasiun penelitian pada Bulan April 2014. Berdasarkan hasil
wawancara dengan nelayan, produksi kepiting bakau tertinggi ditemukan pada
stasiun 3 (Gambar 4). Produksi kepiting bakau ketika musim tangkapan tinggi
yaitu sebesar 4 kg/hari, dan ketika musim tangkapan rendah yaitu sebesar 1,9
kg/hari.

Gambar 4 Produksi kepiting bakau dari kegiatan penangkapan
pada masing-masing stasiun penelitian
Sumber

: Wawancara langsung dengan nelayan Desa Mojo, Ulujami, Pemalang

Gambar 5 merupakan grafik produksi kepiting bakau dari kegiatan
penangkapan per tahun (tahun 2014) yang diperoleh nelayan di Desa Mojo,
Ulujami, Pemalang. Hasil wawancara dengan pengepul kepiting bakau Desa
Mojo, Ulujami, Pemalang menyebutkan bahwa produksi kepiting bakau per tahun

9

di Desa Mojo yaitu sebesar 9,18 ton pada saat musim tangkapan tinggi dan 2,88
ton pada saat musim tangkapan rendah (Gambar 5).

Gambar 5 Produksi kepiting bakau dari kegiatan penangkapan
di Desa Mojo, Ulujami, Pemalang pada tahun 2014
Sumber

: Wawancara langsung dengan pengepul Desa Mojo, Ulujami, Pemalang

Pembahasan
Kegiatan budidaya merupakan sistem produksi yang mencakup input,
proses, dan output (Effendi 2003). Salah satu bagian dari input produksi dalam
budidaya kepiting bakau adalah sumber daya alam (Lampiran 7). Lingkungan
hutan mangrove merupakan sumber daya alam yang mengindikasikan lingkungan
yang sesuai untuk kepiting bakau. Analisis karakteristik lingkungan hutan
mangrove seperti fisika-kimia perairan, vegetasi mangrove, dan mikroklimat pada
lokasi penelitian dilakukan sebagai acuan kegiatan aquasilviculture kepiting
bakau. Berdasarkan analisis produksi kepiting bakau dari kegiatan penangkapan,
produksi kepiting bakau tertinggi terdapat pada stasiun 3, yaitu sebesar 4 kg pada
musim tangkapan tinggi (Bulan Desember-Mei), dan sebesar 1,9 kg pada musim
tangkapan rendah (Bulan Juni-November) (Lampiran 8). Karakteristik lingkungan
pada stasiun 3 diduga merupakan karakteristik lingkungan yang sesuai untuk
kepiting bakau apabila dilihat dari hasil produksi kepiting bakau tersebut.
Hasil pengukuran salinitas yang diperoleh selama penelitian yaitu berkisar
antara 5-25‰ (Lampiran 9). Stasiun 1 memiliki kisaran salinitas rendah yaitu 510‰. Kisaran salinitas pada stasiun 2 berkisar antara 5-20‰. Stasiun 3 memiliki
kisaran salinitas cenderung tinggi, yaitu 21-25‰. Hasil tersebut menjelaskan
bahwa salinitas di perairan hutan mangrove memiliki kisaran yang luas. Menurut
Satyanarayana et. al (2010), salinitas di hutan mangrove daerah Tumpat Malaysia
diperoleh kisaran antara 1,0-30,1‰. Kisaran salinitas yang luas dikarenakan hutan
mangrove tumbuh di daerah intertidal. McKee (1993) mendefinisikan hutan
mangrove merupakan komunitas tumbuhan tropis yang tumbuh di daerah
intertidal atau daerah pasang surut. Berdasarkan FAO (2011) kisaran salinitas
untuk kepiting bakau adalah 10-25‰. Safrina (2013) menyatakan salinitas
optimum untuk kepiting bakau adalah 25‰. Hasil pengukuran di lokasi penelitian
menunjukan kisaran salinitas yang sesuai untuk kepiting bakau, khususnya pada

10

stasiun 3. Hal tersebut dikarenakan salinitas pada stasiun 3 cenderung stabil
mendekati 25‰.
Selain salinitas, parameter fisika perairan lain yang diukur dalam
penelitian ini adalah suhu. Nilai suhu dari ketiga stasiun penelitian tidak memiliki
perbedaan secara signifikan (Lampiran 9). Kisaran suhu di stasiun 1 yaitu sebesar
29,5-32,3°C. Suhu pada stasiun 2 diperoleh kisaran antara 28,5-30,1°C. Kisaran
suhu tertinggi ditemukan pada stasiun 3 yaitu 31-32,1°C. Menurut Ghufran
(2007), secara umum laju pertumbuhan suatu organisme akan meningkat sejalan
dengan kenaikan suhu. Pertumbuhan kepiting bakau ditunjang oleh suhu perairan
karena kepiting bakau bersifat poikilothermic. Suhu akan mempengaruhi aktivitas,
nafsu makan, konsumsi oksigen, dan laju metabolisme kepiting bakau. Suhu
optimum untuk kepiting bakau adalah 29°C (Millaty 2014). Secara keseluruhan,
kisaran suhu yang diperoleh dari hasil penelitian berkisar antara 28,5-32,3°C.
Menurut FAO (2011) suhu yang baik untuk pertumbuhan kepiting bakau adalah
25-35°C, sehingga kisaran suhu pada lokasi penelitian sesuai untuk kepiting
bakau.. Selain itu, Kumar (2013) menyatakan bahwa kisaran suhu perairan hutan
mangrove di Pondicherry India, yaitu berkisar antara 19,6-35,9°C. Hal tersebut
menandakan kisaran suhu di lokasi penelitian sesuai dengan kisaran suhu di
ekosistem hutan mangrove pada umumnya.
Selanjutnya untuk parameter kimia perairan yang diukur dalam penelitian
ini adalah pH, oksigen terlarut, TAN (Total Amonia Nitrogen). nitrit, nitrat, dan
bahan organik total. Kisaran nilai pH pada semua stasiun penelitian yaitu 7,578,42 (Lampiran 9). Kisaran pH tersebut hampir sama dengan kisaran pH pada
pemeliharaan kepiting bakau di pen culture mangrove Mtwapa Kenya menurut
Mwaluma (2002), yaitu 7,95-8,25. Hasil pengukuran pH yang diperoleh pada
stasiun 1 yaitu 7,76-7,98. Stasiun 2 diperoleh kisaran pH 7,57-8,33. Selanjutnya
untuk pH pada stasiun 3 diperoleh kisaran 7,58-8,42. Kisaran pH yang diperoleh
dari 3 stasiun penelitian sesuai dengan kisaran pH yang baik untuk kepiting bakau
yaitu 7,5-8,5 (FAO 2011). Selain itu, menurut Nadeak (2014), pH optimum untuk
pertumbuhan kepiting bakau dalam wadah budidaya adalah 7. Hal tersebut
menunjukan bahwa kisaran pH di hutan mangrove Desa Mojo, Ulujami, Pemalang
cenderung optimum untuk pertumbuhan kepiting bakau.
Hasil pengukuran parameter kimia perairan berikutnya yaitu oksigen
terlarut (Lampiran 9). Nilai oksigen terlarut di stasiun 1 cenderung rendah yaitu
1,7-4,4 mg/l. Nilai tersebut tergolong rendah dikarenakan stasiun 1 berlokasi
dekat dengan muara sungai. Nybakken (1988) menjelaskan bahwa daerah perairan
pantai yang berdekatan dengan muara sungai memiliki kandungan bahan organik
tinggi, karena bahan organik yang berasal dari daratan dapat dialirkan oleh sungai
tersebut. Rata-rata tertinggi hasil pengukuran bahan organik di perairan pun
ditemukan pada stasiun 1 yaitu 36,02 mg/l. Rendahnya kadar oksigen terlarut di
stasiun 1 diduga karena sebagian besar digunakan oleh mikroorganisme dalam
mengurai bahan organik. Sedikit berbeda dengan stasiun 1, nilai oksigen terlarut
di stasiun 2 cenderung tinggi yaitu 6-8,3 mg/l. Selanjutnya nilai oksigen terlarut
pada stasiun 3 diperoleh hasil sebesar 6-6,8 mg/l. KepMen-LH No. 54 Tahun
2004 menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut untuk biota air laut yaitu
lebih dari 5 mg/l. Oleh karena itu kisaran oksigen terlarut terbaik terdapat pada
stasiun 2 yaitu 6-8,3 mg/l.

11

Kisaran nilai TAN, nitrit, dan nitrat, pada penelitian ini tidak jauh berbeda
antar stasiun penelitian. Nilai TAN yang diperoleh yaitu berkisar antara 0,0830,111 mg/l (Lampiran 9). Nilai TAN pada stasiun 1 berkisar antara 0,098-0,103
mg/l, kemudian pada stasiun 2 berkisar antara 0,024-0,014 mg/l, dan pada stasiun
3 berkisar antara 0,043-0,111 mg/l. KepMen-LH (2004) menyatakan bahwa nilai
TAN di perairan untuk biota air laut yaitu 0,3 mg/l. Hasil yang diperoleh di lokasi
penelitian masih memenuhi standar TAN untuk kepiting bakau.
Kandungan nitrit yang diperoleh pada lokasi penelitian pun cenderung
rendah yaitu 0,000-0,024 mg/l (Lampiran 9). Nitrit pada stasiun 1 diperoleh
kisaran 0,027-0,010 mg/l, selanjutnya pada stasiun 2 diperoleh kisaran 0,0140,024 mg/l, dan pada stasiun 3 diperoleh kisaran 0,000-0,007. Rendahnya
kandungan nitrit tersebut dikarenakan perairan alami mengalami pergantian air
secara terus menerus akibat pengaruh pasang surut. Menurut Boyd (2000), apabila
kandungan nitrit tinggi, maka dapat mengganggu proses respirasi pada organisme
budidaya. Nitrit dalam darah ikan dapat bereaksi dengan hemoglobin membentuk
methemoglobin. Methemoglobin tersebut tidak dapat berikatan dengan oksigen
seperti hemoglobin, sehingga oksigen tidak dapat disalurkan ke seluruh tubuh.
Kandungan nitrit yang tinggi dapat menurunkan kemampuan darah dalam
mengikat oksigen, karena nitrit dapat mengikat hemocyanin dalam darah (Boyd
2000). Berdasarkan pengukuran nitrit pada masing-masing stasiun penelitian,
maka stasiun 3 merupakan stasiun terbaik karena memiliki kandungan nitrit
terendah.
Selanjutnya kandungan nitrat di lokasi penelitian diperoleh kisaran antara
0,243-0,574 mg/l (Lampiran 9). Kandungan nitrat pada stasiun 1 berkisar antara
0,243-0,525 mg/l, pada stasiun 2 berkisar antara 0,314-0,400 mg/l, dan pada
stasiun 3 berkisar antara 0,313-0,574 mg/l. Menurut Vollenweider (1968), kisaran
nitrat tersebut termasuk kedalam perairan yang memiliki kesuburan sedang.
Kandungan nitrat sebesar